Anda di halaman 1dari 9

II.

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum pembuatan keripik sayur dan buah dilaksanakan pada hari Senin, 29 November
2021, pukul 13.00 sampai pukul 17.00 WIB dan bertempat di Laboratorium Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian (TPHP), Gedung Baru FPTK lantai 4, Universitas Pendidikan
Indonesia.
2.2 Alat dan Bahan

Alat :

- Palu - Loyang

- Pisau - Nampan

- Sendok makan - Timbangan

- Spatula plastik - Baskom

- Botol - Panci

- Serok - Wajan

- Saringan - Kompor

- Talenan - Oven

- Slicer - Alat penumbuk

Bahan :

- Pisang Nangka - Kunyit

- Kentang - Kencur

- Bayam - Kemiri

- Terong - Ketumbar

- Terigu - Gula pasir

- Tepung kanji - Garam

- Kapur sirih - Daun jeruk purut

- Bawang putih - Mentega

- Air - Minyak goreng


2.3 Prosedur Keja

a) Pembuatan Keripik Pisang

Sampel

Pengupasan pisang dengan pisau anti karat

Pengirisan pisang dalam bentuk menyerong atau memanjang

Perendaman irisan pisang dalam larutan garam selama 5


menit

Penirisan irisan pisang dengan menggunakan saringan

Pemanasan minyak goreng dan penambahan mentega

Pemasukan irisan pisang ke dalam wajan dan penggorengan

Pengangkatan dan penirisan keripik pisang

b) Pembuatan Keripik Kentang

Sampel

A
A B

Pencucian kentang dengan air Pengangkatan dan pembilasan irisan


kentang

Pengupasan kentang dengan pisau


Penirisan irisan kentang

Pencucian kentang dengan air


Pemanasan minyak goreng dalam wajan

Pengirisan kentang
Pemasukkan irisan kentang ke dalam
wajan

Perendaman kentang dalam larutan


kapur sirih Pengangkatan dan penirisan keripik
kentang

c) Pembuatan Keripik Bayam

Sampel
A

Pemilihan daun bayam yang segar Penirisan daun bayam

Pencucian daun bayam dengan air Penumbukakan halus bumbu-bumbu

A B
B C

Pencampuran terigu dan tepung kanji Pemanasan minyak goreng dalam wajan
dengan perbandingan 3:1

Pemasukkan daun bayam ke dalam


Pemasukkan bumbu halus dan daun
wajan dan penggorengan sampai kering
jeruk

Penambahan air matang dan


Pengangkatan dan penirisan keripik
pengadukan sampai terbentuk adonan
bayam
yang kental

Pencelupan daun bayam ke dalam


adonan

d) Pembuatan Keripik Terong

Sampel
A

Pemilihan terong yang segar Penigirisan terong satu per satu

Pencucian terong dengan air Penumbukakan halus bumbu-bumbu

A B
B C

Pencampuran terigu dan tepung kanji Pemanasan minyak goreng dalam wajan
dengan perbandingan 3:1

Pemasukkan adonan terong ke dalam


Pemasukkan bumbu halus dan daun
wajan dan penggorengan sampai kering
jeruk

Penambahan air matang dan


Pengangkatan dan penirisan keripik
pengadukan sampai terbentuk adonan
terong
yang kental

Pencelupan terong satu per satu ke


dalam adonan

C
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.3 Keripik Bayam
Tabel Hasil Pengamatan Keripik Bayam

No. Pengamatan Keripik Bayam


Sebelum Digoreng Sesudah Digoreng
1. Bobot awal (g) 371 g 346 g
2. Bobot akhir (g) 51 g 221 g
3. Rendemen (%) - 57,95 %
4. Kenampakan Layu ++, Keras++ Kering++
5. Kerenyahan - Renyah++
6. Warna Hijau+++ Kuning kecoklatan ++
7. Aroma Khas bayam+++ Khas keripik bayam++
8. Tesktur Lembut++ Keras+, Kasar++
9. Rasa - Asin++ , Gurih++
10. Daya Serap Minyak - 56,56 %

Secara umum keripik dibuat melalui tahap penggorengan, tetapi ada pula dengan
hanya melalui penjemuran, atau pengeringan. Menurut Gude (2014) Keripik daun bayam
adalah keripik yang terbuat dari sayur daun bayam, tepung beras, garam, gula, ketumbar
dan bawang putih. Pengolahan keripik daun bayam ini terdiri dari beberapa proses. Namun
pada praktikum kali ini kami tidak menggunakan tepung beras melainkan terdapat
pencelupan daun bayam ke dalam adonan yang terbuat dari campuran tepung terigu, tepung
kanji dan bumbu halus yang bertujuan memberi kerenyahan dan penambah cita rasa pada
keripik bayam. Adapun perbandingan tepung terigu dan tepung kanji yaitu 3:1. Berbeda
dengan terigu, tepung tapioka (tepung kanji) terbuat dari pati tanaman singkong. Secara
tekstur, tepung tapioka lebih lembut dari tepung terigu. Selain itu, tepung tapioka juga terasa
sangat licin di tangan, sehingga susah untuk dipegang. Untuk warna,
biasanya tepung tapioka memiliki warna putih susu. Sebenarnya karakteristik dari tepung
beras dan tepung terigu dan kanji hampir sama. Yaitu memiliki granula pati. Menurut Herlina
(1999) dalam Gude (2014) granula – granula pati akan mengembang karena menyerap air
dengan adanya pemanasan.

Campuran adonan tepung terigu dan tepung kanji juga dipadukan dengan bumbu-
bumbu yang terdiri dari bawang putih, kunuit, kencur, kemiri, ketumbar, gula pasir, garam
dan irisan daun jeruk. Semua campuran adonan tersebut diaduk sampai rata hingga menjadi
setengah encer. Adonan pencelup dipastikan tidak terlalu encer karena tidak akan
menempel pada daun bayamnya dan juga adonan ini sebaiknya tidak terlalu kental karena
akan menghilangkan cita rasa asli bayamnya yang diakibatkan rasa didominasi oleh tepung
yang terlalu tebal. Selain itu terdapat penambahan rempah-rempah dalam adonan
tersebut untuk meningkatkan cita rasa dan aroma khas untuk keripik bayam.  Bumbu-bumbu
yang dicampurkan dalam adonan tepung untuk keripik bayam perlu benar-benar dipastikan
halus agar memberikan tekstur yang baik pada keripik bayam yang dihasilkan.

Dalam penyortiran daun bayam untuk membuat keripik bayam juga perlu
diperhatikan karena daun bayam yang dipilih akan mempengaruhi proses pembuatan dan
hasil produknya. Daun yang dipilih untuk membuat keripik bayam sebaiknya daun bayam
yang sudah tua dan memiliki ukuran daun yang lebar dan sedikit lebih tebal. Alasan
penggunaan daun bayam yang sudah tua yaitu karena daun tersebut memiliki tekstur yang
cukup keras sehingga keripik yang dihasilkan juga renyah, serta kandungan airnya yang
tidak terlalu banyak dibanding daun yang muda sehingga selama proses penggorengannya
pun tidak terlalu lama. Sedangkan jika kita memilih daun bayam yang muda yaitu daun yang
teksturnya relatif lebih lunak dibandingkan dengan yang tua dan juga memiliki kandungan air
yang cukup tinggi akan membuat keripik bayam yang dihasilkan cukup renyah namun untuk
mencapai kerenyahan tersebut membutuhkan proses penggorengan yang cukup lama
dibandingkan dengan penggorengan dengan daun bayam tua. Hal ini pengaruhi oleh tinggi
atau rendahnya kandungan air yang terkandung di dalamnya.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membuat keripik bayam yaitu pengeringan
bayam setelah dicuci dengan air bersih. Bayam wajib ditiriskan dahulu agar saat dibalut
dengan adonan tepung bisa menempel sempurna pada daun bayam yang telah dipilih.
Bayam yang kering juga akan mempengaruhi hasik kerenyahan keripik bayam setelah
digoreng.

Dalam proses pembuatan keripik bayam ini tidak terdapat proses perendaman daun
bayam dalam larutan apapun namun prinsip penggorengan yang dilakukan sama yaitu
menggunakan metode deep frying. Deep frying adalah metode menggoreng dengan minyak
berjumlah banyak, sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam
minyak panas, dengan demikian proses penggorengan akan lebih cepat dan semua
permukaan makanan akan terkena perlakuan panas yang relatif seragam (Rossel, 2000;
Kurek et al., 2017; Liberty et al., 2019; Zhang et al., 2020). Teknik ini diketahui mampu
menghasilkan produk hasil goreng dengan karakteristik yang disukai, tekstur renyah, warna
menarik, rasa gurih, dan aroma yang khas (Ballard, 2004), namun memiliki kekurangan yang
umumnya mengandung proporsi resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak
bahan pangan dengan minyak goreng selama proses penggorengan (Mallikarjunan et al.,
1997; Funami et al., 1999; Fellows, 2000; Kurek et al., 2017; Liberty et al., 2019; Zhang et
al., 2020).

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan kerenyahan keripik


bayam yang cukup renyah. Kerenyahan yang dihasilkan oleh keripik bayam berasal dari
pasta campuran tepung terigu, tepung kanji dan bahan lainnya. Pati beras dengan adanya
sejumlah air dingin dapat membentuk pasta, tetapi granula-granula patinya akan segera
mengendap secara perlahan dan tidak terdispersi terus menerus. Menurut Herlina (1999)
granula-granula pati akan mengembang karena menyerap air dengan adanya pemanasan,
sehingga tahap selanjutnya yaitu penggorengan menjadi sangat penting dalam menentukan
kualitas keripik daun bayam yang dihasilkan. Fauziah (2019) menyatakan bahwa
kerenyahan suatu produk berkaitan erat dengan kadar air yang dikandung oleh bahan
pangan. Dan Muchtar (2017) menuliskan bahwa produk kering dikatakan memiliki tingkat
kerenyahan yang dapat diterima jika kadar airnya kurang dari 5%, dimana pada kondisi ini
bahan masih bisa dipatahkan berarti produk masih mempunyai kerenyahan yang bagus.

Api yang digunakan tidak terlalu besar ataupun kecil sehingga keripik yang
dihasilkannya pun renyah dengan rendemen 57, 95%. Hal ini disebabkan karena banyak
kandungan air yang terdapat dalam bayam maupun adonan banyak yang teruapkan
sehingga rendemennya cukup rendah. Bobot daun bayam setelah menjadi keripik bayam
pun menjadi cukup ringan. Semakin luas permukaan daun bayam maka panas dari minyak
dapat berhubungan langsung ke pusat bahan sehingga air lebih mudah berdifusi. Menurut
Fellows (1990) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan
penguapan air suatu bahan adalah keseragaman ukuran dan luas permukaan bahan. Pada
proses penggorengan suhu yang tinggi akan memaksa air keluar ke permukaan keripik
bayam dan menguap sehingga kadar air menurun. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Histifarina et.al. (2004) bahwa kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaannya
akan semakin besar dengan meningkatnya suhu penggorengan yang digunakan, sehingga
kadar air yang dihasilkan semakin rendah. Pada proses pengolahan keripik, laju
penghilangan air lebih besar dibandingkan dengan proses penyerapan minyak oleh bahan
yang digoreng. Kadar air yang rendah menurunkan bobot keripik bayam sehingga rendemen
yang dihasilkan semakin rendah.

Warna bayam yang sebelum digoreng yaitu hijau menjadi berubah menjadi kuning
kecoklatan akibat proses penggorengan. Suhu penggorengan merupakan salah satu faktor
yang sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dari proses penggorengan. Suhu
penggorengan sebaiknya mengacu pada karakteristik bahan yang akan digoreng. Suhu yang
terlalu rendah akan menyebabkan bahan tidak masak dan suhu yang terlalu tinggi akan
berdampak pada warna produk menjadi coklat/gosong. Semakin tingginya suhu
penggorengan yang digunakan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (maillard)
sehingga keripik berwarna agak gelap. Reaksi maillard berlangsung karena gula pereduksi
bereaksi dengan asam amino dari protein membentuk senyawa berwarna coklat yang
disebut melanoidin (Davidek et al., 2004). Menurut Eriksson (1981) penyebab reaksi maillard
antara lain adalah suhu dan waktu pemanasan, akan tetapi secara umum suhu tinggi lebih
berpengaruh dari pada waktu pemanasan.

Aroma keripik bayam yang dihasilkan ini menimbulkan aroma khas keripik bayam
dikarenakan ada penambahan bumbu rempah-rempah ke dalama adonan tepung. Menurut
pendapat Muchtadi (1997) bahwa selama dalam penggorengan akan terbentuk berbagai
komponen volatil akibat degradasi komponen bahan pangan oleh panas. Penambahan daun
jeruk purut juga menambah aroma keripik bayam semakin terasa segar dan menciptakan
cita rasa lebih lezat pada keripik bayam.

Daya serap minyak menunjukkan banyaknya jumlah minyak yang dapat terserap oleh
matriks bahan pangan. Daya serap minyak keripik bayam didapatkan hasil yang cukup tinggi
yaitu 56,56%. Minyak dapat terserap dalam keripik sebagai akibat dari penggorengan.
Volume pengembangan keripik yang tinggi meningkatkan daya serap minyak karena rongga
yang terbentuk selama penggorengan akibat pelepasan air dan desakan gas (uap dan
karbon dioksida) besar sehingga rongga yang tersedia untuk diisi minyak juga semakin
banyak (Noorakmar et al., 2012). Semakin kuat komponen dalam keripik mempertahankan
air selama penggorengan, makin sedikit air yang teruapkan dan semakin sedikit minyak yang
terserap. Gelatinisasi pati yang tidak sempurna selama pengukusan juga dapat
mengakibatkan penurunan daya serap minyak karena rongga yang terbentuk tidak
maksimal. Penirisan keripik bayam pada praktikum kali ini juga dilakukan menggunakan alat
spinner. Mesin spinner adalah alat yang digunakan untuk mengurangi kadar minyak suatu
makanan dengan proses penirisan minyak dengan cara diputar pada kecepatan tertentu.
Adonan yang menyatu saat proses penggorengan dapat menurunkan temperatur minyak
sehingga menyebabkan keripik bayam lebih menyerap banyak minyak.
DAFTAR PUSTAKA

Ballard, T. (2003). Application of edible coating in maintaining crispness of


breaded fried foods. Thesis. Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State.
Virginia.

Davidek, J., J. Velisek. and J. Pokomy. (2004). Chemical Changes during


Food Processing. Elsevier

Eriksson, C. (1981). Maillard Reaction in Food : Chemical Physiological and


Technological Aspects. Pergamon Press. Oxford

Fellows, J.J. (1990). Food Processing Technology, Principle and Practise.


Ellis Horwood. London.

Fellows, P. J. (2000). Food Processing Technology: Principles and practice.


2nd edition. CRC Press. USA

Funami, T., Funami, M., Tawada, T., & Nakao, Y. (1999). Decreasing oil uptake
of doughnuts during deep-fat frying using curdlan. Journal of Food Science,
64(5): 883-888

Histifarina, D., D. Musadda, dan E. Murtiningsih. (2004). Teknik Pengeringan dalam


Oven untuk Irisan Wortel Kering Bermutu. Jurnal Hortikultura. 14 (2) : 107 –
112

Kurek, M., Scetar, M., & Galic, K. (2017). Edible coatings minimize fat uptake in
deep fat fried products: A review. Food Hydrocolloids, 71, 225-235

Liberty, J. T., Dehghannya, J., & Ngadi, M. O. (2019). Effective strategies for
reduction of oil content in deep-fat fried foods: A review. Trends in Food
Science & Technology, 92, 172-183.

Muchtadi, T.R. (1997). Teknologi Proses Pengolahan Pangan. IPB-Press. Bogor

Noorakmar, A.W., C.S. Cheow, A.R. Norizzah, A. Mohd Zahid, and I. Ruzaina.
(2012). Effect of Orange Sweet Potato (Ipomoea Batatas) Flour on The
Physical Properties of Fried Extruded Fish Crackers. Int. Food Res. J. 19
(2):657-664

Rossel, J. B. (2000). Frying: Improving Quality. CRC Press LCC. Boca Raton,
USA

Zhang, X., Zhang, M., & Adhikari, B. (2020). Recent developments in frying
technologies applied to fresh foods. Trends in Food Science & Technology,
98, 68-81.

Anda mungkin juga menyukai