Anda di halaman 1dari 124

PROPOSAL PRAKTEK KEPERAWATAN BENCANA

WINDSHIELD SURVEY di RW 06 KELURAHAN PASIE NAN TIGO

Oleh :

Yoga Gustiva Sakinah Gading

Rania Suilia Pusparini Anggita Ayuningtyas

Martarina Serly Berlian

Meri Gustiva Yolanda Faradilla

Deanisa Hasanah Maulana Ifdatul

Risada Septriella Elisya Sofyani

Dhani Mutia Sari Kintan Resqitha Ekaputri

Masri Rahayu Putri Poppy Tia Andria

Ulfa Mawaddah Ningsih Rettania Lorenza Hamrizal

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKUTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya yang

selalu diberikan kepada suluruh makhluk Nya. Berkat rahmat dan karunia Nya

penulis dapat menyelesaikan Laporan Windshield Survei Musyawarah

Masyarakat Komunitas Keperawatan Bencana Mahasiswa Program Profesi Ners

Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang Tahun 2021 ini. Shalawat

serta salam tidak lupa pula penulis kirimkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu tim dosen

keperawatan bencana yang telah membimbing penulis dengan telaten dan penuh

kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Selain itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat RW 06 Kelurahan Pasie

Nan Tigo sehingga laporan ini dapat terselesaikan hingga akhir.

Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan

saran yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan laporan ini,

sehingga laporan ini dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 23 Mei 2021

Kelompok A
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia secara geografis berada di antara dua benua dan

samudera serta di lewati oleh garis khatulistiwa, dimana merupakan salah

satu wilayah yang berpotensi terjadi bencana (PMI, 2013). Secara tektonik

Negara Indonesia terletak pada pertemuan lempeng besar dunia dan

beberapa lempeng kecil (microblocks) menyebabkan Indonesia berpotensi

mengalami banyak kejadian gempa bumi. Negara Indonesia juga

dikelilingi oleh empat lempeng utama, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng

Laut Filipina, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (Tim Pusat

Studi Gempa Nasional, 2017).

Indonesia memiliki beberapa patahan yang cukup besar seperti

patahan Semangko di Sumatera, patahan Palukoro di Sulawesi, dan

patahan Sorong di Papua dan Maluku. Pengaruh dari aktifitas patahan

tersebut salah satunya adalah gempa bumi (BNPB, 2016). Maka dari itu

data menunjukkan Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki

tingkat gempa bumi tertinggi di dunia, bahkan lebih dari 10 kali lipat dari

tingkat gempa bumi di Amerika Serikat (Pribadi & Ayu, 2009).

Bencana gempa bumi merupakan kejadian yang tidak dapat

dihindari dan terjadi secara mendadak. DIBI (2020) mencatat selama 10

tahun terakhir di Indonesia (2009-2019) terjadi 187 gempa bumi dengan

kategori bencana dan sebanyak 9 kali tsunami yang berdampak terhadap 1

juta lebih jiwa. Fasilitas umum yang paling banyak mengalami kehancuran
adalah fasilitas pendidikan yaitu mencapai 13.696 unit. Di Indonesia pada

tahun 2018 terjadi dua gempa bumi besar yang memakan banyak korban

jiwa, yaitu gempa berkekuatan 6,9 skala Richter di Lombok Timur, NTB

yang memakan korban jiwa sebanyak 390 korban meninggal dunia, 1.447

korban luka-luka, dan 352.793 orang mengungsi. Kemudian gempa di

Palu, Donggala, dan Sigi dimana memakan 2.037 korban jiwa (BMKG,

2019).

Selama sepuluh tahun terakhir (2009-2019) di Provinsi Sumatera

Barat telah terjadi 13 kali gempa bumi dengan kategori bencana dan 2 kali

tsunami. Kejadian selama periode tersebut mengakibatkan 1.703 jiwa

meninggal dunia, 2.407 luka-luka, 22.061 jiwa mengungsi dan merusak

4.668 fasilitas pendidikan (DIBI, 2020). Berdasarkan data dari BMKG di

Provinsi Sumatera Barat sendiri terjadi peningkatan kejadian gempa bumi

di tiap tahunnya dimana pada tahun 2016 terdapat 191 kejadian, pada

tahun 2017 tercatat 204 kejadian dan pada tahun 2018 tercatat 454

kejadian (Republika, 2019).

BPBD Kota Padang mengatakan bahwa kota Padang diapit oleh

dua patahan gempa, yaitu patahan Semangko dan patahan Megathrust.

Selama sepuluh tahun (2009-2019) terdapat 3 gempa besar mengguncang

Kota Padang yang mengakibatkan 386 jiwa meninggal dunia, 1.219 jiwa

luka-luka dan 3.547 kerusakan pada fasilitas pendidikan (DIBI, 2020).

Gempa bumi mengguncang Kota Padang dan sekitarnya pada tanggal 30

September 2009 berkekuatan 7,9 skala Richter mengakibatkan banyak


korban jiwa, jumlah korban jiwa di Kota Padang sendiri sebanyak 385

jiwa meninggal dunia dan 1.216 jiwa luka-luka.

Kelurahan Pasie Nan Tigo merupakan salah satu kelurahan yang

terdapat di Kota Padang. Kelurahan Pasie Nan Tigo berada pada pesisir

pantai Sumatra yang termasuk dalam kategori daerah rawan terhadap

beberapa bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, abrasi dan badai

(Neflinda dkk, 2019). Berdasarkan hasil survey yang mahasiswa lakukan

pada RW VI Kelurahan Pasie Nan Tigo didapatkan bahwa daerah ini

memiliki potensi bencana terbanyak yaitu tsunami, gempa bumi, dan

banjir. Akan tetapi berdasarkan hasil survey kuesioner didapatkan bahwa

tingkat pemahaman masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana masih

rendah. Maka dari itu, disini mahasiswa profesi keperawatan universitas

andalas ingin memfasilitasi dan memberikan pemahaman kepada

masyarakat RW VI terkait kesiapsiagaan bencana.


A. Intervensi / POA
Divisi Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
( SDKI) (SLKI) (SIKI)
Komunitas Koping komunitas tidak a. Status Koping Komunitas 1. Manajemen lingkungan komunitas
Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola
efektif
pemeliharaan kesehatan membaik dengan kondisi lingkungan fisik, sosial, budaya,
kriteria hasil: ekonomi, dan politik yang mempengaruhi
Kriteria Hasil Ditingkatkan kesehatan masyarakat.
Tindakan :
1. Keberdayaan komunitas 4 Observasi
(cukup  Lakukan screening risiko gangguan
meningkat) kesehatan lingkungan
 Identifikasi faktor risiko kesehatan
2. Perencanaan komunitas 4
yang diketahui
(cukup
meningkat)
Terapeutik
3. Pemecahan masalah 4 (cukup  Libatkan partisipasi masyarakat dalam
komunitas meningkat) memelihara keamanan lingkungan

4. Sumber daya komunitas 4 (cukup Edukasi


meningkat)  Promosikan kebijakan pemerintah
untuk mengurangi risiko penyakit
5. Partisipasi masyarakat 4 (cukup  Berikan pendidikan kesehatan untuk
meningkat) kelompok risiko
 Informasikan layanan kesehatan ke
individu, keluarga, kelompok beresiko
b. Ketahanan Komunitas dan masyarakat
Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan pemeliharaan kesehatan meningkat Kolaborasi
 Kolaborasi dalam tim multidisiplin
dengan kriteria hasil:
untuk mengidentifikasi ancaman
keamanan di masyarakat
 Kolaborasi dalam pengembangan
Kriteria hasil Ditingkatkan program aksi masyarakat
Keberlanjutan 5
pelayanan rutin ( meningkat)
komunitas
Ketersediaan 5
pelayanan kesehatan (meningkat)
Ketersediaan sumber 5
daya untuk memenuhi (meningkat)
kebutuhan dasar
Adaptasi komunitas 5
terhadap perubahan (meningkat)
Mater - Anak Kesiapan peningkatan a. Tingkat Pengetahuan Promosi Kesiapan Penerimaan
Informasi
pengetahuan Setelah dilakukan intervensi keperawatan
Definisi : Meningkatkan kesiapan pasien
diharapkan perilaku kesehatan meningkat dalam menerima informasi tentang kondisi
kesehatan
dengan kriteria hasil:
Tindakan :
Kriteria hasil Ditingkatkan Observasi
Perilaku sesuai 5  Identifikasi informasi yang akan
anjuran ( meningkat) disampaikan
Verbalisasi minat 5  Identifikasi pemahaman tentang
dalam belajar (meningkat) kondisi kesehatan saat ini
Kemampuan 5  Identifikasi kesiapan menerima
menjelaskan (meningkat) informasi
pengetahuan tentang Terapeutik
suatu topik  Lakukan penguatan potensi pasien dan
Perilaku sesuai dengan 5 keluarga untuk menerima informasi
pengetahuan (meningkat)  Libatkan pengambil keputusan dalam
keluarga untk menerima informasi
 Fasilitasi mengenali kondisi tubuh
yang membutuhkan layanan
keperawaratan
 Dahulukan menyampaikan informasi
baik (positif) sebelum menyampaikan
informasi kurang baik (negative)
terkait kondisi pasien
 Berikan nomor kontak yang dapat
dihubungi jika pasien membutuhkan
bantuan
 Catat identitas dan nomor kontak
pasien untuk mengingatkan atau
follow up kondisi pasien
 Fasilitasi akses pelayanan pada saat
dibutuhkan
Edukasi
 Berikan informasi berupa alur, leaflet
atau gambar untuk memudahkan
pasien mendapatkan informasi
Kesehatan
 Anjurkan keluarga mendapampingi
pasien selama fase akut, progresif atau
terminal jika memungkinkan

Jiwa Ansietas a. Tingakt Ansietas Teknik Relaksasi


Definisi : kondisi emosi dan pengalaman Definisi : Menggunakan teknik
subjektif terhadap objek yang tidak jelas dan peregangan untuk mengurangi tanda dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang gejala ketidaknyaman seperti nyeri,
memungkinkan individu melakukan tindakan ketegangan otot atau kecemasan
untuk menghadapi ancaman
Tindakan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, Observasi
diharapkan pemeliharaan kesehatan meningkat  Identifikasi penurunan tingkat energi,
dengan kriteria hasil : ketidakmampuan berkonsentrasi atau
Kriteria hasil Ditingkatkan gejala lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
Verbalisasi 5  Identifikasi teknik relakasasi yang
kebingungan (Meningkat) pernah efektfi digunakan
Verbalisasi khawatir 5  Identifikasi kesediaan, kemampuan,
akibat kondisi yang (Meningkat) dan penggunaan teknik sebelumnya
dihadapi  Periksa ketegangan otot, frekuensi
Prilaku gelisah 5 nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum
(Meningkat) dan sesudah Latihan
Prilaku tegang 5  Monitor respon terhadap terapi
(Meningkat) relaksasi
Konsentrasi 5 Terapeutik
(membaik)  Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
Pola tidur 5 gangguan dengan pencahayaan dan
(membaik) suhu ruang nyaman jika
memungkinkan
b. Tingkat Pengetahuan  Informasi tertulis tentang persiapan
Definisi : Kecukupan informasi kognitif yang dan prosedur teknik relaksasi
berkaitan dengan topik tertentu.  Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, irama lambat dan berirama
diharapkan tingkat pengetahuan meningkat  Gunakan relaksasi sebagai strategi
dengan kriteria hasil : penunjang dengan analgetic atau
Kriteria hasil Ditingkatkan Tindakan medis lain jika sesuai
Perilaku sesuai 5
anjuran ( Meningkat) Edukasi
Kemampuan 5  Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan dan
menjelaskan (Meningkat) jenis relaksasi yang tersedia (misa,
pengetahuan tentang music, meditasi, nafas dalam,
suatu topic relakasasi otot progresif)
Kemampuan 5  Jelaskan secara rinci intervensi
menggambarkan (Meningkat) relaksasi yang dipilih
pengalaman  Anjurkan mengambil posisi nyaman
sebelumnya yang  Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
sesuai dengan topik relaksasi
Persepsi yang keliru 5  Anjurkan sering mengulangi atau
terhadap masalah (Menurun) melatih tekni yang dipilih
Perilaku sesuai 5  Demosntrasikan dan latih teknik
dengan pengetahuan (Meningkat) relaksasi (misal, nafas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing)
Lansia Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan Promosi Kesiapan Penerimaan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Informasi
diharapkan tingkat pengetahuan meningkat Definisi : Meningkatkan kesiapan pasien
dalam menerima informasi tentang kondisi
dengan kriteria hasil:
kesehatan
Tindakan :
Kriteria hasil Ditingkatkan Observasi
Perilaku sesuai 5  Identifikasi informasi yang akan
anjuran ( meningkat) disampaikan
Kemampuan 5  Identifikasi pemahaman tentang
menjelaskan (meningkat) kondisi kesehatan saat ini
pengetahuan tentang  Identifikasi kesiapan menerima
suatu topic informasi
Perilaku sesuai 5 Terapeutik
dengan pengetahuan (meningkat)  Lakukan penguatan potensi pasien dan
Persepsi keliru 5 keluarga untuk menerima informasi
terhadap masalah (menurun)  Libatkan pengambil keputusan dalam
keluarga untk menerima informasi
 Fasilitasi mengenali kondisi tubuh
yang membutuhkan layanan
keperawaratan
 Dahulukan menyampaikan informasi
baik (positif) sebelum menyampaikan
informasi kurang baik (negative)
terkait kondisi pasien
 Berikan nomor kontak yang dapat
dihubungi jika pasien membutuhkan
bantuan
 Catat identitas dan nomor kontak
pasien untuk mengingatkan atau
follow up kondisi pasien
 Fasilitasi akses pelayanan pada saat
dibutuhkan
Edukasi
 Berikan informasi berupa alur, leaflet
atau gambar untuk memudahkan
pasien mendapatkan informasi
Kesehatan
Anjurkan keluarga mendapampingi
pasien selama fase akut, progresif atau
terminal jika memungkinkan

B. Implementasi POA
1. Plan Of Action (Poa) Komunitas
MASALAH PENANGGUNG
KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT
KESEHATAN JAWAB

Koping komunitas Melakukan penyuluhan Melakukan tindakan agar Masyarakat


tidak efektif tentang bencana dan  Masyarakat dapat Kelurahan Pasie
berhubungan dengan penanggulangan dampak memahami bencana Nan Tigo
Riwayat Bencana pasca terjadinya bencana yang beresiko terjadi di
Alam di Kelurahan alam di Kelurahan Kelurahan Pasie Nan
Pasien Nan Tigo Pasien Nan Tigo Tigo
(Gempa & Banjir)  Masyarakat dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
rute dan jalur evakuasi
jika terjadi bencana di
Kelurahan Pasie Nan
Tigo
 Masyarakat dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
kesiapsiagaan bencana
di Kelurahan Pasie
Nan Tigo
 Masyarakat dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
pengurangan dampak
pasca terjadi bencana
di Kelurahan Pasien
Nan Tigo
2. Plan Of Action (Poa) Mater-Anak
MASALAH PENANGGUNG
KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT
KESEHATAN JAWAB

Kesiapan peningkatan Melakukan penyuluhan Melakukan tindakan agar Ibu dan anak di
pengetahuan tentang bencana dan  Ibu dan anak dapat Kelurahan Pasie
berhubungan dengan penanggulangan dampak memahami bencana Nan Tigo
perilaku upaya pasca terjadinya bencana yang beresiko terjadi di
peningkatan alam di Kelurahan Kelurahan Pasie Nan
kesiapsiagaan bencana Pasien Nan Tigo Tigo
di Kelurahan Pasie  Ibu dan anak dapat
Nan Tigo meningkatkan
pengetahuan tentang
rute dan jalur evakuasi
jika terjadi bencana di
Kelurahan Pasie Nan
Tigo
 Ibu dan anak dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
kesiapsiagaan bencana
di Kelurahan Pasie
Nan Tigo
 Ibu dan anak dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
pengurangan dampak
pasca terjadi bencana
di Kelurahan Pasien
Nan Tigo
3. Plan Of Action (Poa) Jiwa
MASALAH PENANGGUNG
KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT
KESEHATAN JAWAB

Ansietas berhubungan Melakukan penyuluhan Melakukan tindakan agar Masyarakat di


dengan kurang tentang bencana dan  Masyarakat dapat Kelurahan Pasie
terpapar informasi penanggulangan dampak memahami bencana Nan Tigo
mengenai pasca terjadinya bencana yang beresiko terjadi di
kesiapsiagaan bencana alam di Kelurahan Kelurahan Pasie Nan
di Kelurahan Pasie Pasien Nan Tigo Tigo
Nan Tigo  Masyarakat dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
rute dan jalur evakuasi
jika terjadi bencana di
Kelurahan Pasie Nan
Tigo
 Masyarakat dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
kesiapsiagaan bencana
di Kelurahan Pasie
Nan Tigo
 Masyarakat dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
pengurangan dampak
pasca terjadi bencana
di Kelurahan Pasien
Nan Tigo
4. Plan Of Action (Poa) Lansia
MASALAH PENANGGUNG
KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT
KESEHATAN JAWAB

Defisit pengetahuan Melakukan penyuluhan Melakukan tindakan agar Lansia di


berhubungan dengan tentang bencana dan  Lansia dapat Kelurahan Pasie
kurang terpapar
penanggulangan dampak memahami bencana Nan Tigo
informasi mengenai
kesiapsiagaan bencana pasca terjadinya bencana yang beresiko terjadi di
di Kelurahan Pasie alam di Kelurahan Kelurahan Pasie Nan
Nan Tigo
Pasien Nan Tigo Tigo
 Lansia dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
rute dan jalur evakuasi
jika terjadi bencana di
Kelurahan Pasie Nan
Tigo
 Lansia dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
kesiapsiagaan bencana
di Kelurahan Pasie
Nan Tigo
 Lansia dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
pengurangan dampak
pasca terjadi bencana
di Kelurahan Pasien
Nan Tigo
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Mitigasi Bencana

Sub Pokok Bahasan :

Sasaran : Ibu Hamil RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto


Tangah

Hari/tanggal : Selasa, 08 Juni 2021

Tempat : Musholla Al-Ikhlas

Waktu : 60 menit

A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam
tinggi, seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain
sebagainya. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari
keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di
Amerika Serikat. Gempa bumi yang disebabkan oleh interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Selama kurun waktu
1600 – 2000, tercatat 105 kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya disebabkan
oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung api, dan 1 persen oleh tanah
longsor (Sumber: Pusat Mitigasi Bencana, ITB. 2008).
Menurut laporan EM-DAT (international disaster database) pada tahun 2018

di laporkan terjadi peristiwa bencana alam di seluruh dunia yang mengakibatkan

kematian sebanyak 11.804 orang, dan lebih dari 68 juta orang terdampak bencana

(WHO, 2018). Sedangkan menurut DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) dalam

kurun waktu Januari sampai Desember 2018, melaporkan kejadian bencana di

Indonesia telah mengakibatkan korban meninggal dan hilang sebanyak 2.412 orang,

korban luka-luka 2.104 orang dan korban yang terpaksa harus mengungsi lebih dari

11.015.859 orang (BNPB, 2019). Data tersebut merupakan data kejadian bencana di

dunia maupun di Indonesia.Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia

yang menjadi 5 provinsi tertinggi kejadian bencana.Kondisi ini disebabkan karena

geografis Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap

bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko tinggi

(BNPB, 2014). Patahan besar Sumatera (sumatera great fault) yang masih aktif akan

selalu mengancam kawasan itu apabila terjadi pergeserasan di zona patahan tersebut.

Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan banyak

menimbulkan korbanpada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan 7,6 SR

dilepas pantai Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009.

Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera sekitar 50 km barat laut kota

Padang. Gempa menyebabkan kerusakan parah dibeberapa wialyahdi Sumatera Barat

seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pasisir Selatan, Kota

Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, Kabupaten Pasaman

Barat dan Bukittinggi. Menurut data Satkorlak PB pada tahun 2009, sebanyak 1.117

orang tewas akibat gempa ini, korban luka berat mencapai 1.214 orang, korban luka

ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat,
65.380 rumah rusak sedang dan 78.604 rumah rusak ringan.Pada tahun 2019 di

Sumatera Barat telah terjadi 2 kali gempa bumi yang mengakibatkan korban luka-luka

sebanyak 8 orang. Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah,

sedang 5 rumah dan ringan 82 rumah (BNPB, 2019).Menurut penelitian ahli

kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman tahun 2011, gempa berkekuatan 8.9 SR

diprediksi akan memicu tsunami dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut.

Dari hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang

maka akan berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari

materil maupun jiwa sehingga perlunya kesiapsiagaan pada masyarakat.Kesiapsiagaan

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.(UU

Nomor 24 Tahun 2007).

Praktik keperawatan bencana pada mahasiswa Profesi Unand dilakukan di

RW.6 Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang mulai

tanggal 17 Mei 2021 sampai 19 Juni 2021.Pelaksanaan praktek profesi dilaksanakan

melalui tahapan antara lain : observasi fisik lingkungan, penyebaran kuesioner untuk

memperoleh data kejadian bencana pada masyarakat, musyawarah masyarakat

pertama untuk menindaklanjuti hasil survei dan kuesioner (hasil angket),

implementasi kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh masyarakat

dan musyawarah masyarakat kedua untuk menyampaikan hasil evaluasi kegiatan yang

telah direcanakan. Berdasarkan hasil wawancara ke beberapa warga, warga

mengatakan sering terjadi gempa, banjir, dan angin topan. Pada saat terjadi bencana

alam gempa bumi dan tsunami, ibu hamil merupakan salah satu kelompok rentang

yang ada di masyarakat. Oleh karena itu ibu hamil perlu dibekali dengan pengetahuan

tentang mitigasi bencana.


B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan usia Ibu hamil RW 06 Kelurahan Pasie
Nan Tigo mampu memahami mitigasi bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana,
seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam.
b. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
c. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
risiko bencana, dan dampak bencana.
C. Materi (terlampir)
D. Media
PPT, leaflet, dan animasi
E. Setting Tempat

Keterangan :

: pemateri

: Ibu hamil RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

F. Metode Penyuluhan
a. Penampilan video
b. Ceramah

G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu

1. Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit

2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan


mendengarkan
3. Kontrak waktu

4. Menjelaskan tujuan

2. Kerja 1. Menampilkan PPT 1. Memperhatikan dan 50 menit


mendengarkan

2. Bertanya

4. Terminasi 1. Evaluasi dan validasi 1. Menyebutkan kembali materi 5 menit


diskusi
2. Salam penutup
2. Menjawab salam

H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang mitigasi bencana
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Warga Ibu hamil RW 06 mampu menjelaskan apa itu gempa dan tsunami
b. Warga Ibu hamil RW 06 mampu menjelaskan evakuasi bencana gempa

Lampiran Materi
MITIGASI BENCANA

A. Pengertian Bencana
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.

B. Jenis-Jenis Bencana
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mengatakan terdapat tiga penyebab terjadinya bencana yaitu bencana alam, bencana
non alam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa maupun
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, yaitu gempa bumi, tsunami,
banjir, gunung meletus, angina topan, kekeringan, dan tanah longsor
2. Bencana non alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh peristiwa maupun
serangkaian peristiwa non alam, berupa kegagalan teknologi, kegagalan
modernisasi, wabah penyakin, dan epidermi
3. Bencana sosial, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia meliputi konflik sosial
antar kelompok maupun antar komunitas masyarakat dan terorisme

Jenis-jenis bencana menurut BNPB (2012), yaitu


1. Gempa bumi
Gempa bumi merupakan gejala alamiah yang berupa gerakan
goncangan atau getaran tanah yang dirimbulkan oleh adanya sumber-sumber
getaran tanah akibat terjadinya patahan atau sesar akibat aktivitas tektonik,
letusan gunung api akibat aktivitas vulkanik, hantaman benda langit (misalnya
meteor dan asteroid), dan/atau ledakan bom akibat ulah manusia.
2. Tsunami
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, “tsu” berarti pelabuhan dan
“name” berarti gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai
gelombang/ombak yang besar di pelabuhan. Tsunami dapat diartikan sebagai
gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi dengan pusat di bawah
laut, letusan gunung api bawah laut, longsor di bawah laut, dan atau hantaman
meteor di laut.
3. Letusan Gunung Api
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah “erupsi”. hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
dengan zona kegempan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada
batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar
(magma). Magma akan menginstrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui
rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi.
4. Banjir
Bencana banjir adalah bencana yang paling sering melanda Indonesia.
Curah hujan diatas normal dan adanya pasang naik air laut merupakan
penyebab utama terjadinya banjir. Selain itu faktor ulah manusia juga berperan
penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat, pembuangan sampah ke
dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan
sebagainya.

Adapun banjir terbagi menjadi 3 kategori:


 Banjir (genangan)
 Banjir bandang
 Banjir rob, akibat naiknya permukaan air laut.
5. Tanah Longsor
Selama ini bencana dianggap sesuatu yang bersifat alamiah, mendadak
dan tidak bisa dicegah. Akibatnya ketika terjadi bencana banyak masyarakat
yang tidak siap sehingga mengakibatkan kerusakan besar bahkan kematian.
Salah satunya bencana tanah longsor yang dapat mengubur manusia,
ternak, rumah, lahan pertanian dan apapun yang ada di lokasi tanah longsor.
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan
penyusun lereng.
6. Angin Puting Beliung
Angin puting beliung adalah angin kencang atau bisa juga disebut
badai besar yang sangat kuat dengan pusaran angin dengan kecepatan 120
km/jam atau lebih. Angin puting beliung bergerak mengaduk laut di bawahnya
dan menyebabkan gelombang besar yang sangat kuat.
7. Gelombang Pasang
Gelombang pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas
normal, dan dapat menimbulkan bahaya di laut maupun di darat terutama
daerah pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang terjadi karena adanya
angin kencang/puting beliung, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena
ada pengaruh dari gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang
pasang sekitar 10-100 Km/ jam.
Gelombang pasang di laut akan menyebabkan tersapunya daerah
pinggir pantai yang disebut dengan abrasi.
8. Kebakaran Lahan dan Hutan
Kebakaran lahan dan hutan adalah keadaan di mana lahan dan hutan
dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan serta hasil-
hasilnya dan menimbulkan kerugian.
9. Kekeringan
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air,
baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi, dan lingkungan.
10. Kecelakaan Transportasi
Kecelakaan (accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa
kejadian atau musibah, yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak, terjadi
sebelum, dalam waktu atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan karena
perbuatan manusia atau kerusakan alat pengangkutan sehingga menimbulkan
kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian bagi pihak
penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut.
Kecelakaan transportasi adalah peristiwa atau kejadian pengoperasian
sarana transportasi yang mengakibatkan kerusakan sarana transportasi, seperti
korban jiwa dan/ atau kerugian harta benda.
11. Kegagalan Teknologi
Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan
oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia
dalam penggunaan teknologi dan/atau industri.
12. Kerusuhan Sosial
Kerusuhan atau Konflik Sosial adalah suatu kondisi dimana terjadi
huru hara/kerusuhan atau perang atau keadaan yang tidak aman di suatu
daerah tertentu yang melibatkan lapisan masyarakat, golongan, suku, ataupun
organisasi tertentu.

Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung


potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras
dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
potensi timbulnya konflik. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik
akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di
dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang
bernuansa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan
diri dari NKRI akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan. Apabila
kondisi ini tidak dikelola dengan baik akhirnya akan berdampak pada
disintegrasi bangsa. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat
akumulasi permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-
tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya
maka akan menjadi problem yang berkepanjangan.
13. Kecelakaan Industri
Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja khususnya di lingkungan industri dan kecelakaan ini belum tentu
kecelakaan akibat kerja, karena untuk sampai ke diagnose Kecelakaan Akibat
Kerja harus melalui prosedur investigasi. Di dalam terjadinya kecelakaan
industri (studi kasus 3) tidak ada unsur kesengajaan apalagi direncanakan,
sehingga bila ada unsur sabotase atau tindakan kriminal merupakan hal yang
di luar makna dari kecelakaan industri.
14. Teroris
Aksi teror/sabotase adalah semua tindakan yang menyebabkan
keresahan masyarakat, kerusakan bangunan, dan mengancam atau
membahayakan jiwa seseorang/ banyak orang oleh seseorang/golongan
tertentu yang tidak bertanggungjawab.

Aksi teror/sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai alasan dan


berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/tempat tertentu,
penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat, dan sebagainya. Aksi
teror/sabotase sangat sulit dideteksi atau diselidiki oleh pihak berwenang
karena direncanakan seseorang/golongan secara diam-diam/rahasia.
Bencana aksi teror/sabotase pada suatu tempat atau wilayah, maupun
daerah tidak dapat diperkirakan karena hal itu terjadi secara tiba-tiba dan
dalam waktu yang singkat.

C. Pengertian Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan
dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak
negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992). Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih
dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991).

Karena ketidakberdayaan manusia serta kurang baiknya manajemen keadaan


darurat, sehingga dapat menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural,
bahkan sampai korban jiwa yang tidak sedikit. Akan tetapi setidaknya resiko bencana
alam dapat diminimalisir dengan melakukan upaya-upaya yang bersifat struktural
maupun non-struktural. Upaya-upaya itulah yang sering disebut sebagai Mitigasi.

Arti mitigasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan atau
menghapus kerugian dan korban yang mungkin terjadi akibat bencana, yaitu dengan cara
membuat persiapan sebelum terjadinya bencana. Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pengertian mitigasi adalah suatu rangkaian
upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana, baik melalui
pembangunan infrastruktur maupun memberikan kesadaran dan kemampuan dalam
menghadapi bencana.

Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk tindakantindakan non-rekayasa seperti upaya-


upaya peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan untuk mendorong
perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan informasi untuk
memungkinkan orang mengambil keputusan yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa
termasuk pananaman modal untuk bangunan struktur tahan ancaman bencana dan/atau
perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih tahan ancaman bencana (Smith, 1992).

D. Tujuan Mitigasi
Pada dasarnya mitigasi dilaksanakan untuk menghadapi berbagai jenis
bencana, baik itu bencana alam (natural disaster) maupun bencana akibat ulah
manusia (manmade disaster). Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengurangi atau
bahkan meniadakan risiko dan dampak bencana. Secara rinci, berikut adalah tujuan
dilakukannya mitigasi bencana alam :

1. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana,
seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam.
2. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
3. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang risiko
bencana, dan dampak bencana.
Dengan mengetahui tujuan dan pentingnya mitigasi bencana, beberapa
kegiatan dalam mitigasi adalah sebagai berikut :

 Mengenalkan dan memantau risiko bencana


 Merencanakan partisipasi penanggulangan bencana
 Memberikan kesadaran bencana kepada masyarakat
 Melakukan upaya fisik, non-fisik, serta mengatur penanggulangan bencana
 Mengidentifikasi dan pengenalan sumber ancaman bencana
 Memantau pengelolaan sumber daya alam
 Memantau penggunaan teknologi tinggi
 Mengawasi pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup
E. Mitigasi Bencana Gempa
SIAP Sebelum Terjadi Gempa Bumi

 Mengetahui sosialisasi tentang gempabumi, mempelajari penyebab gempa.


 Membuat konstruksi rumah tahan gempa.
 Memperhatikan sistem peringatan dini dan membuat sistem peringatan dini
mandiri, seperti mengikat benda-benda yang tergantung dengan kuat.
 Melaksanakan dan mengikuti simulasi.
 Mengetahui dimana informasi gempa bisa didapatkan yaitu: BMKG, TV, Radio,
ORARI, dll.
 Menyiapkan “tas siaga bencana”.

Ketika Terjadi Gempa Bumi

 Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Masuklah ke bawah meja untuk
melindungi tubuh dari jatuhan benda-benda. Jika tidak memiliki meja,
lindungi kepala dengan bantal. Jika sedang menyalakan kompor, maka
matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.

 Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, jika gempa mereda keluarlah
berurutan carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.
 Di luar rumah
Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari
jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame.
 Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti
semua petunjuk dari petugas atau satpam.
 Di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah
langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami.
Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah
mengungsi ke dataran yang tinggi.

 Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga tidak akan terjatuh
seandainya kereta berhenti secara mendadak.

 Di dalam mobil
Saat terjadi gempabumi besar jauhi persimpangan, pinggirkan mobil di
kiri jalan dan berhentilah. Hentikan mobil di tempat terbuka. Ikuti instruksi
dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dengan segera dari
mobil.

 Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Jika
terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone
jika tersedia.

Setelah Terjadi Gempa Bumi

 Periksa kondisi keluarga dan sekitar.


 Jauhi bangunan yang sudah retak - retak dan tidak aman.
 Laporkan kejadian kerugian, korban orang hilang.
 Membersihkan puing - puing dan kerusakan yang terjadi.
 Gotong royong dengan masyarakat dan aparat sekitar untuk kembali
memperbaiki rumah atau kerusakan sarana dan prasarana yang ada di sekitar
wilayah bencana.
 Bangun kembali bangunan yang sudah rusak dengan kontruksi bangunan tahan
gempa.
 Obati trauma yang terjadi khususnya pada anak- anak, wanita dan manula.
 Selalu waspada akan terjadinya gempa susulan.
 Beri pertolongan, dapat diramalkan banyak orang akan cedera saat terjadi
gempabumi besar.
 Bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada
di sekitar Anda.
 Dengarkan informasi, saat gempabumi besar terjadi, masyarakat terpukul
kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, bersikaplah tenang dan bertindak
sesuai dengan informasi yang benar. Peroleh informasi yang benar dari pihak
yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak karena informasi yang belum
jelas.

F. Mitigasi Bencana Tsunami


Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Risiko

 Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami.


 Pembangunan tempat evakuasi (shelter) di sekitar daerah pemukiman,
pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko,
penanaman mangrove serta tanaman lainnya di sepanjang garis pantai untuk
meredam gaya air tsunami.
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di
pinggir pantai tentang tsunami dan cara-cara penyelamatan diri terhadap
bahaya tsunami.
 Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda- tanda akan terjadinyan
tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun
Radio, SATLAK PB maupun institusi terkait.

Ketika Terjadi Tsunami


 Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut
dekat pantai surut secara tiba-tiba, segeralah lari menuju ke tempat yang
tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-
teman yang lain.
 Jika sedang berada di dalam perahu/kapal di tengah laut serta mendengar
berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan
perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali,
jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya
akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan
pertolongan pertama pada korban.
G. Kelompok Rentan Bencana
Bila terjadi bencana, maka kelompok rentan seperti ibu hamil dan bayi, anak, dan
lansia mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami dampak buruk dari bencana
dibanding orang lain. Perawat mempunyai peran penting membantu mengatasi masalah
yang dialami oleh kelompok rentan ini pada penanggulangan bencana.
1. Ibu Hamil
a. Sebelum Bencana
Melihat dampak bencana yang dapat terjadi, ibu hamil dan bayi perlu dibekali
pengetahuan dan ketrampilan menghadapi bencana. Beberapa hal yang dapat
dilakukan antara lain:
1) Membekali ibu hamil pengetahuan mengenai umur kehamilan, gambaran
proses kelahiran, dan ASI eksklusif.
2) Melibatkan ibu hamil dalam kegiatan kesiapsiagaan bencana, misalnya dalam
simulasi bencana.
3) Menyiapkan tenaga kesehatan dan relawan yang trampil menangani kegawat
daruratan pada ibu hamil dan bayi melalui pelatihan atau workshop.
4) Menyiapkan stok obat khusus untuk ibu hamil dalam logistik bencana seperti
tablet Fe dan obat hormonal untuk menstimulasi produksi ASI.
b. Saat Bencana
Ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan bencana
alasannya karena ada dua kehidupan dan adanya perubahan fisiologis. Perawat
harus ingat bahwa dalam merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan
menolong janinnya. Sehingga, meningkatkan kondisi fisik dan mental wanita
hamil dapat melindungi dua kehidupan.

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Pokok Bahasan : Mitigasi Bencana

Sub Pokok Bahasan :

Sasaran : Anak-anak RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto


Tangah

Hari/tanggal : Selasa, 08 Juni 2021

Tempat : Musholla Al-Ikhlas

Waktu : 60 menit

A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam
tinggi, seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain
sebagainya. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari
keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di
Amerika Serikat. Gempa bumi yang disebabkan oleh interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Selama kurun waktu
1600 – 2000, tercatat 105 kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya disebabkan
oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung api, dan 1 persen oleh tanah
longsor (Sumber: Pusat Mitigasi Bencana, ITB. 2008).
Menurut laporan EM-DAT (International Disaster Database) pada tahun

2018 di laporkan terjadi peristiwa bencana alam di seluruh dunia yang mengakibatkan
kematian sebanyak 11.804 orang, dan lebih dari 68 juta orang terdampak bencana

(WHO, 2018). Sedangkan menurut DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) dalam

kurun waktu Januari sampai Desember 2018, melaporkan kejadian bencana di

Indonesia telah mengakibatkan korban meninggal dan hilang sebanyak 2.412 orang,

korban luka-luka 2.104 orang dan korban yang terpaksa harus mengungsi lebih dari

11.015.859 orang (BNPB, 2019). Data tersebut merupakan data kejadian bencana di

dunia maupun di Indonesia.Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia

yang menjadi 5 provinsi tertinggi kejadian bencana.Kondisi ini disebabkan karena

geografis Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap

bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko tinggi

(BNPB, 2014). Patahan besar Sumatera (sumatera great fault) yang masih aktif akan

selalu mengancam kawasan itu apabila terjadi pergeserasan di zona patahan tersebut.

Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan banyak

menimbulkan korbanpada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan 7,6 SR

dilepas pantai Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009.

Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera sekitar 50 km barat laut kota

Padang. Gempa menyebabkan kerusakan parah dibeberapa wialyahdi Sumatera Barat

seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pasisir Selatan, Kota

Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, Kabupaten Pasaman

Barat dan Bukittinggi. Menurut data Satkorlak PB pada tahun 2009, sebanyak 1.117

orang tewas akibat gempa ini, korban luka berat mencapai 1.214 orang, korban luka

ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat,

65.380 rumah rusak sedang dan 78.604 rumah rusak ringan.Pada tahun 2019 di

Sumatera Barat telah terjadi 2 kali gempa bumi yang mengakibatkan korban luka-luka

sebanyak 8 orang. Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah,
sedang 5 rumah dan ringan 82 rumah (BNPB, 2019).Menurut penelitian ahli

kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman tahun 2011, gempa berkekuatan 8.9 SR

diprediksi akan memicu tsunami dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut.

Dari hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang

maka akan berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari

materil maupun jiwa sehingga perlunya kesiapsiagaan pada masyarakat.Kesiapsiagaan

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.(UU

Nomor 24 Tahun 2007).

Praktik keperawatan bencana pada mahasiswa Profesi Unand dilakukan di

RW.6 Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang mulai

tanggal 17 Mei 2021 sampai 19 Juni 2021.Pelaksanaan praktek profesi dilaksanakan

melalui tahapan antara lain : observasi fisik lingkungan, penyebaran kuesioner untuk

memperoleh data kejadian bencana pada msyarakat, musyawarah masyarakat pertama

untuk menindaklanjuti hasil survei dan kuesioner (hasil angket), implementasi

kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh masyarakat dan

musyawarah masyarakat kedua untuk menyampaikan hasil evaluasi kegiatan yang

telah direcanakan. Berdasarkan hasil wawancara ke beberapa warga, warga

mengatakan sering terjadi gempa, banjir, dan angin topan. Pada saat terjadi bencana

alam gempa bumi dan tsunami , anak merupakan salah satu kelompok rentang yang

ada di masyarakat. Oleh karena itu anak perlu dibekali dengan pengetahuan tentang

mitigasi bencana.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan usia anak-anak RW 06 Kelurahan Pasie
Nan Tigo mampu memahami mitigasi bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu
bencana, seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan
sumber daya alam.
b. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
c. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
risiko bencana, dan dampak bencana.

C. Materi (terlampir)
D. Media
PPT, leaflet, dan animasi
E. Setting Tempat

Keterangan :

: pemateri

: warga usia anak-anak RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

F. Metode Penyuluhan
a. Penampilan video
b. Ceramah

G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu

1. Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit


2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan
mendengarkan
3. Kontrak waktu

4. Menjelaskan tujuan

2. Kerja 2. Menampilkan video 1. Memperhatikan dan 50 menit


mendengarkan

2. Bertanya

4. Terminasi 1. Evaluasi dan validasi 1. Menyebutkan kembali materi 5 menit


diskusi
2. Salam penutup
2. Menjawab salam

I. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang mitigasi bencana
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
c. Warga usia anak-anak RW 06 mampu menjelaskan apa itu gempa dan tsunami
d. Warga usia anak-anak RW 06 mampu menjelaskan evakuasi bencana gempa

Lampiran Materi

MITIGASI BENCANA

A. Pengertian Bencana
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.

B. Jenis-Jenis Bencana
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mengatakan terdapat tiga penyebab terjadinya bencana yaitu bencana alam, bencana
non alam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa maupun
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, yaitu gempa bumi, tsunami,
banjir, gunung meletus, angina topan, kekeringan, dan tanah longsor
2. Bencana non alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh peristiwa maupun
serangkaian peristiwa non alam, berupa kegagalan teknologi, kegagalan
modernisasi, wabah penyakin, dan epidermi
3. Bencana sosial, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia meliputi konflik sosial
antar kelompok maupun antar komunitas masyarakat dan terorisme

Jenis-jenis bencana menurut BNPB (2012), yaitu


1. Gempa bumi
Gempa bumi merupakan gejala alamiah yang berupa gerakan
goncangan atau getaran tanah yang dirimbulkan oleh adanya sumber-sumber
getaran tanah akibat terjadinya patahan atau sesar akibat aktivitas tektonik,
letusan gunung api akibat aktivitas vulkanik, hantaman benda langit (misalnya
meteor dan asteroid), dan/atau ledakan bom akibat ulah manusia.
2. Tsunami
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, “tsu” berarti pelabuhan dan
“name” berarti gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai
gelombang/ombak yang besar di pelabuhan. Tsunami dapat diartikan sebagai
gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi dengan pusat di bawah
laut, letusan gunung api bawah laut, longsor di bawah laut, dan atau hantaman
meteor di laut.
3. Letusan Gunung Api
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah “erupsi”. hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
dengan zona kegempan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada
batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar
(magma). Magma akan menginstrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui
rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi.
4. Banjir
Bencana banjir adalah bencana yang paling sering melanda Indonesia.
Curah hujan diatas normal dan adanya pasang naik air laut merupakan
penyebab utama terjadinya banjir. Selain itu faktor ulah manusia juga berperan
penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat, pembuangan sampah ke
dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan
sebagainya.

Adapun banjir terbagi menjadi 3 kategori:


 Banjir (genangan)
 Banjir bandang
 Banjir rob, akibat naiknya permukaan air laut.
5. Tanah Longsor
Selama ini bencana dianggap sesuatu yang bersifat alamiah, mendadak
dan tidak bisa dicegah. Akibatnya ketika terjadi bencana banyak masyarakat
yang tidak siap sehingga mengakibatkan kerusakan besar bahkan kematian.
Salah satunya bencana tanah longsor yang dapat mengubur manusia,
ternak, rumah, lahan pertanian dan apapun yang ada di lokasi tanah longsor.
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan
penyusun lereng.
6. Angin Puting Beliung
Angin puting beliung adalah angin kencang atau bisa juga disebut
badai besar yang sangat kuat dengan pusaran angin dengan kecepatan 120
km/jam atau lebih. Angin puting beliung bergerak mengaduk laut di bawahnya
dan menyebabkan gelombang besar yang sangat kuat.
7. Gelombang Pasang
Gelombang pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas
normal, dan dapat menimbulkan bahaya di laut maupun di darat terutama
daerah pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang terjadi karena adanya
angin kencang/puting beliung, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena
ada pengaruh dari gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang
pasang sekitar 10-100 Km/ jam.
Gelombang pasang di laut akan menyebabkan tersapunya daerah
pinggir pantai yang disebut dengan abrasi.
8. Kebakaran Lahan dan Hutan
Kebakaran lahan dan hutan adalah keadaan di mana lahan dan hutan
dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan serta hasil-
hasilnya dan menimbulkan kerugian.
9. Kekeringan
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air,
baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi, dan lingkungan.
10. Kecelakaan Transportasi
Kecelakaan (accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa
kejadian atau musibah, yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak, terjadi
sebelum, dalam waktu atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan karena
perbuatan manusia atau kerusakan alat pengangkutan sehingga menimbulkan
kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian bagi pihak
penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut.
Kecelakaan transportasi adalah peristiwa atau kejadian pengoperasian
sarana transportasi yang mengakibatkan kerusakan sarana transportasi, seperti
korban jiwa dan/ atau kerugian harta benda.
11. Kegagalan Teknologi
Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan
oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia
dalam penggunaan teknologi dan/atau industri.
12. Kerusuhan Sosial
Kerusuhan atau Konflik Sosial adalah suatu kondisi dimana terjadi
huru hara/kerusuhan atau perang atau keadaan yang tidak aman di suatu
daerah tertentu yang melibatkan lapisan masyarakat, golongan, suku, ataupun
organisasi tertentu.

Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung


potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras
dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
potensi timbulnya konflik. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik
akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di
dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang
bernuansa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan
diri dari NKRI akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan. Apabila
kondisi ini tidak dikelola dengan baik akhirnya akan berdampak pada
disintegrasi bangsa. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat
akumulasi permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-
tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya
maka akan menjadi problem yang berkepanjangan.
13. Kecelakaan Industri
Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja khususnya di lingkungan industri dan kecelakaan ini belum tentu
kecelakaan akibat kerja, karena untuk sampai ke diagnose Kecelakaan Akibat
Kerja harus melalui prosedur investigasi. Di dalam terjadinya kecelakaan
industri (studi kasus 3) tidak ada unsur kesengajaan apalagi direncanakan,
sehingga bila ada unsur sabotase atau tindakan kriminal merupakan hal yang
di luar makna dari kecelakaan industri.
14. Teroris
Aksi teror/sabotase adalah semua tindakan yang menyebabkan
keresahan masyarakat, kerusakan bangunan, dan mengancam atau
membahayakan jiwa seseorang/ banyak orang oleh seseorang/golongan
tertentu yang tidak bertanggungjawab.

Aksi teror/sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai alasan dan


berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/tempat tertentu,
penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat, dan sebagainya. Aksi
teror/sabotase sangat sulit dideteksi atau diselidiki oleh pihak berwenang
karena direncanakan seseorang/golongan secara diam-diam/rahasia.
Bencana aksi teror/sabotase pada suatu tempat atau wilayah, maupun
daerah tidak dapat diperkirakan karena hal itu terjadi secara tiba-tiba dan
dalam waktu yang singkat.

C. Pengertian Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan
dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak
negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992). Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih
dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991).

Karena ketidakberdayaan manusia serta kurang baiknya manajemen keadaan


darurat, sehingga dapat menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan
struktural, bahkan sampai korban jiwa yang tidak sedikit. Akan tetapi setidaknya
resiko bencana alam dapat diminimalisir dengan melakukan upaya-upaya yang
bersifat struktural maupun non-struktural. Upaya-upaya itulah yang sering disebut
sebagai Mitigasi.

Arti mitigasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan atau
menghapus kerugian dan korban yang mungkin terjadi akibat bencana, yaitu dengan
cara membuat persiapan sebelum terjadinya bencana. Menurut Undang-Undang No.
24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pengertian mitigasi adalah suatu
rangkaian upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana,
baik melalui pembangunan infrastruktur maupun memberikan kesadaran dan
kemampuan dalam menghadapi bencana.

Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk tindakantindakan non-rekayasa seperti


upaya-upaya peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan untuk
mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan
informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan yang berkesadaran.
Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman modal untuk bangunan struktur tahan
ancaman bencana dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih tahan
ancaman bencana (Smith, 1992).

D. Tujuan Mitigasi
Pada dasarnya mitigasi dilaksanakan untuk menghadapi berbagai jenis
bencana, baik itu bencana alam (natural disaster) maupun bencana akibat ulah
manusia (manmade disaster). Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengurangi atau
bahkan meniadakan risiko dan dampak bencana. Secara rinci, berikut adalah tujuan
dilakukannya mitigasi bencana alam :

1. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana,
seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam.
2. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
3. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang risiko
bencana, dan dampak bencana.
Dengan mengetahui tujuan dan pentingnya mitigasi bencana, beberapa
kegiatan dalam mitigasi adalah sebagai berikut :

 Mengenalkan dan memantau risiko bencana


 Merencanakan partisipasi penanggulangan bencana
 Memberikan kesadaran bencana kepada masyarakat
 Melakukan upaya fisik, non-fisik, serta mengatur penanggulangan bencana
 Mengidentifikasi dan pengenalan sumber ancaman bencana
 Memantau pengelolaan sumber daya alam
 Memantau penggunaan teknologi tinggi
 Mengawasi pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup

E. Mitigasi Bencana Gempa


SIAP Sebelum Terjadi Gempa Bumi

 Mengetahui sosialisasi tentang gempabumi, mempelajari penyebab gempa.


 Membuat konstruksi rumah tahan gempa.
 Memperhatikan sistem peringatan dini dan membuat sistem peringatan dini
mandiri, seperti mengikat benda-benda yang tergantung dengan kuat.
 Melaksanakan dan mengikuti simulasi.
 Mengetahui dimana informasi gempa bisa didapatkan yaitu: BMKG, TV, Radio,
ORARI, dll.
 Menyiapkan “tas siaga bencana”.

Ketika Terjadi Gempa Bumi

 Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Masuklah ke bawah meja untuk
melindungi tubuh dari jatuhan benda-benda. Jika tidak memiliki meja,
lindungi kepala dengan bantal. Jika sedang menyalakan kompor, maka
matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.

 Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, jika gempa mereda keluarlah
berurutan carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.
 Di luar rumah
Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari
jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame.
 Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti
semua petunjuk dari petugas atau satpam.
 Di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah
langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami.
Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah
mengungsi ke dataran yang tinggi.

 Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga tidak akan terjatuh
seandainya kereta berhenti secara mendadak.

 Di dalam mobil
Saat terjadi gempabumi besar jauhi persimpangan, pinggirkan mobil di
kiri jalan dan berhentilah. Hentikan mobil di tempat terbuka. Ikuti instruksi
dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dengan segera dari
mobil.

 Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Jika
terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone
jika tersedia.

Setelah Terjadi Gempa Bumi

 Periksa kondisi keluarga dan sekitar.


 Jauhi bangunan yang sudah retak - retak dan tidak aman.
 Laporkan kejadian kerugian, korban orang hilang.
 Membersihkan puing - puing dan kerusakan yang terjadi.
 Gotong royong dengan masyarakat dan aparat sekitar untuk kembali
memperbaiki rumah atau kerusakan sarana dan prasarana yang ada di sekitar
wilayah bencana.
 Bangun kembali bangunan yang sudah rusak dengan kontruksi bangunan tahan
gempa.
 Obati trauma yang terjadi khususnya pada anak- anak, wanita dan manula.
 Selalu waspada akan terjadinya gempa susulan.
 Beri pertolongan, dapat diramalkan banyak orang akan cedera saat terjadi
gempabumi besar.
 Bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada
di sekitar Anda.
 Dengarkan informasi, saat gempabumi besar terjadi, masyarakat terpukul
kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, bersikaplah tenang dan bertindak
sesuai dengan informasi yang benar. Peroleh informasi yang benar dari pihak
yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak karena informasi yang belum
jelas.

F. Mitigasi Bencana Tsunami


Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Risiko

 Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami.


 Pembangunan tempat evakuasi (shelter) di sekitar daerah pemukiman,
pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko,
penanaman mangrove serta tanaman lainnya di sepanjang garis pantai untuk
meredam gaya air tsunami.
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di
pinggir pantai tentang tsunami dan cara-cara penyelamatan diri terhadap
bahaya tsunami.
 Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda- tanda akan terjadinyan
tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun
Radio, SATLAK PB maupun institusi terkait.

Ketika Terjadi Tsunami


 Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut
dekat pantai surut secara tiba-tiba, segeralah lari menuju ke tempat yang
tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-
teman yang lain.
 Jika sedang berada di dalam perahu/kapal di tengah laut serta mendengar
berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan
perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali,
jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya
akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan
pertolongan pertama pada korban.

G. Kelompok Rentan Bencana


Bila terjadi bencana, maka kelompok rentan seperti ibu hamil dan bayi, anak, dan
lansia mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami dampak buruk dari bencana
dibanding orang lain. Perawat mempunyai peran penting membantu mengatasi masalah
yang dialami oleh kelompok rentan ini pada penanggulangan bencana.
2. Anak
a. Sebelum Bencana
Kesiapsiagaan bukan berarti hanya menyiapkan peralatan dan materi yang
diperlukan tetapi memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup agar dapat
bertindak dengan baik ketika terjadi bencana.Persiapan terlebih dahulu sebelum
bencana mampu memperkecil kerugian.Penting juga berbicara dengan anak
tentang keselamatan dan mengikutsertakan mereka dalam perencanaan untuk
suatu bencana.Hal ini membuat anak merasa lebih nyaman. Anak harus
mengetahui apa saja perlengkapan untuk mempertahankan hidup dan mengapa
barang-barang itu diperlukan. Anakjuga perlu mengetahui nomor telepon darurat
dan mengetahui bagaimana dan kapan meminta bantuan. Anak harus mengetahui
bagaimana cara mengkonfirmasikan keselamatan keluarga mereka, dimana tempat
penampungan atau lokasi evakuasi, dan bagaimana cara menghubungi anggota
keluarga. Mereka harus mengetahui segala informasi terpenting tentang
keluarganya seperti nama, alamat, nomor telepon keluarga dan dimana harus
bertemu dalam keadaan darurat. Kesiapsiagaan seperti itu untuk menghindari atau
mengurangi kebingungan dan dampak terhadap anak pada saat bencana. Hal itu
dapat mencegah anak menderita krisis kesehatan mental yang disebabkan oleh
stres dalam bencana, dan untuk belajar bagaimana cara menghadapinya dengan
manajemen stres.
b. Setelah Bencana
Anak yang mendapatkan perawatan pediatrik tidak dapat mengeluhkan rasa
sakitnya, sehingga keterangan mereka sering tidak jelas, maka perawat sering
mengalami kesulitan dalam mengkaji level darurat dari anak. Beberapa anak
terlihat serius, tetapi sebenarnya mereka berada dalam kondisi ringan. Sedangkan
yang lain kelihatan ringan, tetapi mereka sebenarnya dalam kondisi yang serius.
Anak dalam keadaan darurat mempunyai ciri khas yang sulit dinilai dalam
keadaan mendesak/darurat. Oleh karena itu, segera setelah bencana dibutuhkan
triage yang cepat dan tepat terhadap anak dengan mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya keadaan yang memburuk. Jika anak dan orang tua
dipisahkan dalam kondisi luar biasa seperti bencana, dapat menyebabkan PSTD
pada anak maupun orang tua. Oleh karena itu, perawat harus segera merespon dan
menyediakan pengobatan dan psikoterapi disamping tindakan bedah, dan harus
memperhatikan masalah kesehatan mental anak dan memastikan agar sebisa
mungkin anak tidak dipisahkan dari orang tua.
Hal ini penting untuk menemukan bagaimana keadaan anak di tempat
penampungan atau lokasi pengungsian melalui pengecekan keselamatan korban.
Membuat peta keberadaan anak dan keluarganya pada kondisi darurat sangat
bermanfaat terutama pada waktu perawat lain akan mengambil alih tugas perawat
lain.Karena peta tersebut menunjukkan sejumlah data, seperti berapa usia anak,
dimana anak itu berada, anak seperti apa mereka, dengan siapa anak berada, dan
kondisi anak seperti anak prematur, bayi yang baru dilahirkan, anak penyandang
cacat, anak pengidap penyakit kronis (diabetes, epilepsi, penyakit ginjal, asma,
penyakit darah, dll), anak beresiko tinggi yang menggunakan peralatan medis
seperti alat pernapasan, tabung oksigen, dan alat penyedot untuk mempertahankan
hidupnya.
Anak pada fase kronis dalam siklus bencana dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok anak yang pindah dari area bencana dimana alat penunjang
kehidupannya (lifeline) terputus ke tempat yang lebih aman, dan kelompok anak
yang mulai tinggal di tempat penampungan/pengungsian, seperti di sekolah dan
beberapa bangunan yang ada di area bencana. Sedangkan kelompok kedua
terpaksa tinggal berkelompok bersama sejumlah korban bencana. Pengkajian
Keselamatandan Keamanan Anak-Anak Bagi keluarga dan pengasuh yang
membawa bayi harus disediakan tempat untuk memberikan ASI dan istirahat
tanpa mempedulikan lingkungan sekitar selain kebutuhan sehari-hari seperti susu
bubuk, makanan bayi, dan popok. Untuk anak-anak yang bersekolah maupun yang
belum bersekolah yang aktif, harus disiapkan tempat bermain dan belajar, serta
mainan seperti mainan balok dan mainan binatang dan alat-alat belajar seperti
krayon, pensil warna adalah penting bagi anak-anak kecil dan anak-anak usia
sekolah di pusat pengungsian atau barak karena alat dan mainan seperti itu dapat
membantu anak-anak untuk menyatakan perasaan dan ketakutan mereka.
Seiring berlalunya waktu, beberapa anak menunjukkan beberapa tanda stres
pasca trauma. Ada pula anak-anak yang semakin ketakutan, mengeluh penyakit
fisik seperti nyeri kepala dan perut, menjadi lengket dan tidak ingin ditinggalkan
oleh orang tua mereka, atau kembali ke kebiasaaan seperti menghisap ibu jari dan
ngompol. Oleh karena itu, hal yang baik bagi anak adalah menumpahkan perasaan
dan ketakutan mereka dengan kata-kata atau suatu barang dengan bermain atau
menggambar. Anak remaja sangat penting untuk diberi perhatian dan dilindungi
privasi mereka
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Mitigasi Bencana

Sub Pokok Bahasan :

Sasaran : Remaja dan Dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan


Koto Tangah

Hari/tanggal : Senin, 07 Juni 2021

Tempat : Musholla Al-Ikhlas

Waktu : 60 menit

A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam
tinggi, seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain
sebagainya. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari
keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di
Amerika Serikat. Gempa bumi yang disebabkan oleh interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Selama kurun waktu
1600 – 2000, tercatat 105 kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya disebabkan
oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung api, dan 1 persen oleh tanah
longsor (Sumber: Pusat Mitigasi Bencana, ITB. 2008).
Menurut laporan EM-DAT (international disaster database) pada tahun 2018

di laporkan terjadi peristiwa bencana alam di seluruh dunia yang mengakibatkan

kematian sebanyak 11.804 orang, dan lebih dari 68 juta orang terdampak bencana

(WHO, 2018). Sedangkan menurut DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) dalam

kurun waktu Januari sampai Desember 2018, melaporkan kejadian bencana di

Indonesia telah mengakibatkan korban meninggal dan hilang sebanyak 2.412 orang,

korban luka-luka 2.104 orang dan korban yang terpaksa harus mengungsi lebih dari

11.015.859 orang (BNPB, 2019). Data tersebut merupakan data kejadian bencana di

dunia maupun di Indonesia.Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia

yang menjadi 5 provinsi tertinggi kejadian bencana.Kondisi ini disebabkan karena

geografis Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap

bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko tinggi

(BNPB, 2014). Patahan besar Sumatera (sumatera great fault) yang masih aktif akan

selalu mengancam kawasan itu apabila terjadi pergeserasan di zona patahan tersebut.

Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan banyak

menimbulkan korbanpada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan 7,6 SR

dilepas pantai Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009.

Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera sekitar 50 km barat laut kota

Padang. Gempa menyebabkan kerusakan parah dibeberapa wialyahdi Sumatera Barat

seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pasisir Selatan, Kota

Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, Kabupaten Pasaman

Barat dan Bukittinggi. Menurut data Satkorlak PB pada tahun 2009, sebanyak 1.117

orang tewas akibat gempa ini, korban luka berat mencapai 1.214 orang, korban luka

ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat,
65.380 rumah rusak sedang dan 78.604 rumah rusak ringan.Pada tahun 2019 di

Sumatera Barat telah terjadi 2 kali gempa bumi yang mengakibatkan korban luka-luka

sebanyak 8 orang. Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah,

sedang 5 rumah dan ringan 82 rumah (BNPB, 2019).Menurut penelitian ahli

kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman tahun 2011, gempa berkekuatan 8.9 SR

diprediksi akan memicu tsunami dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut.

Dari hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang

maka akan berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari

materil maupun jiwa sehingga perlunya kesiapsiagaan pada masyarakat.Kesiapsiagaan

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.(UU

Nomor 24 Tahun 2007).

Praktik keperawatan bencana pada mahasiswa Profesi Unand dilakukan di

RW.6 Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang mulai

tanggal 17 Mei 2021 sampai 19 Juni 2021.Pelaksanaan praktek profesi dilaksanakan

melalui tahapan antara lain : observasi fisik lingkungan, penyebaran kuesioner untuk

memperoleh data kejadian bencana pada masyarakat, musyawarah masyarakat

pertama untuk menindaklanjuti hasil survei dan kuesioner (hasil angket),

implementasi kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh masyarakat

dan musyawarah masyarakat kedua untuk menyampaikan hasil evaluasi kegiatan yang

telah direcanakan. Berdasarkan hasil wawancara ke beberapa warga, warga

mengatakan sering terjadi gempa, banjir, dan angin topan. Pada saat terjadi bencana

alam gempa bumi dan tsunami, ibu hamil merupakan salah satu kelompok rentang

yang ada di masyarakat. Oleh karena itu ibu hamil perlu dibekali dengan pengetahuan

tentang mitigasi bencana.


B. Tujuan
3. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan usia remaja dan dewasa RW 06
Kelurahan Pasie Nan Tigo mampu memahami mitigasi bencana.
4. Tujuan Khusus
d. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana,
seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam.
e. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
f. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
risiko bencana, dan dampak bencana.
C. Materi (terlampir)
D. Media
PPT dan leaflet
E. Setting Tempat

Keterangan :

: pemateri

: Remaja dan Dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

F. Metode Penyuluhan
c. Ceramah
d. Tanya Jawab

G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu
1. Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit

2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan


mendengarkan
3. Kontrak waktu

4. Menjelaskan tujuan
2. Kerja 3. Menampilkan PPT 1. Memperhatikan dan 50 menit
mendengarkan

2. Bertanya
4. Terminasi 1. Evaluasi dan validasi 1. Menyebutkan kembali materi 5 menit
diskusi
2. Salam penutup
2. Menjawab salam

H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang mitigasi bencana
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Warga remaja dan dewasa RW 06 mampu menjelaskan apa itu gempa dan
tsunami
b. Warga remaja dan dewasa RW 06 mampu menjelaskan evakuasi bencana gempa

Lampiran Materi
MITIGASI BENCANA

A. Pengertian Bencana
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.

B. Jenis-Jenis Bencana
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mengatakan terdapat tiga penyebab terjadinya bencana yaitu bencana alam, bencana
non alam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa maupun
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, yaitu gempa bumi, tsunami,
banjir, gunung meletus, angina topan, kekeringan, dan tanah longsor
2. Bencana non alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh peristiwa maupun
serangkaian peristiwa non alam, berupa kegagalan teknologi, kegagalan
modernisasi, wabah penyakin, dan epidermi
3. Bencana sosial, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia meliputi konflik sosial
antar kelompok maupun antar komunitas masyarakat dan terorisme

Jenis-jenis bencana menurut BNPB (2012), yaitu


1. Gempa bumi
Gempa bumi merupakan gejala alamiah yang berupa gerakan
goncangan atau getaran tanah yang dirimbulkan oleh adanya sumber-sumber
getaran tanah akibat terjadinya patahan atau sesar akibat aktivitas tektonik,
letusan gunung api akibat aktivitas vulkanik, hantaman benda langit (misalnya
meteor dan asteroid), dan/atau ledakan bom akibat ulah manusia.
2. Tsunami
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, “tsu” berarti pelabuhan dan
“name” berarti gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai
gelombang/ombak yang besar di pelabuhan. Tsunami dapat diartikan sebagai
gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi dengan pusat di bawah
laut, letusan gunung api bawah laut, longsor di bawah laut, dan atau hantaman
meteor di laut.
3. Letusan Gunung Api
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah “erupsi”. hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
dengan zona kegempan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada
batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar
(magma). Magma akan menginstrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui
rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi.
4. Banjir
Bencana banjir adalah bencana yang paling sering melanda Indonesia.
Curah hujan diatas normal dan adanya pasang naik air laut merupakan
penyebab utama terjadinya banjir. Selain itu faktor ulah manusia juga berperan
penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat, pembuangan sampah ke
dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan
sebagainya.

Adapun banjir terbagi menjadi 3 kategori:


 Banjir (genangan)
 Banjir bandang
 Banjir rob, akibat naiknya permukaan air laut.
5. Tanah Longsor
Selama ini bencana dianggap sesuatu yang bersifat alamiah, mendadak
dan tidak bisa dicegah. Akibatnya ketika terjadi bencana banyak masyarakat
yang tidak siap sehingga mengakibatkan kerusakan besar bahkan kematian.
Salah satunya bencana tanah longsor yang dapat mengubur manusia,
ternak, rumah, lahan pertanian dan apapun yang ada di lokasi tanah longsor.
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan
penyusun lereng.
6. Angin Puting Beliung
Angin puting beliung adalah angin kencang atau bisa juga disebut
badai besar yang sangat kuat dengan pusaran angin dengan kecepatan 120
km/jam atau lebih. Angin puting beliung bergerak mengaduk laut di bawahnya
dan menyebabkan gelombang besar yang sangat kuat.
7. Gelombang Pasang
Gelombang pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas
normal, dan dapat menimbulkan bahaya di laut maupun di darat terutama
daerah pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang terjadi karena adanya
angin kencang/puting beliung, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena
ada pengaruh dari gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang
pasang sekitar 10-100 Km/ jam.
Gelombang pasang di laut akan menyebabkan tersapunya daerah
pinggir pantai yang disebut dengan abrasi.
8. Kebakaran Lahan dan Hutan
Kebakaran lahan dan hutan adalah keadaan di mana lahan dan hutan
dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan serta hasil-
hasilnya dan menimbulkan kerugian.
9. Kekeringan
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air,
baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi, dan lingkungan.
10. Kecelakaan Transportasi
Kecelakaan (accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa
kejadian atau musibah, yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak, terjadi
sebelum, dalam waktu atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan karena
perbuatan manusia atau kerusakan alat pengangkutan sehingga menimbulkan
kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian bagi pihak
penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut.
Kecelakaan transportasi adalah peristiwa atau kejadian pengoperasian
sarana transportasi yang mengakibatkan kerusakan sarana transportasi, seperti
korban jiwa dan/ atau kerugian harta benda.
11. Kegagalan Teknologi
Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan
oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia
dalam penggunaan teknologi dan/atau industri.
12. Kerusuhan Sosial
Kerusuhan atau Konflik Sosial adalah suatu kondisi dimana terjadi
huru hara/kerusuhan atau perang atau keadaan yang tidak aman di suatu
daerah tertentu yang melibatkan lapisan masyarakat, golongan, suku, ataupun
organisasi tertentu.

Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung


potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras
dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
potensi timbulnya konflik. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik
akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di
dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang
bernuansa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan
diri dari NKRI akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan. Apabila
kondisi ini tidak dikelola dengan baik akhirnya akan berdampak pada
disintegrasi bangsa. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat
akumulasi permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-
tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya
maka akan menjadi problem yang berkepanjangan.
13. Kecelakaan Industri
Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja khususnya di lingkungan industri dan kecelakaan ini belum tentu
kecelakaan akibat kerja, karena untuk sampai ke diagnose Kecelakaan Akibat
Kerja harus melalui prosedur investigasi. Di dalam terjadinya kecelakaan
industri (studi kasus 3) tidak ada unsur kesengajaan apalagi direncanakan,
sehingga bila ada unsur sabotase atau tindakan kriminal merupakan hal yang
di luar makna dari kecelakaan industri.
14. Teroris
Aksi teror/sabotase adalah semua tindakan yang menyebabkan
keresahan masyarakat, kerusakan bangunan, dan mengancam atau
membahayakan jiwa seseorang/ banyak orang oleh seseorang/golongan
tertentu yang tidak bertanggungjawab.

Aksi teror/sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai alasan dan


berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/tempat tertentu,
penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat, dan sebagainya. Aksi
teror/sabotase sangat sulit dideteksi atau diselidiki oleh pihak berwenang
karena direncanakan seseorang/golongan secara diam-diam/rahasia.
Bencana aksi teror/sabotase pada suatu tempat atau wilayah, maupun
daerah tidak dapat diperkirakan karena hal itu terjadi secara tiba-tiba dan
dalam waktu yang singkat.

C. Pengertian Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan
dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak
negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992). Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih
dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991).

Karena ketidakberdayaan manusia serta kurang baiknya manajemen keadaan


darurat, sehingga dapat menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan
struktural, bahkan sampai korban jiwa yang tidak sedikit. Akan tetapi setidaknya
resiko bencana alam dapat diminimalisir dengan melakukan upaya-upaya yang
bersifat struktural maupun non-struktural. Upaya-upaya itulah yang sering disebut
sebagai Mitigasi.

Arti mitigasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan atau
menghapus kerugian dan korban yang mungkin terjadi akibat bencana, yaitu dengan
cara membuat persiapan sebelum terjadinya bencana. Menurut Undang-Undang No.
24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pengertian mitigasi adalah suatu
rangkaian upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana,
baik melalui pembangunan infrastruktur maupun memberikan kesadaran dan
kemampuan dalam menghadapi bencana.

Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk tindakantindakan non-rekayasa seperti


upaya-upaya peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan untuk
mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan
informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan yang berkesadaran.
Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman modal untuk bangunan struktur tahan
ancaman bencana dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih tahan
ancaman bencana (Smith, 1992).

D. Tujuan Mitigasi
Pada dasarnya mitigasi dilaksanakan untuk menghadapi berbagai jenis
bencana, baik itu bencana alam (natural disaster) maupun bencana akibat ulah
manusia (manmade disaster). Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengurangi atau
bahkan meniadakan risiko dan dampak bencana. Secara rinci, berikut adalah tujuan
dilakukannya mitigasi bencana alam :

4. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana,
seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam.
5. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
6. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang risiko
bencana, dan dampak bencana.
Dengan mengetahui tujuan dan pentingnya mitigasi bencana, beberapa
kegiatan dalam mitigasi adalah sebagai berikut :

 Mengenalkan dan memantau risiko bencana


 Merencanakan partisipasi penanggulangan bencana
 Memberikan kesadaran bencana kepada masyarakat
 Melakukan upaya fisik, non-fisik, serta mengatur penanggulangan bencana
 Mengidentifikasi dan pengenalan sumber ancaman bencana
 Memantau pengelolaan sumber daya alam
 Memantau penggunaan teknologi tinggi
 Mengawasi pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup

E. Mitigasi Bencana Gempa


SIAP Sebelum Terjadi Gempa Bumi

 Mengetahui sosialisasi tentang gempabumi, mempelajari penyebab gempa.


 Membuat konstruksi rumah tahan gempa.
 Memperhatikan sistem peringatan dini dan membuat sistem peringatan dini
mandiri, seperti mengikat benda-benda yang tergantung dengan kuat.
 Melaksanakan dan mengikuti simulasi.
 Mengetahui dimana informasi gempa bisa didapatkan yaitu: BMKG, TV, Radio,
ORARI, dll.
 Menyiapkan “tas siaga bencana”.
Ketika Terjadi Gempa Bumi

 Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Masuklah ke bawah meja untuk
melindungi tubuh dari jatuhan benda-benda. Jika tidak memiliki meja,
lindungi kepala dengan bantal. Jika sedang menyalakan kompor, maka
matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.

 Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, jika gempa mereda keluarlah
berurutan carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.
 Di luar rumah
Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari
jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame.
 Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti
semua petunjuk dari petugas atau satpam.
 Di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah
langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami.
Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah
mengungsi ke dataran yang tinggi.
 Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga tidak akan terjatuh
seandainya kereta berhenti secara mendadak.

 Di dalam mobil
Saat terjadi gempabumi besar jauhi persimpangan, pinggirkan mobil di
kiri jalan dan berhentilah. Hentikan mobil di tempat terbuka. Ikuti instruksi
dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dengan segera dari
mobil.

 Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Jika
terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone
jika tersedia.

Setelah Terjadi Gempa Bumi

 Periksa kondisi keluarga dan sekitar.


 Jauhi bangunan yang sudah retak - retak dan tidak aman.
 Laporkan kejadian kerugian, korban orang hilang.
 Membersihkan puing - puing dan kerusakan yang terjadi.
 Gotong royong dengan masyarakat dan aparat sekitar untuk kembali
memperbaiki rumah atau kerusakan sarana dan prasarana yang ada di sekitar
wilayah bencana.
 Bangun kembali bangunan yang sudah rusak dengan kontruksi bangunan tahan
gempa.
 Obati trauma yang terjadi khususnya pada anak- anak, wanita dan manula.
 Selalu waspada akan terjadinya gempa susulan.
 Beri pertolongan, dapat diramalkan banyak orang akan cedera saat terjadi
gempabumi besar.
 Bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada
di sekitar Anda.
 Dengarkan informasi, saat gempabumi besar terjadi, masyarakat terpukul
kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, bersikaplah tenang dan bertindak
sesuai dengan informasi yang benar. Peroleh informasi yang benar dari pihak
yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak karena informasi yang belum
jelas.

F. Mitigasi Bencana Tsunami


Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Risiko

 Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami.


 Pembangunan tempat evakuasi (shelter) di sekitar daerah pemukiman,
pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko,
penanaman mangrove serta tanaman lainnya di sepanjang garis pantai untuk
meredam gaya air tsunami.
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di
pinggir pantai tentang tsunami dan cara-cara penyelamatan diri terhadap
bahaya tsunami.
 Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda- tanda akan terjadinyan
tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun
Radio, SATLAK PB maupun institusi terkait.

Ketika Terjadi Tsunami


 Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut
dekat pantai surut secara tiba-tiba, segeralah lari menuju ke tempat yang
tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-
teman yang lain.
 Jika sedang berada di dalam perahu/kapal di tengah laut serta mendengar
berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan
perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali,
jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya
akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan
pertolongan pertama pada korban.
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)


: Perdarahan, Luka Balutan, Fraktur (Patah Tulang),
Sub Pokok Bahasan Evakuasi Korban
: Usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan
Sasaran Tigo Kecamatan Koto Tangah

Hari/tanggal : Senin, 07 Juni 2021

Tempat : Mushalla Al-Ihklas

Waktu : 60 menit

A. Latar Belakang
Negara Indonesia secara geografis berada diantara dua benua dan dua
samudera serta di lewati oleh garis khatulistiwa, dimana merupakan salah satu wilayah
yang berpotensi terjadi bencana (PMI, 2013). Secara tektonik Negara Indonesia terletak
pada pertemuan lempeng besar dunia dan beberapa lempeng kecil (microblocks)
menyebabkan Indonesia berpotensi mengalami banyak kejadian gempa bumi. Negara
Indonesia juga dikelilingi oleh empat lempeng utama, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng
Laut Filipina, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (Tim Pusat Studi Gempa
Nasional, 2017).

Bencana gempa bumi merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari dan
terjadi secara mendadak. BPBD Kota Padang mengatakan bahwa kota Padang diapit
oleh dua patahan gempa, yaitu patahan Semangko dan patahan Megathrust. Selama
sepuluh tahun (2009-2019) terdapat 3 gempa besar mengguncang Kota Padang yang
mengakibatkan 386 jiwa meninggal dunia, 1.219 jiwa luka-luka dan 3.547 kerusakan
pada fasilitas pendidikan (DIBI, 2020). Gempa bumi mengguncang Kota Padang dan
sekitarnya pada tanggal 30 September 2009 berkekuatan 7,9 skala Richter
mengakibatkan banyak korban jiwa, jumlah korban jiwa di Kota Padang sendiri
sebanyak 385 jiwa meninggal dunia dan 1.216 jiwa luka-luka.
Ketika terjadi bencana, cenderung terjadi cedera. Cedera adalah kerusakan
fisik yang terjadi ketika tubuh manusia tiba-tiba mengalami penurunan energi dalam
jumlah yang melebihi ambang batas toleransi fisiologis atau akibat dari kurangnya satu
atau lebih elemen penting seperti oksigen (WHO, 2014). Cedera juga dapat diartikan
sebagai suatu kerusakan struktur atau fungsi tubuh karena suatu trauma atau tekanan
fisik. Jika cedera terjadi maka harus segera memerlukan tindakan pertolongan pertama.

Pertolongan pertama adalah perawatan segera yang diberikan pada orang yang
mengalami cedera atau sakit mendadak. Tidak hanya dapat menyelamatkan hidup
seseorang, kualitas pertolongan pertama juga dapat mengurangi kecacatan dan
perawatan dirumah sakit. Pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau
penanganan yang sempurna, tetapi hanya berupa pertolongan pertama yang dilakukan
oleh yang pertama kali melihat korban (Pfeiffer, 2012).

Berdasarkan fenomena diatas kelompok akan melakukan penyuluhan


mengenai P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) di RW 06 Kelurahan Pasie Nan
Tigo.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan
Pasie Nan Tigo mampu memahami cara melakukan pemberian pertolongan pertama
atau P3K praktis.

2. Tujuan Khusus
a. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
perdarahan
b. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
tentang luka dan balutan
c. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
tentang patah tulang/fraktur
d. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
tentang cara evakuasi korban

C. Materi (terlampir)
D. Media
PPT dan Leaflet

E. Setting Tempat

Keterangan :

: Pemateri

: Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

F. Metode Penyuluhan
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Demonstrasi perawatan luka sederhana, pembidaian, cara evakuasi korban massal

G. Kegiatan Penyuluhan

No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu


1. Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit

2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan


mendengarkan
3. Kontrak waktu

4. Menjelaskan tujuan

2. Kerja 1. Menjelaskan tentang 1. Memperhatikan dan 50 menit


perdarahan mendengarkan
2. Menjelaskan tentang luka dan
2. Bertanya
balutan
3. Menjelaskan tentang
fraktur/patah tulang
4. Menjelaskan tentang evakuasi
korban
5. Melakukan demonstrasi
perawatan luka sederhana,
pembidaian, dan evakuasi
korban
6. Mempersilahkan warga untuk
bertanya
7. Memberikan kesimpulan
4. Terminasi 1. Evaluasi dan validasi 1. Menyebutkan kembali materi 5 menit
diskusi
2. Salam penutup
2. Menjawab salam

H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang P3K (Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan)
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Warga usia remaja-dewasa RW 06 mampu menjelaskan tentang perdarahan
b. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan tentang luka dan balutan
c. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan tentang fraktur/patah tulang
d. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan tentang evakuasi korban
e. Warga usia remaja-dewasa RW 06 mendemonstrasi perawatan luka sederhana,
pembidaian, dan cara evakuasi korban massal.
Lampiran Materi :

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)

PENGERTIAN P3K
P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) adalah upaya memberikan pertolongan
pertama secara cepat dan tepat yang mengalami sakit atau cidera.

TUJUAN P3K
1. Menyelamatkan nyawa

2. Meringankan penderitaan korban, seperti meringankan rasa nyeri

3. Mencegah cedera/penyakit bertambah parah, seperti mencegah perdarahan

4. Mempertahankan daya tahan korban

5. Menunjang upaya penyembuhan

6. Mencarikan pertolongan lebih lanjut

PRINSIP P3K
Prinsip P3K adalah cepat, tepat, dan hati-hati, serta melihat situasi sebaik-baiknya. Juga
meliputi:
1. Sikap tenang dan tidak panik
2. Memperhatikan pernapasan korban
3. Hentikan perdarahan
4. Mengamankan korban
5. Lakukan penyelamatan di tempat
6. Lakukan tindakan penyelamatan dengan cepat, tepat, dan hati-hati

PERALATAN P3K DAN CARA PENGGUNAANNYA


1. Tandu untuk mengevakuasi korban dari kejadian bencana
2. Pembalut, merupakan kain untuk menutup luka, menahan pembengkakan, dan
menahan agar bagian badan yang cedera tak bergerak
3. Kapas putih untuk pengobatan yaitu untuk pembersihan atau pencucian luka
4. Kassa steril untuk menutup luka yang telah diobati
5. Bidai untuk penanganan patah tulang
6. Gunting
7. Plester
8. Pisau lipat
9. Senter

I. PERDARAHAN
a. Definisi
Perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Walaupun dapat
bervariasi, volume darah orang dewasa normal adalah 7-8 % dari berat badan.
Volume darah pada anak-anak dihitung 8-9 % dari berat badan normal (80-90
cc/Kg ).

b. Klasifikasi
 Perdarahan dapat dibedakan berdasarkan persentase kehilangan volume darah
sebagai barikut :
1. Perdarahan kelas I : Kehilangan Volume Darah Sampai 15 % atau 500 cc
darah
2. Perdarahan kelas II : Kehilangan Volume Darah 15-30 % atau 750-1500 cc
darah
3. Perdarahan kelas III : Kehilangan Volume Darah 30-40 % atau sekitar 2000
cc darah
4. Perdarahan kelas IV : Kehilangan Volume Darah Lebih Dari 40 %

Pendarahan berdasarkan sumber perdarahan

1. Perdarahan arteri
Darah yang keluar dari pembuluh nadi keluar menyembur sesuai dengan
denyut nadi dan berwarna merah terang karena masih kaya dengan oksigen.
Tanda-tandanya :
 Warna darah merah muda
 Keluar secara memancar sesuai dengan irama jantung
 Biasanya darah sukar untuk di hentikan
2. Perdarahan vena
Darah yang keluar dari pembuluh vena mengalir lambat bewarna merah gelap
karena mengandunng karbon dioksida.

Tanda-tandanya :
 Warna darah merah tua
 Pancaran darah tidak begitu hebat disbanding perdarahan arteri
 Perdarahan mudah untuk dihentikan dengan cara menekan dan dan
meninggikan anggota badan yang luka lebih tinggi dari jantun
3. Perdarahan kapiler
Berasal dari pembuluh darah kapiler, darah yang keluar merembes. Perdarahan
ini sangat kecil sehingga hampir tidak memiliki tekanan/semburan.
Tanda-tandanya:
 Perdarahan tidak hebat
 Keluar perlahan-lahan berupa rembesan
 Biasanya perdarahan berhenti sendiri walaupun tidak di obati.

Perdarahan berdasarkan pada jenis perdarahan

1. Perdarahan luar

Jenis perdarahan ini terjadi akibat kerusakan dinding pembuluh darah disertai
dengan kerusakan kulit yang mungkin darah keluar dari dan terlihat jelas
keluar dari luka tersebut.

2. Perdarahan dalam
Kehilangan darah dalam perdarahan internal tidak terihat karena kulit masih
utuh. Perdarahan internal mungkin terjadi didalam jaringan-jaringan, organ
atau dirongga-rongga tubuh termasuk kepala, dada dan perut.
3. Fraktur (patah/retak tulang)
Perdarahan mungkin terjadi dengan tulang-tulng yang patah.
4. Perdarahan secara spontan
Terjadi secara spontan terutama pada orang-orang yang mengkonsumsi obat-
obatan anti-penggumpalan.
II. LUKA DAN BALUTAN

a. Pengertian Luka
Luka adalah sebuah kondisi kerusakan atau hilangnya sebagian jaringan tubuh yang
bisa terjadi akibat trauma benda tumpul, benda tajam, suhu ,zat kimia ,ledakan,
gigitan hewan, konsleting listrik dan berbagai penyebab lain.

b. Faktor Penyebab Luka


 Mekanik, contohnya  trauma benda tumpul, benda tajam, senjata api dan bahan
peledak
 Fisik, contohnya karena paparan suhu, panas, dingin, dan aliran listrik
 Kimia, contohnya paparan zat asam dan basa

c. Macam-Macam Jenis Luka


 Luka Memar
Kondisi yang disebabkan karena rusaknya pembuluh darah pada bagian tubuh
tertentu sehingga darah meresap ke jaringan sekitar, biasanya akibat hantaman
benda tumpul.
 Luka Lecet
Luka lecet adalah luka yang terjadi karena kerusakan pada bagian atas kulit,
biasanya kulit menjadi merah, adanya lesi, berdarah, dan keluar rembesaran
cairan bening
 Luka Akibat Listrik
Terjadi karena akibat arus listrik mengaliri tubuh dan adanya lonjakan arus besar.
atau bisa juga oleh petir.
 Luka Robek
Luka yang terjadi karena  robeknya kulit bagian permukaan atau kulit beserta
bagian jaringan dibawahnya. Biasanya akibat hantaman benda tumpul yang
sangat kuat sehingga melampaui tingkat elastisitas kulit dan otot
 Luka Tusuk
Yaitu luka akibat tertusuk benda tajam. 
 Luka Bakar.
Luka akibat terbakar api langsung atau tidak langsung, juga termasuk paparan
matahari dalam waktu lama, bahan kimia dan listrik juga memungkinkan untuk
terjadinya luka bakar.

d. Jenis-Jenis Luka
Dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka terkena radiasi atau bedah) dan luka
tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak
rusak (kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan
terjadi karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan
(kecelakaan).

Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka.

a. Luka Bersih (Clean Wounds). Yang dimaksud dengan luka bersih adalah
luka bedah tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi
b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds). Jenis luka ini
adalah luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital
atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu
terjadi.
c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds) adalah luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna.
d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds) adalah terdapatnya
mikroorganisme pada luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya infeksi
pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme
tersebut.

Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka.


a. Luka Akut. Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan
(<3bulan) sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka Kronis. Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami
kegagalan dalam proses penyembuhan (>3 bulan)

e. Cara Merawat Luka Ringan :


1. Cuci luka dan kulit disekitarnya sebersih-bersihnya dengan sabun dan air,
segera setelah terjadi luka ringan, luka iris atau goresan.
2. Singkirkan setiap benda asing dan debu dari dalam luka tersebut.
3. Cucilah tangan dan kemudian guncang-guncang agar kering
4. Seka kulit disekitar luka dengan suatu larutan antiseptik (dengan mengecek
petunjuk pada botol untuk penggunaan yang benar)
5. Tempelkan pembalut steril atau plester
6. Setelah itu luka dibersihkan dengan tuntas. Biarkan pembalut disitu sampai luka
sembuh. Hanya dilepas jika longgar atau kotor.

f. Cara Mengendalikan Perdarahan :


1. Tekan langsung pada luka, dengan menggunakan jari atau tangan
2. Jika luka besar, tekan pinggirnya seolah mempersempit luka dengan lembut
tetapi mantap
3. Pikirkan apa yang dapat anda gunakan untuk menekan luka agar bisa
mengendalikan perdarahan dengan lebih efektif. Sapu tangan bersih yang dilipat
sering ideal.
4. Jika perdarahan terjadi pada anggota badan, angkatlah anggota badan itu.
Periksa dengan hati-hati apakah ada tulang retak atau patah pada anggota badan.
5. Tekanan langsung dapat mengendalikan perdarahan dan taruh pembalut yang
steril atau bersih pada luka, menutupi luka itu seluruhnya.
6. Pasang bantalan yang menutupi daerah luka. Tekan cukup kuat.
7. Perban bantalan itu dengan kencang
g. Langkah-Langkah Pertolongan Pertama
Luka Ringan
 Pertama, cuci bersih tangan Anda, baik luka yang Anda derita terdapat di
bagian tangan, kaki, lutut, maupun daerah lain, tangan harus tetap dibersihkan.
 Kedua, hentikan pendarahan. Luka tergores atau teriris termasuk dalam
kategori luka ringan, dan biasanya darah yang mengalir akan berhenti dengan
sendirinya. Namun, jika diperlukan, Anda dapat menekan lembut luka tersebut
dengan perban atau kain bersih hingga pendarahan berhenti.
 Ketiga, bersihkan luka Anda.Setelah pendarahan benar-benar berhenti, basuh
luka di bawah air bersih yang mengalir (biasanya, letakkan bagian yang
terluka di bawah kran air, dan biarkan air mengguyurnya). Bersihkan area di
sekitar luka dengan sabun dan handuk basah. Namun ingat, jangan menyabuni
luka Anda, dan gunakan sabun hanya untuk area kulit di sekitar luka.
 Keempat, bersihkan kotoran atau pasir di dalam luka.Untuk tindakan ini,
gunakanlah tweezer (pinset) yang telah dibersihkan dengan alkohol.
 Kelima, oleskan obat merah. Untuk pertolongan pertama luka ringan dapat
mengoleskan obat merah ataupun salep antibiotik tipis-tipis.
 Keenam, balut luka dengan perban. Jika diperlukan, membalut luka dengan
perban, untuk menjaganya tetap bersih. Hal ini terutama dianjurkan jika luka
terletak pada bagian tubuh yang berisiko cepat kotor atau tergesek pakaian,
sehingga memerlukan perban untuk melindunginya.
 Ketujuh, gantilah perban secara teratur. Gantilah perban satu kali sehari, atau
saat perban sudah basah atau kotor.
 Terakhir, amati tanda-tanda infeksi pada luka.

Pingsan
 Penanganan utama saat seseorang pingsan adalah dengan meningkatkan aliran
darah ke otak agar kebutuhan oksigen tercukupi. Proses ini dapat dilakukan
dengan langkah-langkah berikut:
 Periksa pernapasan pasien.
 Baringkan pasien dan letakkan kakinya lebih tinggi dari jantung. Jika situasi
ini tidak memungkinkan, dudukkan pasien dan letakkan kepalanya di antara
lutut dengan membungkuk.
 Longgarkan pakaian atau aksesori yang terlalu ketat, misalnya ikat pinggang.
 Jika pasien tidak kunjung sadar selama lebih dari dua menit, segera hubungi
rumah sakit agar penanganan darurat dapat dilakukan. Selama menunggu,
baringkan pasien pada posisi miring, letakkan kepala pasien pada posisi
menengadah agar saluran pernapasannya lancar, dan pantau pernapasan serta
denyut nadinya.

Mimisan

 Pijat cuping hidung tepat dibawah tulang hidung dengan kuat menggunakan
ibu jari dan telunjuk, segera setelah mimisan terdeteksi.
 Korban harus didudukkan dengan kepala miring kedepan diatas penampung
 Tekanan pada pembuluh darah yang bocor harus dipertahankan sekurang-
kurangnya 10 menit, dan korban tidak boleh menengadahkan kepalanya.
 Lepaskan pijitan secara bertahap
 Dengan kepala masih miring kedepan, seka dengan hati-hati daerah sekitar
hidung dengan pembalut atau penyeka yang bersih yang telah direndam dalam
air hangat.

h. Balutan
Balutan harus cukup besar untuk menutupi luka dan masih bersisa sekitar 2,5
cm disekitar luka. Jika mungkin balutan harus steril sehingga tidak ada bakteri yang
masuk kedalam area luka. Juga balutan terbuat dari bahan yang memungkinkan
keringat menguap. Jika keringat terkumpul, balutan akan menjadi basah dan akan
menciptakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan bakteri.

i. Tujuan Pembalutan
 Mengurangi kerusakan jaringan yang luka.
 Mengurangi rasa sakit dan nyeri pada luka.
 Mencegah dari bahaya cacat dan infeksi.
 Menghindari bahaya maut.

j. Fungsi Balutan
 Untuk melindungi luka
 Untuk mengendalikan perdarahan dan membantu agar perdarahan berhenti
 Untuk menyerap setiap cairan yang keluar dari luka
 Untuk mencegah infeksi

k. Macam-Macam Pembalut
 Pembalutan segitiga: mitela, platenga, dan punda.
 Pembalutan gulung.
 Pembalutan cepat

l. Aturan Memasang Balutan :


 Tangan harus dicuci bersih
 Luka dan kulit disekitar luka harus dibersihkan, asal luka itu tidak terlalu besar
dan perdarahan telah dapat dikendalikan
 Gunakan bantalan kapas ekstra yang diikat kuat dengan perban untuk
menutupi pembalut lapangan
 Gantilah pembalut yang bergeser dari daerah luka kedaerah yang tidak luka,
dan ganti dengan pembalut baru. Untuk mencegah infeksi
 Selalu taruh pembalut langsung pada luka
III. FRAKTUR

Fraktur atau patah tulang merupakan keadaan terputusnya kontinuitas tulang, sebagian atau
keseluruhan. Terdapat dua tipe patah tulang yang dikenal yaitu :

1. Patah Tulang Tertutup


Kulit utuh dan tulang betapapun parahnya tidak terinfeksi. Pembengkakan dan memar
meungkin tidak segera tampak.
2. Patah Tulang Terbuka
Ujung tulang yang patah menonjol lewat kulit, atau ada luka dikulit yang bertalian
dengan letak patah tulang. Patah tulang yang terbuka harus selalu ditandai terinfeksi.
Komplikasi patah tulang jenis ini bila ujung-ujung yang patah atau pecahan tulang
telah menyebabkan cidera pada bagian penting disampingnya seperti nadi, saraf atau
organ.
a. Pemeriksaan Fisik
Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar dapat dilakukan pemeriksaan
yang baik dan menyeluruh. Cidera ekstremitas yang nyata harus dibidai. Pemeriksaan
cidera ekstremitas mempunyai 3 tujuan yaitu :

1). Menemukan masalah yang mengancam jiwa

2). Menemukan masalah yang mengancam ekstremitas

3). Pemeriksaan ulang secara sistematis menghindari cidera yang terluput

Empat komponen yang harus diperiksa yaitu :

1). Kulit yang melindungi dari kehilangan cairan dan infeksi

2). Fungsi neuromuskular

3). Keadaan sirkulasi

4). Integritas ligamen dan tulang

Cara pemeriksaan dengan :

1). Lihat dan tanya

2). Raba

3). Periksa sirkulasi

4). Foto rontgen

b. Imobilisasi
Tujuan imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cidera dalam
posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada tempat
fraktur. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan tarikan untuk meluruskan dan
mempertahankan dengan alat imobilisasi seperti bidai. Pemakaian bidai yang benar
akan membantu menghentikan perdarahan, mengurangi nyeri dan mencegah
kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.
Dislokasi sendi umumnya perlu dibidai pada posisi saat ditemukan. Bantal atau
gips dapat dipakai untuk mempertahankan posisi ekstremitas yang belum dilakukan
reposisi.
Pemasangan bidai harus segera, namun tidak boleh mengganggu resusitasi yang
merupakan prioritas utama. Memasang bidai pada trauma ekstremitas bila tidak
disertai maslah ancaman nyawa dapat ditunda sampai secondary survey. Walaupun
demikian cidera ini harus dibidai sebelum penderita dirujuk. Setelah bidai dipasang
dan meluruskan fraktur harus selalu diperiksa status neurovaskuler.

Tujuan dari pembidaian adalah :


 Mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan cara mencegah pergerakan
fragmen tulang, sendi yang dislokasi dan jaringan lunak yang rusak
 Mencegah kerusakan lebih lajut jaringan lunak (otot,medulla spinalis, saraf
perifer, pembuluh darah) akibat pergerakan ujung fragmen tulang
 Mencegah laserasi kulit oleh uung fragmen tulang (fraktur tertutup jadi
terbukaa)
 Mencegah gangguan aliran darah akibat penekan ujung fagmen tulang pada
pembuluh darah
 Mengurangi atau menghentikan perdarahan atau akibat kerusakan jaringan
lunak

Prinsip-prinsip pembidaian adalah :

 Buka pakaian yang menutup bagian anggota tubuh yang akan di bidai.
 Lakukan pemeriksaan status vaskular (denyut nadi dan pengisian kapiler)
serta status motorik dan sensorik di distal trauma.
 Tutup semua luka dengan kasa steril atau dengan kain yang bersih.
 Jangan memindahkan/menggerakkan anggota gerak sebelum dilakukan
pembidaian
 Pada kasus fraktur, pembidaian harus mencakup 2 sendi di bagian proksimal
(atas) dan distal ( bawah) dari fraktur tersebut.
 Pada trauma sendi, pembidaian harus mencakup tulang di sebelah proksimal
dan distal sendi.
 Semua bidai harus di beri bantalan lunak agar tidak merusak jaringan lunak
(otot) sekitarnya.
 Selama pembidaian anggota gerak harus di topang dengan tangan untuk
mernghindari trauma lebih lanjut.
 Jika terjadi deformitas (berubah bentuk), lakukan traksi (penarikan) untuk
memulihkan kesejajaran anggota gerak (realignement).
 Jika terdapat tahanan saat di lakukan traksi,pembidain dilakukan pada posisi
apa adanya.
 Pembidaian trauma tulang belakang dilakukan dengan prinsip neutral in-line
position.
 Jika ragu ragu apakah terjadi patah tulang/fraktur,dislokasi tetap lakukan
pembidaian.

Cara Pemakaian Bidai Berdasarkan Lokasi Patah Tulang

1. Fraktur Femur

Untuk pertolongan pertama pada fraktur femur sementara dapat dipasang


traction splint. Cara yang sederhana adalah dengan membidai dengan spalk atau
dengan kaki yang sebelumnya.

2. Trauma Lutut

Pemakaian bidai lutut atau long leg splint dapat memberikan kenyamanan dan
stabilitas. Lutut tidak boleh dibidai dalam posisi lurus, akan tetapi difleksikan
kurang lebih 10 derajat untuk menghindari tekanan pada struktur neurovaskuler.

3. Fraktur Tibia

Untuk pertolongan sementara dapat dipasang bidai atau spalk sepanjang tungkai
dengan melewati dua sendi.

4. Fraktur Ankle

Fraktur ankle dapat dimobilisasi dengan bidai bantal atau karton dengan
bantalan sehingga menghindari tekanan pada tulang yang menonjol.
5. Lengan Dan Tangan

Tangan, dibidai sementara dalam posisi anatomis fungsional dengan


pergelangan tangan sedikit dorsofleksi dan jari-jari fleksi 45 derajat pada sendi
metakarpophalangeal.

Lengan dan pergelangan tangan, diimobilisasi datar pada bidai dengan


bantalan.

Siku, diimobilisasi pada posisi fleksi, memakai bidai dengan bantalan atau
dengan sling.

Lengan atas, diimobilisasi dengan sling dan bahu atau balutan Valipeu.

IV.EVAKUASI KORBAN

a. Pengertian Evakuasi 
Merupakan suatu tindakan memindahkan manusia secara langsung dan cepat
dari satu lokasi ke lokasi yang aman agar menjauh dari ancaman atau kejadian yang
dianggap berbahaya atau berpotensi mengancam nyawa manusia atau mahluk hidup
lainnya.
Evakuasi merupakan bagian penting dari penyelamatan korban kecelakaan.
Evakuasi yg ditunjang peralatan, kemampuan dan jumlah penolong memadai dapat
mencegah cidera korban bertambah parah. Tetapi ada kalanya evakuasi darurat
dilakukan dengan peralatan dan jumlah penolong terbatas. Hal ini dikarenakan antara
lain harus segera di evakuasi karena lokasi kecelakaan membahayakan.

b. Cara Evakuasi Korban Berdasarkan Jumlah Penolong


1. Satu Orang Penolong:
 Papah jinjing, dilakukan untuk korban sadar dengan cidera ringan
 Gendong, gendong dilakukan untuk korban sadar dan tidak mengalami cedera
di tangannya
 Tarik korban, cara ini dilakukan untuk korban tidak sadar atau terlampau berat.
Tarik korban ke arah belakang dengan tetap menjaga kepala korban. Posisi
tangan penolong ketika menarik disesuaikan dengan situasi dan kondisi, yaitu
menarik bahu, baju atau selimut
 Menuruni tangga, jangan dilakukan pada korban dengan cedera kepala atau
spinal. Gunakan matras atau sejenisnya sebagai alas dibawah korban
 Bujur gantung, posisi korban dibawah penolong, fiksasi tangan korban dan
rempatkan di leher penolong. Gunakan mitella, sabuk atau bahan yang bisa
untuk menarik. Teknik ini digunakan untuk korban yy jauh lebih berat dari
penolong
 Sampir pundak, teknik ini digunakan untuk mengangkut korban secara cepat
dengan jarak relatif jauh

2. Dua Orang Penolong


Jika ada dua orang penolong untuk memindahkan korban maka teknik yang
dapat digunakan ialah sebagai berikut:
 Angkat kursi, kursi dapat digunakan pada pasien yg sadar maupun tidak sadar,
tapi tidak pada korban dengan suspwk cedera kepala atau spinal. Untuk
pengamanan mobilisasi tangan korban ke dada dan jika korban tidak sadar ikat
korban ke kursi
 Dudukan 2 tangan, cara yg banyak digunakan pada pasien sadar yg tidak
mampu berjalan atau untuk menjaga bagian atas tubuh korban. Gunakan
telapak tangan untuk mengangkat korban dan di anjurkan memakai sarung
tangan
 Papah jinjing, seperti papah jinjing 1 orang, dilakukan untuk korban sadar
dengan cedera ringan yg bisa mengamankan dirinya sendiri
 Dudukan 4 tangan, variasi lain dari dudukan 2 tangan yg digunakan pada
pasien sadar yg dapat menggerakkan tangan untuk membantu dirinya sendiri

3. Tiga Orang Penolong


Di Indonesia, cara yamg umum digunakan ialah lintang dada yang biasanya
digunakan untuk memindahkan korban ke tandu sehingga disebut
juga strechter ground. Cara lain adalah hammock carry, dengan manual traksi
dan pemasangan kollar dan digunakan untuk memindah
korban spinal tanpa spinal board.
4. Evakuasi Dengan Tandu
 Tandu darurat, jika tandu komersial tidak tersedia maka buatlah tandu darurat
sari material yang ada di sekitar kita. Misal dari pintu, kain, terpal, jas hujan,
selimut, atau baju dan jaket. Jangan gunakan tandu yg alasnya lunak pada
pasien yang dicurigai menderita cedera spinal atau kepala.
 Tandu terpal, paling banyak digunakan, ringan dan murah
 Tandu ortopedi, tandu ortopedi sebenarnya bukan untuk mengangkut tapi
untuk memindah korban yg biasa dimiliki ambulance. Terbuat sari besi atau
alumunium, kelebihannya bisa memfiksasi dan memobilisasi fraktur dan
trauma spinal.
 Transportasi dan Posisi Korban, pada evakuasi dengan waktu relatif lama
tanpa dibekali alat memadai dan life support, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu sebagai berikut:
a) Korban harus diselimuti untuk menghindari hipotermia dan shock.
Caranya dengan memasang selimut secara diagonal dengan tandu
kemudian dilipat keseluruh tubuh
b) Cari rute perjalanan sesingkat mungkin dan seaman mungkin
c) Tandu harus dibawa sedikitnya oleh 4 orang
d) Posisi kepala korban searah dengan jalur perjalanan atau dengan kata
lain kepala dibagian belakang tandu, untuk menghindari korban
disorientasi
e) Tetapi posisi korban harus diletakkan pada bagian depan tqndu ketika:
f) Tandu korban menaiki atau menuruni tanjakan. Jaga posisi tandi rata
air atau datar terutama ketika melewati tanjakan atau turunan
g) Tandu korban memasuki bulan
h) Korban hendak dipindah ke tempat tidur
SATUAN ACARAPENYULUHAN
TRIAGE
Pokok Bahasa : Triase
Sub Pokok Bahasa : Langkah-Langkah melakukan Triase
Sasaran : Usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo
Kecamatan Koto Tangah
Hari / Tanggal : Rabu, 09 Juni 2021
Tempat : Mushalla Al-Ikhlas
Waktu : 60 Menit

A. LATAR BELAKANG
Triage adalah tindakan untuk mengelompokkan pasien/skrining berdasarkan
pada beratnya cedera yang diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada
A (Airway), B (Breathing) dan C (Circulation). Triase juga mencakup pengertian
mengatur rujukan sedemikian rupa sehingga penderita mendapat perawatan
sebagaimana mestinya.
Sistem Triage adalah Proses di mana seseorang klinisi menilai tingkat urgensi
pasien. Triage: Sistem triage adalah struktur dasar dimana semua pasien yang
datang dikategorikan ke dalam kelompok tertentu dengan menggunakan standar
skala penilaian urgensi atau struktur.
Re-triage: status klinis adalah merupakan kondisi yang dinamis. Jika terjadi
perubahan status klinis yang akan berdampak pada perubahan kategori triage, atau
jika didapatkan informasi tambahan tentang kondisi pasien yang akan
mempengaruhi urgensi (lihat di bawah), maka triage ulang harus dilakukan. Ketika
seorang pasien kembali diprioritaskan, kode triage awal dank ode triage selanjutnya
harus didokumentasikan. Alasan untuk melakukan triage ulang juga
harus didokumentasikan.
Urgensi: Urgensi ditentukan berdasarkan kondisi klinis pasien dan digunakan
untuk menentukan kecepatan intervensi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
optimal Tingkat urgensi adalah tingkat keparahan atau kompleksitas suatu penyakit
atau cedera. Sebagai contoh, pasien mungkin akan diprioritaskan ke peringkat
urgensi yang lebih rendah karena mereka dinilai cukup aman bagi mereka untuk
menunggu memperoleh pemeriksaan emergensi, walaupun mereka mungkin
memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk kondisi mereka atau mempunyai
kondisi morbiditas yang signifikan dan resiko kematian.

B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 15 menit diharapkan klien mampu
memahami tentang Sistem Triage IGD
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 15 menit diharapkan klien mampu
a. Menyebutkan pengertian Triage
b. Menyebutkan alasan dari Pembagian Triage per Kasus
c. Menyebutkan manfaat penggunaan skala prioritas menggunakan sistem
Triage.
d. dengetahui contoh kasus dari masing masing warna Triage

C. Materi Penyuluhan
a. Definisi Triage IGD
b. Mengapa di di perlukan Triage
c. Pelaksanaan Triage di RSBR
d. Contoh kasus menurut warna Triage

D. Setting Tempat

Keterangan :

: Pemateri

: Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

E. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Diskusi

F. Alat Penyuluhan
1. Leaflet
2. Materi Terlampir
3. PPT

G. Langkah Kegiatan Penyuluhan


No Waktu Kegiatan
1 3 menit Pendahuluan
a. Memberi salam
b. Menyampaikan pokok bahasan
c. Menyampaikan tujuan
2 10 menit Isi penyampaian materi tentang
a. Definisi Triage IGD
b. Mengapa di perlukan Triage
c. Pelaksanaan Triage di RsBR
d. Contoh kasus, menurut Warna Triage
3 5 menit Penutup
a. Kesimpulan
b. Diskusi
c. Memberi salam penutup
d. menjawab salam

H. Rencana Evaluasi
a. Struktur
 Diharapkan alat penunjang saat dilakukan penyuluhan tersedia dan sesuai dengan
materi yang disajikan
 Diharapkan materi penyuluhan ringan dan mudah dimengerti oleh sasaran
penyuluhan
 Materi sudah siap dan dipelajari 3 hari sebelum penkes
 Media sudah 5 hari sebelum penkes
 Tempat sudah siap 2 jam sebelum penkes
 SAP sudah siap 5 hari sebelum penkes
b. Proses
 Diharapkan penyuluhan berjalan dengan lancar
 Peserta memperhatikan penjelasan perawat
 Peserta aktif bertanya, memberikan pendapat serta mau berpartisipasi dalam
diskusi mengenai Triage
 Media dapat digunakan secara efektif
 Diharapakan peserta penyuluhan tidak meninggalkan tempat pada saat
penyuluhan berlangsung
c. Hasil
 Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 15-20 menit diharapkan klien
mampu memahami tentang pengertian dasar Triage
 Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 15-20 menit diharapkan klien
mampu :
 Menyebutkan pengertian Triage
 Menyebutkan alasan dari Pembagian Triage per Kasus
 Menyebutkan manfaat penggunaan skala prioritas menggunakan sistem
Triage.
 Mengetahui contoh kasus dari masing masing warna Triage

Lampiran Materi
A. Pengertian
Triage adalah tindakan untuk mengelompokkan pasien/skrining berdasarkan
pada beratnya cedera yang diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada
A (Airway), B (Breathing) dan C (Circulation). Triase juga mencakup pengertian
mengatur rujukan sedemikian rupa sehingga penderita mendapat perawatan
sebagaimana mestinya.
Sistem Triage adalah Proses di mana seseorang klinisi menilai tingkat urgensi
pasien. Triage: Sistem triage adalah struktur dasar dimana semua pasien yang
datang dikategorikan ke dalam kelompok tertentu dengan menggunakan standar
skala penilaian urgensi atau struktur.
Re-triage: status klinis adalah merupakan kondisi yang dinamis. Jika terjadi
perubahan status klinis yang akan berdampak pada perubahan kategori triage, atau
jika didapatkan informasi tambahan tentang kondisi pasien yang akan
mempengaruhi urgensi (lihat di bawah), maka triage ulang harus dilakukan. Ketika
seorang pasien kembali diprioritaskan, kode triage awal dank ode triage
selanjutnya harus didokumentasikan. Alasan untuk melakukan triage ulang juga
harus didokumentasikan.
Urgensi: Urgensi ditentukan berdasarkan kondisi klinis pasien dan digunakan
untuk menentukan kecepatan intervensi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
optimal Tingkat urgensi adalah tingkat keparahan atau kompleksitas suatu penyakit
atau cedera. Sebagai contoh, pasien mungkin akan diprioritaskan ke peringkat
urgensi yang lebih rendah karena mereka dinilai cukup aman bagi mereka untuk
menunggu memperoleh pemeriksaan emergensi, walaupun mereka mungkin
memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk kondisi mereka atau mempunyai
kondisi morbiditas yang signifikan dan resiko kematian

PRIORITAS PASIEN
A. Prinsip-prinsip triage :
“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik
untuk jumlah terbanyak” dengan seleksi korban berdasarkan :
1. Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit.
2. Dapat mati dalam hitungan jam.
3. Trauma ringan.
4. Sudah meninggal.
Dari yang hidup dibuat prioritas.
Prioritas : penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.

B. Tingkat prioritas :
1. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat
berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%
2. Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
3. Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan.
4. Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.

C. Penilaian dalam triage


1. Primary survey (A,B,C) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya.
2. Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III, 0 dan
selanjutnya.
3. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada A,
B, C, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.
4. Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban.

D. Pemimpin triage
Hanya melakukan :
1. Primary survey.
2. Menentukan prioritas.
3. Menentukan pertolongan yang harus diberikan.
Keputusan triage harus dihargai. Diskusi setelah tindakan. Hindari untuk tidak
memutuskan sesuatu. Pemimpin triage tidak harus dokter, perawat pun bisa atau
orang yang terlatih tergantung sumber daya manusia di tempat kejadian.

E. Tim triage
1. Bertanggung jawab.
2. Mencegah kerusakan berlanjut atau semakin parah.
3. Pilah dan pilih korban.
4. Memberi perlindungan kepada korban.

F. Dokumentasi/rekam medis triage


1. Informasi dasar : nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera,
pertolongan pertama yang telah diberikan.
2. Tanda-tanda vital : tensi, nadi, respirasi, kesadaran.
3. Diagnosis singkat tapi lengkap.
4. Kategori triage.
Urutan tindakan preoperatif secara lengkap
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : BHD (Bantuan Hidup Dasar)


: Langkah-langkah melakukan BHD (Bantuan Hidup
Sub Pokok Bahasan Dasar)
: Usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan
Sasaran Tigo Kecamatan Koto Tangah

Hari/tanggal : Rabu, 09 Juni 2021

Tempat : Mushalla Al-Ihklas

Waktu : 60 menit

A. Latar Belakang
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan darurat untuk
membebaskan jalan nafas, dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan
alat bantu. Bantuan hidup dasar biasanya diberikan oleh orangorang disekitar korban
yang selanjutnya diambil alih oleh petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus
diberikan secara cepat dan tepat, karena penanganan yang salah dapat berakibat buruk,
cacat hingga kematian pada korban (PUSBANKES 188 DIY, 2014). Bantuan Hidup
Dasar (BHD) ditujukan untuk memberikan perawatan darurat bagi para korban,
sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas
kesehatan lainnya (Sudiatmoko, A, 2011). Tujuan bantuan hidup dasar adalah untuk
oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui
ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan
oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009). Tindakan bantuan hidup
dasar sangat penting khususnya pada pasien dengan sudden cardiac arrest (SCA) atau
henti jantung mendadak yang terjadi di luar rumah sakit (Berg, 2010).

Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan 17,5 juta orang


meninggal akibat penyakit kardiovaskular dan 7,4 juta diantaranya diperkirakan karena
PJK dan 6,7 juta adalah karena stroke. Berdasarkan data insidensi AHA (American
Heart Association) pada tahun 2013, menyatakan bahwa lebih dari 2.200 warga
Amerika meninggal karena PJK setiap harinya dari rata-rata 1 orang setiap 40 detik.
Dan sekitar 155.000 orang warga Amerika yang meninggal karena PJK berusia kurang
dari 65 tahun.

Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah
menjadi tugas dari petugas kesehatan untuk menangani masalah tersebut. Walaupun
begitu, tidak menutup kemungkinan kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi pada daerah
yang sulit untuk membantu korban sebelum ditemukan oleh petugas kesehatan menjadi
sangat penting (Sudiharto & Sartono, 2011). Kondisi kegawatdaruratan diantaranya
adalah serangan jantung. Kematian terjadi biasanya karena ketidakmampuan petugas
kesehatan untuk menangani penderita pada fase gawat darurat (golden period). Frame
(2003) menyatakan bahwa bantuan hidup dasar (BHD) dapat diajarkan kepada siapa
saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD, bahkan anak-anak
juga dapat diajarkan sesuai dengan kapasitasnya. Semua lapisan masyarakat seharusnya
diajarkan tentang bantuan hidup dasar (Resusitacion Council, 2010).

Kesempatan hidup pasien lebih mungkin terjadi ketika pasien segera


menerima BHD, setelah mendapatkan BHD (Bantuan Hidup Dasar) pada korban
kemugkinan selamat dapat berkurang 3-4% di tiap menitnya.Dengan tindakan BHD
secara cepat dan tepat akan memperbesar kemungkinan korban selamat dan dapat
menekan angka mortalitas pada henti jantung(Rahardiantomo, 2016).Tujuan BHD ialah
untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital, seperti otak dan jantung,
melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan, sampai paru dan jantung dapat
menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009 dalam
Luthfi 2016).Menghubungi Emergency Call adalah langkah awal yang harus dilakukan
penolong, selanjutnya penolong segera memberikan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
untuk membantu pasien agar tetap bertahan hidup. Hal tersebut sejalan dengan data
American Heart Association (2015) sebesar 40,1% korban henti jantung dan henti nafas
yang terselamatkan setelah dilakukan RJP. Kematian otak dan kematian permanen
dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut
mengalami henti jantung.Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian RJP dan
defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan
otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. RJP dan
defribilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung,
akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai
45%disekitar tempat kejadian(American Heart Association, 2015).Adapun pertolongan
yang harus dilakukan padapenderita yang mengalami henti napas dan henti jantung
adalah dengan melakukan resusitasijantung paru (RJP)(Sudiharto & Sartono, 2011).

Kejadian henti jantung dapat terjadi dimana saja. Dalam hal ini tindakan
pemberian BHD pada korban henti jantung dan sikap kesadaran masyarakat yang tepat
dan cepat dalam menolong korban henti jantung menjadi faktor yang paling penting.
Ketergantungan masyarakat terhadap tenaga medis menjadi penyebab tingginya
mortalitas akibat henti jantung. Penting bagi masyarakat untuk menyikapi tentang
pemberian Bantuan Hidup Dasar bagi penderitahenti jantung. Dalam hal ini petugas
kesehatan haruslah mampu meningkatkan sikap peduli masyarakat terhadap korban
yang membutuhkan BHD dengan memberikan pelatihan atau Health Edukasi pada
masyarakat awam. Pemberian tindakan yang tepat dan cepat dapat mengurangi angka
kematian dan meningkatkan angka harapan hidup bagi penderita sehingga angka
mortalitas akibat penyakit jantung dapat ditekan. Berdasarkan fenomena diatas
kelompok akan melakukan penyuluhan mengenai BHD (Bantuan Hidup Dasar) di RW
06 Kelurahan Pasie Nan TIgo.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan
Pasie Nan Tigo mampu memahami cara melakukan BHD (Bantuan Hidup Dasar)

2. Tujuan Khusus
a. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
pengertian BHD (Bantuan Hidup Dasar)
b. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
pengertian RJP (Resusitasi Jantung Paru)
c. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
tujuan BHD (Bantuan Hidup Dasar)
d. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
langkah-langkah melakukan BHD (Bantuan Hidup Dasar)

E. Materi (terlampir)
F. Media
PPT dan Leaflet

F. Setting Tempat

Keterangan :

: Pemateri

: Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

G. Metode Penyuluhan
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Demonstrasi BHD (Bantuan Hidup Dasar)
H. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu

1. Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit

2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan


mendengarkan
3. Kontrak waktu

4. Menjelaskan tujuan

2. Kerja 8. Menjelaskan pengertian BHD 1. Memperhatikan dan 50 menit


(Bantuan Hidup Dasar) mendengarkan
9. Menjelaskan pengertian RJP
2. Bertanya
(Resusitasi Jantung Paru)
10. Menjelaskan tujuan BHD
(Bantuan Hidup Dasar)
11. Menjelaskan langkah-langkah
melakukan BHD (Bantuan
Hidup Dasar)
12. Melakukan demonstrasi BHD
(Bantuan Hidup Dasar)
13. Mempersilahkan warga untuk
bertanya
14. Memberikan kesimpulan
4. Terminasi 1. Evaluasi dan validasi 1. Menyebutkan kembali materi 5 menit
diskusi
2. Salam penutup
2. Menjawab salam

I. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang langkah-langkah melakukan BHD
(Bantuan Hidup Dasar)
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat

2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
f. Warga usia remaja-dewasa RW 06 mampu menjelaskan pengertian BHD
(Bantuan Hidup Dasar)
g. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan pengertian RJP (Resusitasi
Jantung Paru)
h. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan tujuan BHD (Bantuan Hidup
Dasar)
i. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan langkah-langkah melakukan
BHD (Bantuan Hidup Dasar)
j. Warga usia remaja-dewasa RW 06 mendemonstrasi BHD (Bantuan Hidup
Dasar)
Lampiran Materi :

BHD (BANTUAN HIDUP DASAR)

A. Pengertian BHD (Bantuan Hidup Dasar)


Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi
henti jantung

B. Pengertian RJP (Resusitasi Jantung Paru)


Resusitasi jantung paru (RJP) sendiri adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk
mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung

C. Tujuan BHD (Bantuan Hidup Dasar)


Tujuan utama dari BHD adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan
ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke seluruh tubuh

D. Langkah-Langkah Bantuan Hidup Dasar


Pada saat tiba di lokasi kejadian
Pada saat tiba di tempat kejadian, kenali dan pelajari segala situasi dan potensi bahaya
yang ada. Sebelum melakukan pertolongan, pastikan keadaan aman bagi si penolong
1. 3A
a. Aman Penolong : Menggunakan alat perlindungan diri (APD) yang sesuai.
b. Aman Lingkungan : Perhatikan dahulu segala yang berpotensi menimbulkan
bahaya sebelum menolong pasien, seperti lalu lintas kendaraan, jalur listrik, asap,
cuaca ekstrim, api, gas beracun, atau emosi dari orang di sekitar lokasi kejadian
c. Aman Korban : Menghindari segala hal yang dapat memlukai atau memperpaeah
kondisi korban. Jika penolong harus memindahkan korban, maka harus dilakukan
secepat mungkin dan seaman mungkin dengan sumber daya yang tersedia

2. Evaluasi penyebab cedera atau mekanisme cedera


Evaluasi petunjuk yang mungkin menjadi pertanda penyebab terjadinya kegawatan
dan bagaimana korban mendapatkan cederanya, misalnya terjatuh dari tangga,
tabrakan antar kendaraan, atau adanya tumpahan obat dari botolnya. Gali informasi
melalui saksi mata apa yang terjadi dan menggunakan informasi tersebut untuk
menilai apa yang terjadi.

3. Memastikan kesadaran dari korban


Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban, dengan cara menyentuh
atau menggoyangkan bahu korban dengan tegas dan mantap untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! /
Mas !!! / Mbak !!!

4. Meminta pertolongan
Minta bantuan ke orang sekitar tempat kejadian. Hal ini sangat penting karena akan
sangat sulit menolong pasien seorang diri, apabila ada lebih dari satu penolong maka
akan lebih efektif menangani korban. Kemudian hubungi petugas kesehatan untuk
pertolongan lebih lanjut.

5. Cek nadi pasien


Pemeriksaan nadi harus dilakukan dengan cepat, tidak melebihi 10 detik dengan
menggunakan dua jari.
Lokasi nadi yang dapat diraba antara lain di pembuluh nadi leher (karotis), terletak di
samping kiri dan kanan jakun. Cara mengecek nadi
Bila nadi tidak berdenyut, segera mulai Resusitasi Jantung Paru (RJP)

6. Lakukan RJP dengan mengingat singkatan “C-A-B”


C-A-B adalah kependekan dari Chest Compression (tekanan pada dada) - Airway
(pembebasan jalan nafas) – Breathing (meniupkan bantuan nafas buatan)

a. C : Compression (Circulation)
Lokasi kompresi (posisi tangan)
- Letakkan tangan anda, satu diatas yang lain pada sternum yaitu bagian tengah
tulang dada, kira-kira diantara kedua puting (bagi laki-laki).
- Tempatkan tangan di 3 jari di atas PX (Processus Xipoideus)
- Atau di 1/3 bagian bawah sternum

Tekhnik kompresi

- Berikan tekanan pada dada kurang lebih sedalam 2 inci (5 cm), dengan lengan
lurus tanpa menekukkan siku
- Lakukan 30 kali tekanan dengan kecepatan 100x/menit (artinya satu tekanan
kurang lebih 1,5 detik). Tetap berikan waktu rongga dada untuk membal
kembali ke posisi semula diantara tiap tekanan yang diberikan agar jantung
mendapat kesempatan untuk terisi darah kembali.
- Satu siklus kompresi yang terdiri dari 30 kali tekanan dada hanya memerlukan
waktu 18 detik saja.
- waktunya jangan melebihi 10 detik.
- Saat melakukan RJP, perhatikan posisi poros lutut anda jangan terlalu jauh
dari tubuh pasien agar anda tidak mudah lelah.

Compresi pada anak

- Untuk 1 orang penolong  30 : 2


- Untuk 2 orang penolong  15 : 2
- Kedalaman 1,5 sampai 4 cm
Posisi penolong yang benar saat melakukan kompresi dada

b. A (AIRWAY) Jalan Napas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindakan :
Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan
berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek
dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari
telunjuk pada mulut korban.

Membuka jalan napas


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasanya pada
korban tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup faring dan laring, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.
Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala
topang dagu (Head tilt – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula.

c. B: Breathing
Periksa pernafasan selama 5 detik (lihat, dengar, dan rasakan). Jika korban tidak
bernafas lakukan 2 kali bantuan nafas. Cara Memberikan Bantuan Nafas

- Pindahkan tangan yang tadinya di dahi pasien untuk menjepit hidungnya,


sementara dua jari tangan lain tetap mengangkat dagu pasien.
- Tarik nafas dan hembuskan perlahan nafas buatan ke mulut pasien selama 1
detik. Bila tiupan terlalu kuat, kadang-kadang udara bisa meleset masuk ke
lambung. Karena itu sambil meniup biarkan mata melirik ke dada, apakah
mengembang naik atau tidak seiring masuknya udara ke paru-paru.
- Pastikan mulut anda menempel rapat ke mulut pasien sehingga udara yang
diberikan efektif & tidak bocor keluar lagi.
- Bila nafas buatan belum masuk dengan benar, posisikan kepala kembali dan
ulangi. Apabila sudah masuk maka nafas buatan diberikan sekali lagi,
sehingga totalnya adalah 2 hembusan efektif.

7. Periksa nadi karotis (leher) (5-10 detik).


a. Jika nadi karotis tidak teraba dan nafas tidak ada, lanjutkan RJP. Ulangi
pemberian 30 kompresi dada + 2 nafas buatan (30:2), sebanyak 5 siklus dalam
waktu 2 menit. Tempo kompresi 100X/menit
b. Setelah 5 siklus, periksa nadi karotis. Jika nadi karotis tidak teraba, lanjutkan RJP
30:2 sebanyak 5 siklus dimulai dari kompresi. Jika nadi karotis teraba tapi nafas
tidak ada, lakukan rescue breathing, 10X/menit (satu ventilasi tiap 6 detik)
Hitungan: tiup, 1,2,3,4,1,1,2,3,4,2,1,2,3,4,3,...,4,...dst

8. Posisi pemulihan bila RJP berhasil


a. Bila RJP berhasil dimana nadi dan nafas spontan sudah nyata, maka pasien
diberikan posisi pemulihan untuk mencegah tersedak bila pasien tiba-tiba muntah.
b. Caranya letakkan lengan pasien yang terdekat dengan anda terlentang dengan
telapak menghadap ke atas. Lalu, letakkan tangan lainnya diatas dada. Angkat
lutut pasien yang terjauh sehingga kaki pasien menekuk dan telapak kaki
menjejak lantai. Tarik lutut pasien ke arah anda sehingga pasien akan terguling ke
sisi. Kemudian, tarik telapak tangan yang tadi diatas dada ke bawah kepala
sebagai bantalan, sehingga telapak tangan yang bersentuhan dengan lantai dan
kepala tersanggah oleh punggung tangan.

Posisi pemulihan (Recovery Position)


SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Kesiap siagaan Bencana Pada Lansia

Sub Pokok Bahasan :-


: Usia Lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo
Sasaran Kecamatan Koto Tangah

Hari/tanggal : kamis, 10 Juni 2021

Tempat : Mushalla Al-Ihklas

Waktu : 60 menit

A. Latar Belakang
Lanjut usia menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas .Kemenkes mengklasifikasikan lansia
kedalam dua kategori, penduduk usia lanjut berumur ≥ 60 tahun dan penduduk usia lanjut
dengan risiko tinggi ≥ 70 tahun (Kemenkes, 2017). Sebagian besar dari kelompok lanjut
usia tidak dapat hidup secara mandiri karena keterbatasan mobilitas, lemah atau masalah
kesehatan fisik dan mental sehingga membutuhkan pelayanan dan perlindungan khusus
(Wibowo, 2018).
Lansia mengalami penurunan sistem tubuh yang meliputi perubahan fisik, mental
dan psikososial (Nugroho dalam Wibowo,2014). Perubahan fisik mencakup perubahan
sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler,
sistem pengaturan suhu tubuh, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem
genitourinaria, sistem endokrin, sistem integumen, dan sistem muskulosketal. Perubahan
mental dipengaruh oleh perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan,
lingkungan, tingkat kecerdasan dan kenangan. Perubahan psikososial umumnya timbul
karena lansia dianggap sudah tidak produktif lagi sehingga sebagian besar pensiun dari
pekerjaannya (Wibowo,2014).
Lansia seringkali tinggal sendiri sehingga semakin memperbesar risiko lansia
terdampak bencana, karena keterbatasan fisiknya dan tidak adanya bantuan dari anggota
keluarga. Pada saat terjadi bencana yang mengharuskan lansia mengungsi akan
menimbulkan perasaan tidak nyaman pada lansia karena merasa kehilangan tempat
tinggalnya dan komunitasnya sama saja seperti kehilangan dirinya (Yotsui et al, 2015).
Kelompok rentan pada saat terjadi bencana menjadi prioritas karena dianggap
sebagai korban yang sangat lemah dan tidak berdaya, dan perlu dilindungi. Undang-
undang No.24 Tahun 2007 menekankan perlindungan kelompok rentan hanya pada saat
terjadibencana. Mengingat fokus dari penanggulangan bencana secara global berdasarkan
kerangka kerja Sendai adalah pengurangan risiko bencana, sudah seharusnya risiko yang
tinggi pada kelompok rentan dikelola sehingga dapat mengurangi risiko dan melindungi
kelompok rentan. Salah satu prinsip dari kerangka kerja Sendai menyatakan bahwa
pengurangan risiko bencana membutuhkan keterlibatan dan kemitraan semua lapisan
masyarakat, juga membutuhkan pemberdayaan dan partisipasi inklusif, mudah diakses
dan non diskriminatif, memberikan perhatian khusus pada orang-orang yang secara tidak
proporsional terkena dampak bencana, terutama dari lapisan masyarakat yang paling
miskin. Perspektif gender, usia, orang-orang yang berkebutuhan khusus dan budaya harus
diintegrasikan dalam semua kebijakan dan praktik, serta kepemimpinan oleh perempuan
dan pemuda harus dipromosikan(SFDR, 2015).
Mengacu pada prinsip tersebut, sudut pandang terhadap kelompok rentan yang
selama ini lebih sering dipandang sebagai objek harus diubah menjadi subjek yang perlu
dilibatkan dalam setiap aktivitas bencana, baik pada saat prabencana, tanggap darurat,
maupun pascabencana. Kelompok rentan Lansia dapat diberdayakan dan berpartisipasi
dalam pengurangan risiko bencana. pemberian pendidikan kesehatan tentang mitigasi
bencana pada lansia dapat mengurangi risiko bencana pada kelompok rentan lansia serta
memperkuat ketahanan. Berdasarkan fenomena diatas kelompok akan melakukan
penyuluhan mengenai Mitigasi Bencana Pada kelompok Lansia di RW 06 Kelurahan
Pasie Nan TIgo.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan Lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo
memahami kesiapsiagaan bencana

2. Tujuan Khusus
a. Warga lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui pengertian bencana
Gempa Bumi
b. Warga lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui dampak bencana
c. Warga lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui apa yang harus
dilakukan pada saat bencana
G. Materi (terlampir)
H. Media
PPT dan Leaflet

G. Setting Tempat

Keterangan :

: Pemateri

: Warga lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo


H. Metode Penyuluhan
a. Ceramah
b. Diskusi

I. Kegiatan Penyuluhan

No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu

1. Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit

2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan


mendengarkan
3. Kontrak waktu

4. Menjelaskan tujuan

2. Kerja 15. Menjelaskan pengertian 1. Memperhatikan dan 50 menit


bencana Gempa Bumi mendengarkan
16. Menjelaskan dampak bencana
2. Bertanya
17. Menjelaskan apa yang harus
dilakukan saat bencana
18. Mempersilahkan warga untuk
bertanya
19. Memberikan kesimpulan
4. Terminasi 1. Evaluasi dan validasi 1. Menyebutkan kembali materi 5 menit
diskusi
2. Salam penutup
2. Menjawab salam

J. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang Kesiap siagaan Bencana Pada Lansia
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
k. Warga lansia RW 06 mampu menyebutkan pengertian Gempa bumi
l. Warga lansia RW 06 menyebutkan dampak bencana
m. Warga lansia RW 06 menyebutkan apa yang dilakukan pada saat bencana
Lampiran Materi ;

A. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun
(WHO, 2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).
B. Kategori Lansia
Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut : 1) Usia pertengahan
(middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun. 2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia
55-65 tahun. 3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun. 4) Lansia tua
(old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
C. Apa Saja Dampak Bencana Pada Lansia ?
1. Fisik Lansia
Pertambahan usia adalah normal, dan fungsi fisiologis menurun secara perlahan-
lahan. Namun demikian, derajat tersebut tidak sama dan terdapatperbedaan pada
setiap individu tergantung pada rentang usianya. Oleh karena itu, pengaruh dari
bencana terhadap lansia pun beranekaragam sesuai dengan fungsi fisiologis yang
dimiliki oleh setiap individu.
2. Mental Lansia
Lansia telah memiliki beberapa pengalaman kehilangan. Bencana pun akan menjadi
pengalaman kehilangan. Proses menua terdapat dua tahap yaitu proses
memungkinkan beradaptasi diri pada kehilangan dan proses yang membuat lansia
tersebut sulit mengadaptasikan diri pada kehilangan.
3. Sosial Lansia
Jika melihat sisi ekonomi, penyokong nafkah dirumah lansia adalah lansia itu sendiri.
Pada saat bencana, banyak orang termasuk lansia yang kehilangan rumah dan harta.
Hal ini akan mengakibatkan kehilangan harapan untuk membangkitkan kehidupan
dan harapan untuk masa depan.
D. Bagaimana Perawatan Lansia Sebelum Bencana ?
1. Memfasilitasi Rekonstruksi Komunitas
Sejak sebelum bencana dilaksanakan kegiatan penyelamatan antara penduduk
dengancepat dan akurat serta distibusi barang bantuan juga berjalan secara sistematis.
Sebagai hasilnya, dilaporkan bahwa orang lansia dan penyandang cacat yang disebut
dalam kelompok rentan pada bencana tidak pernah diabaikan, sehingga mereka bias
hidup di pengungsian dengan tenang.
2. Menyiapkan pemanfaatan tempat pengungsian
Diperlukan upaya untuk menyusun perencanaan pelaksanaan pelatihan praktek dan
pelatihan keperawatan supaya pemanfataan yang realistis dan bermanfaat akan
tercapai.
E. Bagaimana Perawatan Lansia Saat Bencana ?
1. Tempat aman
Hal yang menjadi prioritas pertama pada saat terjadi bencana adalah memindahkan
para lansia ketempat yang aman. Lansia termasuk pada kelompok rentan. Lansia sulit
memperoleh informasi karena penurunan daya pendengaran dan penurunan
komunikasi dengan orang luar.
2. Rasa setia
Biasanya para lansia memiliki rasa setia terhadap kepemilikan tanah dan rumah
sendiri, maka Tindakan untuk mengungsi pun berkecendrungan terlambat
dibandingkan dengan kelompok usia yang lain.
3. Penyelamatan darurat
Penyelamatan darurat yang dimaksud yaitu triase, treatment, dan transportation
dengan cepat. Fungsi indra pada lansia mengalami perubahan fisik berdasarkan
proses menua, maka skala sanagan luar untuk memunculkan respon pun mengalami
peningkatan sensitivitas sehingga lansia tersebut gampang tersinggung.
F. Bagaimana Perawatan Lansia Setelah Bencana ?
1. Lingkungan dan adaptasi
Dalam kehidupan pengungsian, terjadi berbagai ketidakcocokan dalam kehidupan
sehari- hari yang disebabkan oleh fungsi fisik yang dibawa oleh setiap individu
sebelum bencana dan perubahan lingkungan hidup di tempat pengungsian. Kedua hal
ini saling mempengaruhi, sehingga menyebabkan fungsi fisik lansia menjadi lebih
parah lagi.
2. Manajemen penyakit dan pencegahan penyakit sekunder
Lingkungan di tempat pengungsian mengundang tidak hanya ketidakcocokan dalam
kehidupan sehari-hari bagi lansia, namun juga keadaan yang serius pada tubuh.
Seperti kelelahan, kurang tidur, dan kegelisahan.
3. Mental care
Lansia mengalami penurunan daya kesiapan maupun daya adaptasi. Sehingga mudah
terkena dampak secara fisik oleh stressor. Namun demikian, orang lanjut usia
berkecendrungan sabar dengan diam walaupun sudah terkena dampak dan tidak
mengekspresikan perasaan dan keluhan.
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, boedhi, 2015. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Undang-undang No.13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.


Undang-undang No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Wibowo, Adik, 2014, Kesehatan Masyarakat di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Cetakan
1 hal 363-416.
Depkes R.I. 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nasokomial di Rumah Sakit. Jakarta:
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Spesialistik.
Potter, Patricia A & Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC
Schaffer, et all 2000. Device-Assosiate Nasokomial Infeksi In intensif Care Unit. USA:
American College of Physicians.
Efriani, I K. 2012. Pengaruh Supervisi Terhadap Kepatuhan Perawat Dalam
Melaksanakn Five Moment Hand Hygiene Di Ruang Triage IRD RSUP Sanglah
Denpasar. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar : Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Brunner & Suddarth. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC.
Nelwan, E. J. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta : Internal Publishing.
Potter & Perry. (2010). Fundamental of Nursing : Concept, Process and Practice Edisi 7 Vol. 3.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E. dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C, ,Brenda G. Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Sudarth. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
BNPB. (2012). Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana.
Dewi, R. S. (2019). Mitigasi Bencana Pada Anak Usia Dini. Early Childhood: Jurnal
Pendidikan, 3(1), 68-77.
Pratama, G. (2017). Analisis Penanggulangan Bencana Banjir Oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kota Bengkulu (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
BENGKULU).
Kurniyanti, M. A. (2012). Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan Manajemen Bencana
(Disaster Management). Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada, 1(1), 85-92.
Depkes RI. (2007). Pedoman teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Jakarta:
Depkes RI.
Khan, H., Vasilescu, L.G., & Khan, Asmatullah. (2008). Disaster Management Cycle-A
Theoretical Approach. Management and Marketing Journal, 6(1).
BNPB. (2015). Petunjuk teknis penyusunan rencana penanggulangan bencana daerah tingkat
kabupaten/kota. Jakarta: BNPB.
Brunner & Suddarth. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC.
Nelwan, E. J. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta : Internal Publishing.
Potter & Perry. (2010). Fundamental of Nursing : Concept, Process and Practice Edisi 7 Vol. 3.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E. dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C, ,Brenda G. Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Sudarth. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
BAB IV

RENCANA LINDAK LANJUT

a) Agregat anak-ibu hamil

1. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada anak-ibu hamil terkait

bencana yang beresiko terjadi di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie

Nan Tigo setiap 3 bulan sekali

2. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada anak-ibu hamil terkait

kesiapsiagaan bencana di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

setiap 3 bulan sekali

3. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada anak-ibu hamil terkait

rute dan jalur evakuasi di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

setiap 3 bulan sekali

4. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada anak-ibu hamil terkait

pasca bencana di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo setiap 3

bulan sekali

b) Agregat remaja-dewasa

1. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada remaja-dewasa


terkait bencana yang beresiko terjadi di wilayah RW.06 Kelurahan

Pasie Nan Tigo setiap 3 bulan sekali

2. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada remaja-dewasa

terkait kesiapsiagaan bencana di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie

Nan Tigo setiap 3 bulan sekali

3. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada remaja-dewasa

terkait rute dan jalur evakuasi di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie

Nan Tigo setiap 3 bulan sekali

4. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada remaja-dewasa

terkait pasca bencana di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie Nan

Tigo setiap 3 bulan sekali

c) Agregat lansia

1. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada lansia terkait

bencana yang beresiko terjadi di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie

Nan Tigo setiap 3 bulan sekali

2. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada lansia terkait

kesiapsiagaan bencana di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie Nan

Tigo setiap 3 bulan sekali


3. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada lansia terkait rute

dan jalur evakuasi di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

setiap 3 bulan sekali

4. Menganjurkan kepada kader untuk bekerjasama dengan jajaran

masyarakat, untuk mengadakan edukasi kepada lansia terkait

pasca bencana di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo setiap

3 bulan sekali
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengumpulan data dilakukan oleh mahasiswa program profesi Ners

Fakultas Keperawatan Universitas Andalas kelompok A dari tanggal

18 sampai 20 Mei 2021 terhadap seluruh anggota masyarakat di

RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo yang terdiri dari 176 kepala

keluarga dengan jumlah anggota keluarga 735 orang. Ruang lingkup

pengkajian terdiri dari agregat anak-ibu hamil, agregat remaja-dewasa

dan agregat lansia.

2. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan tersebut dapat ditarik

beberapa permasalahan di RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo:

a. Koping komunitas tidak efektif b.d riwayat bencana alam di

Kelurahan Pasie Nan Tigo (gempa dan banjir)

b. Kesiapan peningkatan pengetahuan b.d perilaku upaya peningkatan

kesiapsiagaan bencana di Kelurahan Pasie Nan Tigo

c. Ansietas b.d kurang terpapar informasi mengenai kesiapsiagaan

bencana di Kelurahan Pasie Nan Tigo

d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi mengenai

kesiapsiagaan bencana di Kelurahan Pasie Nan Tigo


3. Setelah ditemukan masalah pada masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie

Nan Tigo, maka disusunlah suatu rencana keperawatan komunitas

dengan strategi :

a. Komunitas, edukasi, informasi

b. Penyebaran informasi

c. Simulasi bencana

4. Berdasarkan rencana keperawatan komunitas seperti yang tercermin

dalam Planning Of Action (POA), maka mahasiswa mulai melakukan

implementasi keperawatan meliputi :

a. Penyuluhan mitigasi bencana kepada agregat anak-ibu hamil, remaja-

dewasa, dan lansia

b. Penyuluhan dan pelatihan terkait P3K, BHD, dan triage bencana

kepada agregat remaja-dewasa

c. Simulasi bencana kepada seluruh masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie

Nan Tigo

d. Penyuluhan trauma healing kepada masyarakat RW.06 Kelurahan

Pasie Nan Tigo

Setelah selesai melakukan implementasi keperawatan komunitas

mahasiswa melakukan evaluasi dan secara umum evaluasi dari implementasi

keperawatan komunitas yang telah di lakukan mahasiswa pada masyarakat

RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo adalah sebagai berikut :


a. Evaluasi Struktur

 Kegiatan penyuluhan dilakukan melalui ceramah, video edukasi, dan

demonstrasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa profesi kelompok A

di RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

 Peran dari masing-masing mahasiswa sesuai dengan uraian tugas yang

telah di tetapkan.

b. Evaluasi Proses

 Pada umumnya masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa.

 Semua masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mendapat

informasi terkait kesiapsiagaan bencana, saat bencana, dan pasca

bencana melalui ceramah, video edukasi, dan demonstrasi

 Semua masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo antusias dan

berperan aktif selama kegiatan berlangsung.

c. Evaluasi Hasil

 Masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo berperan aktif dalam

penyuluhan yang dilakukan dengan cara ceramah, menonton video, dan

demonstrasi yang dibuat oleh mahasiswa, dimana seluruh masyarakat

RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mau berpartisipasi hadir dalam

kegiatan dan ikut aktif dalam kegiatan tersebut, serta mau mengisi

kuesioner evaluasi dalam bentuk google form yang disebarkan oleh

mahasiwa kepada masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo.


 Rencana keperawatan komunitas yang disusun oleh mahasiwa bersama

masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo telah dapat

dilaksanakan. Keberhasilan tersebut berkat kerjasama yang baik serta

dukungan dan partisipasi dari seluruh masyarakat RW.06 Kelurahan

Pasie Nan Tigo.


B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka kami dapat mengemukakan saran sebagai berikut :

1. Bagi Masyarakat

Masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo dapat terus mengingat dan menerapkan

tentang edukasi yang diberikan terkait kesiapsiagaan bencana, saat bencana, dan pasca

bencana serta masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo harus lebih sadar akan

potensi bencana yang terjadi di lingkungannya.

2. Bagi Jajaran Masyarakat

Jajaran masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo agar dapat memfasilitasi

pemberian edukasi kepada masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo terkait

kesiapsiagaan bencana, saat bencana, dan pasca bencana.

3. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Mahasiswa yang akan melaksanakan praktek profesi keperawatan bencana di komunitas

diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dengan anggota masyarakat dalam melakukan

proses keperawatan di komunitas.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Fakultas Keperawatan UNAND sebagai lembaga formal tempat mahasiswa menuntut

ilmu diharapkan dapat terus membimbing mahasiswa selama menjalani praktek profesi

keperawatan bencana di komunitas khususnya selama masa pandemi COVID-19 ini

sehingga mampu mencapai kompetensi mahasiswa sesuai yang diharapkan dan dapat

mempertahankan dan meningkatkan serta mendukung selalu kreatifitas mahasiswa FKEP

UNAND.

Anda mungkin juga menyukai