Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunian-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Selama pekerjaan makalah ini,
kami mencurahkan pikiran, kemampuan, dan pengalaman sebaik mungkin
guna terwujudnya makalah yang baik. Tidak lupa penulisan mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dan terselesaikannya penulisan makalah ini.
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Mengetahui kesesuaian antara pemeriksaan aglutinasi lateks dan
pemeriksaan uji widal untuk Uji widal adalah prosedur uji serologi untuk
mendeteksi bakteri yang mengakibatkan penyakit tifoid
BAB II
PEMBAHASAN
1. aglutinasi indirek
Menggunakan Ab yang tidak berlabel terhadap Ab yang diuji
dengan Ab sekunder yang berlabel (yang berikatan spesifik dengan Ab
pertama) semakin banyak ikatan Ab sekunder Sinyal Floresen semakin
meningkst. Faktor yang mempengaruhi: afinitas konjugat antigen
terhadap carrier, waktu inkubasi dengan serum penderita dan interaksi
yang terjadi pada lingkungan mikro (pH dan konsentrasi protein) contoh
pemeriksaan: tes streptococcus grup A, treponema polidium, hormon
tiroid, dan deteksi anti-Hbs.
2. Aglutinasi direk
Hambatan aglutinasi antara human chorionic gonadotropoin (HCG)
dalam urin selama proses kehamilan berlangsung dengan lateks yang
secara kimiawi dengan adanya HCG bebas dalam urin maka antibodi
akan dinetralkan sehingga tidak terjadi penggumpalan. Salah satu contoh
teknik aglutinasi direk adalah reaksi widal. Yang merupakan uji serologi
untuk menegakkan diagnosis penyakit typhus yang disebabkan oleh
bakteri salmonella. Uju serologi ini menyatakan adanya antibodi terhadap
antigen salmonella. Untuk menetapkan Ab terhadap Ag yang berupa
partikel atau sel contoh pemeriksaan: reaksi widal (deteksi antibodi
terhadap s.tiphy), penyakit hemolitik, tes rheumatoid faktor (IgM dan IgG),
tes syphilis dan tes kehamilan.
5. Ko-Aglutinasi (CoAgglutination)
Sama seperti aglutinasi pasif, bedanya pada partikel “innert” yang
dipakai. Partikel “innert” memakai bakteria, kebanyakan menggunakan
staphylococcus aureus, karena memiliki protein dipermukaan luarnya
yang dinamakan protein A yang secara natural mampu mengadsorbsi Fc
(fragmen crystallizeable) dari molekul antibodi.
A. Uji widal
Uji widal adalah prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri
yang mengakibatkan penyakit tifoid. Uji ini akan memperlihatkan
reaksi antibodi bakteri salmonella typhi terhadap antigen somatik
‘’O’’ dan flagella ‘’H’’ didalam darah (Madigan et al.,2009). Reagen
pemeriksaan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu reagen yang
mengandung antigen somatik ‘’O’’ dan mengandung antigen
flagella ‘’H’’ reagen yang mengandung antigen O diberi pewarna
biru sedangkan reagen yang mengandung antigen H diberi
pewarna merah.
Uji kualitatif
Carakerja:
Penentuan semikuantitatif:
B. Tes CRP
C-Reaktive Protein (CRP) adalah protein fase akut yang ada
dalam serum normal. Protein tersebut akan meningkat secara
signifikan jika terjadi kerusakan jaringan, infeksi bakteri dan virus,
inflamasi dan malignant kurang dari 12 mg/L.
Pemeriksaan CRP dilakukan dengan menguji suspensi partikel
lateks yang dilapisi antibodi anti-CRP manusia melawan serum
yang tidak diketahui (yamamoto, 1993). Kehadiran aglutinasi
mengindikasi adanya peningkatan kadar CRP ke tingkat klinis
yang signifikan. Reagen lateks CRP sudah distandarisasi untuk
mendeteksi CRP serum diatas atau setara dengan enam µg/ ml
yang dianggap konsentrasi terendah signifikasi klinis.
C. Tes HCG
Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) adalah hormon
glikoprotein yang disekresikan oleh plasenta yng sedang
berkembang tidak lama setelah vertilasi (burtis et al.,1999).
Kehadiran awal HCG dalam urin telah membuat HCG dipilih
menjadi penanda untuk deteksi kehamilan.
Pemeriksaan HCG ini berdasarkan reaksi aglutinasi yang terjadi
antara partikel lateks yang dilapisi antibodi anti-HCG dengan HCG
yang terkandung dalam sampel (batzer 1980)
D. Tes ASTO
Streptolisisn O merupakan salah satu eksotoksin hemolitik yang
diproduksi oleh bakteri streptococcus β- hemolitik. Kehadiran
streptolisisn O dapat menstimulasi pembentukkan antibodi ASO
pada serum manusia.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah partikel lateks yang dilapisi
streptolisin O akan teraglutinasi ketika dicampurkan dengan
sampel yang mengandung ASO. Hasil dinyatakan positif jika
bebrbentuk aglutinasi selama dua menit. Aglutinasi mengindikasi
tingkat ASO dalam sampel lebih dari atau sama dengan 200 IU/ml
sedangkan tidak adanya aglutinasi mengindikasi tingkat ASO
dalam sampel kurang dari 200 IU/ ml (Davidson and hendry, 1969)
Reagen: control + mengandung antibodi ASO : control (-) = tidak
mengandung antibodi ASO : reagen lateks = suspensi partikel
lateks polisiterin yang dilapisi streptolissin O.
Cara kerja: reagen dan serum diinkubasi dalam suhu kamar,
teteskan 50 µl serum pasien kedalam lubang slide. Kocok reagen
lateks, kemudian teteskan kedalam lubang dengan penetes yang
disediakan. Campur tetesan menggunakan alat disposable untuk
memastiksan seluruh lubang tes tercampur. Putar tes slide,
selama dua menit lihat aglutinasi yang terjadi.
E. Tes RF
Penentuan RF adalah uji laboratorium yang paling umum
digunakan tidak hanya untuk diagnosis reumatoid atritis tetapi juga
membantu dalam prognosis penyakit dan dalam pemantauan
respon terapi.
Reagen lateks RF adalah suspensi dari partikel polistiren dan
IgG manusia. Kerika reagen lateks dicampurkan dengan serum
yang mengandung reumatoid faktor mka akan terjadi reaksi
aglutinasi yang dapat terlihat jelas. Aglutinasi hanya dapat terjadi
jika dalam serum terdapat RF dengan konsentrasi lebih dari 10 IU/
ml (Klein 1976)
Reagen: control + mengandung antibodi RF: control –
= suspensi lateks poliesterin dilapisi fragsi FC termodifikasi dari
IgG dalam buffer stabil.
Cara kerja: reagen dan serum diinkubasi dalam suhu kamar,
teteskan 50 µl serum pasien kedalam lubang slide. Kocok reagen
lateks, kemudian teteskan kedalam lubang yang disediakan.
Campur tetesan menggunakan alat disposable untuk memastikan
seluruh lubang tes tercampur. Putar tes slide, selama 2 menit lihat
aglutinasi yang terjadi.
F. Tes RPR
Sifilis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Gram Negatif Treponema pallidum (larse et al., 1990).
Mikroorganisme ini dapat menyebabakan kerusakan pada hati dan
jantung serta dapat melepaskan beberapa fragmen jaringan.
Kerusakan tersebut menyebabkan sistem imun tubuh
menghasilkan reagin. Reagin adalah kelompok antibodi yang
dapat mengenali beberapa komponen jaringan kerusak dari pasien
yang terinfeksi oleh T. pallidum (Schimid, 1994).
Uji RPR adalah uji aglutinasi non treponema untuk mendeteksi
keberadaan reagin dalam serum manusia. Pemeriksaan ini
berdasarkan pada reaksi pada aglutinasi yang terjadi antara
partikel karbon yang dilapasi kompleks lipid dengan reagin yang
berada dalam sampel pasien yang terkena sifillis (Larse et al.,
1990).
Cara kerja: Reagen dan serum diinkubasi dalam suhu kamar,
teteskan 50 mikrol serum pasien kedalam lubang slide.
Tambahkan 1 tetes reagen antigen pada tes spesimen, putar pada
100 Rpm selama 8 menit.
G. Tes TPHA
Reaksi Hemaglutinasi secara imonologis antara eritrosit avian
yang dilapisi oleh antigen Treponema pallidum (Nichols
strain)pada reagen dengan antibodi spesifik terhadap Treponema
pallidum pada sampel serum/plasma pasien.
Test