PERCOBAAN 2
IDENTIFIKASI FRAGMEN FOLIUM
Shift / Kelompok : E3 / E4
Anggota :
Aulia Nurul Rahim 10060320154
Gishela Bellania 10060320155
Citra Mufidah Adilah A 10060320156
Vidya Sulistiawati D 10060320157
Nashita Rafawziya 10060320158
Tiara Az-Zahra C 10060320159
Anisa Sopiani 10060320160
FOLIUM
I. TUJUAN PENGAMATAN
Untuk dapat mengetahui, memahami dan membedakan macam –
macam folium dari berbagai simplisia secara mikroskopik dan
makroskopik.
Alat Bahan
Bunsen Daun Jambu Biji
Kaca Objek Daun Jati Belanda
Kaca Penutup Daun Kejibeling
Mikroskop Daun Kumis Kucing
Daun Saga
Daun Sembung
Daun Sirih
Daun Tempuyung
Reagen Floroglusinol
Reagen Kloral Hidrat
Klasifikasi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Lamiales
Suku : Lamiaceae
Marga : Orthosiphon
Jenis : Orthosiphon stamineus Benth.
Kumis kucing ini merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di
wilayah asia tenggara termasuk Indonesia dan sebagian tumbuh di wilayah
tropis seperti Australia bagian tropis. Tanaman kunis kucing ini dikenal
banyak memiliki banyak kegunaan yang diantaranya adalah diuretik atau
memicu peningkatan produksi urin, mengatasi batu ginjal, radang ginjal,
kencing manis, hipertensi dan karena kandungan kalium, glikosida dan
orthosiponon yang cukup tinggi segingga dapat dijadikan obat yang baik
untuk menurunkan kadar asam urat dan rematik.
Pada pengamatan makroskopis untuk simplisia orthosiphonis
staminei, karakteristik morfologi dari daun kumis kucing adalah kecil, ujung
daun tajam dengan tepi bergerigi. Untuk pengamatan organoleptis, simplisia
Orthosiphonis staminei Folium ini memiliki bau aromatik, rasa agak asin
dan pahit dan serbuknya berwarna hijau kecoklatan.
Karakteristik: helaian daun, rapuh, bentuk
bulat telur, lonjong, belah ketupat memanjang
atau bentuk lidah tombak, pangkal membulat
sampai runcing, tepi beringgit sampai
bergerigi tajam, ujung runcing sampai
meruncing, pertulangan daun menyirip, ibu
tulang daun tampak jelas, batang dan cabang2
persegi, warna agak ungu, kedua permukaan halus.
Untuk pengamatan mikroskopis dari simplisia Orthosiphonis
Staminei Folium, pengamatan dilakukan dengan membuat preparat
menggunakan serbuk dari simplisia dengan reagen kloral hidrat kemudian
diamati dibawah mikroskop. Dari hasil pengamatan, dapat teramati adanya
lima fragmen pengenal yaitu epidermis atas, epidermis bawah, mesofil,
pembuluh kayu, dan rambut. Hasil dari pengamatan tersebut adalah
sebagai berikut
Rambut Penutup
Pembesaran 40x
Mesofil
Pembesaran 40x
Pembuluh Kayu
Pembesaran 40x
Epidermis Bawah
Pembesaran 40x
Hablur kalsium oksalat pada tulang daun ini merupakan fragmen/hasil yang
terbentuk sebagai hasil akhir metabolisme, atau terbentuk karena terjadi pemadatan
zat-zat yang berfase cair sehingga berbentuk butiran.
Simplisia folium ketiga yaitu Psidii Guajavae Folium yang memiliki ciri-ciri
makroskopis dan organoleptis yaitu, bau khas aromatik, rasa kelas, serta serbuk
yang berwarna hijau keabu-abuan.
Berkas pembuluh berfungsi sebagai pengangkut zat hara dan nutrisi yang
dibutuhkan oleh tumbuhan. Berkas pembuluh pada tumbuhan terdiri atas xilem
yang berfungsi sebagai pengangkut air dan mineral dari akar ke daun, serta floem
yang berfungsi sebagai pengangkut hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian
tumbuhan. Daun kejibeling memiliki kegunaan sebagai obat batu ginjal, kencing
manis, dan disuria.
Simplisia folium yang kelima yaitu Sonchi Arvensidis Folium yang memiliki
ciri-ciri makroskopis dan organoleptis yaitu, bau lemah, rasa agak kelat, dan serbuk
yang berwarna hijau sampai hijau kelabu.
VI. KESIMPULAN
1. Orthosiphon stamineus
Secara makroskopik terdapat helai daun tidak utuh namun masih
menempel pada tangkainya. Warna daun hijau tua, bentuknya kering keriput
tidak lagi sesuai dengan literatur morfologi daun segar, dan secara
mikroskopik fragmen pengenalnya yang dapat diamati yaitu epidermis
bawah, rambut penutup dan pembuluh kayu.
2. Abrus precatorius
3. Psidium guajava
Secara makroskopik terdapat helai daun yang sudah kering tetapi
masih ada tangkai daun, warna daun hijau muda kelabu dan dan sudah tidak
lagi berbentuk silindris, melainkan sudah menguncup. Sedangkan secara
mikroskopik terdapat Rambut penutup, epidermis atas, epidermis bawah
dan stomata, pembuluh kayu, hablur kalsium oksalat dan juga mesofil.
4. Sericocalyx crispus
Secara makroskopik berupa daun kering yang tidak utuh tapi masih
menempel pada tangkainya. Sedangkan secara mikroskopik terdapat rambut
penutup, pembuluh kayu,mesofil, minyak atsiri, epidermis atas dan
epidermis bawah.
5. Sonchus arvensis
6. Piper betle
Secara makroskopik terdapat helai daun sudah tidak utuh Warna
permukaan daun atas dan bawah tidak sama. Permukaan atas berwarna hijau
tua dengan tulang daun tidak terlihat jelas. Sedangkan permukaan bawah
berwarna hijau muda dengan tulang daun terlihat jelas. Daun tidak segar
atau agak mengering tidak lagi sesuai dengan literatur morfologi daun segar.
Sedangkan secara mikroskopik terdapat mesofil, pembuluh kayu, epidermis
bawah, dan sel minyak.
7. Guazuma ulmifolia
Secara makroskopik terlihat bahwa helai daun sudah tidak utuh,
namun masih terlihat rambut-rambut halus pada helai daun dan tepi daun
bergerigi. Warna permukaan daun bagian atas lebih gelap. Sedangkan
secara mikroskopik terlihat fragmen seperti rambut penutup yg berbentuk
bintang, pembuluh kayu, sklerenkim, jaringan berkas pembuluh, epidermis
bawah dan epidermis atas.
8. Blumea balsamifera
Secara makroskopik helai daun masih menempel pada batang, juga
ditemukan bunga. Banyak rambut halus pada permukaan daun dan batang.
Permukaan daun bagian bawah berwarna lebih terang. Sedangkan secara
mikroskopik terlihat fragmen rambut penutup serabut sklerenkim, stomata,
dan epidermis atas
VII. DAFTAR PUSTAKA
Ali, D.M.H., K.C. Wong., and P.K. Lim. 2005. Flavonoids from Blumea
balsamifera. Fitoterapia. 76 : 128–130.
Dalimartha, S.2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 5. Jakarta:
Pustaka Bunda.
Dalimartha, S.2005. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar .
Jakarta:Penerbit Puspa Swara
Dzulkarnain, B. & Wahjoedi, B., (1996). Informasi Ilmiah Kegunaan
Kosmetika Tradisional, Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI.
Fhan, A. (1991). Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Pres
Hidayat, E. (1995). Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: ITB. Hidayati.
A, Yusrin, H. Anggraini. 2009.
Pengaruh frekuensi penggunaan teh daun tempuyung (Sonchus arvensis L.)
terhadap daya larut kalsium okasalat (CaC2O4). Jurnal Kesehatan. 2(2): 30-37.
Hutapea, J. R. (2000) Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi I.Bhakti
Husada: Jakarta.
Iserep, S. (1993). Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Bandung: ITB.
Kimball, J. (1994). Biologi Edisi Kelima. Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Loveless A. (1987). Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah
Tropik. Jilid I. Jakarta : PT Gramedia Utama.
Savitri. (2008). Petunjuk Praktikum Struktur Perkembangan Tumbuhan
(Anatomi Tumbuhan). Malang: UIN Press.
Soewito D. 1989. Manfaat dan Khasiat Flora. Jakarta : Stella Maris.
Sutarmi. (1983). Botani Umum 1. Jakarta: Gramedia.
Sutrian, Yayan Drs. (2004). Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan
Tentang Sel dan Jaringan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Swastini, dkk. (2007). Buku Ajar Mata Kuliah Farmakogbosi. Bukit
Jimbaran : Universitas Undayana.
Winarto, W.P. (2004). Manfaat Tanaman Sayur untuk Mengatasi Berbagai
Penyakit. Agromedia Pustaka: Jakarta.
Zwaving. (1989). Mid Career Training in Pharmacochemistry. Joint Project
between Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta and the Department of
Pharmacochemistry Vrij Universiteit. Amsterdam