Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TEKNIK-TEKNIK KONSELING

Teori Konseling Psikoanalitik dan Behavioristik

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Aliyah Febrianti (1193151034)

Chindi Dameria Silitonga (1191151018)

Dina Meilia Br Kembaren (1193351073)

Kelas: BK Reguler D 2019

Dosen Pengampu: Miswanto, S.Pd., M.Pd

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN-UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat nya kami dapat menyelesaikan tugas ini dalam bentuk makalah.Tugas ini
dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah kami yaitu Teknik-teknik Konseling.

Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita
semua khusus nya dalam hal mengenai Teori Konseling Psikoanalitik dan Behavioristik.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, apabila dalam tugas ini
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, kami mohon maaf sesungguhnya pengetahuan dan
pemahaman kami masih terbatas.

Kami juga sangat menantikan saran dan kritik dari pembaca guna membangun dan
menyempurnakan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Medan, 16 Februari 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
D. Manfaat.................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3

A. Teori Konseling Psikoanalitik................................................................................. 3


B. Teori Konseling Behavioristik................................................................................. 12

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 18

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 18
B. Saran........................................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 19

ii
BAB I

PENDAHAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai masalah yang dimiliki peserta didik khususnya secara psikis, tentu saja memiliki
penyelesaian yang berbeda-beda. Untuk menyelesaikannya pun memerlukan ketepatan dalam
mengambil teknik yang digunakan seorang konselor. Namun tidak mungkin semua teknik
digunakan secara sekaligus. Maka sangat diperlukannya penentuan teknik yang akan dipakai.
Teknik itu merupakan salah-satu cara konselor dalam melakukan proses pendekatan terhadap
konseli atau peserta didik berdasarkan sikap, masalah yang dihadapi, dan berbagai hal lainnya
yang harus dipahami para konselor atau psikolog secara teori untuk kemudian dipraktekkan di
lapangan.

Pendekatan konseling merupakan teori yang mendasari sesuatu kegiatan dan praktik
konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika kita mempunyai pemahaman berbagai
pendekatan atau teori-teori konseling, maka akan memudahkan kita dalam menentukan arah
proses konseling.

Dunia konseling memiliki berbagai macam pendekatan atau teknik yang dapat dijadikan
acuan dasar pada semua praktik konseling. Masing-masing teori dan teknik tentu saja
dikemukakan oleh ahli yang berbeda sehingga penerapan dari pendekatan yang digunakan juga
akan terlihat berbeda.

Beberapa pendekatan dalam konseling yaitu pendekatan psikoanalisis, behavioristic,


eksistensial-humanitis. Dalam makalah ini, hanya akan diuraikan tentang pendekatan
psikoanalisis dan juga behavioristik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar konseling psikoanalitik dan behavioristik?
2. Pandangan teori konseling psikoanalitik dan behavioristic terhadap manusia?
3. Apa saja teknik konseling psikoanalitik dan behavioristic?
4. Apa saja tujuan dari konseling psikoanalatik dan behavioristic?

1
5. Bagaimana tahapan konseling psikoanalitik dan behavioristic?
6. Apa saja tujuan dari konseling psikoanalitik dan behavioristic?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar psikoanalitik dan behavioristic
2. Mengetahui pandangan konseling teori psikoanalitik dan behavioristic
3. Mengetahui teknik konseling psikoanalitik dan behavioristic
4. Mengetahui tujuan dari konseling psikoanalitik dan behavioristic
5. Mengetahui bagaimana tahapan dari konseling psikoanalitik dan behavioristik
6. Mengetahui tujuan dari konseling psikoanalitik dan behavioristik
D. Manfaat
Sebagai mahasiswa bimbingan dan konseling kita bisa mengetahui dan mendalami
mengenai teori konseling psikoanalitik dan behavioristic.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI KONSELING PSIKOANALITIK


a. Konsep dasar teori konseling psikoanalitik
1. Pengertian Konseling Psikoanalisis

Psikoanalisis merupakan salah satu teori yang di perkenalkan oleh Sigmund Freud sebagai
tokoh utama yang mengembangkan teori ini. Psikoanalisis merupakan suatu metode
penyembuhan yang bersifat psikologis.

Corey mengatakan bahwa psikoanalisis merupakan teori pertama yang muncul dalam
psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik,
kemudian disusul oleh behaviorisme dan humanitis.

Pada kemunculannya, teori Freud ini banyak mengundang kontroversi, eksplorasi,


penelitian dan dijadikan landasan berpijak bagi aliran lain yang muncul kemudian. Mulanya
Freud menggunakan teknik hipnosis untuk menangani pasiennya. Tetapi teknik ini ternyata tidak
dapat digunakan pada semua pasien.

Dalam perkembangannya, Freud menggunakan teknik asosiasi bebas (free association)


yang kemudian menjadi dasar dari psikoanalisis. Teknik ini ditemukan ketika Freud melihat
beberapa pasiennya tidak dapat dihipnotis atau tidak memberi tanggapan terhadap sugesti atau
pertanyaan yang mengungkap permasalahan klien. Selanjutnya, Freud mengembangkan lagi
teknik baru yang dikenal sebagai analisis mimpi.
Letak keunggulan psikoanalisis dalam konseling menurut Freud adalah sangat efektif
untuk menyembuhkan klien atau pasien yang histeria, cemas, obsesi neurotis. Namun demikian
kasus-kasus sehari-hari dapat juga digunakan pendekatan psikoanalisis ini untuk mengatasinya.

2. Sejarah perkembangan konseling psikoanalisis.


Penemuan yang mengakibatkan nama Frued menjadi masyhur adalah psikoanalisa. Istilah
ini diciptakan Frued sendiri dan muncul pertama kalinya pada tahun 1896. Menurut Frued
psikonalisa merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaraan

3
memainkan peranan sentral.[Pandangan Ini mempunyai relevensi praktis, karena dapat
digunakan dalam mengobati pasien-pasien yang mengalami gangguan-gangguan psikis. Tetapi
perlu dicatat pengunaan klinis psikoanalisa tidak merupakan perkembangan yang lebih lanjut
dikemudian hari. Frued tidak memulai dengan menyusun suatu ajaran. Teori psikonalisa lahir
dari praktek dan tidak sebaliknya. Psikoanalisa ditemukan dalam usaha menyembuhkan pasien-
pasien histeris. Baru kemudian Frued menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis dari penemuannya
dibidang praktis. Frued sendiri beberapa kali menjelaskan arti istiah psikoanalisa, tetapi cara
menjelaskannya tidak selalu sama.
Salah satu cara yang terkenal adalah cara yang ada pada tahun 1923. Cara ini terdapat di
dalam suatu artikel yang ditulis sendiri oleh Frued dalam sebuah kamus ilmiah Jerman. Disitu ia
membedakan tiga arti psikonalisa. Pertama “psikonalisa” dipakai untuk menunjukkan suatu
metode penelitian terhadap proses-proses psikis (seperti misalnya mimpi) yang sebelumnya tidak
terjangkau oleh penelitian ilmiah. Kedua, istilah ini menunjukkan juga suatu teknik untuk
mengobati gangguan-gangguan psikis yang dialami pasien-pasien Neurotis. Teknik ini bertumpu
pada metode penelitian tadi. Ketiga, istilah yang sama dipakai pula dalam arti yang lebih luas
lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui teknik metode
dan teknik tersebut di atas. Dalam hari terakhir ini kata “psikoanalisa”mengacu pada suatu ilmu
pengetahuan yang dimata Frued betul-betul ilmu baru.

b. Pandangan psikoanalisis tentang kepribadian manusia


1. Topografi kepribadian
Teori topografi merupakan teori psikoanalisis yang menjelaskan tentang kepribadian
manusia yang terdiri dari sub-subsistem. Bagi Freud kepribadian itu berhubungan dengan alam
kesadaran (awareness). Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu
a) .Alam sadar (conscious/Cs), bagian yang berfungsi mengingat, menyadari dan
merasakan\sesuatu secara sadar atau nyata.Alam prasadar (preconscious/Pcs), bagian
b) kesadaran yang menyimpan ide, ingatan, dan perasaan dan berfungsi mengantarkan ide,
ingatan, dan perasaan tersebut ke alam sadar jika individu berusaha mengingatnya
kembali.
c) Alam bawah sadar (unconscious/Ucs), bagian dari dunia kesadaran yang paling
menentukan terbentuknya kepribadian individu. Alam bawah sadar menyimpan semua

4
ingatan atas peristiwa-peristiwa tertentu yang telah direpresi individu. Alam bawah sadar
juga menyimpan ingatan tentang keinginan yang tidak tercapai oleh individu.

2. Struktur kepribadian

Freud beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara struktural. Dalam dunia
kesadaran (awareness) individu terdapat pula subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi
secara dinamis, antara lain:
a) Id, merupakan subsistem kepribadian yang asli, yang dimiliki individu sejak lahir. Id
bersifat primitif dan bekerja pada prinsip kesenangan. Id berperan sebagai sumber libido
atau tenaga hidup dan energi serta merupakan sumber dari dorongan dan keinginan dasar
untuk hidup dan mati.
b) Ego, berbeda dengan id yang bekerja hanya untuk memuaskan kebutuhan naluriah, ego
bertindak sebaliknya. Ego berperan menghadapi realitas hidup dan berasal dari
kebudayaan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Prinsip kerjanya selalu
bertentangan dengan id.
c) Superego, terbentuk dari nilai-nilai yang terdapat dalam keluarga dan masyarakat yang
dipelajari di sepanjang tahun-tahun pertama hidup manusia. Superego bekerja
berdasarkan prinsip moral yang orientasinya bukan kesenangan tetapi pada
kesempurnaan kepribadian.

3. Perkembangan kepribadian

Secara genetis perkembangan kepribadian berkembang melalui beberapa tahap, yaitu


tahap oral, anal, falik, laten dan genital. Freud mengemukakan bahwa tahapan perkembangan ini
sangat penting terutama bagi pembentukan kepribadian di kemudian hari.

a) Fase oral, terjadi sejak lahir hingga akhir tahun pertama. Pada fase ini anak berkembang
berdasarkan pengalaman kenikmatan erotik pada daerah mulut. Anak yang tidak
mendapat kasih sayang dari ibu dan kepuasan dalam makan serta minum akan
menghambat perkembangan kepribadiannya.

5
b) Fase anal, terjadi mulai usia dua sampai akhir tahun ketiga. Perkembangan anak pada
fase ini berpusat pada kenikmatan pada daerah anus. Selama fase ini, peran latihan buang
air (toilet training) sangat penting untuk belajar disiplin dan moral.
c) Fase falik, berkembang mulai usia empat hingga lima tahun. Pusat kenikmatan berpusat
pada alat kelamin. Istilah yang kerap muncul pada fase ini adalah Oedipus complex
(ketertarikan seksual pada sosok ibu) pada anak laki-laki dan electra complex
(ketertarikan seksual pada sosok ayah) pada anak perempuan.
d) Fase laten, juga disebut tahap pregenital. Periode ini terjadi antara lima atau enam tahun
hingga pubertas. Pada fase ini anak hanya sedikit berminat pada seksualitas karena
disebabkan kesibukan belajar, aktifitas dengan teman sebaya dan keterampilan fisik.
e) Fase genital, terjadi pada masa pubertas (diatas 12 tahun). Perilaku umum yang tampak
pada fase ini adalah kecenderungan tertarik pada lawan jenis, bersosialisasi dan
berkelompok serta menjalin hubungan kerja. Semua tingkah laku yang dilakukan kerap
kali pada proses menciptakan hubungan dengan orang lain

4. Dinamika kepribadian

Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme abad ke –19 dan
menganggap organisme manusia sebagai suatu energi yang kompleks. Energi yang di peroleh
dari makanan (energi fisik). Berdasarkan hukum penyimpangan (conservation of energi) energi
tidak dapat hilang, tetapi dapat berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Energi
fisik dapat berubah menjadi energi psikis. Jembatan antar energi tubuh dengan kepribadian ialah
id beserta insting – instingnya.

a) Insting, menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi


keinginan dan kebutuhannya. Freud mengelompokkan insting atas dua jenis yakni insting
hidup dan insting mati. Bentuk energi dimana insting-insting hidup beroperasi disebut
libido. Yang paling utama insting libido ialah insting seksual. Insting-insting hidup yang
lainnya adalah lapar dan haus

b) Kecemasan, yaitu perasaan kekhawatiran karena keinginan dan tuntunan internal tidak
terpenuhi dengan sebaiknya. Freud mengemukakan ada tiga bentuk kecemasan, antara
lain :

6
1) Kecemasan realitas (reality anxity), takut akan bahaya yang datang dari luar.
Kecemasan ini bersumber dari ego.
2) Kecemasan neurosis (neurotic anxity), khawatir tidak mampu mengatasi atau
menekan keinginan-keinginan primitifnya. Kecemasan ini bersumber dari id.
3) Kecemasan moral (moral anxity), kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan
dihukum oleh nilai-nilai dalam hati nuraninya. Kecemasan ini bersumber dari super
ego.
c) Mekanisme pertahanan ego
Cara individu menghindari kecemasan biasanya dilakukan dengan mekanisme pertahanan
ego (ego defense mechanism). Di antara contoh bentuk mekanisme pertahanan ego antara
lain :
1) Represi, melupakan isi kesadaran yang traumatis. Contoh : seorang korban tsunami di
Aceh berusaha melupakan peristiwa tersebut.
2) Proyeksi, mengalamatkan pikiran, perasaan, motif yang tidak diterimanya kepada
orang lain. Contoh : seseorang mengatakan bahwa kegagalannya dalam ujian karena
teman sebangkunya yang berisik.
3) Introyeksi, menanamkan nilai-nilai dan standar yang dimiliki orang lain ke dalam
dirinya sendiri. Contoh : seorang anak senang berkelahi karena selalu melihat kedua
orang tuanya berkelahi.
4) Regresi, tindakan melangkah mundur secara tidak sadar ke fase perkembangan yang
terdahulu dimana tuntutan tugas perkembangannya tidak terlalu besar. Contoh : anak
berusia 10 tahun yang kembali minta digendong ketika adiknya lahir.

c. Teknik konseling psikoanalisis


1) Asosiasi bebas
Secara mendasar, tujuan teknik ini adalah untuk mengungkapkan pengalaman
masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman
traumatik masa lampau.
Dalam psikoanalisa tradisional, penerapan teknik asosiasi bebas ini dilakukan
dengan klien berbaring di dipan dan konselor duduk di kursi sejajar dengan kepala
klien, sehingga klien tidak melihat konselor. Dengan demikian, klien dapat

7
mengungkapkan atau menyalurkan materi-materi yang ada dalam
ketidaksadarannya secara bebas, terbuka, tidak menutup-nutupi tanpa harus malu,
meskipun materi tersebut menyakitkan, tidak logis, atau tidak relevan.
Selama berlangsung asosiasi bebas, konselor harus mampu menjadi pendengar
yang baik serta mendorong klien agar mampu mengungkapkan secara spontan
setiap ingatan yang terlintas dalam pikirannya, pengalaman traumatik, mimpi,
penolakan, dan pengalihan perasaannya.
Agar konselor dapat menginterpretasikan secara tepat apa yang dikatakan klien,
selama asosiasi bebas berlangsung konselor harus aktif memperhatikan perasaan,
ucapanucapannya, mencatat gerak tubuh, nada suara, dan bahasa tubuh klien
secara umum. Penting bagi konselor untuk mencermati kata-kata yang muncul
diluar kesadarannya (misal : salah ucap, atau kata-kata yang kemudian diralat),
serta menafsirkan segala sesuatu yang dimanifestasikan oleh klien dengan
menunjukkan arti dan maknanya tanpa disertai sikap berprasangka.
2) Interpretasi atau penafsiran
Interpretasi atau penafsiran adalah teknik yang digunakan oleh konselor untuk
menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi perasaan klien
dengan tujuan utama untuk menemukan materi yang tidak disadari. Dengan
demikian ego klien dapat mencerna materi tersebut melalui pemahaman baru dan
dengan penuh kesadaran.
Dalam memberikan penafsiran, konselor harus hati-hati serta dapat memilih
waktu dan kata-kata yang tepat agar klien tidak justru menjadi menutup diri atau
mengembangkan pertahanan dirinya. Untuk itu, penafsiran hendaknya bersifat
hipotetik, bukan menyatakan fakta, mendekati kesadaran klien, dimulai dari yang
sifatnya permukaan menuju ke arah yang mempunyai bobot emosional yang lebih
mendalam, serta dilakukan dengan terlebih dahulu menunjukkan pertahanan diri
klien sebelum ke hal-hal yang dianggap mendasarinya.
3) Analisis mimpi
Bagi Freud mimpi adalah ekspresi simbolik dari kebutuhankebutuhannya yang
terdesak. Dalam keadaaan tidur, kesadaran manusia menjadi lemah, dan pada saat
itulah materi-materi dalam ketidaksadaran sulit untuk dikontrol, diawasi, dan

8
dikendalikan sehingga muncul ke permukaan. Sedangkan mimpi adalah jalan
utama bagi semua keinginan, kebutuhan, ketakutan, dan kecemasan yang tidak
disadari diekspresikan dalam bentuk simbolik. Representasi dari dorongan-
dorongan seksual yang tidak terpenuhi, perasaan berdosa, atau bentuk
penghukuman diri dari super ego.
Setiap mimpi memiliki isi yang bersifat manifes atau disadari dan juga yang
bersifat laten (tersembunyi). Isi yang bersifat manifes adalah mimpi sebagai
tampak pada diri orang yang mipi, sedangkan isi yang bersifat laten terdiri atas
motifmotif tersamar dari mimpi tersebut.
Tujuan analisis mimpi adalah untuk mencari isi yang laten atau sesuatu yang ada
dibalik isi yang manifes, untuk memenukan sumber-sumber konflik terdesak.
Analisa mimpi hendaknya difokuskan kepada mimpimimpi yang sifatnya
berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada taraf mengganggu.
4) Analisis resistensi
Freud memandang bahwa resistensi merupakan suatu dinamika yang tidak
disadari untuk mempertahankan kecemasan. Resistensi atau penolakan adalah
keengganan klien untuk mengungkapkan materi ketidaksadaran yang mengancam
dirinya, yang berarti ada pertahanan diri terhadap kecemasan yang dialaminya.
Apabila hal ini terjadi, maka sebenarnya merupakan kewajaran. Namun, yang
penting bagi konselor adalah bagaimana pertahanan diri tersebut dapat diterobos
sehingga dapat teramati, untuk selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan, sehingga
klien menyadari alasan timbulnya resistensi tersebut.
5) Analisis transferensi
Transferensi atau pengalihan adalah pergeseran arah yang tidak disadari kepada
konselor dari orang-orang tertentu dalam masa silam klien. Pengalihan ini terkait
dengan perasaan, sikap, dan khayalan klien, baik positif maupun negatif yang
tidak terselesaikan pada masa silamnya.
Teknik analisis transferensi dilakukan dengan mengusahakan agar klien mampu
mengembangkan transferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang
dialami pada masa kanak-kanaknya. Apabila transferensi ini tidak ditangani
dengan baik, maka klien dapat menjadi bersikap menolak terhadap perlakuan

9
terapis dan proses terapi dapat dirasakan sebagai suatu hukuman. Karena itu
dalam menghadapi trasferensi, konselor harus mampu bersikap obyektif, netral,
anonim, dan pasif. Tidak mengembangkan sikap perlawanan atau
countertransference berupa respon-respon emosional tertentu yang tidak disadari,
karena akan sangat berbahaya bagi obyektivitas penyuluh dalam memperlakukan
kliennya

Pendekatan psikoanalisa pun sangat berguna bagi seorang konselor untuk melakukan
pendekatan terhadap klien yang mempunyai masalah besar yang terpendam. Dengan cara
membuat klien menjadi tenang, maka hal itu akan menjadikan klien lebih merasa nyaman dan
puas untuk mengikuti pengarahan yang dipaparkan konselor atau psikolog.

d. Tujuan konseling psikoanalitik


Tujuan konseling adalah mengubah perilaku dalam pengertian yang sangat luas. Dalam
pandangan psikoanalisa, tujuan konseling yaitu agar individu mengetahui dan memiliki ego yang
kuat (ego strength).
Konseling akan menempatkan ego pada tempat yang benar yaitu sebagai pihak yang
mampu memilih secara rasional dan menjadi mediator antara id dan super ego.
Adapun tujuan lain yang disampaikan oleh Nelson (dalam Latipun, 2005) terdapat tiga
hal yaitu a). bebas dari implus, b). memperkuat realitas atas dasar ego, c). mengganti super ego
sebagai relaitas kemanusiaan dan bukan sebagai hukuman standar pribadi.
Dari tujuan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling dalam psikoanalisa lebih
kepada proses redukasi terhadap ego, dari yang sebelumnya terus tunduk pada implus-implus
atau hukuman kode moralnya menjadi lebih realistik dan rasional.

e. Tahapan konseling psikoanalitik


Menurut salah seorang penganut teori psikoanalisa yaitu Arlow (dalam Latipun, 2005)
mengemukakan beberapa tahapan dalam melaksanakan konseling diantaranya:
1) Tahapan Pembukaan

Tahapan ini terjadi pada permulaan interview hingga masalah konseli dapat ditetapkan.

Terdapat dua bagian pada tahapan permulaan ini yaitu: 1). disepakati mengenai struktur

situasionalis yang menyangkut tanggung jawab konselor dan konseli, 2). Dimuali dengan

10
konseli menyimpulkan posisinya, sementara konselor terus mempelajari dan memahami

dinamika konflik-konflik ketidaksadaran yang dialami konseli. Pada tahap ini klien menyatakan

tentang dirinya dan konselor mengamati dan merekam untuk referensi tahap berikutnya.

2) Pengembangan Transferensi

Perkembangan dan analisis transferensi merupakan inti dalam konseling psikoanalisis.

Pada fase ini perasaan konseli mulai ditunjukkan kepada konselor, yang dianggap sebagai orang

yang telah menguasai dirinya dimasa lalulnya.

Pada tahapan ini konselor harus menjaga jangan sampai terjadi kontra transferensi yaitu

transferensi balik yang dilakukan konselor kepada konseli karena konselor memiliki perasaan

yang tidak terpecahkan.

3) Bekerja Melalui Transferensi

Tahap ini mencakup mendalami pemecahan dan pengertian konseli sebagai orang yang

terus melakukan transferensi. Tahap ini dapat tumpang tindih dengan tahap sebelumnya, hanya

saja transferensi terus berlangsung, dan konselor berusaha memahami tentang dinamika konseli

4) Resolusi Transferensi

Tujuan pada tahap ini adalah untuk memecahkan perilaku neurosis konseli yang s

Konseling juga mulai mengembangkan sepanjang hubungan konseling. Konselor juga

mulai mengembangkan hubungan yang dapat meningkatkan kemandirian pada klien dan

menghindari adanya ketergantungan klien kepada konselornya.

f. Prinsip kerja teknik konseling psikoanalitik


1) Menelusuri riwayat masa lampau konseli
2) Memberikan sarana konseli memproyeksikan masalahnya
3) Memberikan penafsiran terhadap proyeksi, asisosiasi dan mimpi kepada konseli
4) Membiarkan atau memerintahkan konseli untuk mengeluarkan emosi negatifnya untuk
direalisasikan atau diekspresikan

11
B. TEORI KONSELING BEHAVIORISTIK
a. Teori konseling Behavioristik

Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini.
Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang
menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Muhamad Surya (1988:186)
memaparkan bahwa dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar,
sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada
dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar
untuk membantu individu untuk mengubah perilakunya agar dapat memecahkan
masalahnya. Hal yang paling mendasar dalam konseling behavioral adalah penggunaan
konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan konseling, seperti konsep reinforcement ,
yang nerupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan
operan dari Skinner.

Menurut Krumboltz& Thoresen (Surya, 1988:187) konseling behavioral adalah suatu


proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan
keputusan tertentu. Sejak perkembangannya tahun 1960-an, teknik-teknik modifikasi perilaku
semakin bervariasi baik yang menekankan aspek perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat
ini konseling behavioral berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik
pengubahan perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif
(Hackman, 1993). Rachman (1963) dan Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi behavioral
dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara
adaptif hingga mengatasi gejala neurosis.

b. Hakikat Manusia

Hakikat manusia dalam pandangan para behavioristik adalah pasif dan mekanistis, manusia
dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan
lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi Muhamad Surya (1988:186) menjelaskan
tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristic sebagai berikut: dalam teori ini
menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol
terbatas, hidup dalam alam deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya.

12
Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya,dan interaksi
ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Perilaku
seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi
hidupnya. Konseling behavioral ini berpandangan bahwa manusia itu:

1) Lahir dalam mempunyai bawaan netral, artinya manusia itu hak untuk berbuat
baik/buruk/jahat.
2) Lahir dengan membawa kebutuhan dasar dan dipengaruhi oleh interaksi dengan
lingkungan.
3) Kepribadian manusia berkembang atas dasar interaksi dengan lingkungannya.
4) Mempunyai tugas untuk berkembang melalui kegiatan belajar.
5) Manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan

c. Pandangan Terhadap Manusia


1) Respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh
penguatan (reinforcement).
2) Lebih menekankan pada studi subjek individual dibandingkan generalisasi
kecenderungan kelompok.
3) Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku
dibandingkan motivasi di dalam diri.
4) Para konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang
dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa
sehingga kelainan perilaku berubah menjadi positif.

d. Konsep Dasar dan Karakteristik Konseling Behavioral


1) Konsep Dasar Konseling
Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal
dan internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan
metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar
konseling behavioral adalah bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa
lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku.

13
Dasar teori konseling behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil
kombinasi :
a. Belajar waktu lalu hubungannya dengan keadaan yang serupa
b. Keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan
c. Perbedaan-perbedaan biologic baik secara genetic atau karena gangguan
fisiologik.

Dengan eksperimen-eksperimen terkontrol secara seksama maka menghasilkan hokum-


hukum yang mengontrol perilaku tersebut.

2) Karakter Konseling Behavioral

Karakter konseling behavioral adalah sebagai berikut:

a. Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
b. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu
dalam merubah perilaku-perilaku yang relevan; prosedur-prosedur konseling
berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku konseli
dengan merubah lingkungan.
c. Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan “social
modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur
konseling.
d. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-perubahan
dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar dari layanan konseling yang
diberikan.
e. Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya,
tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu konseli dalam
memecahkan masalah khusus.

d. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau
tingkah laku yang tidak tepat yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan.Tingkah laku yang salah hakekatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang

14
salah. Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari
lingkungan.

Tingkah laku maladaftif terjadi karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan


dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan dapat diubah dengan
menggunakan prinsip-prinsip belajar

e. Tujuan Konseling Behavioristik

Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku


konseli, yang di antaranya :

1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar


2. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
3. Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
4. Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau
maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai
(adjustive).
5. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat
serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
6. Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama
antara konseli dan konselor.

f. Teknik-teknik Konseling
1) Desentisasi sistematik (Systematic desensitization )Desentisasi sistematik, teknik ini
dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah
ekspresi dari kecemasan dan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan
menemukan respon yang antagonistik (keadaan relaksasi).
2) Latihan Asertif (Assertive training), yaitu konseling yang menitik beratkan pada kasus
yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya
(misalnya: ingin marah tetapi tetap berespon manis). Pelaksanaan teknik ini ialah dengan
role playing (bermain peran).

15
3) Terapi Aversi (Aversion therapy ), Teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang
negatif dan memperkuat perilaku yang positif. Dalam hal ini konselor dapat menerapkan
punishment (sangsi) dan reward (pujian/hadiah) secara tepat dan proposional terhadap
perubahan perilaku klien.
4) Terapi implosif dan pembanjiran, Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi
secara berulang-ulang tanpa pemberian penguatan. Teknik pembanjiran ini tidak
menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis
memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan
terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien.
5) Pekerjaan Rumah (Home work), Teknik ini berbentuk suatu latihan/ tugas rumah bagi
klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu, caranya dengan
memberikan tugas rumah (untuk satu minggu), misalnya: tidak menjawab apabila klien
dimarahi ibunya atau bapaknya

g. Tahap – tahap konseling

Proses konseling behavioral, dilaksanakan melalui empat tahap sebagai berikut:

a) Tahap Penilaian (Assesmen)


Yaitu tahapan yang mensyaratkan konselor mampu untuk memahami karakteristik klien
beserta permasalahannya secara utuh (mencakup aktivitas nyata, perasaan, nilai-nilai dan
pemikirannya). Sehubungan dengan hal ini, maka konselor harus terampil dalam
mengumpulkan berbagai informasi/data klien, instrumen yang digunakan dan sumber
data yang valid.
b) Tahap Penetapan tujuan (Goal setting)
Yaitu antara konselor dan klien menetapkan tujuan konseling berdasarkan analisis dari
berbagai informasi/data. Dalam tahap ini telah disepakati kriteria perubahan tingkah laku
yang perlu dilakukan klien dalam rangka memecahkan masalahnya.
c) Tahap Penerapan teknik (Techniques implementation)
Yaitu penerapan ketrampilan dan teknik-teknik konseling dalam upaya membantu klien
mengatasi masalahnya (merubah perilakunya). Dalam hal ini disamping harus menguasai

16
konsep dasar konseling behavior, konselor harus benar-benar mampu menerapkan
berbagai teknik konseling.
d) Tahap evaluasi dan terminasi (Evaluation and Termination)
Yaitu tahapan dimana seorang konselor mengetahui perubahan perilaku klien sebagai
tolok ukur proses konseling berlangsung. Terminasi, yaitu pemberhentian proses
konseling yang bertujuan untuk:
1. Menguji apa yang dilakukan klien pada dekade terakhir.
2. Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan
3. Membantu klien mentransfer apa yang dipelajari klien
4. Memberi jalan untuk memantau tingkah laku klien secara berkelanjutan.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konseling Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat
psikologis dengan cara-cara fisik. Psikoanalisis jelas terkait dengan tradisi Jerman yang
menyatakan bahwa pikiran adalah wujud yang aktif, dinamis dan bergerak dengan
sendirinya. Psikoanalisis merupakan psikologi ketidaksadaran. Perhatiannya tertuju
kearah bidang motivasi, emosi, konflik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter
Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada
saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi
behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Muhamad
Surya (1988:186) memaparkan bahwa dalam konsep behavioral, perilaku manusia
merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan
suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu untuk
mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
B. Saran
Dengan kita mempelajari teori konseling psikoanalitik dan behavioristic diharapkan kita
mampu menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan tentunya dapat membantu orang-orang
yang ada disekitar kita yang sekiranya dapat ditangani dengan menggunakan pendekatan
psikoanalitik dan behavioristic.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mansur (http://menzour.blogspot.com/2016/11/makalah-konseling-psikoanalisis.html) diunduh


tanggal 17 February 2021, pukul 13.00 WIB

Ini Tentang Psikologi (https://www.initentangpsikologi.com/2020/05/konseling-


psikoanalisa.html) diunduh pada tanggal 17 February 2021, pukul 13.03 WIB

Kumpulan Materi (http://kulpulan-materi.blogspot.com/2012/05/tahapan-konseling-


psikoanalisis.html) diunduh pada tanggal 17 February 2021, pukul 13.24 WIB

Andi Hismawan (http://andishimawan.blogspot.com/2013/06/makalah-behavioristik.html)


diunduh pada tanggal 17 February 2021, pukul 13.30 WIB

Sunardi (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196002011987031-
SUNARDI/karya_tls-materi_ajar_pdf/TEORI_KONSELING.pdf) diunduh pada tanggal 17
February 2021, pukul 14.13 WIB

19

Anda mungkin juga menyukai