Anda di halaman 1dari 38

MANAJEMEN PENDIDIKAN TINGGI ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Perkuliahan Pada Mata Kuliah
Manajemen Pendidikan Islam

Oleh :

HASNAH
NIM. 2020090017

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. H. Asnawir

KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM DOKTORAL (S.3) PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah sama-sama kita persembahkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Salawat dan salam kita kirimkan buat junjungan alam yakni
Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dalam menegakkan agama Islam. Makalah
ini berjudul “ Manajemen Pendidikan Tinggi Agama Islam”. Yang ruang lingkup
pembahasannya, historis dan peran strategis PTAI di Indonesia,permasalahan yang
dihadapi Pendidikan Tinggi Islam, manajemen Pendidikan Tinggi Islam, pengelolaan
Pendidikan Tinggi Islam, usaha untuk meningkatkan kualitas Pendidikan tinggi Islam
Namun demikian, penulis sadar bahwa dalam makalah ini mungkin banyak
ditemukan kesalahan dan kekurangan di sana-sini setelah dibahas dalam diskusi. Oleh
karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis nantikan demi perbaikan makalah
penulis pada masa-masa yang akan datang.
Besar harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian
terutama bagi sendiri penulis. Amin.

Padang, 25 November 2020

Penulis
MANAJEMEN PENDIDIKAN TINGGI ISLAM

A. PENDAHULUAN

Perguruan tinggi adalah lembaga ilmiah, dan kampus adalah masyarakat ilmiah.
Konsekuensi logis dari kedudukan perguruan tinggi, baik sebagai lembaga ilmiah maupun
sebagai masyarakat ilmiah, mengacu kepada tanggung jawab dan kewajiban untuk
melaksanakan peranan, fungsi, guna mencapai tujuan pendidikan, yang pada gilirannya
memerlukan unsur-unsur manusia, metode, dan materi yang secara bersama-sama saling
terkait dan saling menunjang dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan yang efektif.

Jadi perguruan tinggi tidaklah semata-mata diartikan sebagai kampus, gedung,


organisasi. Hakikat dari perguruan tinggi adalah pola proses interaksi belajar-mengajar sehari-
hari yang terorganisasikan secara khusus sebagai bagian atau komponen sistem belajar
mengajar secara keseluruhan di dalam masyarakat.

Dalam peraturan pemerintah RI nomor 60 tahun 1999 Bab 1 pasal 1 yang dimaksud
pendidikan tinggi adalah:

1. Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah pada jenjang yang lebih
tinggi dari pada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah.

2. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.

3. Pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan
ilmu pengetahuan dan pengembangannya.

4. Pendidikan professional adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada kesiapan
penerapan keahlian tertentu.

5. Dosen adalah tenaga pendidik atau kependidikan pada perguruan tinggi yang khusus
diangkat dengan tugas utama mengajar.

6. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu.

1
7. Statuta adalah pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan yang dipakai sebagai acuan untuk
merencanakan, mengembangkan program dan penyelenggaraan kegiatan fungsional sesuai
dengan tujuan perguruan tinggi yang bersangkutan, yang berisi dasar.

yang dipakai sebagai rujukan pengembangan peraturan umum, peraturan akademik dan
prosedur operasional yang berlaku di perguruan tinggi yang bersangkutan.

8. Pimpinan perguruan tinggi adaah Rektor untuk universitas,institute, ketua untuk sekolah
tinggi, dan Direktur untuk politeknik/akademi.

9. Penyelenggara perguruan tinggi adalah Departemen, departemen lain, atau pimpinan


lembaga Pemerintah lain bagi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah atau
badan penyelenggara perguruan tinggi swasta bagi perguruan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat.

10. Sivitas akademika adalah satuan yang terdiri atas dosen dan mahasiswa pada perguruan
tinggi.

11. Departemen adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

12. Mentri adalah Mentri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional.

13. Mentri lain atau pimpinan lembaga Pemerintah adalah pejabat yang bertanggung jawab
atas penyelenggaraan satuan pendidikan tinggi di luar lingkungan Departemen.1

Perguruan tinggi Islam memiliki peranan penting dalam pembangunan bangsa.


Perguruan tinggi Islam juga merupakan sebuah sarana untuk melahirkan kaum terdidik,
cendikiawan dan intelektual guna menata kehidupan bangsa menuju arah yang lebih baik.
Semakin banyak kalangan terdidik yang dihasilkan oleh perguruan tinggi Islam, maka akan
ada harapan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat di negara ini berkembang lebih cepat.
Melalui perguruan tinggilah akan dihasilkan sumber daya manusia yang handal dan
berkualitas. Tugas perguruan tinggi Islam adalah melahirkan manusia berkualitas, berakhlak,
beriman dan bertaqwa. Dari sanalah akan lahir para pemikir, penggagas dan pelaksana dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Oleh karena itulah percepatan pembangunan di negara
ini sangat erat kaitannya dengan peranan dan perkembangan perguruan tinggi tersebut.

1
Undang-Undang RI nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi

2
Dilihat dari perspektif perkembangan nasional dan global maka konsep “paradigma
baru” bagi perguruan tinggi Islam di Indonesia merupakan suatu keharusan. Paradigma baru
itu, mau tidak mau, melibatkan reformasi besar yang mencakup perubahan kebijakan yang
lebih terbuka, transparan, dan akuntabel. Secara umum peran dan fungsi perguruan tinggi
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi pertama perguruan tinggi adalah membangun sumber daya insan (human resources
development). Pelaksanaan pendidikan baik tingkat dasar, menengah, maupun pendidikan
tinggi pada strata satu, dua ataupun tiga semuanya ditujukan untuk membangun sumber
daya insani yang diperlukan suatu bangsa. Suatu bangsa akan survive kalau dia memiliki
sumber daya insani yang berkualitas terutama memiliki pengetahuan dan kemampuan.
Pengetahuan dan kemampuan ini dibangun melalui pendidikan, terutama pendidikan
tinggi. Oleh karena itu, setiap pendidikan tinggi menjalankan fungsinya sebagai
pengembang sumber daya insan.
2. Fungsi kedua perguruan tinggi adalah mengembangkan sains atau ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pengembangan sains atau ilmu pengetahuan dan teknologi ini pada beberapa
perguruan tinggi kadang-kadang dilupakan atau tidak diperhatikan. Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pada setiap perguruan tinggi bukan hanya memberikan
pembelajaran kepada peserta didik, tetapi juga diharuskan melakukan berbagai upaya
penelitian yang disebut research development yaitu pengembangan sains dan teknologi
dalam berbagai bidang.
3. Fungsi ketiga perguruan tinggi adalah melakukan perubahan di masyarakat (agent of
change) menuju kearah yang lebih baik. Perguruan tinggi diharapkan dapat mengelola,
mengendalikan, merekayasa, memperbaiki, dan merekonstruksi masyarakat. Tata social,
perilaku social, dan perubahan social diusahakan tetap berdasarkan pada falsafah hidup
yang ada di masyarakat. Bagi perguruan tinggi bukan hanya menara tembok yang nampak
tinggi dan indah dilihat orang lain, tetapi perguruan tinggi ini dipandang oleh orang lain
memberikan dampak-dampak positif pada perubahan yang ditimbulkan dari kegiatannya
di masyarakat. Perubahan masyarakatnya pun bukan hanya yang ada di sekitar kampus
perguruan tinggi tersebut, tetapi meluas e tingkat regional dan nasional, bahkan
internasional, sehingga agent of change menjadi leader of change. Inilah salah satu
indicator kebermaknaan suatu perguruan tinggi yang dapat membuat masyarakat survive

3
di dalam menghadapi tantangan hidup yang setiap hari semakin berubah kearah banyak
tantangan yang lebih berat.2
Selanjutnya dalam konteks misi dan fungsi perguruan tinggi Islam secara lebih spesifik
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki keampuan
akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau
memperkaya khazanah ilmu, teknologi, seni dan atau kebudayaan yang bernafaskan Islam
2. Mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang
bernafaskan Islam dan atau kebudayaan Islam untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat serta memperkaya kebudayaan nasional.
3. Merumuskan, menyebarluaskan dan pendidikkan filosofi serta nilai-nilai agama Islam
sehingga dapat digunakan oleh masyarakat sebagai parameter perilaku kehidupan, menjadi
inspirator dan katalisator pembangunan, serta motivator terciptanya toleransi kehidupan
beragama, serta kehidupan yang harmonis antar umat yang berbeda agama.3
Peran Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di atas sejalan dengan “World
Declaration on Higher Education for the Twenty First Century: Vision and Action” yang
dikeluarkan oleh UNESCO. Isi deklarasi tersebut relevan dengan paradigma baru Perguruan
Tinggi di Indonesia. Salah satu isi deklarasi tersebut menyebutkan bahwa misi dan fungsi
Perguruan Tinggi adalah membantu untuk memahami, menafsirkan, memelihara, memperkuat,
mengembangkan dan menyebarkan budaya-budaya historis nasional, regional dan
internasional dalam pluralisme dan keragaman budaya.4
Seiring dengan itu, Perguruan Tinggi Islam sebagai lembaga pendidikan dituntut peran
aktifnya dalam menyikapi peluang dan tantangan yang dihadirkan oleh globalisasi melalui
perubahan orientasi, paradigma, konsep, visi dan aksi. PTI diharapkan dapat memainkan peran
yang bersifat proaktif dan fleksibel dalam menghadapi dan mengantisipasi tantangan dan
peluang globalisasi itu agar tidak out of date. Isu dan wacana tentang mutu lembaga
pendidikan memang sedang marak diperbincangkan. Apalagi adanya penerapan Masyarakat
Ekonomi Asean dalam kompetisi pasar bebas ASEAN , tentunya tantangan yang dihadapi

2
http:/stitattaqwa.blogspot.com/ 2011/07/ peranan perguruan tinggi Islam.
3
Jurnal Millah UII Yogyakarta No 1 tahun 2001 dan PP 60/1999 tentang Pendidikan Tinggi
4
Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetyo, 2000, Problem dan Prospek IAIN Ontologi Pendidikan Tinggi
Islam, Jakarta: Ditbinperta Depag RI, h. 421-422

4
lembaga pendidikan sebagai tempat untuk melahirkan generasi handal yang kreatif dan
professional kian berat. Bukan mustahil, lembaga pendidikanyang tidak terkelola dengan baik
secara perlahan akan ditinggalkan karena tidak mampu mendidik generasi bangsa untuk
survive dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, adalah:
1. Bagaimana historis dan peran strategis PTAI di Indonesia
2. Apa permasalahan yang dihadapi Pendidikan Tinggi Islam
3. Bagaimana manajemen Pendidikan Tinggi Islam
4. Bagaimana Pengelolaan Pendidikan Tinggi Islam
5. Bagaimana usaha untuk meningkatkan kualitas Pendidikan tinggi Islam

C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui:
1. Historis dan peran strategis PTAI di Indonesia
2. Permasalahan yang dihadapi Pendidikan Tinggi Islam
3. Manajemen Pendidikan Tinggi Islam
4. Pengelolaan Pendidikan Tinggi Islam
5. usaha untuk meningkatkan kualitas Pendidikan tinggi Islam

D. PEMBAHASAN

Pendidikan tinggi hendaknya diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip


manajemen yang fleksibel dan dinamis agar memungkinkan setiap perguruan tinggi untuk
berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing dan tuntutan eksternal yang Nanang
Fattah menjelaskan pandangan para ahli tentang manajemen, mengatakan manajemen sebagai
ilmu, karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik
berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerjasama.5 Harahap, mengatakan
sebagai kiat atau seni, karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur
orang lain menjalankan tugas. Pada sisi lain, manajemen dipandang sebagai profesi karena
manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para

5
Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dalam Konteks Penerapan MBS (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 92.

5
profesional dituntut oleh suatu kode untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan
sebelumnya.6
Seiring perkembangan zaman di era globalisasi saat ini turut mengiringi adanya trend
yang semakin dinamis dan selalu diwarnai oleh ketidak-teraturan dan ketidak-pastian. Kondisi
ini memunculkan kecenderungan permasalahan baru yang semakin beragam dan multi
dimensional. Teknologi informasi yang berkembang cepat, telah membawa dampak bagi
kehidupan manusia. Dapat berdampak menguntungkan dan merugikan, berdampak
menguntungkan apabila mampu memanfaatkannya untuk meningkatkan taraf hidup. Namun
juga dapat berdampak merugikan, apabila terpedaya dengan pemanfaatan untuk kepentingan
yang negatif. Hal ini berarti dampak teknologi informasi berimplikasi secara langsung pada
perubahan berbagai aspek kehidupan, termasuk terhadap karakter generasi muda.

1. Historis dan Peran Strategis PTAI di Indonesia


Pada abad ke 19 dan sebelumnya, pendidikan tinggi hanya dapat diperoleh oleh
masyarakat kelas atas. Namun sejalan dengan konsep demokrasi, perkembangan
masyarakat menjadikan perguruan tinggi juga mengalami demokrasi. Pendidikan dianggap
sebagai hak azazi manusia dan oleh karenanya perguruan tinggi harus terbuka aksesnya
bagi semua rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemerintah mempunyai kewajiban
mendirikan perguruan tinggi untuk memenuhi tuntutan rakyatnya akan pendidikan. Karena
perguruan tinggi dibiayai oleh pemerintah dari anggaran publik, tidak dapat dihindarkan
pemerintah ikut campur dalam pengaturan kelembagaan perguruan tinggi, bahkan juga ikut
campur dalam masalah yang berhubungan dengan kegiatan akademik.

Baru-baru ini pencapaian pendidikan telah memperlihatkan tingginya antusias


masyarakat untuk mendaftar di perguruan tinggi diikuti dengan banyaknya institusi
perguruan tinggi baru bermunculan di Indonesia. Pertumbuhan ini perlu diiringi dengan
pengembangan mutu pendidikan tinggi yang mampu menjawab tuntutan kerja masyarakat
dewasa ini. Ketika kapasitas pemerintah berfungsi selaku perencana pendidikan, maka
otoritas mereka tentu akan terbagi dengan munculnya peranan institusi pendidikan swasta.
Kedua institusi ini harus saling mendukung dalam tercapainya tujuan pendidikan.

6
Syahrin Harahap, Perguruan Tinggi Islam Di Era Globalisasi, (Yokyakarta: Tiara Wacana 123,1998): h. 38.

6
Meskipun Indonesia memperlihatkan pertumbuhan signifikan dalam
perkembangan pendidikan tinggi, namun kritik masyarakat, pendidikan masih jauh dari
harapan masyarakat sebenarnya. Hal ini bisa dilihat dari ketidak meratanya informasi
pendidikan ditengah masyarakat Indonesia yang terpisah-pisah. Ini berarti bahwa
pemerintah harus berusaha lebih keras lagi menumbuhkan penyetaraan pendidikan
tersebut. Fokus pengembangan tidak saja pada pembangunan institusi pendidikan tinggi
tetapi juga melibatkan partisipasi mereka dalam memajukan pendidikan di Indonesia.

Peran pendidikan tinggi dalam konteks global semakin penting dalam


mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi dan pranata-pranata sosial untuk
mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju. Pendidikan tinggi dipandang sebagai
kunci dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan kualitas kemampuan masyarakat
untuk meraih peluang partisipasi yang akan muncul dalam transformasi dunia dan
pembangunan berkelanjutan. Conny berpendapat, bahwa pendidikan tinggi berperan
mengembangkan potensi dan kemampuan manusia yang diperlukan oleh lingkungan, dan
secara timbal balik memiliki korelasi dengan kondisi sosial ekonomi.7 Bahkan pendidikan
tinggi akan menjadi faktor penunjang dari perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat.
Oleh karena itu pendidikan tinggi dituntut agar semakin memperjelas fungsi dan
peranannya.
Perguruan tinggi agama Islam oleh Hasby yang dikutip poleh Abuddinata
diibaratkan lentera di tengah-tengah masyarakat yang berperan sebagai berikut:
1). Membentuk masyarakat yang menjunjung ilmu yang benar, memelihara kebudayaan
yang murni dan kesusilaan yang luhur.
2). Mempersatukan aliran-aliran paham, menyaring dan mencari beragam pikiran untuk
menjadi pegangan masyarakat
3). Mewujudkan berbagai ilmu dan penciptaan untuk menghasilkan dan membina
kemajuan-kemajuan masyarakat serta menempatkannya di tempat terhormat.8

7
Conny R. Semiawan, 1999, Perkembangan Dan Belajar Peserta Didik, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru SekolahDasar Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, h. 2.
8
Abuddin Nata,2005, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia (Divisi Buku Perguruan
Tinggi, RajaGrafindo Persada, h. 133.

7
Setiap perguruan tinggi memang memiliki corak dan karakter berbeda sesuai dengan
maksud dan tujuan pendiriannya, tetapi peran perguruan tinggi agama Islam secara khusus
menurut Hasby adalah:
1). Membentuk pemuda ulama yang akan mendesain masyarakat di masa depan
2). Membentuk pemuda-pemuda yang berilmu luas, berlapang dada, berakhlak tinggi dan
bertakwa kepada Allah, dan dapat memenuhi hajat masyarakat.
3). Membentuk pemuka-pemuka ulama yang tidak hanya pandai bicara, tapi juga pandai
beramal dan berusaha, pandai mendapatkan sesuatu pada tempatnya dengan jiwa
dinamis
4). Membentuk sarjana-sarjana yang cakap membandingkan masalah-masalah yang
dikehendaki masyarakat, serta dapat memilihnya sesuai dengan perkembangan masa
dan kecenderungan masyarakat.9
Menjadikan perguruan tinggi Islam yang berkualitas tinggi memang bukan
pekerjaan gampang dan instan. Butuh waktu lama, istoqomah, tanggung jawab, kesabaran,
dan komitmen serta niat luhur untuk merealisasikannya. Hanya saja, sikap itu belumlah
maksimal jika tidak dibarengi dengan sikap-sikap profesional seperti percaya diri, disiplin
tinggi, kerja keras, memiliki visi yang jelas, tangguh, kemampuan bersaing secara sehat
(fastabiqul khairat), kreatif dan inovatif. Pertama-tama sikap demikian itu haruslah dimiliki
oleh pimpinan perguruan tinggi Islam. Jika pimpinan perguruan tinggi Islam memiliki
kapasitas dan kapabilitas serta integritas tinggi semacam itu, kita bisa berharap cita-cita
menjadikan perguruan tinggi Islam bermutu akan bisa terwujud.
Masyarakat muslim sebagai users PTAI dan pemerintah sebagai stake
holders sangat mendambakan lahirnya perguruan tinggi Islam yang ternama, punya
pengaruh besar, dan mampu bersaing di tingkat internasional, regional maupun nasional.
Sebenarnya kita bisa melakukannya asal ada kesungguhan. Kesempatan untuk maju dan
merebut peluang menjadi perguruan tinggi ternama bukanlah hak monopoli perguruan
tinggi negeri. Perguruan tinggi swasta juga memiliki peluang dan kesempatan yang sama
untuk maju dan berkompetisi dengan perguruan tinggi lainnya. Di era kompetisi seperti
sekarang ini berlaku adagium: “siapa yang berkualitas dialah yang memimpin”. Dana yang
besar dan fasilitas yang tersedia bukanlah jaminan segala-galanya untuk menjadikan

9
Ibid

8
perguruan tinggi maju. Banyak faktor lain yang menunjang keberhasilan pendidikan tinggi,
misalnya manajemen/pengelolaan yang terstandar, jaringan dan kerjasama strategis, atau
keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Secara historis, perguruan tinggi agama Islam dalam kontelasi pemberdayaan umat
di Indonesia memiliki peran yang sangat urgen, baik secara struktural maupun cultural
dari masa penjajahan, kemerdekaan hingga saat ini. Zurqani mengemukakan bahwa
setidaknya ada beberapa peran strategis PTAI di Indonesia diantaranya adalah :
1). Peran struktural organisasional. Peran ini berfungsi membentuk dan menciptakan kader-
kader akademis intelektual muslim masa depan yang diharapkan mampu menjadi
lokomotif pembaharuan pemikiran keislaman Indonesia ke arah modernisasi
perangkat-perangkat infrastruktur pendidikan Islam di masyarakat. Fungsi ini
selama ini banyak diperankan oleh lembaga pendidikan tinggi Islam baik swasta
maupun negeri. Dengan adanya peran itu, masyarakat memiliki academic
consciousness sehingga mampu memposisikan dirinya dalam pergulatan sosial politik
keagamaan secara moderat.
2). Peran sosial kultural. Peran ini oleh PTAI dimediasikan melalui gerakan pengabdian dan
social research dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Peran ini juga tidak
kalah penting, karena dengan pendekatan itu PTAI mampu menjalin social network
dengan masyarakat sebagai salah satu stakeholder serta mendorong tumbuhnya
social confidence dan spirit of ethics otonomy masyarakat yang bertumpu pada Islamic
morality values sehingga mampu menciptakan tatanan masyarakat yang beradab,
sehingga wajar jikalau kemudian Indonesia menjadi center of Islamic episentrum
negara muslim dunia. Sehingga Barat lebih berkiblat ke Indonesia dalam konteks kajian
keislaman.
3). Secara spiritualitas, PTAI juga memiliki peranan yang tidak kalah besar, yaitu dalam
membentuk masyarakat agar memiliki kesadaran keagamaan (religious consiousness).
Agama menjadi platform human life agar manusia tidak terasing dengan lingkungan dan
tuhannya. Peran spiritualitas ini menjadi penting terutama dalam mengarungi fase era
globalisasi dan liberalisasi, yang oleh Gary Zukav disebutnya sebagai era blind of
materialism. Artinya segala sesuatu banyak dipatok berdasarkan ketentuan materi tanpa

9
memperhitungkan kondisi psikologis manusia. Dampaknya banyak manusia yang
mengalami stres dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam hal pendidikan.10
Menurut Zurqani berdasarkan hasil penelitian Straith Time, pada tahun 2003, ada
5% anak Singapura menderita stress berat sebagai implikasi dari globalisasi pendidikan.11
Dalam konteks itu pula, upaya pembenahan kualitas di PTAI terutama PTAIS ini menjadi
tanggungjawab yang besar dan berat bagi kita, namun akan menjadi suatu kebanggaan
bagi kita apabila mampu memberikan konstribusi yang signifikan bagi peningkatan
mutu pendidikan di negeri ini, karena dalam sejarah perkembangannya di Indonesia,
menunjukan kepada kita betapa besarnya peranan PTAI di dalam meningkatkan
kehidupan intelektual, cultural dan sosial bangsa Indonesia.
Menurut Tilaar, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, tidak bisa
mengabaikan eksistensi dan keikutsertaan PTAI sebagai sebuah lembaga pendidikan
tinggi Islam. Fakta itu ditunjukkan dengan angka partisipasi PTAI dari tahun ke tahun
yang semakin besar. Pada tahun 1993, jika angka partisipasi pendidikan tinggi nasional
itu 8.5% dengan jumlah mahasiswa 1,6 juta, maka pada akhir tahun 1994 angka
partisipasi itu meningkat menjadi 11.00 % dengan jumlah mahasiswa sekitar 2.5
juta. Sebagian besar kenaikan jumlah mahasiswa itu ditampung oleh PTAIS. Hal
ini menunjukkan betapa besar peran PTAI dalam membantu meningkatkan kualitas SDM
di negeri ini. Kenyataan tersebut menegaskan betapa besar peran PTAI di Indonesia,
terlepas dari berbagai kelemahan yang ada hingga kini.12
Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan bagaimana PTAI di Indonesia
tanpa termangu dengan historisitas peran strategis yang telah diberikan bagi
pengembangan dan kemajuan negara ini untuk terus melakukan pembenahan secara
simultan, dan kontinu untuk menjadi lebih baik sehingga ke depan dapat lebih
meneguhkan jati dirinya yang dapat diandalkan bagi pemberdayaan umat Islam
sekaligus mempertajam orientasi peran futuristiknya bagi generasi yang akan datang
sehingga akan lebih akamodatif dan adaptif terhadap berbagai persoalan ke ummatan di era
globalisasi dan internasionalisasi pendidikan. Tanpa didukung adanya internal

10
Zurqoni,2011, Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Agama Melalui Penataan Visi, Misi Dan Sistem
Pendidikan, Dinamika Ilmu 11, h. 1
11
Ibid
12
Henry Alexis Rudolf Tilaar,2000, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Jakarta: Rineka Cipta, , h.76.

10
conciousness for improvement (kesadaran dari dalam diri) untuk terus eksis, maka tidak
mungkin PTAI di Indonesia dapat melanjutkan kiprah strategisnya di masa-masa yang
akan datang.
2. Permasalahan yang Dihadapi Pendidikan Tinggi Islam
Tantangan penting yang dihadapi oleh Pendidikan Tinggi Islam adalah bagaimana
mengelola sebuah mutu pendidikan. Perguruan tinggi memegang peranan sentral dalam
mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Secara kuantitas, kemajuan
pendidikan di Indonesia cukup menggembirakan, namun secara kualitas, perkembangan
masih belum merata.13 Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang menghasilkan
lulusan yang sesuai dengan harapan masyarakat, baik dalam kualitas pribadi, moral,
pengetahuan maupun kompetensi kerja menjadi syarat mutlak dalam kehidupan
masyarakat global yang terus berkembang saat ini dan yang akan datang.
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dihadapkan pada berbagai tantangan yang
pada intinya menyangkut: Permasalahan makro nasional, krisis ekonomi, politik, moral,
budaya, dan sebagainya. Pemberlakuan globalisasi dan perdagangan bebas membuat
persaingan lulusan lembaga pendidikan dalam pekerjaan semakin berat, sehingga muncul
fenomena over education.14 Makna dari fenomena itu, sebagaimana dirumuskan oleh
Patrinos dalam hasil risetnya sebagai berikut: “Over education is a new phenomenon
brought about by an over supply of graduates, forced to take jobs in inappropriate fields”.15
Berdasarkan fenomena tersebut, PTAI baik yang berstatus negeri (PTAIN) maupun
swasta (PTAIS), sedang dihadapkan pada persoalan besar dan mendasar. Persoalan
tersebut adalah outputnya yang hingga kini belum terakomodasi secara memadai, dan
belum maksimal ke dalam berbagai aspek kebutuhan kehidupan modern. Padahal tuntutan
perubahan terus berkembang seiring dengan perubahan zaman yang seakan-akan tak dapat
dibendung. Persoalan demikian ternyata tidak hanya menimpa PTAI di Indonesia, namun
juga telah menggejala hampir di sebagian besar PTAI di berbagai belahan dunia. 16

13
Nana Syaodih Sukmadinata, 2008, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah; Konsep, Prinsip dan
Instrumen, Bandung: Refika Aditama, h.1
14
Muh Barid Nizarudin Wajdi,2016, Metamorfosa Perguruan Tinggi Agama Islam, AT-Tahdzib: Jurnal Studi
Islam Dan Muamalah 4, no. 1 h. 92–109.
15
George Psacharopoulos and Harry Anthony Patrinos, Returns to Investment in Education: A Further Update,
Education Economics 12, no. 2 (2004): 111–134.
16
Fuad Jabali, IAIN Dan Modernisasi Islam Di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 27.

11
Selain itu, tatakelola pendidikan di Indonesia mengalami beberapa masalah antara
lain: Pertama, pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan belum didukung oleh sumber
daya pendidikan yang handal, anggaran pendidikan, sistem, budaya dan kinerja mengajar,
serta budaya belajar yang efektif. Kedua, kurikulum, proses pembelajaran dan sistem
evaluasi masih bersifat parsial terhadap tujuan pendidikan nasional sebagaimana
ditetapkan dalam UU Sisdiknas. Ketiga, pendidikan telah dipersempit maknanya menjadi
pengajaran. Pengajaran pun dipersempit pula menjadi kegiatan mentransfer ilmu yang
puncaknya ujian demi ujian. Pendidikan belum dirancang untuk mencetak manusia-
manusia yang benar, jujur, adil, dan bermartabat.17
Disamping itu era globalisasi adalah era persaingan mutu atau kualitas. Maka
perguruan tinggi di era globalisasi hendaknya berbasis pada mutu. Dalam menyediakan
jasa pendidikan dan mengembangkan sumber daya manusia, perguruan tinggi hendaknya
memperhatikan bahwa keunggulan merupakan hal yang sangat penting saat ini. Para
mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi pada dasarnya mengharapkan
hasil berlipat ganda yaitu ilmu pengetahuan, gelar, keterampilan, pengalaman, keyakinan
dan perilaku berbudi luhur. Semua itu diperlukan dalam rangka mempersiapkan diri
memasuki atau membuka lapangan kerja dengan mengharapkan kehidupan yang lebih baik
dan sejahtera secara lahir dan batin.18
Derasnya arus globalisasi pada milenium ketiga ini membuat banyak perguruan
tinggi terutama Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di Indonesia sering kali kesulitan
untuk bersaing, berkompetisi dan mengikuti perkembangan zaman, terlebih Perguruan
Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS). PTAIS secara kualitas, masih jauh dari harapan
bahkan banyak di antara mereka yang bernasib mengenaskan, yaitu gulung tikar. Secara
umum, terdapat kesenjangan pencitraan yang terlalu jauh antara PTAIN dengan PTAIS.
PTAIN identik dengan perguruan tinggi yang besar dan bermutu lebih baik daripada
PTAIS. Kondisi ini membuat masyarakat lebih memercayai PTAIN daripada PTAIS.

17
Abuddin Nata, 2012, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia
Jakarta: Kencana, h. 79
18
Bunyamin Bunyamin and Alamsyah Alamsyah, Manajemen Mutu Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta,
Jurnal Pendidikan Islam 28, no. 2 (2013): 203–220; Lihat Juga Sofyan Madinah, Strategi Meningkatkan Mutu
Pendidikan Di Perguruan Tinggi, Hunafa: Jurnal Studia Islamika 3, no. 3 (2006): 319–326.

12
Ini merupakan stereotipe dari keberpihakan masyarakat terhadap perguruan tinggi
negeri umum, misalnya ITB, UI, UGM dan IPB daripada perguruan tinggi swasta seperti
Universitas Trisakti, Atma Jaya, Universitas Parahyangan dan Universits Muhammadiyah
Malang, mesikipun pada beberapa segi mereka memiliki kualitas yang setara dengan
univeristas negeri bahkan boleh jadi melebihinya. Uang SPP atau sumbangan pendidikan
pun kadangkala tidak jauh berbeda. Dampak dari pencitraan tersebut, row out put pada
perguruan tinggi swasta menjadi kurang bagus. Hal tersebut membuat perguruan tinggi
swasta bekerja lebih keras lagi untuk menjaring calon mahasiswa yang berkualitas agar
masuk universitas swasta. Dalam konteks pendidikan Islam pun sama. Begitu juga, PTAIS
hendaknya lebih bersemangat lagi dalam menjaring calon mahasiswa yang berkualitas.
Bagaimanapun juga mengembalikan the golden age of Islam di Indonesia bukan
hanya tanggung jawab PTAIN tetapi merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah
maupun masyarakat (PTAIS).19 Secara umum, PTAI masih kalah saing dalam
menghasilkan out put yang siap dipakai. Tiap tahunnya, hampir 43% lulusan PTAI tidak
terserap ke dalam dunia kerja, baik di sektor publik maupun non publik 20. Kondisi ini
digambarkan sebagai scary but true, menakutkan tetapi benar. Setelah beberapa IAIN
berubah menjadi UIN. Kini, UIN tidak lagi memandang secara terpisah dualisme tentang
ilmu. Bagi UIN tidak ada lagi pemisahan atau keberpihakan secara teologis antara ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan pengetahuan agama. Kedua ilmu tersebut pada dasarnya
sama. Oleh karena itu, harus diperlakukan sama yaitu wajib dipelajari.
Masyarakat abad 21 cenderung mengarah pada pembentukan masyarakat yang
menguasai ilmu pengetahuan (knowledge society) tanpa harus kehilangan nilai-nilai agama.
Hal yang masih mencemaskan adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) PTAI masih
rendah. Dari 174 negara yag disurvei, Indonesia berada di peringkat 87. Rendahnya kualitas
SDM Indonesia juga digambarkan dalam laporan Human Development Index (HDI) 2020
dari UNDP. Peringkat Indonesia bahkan lebih rendah lagi, yaitu 111 dari 189 negara. 21

19
Erlina Farida, Strategi Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), EDUKASI: Jurnal
Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan 7, no. 3 (2017); Lihat juga Machasin, Strategi Peningkatan Mutu
Perguruan Tinggi Agama Islam Berbasis Balanced Scorecard, Walisongo 19, no. 2 (2011): 483–509.
20
Ahmad Rivan, Strategi Dan Prospek Pengembangan Mutu Lulusan PTAI Di Indonesia, Kedaulatan Rakyat,
Yogyakarta 23 (2005): h. 23.
21
www.sinarharapan.co.kesra.read 20 Sepetember 2020

13
Kita memang masih menghadapi problem kualitas SDM yang berakibat pada
rendahnya efesiensi dalam pembangunan. Meskipun sejak 10 tahun pemerintah
menggelontorkan dana besar bagi pengembangan sektor pendidikan, ternyata belum
mampu mengangkat kualitas SDM secara merata. Aksesibilitasnya juga tidak merata sejak
tahun 2009 pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar 20 persen dari APBN untuk
dana pendidikan. Pada tahun 2020 pemerintah mengalokasikan dana pendidikan Rp 505,8
triliyun, untuk keperluan berbagai kebutuhan pendidikan, termasuk gaji, sertifikasi juga
operasional sekolah.22
Dalam konteks PTAIS, laporan di atas dijadikan motivasi untuk segera membenahi
kondisi pendidikan tinggi Islam, terutama yang berstatuts swasta. Bagaimanapun juga, di
abad 21 ini, eksis tidaknya suatu perguruan tinggi, bergantung pada kesiapan lulusan dan
lembaganya untuk bersaing di tengah masyarakat yang penuh dengan kompetisi (mega-
kompetisi) dan memiliki kesadaran global (global consciousness). Oleh karena itu,
pembenahan pendidikan tinggi Islam terutama PTAIS menjadi suatu tuntutan yang mutlak
untuk dilakukan agar terjadi perubahan kualitas serta terus eksis sebagai lembaga
pendidikan yang disegani baik di masa kini dan terutama di masa yang akan datang.
Kennedy mengatakan, "Change is a way of life. Those who look to the past or present will
miss the future." Perubahan adalah hal yang niscaya maka dalam melakukan reformasi
pendidikan harus berpegang pada tantangan masa depan yang penuh dengan persaingan
global agar mampu berkompetisi secara baik, bukan bernostalgia atas masa silam.23
Saat ini, Perguruan Tinggi Agama Islam, sebagai wadah untuk mendidik dan
membina kader-kader pemimpin agama dan bangsa memerlukan suatu cara pengelolaan
yang baru dan berbeda dengan pengelolaan instansi non pendidikan pada umumnya.
Lembaga pendidikan adalah lembaga akademik bukan lembaga kantoran. Oleh karena itu,
tata kelola atau manajemen yang digunakan oleh perguruan tinggi berbeda dengan
manajemen yang digunakan di perkantoran biasa. Manajemen yang digunakan di
perguruan tinggi diatur selain harus rapi, efisien dan transparan juga harus berorientasi pada

22
Ibid.
23
Ibid., h. 96

14
pemenuhan kebutuhan akademik, seperti adanya prioritas untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.24
Secara normatif, peraturan-peraturan akademik dan administrasi mempunyai tata
kerja yang dapat membentuk suatu sistem tertentu yang harus ditaati dengan penuh disiplin
dan dedikasi dari semua pihak. Dengan sistem seperti ini maka ada jaminan penuh bahwa
perguruan tinggi akan berkembang ke arah yang sudah ditentukan walaupun sering
berganti pimpinan. Prasarana dan sarana akademik harus diprioritaskan daripada sarana
dan prasarana non akademik, seperti perpustakaan, laboratorium, internet, note book dan
buku-buku yang sangat dibutuhkan oleh para tenaga pengajar agar senantiasa
meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya.25
Selain problema di atas,saat ini problema pendidikan diperparah dengan adanya
Covid -19. Di tengah pandemi covid-19 makin terasa betapa problem kesehatan dan
pendidikan sangat memukul kemampuan pemerintah dalam mempertahankan pelayanan
kepada masyarakat. Kegiatan belajar mengajar sangat terpukul. Proses belajar mengajar
yang dilakukan secara daring mengalami berbagai hambatan, bukan hanya di daerah
terpencil, melainkan juga di perkotaan.
Banyak keluarga tak mampu menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
oleh anak-anak mereka untuk mengikuti pelajaran jarak jauh. Banyak anak tak memilik
handphone, apalagi membeli pulsa internet. Pemerintah baru belakangan mensubsidi pulsa,
namun masih harus dilihat lagi bagaimana pendistribusian dan hasilnya
Dikhawatirkan kondisi ini akan memperparah dengan banyaknya keluarga yang
jatuh miskin karena pengangguran meningkat sehingga kemampuan keluarga dalam
membiayai kebutuhan kesehatan dan pendidikan sangat menurun. Hal ini juga berimbas
kepada pendidikan tinggi tak terkecuali pendidikan tianggi agama Islam baik negri maupun
swasta. Persoalan ini membutuhkan kesungguhan pemerintah untuk memprioritaskan
anggarannya pada pos-pos strategis yang memang sangat dibutuhkan rakyat. Indonesia

24
Muh. Fitrah, Urgensi Sistem Penjaminan Mutu Internal Terhadap Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi,
Jurnal Penjaminan Mutu 4, no. 1 (2018): 76–86.
25
Mukhamd Ilyasin, Balanced Scorecard: A Strategy for the Quality Improvement of Islamic Higher
Education., Dinamika Ilmu 17, no. 2 (2017): 223–236; Lihat juga Muhammad Hidayat Ginanjar, Tantangan Dan
Peluang Lembaga Pendidikan Islam Di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan
Islam 4, no. 08 (2017): 17; Lihat juga Umi Zulfa, Transformasi Internasionalisasi Perguruan Tinggi Menuju World
Class University, Literasi (Jurnal Ilmu Pendidikan) 3, no. 1 (2016): 111–124.

15
masih tertinggal dari negara tetangga. Kalau pemerintah gagal menetapkan pos yang
diprioritaskan, posisi Indonesia akan semakin jauh tertinggal, yang berakibat terhadap
kualitas daya saing di masa depan.
3. Manajemen Pendidikan Tinggi Islam
Manajemen dalam pendidikan diperlukan untuk mengantisipasi perubahan global
yang disertai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Perubahan itu
sendiri sangat cepat dan pesat, sehingga perlu ada perbaikan yang berkelanjutan di bidang
pendidikan sehingga output pendidikan dapat bersaing dalam era globalisasi seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi. Persaingan
tersebut hanya mungkin dimenangkan oleh lembaga pendidikan yang tetap memperhatikan
kualitas atau mutu pendidikan dalam pengelolaannya. Suatu sistem pendidikan dapat
dikatakan berkualitas atau bermutu, jika proses pembelajaran berlangsung secara menarik
dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses
belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil
pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan.
Secara akademis, makna manajemen dan manajemen pendidikan memiliki arti
yang beragam. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dari sejumlah pakar
manajemen dan pendidikan dalam melihat realitas aplikasi manajemen di berbagai bidang,
baik ekonomi, terlebih dalam bidang pendidikan yang memiliki syarat kompleksitas yang
lebih rumit. Menurut Nana Sudjana manajemen dapat diartikulasikan sebagai kemampuan
dan keterampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan, baik bersama orang lain atau
melalui orang lain dalam mencapai tujuan organisasi.26
Menurut Fattah manajemen merupakan kekuatan yang dapat membuat sesuatu bisa
terjadi sekaligus yang mendorong berbagai sumber daya secara bersama-sama agar sesuatu
itu tercapai dan dapat terselesaikan secara efektif dan efisien.27 Dalam konteks pendidikan,
hal ini dapat dipahami bahwa manajemen merupakan suatu kiat strategis yang dapat
menentukan sekaligus menyukseskan upaya pencapaian tujuan pendidikan dari suatu
lembaga pendidikan termasuk dalam hal ini adalah perguruan tinggi.

26
Nana Sudjana, 2004, Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Bandung: Falah Production, h.16-17
27
Fattah,N. 2004, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. Ke 7, h.1

16
Manajemen juga dapat dipandang sebagai suatu proses yang berfungsi untuk
menyelesaikan atau menyempurnakan tujuan dari suatu organisasi, seperti yang
dikemukakan Hersey dan Blancard, ”Management as process of working with and through
individuals and groups to accomplish organizational goals”.28 Hal itu mempunyai arti
manajemen merupakan proses kerja yang dilakukan dengan dan melalui perorangan serta
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Lebih lengkap, Stoner menjelaskan, “Management is the process of planning,
organizing, leading and controlling the effort of organizing members and of using all other
organizational resources to achieve stated organizational goals”.29 Berdasarkan
pengertian tersebut, manajemen dapat dipahami sebagai proses merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan
menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran yang sudah
ditetapkan secara efektif dan efisien. Secara lebih detail,Robbin yang dikutip oleh Hadyana
Pujaatmaja dan Benyamin Molan menjelaskan fungsi manajemen tersebut, sebagai berikut:
1). Perencanaan, yang meliputi menentukan tujuan organisasi, menetapkan suatu strategi
keseluruhan untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan suatu hirarki rencana yang
menyeluruh untuk memadukan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.
2). Pengorganisasian, yang mencakup penetapan tugas-tugas apa yang harus dilakukan,
siapa yang harus melakukan, bagaimana tugas-tugas itu dikelompokkan, siapa melapor
kepada siapa, serta bagaimana keputusan diambil. Dengan kata lain pengorganisasian
adalah proses pengalokasian dan mengatur pekerjaan, wewenang, dan sumber daya
diantara anggota organisasi sehingga mereka dapat mencapai tujuan organisasi.
3). Penggerakkan, yaitu mengarahkan, mempengaruhi dan memotivasi karyawan untuk
melaksanakan tugas yang penting.
4). Pengendalian, yakni seorang manajer harus yakin bahwa tindakan yang telah dilakukan
oleh anggota organisasi benar-benar menggerakkan organisasi ke arah sasaran yang

28
Hersey,P. dan Blancard,K.H, 1988,Management of Organizational Behavior, New Jersey: Englewood Cliffs,
h.3
29
Stoner, 1987,Management, London: Prentice Hall International Inc, h.7

17
telah dirumuskan. Hal ini berarti ada unsure pemantauan, pengkoreksian terhadap
kinerja staf dalam organisasi.30
Dengan demikian, tujuan manajemen yang menampung semua unsur pendidikan
itu harus dapat dirumuskan dengan baik agar tujuan pendidikan, yaitu kualitas pendidikan
termasuk dalam hal ini kualitas pendidikan tinggi Islam di Indonesia khususnya PTAIS
yang tinggi dapat dicapai, karena pada dasarnya manajemen pendidikan tidak lain
diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu pendidikan yang mempunyai
relevansi dan akuntabilitas. Relevansi pendidikan hanya dapat dicapai apabila masyarakat
sendiri ikut serta dalam proses pelaksanaan visi, misi, dan kebutuhan dari seluruh
stakeholdernya.
Demikian pula, lembaga pendidikan tinggi akan memiliki kualitas yang tinggi
apabila memiliki akuntabilitas yang baik terhadap masyarakatnya. Dengan kata lain,
seluruh program pendidikan tinggi di PTAIS bersifat accountable terhadap seluruh
stakeholdernya sehingga kondisi demikian akan lebih memacu pendidikan tingginya untuk
lebih baik dan dinamis sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman maupun
masyarakatnya. Dari sejumlah konsepsi dasar dari manajemen pendidikan tersebut, dapat
dideskripsikan makna manajemen pendidikan tinggi Islam adalah rangkain kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan
pendidikan tinggi secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan
pendidikan tinggi Islam tertentu.
Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa manajemen pendidikan tinggi Islam
sebagai proses, dapat dipahami bahwa di dalamnya terdapat keterlibatan sumber daya
organisasi (manusia) serta sumber daya lainnya yang dalam bidang administrasi terkait
dengan unsur perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian (POAC,
Planning, Organizing, Actuating and Controlling) untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi
yang dikelola oleh institusi pendidikan tinggi Islam. Tentunya, manajemen pendidikan
tinggi Islam ini berorientasi pada pengelolaan organisasi institusi pendidikan tinggi Islam
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuannya yang mencakup; sumber daya
manusia, sumber daya keuangan, sumber daya fisik dan sumber daya informasi.

30
Robbin,2001,Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi, (terjemahan Hadyana Pujaatmika dan
Benyamin Molan), New Jersey: Upper Saddle River, (Buku asli diterbitkan pada tahun 1998), h. 2-3

18
Dari analisis fungsi manajemen diatas kaitannya dengan manajemen pendidikan
tinggi, termasuk dalam hal ini pendidikan tinggi Islam. Dapat dikatakan bahwa peran dan
urgensi manajemen terhadap pendidikan tinggi Islam, yakni:
1) Manajemen dapat memberikan konstribusi yang signifikan dalam membantu
mengorganisakan pembagian kerja, tugas dan tanggungjawab secara lebih efektif dan
tepat dalam pengelolaan institusi pendidikan tinggi.
2) Tujuan pendidikan akan dapat dicapai dengan baik, manakala institusinya mampu
mengaplikasikan manajemennya dengan baik pula.
3) Dengan manajemen pendidikan tinggi yang baik, kemajuan dan mutu pendidikan akan
dapat tercapai
4) Untuk melaksanakan manajemen pendidikan tinggi diperlukan adanya komitmen
kebersamaan dari seluruh SDM yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Hal ini selaras dengan pandangan bahwa: Lembaga pendidikan termasuk dalam hal ini
lembaga pendidikan tinggi di Indonesia akan mampu menjaga eksistensinya dalam
percaturan dunia pendidikan di era globalisasi saat ini manakala mampu menerapkan
manajemen pendidikan secara tepat dan optimal.
4. Pengelolaan Pendidikan Tinggi Islam
Perguruan tinggi merupakan suata wahana yang diharapkan mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberi kontribusi kepada perbaikan suatu
bangsa dan negara. Sehingga perguruan tinggi tidak hanya berupaya bagaimana
menghasilkan lulusan yang baik, tetapi juga berkualitas, terampil dan siap kerja. Usaha
sistematis untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) telah ditunjukkan
Kemendiknas dengan menetapkan empat kebijakan pokok dalam bidang pendidikan, yaitu:
(1) Pemerataan dan kesempatan, (2) Relevansi pendidikan dengan pembangunan, (3)
Kualitas pendidikan; dan (4) Efisiensi pendidikan. Khusus untuk perguruan tinggi akan
lebih diutamakan membahas mengenai relevansi pendidikan dengan pembangunan yang
dalam langkah pelaksanaannya dikenal dengan keterkaitan dan kesepadanan (link and
match). Keterkaitan (link) dalam pengertian keterkaitan program pendidikan dengan

19
kebutuhan pembangunan sehingga terjadi kesesuaian atau kecocokan (match) dalam
pengertian lulusannya siap pakai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.31

Perguruan tinggi yang berkualitas itu setidaknya harus mampu memenuhi


kebutuhan stakeholder, berupa: (1) Social need (kebutuhan masyarkat); (2) Industrial
needs (kebutuhan industri); dan (3) Professional needs (kebutuhan profesional). Oleh
sebab itu, hanya dengan pengetahuan yang mendalam tentang apa yang dibutuhkan oleh
pengguna jasa dan workplace tersebut, pendidikan akan dapat lebih mencapai hasil yang
sesuai dengan misi dan visinya. Upaya menciptakan keterkaitan dan kesepadanan tersebut
mengacu pada Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi kegiatan-kegiatan pendidikan
dan pembelajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam Tridharma
Pendidikan, perlu dievaluasi relevansi program dan jurusan yang ada dalam kebutuhan
pembangunan, dalam arti apakah sumber daya manusia yang dihasilkan dapat diserap oleh
kegiatan perekonomian dan pembangunan. Pertama, adanya raw input dan instrumental
input. Raw input merupakan peserta didik sedangkan instrumental input terdiri dari:
gedung, perpustakaan, pedoman akademik, dosen, kurikulum, metode dan lain lain. Kedua,
raw input dan instrumental input masuk dalam proses, yang ini akan memakan waktu
delapan semester. Ketiga,output (hasil didik) yang sesuai dengan kriteria institusi dan siap
untuk masuk ke dalam persaingan sumber daya manusia. Dosen merupakan instrumen
yang sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan karena dari dosenlah perpindahan
(transfer) ilmu dilakukan kepada peserta didik. Perguruan tinggi yang memiliki tenaga-
tenaga dosen yang berkualitas akan banyak diminati oleh masyarakat. Karena itu, program
untuk meningkatkan kualitas para dosen adalah merupakan kewajiban yang tidak ditawar
lagi pada saat ini dan di masa mendatang. Perguruan tinggi yang tidak mau mengikuti
arusnya perkembangan perubahan sekarang dan di masa datang akan ditinggalkan oleh
masyarakat dan lambat atau cepat akan mengalami kemunduran, yang akhirnya akan
mengalami keruntuhan.
Konsep link and match, harus menjadi perhatian perguruan tinggi sebab selama ini
ada kesan bahwa perguruan tinggi selalu terlambat dalam menyiapkan atau menyediakan

31
Henry Alexis Rudolf Tilaar and Riant Nugroho Dwijowijoto, 2008, Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk
Memahami Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
h. 111.

20
lulusan yang siap kerja. Selain disebabkan kelambanan dalam merespon perubahan dan
perkembangan serta percepatan arus teknologi dan informasi, juga karena selalu
berubahnya standar mutu dan kualitas keahlian yang dibutuhkan oleh dunia kerja serta
tuntutan industri. Untuk perolehan keahlian itu memerlukan perubahan dalam proses
pembelajaran karena: (1) Keahlian yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan akan
semakin tinggi dan berubah sangat cepat, (2) Keahlian yang diperlukan sangat tergantung
pada teknologi dan inovasi baru maka banyak dari keahlian itu harus dikembangkan dan
dilatih melalui pelatihan dan pekerjaan, dan (3) Kebutuhan akan keahlian itu didasarkan
pada keahlian individu.
Dalam rangka mendekatkan jurang pemisah antara perguruan tinggi dengan dunia
kerja maka harus ada upaya, yaitu: pertama, managing self, yaitu keterampilan menata diri
merupakan kompetensi dasar yang dibutuhkan dan dikembangkan oleh perguruan tinggi,
kompetensi ini adalah prasyarat untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilan
tertentu. Kedua, communication. Berkomunikasi merupakan landasan utama bagi
peningkatan kompetensi ilmu pengetahuan umum, pengembangan nilai, dan peningktan
keahlian dalam disiplin ilmu tertentu. Perguruan tinggi harus mampu meningkatkan
komunikasi baik secara lisan maupun tulisan agar dapat memberikan pelayanan dan
pengalaman kepada para mahasiswanya. Ketiga, managing people and task, pada
prinsipnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal menata orang
dan tugas. Dalam penelitian ditemukan bahwa semakin lama orang menduduki suatu
posisi, baik dilingkungan sekolah atau pekerjan, semakin buruk pula dalam menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan standar yang ditentukan. Keterampilan ini adalah sebuah usaha
bersama yang terjadi dalam kelompok. Konsep menata orang dan tugas-tugas didasarkan
pada manajemen di masa mendatang.
Maka dari itu, perlu adanya pelatihan keterampilan ini secara kelompok. Pelatihan
bersifat spesifik, praktis dan segera. Yang dimaksudkan pelatihan spesifik dalam arti
pelatihan berhubungan secara spesifik dengan pekerjaan yang dilakukan. Keempat,
mobilizing innovation and change, yaitu suatu lembaga atau organisasi harus mampu
beradaptasi dengan adanya perubahan yang terjadi di dunia luar, dan memberikan pengaruh
terhadap perubahan itu secara inovatif. Lembaga atau organisasi akan berhasil jika
menggerakkan inovasi dan perubahan yang sangat ditekankan dan dihargai. Dalam suatu

21
lembaga adalah penting untuk menyediakan para inovator yang menghasilkan ide-ide
cemerlang. Ide-ide tersebut dapat dijadikan sebagai visi. Visi memegang peranan penting
dalam TQM (Total Quality Management). Hal itu dikarenakan betapa pengaruh visi dalam
menggerakkan seluruh komponen-komponen yang ada dalam organisasi atau lembaga.
Oleh karena itu, penentuan visi harus benar-benar mampu memberikan inpirasi dan
motivasi kepada seluruh person pada lembaga atau organisasi.32
Selanjutnya Richardus Djokopranoto dan Richardus Eko Indrajit menjelaskan
beberapa aplikasi fungsi manajemen umum dalam manajemen perguruan tinggi:
Perencanaan. Perencanaan program kerja termasuk perencanaan anggaran, bukan
merupakan hal yang baru bagi perguruan tinggi, baik perencanaan lima tahunan maupun
perencanaan tahunan.33 Namun perencanaan perlu juga dilakukan untuk perencanaan
strategis, yaitu perencanaan yang menentukan hidup matinya dan berkembang tidaknya
suatu universitas.
Pengorganisasian. Fungsi pengorganisasian termasuk fungsi pengisian staf yang
sesuai untuk setiap tugas atau kedudukan.Mengenai beberapa model organisasi perguruan
tinggi. Mengenai pengisian staf atau karyawan, perlu dibedakan beberapa jenis karyawan
yang bekerja di suatu universitas, yang masing-masing mempunyai tugas khas dan
mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Ada sekurang-kurangnya empat jenis kelompok
karyawan yang mempunyai tugas yang berbeda: 1) Karyawan akademik. Adalah para
dosen dan para peneliti yang bertugas mengajar dan melakukan penelitian ilmiah. 2)
Karyawan administrasi. Adalah karyawan yang bekerja di rektorat, keuangan, pendaftaran,
personalia dan sebagainya. 3) Karyawan penunjang akademik. Adalah mereka yang
bekerja sebagai ahli atau karyawan di perpustakaan, laboratorium, bengkel latihan, dan
sejenisnya. 4) Karyawan penunjang lain. Adalah karyawan lain seperti sopir, tukang kebun,
petugas pembersihan gedung, petugas pemeliharaan, dan sejenisnya. Inti pengadaan
sumber daya manusia adalah menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan suatu organisasi
secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, ditentukan melalui anailisis beban
kerja (work load analysis) dan analisis angkatan kerja (work force analysis). Tenaga kerja

32
Richardus Eko Indrajit and Richardus Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Modern (Andi, 2006);
Lihat juga Amirudin, Peranan Manajemen Perguruan Tinggi Dan Implementasinya Di Fakultas Agama Islam (FAI)
UNSIKA, JPI-Rabbani 1, no. 1 (2017).
33
Ibid., h. 49

22
secara kualitatif ditentukan melalui analisis jabatan (job analysis) yang menghasilkan, baik
perincian tugas (job description) maupun spesifikasi tugas (job spesification).
Penggerakan. Tugas penggerakan (actuating) adalah tugas menggerakkan seluruh
manusia yang bekerja dalam suatu perusahaan agar masing-masing bekerja sesuai dengan
yang telah ditugaskan dengan semangat dan kemampuan maksimal. Ini merupakan
tantangan yang sangat besar bagi fungsi manajemen karena menyangkut manusia, yang
mempunyai keyakinan, harapan, sifat, tingkah laku, emosi, kepuasan, pengembangan, akal
budi dan menyangkut hubungan antar pribadi. Oleh karena itu, banyak yang mengatakan
bahwa fungsi ini adalah fungsi yang paling penting dan juga paling sulit dalam keseluruhan
fungsi manajemen. Fungsi ini berada pada semua tingkat, lokasi, dan bagian perusahaan.
Dalam fungsi ini termasuk memberikan motivasi, memimpin, menggerakkan,
mengevaluasi kinerja individu, memberikan imbal jasa, mengembangkan para manajer dan
sebagainya. Fungsi penggerakan kadang-kadang diganti dengan istilah lain misalnya
fungsi kepemimpinan (leading).
Pengawasan. Pengawasan adalah fungsi terakhir manajemen, namun bukan berarti
yang paling kurang penting. Pengawasan adalah pengamatan dan pengukuran, apakah
pelaksanaan dan hasil kerja sudah sesuai dengan perencanaan atau tidak. Kalau tidak, apa
kendalanya, dan bagaimana menghilangkan kendala tersebut, agar hasil kerja dapat sesuai
dengan yang diharapkan. Fungsi pengawasan tidak harus hanya dilakukan setiap akhir
tahun anggaran, tetapi justru harus secara berkala dalam waktu yang lebih pendek,
misalnya setiap bulan, sehingga perbaikan yang perlu dilakukan, tidak terlambat
dilaksanakan.

5. Usaha untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan tinggi Islam


Saat ini sudah banyak usaha yang dilakukan dalam rangka membenahi lembaga
pendidikan tinggi Islam agar mampu eksis dan survive di tengah tantangan zaman. Salah
satunya usaha yang dimaksud adalah adanya tren transformasi lembaga pendidikan tinggi
Islam dalam hal ini STAIN menjadi IAIN, IAIN menjadi Universtas Islam Negri atau UIN.
Dengan demikian, lembaga pendidikan Islam yang mulanya hanya dapat membuka
fakultas agama, maka setelah menjadi UIN lembaga tersebut dapat membuka fakultas

23
umum. Dengan demikian akhirnya minat masyarakat akan kembali tinggi apalagi tarif
biaya di UIN jauh lebih rendah dibandingkan di lembaga pendidikan umum.34

Perubahan tersebut merupakan perubahan ke arah yang lebih maju lagi. Hal ini
selaras dengan pengertian dari perubahan itu sendiri. Adapun pengertian perubahan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hal (keadaan) yang berubah atau suatu
peralihan.35 Perubahan merupakan suatu keharusan, karena perubahan adalah esensi dan
juga efek dari kemajuan. Menjadi maju berarti harus mau berpindah posisi semakin ke
depan dari posisi semula. Jika tidak mau berubah sesuai dengan perkembangan tentu
lembaga tersebut akan tertinggal. Sehingga lembaga pendidikan Islam harus mampu
melakukan filter atas perubahan-perubahan, agar mampu memperhitungkan yang lebih
baik untuk pengembangan lembaga pendidikan Islam di Indonesia nantinya.

Penjelasan di atas juga ditunjukkan dalam ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan
perubahan atau transformasi baik secara individu maupun lembaga atau organisasi. Dalam
al-Qur’an dijelaskan, bahwa semangat perubahan atau revolusi termasuk transformasi
dapat ditemukan dalam QS. Al-Baqarah : 218 yang berbunyi:

ٌ‫اّٰلل َغ ُف ْور‬
ُ ‫ۗو ه‬ ‫ه ُ ٰۤ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ ه‬
َ ‫اّٰلل‬ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ْ َّ َ ْ ُ َ ٰ َ ْ َّ َّ
ِ ‫اّٰللۙ اول ِٕىك يرجون رحمت‬ِ ‫ِان ال ِذين امنوا وال ِذين هاجروا وجاهدوا ِفي س ِبي ِل‬

‫َّر ِح ْي ٌم‬

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan


berjihad di jalan Allah, mereka mengharapkan rahmat Allah dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

Transformasi dalam lembaga pendidikan Islam sangat diperlukan pada zaman ini
untuk menumbuhkan karakter Islam, mencetak lulusan lembaga pendidikan Islam yang
mempunyai multi kecakapan, yaitu kecakapan ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama

34
Andi Wahyono, Kebijakan Pendidikan Islam: Hibridasi Lembaga Pendidikan Tinggi Islam Dalam Jurnal
Pendidikan Islam: Volume III, Nomor 1, Juni 2014/1435, h.116
35
Purwadarminta, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, h.129

24
Islam. Sehingga lembaga pendidikan Islam nantinya dapat dijadikan tolak ukur bagi
kemajuan suatu bangsa.

Perubahan dalam lembaga pendidikan Islam harus di manage dengan baik, hal ini
wajib dilakukan agar lembaga pendidikan Islam senantiasa dapat mengikuti perkembangan
zaman, tidak statis dan tetap menjadikan Islam sebagai pondasi awal pada lembaga
pendidikan tersebut. Dalam al-Qur’an Allah SWT telah menjelaskan mengenai perubahan
dalam QS: Ar-Ra’du : 11 yang berbunyi:

ْ‫ّٰلل َلا ُي َغي ُر َما ب َق ْوم َح هتى ُي َغي ُروا‬


َ ‫اّٰللۗاَّن ا ه‬‫ه‬ ْ َ ْ َْٗ ُ َ َْ ْ َ ْ
َ ْ ََ َْ ْ ٌ ٰ َ ُ َٗ
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ‫ن بي ِن يدي ِه و ِمن خل ِف ٖه يحفظونه ِمن ام ِر‬ ْۢ ‫له مع ِقبت ِم‬
َّ ْ ْ ُ ْ ْ ُ َ َ َ ٗ َ َّ َ َ َ َ ً ْ ُ ْ َ ُ ‫ْ َ َ َ َ َ ه‬ َُْ َ
‫ال‬
ٍ ‫و‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ه‬ ٖ ‫ن‬ِ ‫و‬ ‫د‬ ‫ن‬‫م‬ ِ ‫م‬ ‫ه‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ۚو‬‫ه‬ ‫ل‬ ‫د‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ل‬‫ف‬ ‫ا‬ ‫ء‬‫و‬ ‫س‬ ‫م‬‫و‬
ْۤ ٍ ِ ‫ق‬‫ب‬ ‫اّٰلل‬ ‫اد‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫ا‬
ٓ ‫ذ‬ ِ‫ا‬ ‫و‬ ۗ ِ ِ ‫ما ِبان‬
‫م‬‫ه‬ ‫س‬ ‫ف‬

Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak merobah kedaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukkan
terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Secara umum lembaga pendidikan Islam di Indonesia terdiri atas mulai dari
Raudhatul Athfal/TK, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah,
Madrasah Terpadu, Madrasah Diniyyah, Pondok Pesantren, Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri, Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta. Konteks pendidikan Islam
khususnya Perguruan Tinggi Agama Islam meliputi STAIN, IAIN, UIN dan PTAIS, harus
siap menghadapi perubahan, persaingan dan tantangan. Manajemen perubahan untuk
sebuah kualitas total, seperti tidak bisa ditawar dalam merebut pasar, PTAI harus
mengubah diri menghadapi perubahan.

Perubahan pada lembaga pendidikan Islam haruslah berorientasi pada


pembentukkan sosok ilmuwan yang mempunyai penguasaan tidak hanya dalam satu
bidang keislaman saja, melainkan juga memiliki kemampuan dan kematangan bidang ilmu
pengetahuan modern. Dan selama transformasi lembaga pendidikan Islam itu terjadi,
hendaknya memberikan dampak yang positif, mendasar, dan menyeluruh pada semua
aspek dalam lembaga pendidikan Islam tersebut.

25
Azyumardi Azra menyatakan yang dikutip oleh Imam Suprayogo menyebutkan ada
beberapa landasan kuat mengapa STAIN dan IAIN harus berubah menjadi Universitas
Islam Negri (UIN) antara lain:

1). Untuk memberikan peluang penataan Perguruan Tinggi (PT) yang lebih luas pada
tamatan madrasah

2). Agar tamatan-tamatan UIN dapat memasuki dunia lapangan kerja yang lebih luas

3). Agar UIN dapat menampung tamatan Madrasah Aliyah yang keadaannya sudah
menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA) yang bercorak keagamaan.

4). Untuk meningkatkan martabat Perguruan Tinggi Islam yang berada di bawah naungan
Departemen Agama sehingga dapat sejajar dengan martabat Perguruan Tinggi Umum
yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan jika
dimungkinkan lebih tinggi lagi.36

Pemerintah berupaya untuk memberikan rambu-rambu dalam membangun atau


membentuk sebuah lembaga pendidikan tinggi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas lulusan yang dihasilkan. Perubahan status atau alih status pada suatu
lembaga pendidikan Islam mempunyai beberapa tujuan. Adapun tujuan alih status
kelembagaan dari lembaga negeri atau swasta misalnya dari STAI ke STAIN, menjadi
IAI/IAIN, dari IAI/IAIN menjadi UI/UIN dan sebagainya harus sesuai dengan tuntutan
masyarakat akademik dan tantangan global serta pemenuhan ketentuan regulasi terkini dari
Kemenristek & Dikti RI dan Kemenag RI sebagai berikut:

1). Pemerataan dan perluasan akses pendidikan sebagai bagian dari pembangunan
pendidikan tinggi bagi masyarakat.

2). Peningkatan mutu pendidikan tinggi yang sesuai dengan ketentuan regulasi
penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi sebagai institusi
akuntabel.

36
Suprayogo dan Rasmianto,2008, Perubahan Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi Perubahan IAIN/STAIN
Menjadi UIN, Malang: UIN Malang Press,h,12-13

26
3). Peningkatan relevansi dan daya saing perguruan tinggi terutama kebutuhan masyarakat
dan stakeholder terhadap lulusan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan dunia
dunia usaha.

4). Pemenuhan tata kelola kelembagaan menuju tata kelola yang baik sesuai dengan
ketentuan perundangan terkini.

5). Meningkatkan akuntabilitas sebuah lembaga pendidikan pada perguruan tinggi tersebut,
terutama pada stakeholders.

6). Peningkatan pencitraan public melalui penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan


tinggi yang berikhtiar yang mengacu pada prinsip-prinsip Good University Governance
(GUG), yaitu transparansi, akuntabilitas (kepada stakeholders), responsibility
(tanggung jawab), independensi (dalam pengambilan keputusan), fairness (adil),
penjaminan mutu dan relevansi, efektif dan efesien.37

Selain itu di samping perubahan dan transformasi PTAI di atas yang tidak kalah
pentingnya adalah mewujudkan international qualified Islamic higher education, dalam
konteks internasionalisasi pendidikan di era globalisasi saat ini, PTAI di Indonesia harus
memiliki strategi pengembangan pendidikan tingginya. Hal ini dimaksudkan agar PTAI di
Indonesia mampu berkembang dan maju sesuai dengan kebutuhan global tanpa harus
mengorbankan kepentingan-kepentingan nasional. Pandangan futuristik tersebut
merupakan sesuatu hal yang wajar mengingat internasionalisasi pendidikan tinggi di era
globalisasi atau liberalisasi bermediasi melalui jalur pasar bebas yang sangat mungkin tidak
hanya memberikan harapan untuk semakin survive (bertahan), tetapi juga ancaman untuk
semakin menghancurkan roda pendidikan tinggi suatu negara, apalagi perangkat
infrastruktur PTAI di Indonesia, terutama swasta masih jauh dari harapan. Alih-alih bukan
kemajuan yang diperoleh, tetapi justru nasib harus “gulung tikar” tidak menutup
kemungkinan itu bisa terjadi manakala tidak diimbangi dengan kesiapan internal PTAI
serta dukungan kebijakan pendidikan tinggi Islam yang antisipatif dalam merancang
kebijakan sektor pendidikannya.

37
Peraturan Kemenristek & Dikti RI dan Kemenag RI tentang Tentang Lembaga Pendidikan Tinggi

27
Pandangan tersebut simetris dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Ali, bahwa
internasionalisasi pendidikan sesungguhnya adalah gelombang ke tiga globalisasi (the third
wave of globalization), yang mampu menghantarkan suatu Negara memperoleh singgasana
kedigdayaan dalam sektor tertentu, tetapi juga bisa menjerumuskan suatu negara ke lubang
kehancuran, atau hanya menjadi pecundang.38
Dalam konteks itulah, ada beberapa strategi pengembangan pendidikan tinggi Islam
pada PTAI di Indonesia yang ditawarkan sebagai alternatif upaya strategis peningkatan
mutu pendidikan tinggi Islam di PTAI menjadi lebih baik untuk menghadapi
internasionalisasi pendidikan yang akan datang.
Pertama, Perbaikan manajemen mutu sistem pendidikan tinggi Islam di PTAI harus
segera dilakukan secara simultan dan kontinyu. Manajemen pendidikan tingginya harus
berorientasi pada pengembangan international quality academics (mutu akademis berskala
internasional). Hal ini penting karena kompetisi pendidikan tinggi di era pasar bebas
menuntut adanya standar mutu pendidikan yang lebih baik, yang mampu masuk ke segmen
Negara manapun karena adanya global agreetment standar yang memungkinkan hal itu
terjadi, termasuk bagi negera berkembang seperti Indonesia sendiri. Manajemen sistem
pendidikan yang lebih baik tersebut akan mendorong tumbuh dan berkembangnya
SDM yang akan dihasilkan oleh PTAI di masa yang akan datang, sekaligus
membantu memposisikan Indonesia dalam berbagai tingkat kompetisi, baik regional
maupun internasional menjadi semakin baik. Tentunya kebijakan perbaikan manajemen
system pendidikan tinggi tersebut tetap harus mempertimbangkan potensi daerah di mana
PTAI tersebut berada. Dengan paradigma think locally act globally, PTAI di Indonesia
akan mampu mengakomodir perkembangan seluruh potensi yang ada, baik daerah,
nasional maupun internasional dengan selalu berpijak pada platform Islamic values
morality sebagai basis aplikasi pendidikan tingginya. Sebagai komparasi prestasi SDM
Indonesia di sektor pendidikan untuk tingkat Asia dapat dicermati dimana Indonesia hanya
mampu memposisikan dirinya diperingkat terendah, di bawah Jepang, Korea, Australia,
Hongkong, bahkan negara Thailand.39

38
Syahrizal Abbas, Manajemen Perguruan Tinggi (Jakarta: Kencana, 2008), h. 44.
39
Hujair AH Sanaky, Permasalahan Dan Penataan Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Yang Bermutu, El
Tarbawi 1, no. 1 (2008): 83–97; Lihat juga Ahmad Hamid, Aplikasi Total Quality Mangement (Tqm) Pendidikan

28
Upaya penguatan manajemen sistem pendidikan tinggi Islam pada PTAI di Indonesia
harus didukung oleh beberapa hal sebagai berikut;40
a. Implementasi jaminan mutu dan akreditasi dengan skala regional dan internasional. Kebijakan
ini perlu dilakukan jika PTAI di Indonesia benar-benar ingin survive dalam berkompetisi di
era globalisasi. Kebijakan itu harus diiringi dengan spirit of competitiveness dengan
menyiapkan SDM dan infrastruktur pendidikan tinggi Islam yang lebih baik. Upaya itu dapat
dilakukan misalnya melalui kerjasama dengan badan jaringan perguruan tinggi regional
seperti Southeast Asia Ministry of Education Organization (SEMEO) untuk mendorong
realisasi akreditasi tingkat regional. Setelah upaya akreditasi regional dapat berjalan dengan
baik, transisi ke arah akreditasi internasional sebagai prasyarat untuk memperlebar akses ke
masyarakat internasional tidak akan sulit.
b. Otonomi pengelolaan pendidikan tinggi yang lebih matang dengan tetap memberdayakan
potensi daerah. Hal ini dimaksudkan agar PTAI di daerah mampu secara lebih leluasa dalam
mengelola lembaga pendidikan tingginya sesuai dengan potensi daerah serta peluang
penyesuaian potensi yang ada dengan potensi internasional yang dapat dikembangkan melalui
international academic networking, sehingga akan lebih mampu menyokong kiprah PTAI
yang ada untuk bekerja danmenyiapkan segala sesuatunya secara lebih optimal.
c. Akuntabilitas aplikasi pendidikan tinggi Islam yang disupport oleh seluruh stakeholder.
Akuntabilitas menjadi salah satu kunci sukses aplikasi pendidikan tinggi karena didalamnya
adanya jaminan akan keterbukaan dalam pengelolaan perguruan tinggi. Dengan adanya
akuntabilitas, pendidikan tinggi Islam akan mampu mengikuti percepatan perkembangan
dunia pendidikan. Ada positive feedback dari seluruh stakeholder untuk bersama-sama
memajukan PTAI dimana mereka saling berkepentingan.
d. Kompetensi sumber daya infrastruktur dan SDM PTAI semakin ditingkatkan melalui
kebijakan resources improving yang berkelanjutan. Kebijakan ini perlu dilakukan melalui
berbagai upaya, baik internal maupun eksternal. Manakala PTAI yang bersangkutan tidak
memiliki sumber dana yang cukup untuk program itu, dapat disiasati dengan menjalin
kerjasama dengan berbagai pihak yang konsen terhadap pengembangan dan peningkatan mutu

Tinggi Dalam Rangka Pelayanan Pelanggan Mahasiswa Asing Di International Islamic University Malaysia (Iium),
Jurnal Manajemen Pendidikan 1, no. 2 (2010): 130–140.
40
Jejen Musfah, Manajemen Pendidikan Aplikasi, Strategi, Dan Inovasi (Jakarta: Prenada Media, 2018), h. 65.

29
pendidikan, baik swasta maupun negeri yang tentunya berdasarkan kesepakatan yang telah
disepakati bersama. Kebijakan itu perlu dikedepankan karena eksistensi sebuah organisasi di
masa depan tidak hanya ditentukan oleh internal civitasnya saja, tetapi oleh faktor
eksternalnya juga.
Kedua, aplikasi manajemen mutu harus didukung oleh good academic atmosphere
sehingga upaya peningkatan mutu akademik dapat berjalan lebih cepat dan efektif. Kondisi
atmosfer akademis yang baik akan lahir manakala didukung oleh kesadaran holistik seluruh civitas
akademika akan urgensifitas mutu pendidikan tinggi Islamnya. Upaya ini dapat dilakukan melalui
pengembangan budaya akademis yang lebih sehat dan kondusif dengan mengajak seluruh civitas
akademika yang ada untuk bersama-sama meningkatkan proses pembelajaran dan pendidikan yang
lebih baik berdasarkan komitmen mutu yang diinginkan dan diharapkan oleh semua sivitas yang
ada.
Ketiga, rasa keberagaman yang humanistik (humanistic sense of diversity) harus menjadi
primary supporting PTAI dalam rangka internasionalisasi pendidikan Islam yang lebih humanis
dan international academic networking yang luas untuk mendukung SDM dalam negeri menjadi
lebih unggul, inovatif dan produktif menjadi suatu keniscayaan sehingga ke depan PTAI dapat
mereduksi pengangguran sekaligus menciptakan lulusan (row out put) yang kompetitif dalam
berbagai skala kompetisi. Rasa kemanusiaan serta diversity understanding (pemahaman akan
pluralitas) dalam dunia akademis mutlak diperlukan, agar pendidikan tinggi nantinya tidak hanya
berorientasi pada materialisme, yang didominasi oleh kelas atas, tetapi juga memiliki sensitfitas
terhadap pentingnya pengembangan sumber daya manusia masa depan yang potensial walaupun
dari struktur ekonomi yang kurang mampu. Artinya ada peluang untuk memperoleh kesamaan
pendidikan yang baik (equality for getting good education access) bagi putera-puteri negeri
tercinta ini sebagai manifestasi calon pemimpin masa depan.
Selain itu visi dan strategi diterjemahkan ke dalam 5 perspektif yang kemudian oleh
masing-masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin
dicapai oleh PTAI, ukuran (measures) dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang akan datang
serta inisiatif-inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan-tujuan
strategis PTAI. Proses menerjemahkan visi dan strategi PTAI yang dikembangkan berdasarkan 5
(lima) perspektif antara lain: perspektf pemangku kepentingan (stakeholders), manajemen
administrasi dan keuangan (administration and finance), proses pendidikan dan pengembangan

30
(teaching and learning), etos kerja dan budaya (ethos and culture) dan pemerintahan yang bagus
( good governance).
Dalam perspektif pemangku kepentingan (stakeholders), PTAI mengidentifikasikan
pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi akan bersaing. Tujuan yang bisa ditetapkan dalam
perspektif ini adalah pemuasan kebutuhan pelanggan ataupun stakeholders. Ukuran-ukuran yang
digunakan dalam perspektif ini antara lain: peningkatan jumlah mahasiswa yang diterima,
peningkatan jumlah lulusan, peningkatan lulusan yang dapat bekerja dan berusaha, peningkatan
instansi yang menggunakan lulusan, peningkatan hasil penelitian murni oleh dosen, peningkatan
hasil penelitian terapan oleh dosen, peningkatan hasil penelitian oleh mahasiswa, peningkatan
publikasian hasil penelitian, peningkatan pembinaan pesantren, madrasah dan desa binaan,
penyelesaian kegiatan program penanggulangan masalah sosial, rekruitmen calon mahasiswa yang
berprestasi, pemberian beasiswa kepada mahasiswa kurang mampu dan peningkatan kualitas
kerjasama dengan pihak ketiga. Dalam perspektif ini merumuskan tujuan manajemen administrasi
dan keuangan yang ingin dicapai organisasi dimasa yang akan datang. Selanjutnya tujuan
manajemen administrasi dan keuangan tersebut dijadikan dasar bagi ketiga perspektif lainnya
dalam menetapkan tujuan dan ukurannya.
Tujuan manajemen administrasi dan keuangan PTAI berhubungan dengan peningkatan
kualitas sistem informasi keuangan, nilai tingkat kinerja pelayanan, economic value-added dari
unit usaha, peningkatan kualitas SDM yang mengikuti pelatihan bidang pemeriksaan, nilai
kesehatan finansial, peningkatan unit-unit usaha dalam memberikan kontribusi pendanaan
terhadap pengembangan mutu akademik, peningkatan pembiayaan organisasi publik dan
organisasi non profit luar negeri terhadap total anggaran PTAI, pembiayaan organisasi publik dan
organisasi non profit luar negeri, pembiayaan organisasi publik dan organisasi non profit luar
negeri terhadap, pembiayaan pemerintah terhadap total anggaran PTAI, pembiayaan dari mitra
dalam negeri terhadap total anggaran PTAI, pembiayaan dari mahasiswa terhadap total anggaran
PTAI, unit cost pendidikan per mahasiswa per tahun dan peningkatan pemeliharaan sarana
teknologi informasi dalam rangka mengefektifkan sistem informasi akademik. Perpektif proses
pendidikan dan pengembangan (teaching and learning) mengidentifikasikan proses-proses yang
pentig bagi organisasi untuk melayani pemangku kepentingan (persepektif stakeholders) dan
pemilik organisasi (perpektif manajemen administrasi dan keuangan).

31
Komponen utama dalam proses pendidikan dan pengembangan (teaching and learning)
adalah: relevansi kurikulum sesuai dengan perkembangan masyarakat, peningkatan penambahan
koleksi yang tersedia di perpustakaan, prosentase dosen yang mengajar sesuai dengan keahlian
atau latar belakang pendidikannya, komposisi dosen berpendidikan S3 per jumlah seluruh dosen,
rasio komposisi dosen per mahasiswa, rasio jumlah pegawai per mahasiswa, jumlah dosen yang
mengikuti studi lanjut per jumlah dosen, prosentase pegawai atau staf struktural yang dapat
menduduki jabatan dan melaksanakan tugas sesuai dengan keahliannya, prosentase pegawai yang
mendapatkan predikat baik, prosentase dosen yang mendapatkan predikat baik, prosentase pejabat
struktural yang berkinerja baik, prosentase pegawai yang berkinerja baik dan ratarata indeks
kepuasan pegawai atas pelayanan.
Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan etos kerja dan
budaya kerja. Perspektif ini bertujuan meningkatkan kemampuan karyawan, meningkatkan
kapabilitas sistem informasi, dan peningkatan keselarasan dan motivasi karyawan. Ukuran yang
bisa digunakan antara lain rata-rata indeks kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan akademik,
rata-rata indeks kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan non akademik, rata-rata indeks kepuasan
alumni atau masyarakat terhadap pelayanan, prosentase daya serap kurikulum yang sesuai dengan
perkembangan kebutuhan, prosentase sarjana yang lulus dengan rata-rata masa pendidikan ≤ 5
tahun, prosentase sarjana yang lulus dengan IPK ≥ 3,00, prosentase fakultas yang dapat
menerapkan metode belajar sesuai dengan manual penjaminan mutu pendidikan, peningkatan
pengetahuan pegawai terhadap penggunaan dan akses teknologi dan peningkatan ketersediaan dan
penggunaan sarana teknologi dan informasi bagi pegawai.
Konsep good governance ini merupakan salah satu konsep bagaimana tata kelola lembaga
yang baik. Good governance pada perguruan tinggi diperlukan untuk mendorong terciptanya
efisiensi, transparansi dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Ukuran yang bisa
digunakan perspektif good governance berdasarkan prinsip akuntabilitas (accountability),
transparansi (transparancy), efisiensi, aturan hukum (rule of law) serta jaminan fairness, a level
playing field (perlakuan yang adil/perlakuan kesetaraan). Prinsip-prinsip ini diperlukan di
perguruan tinggi untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan
pemangku kepentingan.
Perguruan tinggi harus ditumbuhkan kesadaran bahwa tuntutan terhadap penerapan good
governance tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi lebih menjadi kebutuhan. Seiring dengan

32
situasi persaingan yang makin ketat, perguruan tinggi harus terus berupaya mewujudkan tata kelola
perguruan tinggi yang baik sebagai suatu sistem yang melekat dengan dinamika perguruan tinggi.
Penerapan nilai-nilai good governance di perguruan tinggi dapat diinternalisasikan menjadi
budaya perguruan tinggi, sehingga menjadi sebuah sistem yang memperkuat competitive
advantage. Tujuan dari kebijakan good governance di perguruan tinggi adalah agar pihak-pihak
yang berperan dalam menjalankan pengelolaan perguruan tinggi memahami dan menjalankan
fungsi dan peran sesuai wewenang dan tanggung jawab.

C. KESIMPULAN
Kualitas sistem pendidikan sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu
masyarakat dan bangsa. Hal ini telah terbukti dari apa yang dilakukan oleh Cina. Reformasi
pendidikan dinilai sangat berhasil karena membawa perubahan besar bagi kehidupan bangsa
dan masyarakat. Perguruan tinggi perlu mendorong upaya peningkatan kualifikasi tenaga
dosen dengan pendidikan lanjutan atau kursus dengan fasilitas yang memadai agar kualitas
sumberdaya dapat ditingkatkan sehingga secara otomatis akan mendorong peningkatan mutu
pendidikan di PT. Tuntutan terhadap mutu pendidikan yang terus ditingkatkan sebagai upaya
untuk menciptakan perguruan Islam tinggi kelas dunia dan bereputasi internasional.
Manajemen pendidikan tinggi di perguruan tinggi Islam harus mampu berorientasi
pada pengembangan mutu akademik berskala internasional, sehingga academic and social
needs untuk skala nasional dan regional sudah secara otomatis mampu dipenuhi. Penguatan
Manajemen itu harus didukung oleh; (1) implementasi akreditasi dengan skala regional
dan internasional, (2) otonomi pengelolaan pendidikan tinggi yang lebih matang, (3)
akuntabilitas aplikasi pendidikan tinggi Islam yang disupport oleh seluruh stakeholder,
sehingga seluruh pihak dapat berpartisipasi secara aktif untuk terus membenahi dan
mengevaluasi quality improvement di PTAI yang ada, (4) kompetensi sumber daya
infrastruktur dan SDM PTAI semakin ditingkatkan melalui kebijakan resources improving
yang berkelanjutan. Kedua, aplikasi manajemen mutu harus didukung oleh good academic
atmosphere sehingga upaya peningkatan mutu akademik dapat berjalan lebih cepat dan
efektif.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abbas,Syahrizal,2008, Manajemen Perguruan Tinggi Jakarta: Kencana

Bunyamin, Bunyamin and Alamsyah Alamsyah, Manajemen Mutu Perguruan Tinggi Agama
Islam Swasta, Jurnal Pendidikan Islam 28, no. 2 (2013) Lihat Juga Sofyan Madinah, Strategi
Meningkatkan Mutu Pendidikan Di Perguruan Tinggi, Hunafa: Jurnal Studia Islamika 3, no.
3 (2006)

Farida,Erlina, Strategi Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), EDUKASI:
Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan 7, no. 3 (2017); Lihat juga Machasin,
Strategi Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi Agama Islam Berbasis Balanced Scorecard,
Walisongo 19, no. 2 (2011)

Fattah,Nanang,2012, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dalam Konteks Penerapan MBS


Bandung: Remaja Rosdakarya

Fitrah,Muh, Urgensi Sistem Penjaminan Mutu Internal Terhadap Peningkatan Mutu Perguruan
Tinggi, Jurnal Penjaminan Mutu 4, no. 1 (2018)

Harahap,Syahrin,1998, Perguruan Tinggi Islam Di Era Globalisasi, (Yokyakarta: Tiara Wacana


123
Hidayat,Komaruddin dan Hendro Prasetyo, 2000, Problem dan Prospek IAIN Ontologi
Pendidikan Tinggi Islam, Jakarta: Ditbinperta Depag RI

http:/stitattaqwa.blogspot.com/ 2011/07/ peranan perguruan tinggi Islam


Ilyasin,Mukhamd, Balanced Scorecard: A Strategy for the Quality Improvement of Islamic Higher
Education., Dinamika Ilmu 17, no. 2 (2017) Lihat juga Muhammad Hidayat Ginanjar,
Tantangan Dan Peluang Lembaga Pendidikan Islam Di Era Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA),” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 08 (2017) Lihat juga Umi Zulfa,
Transformasi Internasionalisasi Perguruan Tinggi Menuju World Class University, Literasi
(Jurnal Ilmu Pendidikan) 3, no. 1 (2016)

Jabali,Fuad,2002, IAIN Dan Modernisasi Islam Di Indonesia Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

Jurnal Millah UII Yogyakarta No 1 tahun 2001 dan PP 60/1999 tentang Pendidikan Tinggi

N,Fattah, 2004, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya


Nata,Abuddin,2005, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia (Divisi Buku
Perguruan Tinggi, RajaGrafindo Persada
__________,2012, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di
Indonesia Jakarta: Kencana

34
Musfah,Jejen,2018, Manajemen Pendidikan Aplikasi, Strategi, Dan Inovasi Jakarta: Prenada
Media
P,Hersey dan Blancard,K.H, 1988,Management of Organizational Behavior, New Jersey:
Englewood Cliffs

Peraturan Kemenristek & Dikti RI dan Kemenag RI tentang Tentang Lembaga Pendidikan Tinggi

Psacharopoulos, George, and Harry Anthony Patrinos, Returns to Investment in Education: A


Further Update, Education Economics 12, no. 2 (2004)

Rivan,Ahmad,2005, Strategi Dan Prospek Pengembangan Mutu Lulusan PTAI Di Indonesia,


Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta 23

Robbin,2001,Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi, (terjemahan Hadyana


Pujaatmika dan Benyamin Molan), New Jersey: Upper Saddle River, (Buku asli diterbitkan
pada tahun 1998)
Sanaky,Hujair AH, Permasalahan Dan Penataan Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Yang
Bermutu, El Tarbawi 1, no. 1 (2008) Lihat juga Ahmad Hamid, Aplikasi Total Quality
Mangement (Tqm) Pendidikan Tinggi Dalam Rangka Pelayanan Pelanggan Mahasiswa
Asing Di International Islamic University Malaysia (Iium), Jurnal Manajemen Pendidikan
1, no. 2 (2010)

Semiawan,Conny R, 1999, Perkembangan Dan Belajar Peserta Didik, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru SekolahDasar Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan

Stoner, 1987,Management, London: Prentice Hall International Inc

Sudjana,Nana,2004,Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Nonformal dan


Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung: Falah Production

Sukmadinata,Nana Syaodih, 2008, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah; Konsep,


Prinsip dan Instrumen, Bandung: Refika Aditama

Tilaar,Henry Alexis Rudolf,2000, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Jakarta: Rineka Cipta

Tilaar,Henry Alexis Rudolf and Riant Nugroho Dwijowijoto,2008, Kebijakan Pendidikan:


Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai
Kebijakan Publik Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Undang-Undang RI nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi

www.sinarharapan.co.kesra.read 20 Sepetember 2020

35
Wajdi,Muh Barid Nizarudin,2016, Metamorfosa Perguruan Tinggi Agama Islam, AT-Tahdzib:
Jurnal Studi Islam Dan Muamalah 4, no. 1

Zurqoni,2011, Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Agama Melalui Penataan Visi, Misi Dan
Sistem Pendidikan, Dinamika Ilmu 11

36

Anda mungkin juga menyukai