Anda di halaman 1dari 15

PEMERIKSAAN KLINIS

SALURAN PENCERNAAN PADA


ANJING DAN KUCING

Kelompok 1:
1.Dhea Nur Hendryanti Khandida (19820109)
2. Rizkika Amalia Trirahayu (19820100)
3. Ditya ariesta (19820097)
4.Luqyana Barda (19820093)
4. Mila Rosa Tus Sakdiah (19820141)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………
Daftar Isi……………………………………………………………………
BAB I Pendahuluan
A.Latar Belakang……………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..
C. Tujuan dan Manfaat…………………………………………………….
BAB II Pembahasan
A. Pemeriksaan Gigi Geligi……………………………………………………
B. Pemeriksaan Rongga Mulut………………………………………………...
C. Pemeriksaan Kerongkongan/Esofagus……………………………………
D. Pemeriksaan Abdomen…………………………………………………….
E. Pemeriksaan Rektum, Anus, dan Sakus Analis…………………………..
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………
4. Daftar Pustaka………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja pemeriksaan klinis saluran pencernaan pada anjing dan kucing?
2. Bagaimana tata cara pemeriksaan klinis saluran pencernaan pada anjing dan kucing?
3. Apa kebermanfaatan pemeriksaan klinis saluran pencernaan pada anjing dan kucing?

1.3 Tujuan dan Manfaat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Gigi Geligi

A. Gigi Geligi

Gigi secara mekanis mengurangi ukuran partikel makanan yang tertelan dengan
menggiling, dan pada saat yang sama meningkatkan luas permukaan makanan untuk
degradasi kimia dan mikrobiologis. Gigi juga digunakan untuk memotong; dengan cara ini
makanan dapat disajikan pertama kali ke mulut. Pada beberapa spesies, gigi berfungsi sebagai
pelindung ketika digunakan untuk menimbulkan luka dan fungsi mengumpulkan makanan
ketika digunakan untuk menangkap dan membunuh hewan lain (Reece dan Rowe, 2017)

Pemeriksaan gigi geligi pada anjing dapat dilakukan untuk mengetahui umur serta
kondisi ada tidaknya keropos pada gigi. Pemeriksaan gigi geligi pada anjing dapat dilakukan
dengan membuka mulut anjing dengan tangan kiri membuka rahang atas dan tangan kanan
membuka rahang bawah. Pada anjing yang masih belum dewasa yaitu dibawah 6 bulan,
kondisi gigi masih memperlihatkan gigi dengan warna putih susu dan pada permukaan atas
gigi masih memiliki tonjolan seperti gong. Sedangkan gigi anjing dewasa memiliki warna
gigi yang agak kekuningan serta permukaan gigi bergeligi (tidak rata) dan tidak ada tonjolan.

Penumpukan plak gigi terus menerus dapat menyebabkan timbulnya karang gigi,
radang pada gusi (ginggivitis), bau mulut, karies pada gigi, hingga menyebabkan tanggalnya
gigi
Sussunan gigi pada anjing :

M3 P3 C1 I3 | I3 C1 P3 M3 M3 P3 C1 I3 | I3 C1 P3 M3

Keterangan: I=insisivus=gigiseri C=kaninus=gigitaring P=premolar=gerahamdepan M =


molar = geraham belakang

Pemeriksaan fisik gigi dan gingiva dilakukan dengan observasi dan menggunakan
dental probe untuk mengevaluasi terbentuknya tartar (kalkulus dentals), terjadinya erosi
gingiva (periodontitis), karies maupun adanya corpora aliena pada gigi geligi. Bentuk dan
kondisi setiap gigi diperiksa untuk mengidentifikasi adanya darah, nanah, maupun benda-
benda asing yang terselip disela-sela gigi. Terjadinya periodontitis ditandai dengan gingiva
yang basah, eritematosus dapat purulen maupun nonpurulen. Sarkoma rongga mulut dapat
ditandai dengan adanya lesi berama merah, ulserasi maupan massa eksofitik.

2. 2 Pemeriksaan Mulut Dan Rongga Mulut

Mulut digunakan terutama untuk mendapatkan, memotong atau menghancurkan, dan


mencampur makanan dengan air liur tetapi juga dapat digunakan untuk memanipulasi
lingkungan (melalui menggenggam benda) dan sebagai senjata defensif dan ofensif (Fails dan
Magee, 2018). Pemeriksaaan mulut bertujuan untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan
pada bibir dan melihat mukosa.

Pemeriksaan fisik pada rongga mulut meliputi pemeriksaan pada bibir, lidah,mukosa
mulut, gigi, gusi (gingiva), palatum durum dan palatum molle, faring tonsil dan beberapa
tanda-tanda klinis yang dapat didentifikasi dari rongga mulut. Nafsu makan menurun
mengindikasi adanya abnormalitas lokal maupun sistemik. Nafsu makan normal namun tidak
bisa makan mengindikasikan adanya kelainan pada rongga mulut dan traktus digesti.
Gangguan mastikasi dapat disebabkan oleh inflamasi (misalnya, stomatitis, gingivitis)
corpora aleina, fraktur madibula, malformasi, gangguan saraf. Gangguan deglugitasi
(menelan) sering tarjadi akibat faringitis atau abnormalitas yang terjadi pada esofagus
(obstruksi, tumor). Hipersalivasi (ptialismus) sering terjadi pada kasus rabies maupun
intoksikasi. pseudoptialismus mengindikasikan bahwa produksi saliva normal. namun hewan
tidak dapat deglugitasi.

A. Pemeriksaan fisik bibir


Pemeriksaan ditujukan untuk mengevaluasi bentuk, simetrisitas, pigmentasi,
inflamasi, lesi maupun massa abnormal, dilakukan dengan observasi dan palpasi. Bentuk
bibir tampak jatuh pada satu sisi pada hewan dengan gangguan paralisis N. Facialis, Anjing
dan kucing yang mengalami penyakit immune-mediated sering menunjukkan terjadinya
depigmentasi pada area mucocutaneus. Lesi bibir juga sering terjadi pada hewan yang
mengalami infeksi pemphigus vulgaris.

B. Pemeriksaan Fisik Mukosa Mulut

Terutama ditujukan untuk mengamati adanya lesi, perubahan wama mukosa (mukosa
mulut normal berwama merah muda), kelembapan normal, capillary refill time, Lesi dapat
berupa lesi yang memang secara primer terjadi pada mukosa mulut, namun juga harus
dicermati bahwa lesi tersebut dapat berkaitan dengan penyakit lain yang bersifat sistemik
(epalitis, pazangmal akut maupun Kronis). Warna mukosa rongga mulut pada umumnya
merah muda, , jika berwarna pucat maka anjing tersebut dapat dikatakan anemia atau
dehidrasi yang dapat diakibatkan oleh beberapa faktor (Patel et al., 2018) warna mukosa
menjadi merah pada kondisi inflamasi; Warna mukosa menjadi kuning pada kondisi ikterus
dan warna mukosa menjadi biru maupun biru kehitaman pada kondisi stanosis

C. Pemerilksaan Pada Palatum Durum dan Palatum Molle, Lidah

Pemeriksaan palatum durum dan palatum molle ditujukan untuk mengetahui adanya
abnormalitas pertumbuhan dari palatum, inflamasi, lesi, erosi maupun corpora aliena.
Pemeriksaan lidah dilakukan untuk mengevaluasi kondisi simetri antara sisi kiri dan kanan,
permukaan dorsal maupun lateral lidah, perubahan warna, inflamasi dan lesi serta adanya
corpora aliena.

Warna lidah normal yaitu rose, permukaan lidah licin-mengkilat dan basah serta tidak
ada kerusakan permukaan pada lidah. Pemeriksaan lidah juga bertujuan untuk menilai apakah
terjadi kelainan kogenital atau tidak dan melihat mukosanya (Bickley 2008).

2.3 Pemeriksaan Abdomen

Abdomen adalah istilah yang dipakai untuk menyebut anggota dari tubuh yang
berada di selang thorax atau dada dan pelvis pada hewan. Dalam bahasa Indonesia umum,
sering pula dikata dengan perut. Anggota yang ditutupi atau dilingkupi oleh abdomen
dikata cavitas abdominalis atau rongga perut. Cavum abdomen dipisahkan dari cavum
thoracalis oleh diafragma (pars muscularis & centrum tendineum) di sisi cranial dan di
caudal oleh cavum pelvis, dilapisi oleh peritonium parietalis pada dindingnya baik
sebagian atau seluruh alat-alat viscera dilapisi oleh peritonium visceralis. Dalam decade
terakhir, aspek teori dan praktis kedokteran hewan telah mengalami perkembangan. Namun
demikian terdapat dua kemampuan intelektual dasar yang tidak ikut mengalami perubahan
yaitu cara menentukan diagnose dan tata laksana yang tepat untuk seekor hewan. Abdomen
dapat diperiksa dengan Teknik inspeksi, palpasi dan pemeriksaan rektal, jika perlu dapat
pemeriksaan dengan teknik perkusi dan auskultasi. Berbagai pemeriksaan tambahan lain
juga dapat dilakukan, misalnya radiografi, ultrasonografi, abdomini parasntesis, endoskopi,
dan laparatomi eksploratif. Pemeriksaan penunjang tersebut dilakukan tergantung pada
haasil pemriksaan fisik yang dilakukan. Pemeriksaan fisik pada regio abdomen merupakan
pemeriksaan yang sangat kompleks karena hamper sebagian besar organ visceral di dalam
rongga abdomen (Lukiswanto et al, 2013)

Pemeriksaan fisik regio abdomen dilakukan pada kedua sisi abdomen dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultadi. Inspeksi abdomen dilakukan untuk mengidentifikasi
terjadinya gangguan abdomen secara regional maupun keseluruhan. Kontur dan pergerakan
diamati, kontur yang ekstrem terlihat denga adanya distensi abdomen yang luar biasa yang
seringkali terjadi pada kasus asites, bunting, dengan jumlah fetus yang banyak ataupun
fetus yang terlalu besar, hepatomegaly, pembesaran organ-organ intraabdominal lainnya
maupun adanya massa intraabdominal (Lukiswanto et al, 2013). Observasi baik dilakukan
saat pasien anjing atau kucing sedang berdiri di atas meja periksa atau pasien diamati saat
melangkah ke ruang atau meja periksa. Pemeriksa perlu mengamati tampilan luar
(conformation) abdomen, karena selain normal, abdomen mungkin teramati membesar atau
sangat membesar, sehingga dinding abdomen teramati mengencang. Pemeriksa dapat juga
mengamati tanda-tanda hewan sedang mengalami nyeri abdomen, antara lain : Berdiri
dengan kaki belakang berada lebih di depan daripada biasanya, sehingga tekanan terhadap
abdomen berkurang, Punggung membusur melengkung ke atas, Pasien berjalan dengan
langkah pendek-pendek, dan Pasien berbaring dengan gaya praying position jika hewan
merasakan nyeri yang tak tertahankan.

Pasien kucing atau anjing yang akan dilakukan perabaan (palpasi) terhadap
abdomennya dibuat berbaring ke sisi kanannya. Posisi berbaring ke sisi kanan membuat
limpa yang ada di sisi kri abdomen akan terdorong ke permukaan, sehingga membuatnya
lebh mudah diperiksa. Pastikan kedua tangan secara lembut mulai dari dorsal dan berjalan
kearah ventral abdomen dengan tujuan agar organ visceral dapat dirasakan oleh jari tangan
kita. Rasa sakit saat palpasi dapat membantu untuk menetapkan organ-organ yang
mengalami abnormalitas. Namun sejatinya lambung anjing dan kucing sangat sulit untuk
dipalpasi, kecuali ada benjolan tumor yang besar di dinding lambung, atau terjadi lambung
memuntir (torsio ventrikulus) sehingga lambung mengalami salah letak (displacement).
Palpasi pada kranial abdomen bermanfaat untuk mengevaluasi lambung, liver, limpa,
pancreas, dan usus halus. Pada area ini memungkinkan kita melakukan palpasi pada
duodenum intestinal loop.

Abdomen kalau diperkusi akan menimbulkan suara yang timpani. Suara yang
muncul tidak bersifat timpani jika lokasi perkusi tepat nerada di atas organ yang tidak
mengandung udara seperti limpa, hati, dan kantung kencing. Abdomen yang terisi cairan
(ascites) jika diperkusi akan mengeluarkan suara redup. Bila akan adanya cairan di dalam
rongga abdomen, maka pemeriksa harus memastikan abdomen kembung di sisi ventral kiri
dan kanan, guna lebih meyakinkan pemeriksa dapat mengetuk salah satu dinding abdomen,
sementara telapak tangan yang lain mera-sakan gelombang cairan akibat ketukan di
dinding sebelah. Untuk melakukan pemeriksaan auskultasi, ruang periksa mesti
dikondisikan setenang mungkin agar suasana menjadi hening, dengan demikian pemeriksa
bisa mendengar suara organ dalam abdomen dengan baik. Suara perut borborigmi tersebut
sebenarnya berasal dari ingesta cair yang bercampur dengan udara saat gerakan peristaltik
berlangsung. Kadang-kadang saking kerasnya, pemeriksa dapat mendengan suara
borborigmus tanpa bantuan alat stetoskop , Suara borborigmi tersebut volumenya bisa
bertambah keras atau melemah. Jika saat melakukan auskultasi, suara borborigmi tidak
terdengar itu merupakan pertanda kurang baik atau abnormal, karena hal tersebut berarti
saluran pencernaan berhenti befungsi (Batan, 2018)

2.4 Pemeriksaan Esofagus/Kerongkongan

Esofagus merupakan bagian dari traktus digesti yang berada diantara oropharyng dan
lambung hewan mamalia. Fungsi utama esofagus adalah membawa ingesta dari cavum oral
menuju lambung (Moore 2008). Esofagus atau kerongkongan membentang dari tekak
(pharynx) ke lambung, melewati rongga dada (thorax) dan menembus diafragma. Pada hewan
dinding esofagus itu tersusun atas 4 lapisan : lamina fibrosa, lamina muskularis, submukosa
dan membrana mukosa (selaput lendir). Pada banyak hewan (sapi, domba dan anjing)
serabut-serabut otot bergaris membentuk otot-otot sirkuler dan longitudinal sepanjang
esofagus, tetapi pada hewan lain (babi), proporsi yang bervariasi dari bagian kaudal esofagus
terdiri dari otot polos (Utami dkk, 2018)

Pemeriksaan esofagus memerlukan observasi dan palpasi. Pengamatan menelan dapat


dengan mudah dievaluasi dengan menawarkan dosis kecil air yang diberikan secara oral.
Hewan yang menunjukkan upaya menelan yang menyakitkan, sering, atau spontan
mengalami disfagia dan harus menjalani pemeriksaan yang lebih komprehensif. Palpasi hati-
hati leher untuk bukti lesi obstruktif merupakan bagian penting dari pemeriksaan. Namun,
lesi di dalam esofagus harus dievaluasi dengan menggunakan radiografi atau gastroskopi.
Tanda-tanda penyakit kerongkongan termasuk regurgitasi; spontan, sering atau menyakitkan
menelan; dan penurunan berat badan. Anjing dengan regurgitasi yang terkait dengan lesi
esofagus sering mengalami pneumonia aspirasi dan faringitis.

Pemeriksaan esofagus terbatas pada evaluasi eksternal dan palpasi ventral leher.
Pengamatan menelan dapat dievaluasi secara sederhana dengan menawarkan (memaksa)
dosis kecil air yang diberikan secara oral. Hewan yang menunjukkan upaya yang
menyakitkan, sering, atau spontan menelan mengalami disfagia dan harus menjalani
pemeriksaan yang lebih komprehensif penyelidikan. Palpasi leher yang hati-hati untuk bukti
lesi obstruktif merupakan hal yang penting bagian dari pemeriksaan. Namun, lesi di dalam
kerongkongan harus dievaluasi dengan penggunaan radiografi atau gastroskopi. Tanda-tanda
penyakit kerongkongan termasuk regurgitasi; menelan spontan, sering, atau menyakitkan;
dan penurunan berat badan. Anjing dengan regurgitasi terkait dengan lesi esofagus sering
mengalami pneumonia aspirasi dan faringitis.

Disfagia orofaringeal telah digambarkan sebagai kesulitan memulai menelan atau


lewat makanan melalui mulut atau tenggorokan, sedangkan disfagia esofagus ditandai dengan
kesulitan mengangkut bahan ke bawah kerongkongan Obstruksi atau penyumbatan seringkali
yang menyebabkan gangguan pada fungsi esofagus (Louis et al, 2018). Obstruksi esofagus
dapat disebabkan karena benda asing, striktura maupun massa (Radlinsky dan Fossum 2019;
Burton dkk 2017). Diagnosis gangguan pada esofagus ditegakkan berdasar riwayat,
pemeriksaan klinis, imaging, dan/ atau endoskopi. Gejala klinis yang paling sering dialami
hewan yang mengalami obstruksi esofagus adalah regurgitasi dan disfagia (Radlinsky dan
Fossum 2019; Archibald 1965).

2.5 Pemeriksaan Rektum, Anus, dan Sakus Analis

Rektum merupakan bagian belakang dari usus kasar (kolon) dan tersambung dengan
anus. Anus terletak pada bagian paling ujung dari Kolon. Sedangkan, Rektum terletak di 5-6
cm sebelum anus. Rektum memiliki garis tengah dan diameter yang beragam, garis tengah ini
bergantung pada ras hewan dan juga ukuran hewan. Rektum diinervasi oleh Nervus pudendus
yang pangkal nya terletak pada medula spinalis khusunya pada sakrum ke 1, 2, dan 3. Selain
itu, Nervus Pudendus juga menginervasi spinchter anal eksterna dan regio perianal.
Sedangkan, Spinchter anal interna di inervasi oleh Plexus Pelvis.

Pemeriksaan saluran pencernaan dilakukan dengan cara digital examination atau


melakukan palpasi rektum dengan jari dan di lakukan dengan memakai sarung tangan, baik
plastik tipis maupun karet atau latex. Pada saat melakukan palpasi perlu diperhatikan warna
dan juga konsistensi dari feses.

Selain pengecekan feses, perlu dilakukan pengecekan fisik rektum dengan cara dirasakan
dan diraba apakah ada penyempitan rectum (striktura) atau adanya perluasan rektum (diver-
tikulum). Pada saat melakukan palpasi dengan jari terhadap rectum, mukosa rectum bisa
diamati saat menarik jari dari rectum dan juga pengecekan reflek spinhcterani. Spinhcterani
yang normal yaitu langsung menutup pada saat pemasangan termometer.

Selanjutnya, Pengecekan pada os pelvis untuk memeriksa adanya fraktur pada tulang
pelvis. Pengecekan kanalis pelvis atau saluran peranakan dengan cara dirasakan
kesimetriannya. Pengecekan penyumbatan saluran pencernaan seperti adanya tumor pada
glandula analis atau tumor/polip pada rektum. Pada anjing bisa diperiksa. berukuran
medium/sedang atau anjing besar, kelenjar prostat yang berada di pangkal penis

Untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk diagnosi yang definitif bisa memerlukan
bantuan peralatan seperti : sonde lambung (gastric tube), esofagoskopi, radiografi (sinar-
X/sinar Röntgen), ultrasonografi (USG), test meal, proktoskopi, dan patologi klinik. Pada
pemeriksaan rectum yang dilakukan dengan bantuan proktoskop/anuskop memerlukan
pembiusan epidural.
Ada gejala klinis tanda utama penyakit anorektal yang dapat terlihat yaitu
Merejan/tenesmus dan berak darah/dischezia merupakan. Dalam pemeriksaan ini, perlu
diperhatikan daerah anal eksternal dan perianal apakah terdapat radang, kebengkakan, atau
tumor pada kripta mukokutaneus junction.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemeriksaan klinis merupakan rangkaian yang penting untuk mencapai diagnosa


definitif, dan pemberian terapi yang paling tepat. Pada pemeriksaan klinis pencernaan
memiliki beberapa rangkaian pemeriksaan mulai dari pemeriksaan gigi geligi seperti jumlah
gigi struktur gigi dan juga pemeriksaan plak atau tartar, rongga mulut meliputi bibir dan gusi,
pemeriksaan esofagus, pemeriksaan abdomen dengan cara palpasi, hingga pemeriksaan anus
dengan cara digital examination. Pemeriksaan klinis bisa dilakukan hanya dengan diamati
dan melakukan palpasi bahkan menggunakan alat penunjang diagnostika klinik seperti
Ultrasonografi (USG), Radiografi (X-ray) dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Baiti Nur. 2020. Diagnosa Klinik Pemeriksaan Saluran Pencernaan

Batan, W.I., 2018. Pemeriksaan Klinik Saluran Pencernaan pada Anjing dan Kucing. Lab
Diagnosis Klinik Veteriner dan Lab Patologi Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran
Hewan. Vol. 1 N0: 33-43
Bickley, Lynn.2008.Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.Jakarta : EGC
Ford RB, Mazzaferro EM. 2006. Kirk and bistner’s handbook of veterinary procedures and
emergency treatment. 8th Ed. Philadelphia. Saunders Elsevier.
Ford RB, Mazzaferro EM. 2012. . Kirk and bistner’s handbook of veterinary procedures and
emergency treatment. 9th Ed. Philadelphia. Saunders Elsevier.
Lukiswanto B dan Yuniarti W.2013. Pemeriksaan Fisik Pada Anjing Dan Kucing.
Surabaya,Indonesia.
Louis WC. Liu, Christopher N. Andrews, David Armstrong, Nicholas Diamant, Nasir Jaffer,
Adriana Lazarescu, Marilyn Li, Rosemary Martino, William Paterson, Grigorios
I. Leontiadis, Frances Tse . 2018 . Clinical Practice Guidelines for the Assessment of
Uninvestigated Esophageal Dysphagia . Journal of the Canadian Association of
Gastroenterology
Louis WC. Liu, Christopher N. Andrews, David Armstrong, Nicholas Diamant, Nasir Jaffer,
Adriana Lazarescu, Marilyn Li, Rosemary Martino, William Paterson, Grigorios
I. Leontiadis, Frances Tse . 2018 . Clinical Practice Guidelines for the Assessment of
Uninvestigated Esophageal Dysphagia . Journal of the Canadian Association of
Gastroenterology
Patel,dkk. 2018. Therapeutic management of leptospirosis in a two dogs: a case report. Int. J.
Curr. Microbiol. App. Sci. 7(3): 2966-2972.
Tri Utami, Tarsisius Considus Tophianong . 2018. LAPORAN KASUS: Penanganan
Obstruksi Esofagus Pada Anjing Labrador Retriever. Jurnal Kajian Veteriner. Vol. 6 No.
2 : 78-84
Utama I, dkk.2017. Prevalensi dan Distribusi Plak Gigi pada Gigi Anjing (Canis familiaris) di
Daerah Denpasar – Bali. Denpasar Bali,Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai