LP CKB New
LP CKB New
CEDERA KEPALA
C. ETIOLOGI/ PENYEBAB
1. Beberapa Faktor yang dapat menyebabkan cidera kepala adalah :
a) Cidera setempat (benda tajam)
Misalnya pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari fraktur
tengkorak. Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan
trauma yang dapat menyebabkan cidera setempat atau kerusakan terjadi
terbatas dimana benda tersebut merobek otak.
b) Cidera Difus (benda tumpul)
Misalnya terkena pukulan atau benturan. Trauma oleh benda tumpul dapat
menyebabkan/menimbulkan kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan
benturan. Terjadi penyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung seperti :
rambut, kulit, kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan ke
otak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan pada
jaringan otak sehingga dipandang lebih berat.
Langsung/tak langsung
Akselerasi-Deselerasi
Coup
Cedera Kepala Contrecoup
Intrakranial
Ekstrakranial Skull Injury
Brain Injury
Scalp Injury Luka Terbuka
Segmen-segmen tulang
merusak jaringan otak
Rusaknya sawar darah otak
Perdarahan karena kulit Kontak dengan lingkungan luar
(Blood, brain, barrier) atau
kepala yang vaskuler atau benda asing
pembuluh darah pecah
Resiko Infeksi
Hipoksia TIK ↑
Reaksi berbicara
Reaksi Verbal Nilai
Mengikuti perintah 6
a. Cedera Kepala Ringan (CKR) : bila GCS 14-15 (kelompok resiko rendah).
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma
b. Cedera Kepala Sedang (CKS) : bila GCS 9-13 (kelompok resiko sedang).
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB): bila GCS 3-8 (kelompok resiko berat)Kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio
serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
c. Cedera kepala bisa dikelompokkan sebagai cedera kepala tertutup atau terbuka
(penetrasi, luka tembus), antara lain :
1. Cidera kepala terbuka , kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk
ke dalam jaringan otak dan melukai :
a) Merobek durameter
b) Saraf otak
c) Jaringan otak
d) Battle sign
e) Rhinorrhoe
f) Orthorrhoe
g) Gejala fraktur basis
h) Brill hematom.
2. Cidera kepala tertutup
a. Komosio
1) Cidera kepala ringan
2) Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali
3) Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10 – 20 menit
4) Tanpa kerusakan otak permanen
5) Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah
6) Disorientasi sementara
7) Tidak ada gejala sisa
8) MRS kurang 48 jam kontrol 24 jam pertama, observasi tanda-tanda vital
9) Tidak ada terapi khusus
10) Istirahat mutlak setelah keluhan hilang coba mobiliasi brtahap, duduk
berdiri pulang
11) Setelah pulang kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b. Kontusio
1) Ada memar otak
2) Perdarahan kecil lokal/difusi gangguan lokal perdarahan.
Gejala :
1) Gangguan kesadaran lebih lama
2) Kelainan neurologik positif, reflek patologik positif, lumpuh, konvulsi
3) Gejala TIK meningkat.
c. Hematom epidural
1) Perdarahan antara tulang tengkorak dan durameter
2) Lokasi terering temporal dan frontal
3) Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus
4) Gejala : manifestasinya adanya desak ruang
5) Penurunan kesadaran ringan saat kejadian periode Lucid (beberapa menit
– beberapa jam) penurunan kesadaran hebat koma, serebrasi, dekortisasi,
pupil dan isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positif.
d. Hematom subdural
1) Perdarahan antara durameter dan archnoid
2) Biasanya pecah vena akut, subakut, kronis
Akut :
Gejala 24 – 48 jam
Sering brhubungan dengan cidera otak dan medulla oblongata
TIK meningkat
Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub akut
Berkembang 7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala TIK
meningkat kesadaran menurun.
Kronis :
Ringan, 2 minggu 3-4 bulan
Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas
Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfgia.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,
kehilangan tonus otot.
2. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
3. Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
4. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami ganggua fungsi.
5. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
6. Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris) deviasi
pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti
pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak
ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan
sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
8. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
9. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna,
adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
10. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.
11. Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
12. Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.
13. Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
14. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecapan dan
penciuman.
15. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
16. Trauma baru atau trauma karena kecelakaan
17. Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran
mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau edema
intestisium.
18. Respon pupil mungkin lenyap atau segera progresif memburuk.
19. Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
timbul dengan segera atau secara lambat.
20. Hematoma epidural dimanifestasikan dengan awitan yang cepat. Hematoma ini
mengancam hidup dan dikarakteristikkan dengan detoriorasi yang cepat, sakit kepala,
kejang, koma dan hernia otak dengan kompresi pada batang otak.
21. Hematoma subdural terjadi dalam 48 jam cedera dan dikarakteristikkan dengan sakit
kepala, agitasi, konfusi, mengantuk berat, penurunan tingkat kesadaran, dan
peningkatan TIK. Hematoma subdural kronis juga dapat terjadi. (Brunner & Suddarth.
2014).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1) Pemeriksaan laboratorium
a. AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi perdarahan
sub arakhnoid.
b. Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan mental.
2) Radiology
a. CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. MRI : sama dengan CT Scan
c. Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma
d. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
e. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur ),
pergeseran struktur dari garis tengah ( karena perdarahan ) adanya fragmen
tulang
f. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadan.
i. Myelogram :Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari
spinal aracknoid jika dicurigai.
j. Thorax X ray :Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
3) Fungsi lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub arakhnoid.
4) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
5) Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadan.
6) Pemeriksaan fungsi pernafasan: Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata) (Netiari, 2015).
H. PEMERIKSAAN FISIK
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
3. Body of system
a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
- Hidung : Kebersihan
- Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
- Di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping
hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara
kanan dan kiri dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas
paru dan hepar.
Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara
ronchi dan weezing
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1
cm lateral medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak..
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan
bola mata mampu mengikuti perintah.
Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak
tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri
tekan.
Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah
hepar.
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop
foot, kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit
(Bickley, Lynn S. 2008).
I. PROGNOSIS
Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi, umur anak,
lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena. 50% dari anak yang
mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari 24 jam, akan mengalami komplikasi
jangka panjang berupa kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian akibat cedera
kepala berat lebih sering ditemukan pada bayi. Anak-anak yang bertahan hidup seringkali
harus menjalani rehabilitasi kecerdasan dan emosi. Masalah yang biasa timbul selama
masa pemulihan adalah hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum
terjadinya cedera (amnesia retrograd), perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi,
gangguan tidur dan penurunan tingkat kecerdasan (Netiari. 2015).
J. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g. Pemberian obat-obat analgetik.
h. Pembedahan bila ada indikasi.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran
CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial. Terapi konservatif meliputi bedrest total, pemberian obat-obatan, observasi
tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran). Prioritas perawatan adalah maksimalkan
perfusi / fungsi otak, mencegah komplikasi, pengaturan fungsi secara optimal /
mengembalikan ke fungsi normal, mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga,
pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi (Roslina, Jumiati. 2017).
K. KOMPLIKASI
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita
akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau
mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian
penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita
pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
b. Seizure
Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali
seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsi.
c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga
kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini
memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain.
d. Kerusakan saraf
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis.
Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda.
e. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami
masalah kesadaran (Netiari, 2015).
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA
KEPALA
A. PENGKAJIAN
a. Data subjektif :
1) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis
kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat,
dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
2) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah
pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
3) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam),
lokasi/tempat mengalami cedera.
4) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi cedera.
5) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan
(jenisnya), obat, dan lainnya.
6) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan pertama
setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan terhadap
penyakit tertentu?
7) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien menderita
penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit tersebut menjadi
penyebab terjadinya cedera?
8) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum cedera?
Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah mempersiapkan bila
harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi.
9) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien mengalami
sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?
3) CIRCULATION
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
- Tekanan darah
- Sianosis, CRT
- Akral hangat atau dingin, Suhu
- Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
- Turgor kulit
- Diaphoresis
- Riwayat kehilangan cairan berlebihan
4) DISABILITY
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
5) EXPOSURE
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
- Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
- Saturasi oksigen
- Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
- Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
- Ada tidaknya nyeri
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
8) H 1 SAMPLE
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala
7) Sistem Gastrointestinal
Ada tidaknya kerusakan pada mukosa mulut
Perkusi abdomen timpani
Perkusi hati pekak
Mengkaji adanya Ddiatensi abdomen dan keluhan mual
Mengkaji BU (< 5-12 x/mnt).
8) Sistem Urinarius
Kaji adanya Oliguria
Mengkaji Konsistensi urin : kuning bening, bau khas.
Mengkaji Nyeri saat BAK.
9) Sistem Reproduksi Wanita/Pria
Mengkaji adanya lesi atau kelainan lainnya seperti nyeri.
10) Sistem Saraf
GCS: mengkaji adanya penurunan kesadaran (< 15)
Refleks patologis mungkin muncul apabila terjadi cedera pada saraf dan tulang
belakang.
11) Sistem Muskuloskeletal
Mengkaji kemampuan pergerakan sendi
Mengkaji deformitas dan edema
Mengkaji Kekuatan otot
Mengkaji akral.
12) Sistem Imun
Mengkaji adanya penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri pada
luka akibat rusaknya kulit sebagai barier pertahanan tubuh dari infeksi
Terjadi kelemahan
Sistem Endokrin: mengkaji adanya hiperglikemia.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang direncanakan.
E. EVALUASI
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan
format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi8. volume 2,
Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012 2014.
Jakarta: EGC
Netiari. 2015. LP Cedera Kepala dengan trepanasi. Tersedia pada
https://www.academia.edu/10612648/LPcedera_kepala_dengan_trepanasi.
Diakses pada tanggal 5 Januari 2021 pukul 20.00 wita
Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Price, SA & Wilson, LM. 2012. Patofisiologis: Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
ke 6. Jakarta: EGC
Roslina, Jumiati. 2017. Trauma Kepala. Tersedia pada
https://www.academia.edu/16726400/BAB_1_TRAUM_KEPALA. Diakses
pada tanggal 5 Januari 2021, jam 20.00 wita.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI