Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM BIOLOGI PERKEMBANGAN TUMBUHAN

ALAT REPRODUKSI JANTAN ANGIOSPERMAE

Disusun Oleh :

1. Hosea Yoarana (153081410)


2. Anisa Maulidiya (153081410)
3. Ratna H. M. (15308141047)
4. Emma Maulida (153081410)
5. Isnani Deyana A. (15308144005)
Kelompok

PRODRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
PRAKTIKUM BIOLOGI PERTUMBUHAN
ALAT REPRODUKSI JANTAN ANGIOSPERMAE

A. LATAR BELAKANG
Pada tumbuhan berbunga, bunga merupakan organ reproduksi generatif.
Bunga dikatakan sempurna apabila memiliki alat kelamin yang lengkap berupa putik
dan benang sari. Pada tumbuhan, benang sari merupakan alat kelamin jantan. Benang
sari (stamen) terdiri dari tangkai sari (filamen) dan kepala sari (antera). Antera
merupakan bagian yang dapat menghasilkan serbuk sari yang nantinya berperan untuk
membuahi sel ovum. Menurut Nugroho (2006), benang sari pada umumnya terdiri
dari empat ruang yang berisi pollen yang disebut dengan mikrosporangium dan satu
tangkai yang mendukung antera disebut filamen atau tangkai sari. Antera pada
angiospermae umumnya terbagi dalam dua belahan dan tiap belahan memiliki dua
kantung sari. Antara dua belahan dihubungkan oleh jaringan steril yaitu konektivum.
Pada tanaman angiospermae, mikrospora dan megaspora dibentuk dalam
bunga. Menurut Loveless (1999), pada Angiospermae serbuk sari dibentuk dalam
anter. Meiosis pada setiap sel induk spora menghasilkan pembentukan empat
mikrospora. Kemudian masing – masing berkembang menjadi serbuk sari ber sel dua
dengan didinng luar yang kasar. Satu sel serbuk sari disebut sel tabung, yang lain
disebut sel generatif. Mikrospora akan terus berkembang hingga siap untuk membuahi
sel ovum. Oleh karena itu kami melakukan pengamatan untuk mengetahui bagaimana
perkembangan mikrospora muda hingga dewasa serta membedakan strukturnya.

B. TUJUAN
1. Mengamati struktur antera.
2. Mengamati perkembangan mikrospora.
3. Mengamati morfologi serbuk sari.

C. METODOLOGI PRAKTIKUM
a. Metode Praktikum : Observasi
b. Alat :
1. Mikroskop
2. Gelas benda
3. Cover glass
4. Pinset
5. Cawan petri
6. Pembakar spiritus
7. Penjepit
8. Silet
9. Pipet
10. Korek api
c. Bahan
1. Air
2. Antera Passiflora sp. dengan ukuran 0,3 ; 0,5 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,3 ; 1,4 ; dan 1,5.
(cm)
3. Larutan HCL
4. Ethanol 70%
5. Asam asetic
6. Aseto carmin
d. Cara Kerja
1. Pengamatan struktur antera
a) Membuat sayatan melintang pada antera dengan salah satu ukuran.
b) Meletakkan hasil sayatan pada gelas benda.
c) Menetesi dengan air.
d) Mengamati di bawah mikroskop.
e) Mencatat dan memfoto hasil pengamatan.
f) Melakukan pengamatan pada semua antera dengan ukuran yang berbeda.
2. Fiksasi antera
a) Diambil bunga Passiflora sp. dengan ukuran kelopak 0.6 cm, 0.8 cm,
1.1 cm kemudian dibelah dan diambil anteranya.
b) Dibuat cairan dari asam asetic dan ethanol 70% dengan perbandingan
1: 3.
c) Antera bunga Passiflora sp. dan cairan yang dibuat dimasukkan
kedalam botol kecil. Direndam selama 30 menit.
d) Setelah itu, antera dibilas dengan air bersih dan ditaruh dicawan.
Antera ditetesi dengan HCL 0.1%.
e) Kemudian dibakar hingga berasap dengan kira-kira suhu 600C. Cairan
HCL dibuang dan antera dicuci kembali.
f) Antera di tetesi aseto carmin dan rendam selama 6 menit.
g) Antera yang sudah terwarnai dipindah ke gelas benda dan ditutup
dengan kaca penutup serta ditekan agar serbuk sari keluar dari antera.
h) Lalu diamati menggunakan mikroskop.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum Biologi Pertumbuhan kali ini berjudul Alat reproduksi jantan
angiospermae yang dilakukan pada hari Senin, 26 September 2016 di Labroratorium
Mikroskopi FMIPA UNY. Pengamatan mengenai alat reproduksi jantan
angiospermae ini dilakukan melalui dua cara, yakni pengamatan langsung
menggunakan preparat segar secara mikroskopi dan pengamatan pada preparat yang
sudah difiksasi. Bahan yang digunakan adalah bunga dari tanaman markisa atau
Passiflora sp.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Passifloraceae
Genus : Passiflora
Spesies : Passiflora sp.
Kepala sari (antera) adalah bagian dari benang sari (stamen) yang merupakan
tempat dihasilkannya serbuk sari. Antera pada Angiospermae umumnya terbagi dalam
dua belahan (cuping) dan tiap belahan mempunyai dua kantung sari (mikrosporangia).
Antara kedua belahan dihubungkan oleh jaringan steril yang disebut konektivum
(Budiwati, 2011 : 29).
Suatu antera yang muda terdiri atas suatu masa sel yang homogen dan
dikelilingi oleh lapisan epidermis. Selama perkembangan antera menghasilkan 4 lobus
dan disetiap lobus beberapa sel hipodermial menjadi lebih menarik perhatian
dibanding yang lain karena ukurannya yang besar, bentuk selnya memanjang ke arah
radial dan intinya jelas. Sel-sel ini adalah sel arkesporium. Sel-sel arkesporium
membelah dengan dinding periklimal (sejajar pemukaan) menghasilkan sel-sel
parietal primer di sebelah luar dan sel-sel sporogen primer disebelah dalam. Sel-sel
parietal primer membelah lagi secara periklinal menghasilkan lapisan parietal
sekunder. Lapisan parietal sekunder inilah yang menghasilkan dinding antera
(Maheswari, 1950).
Sel sporogen primer membelah-belah lagi secara mitosis, dan sel-sel hasil
pembahasan mitosis menjadi sel induk mikrospora. Sel sporogin primer dapat
langsung berfungsi sebagai sel induk mikrospora tanpa mitosis. Setelah itu sel induk
mikrospora membelah secara meiosis menghasilkan tetrad mikrospora. Selanjutnya
sel-sel dalam tetrad memisahkan diri menjadi sel mikrospora yang soliter (Maheswari,
1950).

Gambar 8.4. Struktur dan perkembangan kepala sari pada tumbuhan


Angiospermae

Keterangan:

A, B : Jaringan meristematis dikelilingi epidermis. Sel-selnya mempunyai


inti yang jelas

C : Sel-sel hipodermal terdiferensiasi menjadi sel-sel arkesporium

D : Lapisan parietal primer dan sel spongen primer telah terbentuk

E : Lapisan parietal primer mulal membelah

E : epidermis, m: lapisan tengah, sp: sel sporogen primer, t: sel induk


tapetum (Foster & Gifford, 1974; Maheswari, 1950).

Berdasarkan hasil pengamatan antera pada beberapa ukuran kuncup bunga


Passiflora sp. dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 0.3 cm


k.

sp.

ep.

m.

msn.

Keterangan: ep.: epidermis, k.: konektivum, m.: lapisan tengah, msn.:


mikrosporangia, sp.: sel sporogen.
Pada antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 0.3 cm dapat dilihat
bahwa mikrosporangia sudah mulai terbentuk ditandai dengan menonjolnya 4
bagian epidermis dihasilkan 4 lobi dengan masing-masing tedapat sel
hypodermal yang ukurannya besar, memanjang ke arah radial dan inti selnya
jelas. Sel-sel hypodermal tersebut dinamakan sel-sel arkesporium. Sel-sel
arkesporangium pada antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 0.3 cm ini
sudah mulai membelah yang akan menjadi sel sporogen bersamaan dengan
berkembangnya dinding antera.
Menurut teori, sel-sel arkesporium membelah secara periklinal
membentuk lapisan parietal primer kea rah luar dan lapisan sporogen primer
kearah dalam. Sel-sel parietal primer membelah dengan dinding periklinal dan
antiklinal menghasilkan beberapa lapisan sel, biasanya 2 sampai 5 lapisan sel
yang menyusun dinding kepala sari. Lapisan dinding kepala sari dari luar ke
dalam adalah epidermis, endotesium, lapisan tengah dan tapetum (Budiwati,
2011).

2. Antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 0.5 cm


Keterangan: en.: endodermis, ep.: epidermis, k.: konektivum, m.: lapisan
tengah, msn.: mikrosporangia, sp.: sel sporogen, t.: tapetum.
Antera pada kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 0.5 cm,
mikrosporangianya sudah telihat jelas dengan membentuk empat ruang
(lokuli). Namun mikrospora masih tersusun dengan rapat hal itu dikarenakan
sel-sel sporogen masih belum membelah secara maksimal menjadi sel-sel
induk mikrospora. Lapisan dinding antera juga sudah terlihat, yang terdiri dari
epidermis, lapisan tengah, endotesium, dan tapetum.

3. Antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 0.8 cm

Pada kuncup ukuran 0.8 cm, struktur anteranya hampir sama dengan
ukuran kuncup 0.5 cm. Jaringan konektivumnya lebar dan mikrosporangianya
juga terlihat bertambah lebar, sehingga mikrospora yang terdapat dalam
mikrosporangia susunannya sudah lebih renggang daripada mikrospora kuncup
ukuran 0,5 cm. Namun pada kuncup ini mikrospora masih saling berlekatan.
4. Antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 1.2 cm

Pada kuncup yang berukuran 1,2 cm, mikrospora yang berada dalam
mikrosporangia susunanya sudah renggang dan sebagian sudah tidak
berlekatan, sehingga berhamburan keluar dari mikrosporangia. Pada ukuran
ini, dinding anteranya juga lebih jelas lapisan-lapisannya. Di dalam
mikrosporangia juga sudah terlihat dengan jelas sel induk mikrospora. Sel
induk mikrospora tersebut akan membelah menjadi mikrospora.
5. Antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 1.3 cm

Pada kuncup yang berukuran 1,3 cm, susunan mikrospora semakin


renggang dan ada yang tidak saling berlekatan. Pada ukuran ini, kadar air
semakin berkurang. Hal inilah yang menyebabkan daya lekat antar mikrospora
maupun mikrospora dengan mikrosporangia hilang sehingga mikrospora
keluar dari mikrosporangia.
Menurut Griffin dan Sedgley (1989), pada saat polen matang, secara otomatis
polen akan berhamburan. Kematangan polen berhubungan dengan penurunan
kadar air dan penyusutan jaringan pada antera yang akan menyebabkan polen
berhamburan keluar dari mikrosporangia.
6. Antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 1.4 cm

Pada kuncup bunga Passiflora sp. yang berukuran 1.4 cm ini, dapat
dilihat mikrospora sudah berbentuk bulat dengan ukuran yang lebih besar dari
mikrospora pada kuncup sebelumnya dan tersebar di dalam maupun diluar
mikrosporangia.
7. Antera kuncup bunga Passiflora sp. ukuran 1.5 cm

Pada kuncup bunga Passiflora sp. yang berukuran 1.5 cm, dapat dilihat
bahwa batas antara kedua kantung sari pada tiap belahan yang menempel
sudah mulai rusak. Hal tersebut menandakan bahwa mikrosporanya sudah
hampir matang.
DAFTAR PUSTAKA

Budiwati, dan Ratnawati. 2011. Biologi Perkembangan Tumbuhan. Yogyakarta : FMIPA


UNY.
Griffin, A.R. dan Sedgley, M. 1989. Sexua l Reproduction of Tree Crops. San Diego:
Academic Press Inc Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
Loveless,A.R. 1999. Prinsip-Prinsip Tumbuhan Untuk Daerah Tropis. Jakarta. Erlangga.
Maheswari, P.1950. An Introduction to the Embryology of Angiosperms. McGraw Hill
Book Co.,Inc. New York, Toronto, London.
Nugroho,L. Hartanto. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Jakarta. Penebar
Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai