Oleh :
ARDI SUCIPTO
201911021
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
POLITEKNIK KELAPA SAWIT
CITRA WIDYA EDUKASI
BEKASI
2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Tujuan Praktikum......................................................................... 2
1.3 Manfaat Praktikum....................................................................... 2
BAB 5 PENUTUP
2
5.1 Kesimpulan................................................................................... 16
5.2 Saran ............................................................................................ 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengetahui cara pembuatan bioinsektisida dari limbah gulma untuk
pengendalian belalang.
2. Mengetahui cara aplikasi bioinsektisida pada pengendalian hama
belalang.
3. Mengetahui respon dan kondisi fisik belalang serta tingkat kematian
hama setelah penyemprotan bioinsektisida.
4. Mengetahui dan memahami proses kematian hama yang terkena
bioinsektisida.
5. Mengetahui perbandingan pengaruh bioinsektisida dan insektisida
terhadap kematian belalang.
6. Mendapatkan dosis bioinsektisida terbaik untuk pengendalian hama
belalang.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Bioinsektisida
Bioinsektisida merupakan salah satu dari beberapa jenis pestisida yang
digunakan untuk mengendalikan hama berupa serangga. Bioinsektisida dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu ovisida dan larvasida. Ovisida khusus digunakan
untuk mengendalikan telur serangga, sedangkan larvasida khusus digunakan
untuk mengendalikan serangga. Bioinsektisida memanfaatkan bakteri,
cendawan, jamur, nematoda untuk membunuh hama serangga. Bioinsektisida
juga merupakan insektisida generasi baru dan sangat dianjurkan untuk
digunakan dalam HPT (Pengendalian Hama Terpadu) (Djojosumarto,2008).
6
2.4 Gulma Kasapan ( Clidemia hirta )
Clidemia hirta termasuk ke dalam 100 jenis asing invasif paling buruk di
dunia. Sifatnya menyebar dengan cepat dan lebih melimpah di luar daerah asalnya
dibanding habitat aslinya (Lowe et al. 2000). Hal ini mengembangkan suatu teori
bahwa tumbuhan invasif memiliki senjata biokimia yang berfungsi sebagai agen
alelopati yang kuat sehingga dapat menyebar dengan cepat dan mengalahkan
spesies asli di habitat barunya (Callaway et al. 2005).
7
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,
2000).
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana,
menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan
pada temperatur ruangan (kamar) (Ditjen POM,2000). Maserasi
digunakan untuk menyaring zat aktif yang mudah larut dalam cairan
penyari,tidak mengandung stirak,benzoin dan lain-lain. Maresari pada
umumnya dilakukan dengan cara merendam 10 bagian serbuk simplisia
dalam 75 bagian cairan penyari (pelarut) (Ditjen POM ,1986).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prosesnya terdiri dari
tahap pengembangan dan perkolasi sebenarnya (penetasan atau
penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak
yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi yang
berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
5. Digesti
8
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengakuan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemansan air
(bejana infus tercelup dalam air pemanas air mendidih), temperatur
terukur (96-98C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
7. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dengan temperatur titik
didih air.
8. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa menguap (minyak atsiri) dari
bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial. Senyawa menguap akan terikut dengan fase uap air dari
ketel secara kontinu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air
bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah
sebagian (Ditjen POM, 2000).
BAB III
METODOLOGI
9
Desa Manunggal Jaya, Kecamatan Rambang Niru, Kabupaten Muara Enim ,
Provinsi Sumatera Selatan.
1. Dosis 10 ml bioinsektisida
2. Dosis 15 ml bioinsektisida
3. Dosis 20 ml bioinsektisida
4. Dosis 25 ml bioinsektisida
5. Dosis kimia 1% Sidamethrin 50 EC
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, setiap perlakuan
menggunakan 3 kali pengulangan percobaan dalam satu perlakuan digunakan 3
belalang dengan jenis dan ukuran yang sama. Belalang yang digunakan adalah
belalang yang berwarna cokelat. Sementara untuk parameter pengamatan
toksisitas menggunakan metode deskriptif, yakni dengan mengamati langsung
aktivitas, gejala, dan keadaan suatu objek.
Prosedur percobaan
Pembuatan bioinsektisida
Langkah – langkah pembuatan bioinsektisida adalah:
1. Pengumpulan Gulma
10
Pengumpulan gulma dilakukan pada hari minggu sehari sebelum
praktikum dilaksanakan. Gulma yang diambil adalah gulma Kasapan (Clidemia
hirta) yang di ambil di kebun saya sendiri di Desa Manunggal Jaya.
2.
Pengumpulan Belalang
Belalang yang digunakan adalah belalang yang sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Belalang yang diambil ukuran dan warnanya sama. Lokasi
pengambilalan belalang dan lokasi pengumpulan gulma sama yakni disekitar
kebun karet saya sendiri sebanyak 16 ekor.
11
3. Pembuatan Ekstrak
12
Aplikasi Bioinsektisida
1. Persiapan Media
Media dipersiapkan dengan mengisi cup kecil dengan media tanam berupa
tanah. Setelah semua cup terisi tanah selanjutkan menanam tanaman didalam cup
tersebut. Tanaman itu berguna sebagai tempat hidup belalang pada saat
pengaplikasian bioinsektisida.
13
3. Pengaplikasian Bioinsektisida
Pengaplikasian dilakukan dengan cara memasukkan cairan bioinsektisida
kedalam penyemprot tangan (hand sprayer) dan menyemprotkan cairan
bioinsektisida pada setiap perlakuan belalang secara langsung sesuai dengan dosis
pada setiap perlakuan.
14
Kondisi Fisik
Kondisi fisik diamati dari luar dan dalam. Pada pengamatan dari
luar, belalang diperhatikan pergerakannya pada saat penyemprotan
cairan bioinsektisida sebanyak 3 kali pengulangan pada setiap
perlakuan dengan dosis yang berbeda. Kondisi fisik yang diamati
dari dalam yaitu membelah bagian tubuh belalang dengan pisau
cutter dan melihat perubahan organ-organ belalang yang telah mati
karena cairan bioinsektisida, dan insektisida Sidamethrin 50 EC
yang disemprotkan pada belalang dan yang tidak disemprotkan.
15
BAB IV
16
Dari hasil percobaan praktek dapat disimpulkan bahwa untuk membunuh
belalang tercepat pada perlakuan bahan kimia Insektisida Sidamethrin yang dapat
dilihat pada tabel 5.
17
4.2 Kondisi fisik
Waktu
Dosis Ulangan Kondisi Fisik Kematian
1.Kaki goyang
(2 menit,30 detik)
Belalang1
2. Kejang-kejang (50menit) 105 menit 68
10ml 1.Belalang mangap (57 menit)
Belalang2 detik
2.Kejang-kejang (125 menit)
1.Masih normal (40menit,15 detik)
Belalang3
2.kejang (100 menit, 10 detik)
1.masih normal pada menit(23,1 detik )
Belalang1
2.mulai kejang( 57 menit,10 detik)
30 menit 26
15ml 1.pada proses penyemprotan langsung
Belalang2 detik
terjadi kontraksi
Belalang3 1.pada proses penyemprotan masih
18
keadaan normal
2.kejang terlihat mulai (20 menit,22
detik)
1.lompat-lompat (1 menit,30 detik)
Belalang1
2.kejang-kejang (menit ke4,1 detik)
1.masih normal (12 menit)
Belalang2 2.mulai diam(20menit) 36 menit 19
20ml
3,langsung mati detik
1.masih normal (11 menit)
Belalang3 2.mulai diam(19 menit)
3.langsung mati
1.lompat-lompat (2 menit,38detik)
Belalang1
2.kejang-kejang (menit ke2, 6detik)
1.masih normal (10 menit) 39menit 11
Belalang2
25ml 2.mulai diam(18 menit)
detik
3,langsung mati
1.masih normal (10 menit)
Belalang3
2.mulai diam(20 menit)
3.langsung mati
19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
2. Jika ekstrak gulma Kasapan direndam lebih lama lagi pasti akan semakin cepat
membunuh hama belalang.
5.2 Saran
2. Sebaiknya serangga yang digunakan agak lebih besar, supaya pada saat
pembelahan belalang lebih mudah.
5. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang gulma yang ada di perkebunan
kelapa sawit.
20
DAFTAR PUSTAKA
21