Anda di halaman 1dari 11

Available online at https://stikesmu-sidrap.e-journal.

id/JIKP 73
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83
DOI:https:// doi.org/10.12345/jikp.v10i1.230

Evaluasi Treatment Terkini Dalam Pengobatan HIV/AIDS:


Literature Review

Suarnianti1*, Agnes Derek2, Nur Khalid 3


1,2,3
Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKES Nani Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia
suarnianti@stikesnh.ac.id
*corresponding author
Tanggal Pengiriman: 20 Mei 2021, Tanggal Penerimaan: 26 Juli 2021

Abstrak
HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit infeksi peringkat atas yang dapat menyebabkan
kematian sehingga diperlukan pengobatan untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat
perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV dan menurunkan
jumlah virus. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi efektitivitas treatment terkini
berbasis dolutegravir (DTG) dalam pengobatan HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan metode
studi kepustakaan atau literatur review. Pengumpulan artikel dengan penelusuran di PubMed,
dan Proquest dengan kata kunci dolutegravir, treatment, HIV/AIDS, didapatkan 353 jurnal
yang relevan, kemudian didapatkan 9 jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk dilakukan
review, kriteria artikel yang digunakan adalah yang dipublikasikan dari tahun 2019-2020. Hasil
literature review menunjukkan bahwa dari 9 artikel didapatkan 4 artikel yang membahas terkait
transmisi penularan HIV, 3 artikel yang membahas terkait efek samping DTG, 2 yang membahas
terkait transmisi penularan HIV risiko selama pengobatan, sedangkan 1 artikel memiliki
perbedaan yaitu dapat mengurangi tingkat kecacatan. Kesimpulan dalam tinjauan literatur ini
adalah keberhasilan dalam pengobatan HIV/AIDS berbasis DTG perlu melihat 3 aspek penting
yaitu transmisi penularan selama penggunaan DTG, efek samping dari DTG dan risiko yang
dapat ditimbulkan regimen DTG. Regimen DTG baik kombinasi maupun yang tidak, sangat
efektif dalam menekan transmisi penularan dan menurunkan viral load dibandingkan regimen
lainnya.

Kata Kunci: dolutegravir; HIV/AIDS; treatment

Abstract

HIV/AIDS is one of the top-ranking infectious diseases that can cause death, so treatment is needed to
reduce the risk of HIV transmission, inhibit the worsening of opportunistic infections, improve the quality
of life of people with HIV and reduce the number of viruses. The aim of the study was to evaluate the
effectiveness of the current treatment based on dolutegravir (DTG) in the treatment of HIV/AIDS. This
study uses the method of literature study or literature review. The collection of articles by searching in
PubMed, and Proquest with the keywords dolutegravir, treatment, HIV/AIDS, obtained 353 relevant
journals, then obtained 9 journals that match the inclusion criteria for review, the criteria for articles
used are those published from 2019- 2020. The results of the literature review show that from 9 articles,
there are 4 articles that discuss the transmission of HIV transmission, 3 articles that discuss the side
effects of DTG, 2 which discusses the risk of HIV transmission during treatment, while 1 article has a
difference that can reduce the level of disability. The conclusion in this literature review is that success in
HIV/AIDS treatment based on DTG needs to look at 3 important aspects, namely the transmission of

This is an open access article under the CC–BY-SA license.


Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 74
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

transmission during the use of DTG, the side effects of DTG and the risks that the DTG regimen can
pose. The DTG regimen, whether combined or not, was very effective in suppressing transmission and
lowering viral load compared to other regimens.

Keywords: dolutegravir; HIV/AIDS; treatment

PENDAHULUAN
Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan
banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS
(Nurmawati et al., 2019). HIV atau Human Immunodefciency Virus adalah sejenis virus yang
menginfeksi sel limfosit-CD4 dan menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Perkembangan dari stadium infeksi HIV ialah menjadi Acquired Immunodefciency Syndrome
atau AIDS, yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat turunnya kekebalan tubuh
(Puspasari et al., 2018). Penyakit ini merupakan penyakit berbahaya dan harus diwaspadai
dimana penyebarannya sangat cepat. HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit infeksi peringkat
atas yang dapat menyebabkan kematian (Anggina et al., 2019).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) menunjukan sekitar 37,9 juta
orang yang hidup dengan HIV pada akhir 2018. Sebagai hasil dari upaya internasional bersama
untuk menanggapi HIV, cakupan layanan telah semakin meningkat. Tahun 2018, sebanyak 62%
orang dewasa dan 54% anak yang hidup dengan HIV di negara berpenghasilan rendah dan
menengah menerima terapi Antiretroviral Therapy (ART) seumur hidup (WHO, 2019).
Data Kementerian Kesehatan RI, menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV positif sampai
dengan tahun 2018 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 327.282 kasus, sedangkan
jumlah kasus AIDS sampai dengan tahun 2018 sebesar 114.065 kasus (Kementrian Kesehatan
RI, 2019).
Pengobatan antiretroviral (ARV) merupakan bagian dari pengobatan HIV/AIDS dengan
tujuan untuk mengurangi resiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik,
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV dan menurunkan jumlah virus (viral load)
(Nugraheni et al., 2019). Rejimen ARV yang tersedia di Indonesia saat ini adalah rejimen ARV
lini pertama dan kedua. Jika terjadi kegagalan terapi dan toksisitas berat atau mengancam jiwa
terhadap ARV lini pertama, maka dilakukan switch atau mengubah rejimen ARV lini pertama ke
lini kedua (Puspitasari et al., 2018).
Sejak digunakan terapi antiretroviral, harapan hidup pasien HIV terus meningkat. Namun
demikian, penggunaan obat yang lama mengakibatkan aktivasi imun kronik sehinggan kelompok
ini rentan terhadap efek samping obat dan komplikasi lainnya. Kemampuan virus HIV untuk
bermutasi dan bereproduksi sendiri ketika berhadapan dengan obat antiretroviral atau disebut
dengan HIV Drug Resistance (HIVDR) juga menjadi masalah yang dikhawatirkan secara global
karena dapat menyebabkan kegagalan pengobatan dan penyebaran lebih lanjut terhadap HIV
yang resistan terhadap obat (Anggriani et al., 2019).
Namun masih terdapat terapi penunjang yang dapat membantu dalam pengobatan
HIV/AIDS. Terapi penunjang atau sering disebut terapi tradisional adalah terapi tanpa obat-
obatan kimiawi. Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan mutu hidup, dan menjaga diri agar
tetap sehat. Terapi ini juga dapat melengkapi terapi antiretroviral, terutama untuk menghindari

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 75
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

efek samping. Terapi penunjang yang diamaksud antara lain adalah yoga, akupunktur, pijat,
refleksi, olahraga, dan musik. Terapi ini secara psikologis dan emosional juga dapat membantu
dalam memperbaiki kualitas hidup (Murni et al., 2016).
WHO merekomendasikan treatment HIV/AIDS dengan kombinasi ART yang terdiri dari 3
atau lebih obat ARV. Pada tahun 2016, semua orang yang hidup dengan HIV diberikan ART
seumur hidup, termasuk anak-anak, remaja dan orang dewasa, dan wanita hamil dan menyusui,
terlepas dari status klinis atau jumlah CD4 dan pada pertengahan 2019, 182 negara telah
mengadopsi rekomendasi ini, mencakup 99% dari semua orang yang hidup dengan HIV secara
global (WHO, 2019).
Risiko kematian akibat HIV telah menurun setelah era terapi antiretroviral (ART) yang
sangat aktif. Bukti menunjukkan bahwa seseorang yang memakai ART dapat menurunkan
jumlah virus (viral load). Namun, risiko penularan HIV tinggi karena kegagalan pengobatan.
Kegagalan pengobatan dapat berupa kegagalan virologi, imunologis, atau klinis (Endalamaw et
al., 2020).
Salah satu pendekatan untuk menyederhanakan pengobatan dan membatasi toksisitas
terkait adalah penggunaan ganda ARV (pengobatan) dengan rejimen dolutegravir (DTG) yang
telah dievaluasi dalam beberapa studi untuk awal dan pemeliharaan terapi bagi orang yang hidup
dengan HIV (Zamora et al., 2019). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Radford, et al.,
(2019), mengemukakan bahwa kemanjuran dan keamanan yang serupa selama 48 minggu
dengan rejimen DTG-3TC dibandingkan dengan rejimen terapi antiretroviral 3-obat tradisional.
Penelitian Mondi et al., (2019), DTG menunjukkan kemanjuran yang sangat baik dan
tolerabilitas yang optimal sebagai lini pertama dan penggantian ART. Risiko rendah dari
pengobatan membatasi toksisitas pada naif ART serta pada individu yang diobati meyakinkan
tentang penggunaan DTG dalam praktek klinis sehari-hari. Sedangkan penelitian Berenguer et
al., (2019), mengemukakan bahwa selama 8 minggu pertama ART yang mengandung DTG
untuk pria yang berhubungan seks dengan pria didapatkan jumlah peristiwa penularan HIV-1
yang disimulasikan berkurang sebesar 99,90%, sedangkan EFV mengurangi sebesar 76,00% dan
DRV/r mengurangi sebesar 60,00%. Hasil ini membuktuikan bahwa regimen DTG lebih efektif
dalam menurunkan penularan HIV dibandingkan regimen EFV dan DRV/r.
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa penyakit HIV/AIDS mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun dan mengakibatkan kematian. Dalam upaya menekan angka kematian
penyakit akibat HIV/AIDS maka perlu adanya usaha pengobatan terkini yang diberikan pada
pada pasien. WHO merekomendasikan treatment HIV/AIDS dengan kombinasi ART yang
terdiri dari 3 atau lebih. Namun, kemampuan virus HIV untuk bermutasi dapat menyebabkan
kegagalan pengobatan. Dari uraian tersebut, maka tujuan dari tinjauan literature ini adalah untuk
mengevaluasi treatment terkini dalam pengobatan HIV/AIDS.

METODE
Studi literature ini menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR), yaitu
sebuah studi literature secara sistematik, menyeluruh dengan mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan mengumpulkan data-data penelitian yang telah ada. Penelitian ini bertujuan untuk

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 76
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

mengevaluasi treatment terkini dalam pengobatan HIV/AIDS. Literature review ini disusun
melalui penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi.
Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah artikel yang dikumpulkan
melalui database PubMed, dan Proquest dengan menggunakan kata kunci dolutegravir,
treatment, HIV/AIDS. Kriteria artikel yang digunakan adalah yang dipublikasikan dari tahun
2019 sampai dengan 2020 yang diakses fulltext. Sementara kriteria ekslusi yang digunakan yakni
jurnal penelitian dengan topik permasalahan yang tidak berhubungan dengan kata kunci yang
digunakan (dolutegravir, treatment, HIV/AIDS), serta jurnal penelitian yang terbit sebelum
tahun 2019.
Proses pemilihan artikel yang diulas ditampilkan pada gambar 1. Maka selanjutnya
diekslusikan dan pada akhirnya artikel yang telah masukan tadi akan selanjutnya disintesis.
Untuk penelitian ini, alat ekstraksi data dirancang untuk memandu informasi dari catatan sesuai
dengan tujuan penelitian. Data yang diekstraksi pada setiap artikel yang inklusi meliputi:
penulis, tahun, metode, dan hasil/output (Tabel 1). Setelah dilakukan filter berdasarkan
kesesuaian judul artikel dengan tujuan penelitian sehingga diperoleh 9 artikel yang relevan.

Gambar 1. Algoritma Pencarian

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 77
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Ekstraksi Data Hasil Penelitian

Peneliti, Metode Samp


Judul Penelitian Output
Tahun Penelitian el
Mathematical Simulation 5,952 DTG menghasilkan lebih sedikit penularan
(Berenguer modeling of HIV-1 modeling seksual melalui HIV-1 dibandingkan tiga uji
et al., 2019) transmission risk coba lainnya. DTG transmisi 22,72% lebih
from condomless sedikit dari EFV, transmisi 0,52% lebih sedikit
anal intercourse in dari RAL, dan transmisi 38,67% lebih sedikit
HIV-infected MSM daripada DRV/r. Jumlah pasien yang perlu
by the type of diobati dengan DTG untuk mencegah satu
initial ART. peristiwa penularan adalah 48 dibandingkan
EFV, 2.194 dibandingkan RAL, dan 31
dibandingkan DRV/r.
Durable efficacy of Double-blind 1.433 DGT+3TC memiliki tingkat efek samping
(Cahn et al., dolutegravir plus phase III terkait obat yang lebih rendah dibandingkan
2020) lamivudine in studies DGT+ tenofovir DF+FTC (19,6% vs 25,0%;
antiretroviral rasio risiko relatif, 0,78; 95% CI: 0,64 hingga
treatment-naive 0,95)
adults with HIV-1
infection: 96-week
results from the
GEMINI-1 and
GEMINI-2
Randomized
Clinical Trials.
Risks and benefits Modelling study 3,1 DTG mencegah 13.700 kematian perempuan
(Dugdale et of dolutegravir- juta (penurunan 0,44%) dan 57.700 penularan HIV
al., 2019) and efavirenz- seksual dibandingkan dengan EFV, tetapi
based strategies for meningkatkan total kematian anak-anak sebesar
South African 4.400 karena lebih banyak cacat tabung saraf.
women with HIV Kematian gabungan secara keseluruhan di
of childbearing antara perempuan dan anak-anak adalah yang
potential: a terendah dengan DTG (358.000) dibandingkan
modeling study. dengan pendekatan WHO (362.800) atau EFV
(367.300).
Switch to Cohort 313 Hasil penelitian dari 313 peserta di Thailand
(Goh et al., dolutegravir is well terdapat 49 orang (16%) mengembangkan efek
2019) tolerated in Thais samping terkait DTG, dimana gejala
with HIV infection. neuropsikiatri paling sering ditemui (25,8%),
kelainan laboratorium (16,5%). Dalam analisis
multivariat, insiden infeksi virus hepatitis C
adalah satu-satunya faktor risiko untuk
menghentikan DTG (rasio bahaya 59,4, 95% CI
8,5 hingga 297,9, p <0,0001).
Dolutegravir-based Open-label, 631 Hasil penelitian setelah minggu ke 48, viral load
(Kouanfack or low-dose multicenter, kurang dari 50/ml diamati pada 231 dari 310
et al., 2019) efavirenz-based randomized peserta (74,5%) dalam kelompok dolutegravir
regimen for the dan pada 209 dari 303 peserta (69,0%) pada
treatment of HIV-1. kelompok EFV400, dengan perbedaan 5,5%.
(95% CI, 1,6-12,7 atau p<0,001). Di antara
mereka dengan viral load pada awal 100.000

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 78
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

mengalami pengurangan per viral sebesar 50,


dimana 137 dari 207 peserta (66,2%) dalam
kelompok dolutegravir dan di 123 dari 200
peserta (61,5%) dalam kelompok EFV400,
dengan perbedaan 4,7 poin persentase (95% CI,
4,6-14,0 atau p<0,001).
Effectiveness of Multicentre 1679 Penelitian membuktikan penghentian DTG
(Mondi et dolutegravir-based observational sekitar 6,7% setalah 1 tahun dan 11,5% setelah
al., 2019) regimens as either study 2 tahun, sedangkan penghentian ART setalah 1
first-line or switch tahun 6,6% dan 7,6% setelah 2 tahun. Efek
antiretroviral samping neuropsikiatri adalah alasan utama
therapy: data from untuk menghentikan DTG pada pasien ART lini
the Icona cohort. pertama (2,1%) dan yang berpengalaman
dengan pengobatan (1,7%).
Risks and benefits Modelling study - Jumlah cacat seumur hidup terbesar
(Phillips et of dolutegravir- diperkirakan akan dihindarkan dengan
al., 2019) based antiretroviral menggunakan kebijakan di mana tenofovir,
drug regimens in lamivudine, dan dolutegravir digunakan pada
sub-Saharan semua orang yang menggunakan ART,
Africa: a modelling termasuk beralih ke tenofovir, lamivudine, dan
study. dolutegravir pada mereka yang saat ini
menggunakan ART. Hasil ini konsisten dalam
beberapa analisis sensitivitas. Menggunakan
kerangka kerja cacat seumur hidup standar
untuk membandingkan hasil kesehatan dari
perspektif kesehatan masyarakat, manfaat
transisi ke tenofovir, lamivudine, dan
dolutegravir untuk semua secara substansial
melebihi risiko.
Maintenance of Observational 7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
(Riccardi et viral suppression study CD4 rata-rata adalah 662 (kisaran: 173-989).
al., 2019) after optimization Pada minggu ke 4 dan 24, HIV-RNA adalah
therapy from <50 pada semua pasien. Setelah 4 minggu,
etravirine plus jumlah sel T CD4 rata-rata adalah 665 (kisaran:
raltegravir to 173-1057). Pada minggu ke 24, tidak ada variasi
rilpivirine plus yang bermakna dalam jumlah CD4 (median:
dolutegravir in 602 sel/mm3, kisaran: 230-917 sel/mm3).
HIV-1-infected Sebagai kesimpulan, beralih dari ETR/RAL ke
patients. RPV/DTG adalah strategi yang menarik, baik
untuk mengurangi beban pil dan
mempertahankan penekanan virus pada pasien
yang berpengalaman dengan pengobatan.
Neural-tube defects The tsepamo 119.47 Prevalensi cacat saraf pada bayi lebih tinggi
(Zash et and antiretroviral study 7 dalam kaitannya dengan pengobatan
al.,2019) treatment regimens dolutegravir pada saat pembuahan dibandingkan
in Botswana. dengan ART non-dolutegravir pada saat
pembuahan (perbedaan, 0,20 poin persentase,
95% CI, 0,01-0,59). Cacat struktural eksternal
utama ditemukan pada 0,95% persalinan di
antara perempuan yang menggunakan
dolutegravir pada saat pembuahan dan 0,68% di
antara perempuan yang terpajan ART non-
dolutegravir saat pembuahan (perbedaan, 0,27
poin persentase, 95% CI, 0,13-0,87).

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 79
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

Berdasarkan tabel 1 didapatkan dari 9 artikel didapatkan 4 artikel yang membahas terkait
transmisi penularan HIV. Penelitian Berenguer et al., (2019), menjelaskan bahwa DTG
menghasilkan lebih sedikit penularan seksual melalui HIV dibandingkan tiga uji coba lainnya.
DTG transmisi 22,72% lebih sedikit dari EFV, transmisi 0,52% lebih sedikit dari RAL, dan
transmisi 38,67% lebih sedikit daripada DRV/r. Hasil penelitian Dugdale et al., (2019) juga
menjelaskan regimen DTG mencegah 57.700 penularan HIV dibandingkan dengan regimen
EFV. Penelitian Kouanfack et al., (2019), juga menjelaskan setelah minggu ke 48, viral load
kurang dari 50/ml didapatkan pada 231 dari 310 peserta (74,5%) dalam kelompok dolutegravir
dan pada 209 dari 303 peserta (69,0%) pada kelompok EFV400. Penelitian Riccardi et al.,
(2019), juga menjelaskan rata-rata CD4 sebelum beralih ke DTG sekitar 662 602 sel/mm3,
sedangkan setelah 24 minggu pemakaian rata-rata CD4 sekitar 602 sel/mm3.
Hasil penelitian dari 9 artikel didapatkan 3 artikel yang membahas terkait efek samping
DTG. Penelitian Cahn et al., (2020), menjelaskan bahwa regimen DGT+3TC maupun DGT+
tenofovir DF+FTC masing memiliki efek samping yaitu neuropsikiatri 1,4% vs 0,7%, ginjal
0,3% vs 1,0%, osteoporosis 0% vs 0,3%. Penelitian Goh et al., (2019), juga menjelaskan 16%
dari 313 peserta memiliki efek samping terkait DTG, dimana gejala neuropsikiatri paling sering
ditemui sebesar 25,8%. Penelitian Mondi et al., (2019), juga menjelaskan bahwa efek samping
neuropsikiatri adalah alasan utama untuk menghentikan DTG pada pasien ART lini pertama
sebesar 2,1% dan yang berpengalaman dengan pengobatan sebesar 1,7%.
Hasil penelitian dari 9 artikel didapatkan 3 artikel yang membahas terkait risiko kecacatan.
Penelitian Dugdale et al., (2019), menjelaskan bahwa penggunaan regimen DTG meningkatkan
total kematian anak-anak sebesar 4.400 lebih banyak dibandingkan regimen lain disebabkan
karena cacat tabung saraf. Penelitian Zash et al., (2019), juga menjelaskan bahwa prevalensi
cacat saraf pada bayi lebih tinggi dalam pengobatan dolutegravir pada saat pembuahan
dibandingkan dengan ART non-dolutegravir sedangkan cacat struktural eksternal utama
ditemukan 0,95% pada persalinan di antara perempuan yang menggunakan dolutegravir pada
saat pembuahan dan 0,68% di antara perempuan yang terpajan ART non-dolutegravir saat
pembuahan. Hasil penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian Phillips et al., (2019),
mengemukakan bahwa kecacatan diperkirakan dapat dihindarkan dengan menggunakan
kebijakan di mana tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir digunakan pada semua orang yang
menggunakan ART, termasuk beralih ke tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir pada mereka
yang saat ini menggunakan ART. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan dari 2 penelitian
sebelumnya karena penelitian yang dilakukan oleh Phillips et al., (2019), lebih mengedepankan
kombinasi dolutegravir dengan tenofovir + lamivudine, sehingga risiko kecatatan dapat
dihindarkan.
Secara garis besar berdasarkan hasil kajian literatur yang telah dilakukan terhadap 9 hasil
penelitian mengenai evaluasi treatment terkini berbasis dolutegravir (DTG) dalam pengobatan
HIV/AIDS. Untuk melihat keberhasilan dari dari pengobatan HIV perlu melihat manfaat dan
risiko yang ditimbulkan oleh regimen tersebut. Penggunaan dolutegravir dan ART lainnya
secara proaktif memerlukan pengukuran viral load untuk menentukan keberhasilan dari
penggunaan regimen karena satu-satunya penentu biologis transmisi penularan yang paling
penting dan menggunakan kerangka cacat seumur hidup sebagai standar untuk membandingkan

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 80
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

risiko regimen untuk semua secara substansial serta efek samping yang ditimbulkan oleh
regimen tersebut karena dapat mempengaruhi penghentian minum obat (Harison et al., 2020;
Phillips et al., 2019; Tomita et al., 2020).
Hasil kajian 4 artikel yang membahas terkait transmisi penularan HIV dan memikili
kesamaan hasil penelitian dalam mengurangi transmisi penularan HIV. Penelitian Berenguer et
al., (2019), menjelaskan bahwa regimen DTG menghasilkan lebih sedikit penularan seksual
melalui HIV dibandingkan regimen EFV, RAL, dan DRV/r. Hasil penelitian Dugdale et al.,
(2019), yang sejalan juga menjelaskan regimen DTG mencegah penularan HIV dibandingkan
dengan regimen EFV. Penelitian Kouanfack et al., (2019), juga menjelaskan penggunaan DTG
dapat mengurangi penularan seksual HIV dan menurunkan viral load dibandingakn kelompok
yang menggunakan EFV400. Penelitian Riccardi et al., (2019), juga menjelaskan bahwa regimen
DTG dapat meningkatkan penurunan viral load dan meningkatkan pencegahan penularan HIV.
Menurut Zamora et al., (2019), dolutegravir (DTG) adalah inhibitor integrase kuat yang
menggunakan kation divalen (Mg2+) untuk berpasangan dengan situs aktif enzimatik dari
integrase virus. Strukturnya memungkinkan DTG untuk menembus kantong enzimatik aktif, di
mana DTG mengikat lebih dalam daripada obat sebelumnya di kelasnya. Ini memberikan ikatan
yang lebih stabil dan tahan lama dibandingkan dengan precursor integrase inhibitors lainnya
sehingga disosiasi konstan. Disamping itu, dolutegravir (DTG) dapat digunakan sebagai obat lini
pertama karena memiliki manfaat dapat menurunkan CD4 dan mencegah penularan HIV yang
lebih efektif.
Hasil kajian 3 artikel yang membahas terkait efek samping DTG dan memikili kesamaan
efek samping selama pengobatan yaitu efek samping neuropsikiatri yang tinggi. Penelitian Cahn
et al., (2020), menjelaskan bahwa regimen DGT efektif dalam penggunaannya tetapi tetap
memiliki efek samping yang tinggi yaitu neuropsikiatri, ginjal dan osteoporosis. Penelitian Goh
et al., (2019), yang sejalan juga menjelaskan DTG memiliki efek samping selama
penggunaannya, dimana gejala neuropsikiatri paling sering. Penelitian Mondi et al., (2019), juga
menjelaskan bahwa efek samping neuropsikiatri adalah alasan utama untuk menghentikan DTG
pada pasien ART lini pertama bahkan pada pasien yang berpengalaman dengan pengobatan.
Menurut Radford et al., (2019) menjelaskan umumnya, dolutegravir dapat dipakai dengan
atau tanpa makan. Bila dipakai bersamaan dengan obat antiasam, atau suplemen zat kalsium atau
besi, dolutegravir dan suplemen tersebut harus dipakai secara bersamaan dengan makan.
Dolutegravir umumnya tidak menimbulkan efek samping. Efek samping yang paling lazim
adalah diare, mual dan sakit kepala. Beberapa orang dengan infeksi virus hepatitis B atau C
(HBV atau HCV) mengalami peradangan hati. Oleh karena itu, tes laboratorium sebelum mulai
penggunaan dolutegravir dan pemantauan untuk toksisitas hati diusulkan untuk pasien dengan
penyakit hati. Efek samping lain yang dilaporkan termasuk pada sistem saraf, yang dapat gawat
dalam kasus yang jarang.
Hasil kajian 3 artikel yang membahas terkait risiko kecacatan dan 2 artikel memikili
kesamaan risiko selama pengobatan yaitu tingginya risiko kecacatan bahkan kematian,
sedangkan 1 artikel memiliki perbedaan yaitu dapat mengurangi tingkat kecacatan. Penelitian
Dugdale et al., (2019), menjelaskan bahwa penggunaan regimen DTG meningkatkan total
kematian anak-anak lebih banyak dibandingkan regimen lain disebabkan karena cacat tabung
saraf. Penelitian Zash et al., (2019), yang sejalan juga menjelaskan bahwa prevalensi cacat saraf
pada bayi lebih tinggi dalam pengobatan dolutegravir pada saat pembuahan dibandingkan

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 81
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

dengan ART non-dolutegravir. Hasil penelitian Phillips et al., (2019), berbeda dengan penelitian
sebelumnya yang mengemukakan bahwa kecacatan diperkirakan dapat dihindarkan dengan
menggunakan kebijakan di mana tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir digunakan pada semua
orang yang menggunakan ART, termasuk beralih ke tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir
pada mereka yang saat ini menggunakan ART.
Menurut Dugdale et al., (2019), menjelaskan bahwa terapi antiretroviral (ART) berbasis
dolutegravir untuk orang dengan HIV menawarkan kemanjuran dan tolerabilitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan rekomendasi ART berbasis efavirenz yang telah lama
direkomendasikan oleh WHO sebagai rejimen lini pertama. Namun, efavirenz lebih
direkomendasikan sebagai alternatif yang aman dan efektif untuk wanita dengan potensi
melahirkan yang menginginkan kehamilan atau yang tidak memiliki akses ke kontrasepsi yang
konsisten dan dapat diandalkan. Sedangkan menurut Phillips et al., (2019), demi mengurangi
tingkat kecacatan pada bayi agar lebih mengedepankan kombinasi dolutegravir dengan tenofovir
+ lamivudine sebagai pengobatan lini pertama.
Meskipun baru-baru ini diperkenalkan, dolutegravir (DTG) sekarang menjadi salah satu
obat antiretroviral yang paling banyak digunakan, berkat kemanjurannya yang tinggi
dikombinasikan dengan dosis yang mudah digunakan, kurangnya persyaratan peningkatan
farmakokinetik dan tingginya hambatan terhadap resistensi. Saat ini direkomendasikan baik
sebagai terapi lini pertama dan sebagai bagian dari strategi beralih atau rejimen penyelamatan
pada pasien yang diobati di negara berpenghasilan tinggi (Mondi et al., 2019). Kombinasi
berbasis dolutegravir memiliki dosis yang rendah efavirenz dan telah dipertimbangkan sebagai
pengobatan lini pertama untuk HIV (Kouanfack et al., 2019).
Dengan demikian, DTG merupakan treatment terkini yang baik dalam pengobatan
HIV/AIDS karena memiliki kelebihan dalam mengurangi transmisi penularan HIV dibandingkan
regimen yang lain. Meskipun demikian DTG memiliki kelemahan karena masih memiliki efek
samping neuropsikiatri yang tinggi dan risiko selama pengobatan terutama pada ibu hamil
karena dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi bahkan kematian. Sehingga perlu adanya
kombinasi regimen yang tepat dengan regimen DTG karan regimen DTG dapat berinteraksi
dengan beberapa obat antiretroviral dan juga obat lainnya hanya diperlukan penyesuaian dosis
atau pengawasan yang lebih sering.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil literature review tentang evaluasi treatment terkini berbasis dolutegravir
(DTG) dalam pengobatan HIV/AIDS, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan dalam
pengobatan HIV/AIDS berbasis DTG perlu melihat 3 aspek penting yaitu transmisi penularan
selama penggunaan DTG, efek samping dari DTG dan risiko yang dapat ditimbulkan regimen
DTG. Dari beberapa artikel dapat ditarik kesimpulan bahwa regimen DTG baik kombinasi
maupun yang tidak, sangat efektif dalam menekan transmisi penularan dan menurunkan viral
load dibandingkan regimen lainnya. Namun memiliki efek samping yaitu neuropsikiatri bahkan
risiko yang tinggi pada ibu hamil yang menggunakan DTG karena dapat mengakibatkan cacat
saraf pada bayi. Dengan demikian, diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 82
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

terkait tentang risiko dan manfaat rejimen dolutegravir (DTG) dengan menggunakan metode
penelitian studi longitudinal atau kohort sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Anggina, Y., Lestari, Y., & Zairil, Z. (2019). Analisis faktor yang mempengaruhi
penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Padang
Pariaman Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2), 385–393.
https://doi.org/10.25077/jka.v8.i2.p385-393.2019
Anggriani, A., Lisni, I., & Liku, O. S. (2019). Pola penggunaan obat antiretroviral (ARV) pada
resep pasien rawat jalan dari Klinik HIV/AIDS salah satu Rumah Sakit Swasta Di Kota
Bandung. Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia, 1(1), 64–81.
https://doi.org/10.33759/jrki.v1i1.10
Berenguer, J., Parrondo, J., & Landovitz, R. J. (2019). Mathematical modeling of HIV-1
transmission risk from condomless anal intercourse in HIV-infected MSM by the type
of initial ART. PLoS ONE, 14(7), 1–12. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0219802
Cahn, P., Madero, J. S., Arribas, J. R., Antinori, A., Ortiz, R., Clarke, A. E., Hung, C. C.,
Rockstroh, J. K., Girard, P. M., Sievers, J., Man, C. Y., Urbaityte, R., Brandon, D. J.,
Underwood, M., Tenorio, A. R., Pappa, K. A., Wynne, B., Gartland, M., Aboud, M., …
Smith, K. Y. (2020). Durable efficacy of dolutegravir plus lamivudine in antiretroviral
treatment-naive adults with HIV-1 infection: 96-week results from the GEMINI-1 and
GEMINI-2 Randomized Clinical Trials. Journal of Acquired Immune Deficiency
Syndromes, 83(3), 310–318. https://doi.org/10.1097/QAI.0000000000002275
Dugdale, C. M., Ciaranello, A. L., Bekker, L.-G., Stern, M. E., Myer, L., Wood, R., Sax, P. E.,
Abrams, E. J., Freedberg, K. A., & Walensky, R. P. (2019). Risks and benefits of
dolutegravir- and efavirenz-based strategies for South African women with HIV of
childbearing potential: a modeling study. Annals of Internal Medicine, 170(9), 1–22.
https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2017.03.040
Endalamaw, A., Mekonnen, M., Geremew, D., Yehualashet, F. A., Tesera, H., & Habtewold, T.
D. (2020). HIV/AIDS treatment failure and associated factors in Ethiopia: Meta-
analysis. BMC Public Health, 20(82), 1–12. https://doi.org/10.1186/s12889-020-8160-8
Goh, O. Q., Colby, D. J., Pinyakorn, S., Sacdalan, C., Kroon, E., Chan, P., Chomchey, N.,
Kanaprach, R., Prueksakaew, P., Suttichom, D., Trichavaroj, R., Spudich, S., Robb, M.
L., Phanuphak, P., Phanuphak, N., & Ananworanich, J. (2019). Switch to dolutegravir
is well tolerated in Thais with HIV infection. Journal of the International AIDS Society,
22(7). https://doi.org/10.1002/jia2.25324
Harison, N., Waluyo, A., & Jumaiyah, W. (2020). Pemahaman pengobatan antiretroviral dan
kendala kepatuhan terhadap terapi antiretroviral pasien HIV/AIDS. Journal Health of
Studies, 4(1), 87–95. https://doi.org/https://doi.org/10.31101/jhes.1008
Kementrian Kesehatan RI. (2019). Profil kesehatan Indonesia 2018. Kementrian Kesehatan RI.
http://www.depkes.go.id
Kouanfack, C., Mpoudi-Etame, M., Bassega, P. O., Eymard-Duvernay, S., Leroy, S., Boyer, S.,
Peeters, M., Calmy, A., & Delaporte, E. (2019). Dolutegravir-based or low-dose
efavirenz-based regimen for the treatment of HIV-1. New England Journal of Medicine,
381(9), 816–826. https://doi.org/10.1056/NEJMoa1904340
Mondi, A., Cozzi-Lepri, A., Tavelli, A., Rusconi, S., Vichi, F., Ceccherini-Silberstein, F.,
Calcagno, A., De Luca, A., Maggiolo, F., Marchetti, G., Antinori, A., d’Arminio
Monforte, A., Andreoni, M., Castagna, A., Castelli, F., Cauda, R., Di Perri, G., Galli,
M., Iardino, R., … alungo, A. (2019). Effectiveness of dolutegravir-based regimens as
either first-line or switch antiretroviral therapy: data from the Icona cohort. Journal of
the International AIDS Society, 22(1), 1–10. https://doi.org/10.1002/jia2.25227

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)
Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 10 (1), 2021, 73-83 83
Suarnianti, Agnes Derek, Nur Khalid

Murni, S., Green, C. W., Djauzi, S., Setiyanto, A., & Okta, S. (2016). Hidup dengan HIV-AIDS.
Spiritia.
Nugraheni, A. Y., Amelia, R., & Rizki, I. F. (2019). Evaluasi terapi antiretroviral pasien
HIV/AIDS. Jurnal Farmasetis, 8(2), 45–54. http://journal.stikeskendal.ac.id
Nurmawati, T., Sari, Y. K., & Hidayat, A. P. (2019). Hubungan antara lama pengobatan dengan
jumlah CD4 pada penderita HIV/AIDS yang menjalankan program pengobatan
antiretrovial (ARV). Jurnal Ners Dan Kebidanan, 6(2), 197–202.
https://doi.org/10.26699/jnk.v6i2.art.p197-202
Phillips, A. N., Venter, F., Havlir, D., Pozniak, A., Kuritzkes, D., Wensing, A., Lundgren, J. D.,
De Luca, A., Pillay, D., Mellors, J., Cambiano, V., Bansi-Matharu, L., Nakagawa, F.,
Kalua, T., Jahn, A., Apollo, T., Mugurungi, O., Clayden, P., Gupta, R. K., … Calmy, A.
(2019). Risks and benefits of dolutegravir-based antiretroviral drug regimens in sub-
Saharan Africa: a modelling study. The Lancet HIV, 6(2), e116–e127.
https://doi.org/10.1016/S2352-3018(18)30317-5
Puspasari, D., Wisaksana, R., & Rovina, R. (2018). Gambaran efek samping dan kepatuhan
terapi antiretroviral pada pasien HIV di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun
2015. Jurnal Sistem Kesehatan, 3(4), 175–181. https://doi.org/10.24198/jsk.v3i4.18495
Puspitasari, W. D., Yasin, N. M., & Rahmawati, F. (2018). Perbandingan luaran terapi rejimen
antiretroviral lini kedua pada pasien HIV/AIDS. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan
Farmasi, 8(3), 119–127. https://jurnal.ugm.ac.id
Radford, M., Parks, D. C., Ferrante, S., & Punekar, Y. (2019). Comparative efficacy and safety
and dolutegravir and lamivudine in treatment naive HIV patients. AIDS, 33(11), 1739–
1749. https://doi.org/10.1097/QAD.0000000000002285
Riccardi, N., Puente, F. Del, Taramasso, L., & Biagio, A. Di. (2019). Maintenance of viral
suppression after optimization therapy from etravirine plus raltegravir to rilpivirine plus
dolutegravir in HIV-1-infected patients. Journal of the International Association of
Providers of AIDS Care, 18, 1–3. https://doi.org/10.1177/2325958218821657
Tomita, A., Vandormael, A., Barnighausen, T., Phillips, A., Pillay, D., Olieveira, T. DE, &
Tanser, F. (2020). Sociobehavioral and community predictors of unsuppressed HIV
viral load: multilevel results from a hyperendemic rural South African population.
AIDS, 33(3), 559–569.
https://doi.org/10.1097/QAD.0000000000002100.Sociobehavioral
WHO. (2019). HIV/AIDS. Fact sheets of WHO. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/hiv-aids
Zamora, F. J., Dowers, E., Yasin, F., & Ogbuagu, O. (2019). Dolutegravir and lamivudine
combination for the treatment of HIV-1 infection. HIV/AIDS - Research and Palliative
Care, 11, 255–263. https://doi.org/10.2147/HIV.S216067
Zash, R., Holmes, L., Diseko, M., Jacobson, D. L., Brummel, S., Mayondi, G., Isaacson, A.,
Davey, S., Mabuta, J., Mmalane, M., Gaolathe, T., Lockman, S., Makhema, J., &
Shapiro, R. L. (2019). Neural-tube defects and antiretroviral treatment regimens in
Botswana. The New England Journal of Medicine, 381(9), 827–840.
https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2017.03.040

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah


ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)

Anda mungkin juga menyukai