Pada tahun 2002, ia lulus dengan gelar L.C dari Universitas Al-Azhar, Kairo,
Mesir, jurusan Tafsir dan Ilmu Alquran Fakultas Ushuluddin. Ia mendapat gelar
magisternya dari Universitas al-Khurtūm Sudan pada tahun 2004 dengan tesisnya
yang berjudul “Ta’līm al-Lughat al-Arabiyyah li ghair an-Nāṭiqīn bihā”. Pada tahun
2007, ia lulus dari studi doktoralnya dengan judul disertasi “al-Manhaj wa aṭ-Ṭuruq
at-Tadrīs” di Universitas Neelain, Sudan.
Gus Awis (Dr. H. M. Afifuddin Dimyati) yang tergabung Dalam tim Dewan
Pakar Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran pernah menjadi salah satu narasumber
seminar Internasional ke 2 “Kajian & Pengembangan Mushaf Standard Indonesia”
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Seminar yang dilaksanakan di hotel Harris
Bekasi 14-16 November 2017 ini fokus pada kajian rasm dan kajan ini menjadi
bagian dari kajian & pengembangan Mushaf Al Qur’an yang dilakukan oleh lajnah
pada aspek Rasm, dhobt, tanda waqaf dan aspek penulisan lainnya.
Beliau juga pernah bekerja sebagai Musyrif dalam acara MTQ provinsi Jawa
Timur cabang lomba penafsiran Alquran menggunakan Bahasa Arab.
Sekarang ia bekerja sebagai Dosen Bahasa dan Sastra Arab serta Pengajaran
Bahasa Arab di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Ia juga bekerja
sebagai Dosen Tamu di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Ia bekerja juga sebagai
dosen ílm ad-dilālah wa al-Maā’jim wa ílm al-lughah al-Ijtimāī’ di Universitas Dār
ad-Da’wah wa al-Lughah di Bangil, Pasuruan. Ia juga bekerja sebagai dosen Ilmu
Alquran di IAIN Tulungagung. Terakhir, ia juga bekerja sebagai Direktur
Dākhiliyyah Hidāyah al-Qur’ān li at-Tahfīzh wa ad-Dirāsah al-Qur’āniyyah Pondok
Pesantren Darul ulum, Peterongan, Jombang.
Sebuah ilmu adalah amanah yang harus disampaikan kepada umat dan salah
satu caranya adalah dengan menulis. Sebagai penulis yang produktif, beliau
mengatakan bahwa ide adalah sebuah amanah dari Allah. Maka dari itu setiap
mendapat ide tulisan, beliau akan mencatatnya dan berniat untuk menuangkan ide-ide
tersebut dalam bentuk kitab.
Beliau menganggap bahwa hal ini adalah bukti bahwa setiap buku ada
pembacanya, setiap buku pasti ada pencarinya. Dua bukunya yang fenomenal adalah
Asy-Syamil fi Balaghatil Quran dan Jam’u al-‘Abir fi Kutub al-Tafsir, karya ini
dibaca oleh Mahasiswa yang sedang belajar di Al-Azhar Mesir.
Kitab ini juga mengkaji sejumlah kitab tafsir berbagai aliran yakni
Ahlussunnah, Syiah, Mu’tazilah, Khawarij, bahkan sufi dan batiniyah. Dalam Jam’ul
Abir, kitab-kitab tafsir dunia juga diurutkan sesuai tahun meninggalnya mufassir. Ini
sangat membantu dalam rangka mengetahui perkembangan studi tafsir sepanjang
sejarah Islam. Dari 440 kitab tafsir yang dibahas, sebagian besar mengenalkan tafsir-
tafsir karya ulama Nusantara, dan Asia Tenggara ke dunia Islam.
Tentu saja ini sangat menarik, karena dengan mambaca karya ini, harapannya
agar pakar-pakar tafsir di Timur Tengah kontemporer setelah membaca kitab ini bisa
mengenal Syekh Abdur Rauf as Sinkili, Kiai Shalih Darat, Mbah Kiai Bisri Musthofa,
Mbah Kiai Misbah Musthofa, Syekh Muhammad Said bin Umar al Malaysia, KH
Ahmad Sanusi, Syekh Ahmad Shonhaji as-Singapuri dan nama lain, serta mengetahui
tafsir yang mereka persembahkan untuk umat Islam di Asia Tenggara. Kelebihan lain
ini juga menampilkan berbagai kitab tafsir dari berbagai bahasa di dunia. Dari mulai
Arab, Inggris, Prancis, Urdu, Parsi, Melayu, Indonesia, Jawa, Sunda dan sebagainya.
Dengan karyanya yang begitu banyak, bahkan dicetak di Mesir, negeri yang
dikenal dengan menara ilmu islam dan digunakan di almameternya, termasuk di Al-
Azhar dan Universitas Khartoum, Sudan, maka beliau layak dianggap penerus ulama
Nusantara di Hijaz (Jazirah Arab).
B. Karya-karyanya
Tradisi menulis dalam bahasa Arab tidak berakhir sampai awal abad ke-20,
atau era perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, namun terus berlanjut, tetapi
dari segi kuantitasnya amat sedikit. Karena belakangan, pengaruh dari kalangan ulama
modernis atau reformis begitu masif, sehingga kiai-kiai lebih senang menulis dalam
bahasa Indonesia, dan sebagian masih mempertahanknya dengan menggunakan Arab
pegon, dan yang sedikit itu antara lain adalah Gus Awis. Beliau merupakan sosok
yang termasuk masih mempertahankan tradisi ulama Nusantara, menulis dengan
bahasa Arab di era melenial ini. Karya yang pernah ditulis diantaranya:
1. Surat al-fatihah