Disusun Oleh:
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya peneliti dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan ini, peneliti telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
Kerabat terdekat yang selalu setia menemani dalam penyusunan Makalah ini.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulisan Makalah ini.
Semua teman-teman Akper Karya Bakti Husada Yogyakarta yang telah memberikan banyak bantuan,
semangat, dan dorongan untuk penulisan Makalah ni.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya penelitian ini.
Hukum mengurus jenazah muslim adalah fardhu kifayah. Ada empat kewajiban seorang muslim
terhadap saudaranya, orang Islam yang meninggal dunia yaitu memandikan, mengafani,
mensholatkan dan menguburkannya.Sholat jenazah juga merupakan salah satu kewajiban umat Islam
terhadap jenazah dan hukumnya fardhu kifayah. Arti fardhu kifayah adalah kewajiban yang bersifat
kolektif, artinya kewajiban ini dianggap sudah terpenuhi bila di dalam suatu wilayah ada beberapa
orang yang melakukannya. Namun jika tak ada yang menjalankannya, maka semua orang di wilayah
itu ikut berdosa.
Tebar sawur adalah tradisi menaburkan /menebarkan recehan dan beras kuning saat akan
mengantarkan jenazah kepemakaman.
b). Uborampe
Ubrorampe merupakan seperangkat sarana yang dibutuhkan dalam prosesi pengurusan jenazah,
seperti kain kafan, kapas, wangi²an, dll.
Sebenarnya ini juga masih dalam rangkaian uborampe. Hanya saja keberadaannya cukup mencolok
dan masih diakukan oleh banyak masyarakat. Rangkaian bunga yang awalnya konon harus terdiri dari
lima jenis ini sudah mulai hilang Akan tetapi keberadaan rangkaiannya masih ada sampai kini di
sebagian tempat.Rangkaian ini dipasang di bagian depan keranda. Di atas keranda pas di kepala
jenazah ini pula yang nanti akan dipayungi hingga sampai ke pemakaman. Ada yang menggunakan
payung hujan biasa, tapi ada juga yang dibuatkan payung khusus untuk keranda.Lalu apakah menjadi
satu hal yang dilarang ? Tidak ada pembahasan secara khusus dalam kitab-kitab fiqih tentang
rangkaian bunga ini. Namun jika dilakukan pembahasan secara khusus dalam kitab-kitab fiqih tentang
rangkaian bunga ini. Tapi bila dilakukan dengan keyakinan tertentu, maka meninggalkan hal tersebut
tentu jauh lebih hati-hati.Sedangkan terkait payung, memang ada pembahasannya dalam beberapa
kitab.Hanya saja bukan terkait payung keranda. Dulu umar pernah melarang pemasangan payung di
kuburan. Kata Umar, biarlah amalnya di dunia yang memayungi penghuninya. Makanya Ibnu Hajar Al
Haitami mengatakan kalau payung tersebut difungsikan untuk memayungi para peziarah kubur, maka
tidak ada masalah.Ibnu Hajar melihat tidak ada masalah jika payung di kuburan itu memang ada fungsi
berteduh bagi para peziarah. Tapi jika tidakada fungsinya, maka baru akan menjadi masalah. Minimal
dihukumi makruh.Nah payung keranda juga kita perlu tanyaka
3. tentang kajian seputar fiqih jenazah ini adalah bahwa sebenarnya bila kita mau sedikit saja
meluangkan waktu untuk mempelajarinya,maka praktik pengurusan jenazah itu tidaklah sesulit
seperti apa yang ada dalam benak sementara orang.prinsip-prinsip pengurusan jenazah yang disebut
sebagai rukun-rukun dan syarat-syarat itu jika sudah terpenuhi, maka praktik pengurusan Seorang
yang hafal di luar kepala tentang teori pengurusan jenazah belum tentu bisa tampil dengan terampil
saat terjun langsung mengurus jenazah. Tetapi jika pengurusan jenazah itu memang adalah kegiatan
rutinnya, maka pekerjaan tersebut bisa diselesaikan tanpa harus memakan banyak waktu.
Walaupun pengurusan jenazah itu bisa dibilang simple, namun dalam pengurusan nya dari
memandikan, mengkafani,mensholati dan menguburkan kita harus menjaga kehormatan jenazah
tersebut dan memuliakan nya.Dalam menjaga kehormatan dan memuliakan almarhum, kita bisa
melakukan hal hal berikut, seperti :
1.Tidak boleh melihat atau menyentuh aurat almarhum bahkan yang bukan bagian aurat almarhum
kalau bisa sebaiknya tidak dilihat. Dalam hal ini, aurat mayit sama dengan aurat orang hidup.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Janganlah engkau melihat ke paha
orang hidup maupun orang mati.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu majah)
3.Disunahkan berdiri jika ada jenazah yang lewat. Rasulullah bersabda , yang artinya : “ Jika kalian
melihat jenazah, maka berdirilah, kemudian bagi mereka yang mengiringi jenazah sampai ke kuburan
janganlah duduk sampai mayit dimasukkan ke liang lahad” ( HR. Abu Sa'id Al-Khudri)
6.Mensholatkan jenazah
8.Mendoakannya
Mentalqin adalah menuntun seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat
syahadat Laa Ilaaha Illa Allah. Mentalqin seseorang yang akan meninggal dunia disunnahkan bagi
orang yang ada di sisi orang yang akan meninggal dunia, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam:sala
Imam Al Qurthubiy berkata: “Para ulama’ kami mengatakan bahwasanya mentalqin orang yang akan
meninggal dunia adalah merupakan sunnah dari para pendahulu ummat ini, yang kemudian diamalkan
oleh kaum muslimin hingga saat ini. Tujuannya adalah agar akhir ucapan yang keluar dari orang yang
akan meninggal dunia adalah “Laa ilaaha illa Allah”. Sehingga dia menjadi orang yang berbahagia
karena termasuk dalam golongan orang yang dikatakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam :
“Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah “Laa ilaaha illa Allah” maka akan masuk surga”Selain itu
untuk mengingatkan orang yang akan meninggal dunia terhadap sesuatu yang dapat menolak
gangguan setan karena setan akan mendatangi orang yang akan meninggal dunia dalam rangka untuk
merusak akidahnya”.
Mentalqin orang yang akan meninggal dunia cukup sekali saja, tidak perlu diulang-ulang kecuali
apabila setelah di-talqin dia mengucapkan kalimat yang lain maka hendaknya diulang sekali lagi agar
akhir ucapannya adalah kalimat syahadat.Imam Al Qurthubiy berkata: “Apabila seorang yang akan
meninggal dunia telah membaca ‘Laa Iaaha Illa Allah’ satu kali maka tidak perlu diulang lagi”.Ibnu Al
Mubarak berkata: ”Talqinlah orang yang akan meninggal dunia dengan kalimat ‘Laa Ilaaha Illa Allah’
dan jika telah mengucapakannya maka jangan diulangi lagi”5.
Imam al Qurthubiy berkata: “Telah mengatakan Abu Muhammad Abdul al Haq, hal tersebut adalah
dikarenakan jika orang yang akan meninggal dunia di-talqin secara berulang-ulang ditakutkan ia
merasa terusik dan bosan sehingga setan akan membuatnya berat mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illa Allah‘
dan kemudian akan menjadi sebab jeleknya akhir hayatnya”.Al Hasan bin Isa mengatakan: “Ibnu al
Mubarak telah berkata kepadaku: Talqinlah dengan kalimat syahadat dan janganlah kamu
mengulangnya kecuali jika ia mengucapkan kalimat yang lain. Tujuan talqin adalah agar seseorang
meninggal dunia sedangkan di hatinya tidaklah ada kecuali Allah, karena pusara hal ini adalah hati.
Amalan hati yang akan dilihat dan amalan hati yang merupakan sebab keselamatan. Adapun amalan
lisan yang bukan merupakan terjemah apa yang ada di dalam hati maka tidaklah
berfaedah”.Diriwayatkan dari Abdullah bin Syubrumah ia mengatakan, “Aku bersama Amir bin asy
Sya’biy mendatangi seorang laki-laki yang sakit dan kami menjumpainya akan meninggal dunia dan
seorang laki-laki mentalqinkan kalimat syahadat kepadanya. Laki-laki yang mentalqin tadi
mengatakan, ucapkanlah ‘laa ilaaha illa Allah‘ dan terus-menerus mengulanginya. Melihat hal itu maka
asy Sya’biy mengatakan: “Bersikap lembutlah kepada saudaramu”. Orang yang sakit tadi lantas
berbicara: ‘Baik engkau mentalqinkanku atau tidak, aku tidaklah akan meninggalkannya’. Lalu ia
membaca firman Allah ta’ala:
َوأَلْزَ َم ُه ْم َك ِّل َمةَ التَقْ َوى َوكَانُوا أَ َحقَ بِّ َها َوأَ ْهلَ َها
“Dan Allah mewajibkan mereka kalimat taqwa dan mereka berhak terhadap kalimat tersebut dan
patut memilikinya”.Asy Sya’biy mengatakan: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan
sahabat kami ini’“.
Imam al Qurthubiy mengatakan: “Dan kadang kala talqin dilakukan dengan menyebutkan hadits
tentang talqin di sisi seorang yang alim sebagaimana disebutkan oleh Abu Nu’aim bahwasanya Abu
Zur’ah sedang dalam keadaan akan meninggal dunia dan di sisinya ada Abu Hatim, Muhammad bin
Salamah, Mundzir bin Syaadzaan dan sekelompok ulama’ yang lainnya.Lalu mereka menyebutkan
hadits talqin namun merasa malu terhadap Abu Zur’ah. Lantas mereka mengatakan, wahai sahabat-
sahabat kami marilah kita mengingat-ingat kembali hadits tentang talqin.Abu Maslamah berkata:
‘Telah menceritakan kepada kami Adh Dhahak bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Abu
‘Ashim, ia berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abi Gharib….
dan Abu Masalamah tidak melanjutkan sementara yang lain diam.Berkata Abu Zur’ah sedangkan
beliau dalam keadaan akan meninggal dunia: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim dari Abdul
Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abi Gharib dari Katsir bin Murrah al Hadhramiy dari Mu’ad bin Jabal
berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:“Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah
‘Laa ilaaha illa Allah’ maka akan masuk surga”.Dan dalam riwayat lain:“Allah mengharamkannya dari
api neraka”Dan akhirnya beliau rahimahullah meninggal dunia”
Membacakan Al-Quran
Kematian adalah suatu kepastian dari Allah SWT, jika waktu itu datang, tak ada satupun dari kita yang
dapat menundanya.Dalam menuju kematian umat manusia terkadang diuji dengan sakaratul maut yang
lama, sehingga menyebabkan orang tersebut serasa tersiksa atas apa yang menimpanya.Hal tersebut
bisa terjadi karena dosa-dosanya atau sudah menjadi kehendak dari Allah SWT. Banyak di antara kita
yang mungkin pernah melihat kejadian seperti ini. Saat mengalami hal tersebut, hendaklah kalian
membaca salah satu atau kedua surah yang akan mempermudah proses sakaratul maut seseorang
tersebut.Terdapat dua surah yang dengan izin Allah akan mempermudah sakaratul maut seseorang yaitu
surah Yasin dan surah Ar-Ra’d. Para ulama sangat menganjurkan kita yang sedang mengalami masalah
tersebut untuk membaca salah satu atau dua surah tersebut.Dari sahabat Ma’qal bin Yasar dia berkata,
Rasulullah SAW bersabda: “Bacakanlah surah Yasin atas orang-orang yang hendak meninggal.” Dalam
tafsir Ash-Shawi, Imam Ahmad Ash-Shawi juga menjelaskan sebuah hadist: “Apabila surah Yasin
dibaca di samping orang yang sedang sakaratul maut, maka Allah memudahkan keluar ruh dari
tubuhnya.”Sementara, mengenai keutamaan dari surah Ar-Ra’d yang juga dapat mempermudah
sakaratul maut seseorang. Dijelaskan oleh Imam Jabir bin Zaid ia berkata: “Membaca surah Ar-Ra’du
juga dapat mempermudah sakaratul maut seseorang dan membantu memudahkan keluarnya ruh dari
badan seseorang.”Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Raudhatut Thalibin: “Dan
disunnahkan membaca surah Yasin pada orang yang sakit keras (sakaratul maut). Sebagian ulama
tabi’in juga mensunnahkan untuk membacakan surah Ar-Ra’d. Disunnahkan untuk membaca surah Ar-
Ra’du di samping orang yang sakaratul maut. Karena perkataan Jabir bin Zaid; karena sudah Ar-Ra’d
bisa memudahkan keluarnya ruh.”Berdasarkan penjelasan tersebut, maka jelaskah bahwa membaca
surah Ar-Ra’d di samping orang yang sakaratul maut disunnahkan dan membantu mempermudah keluar
dari jasad seseorang tersebut seperti halnya membaca surah Yasin.Selain itu hokum membacakan Al-
Quran untuk arwah orang mati dengan maksud menghadiahkan pahalanya kepada seorang muslim yang
telah mati merupakan masalah yang menjadi perselisihan para ulama. Tentang hal ini ada dua pendapat.
1. Perbuatan ini tidak ada tuntunannya dalam syariat dan orang mati tidak lagi memperoleh
manfaat dari bacaan Al-Quran ini.
2. Orang yang mati memperoleh manfaat dari bacaan ini. Seseorang boleh membaca dengan niat
pahalanya untuk si A atau si B yang muslim, baik ia masih kerabat atau bukan kerabat
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat kedua karena membaca Al-Quran termasuk
kategori ibadah yang pahalanya boleh dipindahkan kepada orang yang telah mati. Hal ini
sebagaimana tersebut pada Hadits Sa’ad bin ‘Ubadah ketika ia mewakafkan kebunnya untuk
ibunya, dan juga tersebut pada Hadits tentang kasus seorang shahabat laki-laki yang berkata
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ibunya yang telah lumpuh sampai meninggal,
“Saya mengira bahwa seandainya beliau masih dapat berbicara sewaktu hidupnya, niscaya ia
akan mewakafkan hartanya. Apakah sekarang saya boleh mewakafkan harta atas namanya?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”
Ini adalah kasus-kasus individual yang menunjukkan bahwa menghadiahkan pahala
ibadah kepada seorang muslim dibolehkan, begitu pula membaca Al-Quran. Akan tetapi, yang
lebih baik adalah Anda cukup mendoakan orang yang telah mati tersebut, sedangkan amal-amal
shalih yang Anda lakukan untuk diri Anda sendiri, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
َ اريَة أَ ْو عِلْم ينْفَع بِ ِه أَ ْو َولَد
صالِح يَدْع ْولَه َ ع َمله إِلا م ِْن ثَالَثَة إِلا م ِْن
ِ صدَقَة َج َ عنْه َ ْإِذَا َماتَ اْ ِإلن
َ َسان انْق
َ ط َع
“Apabila manusia telah mati maka amalnya terputus, kecuali tiga hal: sedekah jariyah (wakaf),
ilmu yang terus memberi manfaat, atau anak shalih yang mendoakan kebaikan dirinya.”
Pada hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan “… atau anak
shalih yang membaca Al-Quran untuknya atau shalat untuknya atau puasa untuknya atau
bersedekah atas namanya,” tetapi beliau bersabda, “…atau anak shalih yang berdoa untuk
kebaikannya.” Konteks kalimat ini berkaitan dengan amal. Hal ini berarti doa seseorang untuk
orang yang telah mati adalah lebih baik daripada menghadiahkan amal shalih dirinya kepada
orang lain. Demikianlah, sebab setiap orang memerlukan amal shalih agar kelak pahalanya
menjadi simpanan dirinya di sisi Allah.Adapun yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang
membcaa Al-Quran untuk yang mati adalah dengan mengupah seseorang, misalnya dengan
mengundang seorang pembaca Al-Quran yang diupah dan pahalanya untuk si mati, hal ini
merupakan perbuatan bid’ah dan pahalanya tidak sampai kepada si mati karena si pembaca
hanya bermaksud mencari dunia. Barangsiapa melakukan ibadah dengan tujuan mencari dunia
maka ia tidak mendapatkan bagian akhirat sedikit pun. Allah berfirman,
ْس لَه ْم فِي اْألَخِ َرةِ إِلا ِ َم ْن كَانَ ي ِريْد الْ َحيَاةَ الدُّنْيَا َو ِزيْنَتَ َها ت َو
َ أولَئِكَ الا ِذيْنَ لَي. َف إِلَيْ ِه ْم أَ ْع َمالَه ْم َوه ْم فِيْ َها لَ يبْخَس ْون
َصنَع ْوا ِفيْ َها َوبَاطِ ٌل َما كَان ْوا َي ْع َمل ْون َ الناار َو َح ِب
َ ط َما
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu
tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang di akhirat tidak memperoleh sesuatu kecuali
neraka, dan di akhirat itu lenyaplah apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah
apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16).n
Ada beberap hal yang perlu dilakukan kita sebagai umat muslim ketika seorang mengalami al-
maut (kematian) diantaranya :
1. memejamkan matanya
Setelah seseorang meninggal dunia hendaklah segera memejamkan matanya seperti hal yang
dilakukan nabi Muhammad dalam satu cerita. Rasulullah SAW saat bertakziah ke almarhum Abu
Salamah beliau memejamkan matanya yang saat itu masih terbuka. Rasulullah bersabda bahwa saat
ruh dicabut maka akan diikuti oleh pandangan mata. Maka beliau juga pernah bersabda, “Jika kalian
menghadiri orang mati di antara kalian, pejamkanlah matanya”Para ulama’ telah menyepakati
Tindakan tersebut namun tidak ada doa tertentu yang wajib dilafalkan, memang Sebagian ulama’ ada
yang mengajarkan satu doa dalam rangkan menutup jenazah namun jika tidak melafalkan doa pun
tidak masalah.
2. Melemaskan persendian
Jasad yang sudah cukup lama dibiarkan akan menjadi kaku, untuk menghindari patah saat
memandikan diperlukan pelemasan sendi. Cara : Dengan menggerakkan setiap sendi pada tubuh
seperti sendi tangan, jari-jari, betis ke paha, paha ke perut, dll.
A. Para sahabat mengatakan ketika akan memandikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:
B. Agar badannya tidak cepat rusak karena pakaian yang melekat padanya akan memanaskan
tubuhnya.Jenazah apabila terkena hawa panas maka akan cepat rusak. Kadang-kadang keluar
kotoran yang akan mengotorinya sehingga akan tampak menjijikkan dan menimbulkan bau yang
tidak sedap.
َ ُ أَس ِّْرعُوا بِّالْ ِّجنَازَ ةِّ فَإِّ ْن تَك:َع ْن النَبِّي ِّ صلى هللا عليه وسلم قَال
َصا ِّل َحةً فَ َخي ٌْر تُق َِّد ُمونَ َها َو ِّإ ْن يَكُ س َِّوى ذَلِّك َ ع ْن أَبِّي ه َُري َْرةَ رضي هللا عنه
َ
ُع ْن ِّرقَابِّك ْم
َ ُضعُونَهَ َفش ٌَّر ت َ
Segeralah mengurus jenazah. Karena jika jenazah itu adalah orang shalih, berarti kalian "
telah mempercepat kebaikan untuknya. Dan jika jenazah tersebut selain orang shalih, berarti
kalian telah meletakkan kejelekan di pundak kalian." (HR Bukhari no 1315 dan Muslim no
.(944Di samping itu, dikutip dari buku Shalat Jenazah karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin
dengan judul asli 'Shalatul Jinazah', ada beberapa hal yang perlu dilakukan terhadap jenazah seorang
Muslim.
Pertama, seseorang dapat menutup mata mayit, karena Rasulullah SAW menutup kedua mata Abu
Salamah ketika wafat. Beliau SAW bersabda:
إن: ثم قال، فأغمضه، وقد شق بصره، على أبي سلمة- صلى هللا عليه وسلم- دخل رسول هللا:عن أم سلمة رضي هللا عنها قالت
الروح إذا قُبِّض تبعه البصر
. .Sesungguhnya pandangan mata akan mengikuti ruh saat keluar." (HR Muslim) "
Kedua, melemaskan seluruh persendian si mayit agar tidak mengeras, serta meletakkan sesuatu di
atas perutnya agar tidak mengembung.
Ketiga, menutup sekujur jasad si mayit dengan kain. Berdasarkan hadits Aisyah RA, dia berkata,
"Ketika Rasulullah SAW wafat, jenazah, beliau ditutupi dengan kain yang bercorak." (muttafaqun
alaihi).
Kelima, menguburkan jenazah di kota tempatnya meninggal dunia. Sebab pada saat peperangan
Uhud, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat agar menguburkan para syuhada yang gugur, di
tempatnya masing-masing, tidak perlu dipindah ke tempat lain.
Sehubungan dengan harta, utang-piutang merupakan salah satu hal penting yang dibahas dalam fiqih.
Karena dalam sebuah hadits diterangkan bahwa Rasulullah Saw. tidak mau menshalati jenazah yang
masih menanggung utang. Karena orang yang meninggal masih dalam keadaan menanggung utang, di
akhirat kelak akan dituntut dan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu setiap muslim harus
berusaha sekuat tenaga melunasi utang-utangnya. Kalau memang tidak mampu, hendaknya meminta
kerelaan dain (pihak yang memberi utang) untuk membebaskannya. Dalam istilah fiqih hal ini disebut
dengan istilah ibra’. Kewajiban membayar utang tidak gugur meski telah meninggal. Sebab dengan
kematian akan terjadi proses pewarisan atau peralihan kepemilikan dari si jenazah kepada ahli
warisnya. Termasuk harta yang diwariskan adalah utang-utang yang diberikan kepada si jenazah
kepada orang lain semasa hidupnya. Dengan demikian, madin (pihak yang berutang) diwajibkan
membayar utangnya kepada ahli waris almarhum atau almarhumah. Adalah beban madin untuk
berusaha mencari mereka guna membayar utang. Pertanyaannya, bagaimana jika ahli waris tidak
diketahui tempatnya? Seandainya semua ahli waris tidak ditemukan, dan madin pun tampak putus
asa, tidak ada harapan sama sekali, kondisi ini tidak secara otomatis menggugurkan kewajiban. Dia
masih terbebani melunasinya. Bagaimana caranya? Hal itu diatur dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin,
yakni dengan menyerahkan utang itu untuk kepentingan umat Islam. Jika di daerahnya kebetulan ada
usaha pembangunan masjid atau madrasah, utang tersebut bisa disumbangkan. Meski jumlahnya
mungkin tak seberapa dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan itu. Karena
yang penting, si madin menemukan saluran untuk melunasi utangnya. Dalam hukum utang-piutang,
bila utang beras 10 kilogram, maka membayarnya juga dengan jumlah dan kualitas yang sama pula.
Utang seratus ribu rupiah membayarnya juga seratus ribu rupiah. Itu adalah kewajiban dan ketentuan
minimal. Dalam suatu hadis Rasulullah Saw. bersabda: Artinya: “Sesungguhnya yang terbaik diantara
kalian adalah yang paling baik dalam membayar utang” (Muttafaq Alaihi) Membayar utang dengan
baik, artinya membayar degan jumlah lebih besar atau dengan kualitas lebih baik, disamping tidak
mengulur-ulur waktu kalau pada kenyataanya telah sanggup melunasi. Hanya saja, harus diingat,
tambahan yang dibayarkan haruslah dilakukan dengan sukarela dan tidak disyaratkan pada saat akad
peminjaman dilakukan. Hal itu betul-betul berdasarkan ketentuan dari si madin. Sebab kalau
diwajibkan atau disyaratkan pada saat akad, maka hukumnya malah menjadi haram. Sebab, hal itu
termasuk praktik riba, yang nyata-nyata diharamkan Islam, karena berlawanan dengan semangat
saling membantu dan persaudaraan, at-ta’awun wa al-ukhuwah.
Kesedihan yang berlebih apalagi dengan menggunakan kekerasan yang menyakiti fisik diri sendiri,
meratapi juga dapat disebut kesedihan yang berada pada level atas dalam menolak takdir/tidak
menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah SWT ketika seseorang yang dikasihi atau sangat
dicintai telah tiada. Adapun hadist yang diambil dari kitab Lubatul Hadist,bab 39 yang ditulis oleh syekh
jalaluddin Kamluddin As-Suyuthi:
“Allah melaknati wanita yang meratapi mayit, wanita yang mendengarkan (ratapan itu), wanita yang
mencukur (rambutnya ketika musibah), wanita yang menyobek (pakaiannya ketika musibah), wanita
yang membedah (kerah pakaiannya), wanita yang mencakar (wajahnya), wanita yang membuatkan
tato, wanita yang bertato, wanita yang berteriak, dan wanita yang mencabuti (rambutnya ketika
musibah)”.
9.Menginformasikan