Oleh :
FAKUTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya yang
selalu diberikan kepada suluruh makhluk Nya. Berkat rahmat dan karunia Nya
serta salam tidak lupa pula penulis kirimkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu tim dosen
keperawatan bencana yang telah membimbing penulis dengan telaten dan penuh
kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Selain itu penulis
Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan laporan ini,
sehingga laporan ini dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok A
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
satu wilayah yang berpotensi terjadi bencana (PMI, 2013). Secara tektonik
tersebut salah satunya adalah gempa bumi (BNPB, 2016). Maka dari itu
tingkat gempa bumi tertinggi di dunia, bahkan lebih dari 10 kali lipat dari
juta lebih jiwa. Fasilitas umum yang paling banyak mengalami kehancuran
adalah fasilitas pendidikan yaitu mencapai 13.696 unit. Di Indonesia pada
tahun 2018 terjadi dua gempa bumi besar yang memakan banyak korban
jiwa, yaitu gempa berkekuatan 6,9 skala Richter di Lombok Timur, NTB
yang memakan korban jiwa sebanyak 390 korban meninggal dunia, 1.447
Palu, Donggala, dan Sigi dimana memakan 2.037 korban jiwa (BMKG,
2019).
Barat telah terjadi 13 kali gempa bumi dengan kategori bencana dan 2 kali
di tiap tahunnya dimana pada tahun 2016 terdapat 191 kejadian, pada
tahun 2017 tercatat 204 kejadian dan pada tahun 2018 tercatat 454
Kota Padang yang mengakibatkan 386 jiwa meninggal dunia, 1.219 jiwa
terdapat di Kota Padang. Kelurahan Pasie Nan Tigo berada pada pesisir
beberapa bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, abrasi dan badai
B. Implementasi POA
1. Plan Of Action (Poa) Komunitas
MASALAH PENANGGUNG
KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT
KESEHATAN JAWAB
Kesiapan peningkatan Melakukan penyuluhan Melakukan tindakan agar Ibu dan anak di
pengetahuan tentang bencana dan Ibu dan anak dapat Kelurahan Pasie
berhubungan dengan penanggulangan dampak memahami bencana Nan Tigo
perilaku upaya pasca terjadinya bencana yang beresiko terjadi di
peningkatan alam di Kelurahan Kelurahan Pasie Nan
kesiapsiagaan bencana Pasien Nan Tigo Tigo
di Kelurahan Pasie Ibu dan anak dapat
Nan Tigo meningkatkan
pengetahuan tentang
rute dan jalur evakuasi
jika terjadi bencana di
Kelurahan Pasie Nan
Tigo
Ibu dan anak dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
kesiapsiagaan bencana
di Kelurahan Pasie
Nan Tigo
Ibu dan anak dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang
pengurangan dampak
pasca terjadi bencana
di Kelurahan Pasien
Nan Tigo
3. Plan Of Action (Poa) Jiwa
MASALAH PENANGGUNG
KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT
KESEHATAN JAWAB
Waktu : 60 menit
A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam
tinggi, seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain
sebagainya. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari
keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di
Amerika Serikat. Gempa bumi yang disebabkan oleh interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Selama kurun waktu
1600 – 2000, tercatat 105 kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya disebabkan
oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung api, dan 1 persen oleh tanah
longsor (Sumber: Pusat Mitigasi Bencana, ITB. 2008).
Menurut laporan EM-DAT (international disaster database) pada tahun 2018
kematian sebanyak 11.804 orang, dan lebih dari 68 juta orang terdampak bencana
(WHO, 2018). Sedangkan menurut DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) dalam
Indonesia telah mengakibatkan korban meninggal dan hilang sebanyak 2.412 orang,
korban luka-luka 2.104 orang dan korban yang terpaksa harus mengungsi lebih dari
11.015.859 orang (BNPB, 2019). Data tersebut merupakan data kejadian bencana di
geografis Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap
bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko tinggi
(BNPB, 2014). Patahan besar Sumatera (sumatera great fault) yang masih aktif akan
selalu mengancam kawasan itu apabila terjadi pergeserasan di zona patahan tersebut.
Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan banyak
menimbulkan korbanpada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan 7,6 SR
Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera sekitar 50 km barat laut kota
seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pasisir Selatan, Kota
Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, Kabupaten Pasaman
Barat dan Bukittinggi. Menurut data Satkorlak PB pada tahun 2009, sebanyak 1.117
orang tewas akibat gempa ini, korban luka berat mencapai 1.214 orang, korban luka
ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat,
65.380 rumah rusak sedang dan 78.604 rumah rusak ringan.Pada tahun 2019 di
Sumatera Barat telah terjadi 2 kali gempa bumi yang mengakibatkan korban luka-luka
sebanyak 8 orang. Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah,
kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman tahun 2011, gempa berkekuatan 8.9 SR
diprediksi akan memicu tsunami dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut.
Dari hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang
maka akan berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.(UU
RW.6 Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang mulai
melalui tahapan antara lain : observasi fisik lingkungan, penyebaran kuesioner untuk
implementasi kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh masyarakat
dan musyawarah masyarakat kedua untuk menyampaikan hasil evaluasi kegiatan yang
mengatakan sering terjadi gempa, banjir, dan angin topan. Pada saat terjadi bencana
alam gempa bumi dan tsunami, ibu hamil merupakan salah satu kelompok rentang
yang ada di masyarakat. Oleh karena itu ibu hamil perlu dibekali dengan pengetahuan
Keterangan :
: pemateri
F. Metode Penyuluhan
a. Penampilan video
b. Ceramah
G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu
4. Menjelaskan tujuan
2. Bertanya
H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang mitigasi bencana
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Warga Ibu hamil RW 06 mampu menjelaskan apa itu gempa dan tsunami
b. Warga Ibu hamil RW 06 mampu menjelaskan evakuasi bencana gempa
Lampiran Materi
MITIGASI BENCANA
A. Pengertian Bencana
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
B. Jenis-Jenis Bencana
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mengatakan terdapat tiga penyebab terjadinya bencana yaitu bencana alam, bencana
non alam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa maupun
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, yaitu gempa bumi, tsunami,
banjir, gunung meletus, angina topan, kekeringan, dan tanah longsor
2. Bencana non alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh peristiwa maupun
serangkaian peristiwa non alam, berupa kegagalan teknologi, kegagalan
modernisasi, wabah penyakin, dan epidermi
3. Bencana sosial, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia meliputi konflik sosial
antar kelompok maupun antar komunitas masyarakat dan terorisme
C. Pengertian Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan
dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak
negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992). Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih
dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991).
Arti mitigasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan atau
menghapus kerugian dan korban yang mungkin terjadi akibat bencana, yaitu dengan cara
membuat persiapan sebelum terjadinya bencana. Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pengertian mitigasi adalah suatu rangkaian
upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana, baik melalui
pembangunan infrastruktur maupun memberikan kesadaran dan kemampuan dalam
menghadapi bencana.
D. Tujuan Mitigasi
Pada dasarnya mitigasi dilaksanakan untuk menghadapi berbagai jenis
bencana, baik itu bencana alam (natural disaster) maupun bencana akibat ulah
manusia (manmade disaster). Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengurangi atau
bahkan meniadakan risiko dan dampak bencana. Secara rinci, berikut adalah tujuan
dilakukannya mitigasi bencana alam :
1. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana,
seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam.
2. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
3. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang risiko
bencana, dan dampak bencana.
Dengan mengetahui tujuan dan pentingnya mitigasi bencana, beberapa
kegiatan dalam mitigasi adalah sebagai berikut :
Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Masuklah ke bawah meja untuk
melindungi tubuh dari jatuhan benda-benda. Jika tidak memiliki meja,
lindungi kepala dengan bantal. Jika sedang menyalakan kompor, maka
matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.
Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, jika gempa mereda keluarlah
berurutan carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.
Di luar rumah
Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari
jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame.
Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti
semua petunjuk dari petugas atau satpam.
Di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah
langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami.
Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah
mengungsi ke dataran yang tinggi.
Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga tidak akan terjatuh
seandainya kereta berhenti secara mendadak.
Di dalam mobil
Saat terjadi gempabumi besar jauhi persimpangan, pinggirkan mobil di
kiri jalan dan berhentilah. Hentikan mobil di tempat terbuka. Ikuti instruksi
dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dengan segera dari
mobil.
Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Jika
terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone
jika tersedia.
Waktu : 60 menit
A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam
tinggi, seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain
sebagainya. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari
keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di
Amerika Serikat. Gempa bumi yang disebabkan oleh interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Selama kurun waktu
1600 – 2000, tercatat 105 kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya disebabkan
oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung api, dan 1 persen oleh tanah
longsor (Sumber: Pusat Mitigasi Bencana, ITB. 2008).
Menurut laporan EM-DAT (International Disaster Database) pada tahun
2018 di laporkan terjadi peristiwa bencana alam di seluruh dunia yang mengakibatkan
kematian sebanyak 11.804 orang, dan lebih dari 68 juta orang terdampak bencana
(WHO, 2018). Sedangkan menurut DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) dalam
Indonesia telah mengakibatkan korban meninggal dan hilang sebanyak 2.412 orang,
korban luka-luka 2.104 orang dan korban yang terpaksa harus mengungsi lebih dari
11.015.859 orang (BNPB, 2019). Data tersebut merupakan data kejadian bencana di
geografis Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap
bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko tinggi
(BNPB, 2014). Patahan besar Sumatera (sumatera great fault) yang masih aktif akan
selalu mengancam kawasan itu apabila terjadi pergeserasan di zona patahan tersebut.
Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan banyak
menimbulkan korbanpada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan 7,6 SR
Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera sekitar 50 km barat laut kota
seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pasisir Selatan, Kota
Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, Kabupaten Pasaman
Barat dan Bukittinggi. Menurut data Satkorlak PB pada tahun 2009, sebanyak 1.117
orang tewas akibat gempa ini, korban luka berat mencapai 1.214 orang, korban luka
ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat,
65.380 rumah rusak sedang dan 78.604 rumah rusak ringan.Pada tahun 2019 di
Sumatera Barat telah terjadi 2 kali gempa bumi yang mengakibatkan korban luka-luka
sebanyak 8 orang. Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah,
sedang 5 rumah dan ringan 82 rumah (BNPB, 2019).Menurut penelitian ahli
kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman tahun 2011, gempa berkekuatan 8.9 SR
diprediksi akan memicu tsunami dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut.
Dari hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang
maka akan berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.(UU
RW.6 Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang mulai
melalui tahapan antara lain : observasi fisik lingkungan, penyebaran kuesioner untuk
kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh masyarakat dan
mengatakan sering terjadi gempa, banjir, dan angin topan. Pada saat terjadi bencana
alam gempa bumi dan tsunami , anak merupakan salah satu kelompok rentang yang
ada di masyarakat. Oleh karena itu anak perlu dibekali dengan pengetahuan tentang
mitigasi bencana.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan usia anak-anak RW 06 Kelurahan Pasie
Nan Tigo mampu memahami mitigasi bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu
bencana, seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan
sumber daya alam.
b. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
c. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
risiko bencana, dan dampak bencana.
C. Materi (terlampir)
D. Media
PPT, leaflet, dan animasi
E. Setting Tempat
Keterangan :
: pemateri
F. Metode Penyuluhan
a. Penampilan video
b. Ceramah
G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu
4. Menjelaskan tujuan
2. Bertanya
I. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang mitigasi bencana
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
c. Warga usia anak-anak RW 06 mampu menjelaskan apa itu gempa dan tsunami
d. Warga usia anak-anak RW 06 mampu menjelaskan evakuasi bencana gempa
Lampiran Materi
MITIGASI BENCANA
A. Pengertian Bencana
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
B. Jenis-Jenis Bencana
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mengatakan terdapat tiga penyebab terjadinya bencana yaitu bencana alam, bencana
non alam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa maupun
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, yaitu gempa bumi, tsunami,
banjir, gunung meletus, angina topan, kekeringan, dan tanah longsor
2. Bencana non alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh peristiwa maupun
serangkaian peristiwa non alam, berupa kegagalan teknologi, kegagalan
modernisasi, wabah penyakin, dan epidermi
3. Bencana sosial, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia meliputi konflik sosial
antar kelompok maupun antar komunitas masyarakat dan terorisme
C. Pengertian Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan
dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak
negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992). Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih
dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991).
Arti mitigasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan atau
menghapus kerugian dan korban yang mungkin terjadi akibat bencana, yaitu dengan
cara membuat persiapan sebelum terjadinya bencana. Menurut Undang-Undang No.
24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pengertian mitigasi adalah suatu
rangkaian upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana,
baik melalui pembangunan infrastruktur maupun memberikan kesadaran dan
kemampuan dalam menghadapi bencana.
D. Tujuan Mitigasi
Pada dasarnya mitigasi dilaksanakan untuk menghadapi berbagai jenis
bencana, baik itu bencana alam (natural disaster) maupun bencana akibat ulah
manusia (manmade disaster). Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengurangi atau
bahkan meniadakan risiko dan dampak bencana. Secara rinci, berikut adalah tujuan
dilakukannya mitigasi bencana alam :
1. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana,
seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam.
2. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
3. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang risiko
bencana, dan dampak bencana.
Dengan mengetahui tujuan dan pentingnya mitigasi bencana, beberapa
kegiatan dalam mitigasi adalah sebagai berikut :
Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Masuklah ke bawah meja untuk
melindungi tubuh dari jatuhan benda-benda. Jika tidak memiliki meja,
lindungi kepala dengan bantal. Jika sedang menyalakan kompor, maka
matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.
Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, jika gempa mereda keluarlah
berurutan carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.
Di luar rumah
Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari
jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame.
Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti
semua petunjuk dari petugas atau satpam.
Di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah
langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami.
Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah
mengungsi ke dataran yang tinggi.
Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga tidak akan terjatuh
seandainya kereta berhenti secara mendadak.
Di dalam mobil
Saat terjadi gempabumi besar jauhi persimpangan, pinggirkan mobil di
kiri jalan dan berhentilah. Hentikan mobil di tempat terbuka. Ikuti instruksi
dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dengan segera dari
mobil.
Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Jika
terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone
jika tersedia.
Waktu : 60 menit
A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam
tinggi, seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain
sebagainya. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari
keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di
Amerika Serikat. Gempa bumi yang disebabkan oleh interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Selama kurun waktu
1600 – 2000, tercatat 105 kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya disebabkan
oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung api, dan 1 persen oleh tanah
longsor (Sumber: Pusat Mitigasi Bencana, ITB. 2008).
Menurut laporan EM-DAT (international disaster database) pada tahun 2018
kematian sebanyak 11.804 orang, dan lebih dari 68 juta orang terdampak bencana
(WHO, 2018). Sedangkan menurut DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) dalam
Indonesia telah mengakibatkan korban meninggal dan hilang sebanyak 2.412 orang,
korban luka-luka 2.104 orang dan korban yang terpaksa harus mengungsi lebih dari
11.015.859 orang (BNPB, 2019). Data tersebut merupakan data kejadian bencana di
geografis Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap
bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko tinggi
(BNPB, 2014). Patahan besar Sumatera (sumatera great fault) yang masih aktif akan
selalu mengancam kawasan itu apabila terjadi pergeserasan di zona patahan tersebut.
Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan banyak
menimbulkan korbanpada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan 7,6 SR
Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera sekitar 50 km barat laut kota
seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pasisir Selatan, Kota
Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, Kabupaten Pasaman
Barat dan Bukittinggi. Menurut data Satkorlak PB pada tahun 2009, sebanyak 1.117
orang tewas akibat gempa ini, korban luka berat mencapai 1.214 orang, korban luka
ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat,
65.380 rumah rusak sedang dan 78.604 rumah rusak ringan.Pada tahun 2019 di
Sumatera Barat telah terjadi 2 kali gempa bumi yang mengakibatkan korban luka-luka
sebanyak 8 orang. Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah,
kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman tahun 2011, gempa berkekuatan 8.9 SR
diprediksi akan memicu tsunami dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut.
Dari hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang
maka akan berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.(UU
RW.6 Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang mulai
melalui tahapan antara lain : observasi fisik lingkungan, penyebaran kuesioner untuk
implementasi kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh masyarakat
dan musyawarah masyarakat kedua untuk menyampaikan hasil evaluasi kegiatan yang
mengatakan sering terjadi gempa, banjir, dan angin topan. Pada saat terjadi bencana
alam gempa bumi dan tsunami, ibu hamil merupakan salah satu kelompok rentang
yang ada di masyarakat. Oleh karena itu ibu hamil perlu dibekali dengan pengetahuan
Keterangan :
: pemateri
F. Metode Penyuluhan
c. Ceramah
d. Tanya Jawab
G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu
1. Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit
4. Menjelaskan tujuan
2. Kerja 3. Menampilkan PPT 1. Memperhatikan dan 50 menit
mendengarkan
2. Bertanya
4. Terminasi 1. Evaluasi dan validasi 1. Menyebutkan kembali materi 5 menit
diskusi
2. Salam penutup
2. Menjawab salam
H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang mitigasi bencana
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Warga remaja dan dewasa RW 06 mampu menjelaskan apa itu gempa dan
tsunami
b. Warga remaja dan dewasa RW 06 mampu menjelaskan evakuasi bencana gempa
Lampiran Materi
MITIGASI BENCANA
A. Pengertian Bencana
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti Banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung, dan tanah longsor. Di
Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau sebuah rangkaian peristiwa
yang menganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam, non alam, maupun manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak
psikologis.
B. Jenis-Jenis Bencana
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana
mengatakan terdapat tiga penyebab terjadinya bencana yaitu bencana alam, bencana
non alam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa maupun
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, yaitu gempa bumi, tsunami,
banjir, gunung meletus, angina topan, kekeringan, dan tanah longsor
2. Bencana non alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh peristiwa maupun
serangkaian peristiwa non alam, berupa kegagalan teknologi, kegagalan
modernisasi, wabah penyakin, dan epidermi
3. Bencana sosial, merupakan bencana yang diakibatkan peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia meliputi konflik sosial
antar kelompok maupun antar komunitas masyarakat dan terorisme
C. Pengertian Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan
dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak
negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992). Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih
dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991).
Arti mitigasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan atau
menghapus kerugian dan korban yang mungkin terjadi akibat bencana, yaitu dengan
cara membuat persiapan sebelum terjadinya bencana. Menurut Undang-Undang No.
24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pengertian mitigasi adalah suatu
rangkaian upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana,
baik melalui pembangunan infrastruktur maupun memberikan kesadaran dan
kemampuan dalam menghadapi bencana.
D. Tujuan Mitigasi
Pada dasarnya mitigasi dilaksanakan untuk menghadapi berbagai jenis
bencana, baik itu bencana alam (natural disaster) maupun bencana akibat ulah
manusia (manmade disaster). Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengurangi atau
bahkan meniadakan risiko dan dampak bencana. Secara rinci, berikut adalah tujuan
dilakukannya mitigasi bencana alam :
4. Menimalisir risiko dan dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana,
seperti korban jiwa, luka-luka, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam.
5. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat pemetaan maupun
perencanaan pembangunan di suatu tempat.
6. Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang risiko
bencana, dan dampak bencana.
Dengan mengetahui tujuan dan pentingnya mitigasi bencana, beberapa
kegiatan dalam mitigasi adalah sebagai berikut :
Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Masuklah ke bawah meja untuk
melindungi tubuh dari jatuhan benda-benda. Jika tidak memiliki meja,
lindungi kepala dengan bantal. Jika sedang menyalakan kompor, maka
matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.
Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, jika gempa mereda keluarlah
berurutan carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.
Di luar rumah
Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari
jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame.
Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti
semua petunjuk dari petugas atau satpam.
Di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah
langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami.
Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah
mengungsi ke dataran yang tinggi.
Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga tidak akan terjatuh
seandainya kereta berhenti secara mendadak.
Di dalam mobil
Saat terjadi gempabumi besar jauhi persimpangan, pinggirkan mobil di
kiri jalan dan berhentilah. Hentikan mobil di tempat terbuka. Ikuti instruksi
dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dengan segera dari
mobil.
Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Jika
terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone
jika tersedia.
Waktu : 60 menit
A. Latar Belakang
Negara Indonesia secara geografis berada diantara dua benua dan dua
samudera serta di lewati oleh garis khatulistiwa, dimana merupakan salah satu wilayah
yang berpotensi terjadi bencana (PMI, 2013). Secara tektonik Negara Indonesia terletak
pada pertemuan lempeng besar dunia dan beberapa lempeng kecil (microblocks)
menyebabkan Indonesia berpotensi mengalami banyak kejadian gempa bumi. Negara
Indonesia juga dikelilingi oleh empat lempeng utama, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng
Laut Filipina, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (Tim Pusat Studi Gempa
Nasional, 2017).
Bencana gempa bumi merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari dan
terjadi secara mendadak. BPBD Kota Padang mengatakan bahwa kota Padang diapit
oleh dua patahan gempa, yaitu patahan Semangko dan patahan Megathrust. Selama
sepuluh tahun (2009-2019) terdapat 3 gempa besar mengguncang Kota Padang yang
mengakibatkan 386 jiwa meninggal dunia, 1.219 jiwa luka-luka dan 3.547 kerusakan
pada fasilitas pendidikan (DIBI, 2020). Gempa bumi mengguncang Kota Padang dan
sekitarnya pada tanggal 30 September 2009 berkekuatan 7,9 skala Richter
mengakibatkan banyak korban jiwa, jumlah korban jiwa di Kota Padang sendiri
sebanyak 385 jiwa meninggal dunia dan 1.216 jiwa luka-luka.
Ketika terjadi bencana, cenderung terjadi cedera. Cedera adalah kerusakan
fisik yang terjadi ketika tubuh manusia tiba-tiba mengalami penurunan energi dalam
jumlah yang melebihi ambang batas toleransi fisiologis atau akibat dari kurangnya satu
atau lebih elemen penting seperti oksigen (WHO, 2014). Cedera juga dapat diartikan
sebagai suatu kerusakan struktur atau fungsi tubuh karena suatu trauma atau tekanan
fisik. Jika cedera terjadi maka harus segera memerlukan tindakan pertolongan pertama.
Pertolongan pertama adalah perawatan segera yang diberikan pada orang yang
mengalami cedera atau sakit mendadak. Tidak hanya dapat menyelamatkan hidup
seseorang, kualitas pertolongan pertama juga dapat mengurangi kecacatan dan
perawatan dirumah sakit. Pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau
penanganan yang sempurna, tetapi hanya berupa pertolongan pertama yang dilakukan
oleh yang pertama kali melihat korban (Pfeiffer, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan
Pasie Nan Tigo mampu memahami cara melakukan pemberian pertolongan pertama
atau P3K praktis.
2. Tujuan Khusus
a. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
perdarahan
b. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
tentang luka dan balutan
c. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
tentang patah tulang/fraktur
d. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
tentang cara evakuasi korban
C. Materi (terlampir)
D. Media
PPT dan Leaflet
E. Setting Tempat
Keterangan :
: Pemateri
F. Metode Penyuluhan
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Demonstrasi perawatan luka sederhana, pembidaian, cara evakuasi korban massal
G. Kegiatan Penyuluhan
4. Menjelaskan tujuan
H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang P3K (Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan)
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Warga usia remaja-dewasa RW 06 mampu menjelaskan tentang perdarahan
b. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan tentang luka dan balutan
c. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan tentang fraktur/patah tulang
d. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan tentang evakuasi korban
e. Warga usia remaja-dewasa RW 06 mendemonstrasi perawatan luka sederhana,
pembidaian, dan cara evakuasi korban massal.
Lampiran Materi :
PENGERTIAN P3K
P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) adalah upaya memberikan pertolongan
pertama secara cepat dan tepat yang mengalami sakit atau cidera.
TUJUAN P3K
1. Menyelamatkan nyawa
PRINSIP P3K
Prinsip P3K adalah cepat, tepat, dan hati-hati, serta melihat situasi sebaik-baiknya. Juga
meliputi:
1. Sikap tenang dan tidak panik
2. Memperhatikan pernapasan korban
3. Hentikan perdarahan
4. Mengamankan korban
5. Lakukan penyelamatan di tempat
6. Lakukan tindakan penyelamatan dengan cepat, tepat, dan hati-hati
I. PERDARAHAN
a. Definisi
Perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Walaupun dapat
bervariasi, volume darah orang dewasa normal adalah 7-8 % dari berat badan.
Volume darah pada anak-anak dihitung 8-9 % dari berat badan normal (80-90
cc/Kg ).
b. Klasifikasi
Perdarahan dapat dibedakan berdasarkan persentase kehilangan volume darah
sebagai barikut :
1. Perdarahan kelas I : Kehilangan Volume Darah Sampai 15 % atau 500 cc
darah
2. Perdarahan kelas II : Kehilangan Volume Darah 15-30 % atau 750-1500 cc
darah
3. Perdarahan kelas III : Kehilangan Volume Darah 30-40 % atau sekitar 2000
cc darah
4. Perdarahan kelas IV : Kehilangan Volume Darah Lebih Dari 40 %
1. Perdarahan arteri
Darah yang keluar dari pembuluh nadi keluar menyembur sesuai dengan
denyut nadi dan berwarna merah terang karena masih kaya dengan oksigen.
Tanda-tandanya :
Warna darah merah muda
Keluar secara memancar sesuai dengan irama jantung
Biasanya darah sukar untuk di hentikan
2. Perdarahan vena
Darah yang keluar dari pembuluh vena mengalir lambat bewarna merah gelap
karena mengandunng karbon dioksida.
Tanda-tandanya :
Warna darah merah tua
Pancaran darah tidak begitu hebat disbanding perdarahan arteri
Perdarahan mudah untuk dihentikan dengan cara menekan dan dan
meninggikan anggota badan yang luka lebih tinggi dari jantun
3. Perdarahan kapiler
Berasal dari pembuluh darah kapiler, darah yang keluar merembes. Perdarahan
ini sangat kecil sehingga hampir tidak memiliki tekanan/semburan.
Tanda-tandanya:
Perdarahan tidak hebat
Keluar perlahan-lahan berupa rembesan
Biasanya perdarahan berhenti sendiri walaupun tidak di obati.
1. Perdarahan luar
Jenis perdarahan ini terjadi akibat kerusakan dinding pembuluh darah disertai
dengan kerusakan kulit yang mungkin darah keluar dari dan terlihat jelas
keluar dari luka tersebut.
2. Perdarahan dalam
Kehilangan darah dalam perdarahan internal tidak terihat karena kulit masih
utuh. Perdarahan internal mungkin terjadi didalam jaringan-jaringan, organ
atau dirongga-rongga tubuh termasuk kepala, dada dan perut.
3. Fraktur (patah/retak tulang)
Perdarahan mungkin terjadi dengan tulang-tulng yang patah.
4. Perdarahan secara spontan
Terjadi secara spontan terutama pada orang-orang yang mengkonsumsi obat-
obatan anti-penggumpalan.
II. LUKA DAN BALUTAN
a. Pengertian Luka
Luka adalah sebuah kondisi kerusakan atau hilangnya sebagian jaringan tubuh yang
bisa terjadi akibat trauma benda tumpul, benda tajam, suhu ,zat kimia ,ledakan,
gigitan hewan, konsleting listrik dan berbagai penyebab lain.
d. Jenis-Jenis Luka
Dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka terkena radiasi atau bedah) dan luka
tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak
rusak (kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan
terjadi karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan
(kecelakaan).
a. Luka Bersih (Clean Wounds). Yang dimaksud dengan luka bersih adalah
luka bedah tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi
b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds). Jenis luka ini
adalah luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital
atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu
terjadi.
c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds) adalah luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna.
d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds) adalah terdapatnya
mikroorganisme pada luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya infeksi
pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme
tersebut.
Pingsan
Penanganan utama saat seseorang pingsan adalah dengan meningkatkan aliran
darah ke otak agar kebutuhan oksigen tercukupi. Proses ini dapat dilakukan
dengan langkah-langkah berikut:
Periksa pernapasan pasien.
Baringkan pasien dan letakkan kakinya lebih tinggi dari jantung. Jika situasi
ini tidak memungkinkan, dudukkan pasien dan letakkan kepalanya di antara
lutut dengan membungkuk.
Longgarkan pakaian atau aksesori yang terlalu ketat, misalnya ikat pinggang.
Jika pasien tidak kunjung sadar selama lebih dari dua menit, segera hubungi
rumah sakit agar penanganan darurat dapat dilakukan. Selama menunggu,
baringkan pasien pada posisi miring, letakkan kepala pasien pada posisi
menengadah agar saluran pernapasannya lancar, dan pantau pernapasan serta
denyut nadinya.
Mimisan
Pijat cuping hidung tepat dibawah tulang hidung dengan kuat menggunakan
ibu jari dan telunjuk, segera setelah mimisan terdeteksi.
Korban harus didudukkan dengan kepala miring kedepan diatas penampung
Tekanan pada pembuluh darah yang bocor harus dipertahankan sekurang-
kurangnya 10 menit, dan korban tidak boleh menengadahkan kepalanya.
Lepaskan pijitan secara bertahap
Dengan kepala masih miring kedepan, seka dengan hati-hati daerah sekitar
hidung dengan pembalut atau penyeka yang bersih yang telah direndam dalam
air hangat.
h. Balutan
Balutan harus cukup besar untuk menutupi luka dan masih bersisa sekitar 2,5
cm disekitar luka. Jika mungkin balutan harus steril sehingga tidak ada bakteri yang
masuk kedalam area luka. Juga balutan terbuat dari bahan yang memungkinkan
keringat menguap. Jika keringat terkumpul, balutan akan menjadi basah dan akan
menciptakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan bakteri.
i. Tujuan Pembalutan
Mengurangi kerusakan jaringan yang luka.
Mengurangi rasa sakit dan nyeri pada luka.
Mencegah dari bahaya cacat dan infeksi.
Menghindari bahaya maut.
j. Fungsi Balutan
Untuk melindungi luka
Untuk mengendalikan perdarahan dan membantu agar perdarahan berhenti
Untuk menyerap setiap cairan yang keluar dari luka
Untuk mencegah infeksi
k. Macam-Macam Pembalut
Pembalutan segitiga: mitela, platenga, dan punda.
Pembalutan gulung.
Pembalutan cepat
Fraktur atau patah tulang merupakan keadaan terputusnya kontinuitas tulang, sebagian atau
keseluruhan. Terdapat dua tipe patah tulang yang dikenal yaitu :
2). Raba
b. Imobilisasi
Tujuan imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cidera dalam
posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada tempat
fraktur. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan tarikan untuk meluruskan dan
mempertahankan dengan alat imobilisasi seperti bidai. Pemakaian bidai yang benar
akan membantu menghentikan perdarahan, mengurangi nyeri dan mencegah
kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.
Dislokasi sendi umumnya perlu dibidai pada posisi saat ditemukan. Bantal atau
gips dapat dipakai untuk mempertahankan posisi ekstremitas yang belum dilakukan
reposisi.
Pemasangan bidai harus segera, namun tidak boleh mengganggu resusitasi yang
merupakan prioritas utama. Memasang bidai pada trauma ekstremitas bila tidak
disertai maslah ancaman nyawa dapat ditunda sampai secondary survey. Walaupun
demikian cidera ini harus dibidai sebelum penderita dirujuk. Setelah bidai dipasang
dan meluruskan fraktur harus selalu diperiksa status neurovaskuler.
Buka pakaian yang menutup bagian anggota tubuh yang akan di bidai.
Lakukan pemeriksaan status vaskular (denyut nadi dan pengisian kapiler)
serta status motorik dan sensorik di distal trauma.
Tutup semua luka dengan kasa steril atau dengan kain yang bersih.
Jangan memindahkan/menggerakkan anggota gerak sebelum dilakukan
pembidaian
Pada kasus fraktur, pembidaian harus mencakup 2 sendi di bagian proksimal
(atas) dan distal ( bawah) dari fraktur tersebut.
Pada trauma sendi, pembidaian harus mencakup tulang di sebelah proksimal
dan distal sendi.
Semua bidai harus di beri bantalan lunak agar tidak merusak jaringan lunak
(otot) sekitarnya.
Selama pembidaian anggota gerak harus di topang dengan tangan untuk
mernghindari trauma lebih lanjut.
Jika terjadi deformitas (berubah bentuk), lakukan traksi (penarikan) untuk
memulihkan kesejajaran anggota gerak (realignement).
Jika terdapat tahanan saat di lakukan traksi,pembidain dilakukan pada posisi
apa adanya.
Pembidaian trauma tulang belakang dilakukan dengan prinsip neutral in-line
position.
Jika ragu ragu apakah terjadi patah tulang/fraktur,dislokasi tetap lakukan
pembidaian.
1. Fraktur Femur
2. Trauma Lutut
Pemakaian bidai lutut atau long leg splint dapat memberikan kenyamanan dan
stabilitas. Lutut tidak boleh dibidai dalam posisi lurus, akan tetapi difleksikan
kurang lebih 10 derajat untuk menghindari tekanan pada struktur neurovaskuler.
3. Fraktur Tibia
Untuk pertolongan sementara dapat dipasang bidai atau spalk sepanjang tungkai
dengan melewati dua sendi.
4. Fraktur Ankle
Fraktur ankle dapat dimobilisasi dengan bidai bantal atau karton dengan
bantalan sehingga menghindari tekanan pada tulang yang menonjol.
5. Lengan Dan Tangan
Siku, diimobilisasi pada posisi fleksi, memakai bidai dengan bantalan atau
dengan sling.
Lengan atas, diimobilisasi dengan sling dan bahu atau balutan Valipeu.
IV.EVAKUASI KORBAN
a. Pengertian Evakuasi
Merupakan suatu tindakan memindahkan manusia secara langsung dan cepat
dari satu lokasi ke lokasi yang aman agar menjauh dari ancaman atau kejadian yang
dianggap berbahaya atau berpotensi mengancam nyawa manusia atau mahluk hidup
lainnya.
Evakuasi merupakan bagian penting dari penyelamatan korban kecelakaan.
Evakuasi yg ditunjang peralatan, kemampuan dan jumlah penolong memadai dapat
mencegah cidera korban bertambah parah. Tetapi ada kalanya evakuasi darurat
dilakukan dengan peralatan dan jumlah penolong terbatas. Hal ini dikarenakan antara
lain harus segera di evakuasi karena lokasi kecelakaan membahayakan.
A. LATAR BELAKANG
Triage adalah tindakan untuk mengelompokkan pasien/skrining berdasarkan
pada beratnya cedera yang diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada
A (Airway), B (Breathing) dan C (Circulation). Triase juga mencakup pengertian
mengatur rujukan sedemikian rupa sehingga penderita mendapat perawatan
sebagaimana mestinya.
Sistem Triage adalah Proses di mana seseorang klinisi menilai tingkat urgensi
pasien. Triage: Sistem triage adalah struktur dasar dimana semua pasien yang
datang dikategorikan ke dalam kelompok tertentu dengan menggunakan standar
skala penilaian urgensi atau struktur.
Re-triage: status klinis adalah merupakan kondisi yang dinamis. Jika terjadi
perubahan status klinis yang akan berdampak pada perubahan kategori triage, atau
jika didapatkan informasi tambahan tentang kondisi pasien yang akan
mempengaruhi urgensi (lihat di bawah), maka triage ulang harus dilakukan. Ketika
seorang pasien kembali diprioritaskan, kode triage awal dank ode triage selanjutnya
harus didokumentasikan. Alasan untuk melakukan triage ulang juga
harus didokumentasikan.
Urgensi: Urgensi ditentukan berdasarkan kondisi klinis pasien dan digunakan
untuk menentukan kecepatan intervensi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
optimal Tingkat urgensi adalah tingkat keparahan atau kompleksitas suatu penyakit
atau cedera. Sebagai contoh, pasien mungkin akan diprioritaskan ke peringkat
urgensi yang lebih rendah karena mereka dinilai cukup aman bagi mereka untuk
menunggu memperoleh pemeriksaan emergensi, walaupun mereka mungkin
memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk kondisi mereka atau mempunyai
kondisi morbiditas yang signifikan dan resiko kematian.
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 15 menit diharapkan klien mampu
memahami tentang Sistem Triage IGD
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 15 menit diharapkan klien mampu
a. Menyebutkan pengertian Triage
b. Menyebutkan alasan dari Pembagian Triage per Kasus
c. Menyebutkan manfaat penggunaan skala prioritas menggunakan sistem
Triage.
d. dengetahui contoh kasus dari masing masing warna Triage
C. Materi Penyuluhan
a. Definisi Triage IGD
b. Mengapa di di perlukan Triage
c. Pelaksanaan Triage di RSBR
d. Contoh kasus menurut warna Triage
D. Setting Tempat
Keterangan :
: Pemateri
E. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Diskusi
F. Alat Penyuluhan
1. Leaflet
2. Materi Terlampir
3. PPT
H. Rencana Evaluasi
a. Struktur
Diharapkan alat penunjang saat dilakukan penyuluhan tersedia dan sesuai dengan
materi yang disajikan
Diharapkan materi penyuluhan ringan dan mudah dimengerti oleh sasaran
penyuluhan
Materi sudah siap dan dipelajari 3 hari sebelum penkes
Media sudah 5 hari sebelum penkes
Tempat sudah siap 2 jam sebelum penkes
SAP sudah siap 5 hari sebelum penkes
b. Proses
Diharapkan penyuluhan berjalan dengan lancar
Peserta memperhatikan penjelasan perawat
Peserta aktif bertanya, memberikan pendapat serta mau berpartisipasi dalam
diskusi mengenai Triage
Media dapat digunakan secara efektif
Diharapakan peserta penyuluhan tidak meninggalkan tempat pada saat
penyuluhan berlangsung
c. Hasil
Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 15-20 menit diharapkan klien
mampu memahami tentang pengertian dasar Triage
Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 15-20 menit diharapkan klien
mampu :
Menyebutkan pengertian Triage
Menyebutkan alasan dari Pembagian Triage per Kasus
Menyebutkan manfaat penggunaan skala prioritas menggunakan sistem
Triage.
Mengetahui contoh kasus dari masing masing warna Triage
Lampiran Materi
A. Pengertian
Triage adalah tindakan untuk mengelompokkan pasien/skrining berdasarkan
pada beratnya cedera yang diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada
A (Airway), B (Breathing) dan C (Circulation). Triase juga mencakup pengertian
mengatur rujukan sedemikian rupa sehingga penderita mendapat perawatan
sebagaimana mestinya.
Sistem Triage adalah Proses di mana seseorang klinisi menilai tingkat urgensi
pasien. Triage: Sistem triage adalah struktur dasar dimana semua pasien yang
datang dikategorikan ke dalam kelompok tertentu dengan menggunakan standar
skala penilaian urgensi atau struktur.
Re-triage: status klinis adalah merupakan kondisi yang dinamis. Jika terjadi
perubahan status klinis yang akan berdampak pada perubahan kategori triage, atau
jika didapatkan informasi tambahan tentang kondisi pasien yang akan
mempengaruhi urgensi (lihat di bawah), maka triage ulang harus dilakukan. Ketika
seorang pasien kembali diprioritaskan, kode triage awal dank ode triage
selanjutnya harus didokumentasikan. Alasan untuk melakukan triage ulang juga
harus didokumentasikan.
Urgensi: Urgensi ditentukan berdasarkan kondisi klinis pasien dan digunakan
untuk menentukan kecepatan intervensi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
optimal Tingkat urgensi adalah tingkat keparahan atau kompleksitas suatu penyakit
atau cedera. Sebagai contoh, pasien mungkin akan diprioritaskan ke peringkat
urgensi yang lebih rendah karena mereka dinilai cukup aman bagi mereka untuk
menunggu memperoleh pemeriksaan emergensi, walaupun mereka mungkin
memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk kondisi mereka atau mempunyai
kondisi morbiditas yang signifikan dan resiko kematian
PRIORITAS PASIEN
A. Prinsip-prinsip triage :
“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik
untuk jumlah terbanyak” dengan seleksi korban berdasarkan :
1. Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit.
2. Dapat mati dalam hitungan jam.
3. Trauma ringan.
4. Sudah meninggal.
Dari yang hidup dibuat prioritas.
Prioritas : penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.
B. Tingkat prioritas :
1. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat
berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%
2. Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
3. Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan.
4. Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.
D. Pemimpin triage
Hanya melakukan :
1. Primary survey.
2. Menentukan prioritas.
3. Menentukan pertolongan yang harus diberikan.
Keputusan triage harus dihargai. Diskusi setelah tindakan. Hindari untuk tidak
memutuskan sesuatu. Pemimpin triage tidak harus dokter, perawat pun bisa atau
orang yang terlatih tergantung sumber daya manusia di tempat kejadian.
E. Tim triage
1. Bertanggung jawab.
2. Mencegah kerusakan berlanjut atau semakin parah.
3. Pilah dan pilih korban.
4. Memberi perlindungan kepada korban.
Waktu : 60 menit
A. Latar Belakang
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan darurat untuk
membebaskan jalan nafas, dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan
alat bantu. Bantuan hidup dasar biasanya diberikan oleh orangorang disekitar korban
yang selanjutnya diambil alih oleh petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus
diberikan secara cepat dan tepat, karena penanganan yang salah dapat berakibat buruk,
cacat hingga kematian pada korban (PUSBANKES 188 DIY, 2014). Bantuan Hidup
Dasar (BHD) ditujukan untuk memberikan perawatan darurat bagi para korban,
sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas
kesehatan lainnya (Sudiatmoko, A, 2011). Tujuan bantuan hidup dasar adalah untuk
oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui
ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan
oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009). Tindakan bantuan hidup
dasar sangat penting khususnya pada pasien dengan sudden cardiac arrest (SCA) atau
henti jantung mendadak yang terjadi di luar rumah sakit (Berg, 2010).
Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah
menjadi tugas dari petugas kesehatan untuk menangani masalah tersebut. Walaupun
begitu, tidak menutup kemungkinan kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi pada daerah
yang sulit untuk membantu korban sebelum ditemukan oleh petugas kesehatan menjadi
sangat penting (Sudiharto & Sartono, 2011). Kondisi kegawatdaruratan diantaranya
adalah serangan jantung. Kematian terjadi biasanya karena ketidakmampuan petugas
kesehatan untuk menangani penderita pada fase gawat darurat (golden period). Frame
(2003) menyatakan bahwa bantuan hidup dasar (BHD) dapat diajarkan kepada siapa
saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD, bahkan anak-anak
juga dapat diajarkan sesuai dengan kapasitasnya. Semua lapisan masyarakat seharusnya
diajarkan tentang bantuan hidup dasar (Resusitacion Council, 2010).
Kejadian henti jantung dapat terjadi dimana saja. Dalam hal ini tindakan
pemberian BHD pada korban henti jantung dan sikap kesadaran masyarakat yang tepat
dan cepat dalam menolong korban henti jantung menjadi faktor yang paling penting.
Ketergantungan masyarakat terhadap tenaga medis menjadi penyebab tingginya
mortalitas akibat henti jantung. Penting bagi masyarakat untuk menyikapi tentang
pemberian Bantuan Hidup Dasar bagi penderitahenti jantung. Dalam hal ini petugas
kesehatan haruslah mampu meningkatkan sikap peduli masyarakat terhadap korban
yang membutuhkan BHD dengan memberikan pelatihan atau Health Edukasi pada
masyarakat awam. Pemberian tindakan yang tepat dan cepat dapat mengurangi angka
kematian dan meningkatkan angka harapan hidup bagi penderita sehingga angka
mortalitas akibat penyakit jantung dapat ditekan. Berdasarkan fenomena diatas
kelompok akan melakukan penyuluhan mengenai BHD (Bantuan Hidup Dasar) di RW
06 Kelurahan Pasie Nan TIgo.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan
Pasie Nan Tigo mampu memahami cara melakukan BHD (Bantuan Hidup Dasar)
2. Tujuan Khusus
a. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
pengertian BHD (Bantuan Hidup Dasar)
b. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
pengertian RJP (Resusitasi Jantung Paru)
c. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
tujuan BHD (Bantuan Hidup Dasar)
d. Warga usia remaja-dewasa RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui
langkah-langkah melakukan BHD (Bantuan Hidup Dasar)
E. Materi (terlampir)
F. Media
PPT dan Leaflet
F. Setting Tempat
Keterangan :
: Pemateri
G. Metode Penyuluhan
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Demonstrasi BHD (Bantuan Hidup Dasar)
H. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu
4. Menjelaskan tujuan
I. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang langkah-langkah melakukan BHD
(Bantuan Hidup Dasar)
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara
penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
f. Warga usia remaja-dewasa RW 06 mampu menjelaskan pengertian BHD
(Bantuan Hidup Dasar)
g. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan pengertian RJP (Resusitasi
Jantung Paru)
h. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan tujuan BHD (Bantuan Hidup
Dasar)
i. Warga usia remaja-dewasa RW 06 menjelaskan langkah-langkah melakukan
BHD (Bantuan Hidup Dasar)
j. Warga usia remaja-dewasa RW 06 mendemonstrasi BHD (Bantuan Hidup
Dasar)
Lampiran Materi :
4. Meminta pertolongan
Minta bantuan ke orang sekitar tempat kejadian. Hal ini sangat penting karena akan
sangat sulit menolong pasien seorang diri, apabila ada lebih dari satu penolong maka
akan lebih efektif menangani korban. Kemudian hubungi petugas kesehatan untuk
pertolongan lebih lanjut.
a. C : Compression (Circulation)
Lokasi kompresi (posisi tangan)
- Letakkan tangan anda, satu diatas yang lain pada sternum yaitu bagian tengah
tulang dada, kira-kira diantara kedua puting (bagi laki-laki).
- Tempatkan tangan di 3 jari di atas PX (Processus Xipoideus)
- Atau di 1/3 bagian bawah sternum
Tekhnik kompresi
- Berikan tekanan pada dada kurang lebih sedalam 2 inci (5 cm), dengan lengan
lurus tanpa menekukkan siku
- Lakukan 30 kali tekanan dengan kecepatan 100x/menit (artinya satu tekanan
kurang lebih 1,5 detik). Tetap berikan waktu rongga dada untuk membal
kembali ke posisi semula diantara tiap tekanan yang diberikan agar jantung
mendapat kesempatan untuk terisi darah kembali.
- Satu siklus kompresi yang terdiri dari 30 kali tekanan dada hanya memerlukan
waktu 18 detik saja.
- waktunya jangan melebihi 10 detik.
- Saat melakukan RJP, perhatikan posisi poros lutut anda jangan terlalu jauh
dari tubuh pasien agar anda tidak mudah lelah.
c. B: Breathing
Periksa pernafasan selama 5 detik (lihat, dengar, dan rasakan). Jika korban tidak
bernafas lakukan 2 kali bantuan nafas. Cara Memberikan Bantuan Nafas
Waktu : 60 menit
A. Latar Belakang
Lanjut usia menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas .Kemenkes mengklasifikasikan lansia
kedalam dua kategori, penduduk usia lanjut berumur ≥ 60 tahun dan penduduk usia lanjut
dengan risiko tinggi ≥ 70 tahun (Kemenkes, 2017). Sebagian besar dari kelompok lanjut
usia tidak dapat hidup secara mandiri karena keterbatasan mobilitas, lemah atau masalah
kesehatan fisik dan mental sehingga membutuhkan pelayanan dan perlindungan khusus
(Wibowo, 2018).
Lansia mengalami penurunan sistem tubuh yang meliputi perubahan fisik, mental
dan psikososial (Nugroho dalam Wibowo,2014). Perubahan fisik mencakup perubahan
sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler,
sistem pengaturan suhu tubuh, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem
genitourinaria, sistem endokrin, sistem integumen, dan sistem muskulosketal. Perubahan
mental dipengaruh oleh perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan,
lingkungan, tingkat kecerdasan dan kenangan. Perubahan psikososial umumnya timbul
karena lansia dianggap sudah tidak produktif lagi sehingga sebagian besar pensiun dari
pekerjaannya (Wibowo,2014).
Lansia seringkali tinggal sendiri sehingga semakin memperbesar risiko lansia
terdampak bencana, karena keterbatasan fisiknya dan tidak adanya bantuan dari anggota
keluarga. Pada saat terjadi bencana yang mengharuskan lansia mengungsi akan
menimbulkan perasaan tidak nyaman pada lansia karena merasa kehilangan tempat
tinggalnya dan komunitasnya sama saja seperti kehilangan dirinya (Yotsui et al, 2015).
Kelompok rentan pada saat terjadi bencana menjadi prioritas karena dianggap
sebagai korban yang sangat lemah dan tidak berdaya, dan perlu dilindungi. Undang-
undang No.24 Tahun 2007 menekankan perlindungan kelompok rentan hanya pada saat
terjadibencana. Mengingat fokus dari penanggulangan bencana secara global berdasarkan
kerangka kerja Sendai adalah pengurangan risiko bencana, sudah seharusnya risiko yang
tinggi pada kelompok rentan dikelola sehingga dapat mengurangi risiko dan melindungi
kelompok rentan. Salah satu prinsip dari kerangka kerja Sendai menyatakan bahwa
pengurangan risiko bencana membutuhkan keterlibatan dan kemitraan semua lapisan
masyarakat, juga membutuhkan pemberdayaan dan partisipasi inklusif, mudah diakses
dan non diskriminatif, memberikan perhatian khusus pada orang-orang yang secara tidak
proporsional terkena dampak bencana, terutama dari lapisan masyarakat yang paling
miskin. Perspektif gender, usia, orang-orang yang berkebutuhan khusus dan budaya harus
diintegrasikan dalam semua kebijakan dan praktik, serta kepemimpinan oleh perempuan
dan pemuda harus dipromosikan(SFDR, 2015).
Mengacu pada prinsip tersebut, sudut pandang terhadap kelompok rentan yang
selama ini lebih sering dipandang sebagai objek harus diubah menjadi subjek yang perlu
dilibatkan dalam setiap aktivitas bencana, baik pada saat prabencana, tanggap darurat,
maupun pascabencana. Kelompok rentan Lansia dapat diberdayakan dan berpartisipasi
dalam pengurangan risiko bencana. pemberian pendidikan kesehatan tentang mitigasi
bencana pada lansia dapat mengurangi risiko bencana pada kelompok rentan lansia serta
memperkuat ketahanan. Berdasarkan fenomena diatas kelompok akan melakukan
penyuluhan mengenai Mitigasi Bencana Pada kelompok Lansia di RW 06 Kelurahan
Pasie Nan TIgo.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan Lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo
memahami kesiapsiagaan bencana
2. Tujuan Khusus
a. Warga lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui pengertian bencana
Gempa Bumi
b. Warga lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui dampak bencana
c. Warga lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui apa yang harus
dilakukan pada saat bencana
G. Materi (terlampir)
H. Media
PPT dan Leaflet
G. Setting Tempat
Keterangan :
: Pemateri
I. Kegiatan Penyuluhan
4. Menjelaskan tujuan
J. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang Kesiap siagaan Bencana Pada Lansia
b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara penyuluhan
c. Menyiapkan tempat dan peralatan
d. Setting tempat
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.
b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Audien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
k. Warga lansia RW 06 mampu menyebutkan pengertian Gempa bumi
l. Warga lansia RW 06 menyebutkan dampak bencana
m. Warga lansia RW 06 menyebutkan apa yang dilakukan pada saat bencana
Lampiran Materi ;
A. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun
(WHO, 2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).
B. Kategori Lansia
Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut : 1) Usia pertengahan
(middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun. 2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia
55-65 tahun. 3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun. 4) Lansia tua
(old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
C. Apa Saja Dampak Bencana Pada Lansia ?
1. Fisik Lansia
Pertambahan usia adalah normal, dan fungsi fisiologis menurun secara perlahan-
lahan. Namun demikian, derajat tersebut tidak sama dan terdapatperbedaan pada
setiap individu tergantung pada rentang usianya. Oleh karena itu, pengaruh dari
bencana terhadap lansia pun beranekaragam sesuai dengan fungsi fisiologis yang
dimiliki oleh setiap individu.
2. Mental Lansia
Lansia telah memiliki beberapa pengalaman kehilangan. Bencana pun akan menjadi
pengalaman kehilangan. Proses menua terdapat dua tahap yaitu proses
memungkinkan beradaptasi diri pada kehilangan dan proses yang membuat lansia
tersebut sulit mengadaptasikan diri pada kehilangan.
3. Sosial Lansia
Jika melihat sisi ekonomi, penyokong nafkah dirumah lansia adalah lansia itu sendiri.
Pada saat bencana, banyak orang termasuk lansia yang kehilangan rumah dan harta.
Hal ini akan mengakibatkan kehilangan harapan untuk membangkitkan kehidupan
dan harapan untuk masa depan.
D. Bagaimana Perawatan Lansia Sebelum Bencana ?
1. Memfasilitasi Rekonstruksi Komunitas
Sejak sebelum bencana dilaksanakan kegiatan penyelamatan antara penduduk
dengancepat dan akurat serta distibusi barang bantuan juga berjalan secara sistematis.
Sebagai hasilnya, dilaporkan bahwa orang lansia dan penyandang cacat yang disebut
dalam kelompok rentan pada bencana tidak pernah diabaikan, sehingga mereka bias
hidup di pengungsian dengan tenang.
2. Menyiapkan pemanfaatan tempat pengungsian
Diperlukan upaya untuk menyusun perencanaan pelaksanaan pelatihan praktek dan
pelatihan keperawatan supaya pemanfataan yang realistis dan bermanfaat akan
tercapai.
E. Bagaimana Perawatan Lansia Saat Bencana ?
1. Tempat aman
Hal yang menjadi prioritas pertama pada saat terjadi bencana adalah memindahkan
para lansia ketempat yang aman. Lansia termasuk pada kelompok rentan. Lansia sulit
memperoleh informasi karena penurunan daya pendengaran dan penurunan
komunikasi dengan orang luar.
2. Rasa setia
Biasanya para lansia memiliki rasa setia terhadap kepemilikan tanah dan rumah
sendiri, maka Tindakan untuk mengungsi pun berkecendrungan terlambat
dibandingkan dengan kelompok usia yang lain.
3. Penyelamatan darurat
Penyelamatan darurat yang dimaksud yaitu triase, treatment, dan transportation
dengan cepat. Fungsi indra pada lansia mengalami perubahan fisik berdasarkan
proses menua, maka skala sanagan luar untuk memunculkan respon pun mengalami
peningkatan sensitivitas sehingga lansia tersebut gampang tersinggung.
F. Bagaimana Perawatan Lansia Setelah Bencana ?
1. Lingkungan dan adaptasi
Dalam kehidupan pengungsian, terjadi berbagai ketidakcocokan dalam kehidupan
sehari- hari yang disebabkan oleh fungsi fisik yang dibawa oleh setiap individu
sebelum bencana dan perubahan lingkungan hidup di tempat pengungsian. Kedua hal
ini saling mempengaruhi, sehingga menyebabkan fungsi fisik lansia menjadi lebih
parah lagi.
2. Manajemen penyakit dan pencegahan penyakit sekunder
Lingkungan di tempat pengungsian mengundang tidak hanya ketidakcocokan dalam
kehidupan sehari-hari bagi lansia, namun juga keadaan yang serius pada tubuh.
Seperti kelelahan, kurang tidur, dan kegelisahan.
3. Mental care
Lansia mengalami penurunan daya kesiapan maupun daya adaptasi. Sehingga mudah
terkena dampak secara fisik oleh stressor. Namun demikian, orang lanjut usia
berkecendrungan sabar dengan diam walaupun sudah terkena dampak dan tidak
mengekspresikan perasaan dan keluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, boedhi, 2015. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
rute dan jalur evakuasi di wilayah RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo
bulan sekali
b) Agregat remaja-dewasa
c) Agregat lansia
3 bulan sekali
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo yang terdiri dari 176 kepala
dengan strategi :
b. Penyebaran informasi
c. Simulasi bencana
Nan Tigo
telah di tetapkan.
b. Evaluasi Proses
c. Evaluasi Hasil
kegiatan dan ikut aktif dalam kegiatan tersebut, serta mau mengisi
Berdasarkan kesimpulan diatas maka kami dapat mengemukakan saran sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo dapat terus mengingat dan menerapkan
tentang edukasi yang diberikan terkait kesiapsiagaan bencana, saat bencana, dan pasca
bencana serta masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo harus lebih sadar akan
Jajaran masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo agar dapat memfasilitasi
pemberian edukasi kepada masyarakat RW.06 Kelurahan Pasie Nan Tigo terkait
ilmu diharapkan dapat terus membimbing mahasiswa selama menjalani praktek profesi
sehingga mampu mencapai kompetensi mahasiswa sesuai yang diharapkan dan dapat
UNAND.