Sistem saluran kemih biasanya steril dari kolonisasi bakteri, tetapi pada uretra yang
berhubungan langsung dengan dunia luar dan dekat dengan perineum pada wanita, tempat
tersebut merupakan tempat yang sangat potensial terhadap kolonisasi mikroba patogen.
Perlindungan alamiah tubuh untuk mencegah menjalarnya infeksi ke saluran kemih bagian
atas (ascending) adalah adanya aliran kemih yang teratur, mekanisme pertahanan dari mukosa
saluran kemih yang berusaha mengeluarkan mikroba patogen dari saluran kemih dimana
mukosa saluran kemih dilapisi oleh mukus yang mampu mencegah perlekatan mikroba dan
diproduksinya IgA sebagai pertahanan lokal pada mukosa untuk mencegah perlekatan
mikroba dan menetralisir toksin yang dihasilkan mikroba, sifat antibakterial dari urin dimana
sifat keasaman dari urin menghalangi tumbuhnya berbagai macam mikroba dan adanya
sphincter yang memisahkan uretra dari kandung kemih dan saluran kemih bagian atas.
Berikut ini beberapa bakteri yang dapat menginfeksi saluran urogenital :
1. Esherichia coli
Klasifikasi
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli terdiri dari ketiga kelompok, yaitu Kelompok Escherichia,
misalnya Escherichia coli, Escherichia freundi, dan Escherichia intermedia.
Kelompok Aerobacter, misalnya Aerobacter aerogenes, dan Aerobacter cloacae.
Kelompok Klebsiela, misalnya Klebsiela pneumonia
Morfologi
Bakteri E. coli ditemukan pada tahun 1885 oleh Theodor Escherich dan diberi
nama sesuai dengan nama penemunya. E. coli merupakan bakteri berbentuk batang
dengan panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer. Volume sel E.
Coli berkisar 0.6-0.7 m3. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus
dengan tepi yang nyata (Jawetz et al., 2008). Bakteri ini tidak mempunyai nukleus,
organel terbungkus membran maupun sitoskeleton.E. coli memiliki organel eksternal
yakni pili yang merupakan filament tipis untuk menangkap substrat spesifik dan flagel
yang merupakan filament tipis dan lebih panjang untuk berenang.Bakteri ini dapat
hidup pada rentang suhu 20-40 0C dengan suhu optimumnya pada 370 C dan
tergolong bakteri gram negatif. Bakteri ini dapat tumbuh pada kondisi aerob dan
anaerob sehingga disebut anaerob fakultatif, walaupun pertumbuhan lebih optimum
pada kondisi aerob. Bakteri ini dapat melakukan pergerakan dan tidak menghasilkan
spora. Komponen dinding sel bakteri E.coli sama dengan bakteri-bakteri yang masuk
ke dalam kelompok Enterobacteriaceae dimana terdapat 3 macam antigen yaitu
antigen permukaan (antigen O), antigen kapsul (antigen K), dan antigen Flagel
(antigen H). Ketiga antigen ini sangat penting dalam menyebabkan infeksi oleh E.coli.
Antigen K pada E.coli berfungsi sebagai faktor virulensi dalam menyebabkan infeksi
saluran kemih.
Pada umumnya, bakteri ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan
E. Coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. Coli tipe O157:H7 dapat
mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah
karena eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan
cara menghilangkan satu basa adenin dari unit 28S rRNA (Zhu et al., 1994) sehingga
menghentikan sintesis protein.Sumber bakteri ini contohnya adalah daging yang
belum masak, seperti daging hamburger yang belum matang.
Diagnosa Laboratorium
Gejala Klinis
Sindrom klinis yang ditimbulkan Gejala klinis yang ditimbulkan oleh strain E.
coli patogen umumnya bertanggung jawab atas tiga tipe infeksi pada manusia, yaitu
infeksi pada saluran pencernaan yang mengakibatkan diare, infeksi saluran kemih,
dan meningitis neonatal. Infeksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada manusia
ditandai dengan manifestasi klinis yang luas mulai dari tanpa menunjukkan gejala
klinis atau asimtomatis sampai terlihat adanya diare berdarah atau tanpa berdarah
(Dutta et al.,2011; Peter et al., 2011). Escherichia coli O157:H7 adalah dapat
menimbulkan penyakit haemorrhagic colitis yang ditandai dengan diare berdarah dan
sindrom uremik hemolitik (HUS) yaitu infeksi saluran kencing. Strain EHEC
memiliki faktor virulensi intimin yang berperan dalam proses penempelan dan
pelekatan pada sel epitel saluran pencernaan yang memproduksi hemolisin sehingga
menimbulkan diare berdarah (Bonyadian et al., 2010). Infeksi E.coli O157:H pada
manusia bersifat verotoksigenik telah menyebabkan 16.000 kasus penyakit melalui
makanan(Food Borne Diseases) dan 900 orang meninggal per tahun di AS Kejadian
wabah tunggal pada tahun 1993 di Western AS telah menyebabkan 700 orang
menderita sakit dan 4 orang meninggal (Sartika dkk., 2005). Infeksi bakteri
Escherichia coli O157:H7 pada manusia ditandai dengan manifestasi klinis yang luas
mulai dari tanpa menunjukkan gejala klinis atau asimtomatis sampai terlihat adanya
diare berdarah atau tanpa berdarah (Dutta etal., 2011; Peter et al., 2011). Manusia
yang terpapar oleh kuman E.coli O157:H7 disebabkan oleh kontak langsung dengan
hewan infektif atau akibat mengkonsumsi makanan seperti daging, buah, sayur, air
yang telah terkontaminasi serta susu yang belum dipasteurisasi (Sartika dkk., 2005).
Penyakit diare masih menjadi masalah utama di Indonesia yang perlu penanganan dan
kajian dari berbagai aspek. Penyebab kesakitan dan kematian akibat diare tidak dapat
diketahui secara spesifik, hal ini dikarenakan sebagian besar diagnosis yang dilakukan
oleh tenaga medis tidak berbasiskan hasil pemeriksaan laboratorium tetapi hanya
berdasarkan diagnosis klinis. Untuk itu pemeriksaan laboratorium sangatlah penting
sebagai penunjang dalam pemeriksaan diare. Beberapa metode konvensional yang
digunakan untuk menentukan adanya bakteri Escherichia coli O157:H7 pada sampel
baik itu makanan, minuman ataupun pada feses penderita antara lain metode biakan
(kultur), uji biokimiawi, dan uji serologis. Metode tersebut mempunyai kelemahan
yaitu membutuhkan waktu yang lama, jumlah sampel yang banyak, dan metode
pembacaan hasil yang tidak tepat. Kelompok utama enterohemoragic yang Infeksi
pada saluran pencernaan yang sering dikaitkan dengan pangan disebabkan oleh
kelompok diarrheagenic E. coli, seperti EHEC, ETEC, EIEC yang bertanggung jawab
terhadap diare akut dan parah, sementara itu kelompok EPEC, EAEC, dan DAEC
berasosiasi dengan diare sedang hingga kronis. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh
kelompok uropathogenic E. coli (UPEC) dan meningitis disebabkan oleh kelompok
neonatal meningitis E. coli (NMEC). Keduanya merupakan jenis infeksi yang terjadi
diluar saluran pencernaan atau dikenal dengan extracelluler pathogenic E. coli
(ExPEC) (Kaper et al. 2004; Croxen dan Finlay 2010).
2. Klebsiella pneuomoniae
Klasifikasi
Kingdom : Bakteria
Phylum : Proteobakteria
Class : Gama Proteobakteria
Family : Enterobakteriaceae
Genus : Klebsiella
Spesies : Klebisiella Pneumonia
Morfologi
Klebsiella sp. termasuk dalam kelompok bakteri coliform. Bakteri ini dapat
ditemukan dimanapun di alam seperti permukaan air, air selokan/air kotor, tanah, juga
pada tanaman, dan dapat pula ditemukan pada permukaan mukosa yang terdapat pada
mamalia. Klebsiella sp. merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang, anaerob
fakultatif, tidak mampu berbentuk spora, non-motil, dan memiliki kapsul polisakarida
yang besar.Gambaran bakteri Klebsiella sp. dengan pengecatan gram ditunjukkan
pada Gambar 1. Pada media Mac Conkey, Klebsiella sp tampak gambaran mukoid
dan membentuk koloni berwarna merah muda, meskipun warna ini kadang tidak
terlihat jelas pada koloni yang sangat mukoid. Bakteri Klebsiella sp. dapat tumbuh
pada kisaran temperatur 12º-43ºC, dengan suhu optimum yaitu 37ºC. Klebsiella sp.
tidak mencairkan gelatin dan tidak memproduksi ornitin dekarboksilase atau
penilalanin deaminase, namun dapat memproduksi lisin dekarboksilase. Hampir
semua Klebsiella sp. memproduksi gas dari glukosa, memfermentasi laktosa, adonitol,
dan inositol, tidak memproduksi indol tetapi memberikan reaksi positif terhadap
voges proskauer, sitrat, urease, dan tes KCN. Hampir semua Klebsiella sp.
menghidrolisis urea namun kemampuan lebih lambat daripada spesies dari golongan
Proteus. Klebsiella jenis K.pneumoniae dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
bakteremia pada pasien-pasien yang immunocompromised dan sering menjadi
penyebab infeksi nosokomial. Pili yang terdapat pada permukaan sel bakteri diduga
sebagai faktor penyebab perlekatan bakteri pada sel uroepitelium.
Diagnosa Laboratorium
Gejala Klinis
Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella pneumoniae adalah napas
cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat
adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2
bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1
tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk
atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada
sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai
kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pneumonia sangat berat,
dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak
dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat ditandai
dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga disertai)
penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam, batuk-batuk, perubahan
karakteristik dahak, suhu tubuh lebih dari 38º C. Gejala yang lain, yaitu apabila pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara napas bronkhial, bronkhi dan leukosit lebih dari
10.000 atau kurang dari 4500/uL. Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan respon
imun rendah, gejala pneumonia tidak khas, yaitu berupa gejala non pernafasan seperti
pusing, perburukan dari penyakit yang sudah ada sebelumnya dan pingsan. Biasanya
frekuensi napas bertambah cepat dan jarang ditemukan demam.
3. Acinetobacter baumanii
Klasifikasi
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Moraxellaceae
Genus : Acinetobacter
Spesies : A.baumannii
Morfologi
Gejala Klinis
Infeksi darah
Infeksi saluran kemih
Pneunomia, infeksi paru-paru
Infeksi pada luka
Gejala akan bervariasi tergantung pada jenis infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Orang mungkin memiliki gejala berikut untuk setiap jenis infeksi.
Infeksi darah :
1) Demam
2) Panas dingin
3) Muntah
4) Kebingungan
Infeksi saluran kemih :
1) Sering perlu buang air kecil
2) Nyeri atau sensasi terbakar saat buang air kecil
3) Darah dalam urin
4) Urin keruh
5) Urin berbau busuk
Pneunomia, infeksi paru-paru
1) Demam
2) Panas dingin
3) Batuk
Infeksi pada luka
1) Kemerahan dan nanah di dalam atau di sekitar luka
2) Demam
3) Nyeri di sekitar luka
Gejala infeksi Acinetobacter dapat muncul di mana saja antara 4 dan 40 hari setelah
seseorang bersentuhan dengan bakteri, tetapi biasanya muncul dalam waktu sekitar 12
hari. Acinetobacter mungkin tidak selalu menghasilkan gejala. Seseorang juga dapat
membawa bakteri ke dalam dan di tubuh mereka tanpa menyebabkan infeksi.
4. Proteus
Klasifikasi
Domain : Bakteri
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Proteus
Spesies : Proteus vulgaris
Proteus mirabilis
Morfologi
Setelah tumbuh selama 24-48 jam pada media padat, kebanyakan sel seperti
tongkat, panjang 1-3 um dan lebar 0,4-0,6 um, walaupun pendek dan gemuk
bentuknya kokus biasa. Dalam kultur muda yang mengerumun di media padat,
kebanyakan sel panjang, bengkok, dan seperti filamen, mencapai 10, 20, bahkan
sampai panjang 80 um. Dalam kultur dewasa, organisme ini tidak memiliki
pengaturan karakteristik : mereka mungkin terdistribusi tunggal, berpasangan atau
rantai pendek. Akan tetapi, dalam kultur muda yang mengerumun, sel-sel filamen
membentang dan diatur konsentris seperti isobar dalam diagram angin puyuh. Kecuali
untuk varian tidak berflagella dan flagella yang melumpuhkan, semua jenis dalam
kultur muda aktif bergerak dengan flagella peritrik. Flagella tersebut terdapat dalam
banyak bentuk dibanding kebanyakan enterobakter lain, normal dan bentuk
bergelombang kadang-kadang ditemukan bersama dalam organisme sama dan bahkan
dalam flagellum yang sama. Bentuk flagellum juga dipengaruhi pH media. Proteus
vulgaris adalah berbentuk batang, Gram-negatif bakteri yang mendiami tractus usus
hewan dan manusia dan dapat patogenik. P. vulgaris membentuk bagian alami dari
flora usus pada hewan dan manusia, dan juga ditemukan dalam tanah dan air. Pada
orang yang sistem ketahanannya tertekan dapat oportunistik patogen, menyebabkan
infeksi saluran kemih, pneumonia atau septicemia. Tidak seperti relatif Proteus
mirabilis, P. vulgaris tidak peka terhadap untuk ampisilin dan cephalosporins.
Diagnosa Laboratorium
Gejala Klinis
ISK ini spektrum gejalanya bervariasi. Tergantung usia, lokasi infeksi, dan
seberapa berat peradangan yang diakibatkan. Pada sebagian anak, ISK tidak
menimbulkan gejala. Bahkan, bisa jadi satu-satunya gejala adalah demam. Bayi
neonatus (usia 30 hari pertama), gejala ISK nya tidak spesifik, bisa berupa apatis, sulit
minum, tampak kuning, gagal tumbuh, muntah, mencret, suhu tubuh menurun atau
naik. Bayi usia 1-12 bulan, gejala dapat berupa demam, penurunan berat badan, gagal
tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, muntah, sakit perut, diare. Pada anak yang
lebih besar, gejalanya lebih spesifik: nyeri ketika berkemih, anyang-anyangan,
ngompol, air kemih keruh, nyeri pinggang, menggigil, demam.
Gambar Proteus
5. Serratia marcescens
Klasifikasi
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteraceae
Genus : Serratia
Spesies : S. marcescens
Nama binomial : Serratia marcescens
Morfologi
• Motil (bergerak)
• Berbentuk batang
• Anaerob fakultatif
• Berdiameter 0,5-0,8 µm dan panjang 0,9-2 µm
• Dapat tumbuh pada suhu 5–40 °C
• Secara alami ditemukan di tanah, air, dan permukaan tanaman
Diagnosa Laboratorium
Serratia marcescens adalah suatu jenis bakteri Gram negatif yang menjadi
salah satu penyebab infeksi nosokomial. Serratia marcescens terlibat dalam infeksi
pada saluran kencing, septikemia, meningitis dan infeksi udara. Untuk memastikan
diagnosa, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berikut :
• Tes darah, untuk mendeteksi tanda infeksi dari kadar sel-sel darah.
• Tes urine, untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada saluran kemih, termasuk
untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi.
• Tes dahak, untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi saluran pernapasan.
• Kultur darah, dahak, atau cairan luka operasi, untuk memastikan keberadaan dan
jenis dari bakteri, jamur, atau parasit yang menyebabkan infeksi.
• Pemindaian CT scan, MRI, USG, atau Rontgen, untuk mendeteksi ada tidaknya
kerusakan dan tanda infeksi pada organ-organ tertentu.
Gejala Klinis
Gejala Umum
• Demam
• Ruam di kulit
• Sesak napas
• Sakit kepala
• Infeksi aliran darah, dengan gejala berupa demam, menggigil, tekanan darah
menurun, atau kemerahan dan nyeri pada tempat pemasangan infus bila infeksi terjadi
melalui pemasangan infus.
• Pneumonia, dengan gejala berupa demam, sesak napas, dan batuk berdahak
• Infeksi luka operasi, dengan gejala berupa demam, kemerahan, nyeri, dan keluarnya
nanah pada luka
• Infeksi saluran kemih, dengan gejala berupa demam, sakit saat buang air kecil, sulit
buang air kecil, sakit perut bagian bawah atau punggung, dan terdapat darah pada
urine
6. Pseudomonas aeruginosa
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadadaceae
Genus : Pseudomonas
Species : aeruginosa
Morfologi
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri batang gram-negatif, dapat
terlihat tunggal atau berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai pendek.
Bakteri ini dapat bergerak. Mempunyai ciri khas bergerak dan berbentuk batang,
berukuran sekitar 0.6 x 2 μm. Umumnya mempunyai flagel polar, tetapi kadang 2-3
flagel. Pseudomonas aeruginosa sering terdapat sebagai flora normal di usus.
Pseudomonas aeruginosa sering terdapat sebagai flora normal di usus. Pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa bersifat aerob obligat. Pada perbenihan membentuk koloni
halus bulat dengan warna fluoresensi kehijauan. Pseudomonas aeruginosa hanya
bersifat patogen bila masuk ke daerah yang fungsi pertahanannya abnormal, misalnya
bila selaput mukosa dan kulit ”robek” karena kerusakan jaringan langsung, pada
pemakaian kateter air kemih atau kateter intravena. Bakteri melekat dan membentuk
kolonisasi pada selaput mukosa atau kulit, menginvasi secara lokal, dan menimbulkan
penyakit sistemik. Proses ini dibantu oleh pili, enzim dan toksin yang dihasilkan oleh
bakteri ini.
Diagnosa Laboratorium
- Spesimen : Spesimen didapat dari lesi kulit, nanah, urin, darah, cairan spinal,
dahak, dan bahan lain harus diambil seperti yang ditunjukkan oleh jenis infeksi.
- Mikroskopis : Batang gram-negatif sering terlihat dalam sediaan apusan.
- Kultur : Spesimen ditanam pada lempeng agar darah dan media diferensial yang
biasa digunakan untuk menumbuhkan batang gram-negatif enterik.
Pseudomonas tumbuh dengan mudah pada kebanyakan media ini, tetapi tumbuh
lebih lambat dibanding bakteri enterik lain. Tidak memfermentasi laktosa dan
dengan mudah dibedakan dengan bakteri lactose-fermenter.
- Koloni : Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi (fried egg
apperance) dan koloni halus dan mukoid yang biasanya didapat dari sekresi
saluran pernafasan dan saluran kemih.
Gejala Klinis
7. Staphylococcus saprophyticus
Klasifikasi
Divisio : Protopyta
Classis : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Micrococcaceae
Genus : Stapylococcus
Spesies : Stapylococcus saprophyticus
Morfologi
Gejala Klinis
8. Enterococcus faecalis
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacili
Ordo : Lactobacilles
Family : Enterococcaceae
Genus : enterococcusumbuha dan
Spesies : Enterococcus faecalis
Morfologi
Diagnosa Laboratorium
Gejala Klinis
Gejala yang timbul antara lain rasa nyeri pada saluran kemih, rasa sakit saat
buang air kecil atau setelahnya, anyang-anyangan, warna air seni sangat pekat seperti
air teh, nyeri pada bagian pinggang, hematuria (kencing berdarah), perasaan tertekan
pada perut bagian bawah, rasa tidak nyaman pada bagian panggul serta tidak jarang
pula penderita mengalami panas tubuh. Kasus asimptomati berhubungan dengan
meningkatnya resiko terjadinya infeksi simptomatik berulang yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal.
Gambar Enterococcus faecalis
9. Chlamydia trachomatis
Klasifikasi
Ordo : Chlamydiales
Famili : Chlamydiaceae
Genus : Chlamydia
Spesies : Chlamydia trachomatis
Morfologi
Diagnosa Laboratorium
• Pemeriksaan Gram
• Kultur
Pemeriksaan menggunakan uji amplifikasi asam nukleat, salah satu cara yang paling
sering dilakukan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR), sampel/spesimen yang
digunakan dapat diambil dari hasil apusan maupun urin.
Gejala Klinis
Gejala mulai timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah terinfeksi. Pada
penis atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan yang tidak disertai nyeri.
Lepuhan ini berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang segera membaik sehingga
seringkali tidak diperhatikan oleh penderitanya. Selanjutnya terjadi pembengkakan
kelenjar getah bening pada salah satu atau kedua selangkangan. Kulit diatasnya
tampak merah dan terasa hangat, dan jika tidak diobati akan terbentuk lubang (sinus)
di kulit yang terletak diatas kelenjar getah bening tersebut. Dari lubang ini akan keluar
nanah atau cairan kemerahan, lalu akan membaik, tetapi biasanya meninggalkan
jaringan parut atau kambuh kembali.
Gejala lainnya :
1. Demam
2. Tidak enak badan
3. Sakit kepala
4. Nyeri sendi
5. Nafsu makan berkurang
6. Muntah
7. Sakit punggung dan infeksi rektum
Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung lama, maka pembuluh getah
bening bisa mengalami penyumbatan, sehingga terjadi pembengkakan jaringan.
Infeksi rektum bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut yang selanjutnya
mengakibatkan penyempitan rektum.
Diagnosa Laboratorium
a. Spesimen
Spesimen darah di ambil umtuk kultur dan spesimen cairan spiral di ambil untuk
smear, kultur dan determinasi kimiawi. Kultur dari swab nasopharynx cocok untuk
survei pembawa materi. Patechiae yang di tusuk yang di ambil pula untuk smear dan
kultur.
b. Smear
Pewarnaan gram dari sedimen cairan spinal atau dari petechial aspirate yang di
sentrifuge, sering menampakkan nesseriae dalam leukosit polimorfonuklearnya atau
secara ekstraselular.
c. Kultur
d. Serologi
Antibodi untuk polisakarida meningococci dapat diukur dengan aglutinasi lateks atau
dengan tes hemaglutinasi atau dengan aktivitas bakterisidalnya. Tes-tes ini hanya
dapat dilakukan di laboratorium yang memadai.
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit meningokokus selama 1-10 hari, pada umumnya < 4
hari.Gejala klinis yang timbul pada meningitis bacterial berupa sakit kepala, lemah,
menggigil, demam, mual, muntah, nyeri punggung, kaku kuduk, kejang, peka pada
awal serangan, dan kesadaran menurun menjadi koma. Gejala meningitis akut berupa
bingung, stupor, semi koma, peningkatan suhu tubuh sedang, frekuensi nadi dan
pernapasan meningkat, tekanan darah biasanya normal, klien biasanya menunjukkan
gejala iritasi meningeal seperti kaku pada leher, tanda Brudzinksi (Brudzinki’s sign)
positif, dan tanda kernig (Kernig’s sign) positif (Batticaca, 2008). Pada pemeriksaan
fisik ditemukan tanda sebagai berikut:
meningokokus. Purpura merupakan gejala dasar yang paling sering pada meningitis
septikemia.
• Tekanan darah menurun disertai dengan gejala syok.
Pada bayi kurang dari satu tahun gejala klinis tidak khas dan sulit dikenali.
Kejadiannya tidak mendadak, ditandai dengan bayi menjadi tidak aktif, muntah,
irritable, tidak mau makan, dan kejang. Tanda klinis kaku kuduk dan ubun-ubun besar
menonjol mungkin dapat ditemukan. Bentuk klinis meningokokus yang jarang
ditemui tetapi lebih parah dan sulit dikenali di luar situasi epidemi adalah septikemia
meningokokus. Gejala timbul secara mendadak, demam dan syok, ruam petekia atau
purpura mungkin awalnya tidak jelas dan tanda meningeal biasanya tidak timbul.
Pada 5-20% kasus, pasien dapat mengalami sepsis meningokokal fulminan dalam
beberapa jam tanpa gejala meningitis. Penyakit meningokokus kadang sulit
didiagnosis karena tanda dan gejala sering mirip dengan penyakit lain. Diagnosis awal
meningitis meningokokus dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis diikuti oleh
pungsi lumbal yang menunjukkan cairan serebrospinal (CSS) purulen. Diagnosis
didukung atau dikonfirmasi dengan menumbuhkan bakteri dari spesimen CSS atau
darah, dengan tes aglutinasi atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
11.Haemophilus ducreyi
Klasifikasi
Domain : Bakteri
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Memesan : Pasteurellales
Keluarga : Pasteurellaceae
Jenis kelamin : Haemophilus
Spesies : ducreyi
Morfologi
Diagnosa Laboratorium
• Adanya satu atau lebih ulkus pada kelamin yang terasa nyeri
• Presentasi klinis, berupa ulkus kelamin dan limfadenopati inguinal (jika ada) yang
khas untuk chancroid
• Hasil pemeriksaan eksudat ulkus negatif pada pemeriksaan PCR HSV atau kultur
HSV
Gejala Klinis
Umumnya gejala pada chancroid diawali dengan munculnya lesi peradangan
berupa papul (benjolan kecil) kemerahan dan nyeri. Dalam waktu beberapa hari,
papul ini dapat terkikis dan membentuk ulkus (kawah) yang dalam dan terasa sangat
nyeri. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian. Tanpa pengobatan, umumnya lesi
pada kelamin dapat membaik secara spontan dalam jangka waktu 1–3 bulan. Namun,
tanpa pengobatan infeksi ini dapat menimbulkan inguinal limfadenopati yang terasa
nyeri. Jika dibiarkan, limfadenopati ini juga bisa berkembang menjadi ulkus yang
dalam.
12.Mycobacterium tuberculosis
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Ordo : Mycobacteriales
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis
Morfologi
Diagnosa Laboratorium
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah :
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
• P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan
radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif.
• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Diagnosis TB Ekstra Paru
• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun
yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2– 4
tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian
atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada
infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena
kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi
BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau
pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Gejala Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul
Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara
ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
DAFTAR PUSTAKA
Escherichia coli :
Klebsiella pneuomoniae :
Brooks. Geo F. et al 2005. Mikrobiologi Kedokteran. 1 st ed. Jakarta. Salemba Medika. P 364-369. (Diakses
tanggal 26 Oktober 2021 pukul 15.00)
Acinetobacter baumanii :
https://id.wikipedia.org/wiki/Acinetobacter_baumannii
Proteus :
https://www.sumberwawasan.com/2019/05/morfologi-dan-patogenesis-proteus-sp.html
https://www.sumberwawasan.com/2019/05/morfologi-dan-patogenesis-proteus-sp.html
https://rsramahadi.co.id/tampil/Infeksi%20Saluran%20Kemih%20Pada%20Anak (Diakses Tanggal 26 Oktober
2021 pukul 17.00)
Serratia marcescens :
https://id.wikipedia.org/wiki/Serratia_marcescens
https://www.alodokter.com/infeksi-nosokomial (Diakses tanggal 26 Oktober 2021 pukul 13.00)
Pseudomonas aeruginosa :
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjd-
dmMwuXzAhWIfH0KHf5LBCMQFnoECAIQAQ&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id
%2F50789%2F3%2FRasyidia_Laksmita_22010112140113_BAB_II.pdf&usg=AOvVaw13vEKe_2P9k9dHOba
9FkQQ
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwip14WPwuXzAhV0uksFHWD6
BpkQFnoECCoQAQ&url=http%3A%2F%2Feprints.umm.ac.id%2F39542%2F3%2FBAB
%25202.pdf&usg=AOvVaw10hUe1qnDnhRxxBHz8PF43 (Diakses tanggal 25 Oktober 2021 pukul 19.00)
Staphylococcus saprophyticus :
http://eprints.ums.ac.id/16819/3/BAB_I.pdf
https://id.thpanorama.com/articles/biologa/staphylococcus-saprophyticus-caractersticas-taxonoma-morfologa-
patogenia.html (Diakses tanggal 26 Oktober 2021 pukul 08.00)
Enterococcus faecalis :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Enterococcus_faecalis
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/06/peranan_enterococcus_faecalis2.pdf&ved=2ahUKEwiIxPfgwOXzAhUVb30KHearCz
UQFnoECBIQBg&usg=AOvVaw1kvhtCLxigzihr14YE0rH-
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30881/170100145.pdf
%3Fsequence%3D1%26isAllowed
%3Dy&ved=2ahUKEwiM_f2BwuXzAhXPfn0KHeqzAGQQFnoECBYQAQ&usg=AOvVaw3tj6715Wa9CSnF
4efiQ-D5 (Diakses tanggal 25 Oktober 2021 pukul 20.00)
Chlamydia trachomatis :
https://id.scribd.com/presentation/359315315/Chlamydia-Trachomatis
Neisseria meningtidis :
http://scholar.unand.ac.id/71238/2/BAB%20I.pdf
https://p2k.unkris.ac.id/id6/3065-2962/Neisseria-meningitidis_250160_p2k-unkris.html
Uswandi, Lutfiana Ulfah. Identifikasi Pola Bakteri Pada PasienInfeksi Saluran Napas Atas Pada Orang Dewasa
Di Puskemas Ciputat Tangerang Selatan Pada Tahun 2016. BS thesis. FKIK UIN Jakarta. (Diakses tanggal 26
Oktober 2021 pukul 19.00)
Haemophilus ducreyi :
https://id.thpanorama.com/articles/biologa/haemophilus-ducreyi-caractersticas-morfologa-cultivo-patologa.html
Mycobacteroum tuberculosis :
https://yki4tbc.org/news-default/531-tahu-tb-tbc-pada-saluran-kemih,-apakah-mungkin.html
https://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf
NIM : P27834020019
A. Escherichia coli
B. Shigella flexneri
C. Salmonella typhosa
D. Serratia marcescens
E. Pseudomonas aeruginosa
Jawaban : A. Escherichia coli
NIM : P27834020024
Pada orang yang mengalami luka (kulit robek karena kerusakan jaringan langsung)
dan orang yang memakai kateter intravena berisiko mengalami infeksi oleh bakteri..
A. Haemophilus ducreyi
B. Pseudomonas aeruginosa
C. Enterococcus faecalis
D. Enterobacter aerogenes
E. Klebsiella pneuomoniae