Anda di halaman 1dari 21

Makalah Manajemen Gawat Darurat Terpadu (NICU & PICU) Pada

Kegawatdaruratan Pediatri

Oleh :
D-III KEBIDANAN TINGKAT 3.A
SEMESTER V

DHEA S.P.O.KOTA 1902005


FINGKY I.L PALAKUA 1902010
LINDAHWATY LAIYA 1902026
VENTI RAHMAN 1902031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH MANADO


PRODI DIII KEBIDANAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kegawatdaruratan Pada Pediatri”. Meskipun banyak tantangan dan hambatan
yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
meluruskan penulisan makalah ini, baik dosen maupun teman-teman yang secara
langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi positif dalam proses
pengerjaannya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, diharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah kami ini
untuk ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi peningkatan proses
belajar mengajar dan menambah pengetahuan kita bersama. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih.

Manado, 14 Oktober 2021


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................... 3
1.2.3 Pengertian dari pediatric……………………………………..5

1.2.3 Bagaimanakan pengkajian dalam kegawatdaruratan


pediatric?............................................................................... 7

1.2.3 Bagaimanakan pemeriksaan diagnostic dan kolaborasi


kegawatdaruratan pediatric?.................................................. 18

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 23


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pediatri adalah cabang ilmu kedokteran yang berkonsentrasi pada pencegahan,
diagnosis, pengobatan dan penanganan seluruh jenis penyakit pada pasien berusia
muda, yaitu bayi dan anak hingga remaja atau dewasa muda.Usia maksimal pasien
pediatri berkisar antara 18 dan 21 tahun. Usia ini merupakan masa transisi pasien
memasuki perawatan kesehatan dewasa.
Pediatri atau spesialis anak, tidak hanya fokus pada aspek-aspek penunjang
kesehatan yang dibutuhkan oleh anak, namun juga memahami perbedaan luas
antara gangguan kesehatan pada pasien anak dan dewasa. Hal terpenting dalam
fokus pediatri adalah tumbuh kembang fisik pasien anak. Tubuh anak yang
semula kecil, kemudian memasuki tahap perkembangan dari tahun ke tahun,
kebutuhan penunjang kesehatan pun berubah secara drastis, bahkan dalam waktu
yang relatif singkat. Di samping itu, beberapa faktor lain juga ikut terlibat, seperti
pada bayi yang baru lahir, perawatan kesehatan melibatkan pemeriksaan dan
penanganan cacat bawaan. Sedangkan pada balita, terdapat identifikasi gangguan
perkembangan yang berpotensi penyakit. Pembahasan unik lainnya, yaitu pediatri
memberikan panduan, pendidikan, dan terkadang memperbaiki kesalahan
orangtua atau wali dalam merawat anak mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Pengertian dari pediatric

1.2.2 Bagaimanakan pengkajian dalam kegawatdaruratan pediatric?

1.2.3 Bagaimanakan pemeriksaan diagnostic dan kolaborasi kegawatdaruratan


pediatric?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengkajian dalam kegawatdaruratan pediatric
1.3.2 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dan kolaborasi
kegawatdaruratan pediatric
BAB II
PEMBAHASAN
1.2.1 Pengertian
Pediatric berasal dari bahasa Yunani, yaitu Pedos yang berarti anak dan
Iatrica yang berarti pengobatan. Arti dari bahasa Indonesia adalah ilmu
pengobatan anak dan pengertian ini lebih tepat daripada ilmu penyakit anak yang
ternyata masih sering dipakai
Asuhan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten
untuk memberikan asuhan keperawatan di ruangan gawat darurat. Asuhan
keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah biologi, psikologi dan sosial
klien, baik aktual maupun potensial yang timbul secara bertahap maupun
mendadak.
Kegiatan asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan sistematikan
proses keperawatan yang merupakan suatu metode ilmiah dan panduan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dalam rangka mengatasi
masalah kesehatan pasien. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan
meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.
asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh
karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan
keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan.

1.2.2 Pengkajian dalam kegawatdaruratan pediatric


Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Dalam melakukan penilaian anak dalam keadaan gawat-darurat,
dibutuhkan pendekatan khusus agar diperoleh data sebanyak-banyaknya dan
mendekati ketepatan. Beberapa kekhususan yang diperhatikan antara lain:
 Teknik pendekatan sesuai tumbuh kembang anak
 Observasi awal. Salah satu metoda yang khusus dikembangkan untuk ini
dikenal dengan metoda segitiga penilaian pediatrik (PAT= Paediatric
Assessment Triangle). Teknik ini dikembangkan karena anak dapat
memperlihatkan sikap yang berbeda-beda sesuai taraf perkembangannya.
Dengan teknik ini pemeriksa dapat menilai berat ringannya kondisi anak
dengan cepat.
 Penilaian tanda vital yang dikenal dengan metoda ABCDE. Karena
perbedaan anatomi dan fisiologi, teknik pemeriksaan dan nilai normal
pada anak dapat berbeda untuk setiap kelompok usia.
 Memutuskan untuk tindakan selanjutnya dengan cepat, sesuai tingkat
kegawatan
 Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setelah kondisi vital stabil

Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu :


pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat
darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah
selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi : A:
Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol
servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai
kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure,
control lingkungan (Holder, 2002).
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang
mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai
dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam
tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway
Breathing Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah
sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh
yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam
kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi
kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer
pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien
(Mancini, 2011).
Pengkajian sekunder membahas mengenai proses anamnesis riwayat
kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan
pemeriksaan fisik head to toe untuk menilai perubahan bentuk, luka dan cedera
yang dialami pasien anak. Pengkajian ini hanya dilakukan setelah kondisi pasien
mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai
membaik.
1. Pengkajian Primer
a. Segitiga penilaian pediatrik (PAT: Pediatric Assessmen Triangle)
Teknik penilaian ini dilakukan tanpa memegang anak. Dengan melihat dan
mendengar, pemeriksa dapat mendapatkan kesan akan kegawatan anak. Tiga
komponen PAT adalah:
1) Penampilan anak
Penampilan anak seringkali merupakan cerminan kecukupan ventilasi dan
oksigenasi otak. Namun demikian beberapa keadaan lain dapat pula
mempengaruhi penampilan anak seperti hipoglikemi, keracunan, infeksi otak,
perdarahan atau edema otak atau juga penyakit kronik pada susunan saraf pusat.
Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metoda „TICLES‟
meliputi penilaian tonus (T= tone), interaktisi (I= interactiveness), konsolabilitas
(C= consolability), cara melihat (L= look/gaze) dan berbicara atau menangis (S=
speech/cry).
Tabel 1. Penilaian dengan metoda „Ticles‟ (TICLS)
Karakteristik Hal yang dinilai
Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan dengan
kuat? Apakah tonus ototnya baik atau lumpuh?
Interactiveness Bagaimana kesadarannya? Apakah suara mempengaruhinya?
Apakah ia mau bermain dengan mainan atau alat pemeriksaan?
Apakah anak tidak bersemangat saat berinteraksi dengan orang
tua/ pengasuh?
Consolabillity Apakah ia dapat ditenangkan orang tua atau pengasuh atau
pemeriksa? Apakah anak menangis terus atau tampak agitasi
sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?
Look/Gaze Apakah ia dapat memfokuskan penglihatan? Apakah
pandangannya kosong?
Speech/Cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat? Apakah
suaranya lemah?

2) Upaya napas
Upaya napas merefleksikan usaha anak mengatasi gangguan oksigenasi dan
ventilasi. Karakteristik hal yang dinilai adalah :
 Suara napas yang tidak normal
 Posisi tubuh yang khas
 Retraksi
 Cuping hidung
Tabel 2. Penilaian Upaya Napas
Karakteristik Hal yang dinilai
Suara napas yang tidak normal Mengorok, parau, stridor, merintih, menangis
Posisi tubuh yang tidak normal Sniffing, tripoding, menolak berbaring, head
bobbing
Retraksi Supraklavikula, interkosta, subternal
Cuping hidung Napas cuping hidung

3) Sirkulasi kulit
Sirkulasi kulit mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ
vital. Hal yang dinilai (tabel 5):
 Pucat
 Mottling
 Sianosis
Tabel 3. Penilaian Sirkulasi Kulit
Karakteristik Hal yang dinilai
Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang merah karena kurangnya
aliran darah ke darah tersebut
Mottling Kulit berbecak kebiruan akbiat vasokontriksi
Sianosis Kulit dan mukosa tampak biru

Penilaian ketiga hal ini, tanpa menyentuh anak, telah dapat memberikan
gambaran kasar tentang kegawatan anak dengan cepat. Secara ringkas
penggunaan PAT dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gawat Napas

Penampilan (N) Upaya napas 

Sirkulasi kulit (N)

Gagal Napas

Penampilan  Upaya napas /

Sirkulasi kulit N/

Syok

Penampilan  Upaya napas (N)

Sirkulasi kulit 

Gangguan metabolik, gangguan primer susunan syaraf pusat atau


intoksikasi

Penampilan  Upaya napas (N)

Sirkulasi kulit (N)

Gambar 1. Metoda PAT


b. Metoda „ABCDE‟
Teknik ini dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada anak. Komponen
pemeriksaan:
1) Airway (Jalan Napas)
Sekalipun dengan teknik „PAT‟ telah diketahui adanya obstruksi jalan napas,
namun derajat obstruksi perlu lebih terinci, antara lain untuk tindakan resusitasi.
Menilai jalan napas (airway) pada anak dengan kesadaran menurun dilakukan
dengan teknik „look, listen, feel‟ yaitu membuka jalan napas dengan posisi
sniffing, lalu melihat pengembangan dada sambil mendengar suara napas dan
merasakan udara yang keluar dari hidung/mulut (gambar 2).
Penilaian jalan napas diekspresikan sebagai:
 Jalan napas bebas
 Jalan napas masih dapat dipertahankan
 Jalan napas harus dipertahankan dengan intubasi
 Obstruksi total jalan napas

Gambar 2. Teknik „look, listen, feel‟

2) Breathing (kinerja napas)


Kinerja napas dinilai dengan menghitung frekuensi napas, menilai upaya
napas dan penampilan anak. Sesuai tingkat tumbuh kembang anak, frekuensi
normal berbeda-beda dengan perubahan usia (tabel 4). Frekuensi napas juga
dipengaruhi oleh berbagai keadaan. Pernapasan yang cepat dapat terjadi pada
demam, nyeri, ketakutan / kecemasan, atau emosi yang meningkat. Pernapasan
yang lambat dapat terjadi pada anak yang kelelahan akibat gawat napas yang tidak
segera ditolong. Karena itu dalam menilai upaya napas perlu diperhatikan nilai
ekstrim. Frekuensi napas di atas 60 kali/menit untuk semua usia, apalagi disertai
retraksi dan kesadaran menurun sangat mungkin menandakan gagal napas.
Freksuensi napas kurang dari 20 kali/menit untuk anak di bawah 6 tahun dan 15
kali/menit untuk anak kurang dari 15 tahun juga harus mendapat perhatian khusus.
Tabel 4. Frekuensi Pernapasan Normal Sesuai Usia
Usia Rentang Normal (x/mnt) Rata-rata Normal (x/mnt)
Bayi baru lahir 30 – 50 40
1 tahun 20 – 40 30
3 tahun 20 – 30 25
6 tahun 16 – 22 19
14 tahun 14 – 20 17
Dewasa 12 – 20 18
Sumber : DeLaune dkk (2002) dalam Oda Debora (2017)
Penilaian upaya napas dilakukan dengan melihat, mendengar, juga
menggunakan stetoskop dan alat pulse-oxymetry bila ada. Interpretasi suara napas
abnormal dapat dilihat dalam tabel 5.

Tabel 5. Interprestasi suara napas abnormal


Suara Penyebab Contoh Diagnosis
Stridor Obstruksi jalan napas atas Croup, benda asing, abses
retrofarings
Meningitis Obstruksi jalan napas Asthma, benda asing,
bawah bronkiolitis
Merintih (grunting) Oksigenasi tidak adekuat Kontusi paru, pneumonia,
pada ekspirasi tenggelam, IRDS
Ronkhi basah pada Cairan lendir atau darah Pneumonia, kontusi paru
inspirasi dalam jalan napas
Suara napas tidak  Obstruksi jalan napas  Benda asing asthma
ada dengan upaya total berat, pneumotoraks,
napas yang hemotoraks
meningkat  Gangguan transmisi  Efusi pleura, pneumonia,
suara pneumotoraks

Pulseoxymetry merupakan alat sederhana untuk menilai kinerja napas.


Pembacaan di atas saturasi 94% secara kasar dapat menunjukkan kecukupan
oksigenasi. Pembacaan di bawah 90% pada anak dengan oksigen 100% dapat
menunjukkan bahwa anak memerlukan ventilator. Interpretasi pulseoxymetry
harus dilakukan bersama dengan penilaian upaya napas, frekuensi napas dan
penampilan anak. Anak dengan gangguan napas kadang-kadang masih dapat
mempertahankan kadar oksigen darah dengan work of breathing yang meningkat.
Sementara anak dengan kelainan jantung bawaan biru dapat menunjukkan
saaturasi yang rendah tanpa distress napas.
3) Circulation (sirkulasi)
Penilaian sirkulasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung, perfusi
organ dan tekanan darah.
Denyut jantung normal sesuai usia dapat dilihat dalam tabel 6. Takikardi
dapat merupakan tanda awal hipoksia atau perfusi yang buruk. Namun dapat juga
terjadi pada demam, nyeri, ketakutan, dn emosi yang meningkat. Bradikardi dapat
memerikan indikasi hipoksia atau iskemia.
Perfusi organ dapat dinilai dengan menilai denyut nadi perifer, capillary refill
time dan tingkat kesadaran. Produksi urine juga merupakan indikator yang baik,
namun biasanya kurang diperhatikan orang tua. Perhatikan kualitas nadi. Bila nadi
brakial kuat, biasanya anak tidak mengalami hipotensi. Bila denyut nadi perifer
tidak teraba, cobalah meraba di femoral atau karotis. Tidak adanya denyut nadi
sentral merupakan indikasi untuk segera dilakukan tindakan pijat jantung.
Capillary refill time normal kurang dari 2-3 detik. Namun demikian capillary
refill time dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan, misalnya suhu udara yang
dingin.
Tabel 6. Rentang Normal Hasil Pengukuran Nadi
Usia Frekuensi Denyut Nadi per Menit
Bayi (0 – 1 tahun ) 120 – 160
Toddler (1 – 4 tahun) 90 – 140
Prasekolah (5 - <6 tahun) 80 – 110
Usia sekolah (6 - <18 tahun) 75 – 100
Remaja (10 – 18 tahun) 60 – 90
Dewasa (>18 tahun) 60 – 100
Sumber : DeLaune dkk (2002) dalam Oda Debora (2017)

Tekanan darah dipengaruhi ukuran manset. Lebar manset yang benar adalah
duapertiga panjang lengan atas. Pemeriksaan tekanan darah membutuhkan
kooperasi anak. Tekanan darah tinggi pada anak yang tidak berkooperasi baik
mungkin dapat menyesatkan. Namun tekanan darah rendah menandakan syok.
Formula tekanan darah sistolik terendah:

Tekanan Sistolik minimal= 70 + 2 x umur (dalam tahun)

4) Disability (status neurologik)


Evaluasi neurologik meliputi fungsi korteks dan batang otak. Fungsi korteks
dinilai dengan skala „AVPU‟ (tabel 7). Anak dengan penurunan skala AVPU pasti
disertai kelainan penampilan pada skala PAT. Anak dengan sakit atau cedera
sedang dapat mengalami gangguan penampilan pada skala PAT, namun
mempunyai skala AVPU pada tingkat A (A= Alert).

Tabel 7. Skala „AVPU‟


Katagori Rangsang Tipe respon Reaksi
„Alert‟ Lingkungan Sesuai Interaksi normal untuk
normal tingkat usia
„Verbal‟ Perintah  Sesuai  Bereaksi terhadap nama
sederhana atau  Tidak sesuai  Tidak spesifik/ bingung
rangsang suara
„Pain‟ Nyeri  Sesuai  Menghindar rangsang
 Tidak  Mengeluarkan suara
sesuai tanpa tujuan atau dapat
melokali-sasi nyeri
 Patologis  Posture
„Unresponsive‟ Tak ada respon yang dapat dilihat terhadap semua rangsang

Skala lain yang banyak digunakan untuk menilai fungsi korteks adalah skala
koma Glasgow. Penggunaan skala koma Glasgow untuk pasien gawat di lapangan
seringkali di anggap tidak praktis dan kontroversial.
Untuk mengevaluasi fungsi batang otak dilakukan pemeriksaan pola napas
sentral, postur tubuh (dekortikasi/deserebrasi/flacid), pupil dan reaksinya terhadap
cahaya serta evaluasi syaraf kranial lain. Refleks pupil dapat menjadi tidak normal
akibat hipoksia, obat-obatan, kejang atau herniasi batang otak.
Penilaian lebih lanjut dilakukan atas gerakan motorik. Perhatikan gerakan-
gerakan asimetrik, kejang, posture atau flasiditas. Pemeriksaan neurologis lebih
lengkap dilakukan pada tahap pemeriksaan tambahan.
5) Exposure (paparan)
Untuk melengkapi perlu juga dinilai hal lain yang dapat langsung terlihat,
contoh: ruam akibat morbili, hematoma akibat trauma, dan sebagainya. Ketika
melakukan pemeriksaan jagalah agar anak (terutama bayi) tidak kedinginan.

2. Memutuskan untuk tindakan selanjutnya

Setelah melengkapi tahap „PAT‟ dan „ABCDE‟, sekaligus resusitasi bila


dibutuhkan, petugas medis harus memutuskan tindakan selanjutnya yang meliputi:

 Meneruskan resusitasi
 Melakukan pemeriksaan / pemantauan lebih lanjut
 Merujuk

Proses ini amat tergantung pada kemampuan petugas, fasilitas yang ada dan sistim
penanggulangan kegawatan medis setempat. Bila fasilitas terbatas, lebih baik
untuk cepat melakukan rujukan untuk anak berisiko, antara lain:
 Cedera berat
 Riwayat penyakit berat (contoh: serangan asma yang berat yang tidak
memberikan respon adekuat terhadap pengobatan)
 Kelainan fisiologi yang terdekteksi pada pengamatan awal
 Kelainan anatomis yang dapat memberikan akibat fatal
 Nyeri hebat

2. Pengkajian Sekunder
Berikut ini merupakan pengkajian kegawatdaruratan pada pediatric :
1. Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, no. RM, serta diagnose medis.
2. Keluhan utama, meliputi keluhan yang sedang dialami pasien
3. Pengkajian primer
Pada pengkajian primer membahas mengenai proses evaluasi awal yang
sistematis untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah
yang mengancam kehidupan pada pasien yang mengalami kondisi gawat
darurat, yang meliputi Airway maintenance dengan cervical spine protection,
Breathing dan oxygenation, Circulation dan kontrol perdarahan eksternal,
Disability-pemeriksaan neurologis singkat dan Exposure dengan kontrol
lingkungan.
Setiap langkah dalam melakukan pengkajian primer harus dilakukan
dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim
dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang
telah dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga
akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan
mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci
untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang
melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Berikut ini merupakan algoritme pengkajian primer menurut Advanced
Trauma Life Support :
 Airway maintenance with C-spine protection (mempertahankan jalan
napas sambil melindungi tulang servikal
 Breathing and ventilation ( pernapasan dan ventilasi)
 Circulation with hemorrage control (sirkulasi dan pengendalian
perdarahan)

a. Jalan Napas
Nilai dan bebaskan jalan napas sambil melakukan imobilisasi tulang
servikal jika diperlukan
1) Gunakan metode jaw thrust tanpa head tilt jika dicurigai terdapat
cedera tulang servikal
2) Siapkan alat pengisap setiap saat
3) Tentukan perlu-tidaknya pemasangan jalannapas definitif (intubasi)
4) Indikasi pemasangan intubasi:
a) Tidak mampu mempertahankan jalan napas
b) Memerlukan ventilasi tekanan positif
c) Luka bakar pada jalan napas atau cedera inhalasi
d) Cedera kepala berat GCS <8
e) Trauma maksilofasial mayor
b. Pernapasan
Cari penyebab gagal napas:
1) Hipoventilasi akibat cedera otak
2) Pneumothoraks atau tension pneumothoraks
3) Hematotoraks
4) Dada gail (fail chest)
5) Kontusio paru
6) Kebanyakan cedera otak dapat di diagnosis melalui anamnesis,
pemeriksaan, dan rontgen toraks
7) Pneumotoraks terbuka
c. Sirkulasi
Cari tanda syok, tentukan penyebab, dan laksanakan terapi:
1) Nilai adanya perdarahan, cari perdarahan aktif luar dan dalam
(terjadi pada cedera organ dalam yang padat)
2) Pasagang akses pembuluh darah dengan dua akses IV berdiameter
besar dan lakukan resusitasi volume
3) Cari adanya ketidakstabilan hemodinamik, yang dapat tetap ada
eskipun sudah dilakukan resusitasi volume; perimbangkan adanya
perdarahan yang tidak terlihat serta syok spinal.
4) Cegah atau segera atasi penyebb potensial cedera otak sekunder,
seperti hipovolemia, hipetensi, dan hipoksia
d. Disabilitas
Lakukan penilaian neurologik secara cepat untuk engetahui kondisi yang
memerlukan intervensi segera::
1) Terapkan skala respons AVPU:
a) Alert – awas
b) Verbal – responsi terhadap rangsangan verbal
c) Painful – responsiif terhadap rangsangan nyeri
d) Unresponse
e) Pikirkan indikasi
2) Tentukan skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS)
3) Periksalah pupil lihat adakah perbedaan ukuran, diatasi, atau
respons yang ambat terhadap cahaya.
4) Pikirkan indikasi pemberian ventilasi bantuan (termasuk GCS < 8)
e. Pemeriksaan daerah yang tertutup pakaian dan pengendalian lingkungan
luar
1) Lepas semua baju, cari adanya cedera, ukur suhu inti tubuh, dan
pertahankan lingungan dalam suhuh netral.
2) Cegah dan atasi hipotermia yang signifikan.

Resusitasi awal
1. Bebaskan dan pertahankn jalan napas
2. Tangani masalah pernapasan/toraks akut
3. Pasang dua akses IV berkaliber besar
4. Jika perfusi sistemik tidak adekuat, ganti volume secara cepat
menggunakan NS 20 ml/kg

Pemeriksaan rutin: “skrining trauma”

1. Darah tepi lengkap dan hitung jenis, golongan darah dan skrining
2. Elektrolit, glukosa, kreatinin, urea
3. Fungsi hati: AST ALT, fisfatase alkali
4. Profil koagulasi: PT, PTT, INR
5. Amilase
6. Kadar alkohol darah
7. Urinalisis.

5. Jika frekuensi denyut jantung, tingkat kesadaran, pengisisan kapiler


kembali, dan tanda perfusi sistemik lainnya tidak membaik, segera beri
bolus kedua NS atau RL 20 ml/kg
6. Jika perfusi sistemik tidak berespins terhadap pemberian kristaloid 60
ml/kg, pertimbangakan transusi PRBC 10-15 ml/kg

4. Pengkajian sekunder
Membahas mengenai proses anamnesis riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan pemeriksaan fisik head to
toe untuk menilai perubahan bentuk, luka dan cedera yang dialami pasien
dewasa.

1.2.3 Pemeriksaan diagnostic dan kolaborasi


Pemeriksaan diagnostic diperlukan untuk melengkapi proses pengkajian gawat
darurat pada pasien anak, meliputi : Endoskopi, bronkoskopi, CT scan, USG, dll.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pemeliharaan kesehatan pada anak tidak dapat berjalan dengan hanya peran orang
tua dan tenaga kesehatan saja, akan tetapi peran – peran yang lain harus dapat
mendukung seperti : peran masyarakat, peran bermacam – macam tingkat sistem
pemeliharaan kesehatan yang lain, dan pengkoordinasian dengan sector – sector
bukan kesehatan yang lain
Metode pemberian keamanan / safety berbeda sesuai usia dan perkembangan
anak, antara lain :
1. Keamanan dan pencegahan cedera pada masa bayi
2. Keamanan dan pencegahan cedera pada masa anak – anak
3. Keamanan dan pencegahan cedera selama usia sekolah
4. keamanan dan pencegahan cedera selama remaja

3.2 SARAN

Berdasarkan makalah kami yang berjudul “ Kegawatdaruratan pediatric “


menyarankan kepada para orang tua agar lebih memahami pendidikan kesehatan
yang di berikan oleh tenaga kesehatan karena peran orang tua begitu penting
dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangn anak serta
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan anak.
DAFTAR PUSTAKA

Debora, Oda. 2017. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai