Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2

AMBIGOUS GENETALIA / KELAMIN GANDA

Disusun guna melengkapi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak 2

Dosen Pengampuh : Neti Mustikawati,Ns. Sp.Kep.An

Disusun Oleh :

Euvriel Khonza Diana

201902030039

3B/ Sarjana Keperawatan

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

Tahun Pelajaran 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala Rahmat dan Karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kita semua dapat terus beribadah kepada-Nya dalam
keadaan sehat tanoa kurang suatu apapun. Dengan segala nikmat yang telah Allah
berikan maka saya selaku mahasiswa semester 5 mampu untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Keperawatan Anak 2 dengan baik dan tepat waktu tanpa adanya hambatan
yang berarti.

Kedua, saya ucapkan banyak terimakasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Anak
2 Bu Neti Mustikawati,Ns. Sp.Kep.An. ini karena telah mempercayakan kepada saya
untuk membuat makalah dan membahas materi mengenai “Ambigiouse Genetalia” atau
intersex atau kelamin ganda sehingga menambah wawasan saya lebih dalam mengenai
kelainan-kelianan yang busa terjadi pada anak. Terimakasih kepada orang tua saya yang
telah memberikan fasilitas-fasilitas yang mempermudah saya untuk memngerjakan
tugas ini sehingga saya dapat dengan lancer dalam menyusun makalah.

Yang terakhir, saya memohon maaf apabila didalam penyusunan makalah ini masih
tersapat banyak kesalahan dan kekeliruan karena saya masih belajar untuk terus
mengetahui banyak ilmu-ilmu yang ada dibidang kesehatan ini. Oleh karena itu, saya
selaku penyusun makalah meminta kritik dan saran dari para pembaca untuk diri saya
sehingga kedeoannya saya dapat memnyusun makaah dengan lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................................1

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................3

BAB 1. KONSEP TEORI ......................................................................................................................4

A. Pengertian / Definisi...................................................................................................................4
B. Etiologi / Penyebab.....................................................................................................................5
C. Patofisiologi................................................................................................................................7
D. Klasifikasi ..................................................................................................................................8
E. Manifestasi Klinis/ Tanda Gejala...............................................................................................8
F. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................................10
G. Penatalaksanaan..........................................................................................................................11
H. Komplikasi.................................................................................................................................12
I. Pengkajian fokus........................................................................................................................12
J. Fokus intervensi..........................................................................................................................14
K. Pathways ....................................................................................................................................18

BAB 2. RESUME JURNAL .................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................20

3
BAB 1

KONSEP TEORI

A. Pengertian / Definisi
Pada bayi baru lahir, gangguan diferensiasi seksual timbul sebagai genetalia
ambigu. Keadaan tersebut dapat berupa jenis kelamin perempuan mengalami
biriliasi klitoromegali (penyatuan labia), jenis kelamin laki-laki kurang
mengalami virilisasi mikropenis, tesisi undessenden bilateral, skrotum yang
kurang berkembang atau skorotum bifida, dan Hemafrodit sejati yaitu
ditemukannya baik jaringan testis maupun ovarium.

Ambigiouse genitalia merupakan kelainan langka dimana jenis kelamin bayi


tidak dapat ditentukan secara jelas karena alat kelamin tidak berkembang
sempurna atau tidak memiliki karakterisrik dari kedua jenis kelamin. Dapat juga
terjadi ketidaksesuaian antara organ seksual eksternal dan organ seksual internal

4
atau status seksual secara genetic. Namun, pada umumnya abigouse genetalia
dapat terlihat sejak lahir dan dapat menimbulkan tekanan bagi anggota keluarga
pengidap.(halodoc2019). Ambigouse genetalia merupakan suatu kelainan
perkembangan seks yang atipikal secara kromosomal, gonadal, dan anatomis
yang pada umumnya ditandai dengan adanya organ genetalia eskterna yang tida
jelas laki-laki atau perempuan atau bahkan mempunyai gambaran dari kedua
jenis kelamin tersebut. Anak dengan Ambigiouse Genetalia mengalami
ketidaksempurnaan pada bentuk kelamin luar yang tidak jelas sehingga dalam
menentukan jenis kelamin diperlukan serangkaian pemeriksaan yang memakan
waktu serta biaya. Dicurgai mengidap Ambigouse genetalia apabila alat kelamin
kecil, disebut penis terlalu kecil dan klitoris terlalu besar atau bilamana scorotum
melipat pada garis tengah sehingga tampak seperti labium mayor yang tidak
normal dan gonad tidak teraba. (pdfcoffe2021).

B. Etiologi / Penyebab
Penyebab dari penyakit Amigiouse genetalia kebanyakaan karena kelainan
genetic, namun pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obatan
hormonal pada masa kehamilan merupakan salah satu penyebab karena
pemakaian obat-obatan hormonal yang tidak diperlukan dapat mengakibatkan
paparan selama masa kehamilan sehingga mengakibatkan abnormalitas
perkembangan genetalia.

5
Bagi bayi laki-laki dan perempuan penyebab munculnya Abigious genetalia
berbeda, dimana pada bayi laki-laki ditentukan oleh adanya kromosom Y, selain
itu normalnya pada laki-laki memiliki 22 kromosom tubuh (Autosom) dan 1
pasang kromosom sex atau kelamin yaitu XY. Sedangkan pada perempuan akan
memiliki 22 kromosom autosom dan 1 pasangan kromosom sex yatitu XX.
Sinrom Klinefelter terjadi ketika seorang laki-laki mengalami kelebihan
kromosom X sehingga menjadi XXy dan sindrom turner terjadi ketika
perempuan kekurangan kromosom X sehingga XO. Selain itu juga dapat
dipengaruhi oleh respon janin terhadap hormone seksual laki-laki yaitu
testosterone, oleh karena itu walaupun pementaan kromosom benar tetap dapat
terpengaruhi.(analisis.id.2021)
Dibawa ini merupakan penyebab terjadinya Ambigouse genatalia atau disorder
of sex development (DSD), di antaranya adalah :
1. Pada laki-laki
a. Gangguan perkembangan testis
Perkembangan testis pada janin laki-laki dapat terganggu oleh
factor-faktor tertentu, seperti kelainan genetic atau penyebab lain
yang tidak diketahui.
b. Kekurangan enzim 5A reduktase
Enzim 5A-reduktase berperan dalam proses pembentukan
hormone endrogen yang mendorong perkembangan organ
kelamin laki-laki. Kekurangan enzim tersebut menyebabkan
prosuksi hormone seksual laki-laki menjadi terganggu dan
menyebabkan organ tidak berkembang dengan baik.
c. Sindrom insentivitas terhadap androgen
Kondisi ini sebabkan oleh respon organ kelamin janin laki-laki
yang tidak sensitive terhadap hormone androgen. Meskipun
produksi hormone androgen di testis tidak terganggu, nmum
akibat insentivitas terhadap androgen, perkembangan organ
kelaminnya dapat terganggu.
d. Kelainan pada testis dan tertosteron

6
Testis dan organ kelamin laki-laki lainnya dapat terganggu oleh
berbagai factor, baik berupa gangguan strutur organ, gangguan
produksi hormone, maupun ganggun reseptir hormone tersebut.
2. Pada perempuan
a. Konsumsi obat yang mengandung hormone androgen oleh ibu
hamil
Beberapa obat-obatan ada yang mengandung hormon androgen
sehingga apabila dikonsumsi oleh ibu hamil dapat menyebabkan
Janis perempaun terpapar hormone tersebut. Kondisi ini
menyebakan organ kelamin perempaun pada janin yang sedang
berkembang akan mengandung ciri kelamin laki-laki. Selain itu,
ketidakseimbanagn hormonal ibu juga dapat menyebabkan janin
perempuan terkena hormone yang memicu terjadinya ambigouse
genetalia.
b. Tumor
Tumor yang terjadi pada ibu hamil yang menghasikan kromosom
hormone seksual laki-laki dapat mempengaruhi perkembangan
organ kelamin perempuan.
c. Hyperplasia adrenal kongenital
Hyperplasia adrenal konginetal merupakan suatu kondisi genetic
yang muncul pada ibu hamil yang dapat menyebabkan ibu
memproduksi hormone endrogen berlebih sehingga menyebabkan
kelainan perkembangan seksual pada janin perempuan.

Selain beberapak factor diatas, terjadinya intersex atau ambigious


genitalia pada bayi baru lahir juga bisa terjadi karena beberapa
penyakit, antara lain :
1. Kematian anak yang tidak jelas penyebabnya
2. Kelainan organ kelamin
3. Hiperplasia adrenal konginetal

7
4. infertilitas atau kemandulan, tidak menstruasi, atau tumbuh
rambut berlebih pada wajah
5. mengalami kelainan perkembangan fisik selama masa puber.

C. Patofisiologi
Harus adanya pehamanan mengenai diferensiasi seksual yang normal dan
abnormal sebelum mehamai tentang ambigiouse genitalia, berikut beberapa
proses embrio dan klasifikasi pada ambigiouse genitalia (medicalHospital2016).
1. Embriologi Diferensiasi seksual
Penentuan fenotip seks dimulai dari seks genetic yang diikuti oleh
kaskade, dimana kromsom seks menentukan seks gonad, akhirnya
menentuka fenotip seks. Tipe gonad menentukan diferensiasi atau regresi
duktur internal (milleri dan wolfi). Identitas gender tidak hanya
ditentukan oleh fenotip individu, tetapi jura oleh perkembangan otak
natal dan prenatal.
2. Diferensiasi gonad
Dalam bulan ke dua kehidupan fetus, gonad indeferen di pandu menjadi
tetes informasi genetic yang ada pada lengan pendek kromosom Y
disebut tetes determining factor (DTF) merupakan rangkaian 35-kbp
dalam subband 11,3. Area ini disebut daerah penetu seks pada kromosom
Y (SYR),dimana daerah ini tidak ada atau berubah maka gonad dalam
perkembangan tetes antara lain DAX pada kromosom X. SFI pada gq33,
WTI pada 11p 13, SOX 9 pada 17q24-q25, dan AMH pada 19q 13.
3. Diferensiasi saluran internal
Perkembangan duktus internal pada akibat efek parakrin gonad
ipsilateral. Bila ada jaringan testis, maka ada 2 subtansi produk internal
pada laki-laki yaitu testosterone substansi penghambat milleri (MIS) atau
kromosom anti milerri (AMH).
Testosterone diproduksi sel leydig, testis, merangsang duktus wolfi
menjadi epididymis, vas deferense dan vesikula seminalis. Struktur wolfi
paling tidak berkembang seperti yang diharapkan bila testis atau gonad

8
disgentik sehingga tidak memproduksi testosterone. Kadar testosterone
local yang tinggi penting untuk dferensiasi duktur wolfi namun pada
fetus perempuan androgen ibu saja yang tinggi tidak dapat menyebabkan
deferensiasi duktus internal laki-laki, hal ini juga tidak terjadi pada bayi
perempuan dengan congenital adrenal hyperplasia (CAH).
4. Deferensiasi eksternal
Genitalia kedua jenis kelamin masih identic sampai 7 minggu pertama
gestasi. Tanpa hormone endrogen (testosterone dan dihidrotertosteron-
DHT), genitalia eksterna secara fenotip perempuan. Bila ada gonad laki-
laki, diferensiasi terjadi secara aktif setelah minggu ke-8 menjadi fenotip
laki-laki. Diferensiasi ini dipengaruhi oleh testosterone, yang berubah
menajdi DHT karena pengaruh enzim 5-alfa reduktase dalam sitoplasma
sel genitalia eksterna dan sinusrogenital. DHT diberikan dengan reseptor
ke nucleus. Menyebabkan translasi dan transkripsi material genetic.
Akhirnya menyebabkan perkembangan genetalia eksterna laki-laki
normal. Kemudian pada fase gestasi, testosterone bertanggung jawab
terhadap pertumbuhan falus yang responsive terhadap testosterone dan
DHT.

D. Klasifikasi
(asuhan keperawatan congenital adrenal hyperplasia By; Prodaima, S.Kep,.
Ners)
1. CAH tipe kehilangan garam berat Terjadi karena kekurangan enzim yang
berat, menyebabkan kortisol dan aldosteron yang rendah, dan meningkatkan
androgen.
2. CAH tipe virilisasi CAH tipe ini merupakan hasil kegagalan enzim yang lebih
ringan, menyebabkan rendahnya kadar kortisol, normal atau sedikit rendah kadar
aldosteron, dan tingginya kadar androgen.
3. Non-klasikal CAH Tipe CAH ini ringan dan mungkin tidak ada gejala pada
waktu anak-anak. Gejalanya adalah pertumbuhan yang cepat, tumbuh pubis
lebih awal, masalah tekanan darah, jerawat, dan mudah terkena infeksi.

9
E. Manifestasi Klinis / Tanda Gejala

a. Pada perempuan
1) Terlihat klitoris yang membesar yang sering dikira
sebagai penis
2) Bibir bawah yang tertutup atau seperti lipatan hingga
dikira scorotum
3) Benjolan dibawah kelamin yang dikitra sebagai testis
4) Lubang disekitar saluran kemih (uretra) ada di ssekitar
klitoris
b. Pada bayi laki-laki
1) Saluran kencing tidak sampai ke depan penis ( berhenti
dan keluar ditengah atau dipangkal oenis)
2) Penis sangat kecil dengan lubang saluran kencing dekat
dari scorotum
3) Testis tidak ada atau hanya ada satu buah

10
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
a. serum elektrolit
b. kadar gula darah
c. kadar reseptorandrogen
d. kadar hormone (17-Oh progesterone, Lh, FSH, rasiotestosteron/DHT)
2. Analisa Kromosom
Dua cara yang dapat dilakukan untuk tes ini, yaitu :
a. karyotyping
pemeriksaan genetika untuk memastika bahwa karyotype bayi/anak
adalah XY atau XX atau mungkin yang lain (XO, XXY, atau lainnya)
b. Fluroscent institute hybridization (FISH) analysis
biasnaya digunakan untuk mendeteksi delesi atau adisi kromosom
submiokroskopik (sangat kecil)
selanjutnya dilakuakn pemeriksaan radiologi USG/scaning, biokimia,
genetika, pemeriksaan radiologi diperlukan untuk anatomis alat kelamin
dalam.
3. Tes Biokimia
Untuk melihat jumlah atau aktivitas dari keyprotein. Gen melindungi
kode DNA untuk membuat protein. Sekiranya ada abnormalitas pada
jumlah atau aktivitas dari protein menampakkan signal adanya gen yang
tidak berfungsi secara abnormal. Misalnya, skinning biokimai dapat
mendeteksi bayi yang ada kondisi metabolic seperti bayi ambigious
gentalia karena kekuarangan 5-alfa reduktase.
4. Pemeriksaan laboraturium
a. Pemeriksaan hormonal disesuaikan kebutuhan seperti testosterone, uji
HCG, 17-Oh progesterone
b. Pemeriksaan elektrolit seperti natrium dan kalium
5. Pencitraan
a. USG pelvis untuk pemeriksaan inetrna

11
b. Genitografi untuk menentukan apakah saluran genitalia interna
perempuan ada tau tidak
6. Biospi
Mengambil jaringan kelamin bayi untuk emmenetukan adanya jaringan
ovarium, testis atau keduanya (ovotestis).

G. Penatalaksanaan
1. Lingkup Penanganan Psikososial
Manajemen psikososial pada pasien DSD diantaranya adalah melakukan
gender assignment and reassignment. Gender Assigment (menentukan
identitas kelamin) yang sebaiknya dilakukan pada masa neonates karena
jika semakin lama ditunda dapat menyebabkan risiko terjadinya
penolakan terhadap eksistensi anak penderita DSD oleh kedua orangtua
yang diperkirakana dapat menganggu aspek tumbuh kembang anak
terutama perkembangan organ reproduksi. Selain itu, akan berpengrauh
pula pada prognosis dan pemilihan terapi yang akan menentukan kapan
dilakukannya pemberian terapi hormonal, jenis terapi hormonal, dan
pemilhan waktu yang tepat untuk pembedahan yang dapat menyebabkan
potensi fertilitas dan seksualitas mempengaruhi masa depannya.
Selain itu dapat pula dilakukan gender reasissment (menentukan kembali
identitas kelamin). Dilakukan pada usia 18 bulan, karena jika dilakukan
ketika usia anak-anaka maka penting dilakukan evaluasi karena sudah
terjadi perkembangan perilaku. Konselor merupakan orang yang dapat
berperan penting pada anak dengan DSD karena anak akan mampu
menerima kondisinya saat ini, mampu menjalankan terapi yang
berkesinambngan, serta mendapatkan edukasi mengenai perkembangan
pubertas, seksualitas, dan memungkinkan fertilitas dimasa mendatang.
Selain itu, orangtua juga turut diberikan pendidikan mengenai DSD.
Support groups digunakan untuk membanty timbulnya rasa percaya diri,
saling membantu antar sesame dan meningkatkan kualitas hidup serta
mampu menimbulkan rasa dukungan dari pihak keluarga.

12
2. Lingkup Penanganan Medikamatosa
Penatalaksanaan dalam penanganan medikamtosa adalah dengan
memberikan terapi hormonal sebagai bentuk upaya pemeriksaan dalam
penegakan diagnose DSD sesuai dengan klasifikasinya. Pemberian terapi
hormonal didasarkan atas kebutuhan hormone seks untuk mengisiasi
maturasi pubertas. Jika terlalu lama menunda dapat menimbulkan
hormone keterlambatan perkembangan genitalia, fungsi reproduksi dan
fungsi sesual serta mempengaruhi kualitas hidupnya di masa mendatang.
Jika pasien laki-laki, tujuan pengobatan untuk mendorong perkembangan
maskulinasi dan menekan perkembangan feminisasi. Bila mengara ke
perempuan makan tujuan pengobatan adalah untuk menuju kea rah
feminisasi. Pada congenital adrenal hyperplasia (CAH) diberikan
glukokortikokoid dan hormone untuk retensi garam. Pengobatan dengan
hormone seks biasanya dilakukan ketika masa pubertas dan
glukokortikoid dapat dilakukan lebih awal jika diperlukan.
3. Lingkup Penangana Pembedahan
Terapi pembedahan berupa genitoplasty dapat dilakukan jika diagnosis
sudah ditegakkan dan hasil luaran pasca operasi bermanfaat dalam
menentukan jenis keamin di usia dewasa. Terapi genitosplasy bersifat
irreversible seperti dilakukan nya kastrasi dan resduksi phallus pada
DSD yang akan menjadi wanita dan reaksi utero-vagina pada pria.
Pemilihan terapi pembedahan tidak boleh dilakukan ketika belum
dilakukan pemeriksaan endokrin dan pendekatan terapi psikososial.

H. Komplikasi
Dapat kelainan Ambigious Genitalia / DSD komplikasi yang dapat terjadi
biasanya berhubungan dengan organ reproduksi, anatar lain :
1. Infertilitas / kemandulan
Infertilitas merupakan salah satu penyebab sulitnya psangan untuk
memililiki keturuna. Infertilitas adalah gangguan kesuburan yang terbagi
ke dalam dua kondisi berbeda, yaitu infertilitas primer atau belum

13
terjadinya kehamilan sama seklai. Infertilitas sekunder atau kondisi
yangterjadi setelah kelahiran anak pertama atau pernah hamil namu terus
mengalami keguguran. Infertilitas dapat terjadi pada wanita maupun pria.
2. Gangguan orgasme
Gangguan orgasme atau disfungsi seksual merupakan berkurangnya atau
hilangnya ketertarikan hasrat seksual. Bisa disebabkan karena pemikiran
atau fantasi seksual berkurang, berkurangnya respon terhadap hasrta
seksual, hingga motivasi untuk membangun hasrat seksual hilang
3. Kanker, termasuk kanker testis
Merupakan penyakit ganas yang menyerang tubuh manusia.
4. Gangguan psikis
Gangguan psikis adalah gangguan kejiwaan yang dialami oleh manusia
dengan mempengaruhi hati, pikiran dan perilaku.

I. Pengkajian Fokus
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat kehamilan ibu
1) Penggunaan progesterone atau endrogen pada awal-awal
kehamilan
2) Ibu mengalami virilisasi
3) Riwayat kematian perinatal
4) Gangguan endokrin pada ibu selama kehamilan
5) Derajat maturtas atau prematuritas umur kehamilan
e. Riwayat kesehatan keluarga
1) Adakah riwayat ambigious genetalia pada keluarga
2) Adakah anggota keluarga yang menderita kelianan
urologi

14
3) Adakah keluarga yang mengalami CAH (Hiperplasia
Adrenal Kongenital)
4) Adakah riwayata perkawinan sedarah
5) Perempuan yang amenorrhea atau fertilisas atau juga
pubertas dini
f. Riwayat tumbuh kembang
g. Riwayata psikologis
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Periksa bentuk dada simetris, bentk payudara, pola pernfasan
normal (RR=16-20x/menit)
b. B2 (Blood)
1. Periksa tekanan darah normal, sesuai dengan usia
2. Raba perfusi dan nadi klien dalam batas normal dan teraba
hangat, nadi normal (60-100/mnt)
c. B3 (Brain)
Tidak ditemukan adanya nyeri
d. B4 (Bladder)
1. Posisi meatus uretra tidak normal
2. Pancaran urine lebih pendek
e. B5 (Bowel)
Tidak ada kelainan
f. B6 ( Bon)
Tidak ada kelainan

15
J. Fokus Intervensi
1. Gangguan keseimbangan elektrolit b.d hiponatremia
a. Tujuan : menyeimbangkan kadar cairan dan elektrolit tubuh
b. Kriteria hasil : dalam 2/24 jam kadar natrium normal (135-145
mmol/L), kadar kalium normal (3,5-5,0 mmol/L), tidak terjadi
nausea dan vomitus)
c. Intervensi
1) Pemberian mineral okortikoid
Rasional : mineral okortikoid dapat mensuplay elektolit-
elektolit yang dibutuhkan oleh tubuh dengan cepat.
2) Menjelaskan pada keluarga untuk memberikan ASI (pada
balita)
Rasional : membantu meningkatkan kadar natrium dalam
tubuh
3) Memnerikan makanan dan minuman serta nutrisi yang
cukup
Rasional : menyeimbangkan kadar cairan dan elektrolit
2. Citra diri/ harga diri renda bd ketidakjelasan identitas
a. Tujuan
Penilaian diri tentang penghargaan terhadap diri meningkat
b. Kriteria hasil
Mengungkapkan penerimaan, melakukan perilaku terpuji yang
dapat meningkatkan kepercayaan diri, menunjukkan adaptasi
terhadap perubahan konsep diri dan beradatasi dalam perbuatan
keputusan tentang perencanaan keperawatan
c. Intervensi
1) Denrakan dengan sungguh-sungguh permasalahan yang
dihadapi saat ini
Rasional : mendenfarkan dengan sungguh-sungguh
menunjukkan perhatian dapat lebih efektik
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah pasien

16
2) Tanyakan dengan nma siapa pasien ingin dipanggil
Rasonal : menunjjukkan penghargaan dan pengakuan
personal
3) Diskusikan kebutuhan fisik dan berikan umpan balik yang
realistis serta diskusikan pilihan masa depan
Rasional : memberikan kesempatan untuk memulai
penggabungan perubahan actual dalam suasan yang saling
menerima dan penuh harapan
4) Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek
yang mungkin ditimbulkan dari perubhana diri
Rasional : persepsi klien mengenai perubahan pada citra
diri dapat [erawat galih lebih dalam .
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak adekuatan tubuh
menimpan natrium
a. Tujuan
Memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan tubuh
b. Kriteria hasil
Dalam 2/24 jam pasien memperlihatkan toleransi terhadap
makanan yang diberikna, tidak ada tanda-tanda kelemahan.
c. Intervensi
1) Berikan makanan sedikit taping sering
Rasional : pasien dengan mual akan lebih toleransi
terhadap makanan dalam jumlah sedikit
2) Berikan diet yang lunak dan mudah dicerna namun tinggi
kalori
Rasional : makanan lunak akan lebih mudah dicerna
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang
tepat bagi pasien untuk memperbaiki kesehatan pasien.
Rasional : memberikan asupan yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan dan kapasitas tubuh klien.

17
4. Koping keluarga infeketif b.c kurangnya penegathaun tentang proses
penyakit.
a. Tujuan
Memperbaiki mekanisme koping keluarga
b. Keriteria hasil
Dalam 4/24 jam keluarga menyadari dan menerima keadaan
pasien, keluarga menunjukkan penerimaan terhadap kondisi yang
sedang dialami oleh pasien dan situasi yang kemungkinan akan
dihadapi keluatga, mendiskusikan rencana kedepannya
menyangkut kondisi pasien.
c. Intervensi
1) Menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi pasien
Rasional : agar kelaurga memilki pandangan / gambaran
tentang kondisi pasien
2) Konseling kepada keluarga mengenai permasalahaan yang
sedang dialami dan kemungkinan dihadapi oleh pasien.
rasional : dengan penegathuan yang cukup akan
mengurangi kekhawatiran dan persepsi negatifkeluarga
pasien.
3) Mendiskusikan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan
untuk menghadapi kondisi pasien
Rasional : membantu kelaurga dalam memutuskan
tindakan yang harus dilakukan nanntinya.

18
K. Pathway

Urogenital ridge

Gonad
XY Male
bipotensial

Male sex Testis Ovary Female sex


differentiation diferentiation

XX female

Diferensiasi saluran
Sel sertoli Sel Leydig mulerin (uterus,
faloppian rubes,
servix)

Testosterone Degerenasi sal


MIS wofflian

DHT
Vrilasi genitalia
eksterna (penis,
Degenerasi prostate, scrorotum)

saluran wolffian

19
L. Resume jurnal
1. Judul
Legalitas Perubahan Jenis Kelamin pada Penderita Ambigious Genetalia
di Indonesia.
2. Penulis
Bambang WIdhiatmoko, Edy Suyanto

3. Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah wawasan masyarakat
menegnai penyakit Ambigious Genetalia, penetapan status dan legalitas
perubahan jenis kelamin seseuai dengan aturan dan hukum yang berlaku.
4. Latar belakang
Ambigious genetalia adalah keambiguan jenis kelamin yang dialami oleh
bayi baru lahir dengan perbandingan 1:4500 kelahiran. Banyak penolong
dan orangtua yang memaksakan diri dalam menenatpkan jenis kelamin
anak sebagai identitasnya, akibatnya banyak terjadi kesalahan yang
berimbas pada segala aspek kehidupan si anak, dari kleuarga, social,
masyakaat, pendidikan, mental, fisik dan perilaku anak. Pada anak
dengan penaykit ini mungkin sewaktu kecil tidak terjadi masalah, namun
ketika tumbuh dewasa anak akan mencari identitas diri yang
sebenanrnya. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui medis dengan
menyesuaikan atau memperbaiki alat kelamin.
5. Metode
1) Penentuan jenis kelamin embrional
Terdapat tiga tahapan dalam pembentukan jenis kelamin,
dimana jika aterjadi kegagalan pada salah satunya maka
akan meneyebabkan keambiguan pada kelamin anak.
2) Tahap penentuan jenis kelamin genetic
Ditentukan pada saat konsepsi dan bergantung pada jenis
kromosom seks yang terkandung didalam sperma yang
membuahi.

20
3) Tahap pembentukan jenis kelamin gonadal
Perkembangan menajdi testis atau ovarium
4) Tahap pembentukan jenis kelamin fenotip
Mengacu pada perkembangan genetalia eksterna dan
saluran repsoduksi
5) Gangguan perkembangan genetalia
a) Hemaprodit semu laki-laki (male
Pseudohermaphroditism)
b) Hermaprodit semu perempuan (Female
Pseudohermaprodhititism)
c) Hermaprodit sebenarnya (True hermaphroditism)
6) Dysgenesis gonad merupakan keadaan yang ditandai
dengan tidak adanya testis atau ovarium atau gonad
seperti garis (streacky)
6. Penanganan
a. Terapi hormonal
b. Pembedahan
7. Tindakan setelah pembedahan
Perubahan jensi status
Identitas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi anak hingga
dewasa dalam segala hal, oleh karena itu pemerintah membuatkan UU
nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (pasal 5, pasal 27, pasal
77, pasal 52, pasal 56, dan pasal 1). Menurut Hakim Ronald umbun yang
pernah menyidangkan kasus permohonan ganti kelamin anak ATP di
pengadilan Kelas 1 B Cibinong, Bogod belum ada UU yang mengtur
mengenai pergantian kelamin. Namun, berdasarkan pasal 10 ayat (1) UU
nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan
bahwa pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutuskan suatu perkara yang dianjurkan dengan dalih bahwa hukum
ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksan dan
mengadilinya.

21
DAFTAR PUSTAKA

asri Purwanti, Medical Hospital. (2016). "Disorder of Sex development" Problem yang dihadapi
di Indonesia . Semarang: 2016.

Bambang Wishiatmolo, Edy Suyanto. (2017). Legalitas Perubahan Jenis Kelamin pada Penderita
Ambigious Genetali di Indonesia.

Halodoc, R. (2019, september 6 ). Ambigious Genetalia.

hhttps://www.analisis.id/ambigious-genetalia-informasi-penyakit. (2021, september 24).


ambigious genetalia.

KPane, d. M. (2020, juni 8). Ambigious Genetalia.

PRODALIMA, S. N. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN CONGENITAL ADRENAL HYPERPLASIA.


2018.

TEDYANTO, D. E. (2017). ENSEFALITIS .

22

Anda mungkin juga menyukai