Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat dipengaruhi oleh
pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan
perkembangan iptek, maka metode system pemberian asuhan keperawatan harus
efektif dan efesien. Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan
metode pemberiaan asuhan keperawatan (Marquis dan Huston 1998 143). Dasar
pertimbangan pemilihan model metode asuhan keperawatan yaitu : sesuai dengan
visi dan misi institusi yaitu dasar utama penentuan model pemberian asuhan
keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit. (Dedi, 2020)
Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan yaitu
proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan
keperawatan kepada pasien. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan
masyarakat yaitu tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan
atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Kepuasan dan kinerja
perawat yaitu kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh
motivasi dan kinerja perawat. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antar
perawat dan tim kesehatan lainnya yaitu komunikasi secara profesional sesuai
dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model.
pada proses manajemen keperawatan terdapat langkah pengolahan MAKP yang
terdiri dari data, analisis SWOT, dan identifikasi masalah. pada pembahasan kali
ini kelompok akan menyampaikan mengenai langkah 3 (identifikasi
masalah/analisis masalah) MAKP. (Nursalam, 2014)

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas rumusan masalah yang muncul sebagai berikut :
1. Apa saja langkah 3 MAKP analisis masalah?
2. Bagaimana pembahasan langkah 3 MAKP analisis masalah?

1
3. Bagaimana dasar pertimbangan dalam menentukan masalah?

C. TUJUAN DAN MANFAAT


 Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1. TujuanUmum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan
Manajemen
2. TujuanKhusus
a. Untuk mengetahui dan memahami langkah 3 MAKP analisis
masalah
b. Untuk mengetahui dan memahami pembahasan langkah 3 MAKP
analisis masalah
c. Untuk mengetahui dan memahami dasar pertimbangan dalam
menentukan masalah
 Manfaat makalah ini yaitu :
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun
pembaca adalah untuk menambah wawasan.
2. Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar.
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam
pemberian materi tentang langkah 3 analisis masalah
3. Untuk pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang
makalah langkah 3 analisis masalah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANGKAH 3 MAKP ANALISIS MASALAH (Nursalam, 2015)


1. Ketenagaan ( M1 ) .
a. Jumlah perawat masih belum sebanding dengan jumlah pasien
b. Sebagian perawat belum memahami peran dan fungsinya
c. Pembagian tugas masih belum jelas
d. Kualitas tenaga perawat masih rendah, di mana 5,54 % perawat masih
berlatar pendidikan berlatar pendidikan SPK .
Penyebab :
1) Beban kerja perawat diruangan cukup tinggi
2) Sebagian perawat belum mengikuti pelatihan MAKP
3) Kurangnya kesejahteraan perawat
4) Terbatasnya kuota keperawatan yang melanjutkan pendidikan tiap
tahun
2. Sarana dan prasarana ( M2 )
a. Belum terpakainya sarana dan prasarana secara optimal
b. Nurse station belum termanfaatkan secara optimal
c. Kurangnya kamar mandi , ember sampah pasien , spuit , gliserin , tiang
infus , standar O , dan termometer
Penyebab : ...
1) Sarana administrasi penunjang untuk dokumentasi belum
dimanfaatkan
2) Kurangnya kamar mandi yang memadai
3) Ada tuntutan dari masyarakat untuk melengkapi sarana prasarana

3
3. Metode ( M3 )
a. Penerapan MAKP
1. Kurangnya kemampuan perawat dalam pelaksanaan model yang telah
ada .
2. Hanya sedikit perawat yang mengetahui kebutuhan perawatan pasien
secara komperehensif
3. Job yang kadang - kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik yang
berbeda tingkatannya ( kurang jelas )
4. Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi penerapan
model yang digunakan .
Penyebab : ....
1) Pelaksanaaan Model MPKP sudah dilaksanakan tetapi sosialisasi
kepada semua tim masih kurang
2) Ada perawat yang tidak puas dengan penerapan MAKP
b. Ronde keperawatan
1. Ronde keperawatan adalah kegiatan yang belum dapat dilaksanakan
secara optimal di ruang X
2. Tim yang dibentuk belum mampu dalam pelaksanaan ronde dan
penyelesaian tugas
3. Jumlah perawat yang tidak seimbang dengan jumlah perawat
Penyebab :.......
1) Ronde keperawatan adalah kegiatan yang belum dilaksanakn
secara teratur
2) Karakteristik tenaga yang memenuhi kualifikasi belum rata
3) Jumlah tenaga yang tidak seimbang dengan jumlah tingkat
ketergantungan pasien
c. Sentralisasi obat
1. Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal
2. Selama ini format yang ada masih obat oral dan injeksi , dan yang lain
tercampur pada salah satu dari keduanya

4
3. Selama ini belum ada format persetujuan sentralisai obat untuk pasien
4. Alat - alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah terbatas
5. Teknik sentralisasi obat belum jelas
Penyebab .......
1) Pelaksanaan sentralisasi obat di pandanwangi menggunakan
sistem unit dose dispending namun pada praktiknya masih
menggunakan one day dose
d. Supervisi
1. Belum ada program yang jelas tentang supervisi
2. Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan supervisi
3. Kurangnya program pelatihan dan sosialisasi tentang supervisi
Penyebab : .......
1) Belum mempunyai format yang baku dalm pelaksanaan supervisi
2) Supervisi belum terstruktur dan tidak ada formulir penilaian yang
tetap
3) Belum adanya dokumentasi supervisi yang jelas
e. Timbang Terima
1. Perawat kurang disiplin waktu timbang terima
2. Masalah keperawatan lebih fokus pada penatalaksanaan medis
3. Perawat kesulitan mendokumentasikan timbang terima karena
formatnya kurang sistematis
4. Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga kadang hilang saat akan
dilaporkan
5. Dokumentasi masih terbatas sehingga rencana tindakan belum spesifik
Penyebab :.......
1) Belum ada protap timbang terima diruangan
2) Timbang terima sudah dilakukan dengan baik ( melaporkan
identitas pasien, keluhan utama, DS, DO, MK, Intervensi) tetapi
intervensi masih bersikap umum tidak berdasarkan MK dan
evaluasi tidak lengkap

5
3) Pelaksanaan timbang terima masih belum optimal khususnya dari
shif sore ke malam
f. Penerimaan Pasien Baru
1. Pelaksanaan PPB belum optimal ditinjau dari aspek mekanisme dan
isinya
2. Leaflet belum tersedia
3. Dokumentasi PPB belum terfasilitasi
4. Keterlibatan tim medis dalam menjelaskan penyakit masih kurang
Penyabab :........
1) Tidak ada atau kurangnya tenaga yang berperan khusus dalam
PPB dan pendokumentasian
g. Discharge Planning dan Penerimaan pasien baru
1. Pelaksanaan Discharge Planning belum optimal
2. Tidak tersedianya brosur / leaflet untuk pasien saat melakukan
Discharge Planning
3. Tidak tersedianya anggaran untuk Discharge Planning
4. Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan secara lisan pada setiap
pasien / keluarga
5. Belum optimalnya pendokumentasian Discharge Planning
Penyebab:........
1) Keterbatasan waktu dan tenaga perawat
2) Kurangnya kemauan untuk memberikan pendidikan kesehatan
kepada pasien atau keluarga
h. Dokumentasi keperawatan
1. Sistem pendokumentasian masih dilakukan secara manual ( belum ada
komputerisasi )
2. Belum semua tindakan perawat didokumentasikan
3. Pendokumetasian tidak segera dilakukan setelah melakukan tindakan
tetapi kadang - kadang dilengkapi saat pasien mau pulang atau apabila
keadaan ruang memungkinkan

6
4. Catatan perkembangan pasien kurang berkesinambungan dan kurang
lengkap .
5. Respons pasien kurang terpantau dalam lembar evaluasi
6. Dari 20 rekam medis pasien yang ada , hanya 12 rekam medis dengan
lengkap dan tepat waktu
7. Enam perawat ( 54,5 % ) mengatakan model dokumentasi yang
digunakan menambah beban kerja perawat dan lima perawat ( 45,4 %)
mengatakan model dokumentasi yang digunakan menyita banyak
waktu perawat
Penyebab : .....
1) Dari observasi status pasien, pengisian dokumentasi tidak
lengakap: waktu, nama, jam belum dicantumkan respon pasien
belum terpantau
2) SOP belum maksimal digunakan
3) Pengawasan terhadap sistematika pendokumentasian belum
dilaksanakan secara optimal
4. Prioritas Masalah ( M4 )
a. Ketenagaan
1) Jumlah dan kualitas tenaga perawat masih belum sebanding dengan
jumlah pasien
2) Perawat ruang kurang disiplin
Penyebab :
1) Beban kerja perawat cukup tinggi karena pasien selalu full
b. Sarana prasarana
1. Sarana dan prasarana yang dimiliki ruangan belum terpakai secara
optimal
2. Jumlah peralatan tidak sesuai dengan rasio pasien
Penyebab :
1) ukuran ruangan yang kecil membuat pasien kurang nyaman

7
c. Metode
1. Penerapan Model .
a) Kurangnya kemampuan perawat dalam pelaksanaan model
MAKP yang telah ada
b) Hanya sedikit perawat yang mengetahui kebutuhan perawatan
pasien secara komperehensif
c) Job yang kadang - kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik
yang berbeda tingkatannya ( kurang jelas )
d) Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi
penerapan model yang digunakan
Penyebab :
1) Adanya job keperawatan yang tidak sesuai dengan lulusan
akademik
2. Ronde
a) Ronde keperawatan belum terlaksana secara optimal atau secara
rutin karena kesempatan perawat yang terbatas
b) Tim yang dibentuk hanya cukup mampu membantu dalam
pelaksanaan ronde keperawatan dan penyelesaian tugas yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam ronde keperawatan
c) Pelatihan dan diskusi yang berkaitan dengan masalah yang
terjadi di ruangan telah dilaksanakan tetapi hanya diikuti oleh
sebagian dari perawat ( sekitar 54,5 % ) .
Penyebab :
1) Karakteristik tenaga yang memenuhi kualifikasi belum
merata
3. Sentralisasi Obat
a) Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal
b) Selama ini belum ada format persetujuan sentralisai obat untuk
pasien
c) Alat - alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah terbatas

8
d) Teknik sentralisasi obat belum jelas
Penyebab :
1) Pelaksanaan sentralisasi obat di pandanwangi menggunakan
sistem unit dose dispending namun pada praktiknya masih
menggunakan one day dose
4. Supervisi
a) Supervisi sudah berjalan namun belum optimal , belum ada
uraian yang jelas mengenal supervisi
b) Supervisi di ruangan belum mempunyal format yang baku
Penyebab :
1) Belum dibentuknya format dan standarisasi supervisi yang
baku
5. Timbang Terima
a) Perawat kurang disiplin waktu dalam timbang terima
b) Masalah keperawatan lebih fokus pada diagnosis medis
c) Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga kadang hilang saat
akan dilaporkan
d) Perawat kesulitan mendokumentasikan timbang terima karena
formatnya kurang sistematis
e) Dokumentasi timbang terima masih terbatas sehingga
penyusunan rencana tindakan belum spesifik
Penyebab :
1) Tidak adanya sanksi terkait pelanggaran kedisiplinan
2) Kurangnya kesadarn diri dan pengetahuan untuk
mengangkat diagnosis keperawatan
3) Tidak adanya susunan format yang baku terkait timbang
terima
6. Penerimaan Pasien Baru
a) Mekanisme dan isi PPB belum sesuai .
b) Belum tersedia format dan fasilitas pendukung lainnya .

9
Penyebab :
1) Tidak adanya mekanisme dan isi PBB yang resmi dan
tertulis
7. Discharge Planning
Discharge planning belum terlaksana sesuai dengan standar yang
baku
Penyebab :
1) Tidak adanya dorongan dan pengawasan
8. Dokumentasi
a) Pemahaman dan pengaplikasian perawat tentang format
pendokumentasian kurang benar dan kurang tepat
b) Kurang disiplinnya perawat dalam melakukan dokumentasi
yang komprehensif
Penyebab :
1) Tidak adanya sanksi bagi pelaku indispliner
5. Mutu ( M5 )
a. Keselamatan pasien
Keselamatan pasien ( patient safety ) merupakan suatu variabel untuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang
berdampak terhadap pelayananan kesehatan . Sejak malpraktik menggema
di seluruh belahan bumi melalui berbagai media baik cetak maupun
elektronik hingga ke jurnal - jurnal ilmiah ternama , dunia kesehatan mulai
menaruh kepedulian yang tinggi terhadap isu keselamatan pasien. Program
keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian
tidak diharapkan ( KTD ) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di
rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun
pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat,
penggunaan sarana kurang tepat dan lain sebagainya. Indikator
keselamatan pasien ( IPS ) bermanfaat untuk mengidentifikasi area area

10
pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut,
misalnya untuk menunjukkan :
1. adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu

2. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik


atau terapi sebagaimana yang diharapkan
3. tingginya variasi antar rumah sakit dan antarpemberi pelayanan

4. ketidaksepadanan antarunit pelayanan kesehatan (misalnya,


pemerintah dengan swasta atau urban dengan rural).
b. Kepuasan pasien
Pengukuran dan Analisis Kepuasan Survei kepuasan harus
mempertimbangkan aspek apa saja yang dinilai pasien . Ada empat aspek
yang harus diukur, yaitu atribut jasa layanan kesehatan (kompetensi
klinis, empati, kesediaan menjawab keluhan, responsif, keselamatan,
perawatan (caring), komunikasi, dan lain - lain).
Teknik Pengukuran
Beberapa teknik pengukuran ialah teknik rating, pengukuran
kesenjangan, dan indeks kepuasan.
1. Teknik Rating ( Rating Scale )
Teknik ini menggunakan directly reported satisfaction , simple
rating , semantic difference technique ( metode berpasangan )
2. Teknik pengukuran langsung ( directly reported satisfaction )
Teknik pengukuran langsung menanyakan pasien atau pasien
tentang kepuasan terhadap atribut . Teknik ini mengukur secara
objektif dan subjektif . Objektif bila stimuli jelas , langsung bisa
diamati , dan dapat diukur . Sebaliknya , subjektif bila rangsangan
stimuli sifatnya intangible dan sulit ditentukan , sehingga lebih
dikenal sebagai pengukuran persepsi . Asumsi dasar teknis ini ialah
hasil telaah tentang selisih manfaat dengan pengorbanan atau risiko
yang diantisipasi . Hasil di sini memberikan informasi tenyang mutu
layanan . Instrumen ini ( directly reported satisfaction ) meminta
individu menilai 1) derajat kesukaan , 2) persetujuan , 3) penilaian,

11
4) tingkat kepuasan yang dapat dinyatakan dalam teknik skala. Skala
penilaian bisa ganjil atau genap (rating scale). Dalam penetapan
banyakanya skala genap bisa 1 sampai 4, 6, 8 atau 10. Analisis hasil
dengan skala dapat ditentukan atas nilai rerata dan simpangan
bakunya. Dominan bila kurang dari nilai rerata (bila skala positif,
bila skala negatif diambil lebih dari nilai reratanya). Teknik ini
banyak dipakai pada teori kepuasaan yang menggunakan stimulo
value judgement reaction .
Prosedur metode untuk skala directly reported satisfaction
melalui langkah awal pertama , yaitu tentukan skala standar . Skala
ini bisa berdasarkan nilai skala tengah dari pengukuran dan bisa
dietentukan oleh peneliti berdasarkan tujuannya . Langkah kedua
adalah menghitung nilai rerata . Nilai rerata komposit adalah
penjumlahan nilai skala dari individu yang diamati dibagi jumlah
individu .
3. Metode berpasangan
Metode berpasangan menyediakan beberapa objek yang
harus dinilai, kemudian individu tersebut disuruh memilih
pasangannya. Metode berpasangan sering dipakai karena lebih
mudah menentukan pilihan antarkedua objek pada satu waktu yang
bersamaan. Misal : tingkat tanggap ( response ) perawat tehadap
keluhan pasien.
c. Kecemasan pasien
merupakan reaksi pertama yang muncul atau dirasakan oleh pasien
dan keluarganya di saat pasien harus dirawat mendadak atau tanpa
terencana begitu mulai masuk rumah sakit. Kecemasan akan terus
menyertai pasien dan keluarganya dalam setiap tindakan perawatan
terhadap penyakit yang diderita pasien . Cemas adalah emosi dan
merupakan pengalaman subjektif individual, mempunyai kekuatan
tersendiri dan sulit untuk diobservasi secara langsung. Perawat dapat
mengidentifikasi cemas lewat perubahan tingkah laku pasien. Cemas
adalah emosi tanpa objek yang spesifik, penyebabnya tidak diketahui dan

12
didahului oleh pengalaman baru. Takut mempunyai sumber yang jelas dan
objeknya dapat didefinisikan. Takut merupakan penilaian intelektual
terhadap stimulus yang mengancam dan cemas merupakan respons emosi
terhadap penilaian tersebut. Kecemasan adalah suatu kondisi yang
menandakan suatu keadaan yang mengancam keutuhan serta keberadaan
dirinya dan dimanifestasikan dalam bentuk perilaku seperti rasa tidak
berdaya, rasa tidak mampu, rasa takut, fobia tertentu. Kecemasan muncul
bila ada ancaman ketidakberdayaan, kehilangan kendali, perasaan
kehilangan fungsi - fungsi dan harga diri, kegagalan pertahanan, perasaan
terisolasi.
Teori - Teori Penyebab Kecemasan
Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI ( 1995 ) mengembangkan teori -
teori penyebab kecemasan sebagai berikut.
1. Teori psikoanalisis
Kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara
dua elemen kepribadian yaitu id dan super ego . Id melambangkan
dorongan insting dan impuls primitif , super ego mencerminkan hati
nurani seseorang , sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai
mediator dari tuntutan id dan super ego . Kecemasan berfungsi untuk
memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi .
2. Teori interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal ,
hal ini digubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti
seperti kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang tidak
berdaya . Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat
mudah untuk mengalami kecemasan berat .
3. Teori perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan untuk mencapai tujuan yang diingikan .
Para ahli perilaku menganggap kecemasan merupakan suatu
dorongan, yang mempelajari berdasarkan keinginan untuk

13
menghindari rasa sakit . Pakar teori meyakini bahwa bila pada awal
kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan maka akan
menunjukkan kecemasan yang berat pada masa dewasanya .
Sementara para ahli teori konflik mengatakan bahwa kecemasan
sebagai benturan - benturan keinginan yang bertentangan . Mereka
percaya bahwa hubungan timbal balik antara konflik dan daya
kecemasan yang kemudian menimbulkan konflik
4. Teori keluarga
Gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata
dalam keluarga , biasanya tumpang tindih antara gangguan cemas dan
depresi.
5. Teori biologi
Teori biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
spesifik untuk benzodiasepin. Reseptor ini mungkin memengaruhi
kecemasan .
d. Kenyamanan (nyeri)
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan sistem saraf
untuk mengubah berbagai stimulus mekanis, kimia, termal, elektris
menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat. Nyeri
merupakan suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang akan muncul bila
jaringan tubuh rusak , sehingga individu akan bereaksi atau berespons
untuk menghilangkan mengurangi rangsang nyeri . Nyeri adalah sensasi
subjektif , rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial.
Faktor - Faktor yang Memengaruhi Nyeri
1. Arti nyeri terhadap individu . Persepsi adalah interpretasi pengalaman
nyeri dimulai saat pertama pasien sadar adanya nyeri . Arti nyeri bagi
setiap individu berbeda , bisa dianggap sebagai respons positif atau
negatif .

14
2. Toleransi individu terhadap nyeri . Toleransi nyeri adalah toleransi
seseorang yang berhubungan dengan intensitas nyeri di mana individu
dapat merespons nyeri lebih baik atau sebaliknya .
3. Ambang nyeri . Ambang nyeri adalah intensitas rangsang terkecil
yang akan menimbulkan rangsang nyeri , suatu batas kemampuan
seseorang untuk mau beradaptasi serta berespons terhadap nyeri .
4. Pengalaman lampau . Pengalaman sebelumnya dapat mengubah
sensasi pasien terhadap nyeri .
5. Lingkungan

Lingkungan yang ramai, dingin, panas, lembap meningkatkan


intensitas nyeri individu .
6. Usia
Makin dewasa seseorang maka semakin dapat mentoleransi rasa
sakit
7. Kebudayaan . Norma / aturan dapat menumbuhkan perilaku
seseorang dalam memandang dan berasumsi terhadap nyeri yang
dirasakan
8. Kepercayaan . Ada keyakinan yang memandang bahwa nyeri
merupakan suatu penyucian atau pembersihan dan hukuman atas
dosa mereka terhadap Tuhan .
9. Kecemasan dan stres . Stres dan kecemasan dapat menghambat
keluarnya endorfin yang berfungsi menurunkan persepsi nyeri .
e. Perawatan diri
1. Angka tidak terpenuhinya kebutuhan mandi , berpakaian , dan eliminasi
yang disebabkan oleh keterbatasan diri.
2. Angka tidak terpenuhi kebutuhan diri ( mandi , toilet pada tingkat
ketergantungan parsial dan total )
Persentase kebutuhan perawatan diri pasien :
Jumlah pasien yang tidak terpenuhi kebutuhan diri × 100 %
Jumlah pasien dirawat dangan tingkat ketergantungan parsial dan total.

15
Terdapat enam aktivitas yang diperhatikan dalam perawatan diri
hal makan , BAK / BAB , mengenakan pakaian , pergi ke toilet ,
berpindah dan mandi . Dari enam aktivitas tersebut penilai dapat
mengategorikan pasien kedalam kelompok yang mana .
Kategori tingkat Kemandirian pasien

A Mandiri dalam hal makan , BAK / BAB , mengenakan pakaian ,


pergi ke toilet , berpindah dan mandi
B Mandiri semuanya , kecuali salah satu dari fungsi di atas
C Mandiri , kecuali mandi dan salah satu dari fungsi di atas
D Mandiri , kecuali mandi , berpakaian dan salah satu dari fungsi
di atas
E Mandiri , kecuali mandi , berpakaian , ke toilet dan salah satu
dari fungsi di atas
F Mandiri , kecuali mandi , berpakaian , ke toilet , berpindah dan
salah satu dari fungsi di atas
G Ketergantungan untuk semua fungsi di atas
Keterangan : mandiri berarti tanpa pengawasan , pengarahan , atau
bantuan aktif dari orang lain . Seseorang yang menolak untuk
melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi , meskipun ia
dianggap mampu
f. Pengetahuan pasien
Menurut Notoatmodjo ( 2003 : 121 ) pengetahuan merupakan hasil
" tahu " , dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu objek tertentu . Jadi pengetahuan ini diperoleh dari aktivitas
pancaindra yaitu penglihatan , penciuman , peraba dan indra perasa ,
sebagian basar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga
Pengetahuan / kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang ( Notoatmodjo , 2003 : 121 ) . Penelitian
Rogers (1974) dalam buku pendidikan dan perilaku kesehatan
(Notoatmodjo, 2003 dan Nursalam, 2007) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru , di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan , yaitu :

16
1. awareness (kesadaran) ketika seseorang menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2. interest (tertarik) ketika seseorang mulai tertarik pada stimulus
3. evaluation (menimbang - nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut baginya
4. trial (mencoba) , ketika seseorang telah mencoba perilaku baru
5. adoption (adaptasi), ketika seseorang telah berperilaku baru yang
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus.
Namun, berdasarkan penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahapan di atas . Jika
penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yaitu
dengan didasari oleh pengetahuan , kesadaran dan sikap yang positif ,
maka perilaku itu akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran , perilaku itu
tidak akan berlangsung lama ( Notoatmodjo , 2003 : 121 ) .

B. PEMBAHASAN LANGKAH 3 MAKP ANALISIS MASALAH


1. Timbang Terima
Timbang terima pasien termasuk pada sasaran keselamatan pasien yang
tertuang dalam PMK No. 1691/MENKES/ PER/VI/2011 yang kedua yaitu
peningkatan komunikasi yang efektif. Timbang terima pasien adalah suatu
cara dalam memberikan laporan dari perawat setiap shift sebelumnya baik itu
shift pagi, sore ataupun malam. The Joint Commission USA antara tahun
1995-2006 mencatat dari 25.000-30.000 adverse events di Australia 11%
adalah karena komunikasi yang salah dalam timbang terima (WHO, 2007).
Thh 2009 Agency for Health care Research and Quality survei melaporkan
hampir setengah dari 176.811 (49%) staf rumah sakit yang jadi responden
mengatakan bahwa informasi penting tentang perawatan pasien sering hilang
pada saat pertukaran shift (Lee et al, 2005). Dari penelitian yang dilaporkan
diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi efektif sangat penting dilakukan

17
oleh perawat pada saat timbang terima. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rachman, D., Sadriati, NSS, & Utami, N. (2019) pada tanggal 26 November
2018 di 7 ruangan Rumah Sakit Angkatan Udara dr. M. Salamun, dari hasil
wawancara serta observasi pada saat penulis praktek terlihat bahwa timbang
terima yang seharusnya hanya dilakukan oleh Ketua Tim namun masih juga
dilakukan oleh perawat, timbang terima dilakukan dengan keliling ke
samping tempat tidur pasien pada pagi dan siang hari, namun terkadang pada
malam hari timbang terima dilakukan di nurse station. (Rachman, 2019)
2. Supervisi
Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang berperan untuk
mempertahankan segala kegiatan yang telah terprogram agar bisa dilaksankan
dengan baik dan lancar. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan diperlukan
pengarahan dan pengawasan melalui kegiatan supervisi. Menurut Deming
dalam Robbins (2010) menyatakan bahwa manajer bukan pekerja, manajer
berperan melakukan supervise sebagai sumber utama peningkatan
produktifitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Huton dan Gates (2008)
menyatakan bahwa kepuasan dengan supervisor berhubungan positif dengan
produktivitas kerja. Menurut Wegma da MeCiee dalam Ledvak da Buck
(2008), perawat yang kurang terlatih adalah masalah yang signifikan yang
mempengaruhi produktivitas kerja. Untuk mengatasi hal ini, manajer atau
kepala ruangan ataupun supervisor diharapkan mampu melaksanakan
perannya sebagai perencana, pelatih, pengarah dan pengevaluasi serta sebagai
role model yang dapat dilakukan pada saat pelaksanaan supervisi. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian dari (Pantintingan, Pasinringi. & Anggraeni, nd)
Gambaran Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Universitas Hasamuddin Makasar.
3. Sentralisasi Obat
Sentralisasi obat adalah pengelolaan obat di mana seluruh obat yang akan
diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh perawat
(Nursalam, 2011). Kegiatan sentralisasi obat meliputi pembuatan strategi
persipan sentralisasi obat, persiapan sarana yang dibutuhkan, dan membuat
petunjuk teknis penyelengaraan sentralisasi obat serta pendokumentasian

18
hasil pelaksanan sentralisasi obat. Teori yang dikemukakan Yoga dalam
Nursalam (2007) menjelaskan bahwa sentralisasi obat dapat menguntungkan
bagi perawat dan pasien, sekaligus menunjang kualitas pelayanan
keperawatan. hasil penelitian yang dilakukan oleh Marindy, C. (2018)
Peneliti berpendapat bahwa hampir setengahnya responden puas dengan
sentralisasi hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perawat
melaksanakan sentralisasi dengan tepat, dan pasien menyatakan petugas
memberi informasi nama obat. komunikasi dan kerjasama yang baik oleh
petugas kesehatan kepada pasien dapat meningkatkan kepuasan pasien.
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ketidakpuasan responden sala
satunya komunikasi yang kurang baik sehingga pasien kurang paham obat
apa yang harus diminum dan tidak tahu manfaat obat yang diminum. (Kurnia
Citra, 2018)
4. Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah kegiaatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan.
Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan / atau konselor,
kepala ruangan, dan perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh
anggota tim kesehatan ( Nursalam, 2002 ) .
Penelitian Beniscova ( 2007 ) dalam Kasenda ( 2013 ), menyatakan bahwa
ronde keperawatan sangat penting dalam mengupayakan pasien mendapat
pelayanan yang berkualitas. Ronde keperawatan memungkinkan pasien untuk
mendapat informasi mengenai penyakit, kelanjutan pemeriksaan, proses
keperawatan, rehabilitasi Ronde keperawatan sangat penting bagi pasien dan
perawat karena di dalam kegiatannya terdapat kontak yang terus menerus
antara perawat dengan pasiennya
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustina, V, Mardiono, M, &
Ibrahim, DAF ( 2016 ) di RSUD da. Doris Sylvanus pada tanggal 5-6 Maret
di ruang Aster, Gardenia dan ICCU ronde keperawatan belum dilakukan
secara optimal seperti pembahasan kasus pasien hanya dilakukan oleh

19
perawat ketika timbang terima pasien dan tidak melibatkan pasien ataupun
keluarga. (Agustina, 2016)
5. Discharge Planning
Perencanaan pulang (discharge planning) akan menghasilkan sebuah
hubungan yang terintegrasi yaitu antara keperawatan yang diterima pada
waktu di rumah sakit dengan keperawatan yang diberikan setelah pasien
pulang. Keperawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan
ners di rumah. Namun sampai dengan saat ini, perencanan pulang bagi pasien
yang dirawat di rumah sakit belum optimal dilaksanakan, di mana peran
keperawatan terbatas pada kegiaatan rutinitas saja yaitu hanya berupa
informasi kontrol ulang
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustin, R. (2017). Pada
penelitian tahapan pertama, mengidentifikasi pelaksanaan discharge planning
dan faktor faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya dapat disimpulkan
bahwa pelaksaan discharge planning dalam realitanya yang terlaksana hanya
tahapan - tahapan yang penting saja. Detail - detail kecil perencanaan pulang
seringkali diabaikan pelaksanaannya seperti melakukan pengkajian kebutuhan
pemulangan mulai dari mengkaji kebutuhan belajar pasien,
menginformasikan mengenai aktivitas di rumah, diet yang dianjurkan setelah
berada di rumah, tanda dan gejala yang harus dilaporkan. Kondisi tersebut
disebabkan karena perawat tidak punya cukup banyak waktu untuk
menyampaikan informasi tersebut secara mendetail sesuai dengan kebutuhan
masing - masing pasien dan keluarga.

C. DASAR PERTIMBANGAN DALAM MENENTUKAN MASALAH


1. SFF Matrix
Analisis Data Matrix adalah teknik analisis multivariant yang disebut
‘Principal Component Analysis’. Teknik ini mengkuantifikasi dan menyusun
data yang disajikan dalam Diagram Matrix, untuk menemukan lebih banyak
indikator umum yang akan membedakan dan memberi kejelasan jumlah besar
kompleks informasi saling terkait. Ini akan membantu kita untuk

20
memvisualisasikan dengan baik dan mendapatkan wawasan tentang situasi.
Ciri utama Analisis Data Matrik antara lain :
Keterkaitan antar faktor dalam diagram matriks dihitung secara statistik
sehingga didapatkan tingkat keterkaitan secara kuantitatif.Hampir sama
dengan diagram matrik, bagaimana keterkaitan itu didorong dengan
menggunakan alat-alat statistik.
Penggunaan Analisis Data Matrix
Analisis Data Matrix terutama digunakan untuk:
a. menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi sejumlah item yang
berbeda, untuk menentukan hubungan umum.
b. menentukan apakah atau tidak item logis yang sama juga memiliki efek
faktor yang sama.
c. menemukan kelompok-kelompok barang secara logis berbeda yang
memiliki efek faktor yang sama

Alternatif Matriks Dalam Pemecahan Masalah

Alternatif Berbobot

21
Alternatif yang mungkin didaftarkan, dievaluasi tanpa prasangka,
tanpa memikirkan apakah menarik atau tidak
Mempertimbangkan semua kriteria
Saat suatu penyelesaian yang cocok dapat menyelesaikan masalah, itu
mungkin tidak akan berfungsi kalau sumber tidak tersedia, kalau orang-orang
tidak menerimanya, atau itu menyebabkan masalah baru.
Teknik-teknik di dalam mempertimbangkan alternatif (pilihan):

Analitik Tingkatan Matriks berdasarkan Thomas Saaty 


Daftarkan alternatif-alternatif ke dalam lajur-lajur dan baris-baris sebagaimana
tergambar di dalam matriks. Dimulai dengan Alternatif A, melintasi jalur-jalur di dalam
matriks dan harga setiap alternatif berlawanan satu dengan yang lain.

Jika suatu alternatif berdasarkan Berikan alternatif harga lebih dengan


pertimbangan mempunyai nilai lebih skor 1
dari pada yang lain.

Jika alternatif mempunyai nilai Berikan harga alternatif lebih rendah


kurang dari pada yang lain dengan skor 0
Tambahkan skor untuk setiap baris/alternatif; skor tertinggi adalah harga alternatif
tertinggi tergantung pada kriteria yang Anda gunakan. Di dalam matriks, skor
Alternatif C yang tertinggi, dengan demikian itu adalah alternatif dengan harga
tertinggi.

Matriks SFF: Kecocokan, Kemungkinan&Kelenturan

22
Kecocokan Kemungkinan Kelenturan Total

Alternatif
A
Alternatif
B
Alternatif
C
Alternatif
D
Harga setiap alternatif dengan skala 1-3
 Kecocokan (keserasian): mengacu pada
alternatif itu sendiri, apakah etis atau praktis. Apakah tepat atau penting di
dalam skala? Suatu jawaban yang memadai? Terlalu ekstrim?
 Kemungkinan:mengacu pada
Berapa banyak sumber yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah?
(misalnya, apakah memberikan hasil)
Bagaimana kemungkinan menyelesaikan masalah?
 Kelenturan: mengacu pada
kemampuan Anda menanggapi
akibat yang tidak disengaja, atau terbuka terhadap kemungkinan baru?
Alternatif itu sendiri, apakah Anda dapat mengontrol hasil awal.

Jumlah keseluruhan suatu skor setiap alternatif, bandingkan, prioritaskan


alternatif-alternatif Anda.....
Pilih alternatif terbaik
 Jangan mempertimbangkan setiap alternatif sebagai? penyelesaian
sempurna?
Kalau ada kemungkinan yang tidak menyebabkan masalah pada langkah
pertama.
 Pertimbangkan intuisi Anda,
atau perasaan terdalam di dalam memutuskan suatu bagian kegiatan.
 Kembali ke kepercayaan Anda sebagai orang luar:
Apakah Anda kehilangan sesuatu ?

23
Apakah ia (laki-laki/perempuan) melihat suatu masalah di dalam
penyelesaian Anda?
 Kompromi (persetujuan bersama)
Pertimbangan kompromi jika Anda mempunyai pegangan yang meyakinkan
tentang masalah, dan alternatif Anda. Consider compromise when you have
a full grasp of the problem, and your alternatives. Persaingan penyelesaian
dapat memberi suatu penyelesaian hibrida.

2. Menentukan prioritas masalah


Kita sering menghadapi berbagai macam masalah, namun kita sering
kurang tau masalah yang seharusnya menjadi prioritas utama dan harus
segera diselesaikan. Sebelum kita mencari pemecahan dari suatu masalah,
kita harus mencari penyebab utama serta penyebab lain dari masalah sehingga
dapat menyusun rencana kegiatan yang lebih spesifik dan mampu
menyelesaikan masalah. Menetapkan prioritas dari sekian banyak masalah
kesehatan di masyarakat saat ini merupakan tugas yang penting dan semakin
sulit. Managerkesehatan masyarakat sering dihadapkan pada masalah yang
semakin menekan dengan sumber daya yang semakin terbatas. Metode untuk
menetapkan prioritas secara adil, masuk akal, dan mudah dihitungmerupakan
perangkat manajemen yang penting. Berikut merupakan berbagai metode
yang dapat digunakan:
1) Metode CARL
Metode CARL adalah metode yang cukup baru di bidang kesehatan. Metode
CARL merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan untuk menentukan
prioritas masalah jika data yang tersedia adalah data kualitatif. Metode ini
dilakukan dengan menentukan skor atas kriteria tertentu, seperti kemampuan,
kemudahan, kesiapan, serta pengungkit. Semakin besar skor semakin besar
masalahnya, sehingga semakin tinggi letaknya pada urutan prioritas.
Penggunaan metode CARL untuk menetapkan prioritas masalah dilakukan
apabila pengelola program menghadapi hambatan keterbatasan dalam
menyelesaikan masalah. Metode CARL (Capability, Accesibility, Readness,
Leverage) dengan menggunakan skore nilai 1 – 5.

24
Kriteria CARL tersebut mempunyai arti :
C : Ketersediaan Sumber Daya (dana dan sarana/peralatan)
A : Kemudahan, masalah yang ada diatasi atau tidak Kemudahan
dapat didasarkan pada ketersediaan metode/cara/teknologi
serta penunjang pelaksanaan seperti peraturan atau juklak.
R : Kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran seperti
keahlian/kemampuan dan motivasi
L : Seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain
dalam pemecahan yang dibahas.
Nilai total merupakan hasil perkalian C x A x R x L, urutan ranking atau
prioritas adalah nilai tertinggi sampai nilai terendah.
Contoh Tabel :

2) Metode PAHO - CENDES        


Metode PAHO-CENDES dikembangkan oleh Pan American Health
Organization – Center for Development Studies. Rumus metode tersebut
adalah :
Priority = Magnitude x Importancy x Vulnerability
Cost
Magnitude (M) : besarnya masalah
Importancy (I) : pentingnya masalah
Vulnerability (V) : kerentanannya terhadap cara inervensi
Cost (C) : besarnya biaya.
Magnitude terdiri dari :

25
Severity (S) : berat ringannya masalah tersebut terhadap
masalah kesehatan pada umumnya (semakin
berat, nilai semakin tinggi).
Rate of Increase (RI) : berat ringannya hambatan jika masalah tersebut
tidak segera ditangani (semakin berat
hambatan, nilai semakin tinggi).
Public Concern (Pco) : banyak sedikitnya masalah tersebut menjadi
perhatian masyarakat (semakin menjadi
perhatian, nilai semakin tinggi)
Political Climate (PC) : banyak sedikitnya perhatian politik terhadap
masalah tersebut (semakin menjadi perhatian
politik, nilai semakin tinggi)
Social Benefit (SB) : banyak sedikitnya masalah tersebut
memberikan manfaat sosial jika ditangani, (semakin banyak memberi
manfaat sosial, nilai semakin tinggi)
Contoh Tabel :

BAB III

26
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Terdapat beberapa langkah 3 MAKP analisis masalah yang meliputi
ketenagaan M1, sarana dan prasarana M2, metode M3, prioritas masalah M4, dan
mutu M5 pada langkah tersebut didalamnya terdiri dari Timbang terima,
supervisi, sentralisasi obat, ronde keperawatan, dan discharge planning.
Timbang terima pasien adalah suatu cara dalam memberikan laporan dari
perawat setiap shift sebelumnya baik itu shift pagi, sore ataupun malam. Supervisi
merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang berperan untuk mempertahankan
segala kegiatan yang telah terprogram agar bisa dilaksankan dengan baik dan
lancar. Sentralisasi obat adalah pengelolaan obat di mana seluruh obat yang akan
diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh perawat. Ronde
keperawatan adalah kegiaatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping melibatkan pasien
untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Perencanaan pulang
(discharge planning) akan menghasilkan sebuah hubungan yang terintegrasi yaitu
antara keperawatan yang diterima pada waktu di rumah sakit dengan keperawatan
yang diberikan setelah pasien pulang.
Dan pada makalah ini juga membahas bagaimana cara mengaplikasikan
langkah 3 MAKP analisis masalah, disini kami menggunakan contoh role play
yang terdiri dari timbang terima, supervisi, dan discharge planning.

B. SARAN
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan nantinya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
tentang pembahasan makalah diatas.

DAFTAR PUSTAKA

27
Agustina, V., Mardiono, M., & Ibrahim, Daf (2016). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Sikap Perawat Dalam Pelaksaan Ronde
Keperawatan Di Ruang Mkltele Da Iccu Rsud Da. Doris Sylvanus.
Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 7(1), 224-
228.
Agustin Ratna (2017) Oplimalisasi Pelaksanaan Discharge Planning Melalui
Pengembangan Model Discharge Planning Terintegrasi Pelayanan
Keperawatan. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, (1)
Dedi, B. (2020). Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan: Teori,
Konsep, Dan Implementasi. Jakarta: Trans Info Media
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dam Praktik Keperawatan
Profesional Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dam Praktik Keperawatan
Profesional Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika
Ns. Erika, S.Kep.,M.Kep.(2019). Buku Materi Pembelajaran Manajemen
Keperawatan. Bmp.Uki: Es-040-Mkep-Pk-Vi.
Kurnia Citra. (2018) Hubungan Sentralisasi Obat Dengan Tingkat Kepuasan
Pasien Rawat Inap Ruang Kertabhuni Di Rsud Wahidin Sudiro Husodo
Rachman, D., Sadriati, Nss, & Utami, N. (2019). Sikap Perawat Mengenai
Timbang Terima Pasien Di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. M.Epe.
Jurnal Kesehaatan Aeromedika5(1), 1-8.

28

Anda mungkin juga menyukai