Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dapat
terselesaikannya bahan ajar rekam medis dan informasi kesehatan. Bahan ajar ini
bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam memahami penggunaan dan
pengembangan konsep-konsep baru agar lebih terarah. Kami berharap bahwa bahan
ajar ini juga dapat menambah referensi bagi mahasiswa rekam medis dan informasi
kesehatan.
Dalam bahan ajar ini memuat tentang uraian materi-materi yang berkaitan
dengan “rekam medis dan informasi kesehatan”. Selain itu untuk memudahkan
pemahaman juga terdapat rangkuman. Dukungan bahan ajar yang digunakan dengan
materi yang tersedia pada laman web yang mudah diakses dengan memberikan
banyak pilihan menu yang berkaitan dengan materi. Kami berusaha menyusun bahan
ajar rekam medis dan informasi kesehatan sehingga dapat menjalankan tugas dengan
lebih komunikatif dan optimal.
Akhirnya, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan bahan ajae ini, semoga dapat memberikan andil dalam
kemajuan rekam medis dan informasi kesehatan bagi mahasiswa untuk mempelajari
rekam medis dan informasi kesehatan. Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan baha ajar ini. Untuk itu, kritik dan saran bagi
kesempurnaan bahan ajar ini sangat kami harapkan. Semoga bahan ajar ini dapat
memberikan manfaat bagi pembentukan ketrampilan bagi mahasiswa mengenai
rekam medis dan informasi kesehatan.
Penulis
Daftar Isi
Halaman
Halaman Sampul …………………………………………………………….. 1
Kata Pengantar ………………………………………………………………. 2
Daftar Isi ………………………………………………………………………. 3
Pendahuluan …………………………………………………………………. 4
BAB 1
Sejarah dan perkembangan akreditasi di Fasyankes
Pendahuluan …………………………………………………………….. 6
Uraian Materi …………………………………………………………….. 6
BAB 2
Konsep Dasar Akreditasi Fasyantes
Pendahuluan …………………………………………………………….. 22
Uraian Materi ……………………………………………………………… 22
BAB 3
Penyusunan SOP dan Kebijakan di Fasyankes
Pendahuluan …………………………………………………………….. 38
Uraian Materi ……………………………………………………………… 38
BAB 4
Penyusunan Pedoman Pelayanan Rekam Medik di Fasyankes
Pendahuluan …………………………………………………………….. 55
Uraian Materi ……………………………………………………………… 55
BAB 5
Manajemen Risiko di Uunit Rekam Medik
Pendahuluan …………………………………………………………….. 70
Uraian Materi ……………………………………………………………… 70
BAB 6
Standar Pelayanan Minimal Rekam Medik
Pendahuluan …………………………………………………………….. 86
Uraian Materi ……………………………………………………………… 86
BAB 7
Penyelenggaraan Rekam Medis Manual dan Komputerasasi
Pendahuluan …………………………………………………………….. 102
BAB 8
Alur dan Prosedur Pelayanan Rekam Medis
Pendahuluan …………………………………………………………….. 118
Uraian Materi ……………………………………………………………… 118
BAB 9
Alur Dan Prosedur Pelayanan Pasien
Pendahuluan …………………………………………………………….. 134
Uraian Materi ……………………………………………………………… 134
BAB 10
Sistem dan Subsistem Rekam Medis
Pendahuluan …………………………………………………………….. 147
Uraian Materi ……………………………………………………………… 147
BAB 11
Indeks Penyakit dan Tindakan
Pendahuluan …………………………………………………………….. 155
Uraian Materi ……………………………………………………………… 155
BAB 12
Sistem Retensi, Penjajaran RM, Penyusutan Pemusanahan,
Pengambilan Kembali (retrival), Tahapan Menjaga Kerahasiaan dan
Keamanaan Data
Pendahuluan …………………………………………………………….. 168
Uraian Materi ……………………………………………………………… 168
BAB 13
Sistem dan Subsistem Rekam Medis (Registrasi: Penomoran,
Penamaan, Master Patient Index)
Pendahuluan …………………………………………………………….. 177
Uraian Materi ……………………………………………………………… 177
BAB 14
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Pendahuluan …………………………………………………………….. 194
Uraian Materi ……………………………………………………………… 194
BAB 15
Penilaian Akreditasi Rekam Medis Rumah Sakit
Pendahuluan …………………………………………………………….. 244
Uraian Materi ……………………………………………………………… 244
BAB 16
Standar Dan Instrumen Akreditasi Puskesmas (SIAP)
Pendahuluan …………………………………………………………….. 267
Uraian Materi ……………………………………………………………… 267
BAB 17
Elemen Penilaian Manajemen Informasi Rekam Medik di Puskesmas
Pendahuluan …………………………………………………………….. 281
Uraian Materi ……………………………………………………………… 281
PENDAHULUAN
Manajemen Rekam Medis dan Kesehatan
BAB 1
Sejarah dan Perkembangan
Akreditasi di Fasyankes
Pendahuluan
Kepemimpinan transformasional dianggap sebagai model kepemimpinan yang
paling mutakhir saat ini sehingga dapat Saudara terapkan sebagai pemimpin di organisasi
Rukun Tetangga. Adapun pada kesempatan kegiatan belajar 1, Saudara dapat mempelajari
konsep dasar tentang kepemimpinan transformasional tersebut. Istilah transformasional
berinduk dari kata to transform, yang bermakna mentransformasilkan atau mengubah sesuatu
menjadi bentuk lain yang berbeda. Seorang pemimpin transformasional harus mampu
mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan
yang bermakna sesuai dengan target yang telah ditentukan. Sumber daya dimaksud berupa
Sumber daya manusia, Fasilitas, dana, dan faktor eksternal organisasi. Adapun indikator
kepemimpinan transformasional yaitu: pembaharu, memberi teladan, mendorong kinerja
bawahan, mengharmoniskan lingkungan kerja, memberdayakan bawahan, bertindak atas
sistem nilai, meningkatkan kemampuan terus menerus, dan mampu menghadapi situasi yang
rumit (Sudarwan Danim dan Suparno, 2009: 62).
Uraian Materi
A. Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes)
1. Pengertian Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes)
Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau biasa dikenal dengan fasyankes adalah Suatu
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
danf atau masyarakat.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan menyelenggarakan pelayanan kesehatan berupa:
1. Pelayanan kesehatan perseorangan; dan/atau
2. Pelayanan kesehatan masyarakat.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tersebut juga memliki 3 tingkatan pelayanan yang terdiri
dari :
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama
Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan
kesehatan dasar
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat kedua
Pada fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat kedua memberikan pelayanan kesehatan
spesialistik.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga
Sedangkan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga memberikan
pelayanan kesehatan subspesialistik.
Adapun jenis-jenis dari pelayanan kesehatan yang terdiri atas:
1. Tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan;
2. Pusat kesehatan masyarakat;
3. Klinik;
4. Rumah sakit;
5. Apotek;
6. Unit transfusi darah;
7. Laboratorium kesehatan;
8. Optikal;
9. Fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; dan
B. Perizinan Fasyankes
Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki izin yang diberikan
setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Izin
tersebut diberikan oleh gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Untuk
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tertentu, izin diberikan oleh Menteri. Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tertentu berupa:
1. Rumah sakit kelas A;
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan melalui kegiatan penanaman
modal asing;
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan pelayanan yang bersifat kompleks;
dan
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bersifat nasional atau merupakan rujukan
nasional.
Perizinan tersebut harus mempertimbangkan ketentuan mengenai penentuan jumlah dan
jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penyelenggaraan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
C. Penyelenggaraan Fasyankes
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki sistem tata kelola manajemen dan
tata kelola pelayanan kesehatan atau klinis yang baik. Penanggung jawab Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib memasang papan nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan
jenisnya. Papan nama tersebut harus memuat:
1. Jenis dan nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
2. Nomor izin dan masa berlakunya.
Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa praktik mandiri Tenaga Kesehatan, papan
nama harus memuat:
1. Nama lengkap,
2. Gelar dan/atau
3. Jenis Tenaga Kesehatan,
4. Waktu praktik, dan
5. Nomor izin praktik.
Papan nama tersebut harus dipasang pada tempat yang mudah dilihat. Setiap Fasilitas
Pelayanan Kesehatan wajib melaksanakan sistem rujukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat dimanfaatkan sebagai
tempat atau wahana pendidikan bagi Tenaga Kesehatan, serta tempat penelitian dan
pengembangan di bidang kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
1. Memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
2. Meningkatkan mutu penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
3. Mengembangkan sistem rujukan pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif.
Pembinaan tersebut dilaksanakan melalui:
1. Komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat.
2. Advokasi dan sosialisasi; dan
3. Monitoring dan evaluasi.
E. Pengertian Akreditasi
Akreditasi menurut Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 merupakan proses pengamatan
yang dilakukan terhadap pelayanan kesehatan yang berpartisipasi untuk memenuhi kriteria
dan standar akreditasi yang telah ditentukan. Akreditasi ini dilaksanakan oleh lembaga
akreditasi yang professional.Tujuan utama akreditasi adalah untuk pembinaan peningkatan
mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem
manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan klinis, serta penerapan manajemen
risiko dan bukan sekedar penilaian mendapatkan sertifikat akreditasi.
Berdasarkan beberapa pustaka lainnya akreditasi merupakan kompetensi suatu lembaga
dalam melakukan kegiatan berupa pengakuan formal yang diberikan oleh badan akreditasi
terhadap kesesuaian tertentu. Akreditasi merupakan kegiatan yang mengkaji semua hal
sebagai bagian dari proses. Hal yang dikaji berkaitan dengan struktur yang ada didalamnya
(Poerwarni dan Evie, 2006) Tujuannya untuk peningkatan standar yang berkelanjutan dan
berkesinambungan (Accreditation Commision for Health Care, 2016). Hasil penelitian Shaw
et. al (2014) pada 73 rumah sakit di Eropa menunjukkan bahwa akreditasi berpengaruh
terhadap manajemen mutu dari pelayanan yang diberikan. Akreditasi sangat berkaitan
utamanya dalam hal kepemimpinan klinis dan sistem keselamatan pasien.
Secara ringkas, dapat disimpulkan akreditasi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan
untuk mendapatkan pengakuan formal terhadap pencapaian suatu standar. Pencapaian
tersebut utamanya berupa peningkatan mutu dan kinerja yang berkesinambungan. Status
yang ditetapkan sesuai dengan pencapaian dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut.
Selain pengertian akreditasi menurut Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 terdapat juga
bebrapa pengertian lain dari akreditasi. Menurut ensklopedia nasional akreditasi adalah suatu
bentuk pengakuan yag diberikan oleh pemerintah untuk suatu lembaga atau institusi.
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI, akreditasi rumah sakit adalah pengkuan oleh
pemerintah kepada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang telah ditentukan.
Akreditasi merupakan suatu proses dan hasil untuk menilai dan menentukan status mutu
berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan. Pengukuran kualitas pelayanan dengan
metode akreditasi telah diterapkan diberbagai negara sebagai salah satu alat ukur untuk
memastikan kualitas layanan dan penggunaan sumber daya yang efisien dan efektif
(Sudarso, 2010).
Adapaun pengertian akreditasi lainnya:
1. Akreditasi Pelayanan Kesehatan
Proses penilaian diri dan penilaian eksternal yang digunakan oleh organisasi
kesehatan untuk menilai tingkat kinerja mereka dalam kaitannya dengan standar yang
ditetapkan dan menerapkan cara-cara untuk peningkatan berkelanjutan (Spath, 2009).
2. Akreditasi Rumah Sakit
Akreditasi rumah sakit merupakan suatu proses dimana suatu lembaga, yang
independen, melakukan asesmen terhadap rumah sakit. Tujuannya adalah menentukan
apakah rumah sakit tersebut memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki
keselamatan dan mutu pelayanan. Standar akreditasi sifatnya berupa suatu persyaratan
yang optimal dan dapat dicapai. Akreditasi menunjukkan komitmen nyata sebuah rumah
sakit untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan pasien, memastikan bahwa
lingkungan pelayanannya aman dan rumah sakit senantiasa berupaya mengurangi risiko
bagi para pasien dan staf rumah sakit. Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai
cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit, yang sekaligus berperan sebagai
sarana manajemen.
Dasar hukum pelaksanaan akreditasi rumah sakit, mengacu pada Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mengamanatkan bahwa dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan, rumah sakit wajib akreditasi 3 thn sekali terakreditasi
berkala. Penjelasan lebih detil diuraikan dalam Permenkes Nomor 12 tahun 2012, pasal
16 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah dan PemerintahDaerah wajib mendukung,
memotivasi, mendorong dan memperlancar proses pelaksanaan Akreditasi untuk semua
Rumah Sakit.
Sebagai upaya mendukung pelaksanaan akreditasi rumah sakit, Kementerian
Kesehatan melalui SK Menkes No 407 tahun 2015, menetapkan Lembaga Independen
Pelaksana Akreditasi di Indonesia adalah Komisi Akrediasi Rmah Skait (KARS) untuk
akreditasi Nasional dan Joint Commission International (JCI) untuk akreditasi
Internasional.
Seiring dengan penerapan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi masyarakat
Indonesia, dan dalam rangka memberikan memberikan perlindungan kepada masyarakat
untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan yang berkualitas dalam kerangka JKN,
kementerian Kesehatan mengeluarkan Permenkes No. 99/2015 dan revisi Permenkes No.
71/2013 yang mengisyaratkan bahwa RS yang ingin bekerjasama dengan BPJS harus
memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam proses kredensial. Oleh karena itu, masa
peralihan untuk memenuhi kriteria ini ditetapkan selama 5 tahun. Sehingga, diharapkan
paling lambat pada Desember 2018, seluruh RS yang bekerja sama dengan BPJS sudah
terakreditasi.
Untuk peningkatan kualitas di fasilitas kesehatan rujukan pada tahun 2010 – 2014
telah dicapai sebanyak 1.227 RS telah terakreditasi nasional menggunakan instrumen
akreditasi versi 2007. Sejak diberlakukan Standar Akreditasi versi 2012 sesuai Peraturan
Menteri Kesehatan No. 12 tahun 2012 dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), maka
kegiatan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui Akreditasi RS lebih
diutamakan pada sosialisasi, dan bimbingan teknis penerapan standar akreditasi baru.
Dengan kondisi tersebut, maka RS yang telah mampu melaksanakan Akreditasi RS versi
2012 baru 59 RS yang terdiri 10 RS Pemerintah dan 49 RS Swasta.
Selain Akreditasi Nasional, hingga tahun 2015 telah tercatat 18 RS berhasil
tersertifikasi internasional JCI yang terdiri dari 7 RS Pemerintah dan 11 RS Swasta.
Peningkatan mutu RS secara langsung akan diikuti dengan peningkatan kualitas layanan
sehingga pada tahun mendatang harus diupayakan secara masif peningkatan jumlah RS
yang terakreditasi. Saat ini, Kementerian Kesehatan juga sedang menyiapkan akreditasi
Puskesmas untuk memastikan kualitas layanan di Puskesmas sesuai standar mutu yang
ditentukan. Tugas peningkatan akses dan mutu fasilitas kesehatan dasar dan rujuan ini
merupakan tugas utama Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
4. Akreditasi FKTP
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), pasal 39 menyatakan bahwa dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan Puskesmas wajib dilakukan akreditasi secara berkala
minimal tiga tahun sekali. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, maka Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) telah memiliki suatu alat ukur terhadap kepatuhan pelaksanaan standar
pelayanan yang diamanatkan pada PMK No. 9 tahun 2014 tentang Klinik, PMK No. 5
tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer, dan
PMK No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2015
tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, maka Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
telah memiliki suatu alat ukur terhadap kepatuhan pelaksanaan standar pelayanan yang
diamanatkan pada PMK No. 9 tahun 2014 tentang Klinik, PMK No. 5 tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer, dan PMK No. 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Untuk peningkatan kualitas di fasilitas kesehatan primer,pada tahun 2015dari target
capaian 350 puskesmas terakreditasi baru dicapai 93 puskesmas terakreditasi. Target ini
tidak tercapai karena pada tahun 2015, fokus kegiatan diarahkan pada penyiapan
penunjang akreditasi puskesmas seperti penyusunan NSPK terkait akreditasi Puskesmas,
penyiapan surveior dan pendamping akreditasi melalui kegiatan pelatihan pendamping
dan surveior,serta penyiapan instrumen pendukung lainnya dilakukan bersamaan.
Kegiatan survei baru dimulai setelah ada pendamping, dan surveior serta setelah
dilaksanakannya pendampingan. Kendala lainnya adalah surveior yang sudah dilatih dari
lintas program tidak semua dapat ditugaskan karena adanya kesibukan untuk
menyelesaikan tupoksi masing-masing; pengusulan survei menumpuk di akhir tahun;
kinerja Komisi akreditasi FKTP yang belum optimal karena belum tersedianya ruangan
khusus untuk komisi akreditasi fktp, serta pendataan akreditasi yang masih manual karena
belum dikembangkannya sistem informasi.
Akreditasi secara historis lebih merupakan proses penilaian dan pemantauan melalui
pengukuran kepatuhan terhadap standar, laporan Institute of Medicine (IoM) telah
menghasilkan pendekatan peningkatan kualitas yang lebih berdasarkan hasil. Sekilas
komponen hasil audit dan kualitas yang disarankan sulit untuk menentukan dan
F. Perkembangan Akreditasi
Akreditasi salah satu bentuk upaya peningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan. Di
Indonesia upaya ini telah dilakukan sejak tahun 2012 dengan menyusun standar akreditasi
dan membentuk Komisi Akreditasi Fasilitias Kesehatan (FKTP) sebagai penyelenggara
akreditasi bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan.
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa Upaya
kesehatan dilakukan melalui pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,
yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 - 2019
(Perpres No. 2 Tahun 2015) salah satu sasaran pokok pembangunan bidang kesehatan
adalah meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan primer dan rujukan terutama di
daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan. Indikator keberhasilan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator
pembangunan SDM, seperti meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat,
serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar kelompok masyarakat, dan antar
daerah.Strategi untuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan adalah penguatan
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan melalui akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan
(Rumah Sakit, Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya termasuk laboratorium
kesehatan, klinik utama, Unit Tranfusi Darah (UTD) dan lain-lain).
Dalam menjamin penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada
masyarakat, kementerian kesehatan telah melakukan berbagai upaya evaluasi baik secara
langsung melalui kegiatan Penyusunan NSPK, Bimbingan Teknis, serta Monitoring dan
Evaluasi; maupun secara tidak langsung bekerja sama dengan lembaga independen melalui
kegiatan akreditasi fasyankes. Upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan melalui
akreditasi telah dilaksanakan sejak tahun 1991 (akreditasi Rumah Sakit) dan Tahun 2015
(Akreditasi Puskesmas). Dengan akreditasi, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan
pemberi layanan dalam pelaksanaan standar pelayanan baik dalam bidang administrasi
manajemen, upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan sehingga dapat
tercipta peningkatan kualitas pelayanan yang berkesinambungan. Namun demikian, disadari
bahwa meskipun Rumah Sakit/Puskesmas tertentu telah diakreditasi, seiring dengan
Berikut adalah Data Akreditasi Fasyankes yang diperoleh dari kemenkes pada tahun
2020.
H. Tujuan Akreditasi
Akreditasi memiliki tujuan utama untuk pembinaan peningkatan mutu dan kinerja melalui
perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu
dan sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan klinis, serta
penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat
akreditasi (Permenkes 46, 2015).
1. Tujuan Akreditasi Pelayanan Kesehatan :
Akreditasi adalah proses sukarela di mana kinerja organisasi diukur berdasarkan
standar kinerja yang diterima secara nasional. Standar akreditasi didasarkan pada
peraturan pemerintah dan masukan dari individu dan kelompok dalam industri pelayanan
kesehatan. Organisasi pelayanan kesehatan mencari akreditasi karena:
a. Meningkatkan kepercayaan publik,
b. Evaluasi obyektif kinerja organisasi, dan
c. Merangsang upaya peningkatan kualitas organisasi. (Spath, 2009).
Hafizzurahman (2008) menyatakan beberapa tujuan akreditasi rumah sakit dan faktor
pendorongnya sebagai berikut:
I. Manfaat Akreditasi
Proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya
kualitas di pelayanan kesehatan, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan
keamanan pelayanannya. Melalui proses akreditasi pelayanan kesehatan dapat:
1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitik beratkan
sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan
2. Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas
3. Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka, dan
melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan
4. Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien
5. Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama. Kepemimpinan ini
menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan
untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan.
Selain manfaat di atas, pelaksanaan akreditasi pelayanan kesehatan mempunyai
manfaat sebagai berikut ini:
1. Peningkatan Pelayanan (diukur dengan clinical indicator)
2. Peningkatan Administrasi & Perencanaan
3. Peningkatan Koordinasi Asuhan Pasien
4. Peningkatan Koordinasi Pelayanan
5. Peningkatan Komunikasi Antara Staff
6. Peningkatan Sistem & Prosedur
7. Lingkungan Yang Lebih Aman
8. Minimalisasi Risiko
9. Penggunaan Sumber Daya Lebih Efisien
10. Kerjasama Organisasi Yang Lebih Baik
11. Penurunan Keluhan Pasien & Staf
12. Peningkatan Kesadaran Staf Akan Tanggung Jawabnya
13. Peningkatan Moril Dan Motivasi
14. Re-energized Organization
K. Mekanisme Akreditasi
Alur Proses Akreditasi
1. Pengajuan permohonan akreditasi
2. Check kesiapan Puskesmas/Klinik
3. Mengirimkan surat permohonan akreditasi kepada Dinkes Provinsi
4. Meneruskan permohonan kepada Komisi Akreditasi
5. Menugaskan koordinator untuk membentuk tim surveyor
6. Survey Akreditasi
7. Pengiriman hasil survey kepada koordinator surveyor
8. Meneruskan rekomendasi hasil survey kepada Komisi Akreditasi
9. Penerbitan sertifikasi oleh Komisi Akreditasi yang kemudian dikirimkan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi
10. Meneruskan sertifikasi kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota
11. Menyerahkan sertifikasi akreditasi kepada Puskesmas atau Klinik
L. Pelaksanaan Akreditasi
1. Tim Pendamping Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
a. Tim yang telah dilatih dan ditugaskan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
untuk mendampingi Puskesmas dalam penyelenggaraan akreditasi
b. Tim yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan anggota yang
berasal dari pejabat fungsional atau struktural Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan/atau pihak ketiga atau lembaga lain;
c. Telah mengikuti dan dinyatakan lulus Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
d. Ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Tim Akreditasi Dinas Kesehatan ProvinsiTim Pelatih Calon Pendamping
Akreditasi
a. Terdiri dari Widyaiswara dan staf Dinas Kesehatan Provinsi atau peserta dari individu
atau Pihak Ketiga yang diusulkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi;
b. Kriteria pendidikan dokter dan/atau tenaga kesehatan dengan pendidikan minimal
D3 yang masing-masing memiliki kompetensi dalam bidang manajemen kesehatan,
program kesehatan dan pelayanan klinis yang akan diakreditasi.
c. Telah mengikuti dan dinyatakan lulus Pelatihan TOT/Pelatih Pendamping Akreditasi
Puskesmas.
3. Tim Surveyor
a. Tim pelaksana penilaian akreditasi yang ditugaskan oleh Komisi Akreditasi
Fasyankes Primer
b. Terdiri dari Widyaiswara dan staf Dinas Kesehatan Provinsi atau peserta dari individu
atau Pihak Ketiga yang diusulkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi;
c. Kriteria pendidikan dokter dan/atau tenaga kesehatan dengan pendidikan minimal
D3 yang masing-masing memiliki kompetensi dalam bidang manajemen kesehatan,
program kesehatan dan pelayanan klinis yang akan di akreditasi.
d. Telah mengikuti dan dinyatakan lulus Pelatihan TOT/Pelatih Pendamping Akreditasi
Puskesmas.
M. Mekanisme Akreditasi
1. Proses Survei Akreditasi:
a. Survei akreditasi dilaksanakan selama 3 (tiga) hari
b. Jumlah surveyor tergantung pada banyaknya program yang akan diakreditasi
c. Survei berdasarkan pada standar instrumen akreditasi
d. Disusun kesimpulan hasil penilaian akreditasi yang akan dilaporkan kepada Komisi
Akreditasi Puskesmas.
2. Proses Penetapan Akreditasi
BAB 2
Konsep Dasar Akreditasi
Fasyankes
Pendahuluan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, pasal 39 menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan fasilitas kesehatan wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal tiga tahun
sekali. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2015
tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat
Praktik Mandiri Dokter Gigi, maka Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) telah memiliki
suatu alat ukur terhadap kepatuhan pelaksanaan standar pelayanan yang diamanatkan pada
PMK No. 9 tahun 2014 tentang Klinik, PMK No. 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis
bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer, dan PMK No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46
tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter,
dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, maka Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
telah memiliki suatu alat ukur terhadap kepatuhan pelaksanaan standar pelayanan yang
diamanatkan pada PMK No. 9 tahun 2014 tentang Klinik, PMK No. 5 tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer, dan PMK No. 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Uraian Materi
A. Pengertian Akreditasi
Akreditasi adalah salah satu bentuk penilaian atau evaluasi mutu dan kelayakan institusi
yang dilakukan oleh organisasi atau badan akreditasi. Sedangkan menurut ensklopedia
nasional akreditasi adalah suatu bentuk pengakuan yang diberikan oleh pemerintah untuk
suatu lembaga atau institusi. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI, akreditasi
rumah sakit adalah pengkuan oleh pemerintah kepada rumah sakit karena telah memenuhi
standar yang telah ditentukan. Akreditasi merupakan suatu proses dan hasil untuk menilai
dan menentukan status mutu berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan. Pengukuran
kualitas pelayanan dengan metode akreditasi telah diterapkan diberbagai negara sebagai
salah satu alat ukur untuk memastikan kualitas layanan dan penggunaan sumber daya yang
efisien dan efektif (Sudarso, 2010).
Adapaun pengertian akreditasi lainnya:
1. Akreditasi Pelayanan Kesehatan
Proses penilaian diri dan penilaian eksternal yang digunakan oleh organisasi kesehatan
untuk menilai tingkat kinerja mereka dalam kaitannya dengan standar yang ditetapkan dan
menerapkan cara-cara untuk peningkatan berkelanjutan (Spath, 2009).
2. Akreditasi Rumah Sakit
Akreditasi Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan terhadap
mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah
memenuhi Standar Akreditasi. (PMK 34/2017).
Akreditasi rumah sakit merupakan suatu proses dimana suatu lembaga, yang
independen, melakukan asesmen terhadap rumah sakit. Tujuannya adalah menentukan
apakah rumah sakit tersebut memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki
keselamatan dan mutu pelayanan. Standar akreditasi sifatnya berupa suatu persyaratan yang
optimal dan dapat dicapai. Akreditasi menunjukkan komitmen nyata sebuah rumah sakit untuk
meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan pasien, memastikan bahwa lingkungan
pelayanannya aman dan rumah sakit senantiasa berupaya mengurangi risiko bagi para
pasien dan staf rumah sakit. Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai cara efektif untuk
mengevaluasi mutu suatu rumah sakit, yang sekaligus berperan sebagai sarana manajemen.
Proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya
kualitas di rumah sakit, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan keamanan
pelayanannya. Melalui proses akreditasi rumah sakit dapat:
a. Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitik beratkan
sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan.
b. Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas.
c. Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka, dan
melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan.
d. Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien.
e. Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama. Kepemimpinan ini
menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan
untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan
B. Tujuan Akreditasi
Akreditasi memiliki tujuan utama untuk pembinaan peningkatan mutu dan kinerja melalui
perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu
dan sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan klinis, serta
penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat
akreditasi (Permenkes 46, 2015).
1. Tujuan Akreditasi Pelayanan Kesehatan :
Akreditasi adalah proses sukarela di mana kinerja organisasi diukur berdasarkan
standar kinerja yang diterima secara nasional. Standar akreditasi didasarkan pada
peraturan pemerintah dan masukan dari individu dan kelompok dalam industri pelayanan
kesehatan. Organisasi pelayanan kesehatan mencari akreditasi karena:
a. Meningkatkan kepercayaan publik,
b. Evaluasi obyektif kinerja organisasi, dan
c. Merangsang upaya peningkatan kualitas organisasi. (Spath, 2009).
2. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit
Adapun tujuan utama akreditasi dalam rumah sakit adalah agar kualitas pelayanan yang
diberikan terintegritasi dan menjadi budaya sistem pelayanan di rumah sakit. Sedangkan
tujuan akreditasi di rumah sakit secara khusus adalah:
Hafizzurahman (2008) menyatakan beberapa tujuan akreditasi rumah sakit dan faktor
pendorongnya sebagai berikut:
C. Manfaat Akreditasi
Proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya
kualitas di pelayanan kesehatan, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan
keamanan pelayanannya. Melalui proses akreditasi pelayanan kesehatan dapat :
1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitik beratkan
sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan
2. Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas
3. Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka, dan
melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan
4. Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien
5. Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama. Kepemimpinan ini
menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan
untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan.
E. Standar Akreditasi
1. Standar Akreditasi Rumah Sakit
Standar akreditasi rumah sakit ini merupakan upaya Kementerian Kesehatan
menyediakan suatu perangkat yang mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu
dan keamanan pelayanan. Dengan penekanan bahwa akreditasi adalah suatu proses belajar,
maka rumah sakit distimulasi melakukan perbaikan yang berkelanjutan dan terus menerus.
Standar ini yang titik beratnya adalah fokus pada pasien disusun dengan mengacu pada
sumber-sumber a.l. sebagai berikut:
Standar ini dikelompokkan menurut fungsi-fungsi dalam rumah sakit terkait dengan
pelayanan pasien, upaya menciptakan organisasi-manajemen yang aman, efektif, terkelola
dengan baik. Fungsi-fungsi ini juga konsisten, berlaku untuk dan dipatuhi oleh, setiap unit/
bagian/instalasi.
Standar adalah suatu pernyataan yang mendefinisikan harapan terhadap kinerja, struktur,
proses yang harus dimiliki RS untuk memberikan pelayanan dan asuhan yang bermutu dan
aman. Pada setiap standar disusun Elemen Penilaian, yaitu adalah persyaratan untuk
memenuhi standar terkait.
Undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit mewajibkan rumah sakit
menjalani akreditasi. Dengan demikian rumah sakit harus menerapkan standar akreditasi
rumah sakit, termasuk standar-standar lain yang berlaku bagi rumah sakit sesuai dengan
penjabaran dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit edisi 2011.
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia dilaksanakan untuk menilai kepatuhan rumah sakit
terhadap standar akreditasi. Akreditasi rumah sakit yang sudah mulai dilaksanakan sejak
tahun 1995 di Indonesia, selama ini menggunakan standar akreditasi berdasarkan tahun
berapa standar tersebut mulai dipergunakan untuk penilaian, sehingga selama ini belum
pernah ada Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia, sedangkan status
akreditasi saat ini ada status akreditasi nasional dan status akreditasi internasional, maka di
Indonesia perlu ada Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit. Berdasarkan hal tersebut
maka standar akreditasi untuk rumah sakit yang mulai diberlakukan pada Januari 2018 ini
diberi nama Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 dan disingkat menjadi SNARS
Edisi 1.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1, merupakan standar akreditasi baru
yang bersifat nasional dan diberlakukan secara nasional di Indonesia. Disebut dengan edisi
1, karena di Indonesia baru pertama kali ditetapkan standar nasional untuk akreditasi rumah
sakit.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1 berisi 16 bab. Dalam Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 yang selanjutnya disebut SNARS Edisi 1 ini juga dijelaskan
bagaimana proses penyusunan, penambahan bab penting pada SNARS Edisi 1 ini, referensi
dari setiap bab dan juga glosarium istilah-istilah penting, termasuk juga kebijakan
pelaksanaan akreditasi rumah sakit. I.
a. Pengelompokkan Standar dalam SNARS Edisi 1
Standar dikelompokkan menurut fungsi-fungsi penting yang umum dalam organisasi
perumahsakitan. Pengelompokan berdasarkan fungsi, saat ini paling banyak digunakan
di seluruh dunia.
Standar dikelompokkan menurut fungsi-fungsi yang terkait dengan penyediaan
pelayanan bagi pasien; juga dengan upaya menciptakan organisasi rumah sakit yang
aman, efektif, dan terkelola dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut tidak hanya berlaku
untuk rumah sakit secara keseluruhan tetapi juga untuk setiap unit, departemen, atau
layanan yang ada dalam organisasi rumah sakit tersebut. Lewat proses survey
dikumpulkan informasi sejauh mana seluruh organisasi mentaati pedoman yang
ditentukan oleh standar. Keputusan pemberian akreditasinya didasarkan pada tingkat
kepatuhan terhadap standar di seluruh organisasi rumah sakit yang bersangkutan.
2. Kelulusan
Proses akreditasi terdiri dari kegiatan survei oleh Tim Surveior dan proses
pengambilan keputusan pada Pengurus KARS. Tingkatan kelulusan dan kriterianya
adalah sebagai berikut:
a. Tidak lulus akreditasi
1) Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 15 bab yang disurvei, semua
mendapat nilai kurang dari 60 %.
2) Bila rumah sakit tidak lulus akreditasi dapat mengajukan akreditasi ulang
setelah rekomendasi dari surveior dilaksanakan.
b. Akreditasi tingkat dasar
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 15 bab yang di
survey hanya 4 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 12 bab lainnya tidak ada yang
mendapat nilai dibawah 20 %.
1) Empat bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80 (delapan puluh)
%:
a) Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
b) Hak Pasien dan Keluarga (HPK).
c) Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK).
d) Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP).
2) Sebelas bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20 (duapuluh) %
:
kesehatan mendapat nilai minimal 80% dan 4 bab lainnya tidak ada yang mendapat
nilai dibawah 20%
e. Akreditasi tingkat paripurna
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari 16 bab yang
di survei semua bab mendapat nilai minimal 80 % Bila Rumah Sakit tidak mendapat
status akreditasi paripurna dan ada bab nilainya dibawah 80 % tetapi diatas 60 %,
maka Rumah Sakit dapat mengajukan survey remedial untuk bab tersebut.
Penetapan status Akreditasi Puskesmas terdiri atas :
a. Tidak terakreditasi;
b. Terakreditasi dasar;
c. Terakreditasi madya;
d. Terakreditasi utama; atau
e. Terakreditasi paripurna.
Penetapan status Akreditasi Klinik Pratama terdiri atas :
a. Tidak terakreditasi;
b. Terakreditasi dasar;
c. Terakreditasi madya; atau
d. Terakreditasi paripurna.
Penetapan status Akreditasi tempat praktik mandiri dokter dan tempat praktik
mandiri dokter gigi terdiri atas:
a. Tidak terakreditasi; atau
b. Terakreditasi.
BAB 3
Penyusunan SOP Dan Kebijakan
Di Fasyankes
Pendahuluan
SOP adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktfitas organisasi atau pemberi layanan publik. Di sana dipaparkan
bagaimana dan kapan sebuah aktifitas harus dilakukan, dimana dan dilakukan oleh siapa.
Watak dokumen seperti ini membutuhkan partisipasi penuh seluruh unsur aparatur sebuah
institusi pemerintah atau pemberi layanan dalam kegiatan penyusunan dan implementasi
SOP memerlukan. Partisipasi penuh ini dibutuhkan karena para pegawai atau pemberi
layanan merupakan pihak yang paling tahu kondisi di tempat kerja masing-masing dan akan
langsung terkena dampak dari perubahan tersebut.
Standar Operasional Prosedur merupakan suatu pedoman proses kerja yang disusun
secara sistematis untuk mencapai tujuan organisasi yang telah direncanakan. Dalam suatu
organisasi standar operasional prosedur merupakan modal penting bagi organisasi untuk
mengendalikan keputusan dan kegiatannya dalam sebuah koridor yang sistematis dan efektif.
Standar operasional prosedur diterapkan bertujuan untuk memberikan panduan atau
pedoman kerja agar kegiatan dalam organisasi dapat terkontrol sehingga target yang ingin
dicapai dapat terwujud secara maksimal.
Maka kemampuan menyusun dan menerapkan SOP sangat dibutuhkan untuk
mewujudkan upaya perbaikan tata laksana instansi pemerintah dan pemberi layanan publik.
Dan pelayanan publik yang lebih baik adalah satu bagian penting dalam reformasi birokrasi.
Karena itulah pelatihan penyusunan SOP mengemban peran penting dalam reformasi
birokrasi.
Uraian Materi
A. Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP) atau dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai standard (standing) operating procedures (SOPs), maka SOP diartikan sebagai
peraturan dan regulasi yang merupakan kebijakan untuk menjamin kebenaran (validitas)
perilaku anggota organisasi secara terus-menerus. Standar Operasional Prosedur (LAN
2012), adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, di mana dan
dilakukan oleh siapa. SOP merupakan bagian dari peraturan tertulis yang membantu untuk
mengontrol perilaku anggota organisasi. SOP mengatur cara pekerja untuk melakukan peran
keorganisasiannya secara terus menerus dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
organisasi.
Menurut Taylor (dalam Donald and Schwartz, 1995), SOP merupakan perumusan dari
prosedur yang dipergunakan secara berulang-ulang dalam ukuran yang spesifik atau sebagai
suatu contoh yang berisi cara mengerjakan sesuatu. SOP juga dapat dianggap sebagai
metode standar ataupun salah satu bentuk pengembangan yang dilakukan oleh pengguna.
Dengan demikian maka SOP merupakan suatu penerimaan yang umum atau publikasi ilmiah
atau metode teknis.
C. Peranan SOP
Penggunaan SOP dapat meminimalkan variasi yang sering terjadi dalam proses
operasional karena siapa pun yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan dapat
menjalankannya secara konsisten. Selain itu, pada tahap selanjutnya dapat meningkatkan
kualitas karena penerapan prosedur yang konsisten dalam suatu organisasi, bahkan jika
sedang terjadi perubahan personil. SOP berperan sangat penting bagi organisasi. Dengan
adanya SOP, seperangkat dokumen dan kebijakan organisasi lainnya akan berjalan secara
bersamaan; dan dengan SOP yang baik, semua elemen ini akan dimasukkan dalam SOP.
Dengan kata lain, menjalankan SOP sama saja dengan menjalankan elemen lainnya. SOP
juga dapat mempermudah organisasi dalam penerapan suatu peraturan dari regulator
setempat. Anggota organisasi cukup menjalankan SOP saja tanpa perlu mempelajari secara
mendalam peraturan yang ada. SOP juga memiliki peranan penting lain, yaitu:
Standar Kerja. SOP sangat penting dalam penyusunan dan pelaksanaan standar
kinerja. SOP dapat membantu untuk memastikan bahwa pekerjaan yang sama dilakukan
secara konsisten oleh seluruh pekerja. SOP juga berisi tentang tingkat kinerja yang
seharusnya dapat dicapai oleh pekerja pada berbagai macam pekerjaan.
Instruksi. SOP membantu pemberian petunjuk kepada seluruh pekerja tentang
bagaimana melakukan tugas mereka. Sebagai contoh: SOP dapat memberikan petunjuk
yang dapat dipelajari untuk pekerja yang baru saja ditugaskan. Hal ini dapat membantu
mereka dalam memahami pekerjaan baru tersebut.
Referensi. SOP yang memiliki detail informasi yang baik tentang setiap sistem yang
ada dalam organisasi dapat menjadi referensi yang berharga. Terkadang sangat sulit untuk
mengingat setiap langkah yang harus kita lakukan pada suatu pekerjaan. Dalam situasi ini,
SOP dapat memudahkan kita dalam menjalankan setiap tugas sesuai dengan standar yang
ada.
Fungsi Kontrol. Jika SOP dikembangkan dengan baik, dokumen tersebut dapat
memberikan fungsi kontrol yang baik. Sebagai contoh: dalam suatu perusahaan, SOP dapat
memberikan informasi tentang apa yang harus kita cari saat kita mengaudit proses operasi
perusahaan. SOP juga dapat memberikan petunjuk kepada kita untuk mengevaluasi temuan
audit tentang kesesuaian terhadap regulasi yang berlaku.
Review. Dengan adanya dokumentasi prosedur untuk setiap langkah yang harus kita
kerjakan, kita dapat mengkaji ulang setiap langkah yang telah dikerjakan. Kita dapat melihat
apakah yang kita lakukan merupakan cara yang terbaik untuk melakukannya. Jika ternyata
ada cara lain yang ternyata lebih baik, kita dapat menentukan tindakan apa yang harus
diambil untuk meningkatkan organisasi kita.
Dokumentasi. SOP merupakan catatan tertulis tentang bagaimana kita mengerjakan
operasi tertentu. Dokumen ini merupakan dokumen dasar organisasi dan sangat penting
bagi tercapainya tujuan organisasi.
B. Kelengkapan Tim
Hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk tim:
1) Tim harus dilengkapi dengan kewenangan dan tanggung jawab.
2) Keanggotaan tim sebaiknya dibatasi, agar pengelolaan terhadap rentang kendali
(span of control) dapat dilakukan dengan baik.
3) Tim harus dilengkapi dengan struktur yang jelas, tidak terlalu banyak hierarki, dan lebih
bersifat fungsional sehingga dapat dibagi ke dalam sub-sub tim tertentu yang
menangani aspek prosedur tertentu.
4) Tim sebaiknya merumuskan dahulu apa misi, tujuan, dan sasaran tim serta berapa
banyak waktu dan sumber-sumber lain yang diperlukan untuk pengembangan SOP.
5) Tugas tim meliputi aspek substansi SOP dan aspek administratif.
6) Tim pengembangan SOP sangat tergantung dari sumber-sumber apa yang dapat
mereka peroleh dalam rangka pengembangan SOP tersebut.
Kelengkapan tim lainnya meliputi:
1) Pedoman bagi tim dalam melaksanakan tugas, berisi deskripsi mengenai uraian tugas
dan kewenangan dan mekanisme kerja tim.
2) Fasilitas yang dibutuhkan tim agar dapat bekerja dengan baik, seperti: pembiayaan,
sarana dan prasarana, dan kebutuhan lainnya.
3) Komitmen pimpinan untuk mendukung kerja tim.
4) Memberikan pelatihan bagi anggota tim.
5) Memastikan bahwa seluruh unit mengetahui upaya pimpinan untuk melakukan
perubahan terhadap prosedur.
c. Penulisan
d. Pengujian dan Review
e. Pengesahan
Di antara tahapan penulisan, review dan pengujian SOP, terdapat tahapan yang
bersifat pengulangan untuk memperoleh SOP yang benar-benar sesuai dengan
kebutuhan. Namun demikian, urutan proses kegiatan ini dapat bervariasi sesuai dengan
metode dan kebutuhan organisasi dalam pengembangan SOP.
1. Pengumpulan Informasi dan Identifikasi Alternatif SOP
Berdasarkan penilaian kebutuhan (need assessment) dapat ditentukan berbagai
informasi yang dibutuhkan untuk pengembangan SOP. Identifikasi informasi yang akan
dicari, dapat dipisahkan mana informasi yang dicari dari sumber primer dan mana yang
dicari dari sumber sekunder.
Ada berbagai kemungkinan teknik pengumpulan informasi yang dapat digunakan
untuk mengembangkan SOP, seperti melalui brainstorming, focus group, wawancara,
survei, benchmark, telaah dokumen dan lainnya. Teknik mana yang akan digunakan,
sangat terkait erat dengan instrumen pengumpul informasinya.
a) Teknik curah pendapat(brainstorming) Teknik curah pendapat, biasanya dilakukan
dalam keadaan tim tidak memiliki cukup informasi yang diperlukan dalam
pengembangan SOP. Pada organisasi yang baru berdiri, atau organisasi yang
belum memiliki SOP, kemungkinan kondisi seperti ini dapat terjadi. Oleh karena itu
teknik ini akan dapat membantu pemahaman tim terhadap kebutuhan SOP yang
diharapkan.
b) Teknik diskusi terfokus (focus group discussion) Teknik focus group discussion
dilakukan jika tim telah memiliki informasi prosedurprosedur yang akan
distandarkan tetapi ingin lebih mendalaminya dari orang-orang yang dianggap
menguasai secara teknis berkaitan dengan informasi tersebut. Focus group
discussion akan sangat bermanfaat dalam menemukan prosedur-prosedur yang
dianggap efisien cepat dan tepat.
c) Teknik wawancara Teknik wawancara dilakukan jika tim ingin mendapatkan
informasi secara mendalam dari seorang informan kunci, yaitu orang yang
menguasai secara teknis berkaitan dengan prosedur-prosedur yang akan
distandarkan. Keberhasilan teknik ini tergantung dari instrumen yang digunakan,
pemilihan key informan (narasumber) yang benar-benar tepat, dan pewawancara.
d) Teknik survei Teknik survei dilakukan jika tim ingin memperoleh informasi dari
sejumlah besar orang yang terkait dengan pelayanan melalui representasinya
yang dipilih secara acak yang kemudian disebut responden. Teknik ini biasanya
dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kualitas pe layanan apa yang di
ing inkan ol eh masyarakat/pelanggan. Informasi mengenai gambaran kualitas
pelayanan sangat penting dalam pengembangan SOP.
e) Teknik perbandingan kualitas (benchmark) Teknik benchmark dilakukan jika tim
memandang bahwa terdapat banyak unit sejenis yang sudah memiliki SOP dapat
dijadikan contoh untuk pengembangan SOP. Dari segi waktu teknik ini akan
mempercepat proses perumusan SOP.
f) Telaahan dokumen (review document) Telaah dokumen dilakukan untuk
memperoleh informasi sekunder dari dokumendokumen pemerintah berkaitan
dengan peraturan perundangan-perundang yang terkait dengan prosedur yang
akan distandarkan.
Dalam praktiknya berbagai teknik di atas dapat digunakan secara bersamaan
untuk memperoleh hasil pengembangan SOP yang baik. Proses pengumpulan informasi
menghasilkan identifikasi prosedur-prosedur yang akan distandarkan, baik dalam bentuk
penyempurnaan prosedur-prosedur yang sudah ada sebelumnya, pembuatan
prosedurprosedur yang sudah ada namun belum distandarkan, atau prosedur-prosedur
yang belum ada sama sekali/baru.
Sebagai alternatif cara untuk mengidentifikasi kebutuhan SOP dapat dipergunakan
cara identifikasi judul-judul SOP dengan melakukan analisis tugas dan fungsi organisasi
sesuai peraturan pembentukan organisasi bersangkutan.
Cara identifikasi ini dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a) Bahwa setiap fasilitas kesehatan memiliki peraturan mengenai struktur organisasi
dan tata kerja sebagai dasar pembagian struktur organisasi serta pembagian tugas
dan fungsi organisasinya.
b) Bahwa tugas dan fungsi pada fasilitas kesehatan terbagi seiring dengan pembagian
struktur organisasi dari tingkatan tertinggi sampai dengan tingkatan terendah.
c) Bahwa setiap tugas (dan fungsi) struktur terendah pada fasilitas kesehatan dapat
dipastikan mencerminkan fungsi dari tugas dan fungsi struktur tingkat atasnya
sampai struktur yang paling tinggi. Atau dengan kata lain bahwa tugas (dan fungsi)
yang ada di dalam struktur terendah merupakan operasionalisasi tugas (dan fungsi)
seluruh tingkatan yang ada dalam struktur organisasi yang bersangkutan.
d) Bahwa judul-judul SOP dirumuskan berdasarkan output final yang didahului aspek
kegiatan (aspek prosedur) secara keseluruhan (makro) maupun secara parsial
(mikro), yaitu: saat awal (pra), pada saat (in) dan setelahnya (pasca).
e) fungsi yang diemban oleh struktur organisasi yang bersangkutan dan sekaligus
sebagai leading sector(unit inti) fungsi tersebut.
Adapun langkah-langkah identifikasi SOP berdasarkan analisis tugas dan fungsi yang
dimiliki organisasi pemerintah adalah sebagai berikut:
a) Menganalisis Tugas dan Fungsi organisasi fasilitas kesehatan
Analisis tugas dan fungsi dilakukan dengan melakukan pemerincian (mem-
breakdown) tugas dan fungsi struktur organisasi terendah menjadi kegiatan yang
operasional yang mencerminkan output sementara baik yang berdimensi produk
maupun yang berdimensi proses.
untuk melihat apakah prosedur yang disusun telah memenuhi prinsip penyusunan
SOP.
b. Uji Coba.
Kegiatan percobaan untuk menjalankan prosedur sesuai dengan SOP yang telah
dibuat dengan melibatkan pelaksana yang sebenarnya sehingga kendalakendala
yang kemungkinan ditemui pada tahapan penerapan nantinya, dapat dikenali terlebih
dahulu.
5. Pengesahan SOP
Proses pengesahan merupakan tindakan pengambilan keputusan oleh pimpinan puncak.
Proses pengesahan akan meliputi penelitian ulang oleh pimpinan puncak terhadap prosedur
yang distandarkan. Namun demikian, pimpinan puncak, yang pada umumnya memiliki tingkat
kesibukan yang padat, kadang kala tidak memiliki banyak waktu untuk meneliti secara
seksama satu persatu prosedur yang telah dirumuskan oleh tim. Oleh karena itu, jika tim
menyusun ringkasan eksekutif (executive summary), yang isinya secara garis besar telah
diuraikan di atas, akan sangat membantu pimpinan puncak dalam memahami hasil rumusan
sebelum melakukan pengesahan.
F. Format SOP
Format umum SOP Secara umum Format SOP dapat kita kategorikan ke dalam empat
jenis, yaitu:
1. Langkah Sederhana (Simple Steps)
Simple steps adalah bentuk SOP yang paling sederhana. SOP ini biasanya digunakan
jika prosedur yang akan disusun hanya memuat sedikit kegiatan dan memerlukan sedikit
keputusan yang bersifat sederhana. Format SOP ini dapat digunakan dalam situasi di
mana hanya ada beberapa orang yang akan melaksanakan prosedur yang telah disusun,
dan biasanya merupakan prosedur rutin dan sederhana. Dalam simple steps ini kegiatan
yang akan dilaksanakan cenderung sederhana dengan proses pendek dan umumnya
kurang dari 10 (sepuluh) langkah.
2. Tahapan Berurutan (Hierarchical Steps)
Hierarchical Steps merupakan format pengembangan dari simple steps. Format ini
digunakan jika prosedur yang disusun cukup panjang, lebih dari 10 langkah dan
membutuhkan informasi lebih detail, akan tetapi hanya memerlukan sedikit pengambilan
keputusan. Dalam hierarchical steps, langkah-langkah yang telah diidentifikasi dijabarkan
ke dalam sub-sub langkah secara terperinci.
3. Grafik (Graphic)
Format Grafik (graphic) dipilih jika prosedur yang disusun menghendaki kegiatan yang
panjang dan spesifik. Dalam format ini proses yang panjang tersebut dijabarkan ke dalam
sub-sub proses lebih pendek yang hanya berisi beberapa langkah. Format ini juga bisa
digunakan jika dalam menggambarkan prosedur diperlukan adanya suatu foto atau
diagram. Format grafik ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami prosedur yang
ada dan biasanya ditujukan untuk pelaksana eksternal organisasi (pemohon). Salah satu
varian dari SOP format ini adalah SOP Format Annotated Picture (gambar yang diberi
keterangan) yang biasanya ditujukan untuk pemohon atau pengguna jasa sebuah
pelayanan.
4. Diagram Alir (Flowcharts)
Flowcharts merupakan format yang biasa digunakan jika dalam SOP tersebut diperlukan
pengambilan keputusan yang banyak (kompleks) dan membutuhkan opsi jawaban
(alternatif jawaban) seperti: jawaban “ya” atau “tidak”, “lengkap” atau “tidak”, “benar” atau
“salah”, dan sebagainya, yang akan memengaruhi sub langkah berikutnya. Format ini
juga menyediakan mekanisme yang mudah untuk diikuti dan dilaksanakan oleh para
pelaksana (pegawai) melalui serangkaian langkah-langkah sebagai hasil dari keputusan
yang telah diambil. Penggunaan format ini melibatkan beberapa simbol yang umum
digunakan dalam menggambarkan proses. Simbol-simbol tersebut memiliki fungsi yang
bersifat khas (teknis dan khusus) yang pada dasarkan dikembangkan dari simbol dasar
flowcharts (basic symbols of flowcharts) yang terdiri dari 4 (empat) simbol, yaitu simbol
kapsul (terminator), simbol kotak (process), simbol belah ketupat (decision) dan anak
panah (arrow). Format SOP dalam bentuk flowcharts ini terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu:
Linear Flowcharts (diagram alir linier) dan Branching Flowcharts (diagram alir bercabang).
Linear Flowcharts dapat berbentuk vertikal dan horizontal. Ciri utama dari format linear
flowcharts ini adalah ada unsur kegiatan yang disatukan, yaitu: unsur kegiatan atau unsur
pelaksananya dan menuliskan rumusan kegiatan secara singkat di dalam simbol yang
dipakai.
Secara umum dokumen SOP selalu dikaitkan dengan format SOP. Format SOP sesuai
konsep umum yang berlaku dinyatakan bahwa tidak ada format SOP yang baku (standar).
Namun yang mempengaruhi format SOP adalah tujuan pembuatan SOP tersebut. Dengan
demikian, tujuan penyusunan SOP akan menentukan format SOP. Namun demikian, pada
umumnya dokumen SOP memiliki 2 (dua) unsur utama sesuai anatominya, yaitu: unsur SOP
dan unsur dokumentasi (assessories). Unsur SOP merupakan unsur inti dari SOP yang terdiri
dari identitas SOP dan prosedur SOP. Identitas SOP berisi datadata yang menyangkut
identitas SOP, sedangkan prosedur SOP berisi kegiatan, pelaksana, mutu baku dan
keterangan.
Sesuai anatomi dokumen SOP yang merupakan dokumen yang berisi prosedur-prosedur
terstandarkan dan secara keseluruhan membentuk satu kesatuan proses, informasi yang
dimuat dalam dokumen SOP meliputi: Unsur Dokumentasi dan Unsur Prosedur.
1. Unsur Dokumentasi
Unsur dokumentasi merupakan unsur dari dokumen SOP yang berisi hal-hal yang
terkait dengan proses pendokumentasian SOP sebagai sebuah dokumen. Adapun
unsur dokumentasi SOP AP antara lain mencakup:
a. Halaman Judul (Cover) Halaman judul merupakan halaman pertama sebagai sampul
muka sebuah dokumen SOP. Halaman judul ini berisi informasi mengenai :
1) Judul SOP
2) Instansi/Satuan Kerja
3) Tahun pembuatan
4) Informasi lain yang diperlukan
b. Keputusan Pimpinan Fasilitas Kesehatan
Karena dokumen SOP merupakan pedoman setiap pegawai (baik struktural,
fungsional, atau yang ditunjuk untuk melaksanakan satu tugas dan tanggung jawab
tertentu), dokumen ini harus memiliki kekuatan hukum.
c. Daftar isi dokumen SOP
Daftar isi ini dibutuhkan untuk membantu mempercepat pencarian informasi dan
menulis perubahan/revisi yang dibuat untuk bagian tertentu dari SOP terkait.
d. Penjelasan singkat penggunaan
Sebagai sebuah dokumen yang menjadi manual, maka dokumen SOP hendaknya
memuat penjelasan bagaimana membaca dan menggunakan dokumen tersebut.
2. Unsur Prosedur
Unsur prosedur merupakan bagian inti dari dokumen SOP. Unsur ini dibagi dalam dua
bagian, yaitu bagian identitas dan bagian flowchart.
a. Bagian Idenitas dari unsur prosedur dalam SOP
b. Bagian Flowchart merupakan uraian mengenai langkah-langkah (prosedur) kegiatan
beserta mutu baku dan keterangan yang diperlukan. Bagian Flowchart ini berupa
flowcharts yang menjelaskan langkah-langkah kegiatan secara berurutan dan
sistematis dari prosedur yang distandarkan, yang berisi: Nomor kegiatan; Uraian
kegiatan yang berisi langkah-langkah (prosedur); Pelaksana yang merupakan pelaku
(aktor) kegiatan; Mutu Baku yang berisi kelengkapan, waktu, output dan keterangan.
G. Implementasi SOP
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam praktik penyelenggaraan tugas
dan fungsi organisasi merupakan langkah lanjutan pada siklus SOP setelah pengembangan
SOP yang menghasilkan rumusan SOP dan secara formal ditetapkan oleh pihak pimpinan
fasilitas kesehatan. Implementasi SOP meliputi tahap-tahap sistematis dimulai dari langkah
memperkenalkan SOP sampai pada pengintegrasian SOP dalam pelaksanaan prosedur-
prosedur keseharian oleh fasilitas kesehatan.
Proses penerapan SOP harus dapat memastikan bahwa tujuan-tujuan berikut dapat
tercapai:
1. Setiap pelaksana mengetahui SOP yang baru atau yang diubah dan mengetahui
alasan perubahannya.
2. Salinan SOP disebarluaskan sesuai kebutuhan dan siap diakses oleh semua calon
pengguna.
3. Setiap pelaksana mengetahui perannya dalam SOP dan dapat menggunakan semua
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki untuk menerapkan SOP secara aman dan
efektif (termasuk pemahaman tentang akibat yang akan terjadi bila gagal dalam
melaksanakan SOP).
4. Terdapat sebuah mekanisme untuk memonitor/memantau kinerja, mengidentifikasi
masalah-masalah yang mungkin muncul, dan menyediakan dukungan dalam proses
implementasi SOP.
Keberhasilan implementasi SOP bergantung pada keberhasilan proses simulasi dan
pengujian pada tahapan pengembangan SOP. Artinya, keberhasilan pada tahapan tersebut
juga akan menjamin keberhasilan pada praktik penerapannya. Dalam praktiknya,
pelaksanaan implementasi SOP sangat bergantung kepada berbagai faktor, yaitu: (1)
seberapa jauh bentuk pengengembangan/perubahan SOP yang terjadi, (2) ukuran dan
sumber daya organisasi, dan (3) keinginan pimpinan/pengelola.
Untuk menjamin keberhasilan pengimplementasian diperlukan strategi implementasi
SOP yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: perencanaan implementasi;
pemberitahuan; distribusi dan aksesibilitas; pelatihan pemahaman; dan supervisi.
1. Perencanaan Implementasi
BAB 4
Penyusunan Pedoman
Pelayanan Rekam medik di
Fasyankes
Pendahuluan
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan Rumah Sakit, penyelenggaraan rekam
medis merupakan faktor yang menentukan dan mencerminkan baik atau buruknya pelayanan
tersebut. Rekam medis sangat mendukung bukan hanya untuk menyelenggarakan proses
instrumen yang penting dalam menangani masalah mediko-legal yang mungkin terjadi di
rumah sakit kurang berhasil dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan sebagaimana yang
di harapkan.
Rekam medis pada dasarnya merupakan kumpulan informasi dan dokumen medis
seorang pasien yang di catat dan direkam oleh tenaga kesehatan di rumah sakit berdasarkan
rentetan aktiitas selama pasien mendapatkan pelayanan kesehatan mengunjungi atau dirawat
di rumah sakit. Informasi tersebut akan di jadikan dasar di dalam menentukan tindakan lebih
lanjut dalam upaya pelayanan kesehatan maupun tindakan medis lain yang di berikan kepada
seorang pasien yang datang ke rumah sakit.
Unit Rekam Medik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan seluruh sumber daya
dan fasilitas rekam medik, melaksakan bimbingan pelaksanaan pelayanan, penyusunan,
pengolahan catatan medis, pengkodean, penyimpanan serta pemantauan pelaksanaan
rekam medis. Revisi dilakukan dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang rekam medis.
Uraian MaterI
A. Pengertian Pedoman
Menurut Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2012), Pedoman adalah kumpulan ketentuan
dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan, dengan demikian merupakan
hal pokok yang menjadi dasar untuk menentukan atau melaksanakan kegiatan. Sedangkan
panduan adalah merupakan petunjuk dalam melakukan kegiatan. Dengan demikian, dapat
diartikan bahwa pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan panduan hanya meliputi 1
(satu) kegiatan. Agar pedoman/panduan dapat dimplementasikan dengan baik dan benar,
diperlukan pengaturan melalui SPO.
Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi pedoman/panduan maka sulit untuk dibuat
standar sistematikanya atau format bakunya. Oleh karena itu fasyankes dapat
menyusun/membuat sistematika buku pedoman/panduan sesuai kebutuhan. Namun, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen pedoman/panduan ini yaitu:
1. Setiap pedoman/panduan harus dilengkapi dengan peraturan/keputusan
Direktur/Pimpinan fasyankes untuk pemberlakukan pedoman/panduan tersebut.
Bila Direktur/Pimpinan fasyankes diganti, peraturan/keputusan Direktur/Pimpinan
fasyankes untuk pemberlakuan pedoman/panduan tidak perlu diganti.
Peraturan/Keputusan Direktur/pimpinan fasyankes diganti bila memang ada
perubahan dalam pedoman/panduan tersebut.
2. Setiap pedoman/panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap 2 - 3 tahun
sekali. Bila Kementerian Kesehatan sudah menerbitkan pedoman/panduan untuk
suatu kegiatan/pelayanan tertentu maka fasyankes dalam membuat
pedoman/panduan wajib mengacu pada pedoman/panduan yang diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan tersebut.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan
rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam
Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada
pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes hanya
menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran
tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas,
berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.
Pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan merupakan subsistem pelayanan
kesehatan di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pengelolaannya
dimulai dari sistem pendaftaran pasien sampai penyimpanan rekam medis. Sebagai unit
pengolah data, informasi kesehatan merupakan keluaran dari unit rekam medis dan informasi
kesehatan.
1. Isi Rekam Medis
a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien,
diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya.
b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen,
hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya.
2. Jenis Rekam Medis
a. Rekam medis konvensional
b. Rekam medis elektronik
memuat kumpulan keterangan identitas pribadi dan sosial pasien serta data
medis pasien merupakan himpunan data yang mempunyai nilai : ajaran,
statistik dan bersifat otentik.
3) 30 hari : semua hasil PA (patologi anatomi) harus sudah selesai dan siap
untuk disimpan
hidup. Apabila pasien tersebut pernah berobat baik rawat jalan ataupun rawat inap
akan menggunakan nomor rekam medis yang pernah diberikan sebelumnya. Apabila
pasien tersebut pasien baru maka akan diberikan nomor rekam medis baru.
2. Penulisan Nama dan Indeks Pasien
a. Penulisan Nama
Dalam penulisan nama yang digunakan adalah nama lengkap pasien yang
bersangkutan sesuai identitas resmi (KTP, SIM, KK), didahului perkataan Nn (nona)
untuk perempuan berumur > 14 tahun yang belum menikah atau Ny (nyonya) untuk
perempuan yang sudah menikah. Kata Tn (tuan) untuk pasien laki-laki dewasa. Kata
An (anak) untuk pasien anak-anak 0 – 14 tahun. Untuk pasien yang beragama, dan
nama baptis tidak masuk dalam identitas resmi (KTP, SIM) maka baptis ditulis
dibelakang setelah tanda koma. Gelar kesarjanaan dan lain-lain ditulis di belakang
nama setelah tanda koma.
Contoh:
1) Nn. Khairul
2) Tn. Kurnia Khaliq
3) Ny. Faizatur Rajni, dr
4) Tn. Ali Usman, H
5) An. Anisya
b. Tujuan Pemberian Identitas Pasien
Untuk memperoleh informasi mengenai jati diri pasien sehingga bermanfaat untuk
rumah sakit maupun pasien.
c. Kegunaan Pemberian Identitas Pasien
1) Merupakan informasi yang digunakan untuk memonitor keadaan pasien yang
berobat jalan maupun dirawat sampai pasien tersebut keluar rumah sakit yang
dirinci menurut jenis pelayanan yang ada
2) Mengetahui tempat tidur yang belum terisi pada masing-masing ruang rawat
inap agar memudahkan penempatan pasien yang akan masuk rumah sakit
3) Mengetahui ruangan tempat seorang pasien dirawat
4) Untuk mengetahui jumlah pengunjung baru dan lama yang berobat ke poliklinik
rawat jalan
5) Sebagai dasar bahan pembuatan laporan kegiatan rumah sakit.
d. Identifikasi Pasien Dewasa
Identifikasi pasien dewasa dilakukan melalui proses pendaftaran dan pencatatan
identitas pasien yang akan dirawat inap, yaitu:
1) Wawancara dengan mengisi data identitas lengkap pasien pada berkas rekam
medis
2) Pengisian lembar persetujuan rawat inap
3) Pemberian nomor rekam medis sesuai dengan sistem penomoran Unit numbering
system yang berlaku di Fasilitas Kesehatan.
e. Identifikasi Bayi Baru Lahir
Identifikasi bayi baru lahir dapat menggunakan referensi berikut untuk rekam
medis sendiri selayaknya pasien dewasa. Bayi yang baru lahir diidentifikasi dengan:
1) Pemberian nomor rekam medis melalui proses pendaftaran pasien rawat inap
2) Pemberian nama bayi baru lahir dengan menggunakan nama ibunya contoh ( by
ny px )
Dalam penyimpanan dengan sistem angka akhir (terminal digit filling sistem) ada
100 kelompok angka pertama (primary section) yaitu 00 s/d 99. Pada waktu
menyimpan, petugas harus melihat angka pertama dan membawa rekam medik
tersebut didaerah rak penyimpanan untuk kelompok angka-angka pertama yang
bersangkutan. Pada kelompok angka pertama ini rekam medik di sesuaikan urutan
letaknya menurut angka kedua, kemudian rekam medis disimpan didalam urutan
sesuai dengan kelompok angka ketiga, sehingga dalam setiap kelompok
penyimpanan nomor-nomor pada kelompok angka ketiga (tertiary digit), yang selalu
berlainan.
Keuntungannya:
1) Pertambahan jumlah berkas rekam medik selalu tersebar secara merata ke
100 kelompok (section) didalam rak penyimpanan. Petugas-petugas
penyimpanan tidak akan terpaksa berdesak-desak di satu tempat dimana
berkas rekam medik harus tersimpan di rak.
2) Pekerjaan akan terbagi rata
a) Rekam medis yang tidak aktif dapat diambil dari tempat penyimpanan.
b) Jumlah Rekam Medis untuk tiap-tiap section terkontrol dan bisa di
hindarkan timbulnya rakrak kosong.
3) Dengan terkontrolnya jumlah rekam medis, membantu memudahkan
perencanaan peralatan penyimpanan (jumlah rak)
4) Kekeliruan menyimpan (misfile) dapat dicegah, Karena petugas penyimpanan
hanya memperhatikan 2 angka saja memasukkan rekam medis kedalam rak,
sehingga jarang terjadi kekeliruan membaca angka.
c. Lembar Pengganti atau Tracer
Berkas rekam medis yang keluar dari tempat penyimpanan kemungkinannya antara
lain:
1) Dikirim ke poliklinik karena pesiennya berobat
2) Dikirim ke ruang perawatan pasiennya dirawat sebagai pasien rawat inap.
3) Dipinjam untuk keperluan pembuatan resume, pembuatan surat keterangan, riset
dan asuransi, dll Pada tiap berkas medis yang keluar dari tempat penyimpanan di
pasang kartu Tracer sebagai petunjuk untuk mengetahui kemana berkas rekam
medis tersebut dikeluarkan dari tempat penyimpanan (ke poli, igd, rawat inap, dll).
d. Jangka Waktu Penyimpanan Berkas Rekam Medis
Mengingat peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/PER/III/2008, pasal 8 ayat (1) yang berbunyi rekam medis pasien rawat
inap dirumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan. Ayat (2) Setelah batas
waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis
dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik. Lama
penyimpanan berkas rekam medis disimpan berkaitan hal-hal yang bersifat khusus
dapat ditetapkan oleh rumah sakit itu sendiri.
e. Penyimpanan Rekam Medis Aktif.
Untuk membedakan antara rekam medis aktif dan inaktif dilakukan pemisahan
dengan melaksanakan penyusunan/pemilahan serta membedakan setiap kunjungan
yang gunanya akan menentukan kapan rekam medis seorang pasien menjadi inaktif.
Sesuai yang telah ditetapkan yaitu :
1) Pasien yang tidak pernah datang berobat lagi selama 5 (lima) tahun berturut-turut
maka rekam medisnya dinyatakan in-aktif
2) Pasien yang sudah meninggal, rekam medis nya dinyatakan in-aktif
3) Rekam Medis in-aktif harus disimpan dengan baik selama 2 (dua) tahun di rak in-
aktif sesuai ketentuan yang berlaku.
Antara rekam medis aktif dan in-aktif disimpan secara terpisah tetapi masih
dalam satu lokasi, namun tetap disimpan dengan system angka akhir. Hal ini
mengingat file tersebut masih digunakan untuk penelitian dan pendidikan. Sambil
menunggu pelaksanaan pemusnahan, maka rekam medis tetap disimpan sesuai
ketentuan yang berlaku.
Rekam medis aktif adalah rekam medis yang lama penyimpanannya
sekurangkurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir
pasien berobat dan memungkinkan rekam medis tersebut dipertahankan. Rekam
medis in-aktif adalah rekam medis yang masa panyimpanannya 2 (dua) tahun setelah
masa aktif.
5. Pencatatan dan Pengisian Rekam Medis
a. Pencatatan Rekam Medis
Segala hal yang dicatat di rekam medis harus dibubuhi paraf/tanda tangan dokter
/tenaga kesehatan lainnya sesuai kewenangannya serta diberi nama jelas dan
tanggal. Dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan pada berkas rekam
medis pada hari itu juga dengan mencoret data yang salah dan mengganti dengan
yang benar (tidak boleh di tipp ex/stipo) serta dibubuhi paraf dan tanggal. Tidak
diperkenankan menghapus data rekam medis dengan cara apapun juga, karena akan
meragukan keotentikan (keaslian) data.pencatatan harus ditulis dengan jelas dan
mudah terbaca, karena apabila penulisan tidak jelas dapat mengakibatkan salah
pengertian.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencatatan:
1) Mencatat secara tepat waktu
2) Up to date (Tebaru atau terkini)
3) Cermat dan lengkap
4) Dapat dipercaya dan menurut kenyataan
5) Berkaitan dengan perihal/pokok permasalahan
6) Bersifat obyektif sehingga berkesan jelas
7) Tidak menggunakan singkatan-singkatan atau istilah lain yang tidak
dimengerti oleh pihaklain sehingga tidak berlaku di lingkungan rumah sakit.
b. Penulisan Simbol, Singkatan dan Tanda Khusus
Penulisan simbol, singkatan medis ,dan tanda khusus diberikan sesuai
singkatansingkatan dan symbol yang telah disahkan oleh panitia rekam medis
Rumah Sakit Umum daerah Aceh tamiang. Simbol adalah tanda tanda yang
dicantumkan pada dokumen rekam medis yang berisi mengenai keadaan pasien
maupun tindakan yang diberikan kepada pasien.
Singkatan adalah singkatan istilah-istilah medis yang sudah dikenal dan dianut
yang diisi oleh petugas pemberi layanan fasilitas kesehatan. Tanda khusus adalah
tanda-tanda khusus atau alergi yang harus dicantumkan pada sampul luar berkas
rekam medis yang merupakan peringatan bagi pemberi pelayanan medis.
c. Ringkasan Selama Dirawat (Resume)
Ringkasan selama dirawat/Resume adalah penjelasan singkat mengenai
informasi penting tentang penyakit ,pemeriksaan yang dilakukan,dan pengobatan
yang telah diberikan kepada seorang pasien.Resume seorang pasien yang rawat
inap harus dibuat dengan segera setelah pasien dinyatakan boleh pulang.oleh
ndokter yang merawat. Bila pasien meninggal dokter juga mengisikan lembar surat
kematian yang langsung diberikan kepada keluarga pasien. apabila pada saat
pasien meninggal, sedangakn dokter yang merawat tidak berada ditempat, maka
lembar surat kematian disiskan oleh dokter jagfa poliklinik atau IGD.Resume dibuat
diruang perawatan oleh dokter yang merawat.
1) Prosedur :
a) Setelah pasien dinyatakan boleh pulang,dokter segera membuat resume
dilembar Resume dokter (RM 8.1)
b) Jika pasien meninggal langsung dibuatkan surat keterangan kematian
yang akan diberikan kepada keluarga pasien.
c) Berkas rekam medis segera dikembalikan kebagian rekam medis
selambatlambatnya 2x24 jam 2.
2) Proses :
a) Resume dibuat oleh masing-masing dokter yang merawat pada waktu
pasien keluar/pulang
b) Bentuk resume disesuaikan dengan keperluan dan minimal memuat :
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit, lama perjalanan penyakit,pengobatan terdahulu -
Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang,laboratorium (yang positif ), radiologi,lain-lain
( USG/ECG,PA)
4. Konsultasi
5. Diagnose akhir : (DX primer,DX komplikasi, Dx Sekunder)
6. Pengobatan /Tindakan
7. Prognosis
8. Keadaan keluar RS
9. Tindak Lanjut/Rujukan
d. Riwayat Penyakit Pasien
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik harus diisi oleh dokter yang merawat pada
saat dilakukan pemeriksaan pertama kali/visite.
Pemeriksaan meliputi hal-hal Sebagai Berikut:
1) Keluhan Utama
2) Anamnese
3) Kepala dan leher
4) Thorax
5) Cor
6) Pulmo
7) Abdomen
8) Extremities
9) Status lokasi
10) Diagnosa
e. Catatan Intruksi Dokter
Semua instruksi dokter wajib ditulis pada lembar catatan perawatan /RM.
5.instruksi ini harus dijalankan oleh perawat terhadap pasien, termasuk instruksi
dokter melaalui telepon. Dokter menuliskan instruksi pada kolom yang
tersedia,memuat tentang tanggal, instruksi dokter, nama dan tanda tangan dokter
pemberi instruksi.apabila instruksi dokter melalui telepon, maka instruksi tersebut
harus ditulis oleh perawat yang menerima instruksi melalui telepon, dan keesokan
harinya dimintakan tanda tangan kepada dokter yang memberikan instruksi/terapi
untuk memenuhi fungsi legalitasnya.
f. Laporan Anesthesi, Operasi, Tindakan Lain
Pencatatan Anesthesi dilakukan oleh dokter anethesi atau perawat anesthesi
dimulai dengan mengisi berkas rekam medis Catatan Anesthesi (RM
10.1).pencatatan anesthesia ini harus lengkap mulai dari dilakukan anesthesi sampai
dengan anesthesia selesai. Yang dimaksdu dengan anesthesi selesai adalah pada
saat semua peralatan anesthesia dihentikan. Pencatatan laporan operasi dilakukan
oleh dokter /operator yang melakukan operasi atau tindakan. Pencatatan laporan
operasi dilakukan dengan cara mengisi berkas rekam medis laporan anesthesi(RM
10).Pencatatan lembar operasi ini harus lengkap sesuai format yang tersedia.
g. Penulisan Diagnosa
Setiap pasien yang telah mendapat pelayanan kesehatan di unit rawat inap di
Fasilitas Kesehatan, dan mendapat izin dari dokter yang merawat untuk pulang, harus
di tuliskan diagnosa keluarnya. Diagnosa keluar harus ditulis secara lengkap disertai
diagnosa penyulit dan penyertanya serta dibuat sesuai kode klasifikasi internasional
(ICD) revisi X (sepuluh), paling lambat dalam waktu 1X24 jam setelah pasien diizinkan
keluar dari rumah sakit. Yang termasuk diagnosa keluar, adalah diagnose utama,
diagnosa komplikasi, diagnosa sekunder, operasi dan tindakan, sebab kematian dan
otopsi bila dilakukan.
1) Diagnosa utama : diisi dengan diagnose penyakit yang paling dominan yang
menyebabkan pasien harus dirawat dirumah sakit.
2) Diagnosa komplikasi : adalah kondisi/penyulit yang timbula akibat penyakit
utama yang ada .
3) Diaganosa sekunder : adalah penyakit-penyakit lain yang mungkin dijumpai.
4) Operasi : diisikan nama operasi dan tanggal pelaksanaannya
5) Sebab kematian : diisikan jika pasien meninggal dalam perawatan dirumah sakit.
Merupakan kondisi yang langsung menyebabkan kematian pasien, bukan
diagnose penyakit atau cara pasien meninggal dunia. Misal pada kasus
dehidrasi berat karena diare akut, maka kondisi yang langsung menyebabkan
kematian adalah irreversible shock. Kondisi tersebut disebabkan dehidrasi berat
akibat penyakit gastro enteritis akut.
h. Dokter Penanggung jawab Pelayanan
Setiap pasien yang dirawat di Fasilitas Kesehatan pasti ditentukan dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP). Dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP) wajib memberikan penjelasan tentang penyakit pasien dan /keluarganya
diberikan dalambentuk penjelasan secaraa lisan dan kemudian DPJP mencatat
dalam berkas rekam medis dengan menanda tangani lembar pendidikan kepada
pasien tentang kewajibannya.pasien /keluarga yang telah mendapat penjelasan
juga ikut memberikan tanda tangan. Hal-hal berikut ini , tentang kewajiban pasien
terhadap rumah sakit, yang sudah diterangkan oleh DPJP :
1) Memberikan informasi yang benar, jeklas dan jujur tentang riwayat penyakit
2) Mengetahui kewajibannya dan tanggung jawab pasien dan keluarga
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal taidak dimengeti tantang segala sesuatu
yang berhubungn dengan penyakitnya.
BAB 5
Manajemen Risiko Di Unit
Rekam Medik
Pendahuluan
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem rumah sakit dalam membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil(Kemenkes RI, 2011).
Dalam menghadapi sistem pelayanan kesehatan tidak jauh dari resiko. Namun
bagaimana manajemen pelayanan kesehatan mengatasi resiko yang terjadi dengan
membentuk manajemen resiko untuk menjamin keselamatan pasien maupun pelanggan
rumah sakit. Hal ini berkaitan dengan peraturan presiden no 77 tahun 2015 bahwa
pengaturan pedoman organisasi rumah sakit bahwa keselamatan pasien merupakan
merupakan tugas dari pelayanan penunjang medis. Peraturan menteri kesehatan Republik
Indonesia nomor 1691/menkes/per/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit,
bahwa keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Uraian Materi
A. Pengertian Manajemen Risiko
Kesehatan dan keselamatan kerja tidak hanya penting bagi petugas rekam medis tetapi
juga dapat menunjang produktivitas kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja petugas rekam
medis yang baik akan berdampak positif terhadap produktivitas kerja petugas rekam medis
sehingga akan meningkatkan pelayanan kesehatan dan menguntungkan bagi rumah sakit.
Risiko kecelakaan kerja dapat menimbulkan turunnya produktivitas kerja, sehingga perlu
dilakukan usaha untuk meminimalisasi terjadinya dampak risiko kecelakaan kerja. Kesehatan
dan keselamatan kerja dimaksudkan untuk mencegah, mengurangi, melindungi bahkan
menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Perilaku petugas rekam medis
bagian filing dalam bekerja merupakan salah satu penyebab risiko terjadinya kecelakaan
kerja, yaitu unsafe action dan unsafe condition.
1. Risiko
Dalam KBBI arti kata risiko adalah hasil dari tindakan yang tidak menyenangkan
(merugikan, membahayakan). Ketidakpastian ini bisa dalam bentuk ancaman,
pengembangan strategi, dan mitigasi risiko. Menurut salah satu definisi, risiko atau risk
adalah sama dengan uncertainty atau ketidakpastian. Risiko dan ketidakpastian sering kali
digunakan dengan arti yang sama, penggunaannya saling dipertukarkan dengan maksud
yang sama atau interchangeably.
a. Menurut Arthur Williams dan Richard, M.H): Risiko adalah suatu variasi dari hasil-
hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu
b. Menurut A. Abas Salim: Risiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin
melahirkan peristiwa kerugian (loss).
2. Questionnaire
3. Industry benchmarking
4. Scenario analysis
5. Risk assessment workshop
6. Incident investigation
7. Auditing 8. Inspection
8. Checklist
9. HAZOP (Hazard andOperability Studies) (Hinsa Siahaan: Manajemen Risiko
Konsep, Kasus dan Implementasi: 2007: 29)
Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran risiko
dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan
probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event
sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang
mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian
yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangtalah penting untuk menentukan
dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam
implementasi perencanaan manajemen risiko. Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah
menentukan kemungkinan terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia
untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan)
seringkali cukup sulit untuk asset immaterial.
𝐑𝐢𝐬𝐢𝐤𝐨 = 𝐏 × 𝐅 × 𝐀
I. Penanganan Risiko
Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko (ISO 31000:2009). Bentuk-
bentuk penanganan risiko diantaranya:
1. Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan
aktivitas yang menimbulkan risiko.
2. Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang (lebih baik, lebih
menguntung baik, lebih menguntungkan).
3. Menghilangkan sumber risiko.
4. Mengubah kemungkinan.
5. Mengubah konsekuensi .
6. Berbagi risiko dengan pihak lain (termasuk kontrak dan pembiayaan risiko).
7. Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan.
J. Asesmen Risiko
Asesmen risiko atau risk assessment adalah proses evaluasi hazard untuk dapat
menentukan tingkatan tindakan yang dibutuhkan mengurangi risiko sehingga pada tingkat
yang dapat diterima. Ketika evaluasi risiko harus dilakukan terhadap hazard seseorang harus
mempertimbangkan dua hal sekaligus, likelihood dan consequences kejadian yang terjadi.
Menimbang seberapa besar kemungkinan kejadian benar-benar terjadi dan berapa besar
potensi potensi akibat diperkirakan di masa yang akan datang. Tidak mungkin dipastikan,
yang mungkin dilakukan hanyalah membuat estimasi yang terbaik berdasarkan informasi
yang tersedia. Karena sangat tidak dapat diprediksi adalah sebaiknya bersikap konservatif di
dalam membuat pertimabangan. (Hinsa Siahaan: Manajemen Risiko Konsep, Kasus dan
Implementasi: 2007: halaman 114)
Menurut ISO/IEC Guide 73: Asesmen risiko adalah keseluruhan proses analisis risiko dan
evaluasi risiko. (Hinsa Siahaan: Manajemen Risiko Konsep, Kasus dan Implementasi:
2007:29).
bahasa
indonesia
5. Kurangnya
sosialisasi buku
saku terhadap
petugas
kesehatan
lainnya
9 Ketidaksesuaian isi 1. Akan
rekam medis menimbulkan
kesalahan atau
kekeliruan dokter
dalam
penegakkan
diagnosa pasien
2. Akan
menimbulkan
kesalahan dalam
pemberian obat
pasien
10 Ketidaksesuaian 1. Akan 3. Pengembalian
simbol dan menimbulkan dokumen
singkatan ketidaksesuaian rekam medis
atau kekeliruan rawat inap
dalam melakukan tidak 1 x 24
kodefikasi jam setelah
diagnosa dan pasien pulang
tindakan 4. Banyaknya
2. Akan diagnosa
menimbulkan pasien yang
kekeliruan tidak terbaca
petugas Adanya
kesehatan dalam penangguhan
mengidentifikasi pembayaran
perjalan penyakit pasien BPJS di
pasien sistem
keuangan
Proses manajemen risiko sangat perlu diterapkan di setiap tempat kerja, sehingga
proses kerja dapat lebih produktif dan menguntungkan bagi pihak
perusahaan/organisasi itu sendiri dan tentunya dapat terhindar risiko kecelakaan kerja
yang dapat membahayakan karyawan.
2. Analisis modus kegagalan dan dampak (Failure Mode And Effects Analysis)
1. Analisis (A) Penyelidikan secara detail suatu proses.
2. Mode (M) Cara atau Perilaku yang dapat menimbulkan kegagalan.
3. Kegagalan (K) Saat sistem atau bagian dari sistem tidak sesuai yang diharapkan
baik disengaja maupun tidak Dampak (D).
4. Dampak atau Konsekuensi Modus Kegagalan.
3. FMEA bisa Dilakukan pada:
1. Proses yang telah dilakukan saat ini
2. Proses yang belum dilakukan atau baru akan dilakukan misalnya :
a. Implementasi Elektronik Rekam Medis
b. Pembelian alat baru
c. Redesain ruang Kamar Operasi, dll
Proses FMEA menggunakan formulir untuk dokumentasi dengan menggunakan FMEA
worksheet (lihat gambar 3.1.) 8.1). Formulir ini dapat berisi informasi penting tentang
FMEA dan sebagai sarana untuk komunikasi. Salah satu contoh FMEA worksheet
sebagai berikut:
BAB 6
Standar Pelayanan Minimal
Rekam Medik
Pendahuluan
Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat
pasien datang sampai pasien pulang atau meninggal, yang meliputi kegiatan pencatatan data
medis pasien dan penanganan berkas rekam medis yaitu kegiatan penyimpanan dan
pengambilan kembali berkas rekam medis untuk keperluan peminjaman berkas rekam medis.
Menurut Huffman (1994), rekam medis harus dibuat untuk setiap orang yang menerima
pelayanan rumah sakit.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan yang minimum yang
diberikan oleh Badan Layanan Umum kepada masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 129/Menkes/ SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,
Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk rekam medis terdiri dari (a) kelengkapan pengisian
rekam medis 24 jam setelah selesai pelayanan, (b) kelengkapan informed concent setelah
mendapatkan informasi yang jelas, (c) waktu penyediaan dokumen rekam medis pelayanan
rawat jalan dan (d) waktu penyediaan dokumen rekam medis pelayanan rawat inap.
Uraian Materi
A. Pengertian Rekam Medik
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989
tentang Rekam Medis, dijelaskan bahwa rekam medis merupakan berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Kemudian diperbaharui dengan PERMENKES No : 269/MENKES/PER/ III/2008 yang
dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas
pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien. Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan
perbedaan yaitu Permenkes Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 hanya menekankan pada
sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan
pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana
kesehatan maupun di luar sarana kesehatan. Namun dengan terbitnya PERMENKES No: 269
/ MENKES / PER / III / 2008 sudah tidak ada perbedaan lagi.
Merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen, hasil
laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya.
3. Jenis Rekam Medis
a. Rekam medis konvensional
b. Rekam medis elektronik
Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam rekam medis, sekurang-kurangnya
memuat:
1. Identitas Pasien
2. Tanggal dan waktu.
3. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
4. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Persetujuan tindakan bila perlu
9. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan
10. Ringkasan pulang (discharge summary)
11. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
12. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
13. Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik.
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut
dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
5. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk
mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah
penderita pada penyakit-penyakit tertentu.
6. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
Sedangkan menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 pemanfaatan rekam
medis adalah sebgaai berikut:
1. Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:
a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
b. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran, dan kedokteran gigi
dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi;
c. Keperluan pendidikan dan penelitian;
d. Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan
e. Data statistik kesehatan.
2. Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang
menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien
atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.
3. Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan
persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.
pasiennya akan tetapi petugas rekam medik bersikeras mempertahankan berkas rekam
medik di lingkungan kerjanya. Di lain pihak pasien sering memaksa untuk membawa atau
membaca berkas yang memuat-riwayat penyakitnya. Hal ini menunjukkan bahwa rekam
medik sangat penting. Rekam medik yang lengkap dan cermat adalah syarat mutlak bagi bukti
dalam kasus medikolegal.
Kegunaan rekam medik ini dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain sebagai berikut:
1. Aspek Administrasi
Rekam medik mempunyai arti administrasi karena isinya menyangkut tindakan
berdasarkan wewenang dan tanggung jawab bagi tenaga kesehatan.
2. Aspek medis
Rekam medik mempunyai nilai medis karena catatan tersebut dipakai sebagai dasar
merencanakan pengobatan dan perawatan yang akan diberikan.
3. Aspek hukum
Rekam medik mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya
jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam usaha menegakkan hukum serta
bukti untuk menegakkan keadilan.
4. Aspek keuangan
Rekam medik dapat menjadi bahan untuk menetapkan pembayaran biaya pelayanan
kesehatan.
5. Aspek penelitian
Rekam medik mempunyai nilai penelitian karena mengandung data atau informasi
sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
6. Aspek pendidikan
Rekam medik mempunyai nilai pendidikan karena menyangkut data informasi tentang
perkembangan kronologi, pelayanan medik terhadap pasien yang dapat dipelajari.
7. Aspek dokumentasi
Rekam medik mempunyai nilai dokumentasi karena merupakan sumber yang dipakai
sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan.
Jadi rekam medik ini mempunyai arti sebagai keterangan baik tertulis maupun
rekaman tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium/radiology, diagnosis, segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan
kepada pasien baik pelayanan rawat jalan, rawat inap, maupun pelayanan gawat darurat
yang diberikan kepada pasien. Untuk itu rekam medik mempunyai makna yang lebih luas
selain kegiatan pencatatan tapi juga sistem penyelenggaraan rekam medik.
Penyelenggaraan rekam medik adalah proses yang dimulai pada saat pasien mulai masuk
perawatan di sarana pelayanan kesehatan. Data medik selama pelayanan medis ditujukan
dengan penanganan berkas rekam medik meliputi penyelenggaraan dan penyimpanan.
9. Penanggung Jawab
Menurut Depkes (2006) penanggung jawab pengisian berkas rekam medis yaitu:
1. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter spesialis yang melayani pasien
di rumah sakit.
2. Dokter tamu yang merawat pasien di rumah sakit.
3. Residen yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik.
4. Tenaga para medis perawatan dan tenaga para medis non perawatan yang langsung
di dalam antara lain: perawat, perawat gigi, bidan, tenaga laboratorium klinik, gizi,
anestesi, penata rongten, rehabilitasi medik dan sebagainya.
5. Untuk dokter luar negeri yang melakukan alih teknologi kedokteran yang berupa
tindakan atau konsultasi kepada pasien, maka yang membuat rekam medis pasien
adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit.
Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima
pelayanan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap tindakan konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya
dalam kurum waktu 1 x 24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis.
2. Semua pencatatan harus ditanda tangani oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya
sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama terang serta diberi tanggal.
3. Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa lainnya ditanda
tangani dan menjadi tanggung jawab dokter yang merawat atau dokter
pembimbingnya.
4. Catatan yang dibuat oleh residen harus oleh dokter pembimbingnya.
5. Dokter yang merawat dapat meperbaiki kesalahan penulisan dan melakukannya
pada saat itu juga serta dibubuhi paraf.
6. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
I. Landasan Hukum
a. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang Kesehatan,
b. Undang-Undang Nomor l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
c. Undang-Undang Nomor I tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
d. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,,
e. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang program Pembangunan Nasional
tahun 2000 – 2005,
f. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenanga
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom,
g. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan dan Pengawasan
atas Penyelenggara Pemerintah Daerah,
h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2003 tentang pedoman
organisasi perangkat daerah (Lembaran Negara tahun 2001No. 14, tambahan
lembaran negara No. 42621)
i. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
j. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara RI sebagaimana telah
beberapa kali diiubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005
k. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
l. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah,
m. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal,
n. Keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 28 tahun 2004 tentang
Akuntabilitas Pelayanan Publik,
Kelengkapan berkas rekam medis sangat penting dilakukan salah satunya pada
formulir informed consent. Dilihat dari salah satu kegunaannya dapat dijadikan sebagai
alat bukti hukum, apabila terjadi gugatan atas kesalahan tindakan kedokteran.
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidak lengkapan pengisisan informed consent
adalah :
a. Man
Tenaga kesehatan menjadi faktor utama dalam ketidaklengkapan pengisian
informed consent. Tenaga kesehatan disini adalah dokter, dokter mempunyai
tanggungjawab untuk mengisi formulir informed consent pada informasi yang
diberikan kepada pasien atau keluarga pasien akan tetapi pada kenyataannya ada
dokter yang tidak mengisi sama sekali formulir informed consent disebabkan
karena kesibukan dokter, terburu-buru dan males. Kesibukan dokter yang sampai
membuat ketidaklengkapan pengisian informed consent.
b. Money
Faktor money disini yang dimaksud seperti rewad untuk tenaga kesehatan yang
mengisi lengkap informed consent. Sampai saat ini untuk penilaian kinerja staff
belum menerapkan reward terkait pengisian informed consent
c. Material;
d. Machine;
e. Methode.
Adapun kerangka teori kualitas pelayanan rekam medis terhadap kepuasaan pasien
yang dapat dilihat pada bagan berikut:
Kesesuaian dengan
Standar
Tangible
Emphaty
Reliability
Responsivness
Assurance
Kepuasan Pasien
BAB 7
Penyelenggaraan Rekam Medis
Manual dan Komputerasasi
Pendahuluan
Struktur rekam kesehatan terkait dengan bentuk (setting) sarana pelayanan kesehatan
yang menggunakannya. Isi dan struktur rekam medis merupakan satu hal yang sangat penting
dalam pelaksanaan rekam medis, dimana isi dan struktur seperti tercantum dalam
PERMENKES No. 269/PERMENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis, memuat tentang
data administratif dan data klinis. Dalam perkembangannya rekam kesehatan/medis terbagi
dalam dua jenis praktik. Pada praktik rekaman tradisional, bentuk rekaman dilaksanakan
melalui media ‘kertas’ sedangkan pada praktik modern (Abad ke-21) orientasi pengelolaan
berbasis pada informasi yang dilakukan melalui komputer dan disebut Manajemen Informasi
Kesehatan (MIK). Praktik manajemen rekam kesehatan secara tradisional, pengumpulan data
dilakukan melalui format kertas serta disimpan dalam map (folder). Sementara, praktik profesi
di era modern mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis data/informasi melalui sistem
rekam kesehatan elektronik (RKE) yang interakif.
Dalam ‘rekaman kertas’ ataupun ‘komputerisasi’, isi rekam kesehatan/medis dibagi dalam
data administratif dan data klinis, sedangkan isi (data/informasi) rekam kesehatan dipengaruhi
oleh bentuk pelayanan kesehatan (pelayanan rumah sakit atau pusat kesehatan masyarakat)
bentuk klasifikasi jenis pelayanan (umum atau khusus); serta bentuk status kepemilikan
sarana pelayanan kesehatan (swasta atau pemerintah pusat/daerah)
Uraian Materi
A. Sejarah Rekam Medis
Sejarah tentang permulaan Rekam Medis berawal ditemukannya sebuah lukisan yang
menceritakan tentang tata cara praktik pengobatan antara lain amputasi jari tangan di
dinding gua batu di spanyol yang diduga telah berusia 25.000 tahun (pada zaman
poleoliticum) yang dianggap oleh para ahli sebagai salah satu bukti bahwa rekam medis
telah dilaksanakan sejak zaman dulu (Isfandyane, 2006:166).
Berbagai jenis catatan berupa pahatan, lukisan pada dinding-dinding pyramid, tulang
belulang, pohon, daun kering yang diduga merupakan peninggalan sejak zaman Mesir
kuno menunjukkan peningkatan perkembangan tata cara praktek pengobatan yang
berjalan seiring perkembangan peradaban manusia. Tahun 980 - 1037 M, banyak
dijumpai pula adanya buku-buku kedokteran karya Aviscena (Ibnu Sina) yang berisi
tentang pengalamannya dalam mengobati pasien. Resep-resep jamu warian nenek
moyang yang diturunkan dari generasi ke generasi berikut di Indonesia diketahui dari
catatan-catatan yang tertulis pada daun lontar maupun sarana lainnya sesuai dengan
perkembangan zamannya (Isfandyane, 2006:167).
Perjalanan sejarah mencatat beberapa perkembangan rekam medis sesuai dengan
zamannya yaitu :
1. Lahirnya Rekam Medis = Lahirnya Ilmu Kedokteran Dimulai dengan Zaman Batu
(Paleolitihic) lebih kurang 3000-2500 SM di Spayol pahatan pada dinding gua (batu),
daun-daun yang telah kering dan tulang-tulang.
2. Zaman Mesir Kuno (Egyptian Period)
a. Dewa Thoth
Adalah seorang Tabib Mesir (ahli pengobatan) yang dianggap sebagai Dewa
Kebijaksanaan. Thoth dikenal sebagai Dewa Berkepala Iblis. Ia mengarang 36 – 42
buah buku. Enam buku diantaranya mengenai masalah kedokteran (tubuh manusia,
penyakit, alat-alat yang dipakai obat-obatan penyakit mata dan kebidanan)
b. Imhotep
Adalah dokter yang pertama menjalankan Rekam Medis. Hidup di Zaman Piramid
3000-2500 SM. Ia adalah pegawai negeri tinggi, Kepala Arsitek Negeri serta
penasehat Medis Fira’un, kemudian ia dihormati sebagai medical demiggod seperti
Aesculapius: Ia membuat Papyrus (Dokumen Ilmu Kedokteran Kuno yang berisi 43
kasus Pembedahan). Papyrus ini selama berabad-abad menghilang dan baru
diketemukan pada abad ke XIX oleh bangsa Inggris bernama Edwin Smith, yang
kemudian dinamakan: Edwin Smith Papyrus. Papyrua saat ini disimpan di New York
Academy of Medicine, USA.
c. Papyrus Ebers
Dikemukakan di kaki Mummy di Necropolis dekat Thebes pada tahun 1972
Papyrus Ebers ditulis sejak 1550 SM. Kemudian dijual pada Archeolog Jerman
bernama Georg Ebers. Sebelum perang dunia ke II berada di University of Leipzing.
Oleh Leipzing (Polandia) isi Papyrus Ebers adalah observasi yang cermat mengenai
penyakit dan pengobatan yang dikerjakan secara teliti dan mendalam.
3. Zaman Yunani
a. Aesculapius
Dianggap sebagai dewa kedokteran dan mempunyai tongkat dililit ular sebagai
simbol ilmu kedokteran. Hingga kini masih dipakai seluruh dunia. Aesculapius
melakukan praktek kedokteran di Delphi, bekas reruntuhan kuilnya berada di dekat
gunung Parna Zsus. Ilmu kedokteran di Yunani sebarkan oleh sepuluh dokter yang
disebut Aesculepadae sedang kuil tempat penderita disebut Aesculapia (1134 SM).
Selain kuil tersebut pengobatan lainnya dilakukan di kota Epidaurus (Secred Grove)
atau disebelah Barat Athena.
b. Hippocrates
Dikenal 460 SM sebagai Bapak Ilmu Kedokteran. Ia yang mulai
mengensampingkan ramalan dan pengobatan secara mistik dengan praktek
kedokteran secara ilmu pengetahuan modern. Hippocrates yang membuat sumpah
Hippocrates dan banyak menulis tentang pengobatan penyakit, observasi penelitian
yaang cermat dan sampai kini dianggap benar. Hasil pemeriksaan pasiennya (Rekam
Medis) hingga kini masih dapat dibaca oleh para dokter. Putra Hippocrates Thesalius,
Dracon dan Dexxippus diajarkan bagaimana cara mencatat hasil pemeriksaan
pasiennya (Rekam Medis) hingga kini masih bisa dibaca oleh dokter. Putra
Hippocrates Thesalius, Dracon dan Dexxippus diajarkan bagaimana cara mencatat
hasil penemuan medis. Kecermatan cara kerja Hippocrates dalam pengelolaan rekam
medisnya sangat menguntungkan pada dokter.
4. Zaman Yunani Romawi
a. Galen
Galen pada 600 tahun sudah Hippocrates (130-121 SM) di kota Ro,a. Orang
pertama yang memperkenalkan fungsi sesungguhnya dari arteri (Pembuluh Darah)
dan dalam salah satu buku karangannya ia menggambarkan rasa sakit yang
diakibatkan serangan batu ginjal. Di zaman ini telah mempunyai majalah kedokteran
bernama Romana Acta diurna.
b. Santo Jarome
Orang pertama yang menyebutkan perkataan Rumah Sakit (Hospital) atau
Hospitalia (bahasa latin). Hosper = Host = Tamu. Santo Jerome menggunakan istilah
tersebut sewaktu menulis mengenai rumah sakit yang didirikan oleh Pahiola di Roma
tahun 390.
5. Zaman Byzantium
Perkembangan ilmu kedokteran hanya mencapai tiga abad pertama walaupun Zaman
ini lebih 1000 tahun. Pengarang buku ilmu kedokteran adalah: Aetius, Alexander,
Oribasius dan Paul satu-satunya pekerjaanrakam medis yang dilakukan yaitu catatan para
rahib (Dokter Kuno).
6. Zaman Jahudi
a. Injil dan Talmud
Talmud banyak memuat masalah kepenyakitan dibanding Injil. Bangsa Hibrani
termasuk pecipta dan dari Propylaxis. Buku Leviticus berisi sanitasi dan higene
seperti: efek menyentuh benda kotor, jenis makanan yang harus dimakan dan
mengandung gizi tinggi, caranya membersihkan ibu yang baru melahirkan.
7. Zaman Muhammad
a. Rhazes (865-925)
Dokter yang beragama Islam dan praktek di rumah sakit Persia (Iran). Kemudian
mendirikan rumah sakit di Baghdad paada abad ke-8. Buku-buku yang ditulisnya
antara lain buku kedokteran “Treatiseon Smallpox and Measles”, merupakan buku
pertama yang membahas penyakit menular. Dokter pertama yang menggunakan
alkohol dan usus kambing untuk menjahit luka.
b. Avicena/ Ibnu Sina (980-1037 M)
Bekerja berdasarkan tulisan Hippocrates dan menggabungkan dengan sumber-
sumber kedokteran lainnya yang didapat, ia telah menggunakan sistem pencatatan
klinis yang baik.
8. ZamanAbad Pertengahan
Pada zaman ini dikenal adanya rumah sakit ST. Bartholomous di London (Inggris)
rumah sakit ini masih berdiri dan bebarapa rekam medis pasiennya yang pernah di rawat
dari tahun 1137 masih ada. Pendiri rumah sakit ini bernama Rahera. Rumah sakit ini
mengeluarkan buku berjudul Book of Foundation yang berisi riwayat dari 28 kasus
penyakit.
9. Zaman Renaissance (1500)
a. Rumah Sakit St. Bartholomew
Rumah sakit St. Barhelew merintis hal-hal yang harus dikerjakan oleh Medical
Record Management. Pada tahun 1667rumah sakit ini mempelopori pendirian
perpustakaan kedokteran.
b. Andreas Vasalius
Bangsa Belgia dandokter yang mempelajari ilmu Anatomi melalui pembedahan
mayat orang kriminal dengan cara mencuri mayat (dilarang keras oleh gereja Katholik).
Hasil pembedahan mayat menjadi pengetahuan Anatomi yang sangat bermanfaat dan
Vasalius juga selalu membuat rekam medis atas segala hal yang dijumpainya hasil
rekam medis tersebut dikukuhkan dengan nama Fabrica (1543). Kemudian ia menjadi
profesor pada University of Padua (Italia).
10. Abad ke-XVII
a. Dokter William Harbey
Dari rumah sakit St. Bartelemew menekankan arti pentingnya rekam medis,
dimana dokter harus bertanggung jawab atas segala catatan rekam medisnya. Setiap
dokter harus mencatat laporan intruksi medis dari pasien.
b. Kapten Jhon Grant
Orang yang pertama kali mempelajari Vital Statistik tahun 1661 melakukan
penelitian atas Bills of Mortality (Angka Kematian). Ada dua pendapat penting dalam
penelitiannya:
1) Kematian yang terjadi di kota besar lebih tinggi dari pada pedesaan.
2) Jumlah kematian pria dan wanita, tetapi terdapat jumlah yang seimbang kaum pria
dan wanita di masyarakat oleh karena itu angka kematian pria lebih tinggi dari
wanita.
11. Abad Ke-XVIII
a. Benyamin Franklin dari Rusia
Pelopor berdirinya rumah sakit penansylavania di Philadelphia (1752). Rekam
medis sudah ada pada tahun 1873 dan indeks pasien baru disimpan.
b. Rumah Sakit New York
Dibuka pada tahun 1771 dimana prosedur register pasien baru dikerjakan pada
tahun 1793. Tahun 1862 indeks penyakit dan kondisinya mulai dicoba. Pada tahun
1914 istilah-istilah kepenyakitan baru dapat diterangkan
12. Abad Ke-XIX
Tahun 1801 rumah sakit umum Massachusetts di Boston dibuka memiliki rekam
medis dan katalog lengkap. Tahun 1871 mulai diintruksikan bahwa pasien dirawat harus
dibuat KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien). Tahun 1870-1893 Library Bereu mulai
mengerjakan penelitian katalog pasien. Tahun 1895-1867 Ny. Grece Whiting Myers
terpilih sebagai President pertama dari Association of Record Librarian of North
America. Ia adalah ahli medical record pertama di rumah sakit.
13. Abad Ke-XX
Rekam medis baru menjadi pusat secara khusus pada beberapa rumah sakit,
perkumpulan ikatan dokter/ Rumah Sakit di negara-negara barat. Tahun 1902 American
Hospital Association untuk pertama kalinya melakukan diskusi rekam medis. Tahun
1905 beberapa buah pikiran dokter diberikam untuk perbaikan rekam medis. Pada tahun
1905 dokter George Wilson, seorang dokter kebangsaan Amerika dalam rapat
tahunannya American Medical Association ke-56 membacakan naskahnya “Aclinical
chart for the record of patient in small hospital” yang kemudian diterbitkan dalam Journal
of American Association terbit 23 September 1905. Isi naskahnya itu adalah tentang
pentingnya nilai medical record yang lengkap isinya demi kepentingan pasien maupun
bagi pihak rumah sakit. Berikut adalah perkembangannya:
a. Tahun 1935 di USA muncul 4 buah sekolah Rekam Medis.
b. Tahun 1955 Sekolah berkembang menjadi 26 sekolah terdapat 1000 lulusan.
c. Tahun 1948 Inggris membuat 4 sekolah Rekam Medis.
d. Tahun 1944 Australia membuat sekolah Rekam Medisoleh seorang ahli RM
America yang bernama Ny. Huffman.
e. Di Australia ada 2 sekolah, yakni di Sydney dan Melbourne.
Didalam membahas pengertian rekam medis terlebih dahulu akan di kemukakan arti
dari rekam medis itu sendiri. Rekam medis diartikan sebagai “Keterangan baik yang
tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnese, pemeriksaan fisik,
laboratorium, diagnosa serta segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada
pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan
pelayanan gawat darurat”.
Rekam Medis berasal dari kata Medical Record (Medical = kesehatan, Record =
rekaman/catatan), maka rekam medis diartikan sebagai catatan kesehatan.
Definisi rekam medis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Edna K.Huffman
Rekam Medis adalah siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana perawatan pasien
selama berada di rumah sakit. (Huffman, 1994)
2. Geoffery A.Robinson
Rekam Medis dalam arti sempit adalah catatan – catatan kasus setiap pasien yang
dirawat di rumah sakit. Rekam Medis dalam arti luas adalah catatan dan data akibat
hubungan langsung maupun tidak langsung dengan segala aktifitas di rumah sakit yang
berkaitan dengan pengobatan pasien (Rustiyanto, 2009).
3. Gemala Hatta
Rekam Medis adalah mengenai siapa, apa, mengapa, dimana dan bilamana serta
bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatannya (Hatta,
2008).
4. Skurka
Rekam Medis adalah adanya dokter yang berpartisipasi dan mensupervisi pelayanan
medis yang diberikan kepada pasien dalam institusi pelayanan kesehatan (Hatta, 2008).
Sesuai dengan penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran disebutkan bahwa yang dimaksud “Rekam Medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”. Dan yang dimaksud
dengan “petugas” adalah dokter atau dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang
memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada pasien.
Ketentuan mengenai Rekam Medis juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu tertuang dalam Pasal 8 “ Setiap orang berhak
memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan
yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan”. Ketentuan mengenai
Rekam Medis juga dapat diketahui dalam Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
Pasal 29 ayat (1) huruf a: ”Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan
kesehatan Rumah Sakit kepada masyarakat”.
Pasal 32 huruf j: “Terkait dengan hak pasien juga mengatur bahwa mendapat informasi
yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, alternative tindakan resiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan.
Dalam Permenkes No 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis pada Bab I
Pasal 1, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumentasi tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien.
Dalam artian sederhana rekam medis hanya merupakan catatan dan dokumen yang
berisi tentang kondisi keadaan pasien, tetapi jika dikaji lebih mendalam rekam medis
mempunyai makna yang lebih kompleks tidak hanya catatan biasa, karena di dalam
catatan tersebut sudah tercermin didalam informasi menyangkut seorang pasien yang
akan dijadikan dasar didalam menentukan tindakan lebih lanjut dalam uapaya pelayanan
maupun tindakan medis lainya yang diberikan kepada seorang pasien yang datang ke
rumah sakit.
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya sekedar kegiatan
pencatatan akan tetapi mempunyai pengertian sebagai satu sistem penyelenggaraan
suatu instalasi/ unit kegiatan. Sedangkan kegiatan pencatatan sendiri hanya merupakan
salah satu bentuk kegiatan yang tercantum di dalam uraian tugas (job description) pada
instalasi/ unit rekam medis. Proses kegiatan penyelenggaraan rekam medis dimulai pada
saat diterimanya pasien di rumah sakit, dilanjutkan dengan kegiatan pencatatan data
medis pasien oleh dokter atau dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung kepada pasien. Selama pasien itu mendapatkan
pelayanan medis di rumah sakit dan dilanjutkan dengan pengelolaan berkas rekam medis
yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat
penyimpanan untuk melayani permintaan/ peminjaman karena pasien datang berobat,
dirawat, atau untuk keperluan lainnya.
Rekam medis dibuat oleh institusi pelayanan kesehatan sehingga berkas fisiknya
menjadi milik institusi. Dengan kata lain institusi pelayanan kesehatan mempunyai media
yang digunakan untuk dokumentasi (kertas, komputer, tape, dll). Sedangkan isinya atau
informasi yang terkandung dalam berkas rekam medis merupakan milik pasien. Informasi
tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat
pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga
kesehatan tertentu, petugas pengolah dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Kegiatan penyelenggaraan rekam medis yang sudah menggunakan sistem
komputerisasi dapat menghasilkan data-data yang bersumber pada seluruh kegiatan
pelayanan kesehatan didalam suatu institusi pelayanan kesehatan. Pengolahan data dan
informasi mengenai kondisi kesehatan pasien tidak hanya dapat tersimpan di dalam
catatan rekam medis secara fisik saja akan tetapi data dan informasi medis seorang
pasien harus juga tersimpan secara otomatis dengan menggunakan sistem komputerisasi
yang handal sehingga informasi medis mengenai kondisi kesehatan pasien merupakan
data dan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan keabstrakkannya, keakuratannya
serta up to date.
Peran serta seluruh petugas rumah sakit serta dukungan pimpinan rumah sakit di
dalam proses penyelenggaraan rekam medis di Indonesia sangat diharapkan sekali di
dalam pengelolaan rekam medis. Penggunaan sistem komputerisasi di dalam
penyelenggaraan rekam medis sangat membantu di dalam proses pengolahan data medis
pasien serta pengeluaran informasi mengenai besarnya efektifitas dan efesiensi
pelayanan kesehatan serta luasnya cakupan layanan kesehatan oleh suatu instansi
pelayanan kesehatan di dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien. Sehingga
data dan informasi yang dihasilkan cepat, tepat, akurat dan up to date.
Tujuan rekam Medis berdasarkan Hatta (1985) terdiri dari beberapa aspek
diantaranya aspek administrasi, legal, finansial, riset, edukasi dan dokumentasi, yang
dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek administrasi. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi
karena isinya meyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung
jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan.
b. Aspek Medis. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena
catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan /perawatan yang harus diberikan seorang pasien.
c. Aspek Hukum. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena
isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan
bukti untuk menegakkan keadilan.
d. Aspek keuangan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang karena
isinya menyangkut data dan informasi yang dapat digunakan dalam
menghitung biaya pengobatan/tindakan dan perawatan.
e. Aspek penelitian. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian,
karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan dalam
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
f. Aspek pendidikan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan,
karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan/ kronologis
dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informasi
tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran di bidang
profesi kesehatan.
g. Aspek dokumentasi. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi,
karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan
dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan sarana pelayanan
kesehatan.
2. Manfaat Rekam Medis
Manfaat rekam medis berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008,
tentang Rekam Medis adalah sebagai berikut:
a. Pengobatan. Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk
merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan,
perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan. Membuat Rekam Medis bagi
penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan
meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk
pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
c. Pendidikan dan Penelitian. Rekam medis yang merupakan informasi
perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan
tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan
pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
d. Pembiayaan Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk
menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana
i. Rekam medis yang terlampau tebal harus dibagi menjadi dua bendel atau
lebih tetapi berada dalam satu lokasi.
j. Lembar laboratorium, sinar X dan laporan yang terlambat yang telah diterima
sebisa mungkin lembar-lembar itu dijadikan satu dengan rekam medis induk.
Harus dipastikan bahwa lembar-lembar itu diletakan di halaman yang tepat di
dalam rekam medis.
k. Petugas yang mengelola penyimpanan harus mempunyai laporan hasil
rekam medis setiap harinya, jumlah permintaan oleh pihak unit gawat darurat
dan jumlah rekam medis yang tidak ditemukan. Laporan seperti ini bisa
menjadikan informasi yang berguna untuk perencanaan dan pengontrolan
berkas rekam medis (Huffman, 1994).
3. Sanksi Hukum
Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa setiap
dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Selain tanggung jawab pidana, dokter
dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis juga dapat dikenakan sanksi secara
perdata, karena dokter dan dokter gigi tidak melakukan yang seharusnya dilakukan
(ingkar janji/wanprestasi) dalam hubungan dokter dengan pasien.
4. Sanksi Disiplin dan Etik
Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain mendapat sanksi
hukum juga dapat dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai dengan UU Praktik
Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Kode Etik
Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI). Dalam Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus
Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin
yaitu:
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis
dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).
medis untuk kepentingan ketepatan tindakan medis. Dasar hukum pelaksanaan rekam
medik elektronik disamping peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
rekam medik, lebih khusus lagi diatur dalam Permenkes Nomor 269 Tahun 2008
tentang Rekam Medis pasal 2:
a. Rekam Medik harus dibuat secara tertulis lengkap, dan jelas atau secara
elektronik,
b. Penyelenggaraan rekam medik dengan menggunakan teknologi informasi
elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.
Selama ini rekam medik mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU RI Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Permenkes Nomor
269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik, sebagai pengganti dari Permenkes
Nomor 749a/Menkes/PER/XII/1989.
Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 sebenarnya telah diundangkan saat
RME sudah banyak digunakan di luar negeri, namun belum mengatur mengenai RME.
Begitu pula Permenkes Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik belum
sepenuhnya mengatur mengenai RME. Hanya pada Bab II pasal 2 ayat 1 dijelaskan
bahwa “Rekam medik harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara
elektronik”. Secara tersirat pada ayat tersebut memberikan ijin kepada sarana
pelayanan kesehatan membuat rekam medik secara elektronik (RME). Sehingga
sesuai dengan dasar-dasar di atas maka membuat catatan rekam medik pasien
adalah kewajiban setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan pemeriksaan kepada
pasien baik dicatat secara manual maupun secara elektronik.
Dengan adanya Undang Undang baru tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
pada tahun 2008 ternyata juga membantu untuk perkembangan RME di Indonesia
sendiri, selain Undang Undang ITE itu sendiri, berbagai peraturan dan Undang
Undang yang sudah dibuat sangat membantu dalam pengelolaan RME itu sendiri,
seperti dalam pasal 13 ayat (1) huruf b Permenkes Nomor 269 tahun 2008 tentang
pemanfaatan rekam medik “sebagai alat bukti hukum dalam proses penegakan
hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan
etika kedokteran gigi”. Karena rekam medik merupakan dokumen hukum, maka
keamanan berkas sangatlah penting untuk menjaga keotentikan data baik Rekam
Kesehatan Konvensional maupun Rekam Medik Elektronik (RME).
Sejak dikeluarkannya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Nomor 11 Tahun 2008 telah memberikan jawaban atas keraguan yang ada. UU ITE
telah memberikan peluang untuk implementasi RME.
RME juga merupakan alat bukti hukum yang sah. Hal tersebut juga ditunjang dengan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam pasal 5 dan 6 yaitu:
Pasal 5:
a. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
b. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
c. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 6:
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4)
yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang
tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
BAB 8
Alur dan Prosedur Pelayanan
Rekam Medis
Pendahuluan
Dalam sistem rekam medis ada beberapa proses untuk melancarkan pelayanan
terhadap kunjungan pasien maka diperlukan alur dan prosedur yang tetap, baik untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan maupun sekedar mendapat keterangan kasus.
Sistem rekam medis di rumah sakit adalah suatu sistem administrasi dokumen tempat
mencatat segala transaksi pelayanan medis yang diberikan oleh dokter, perawat, ataupun
teknisi. Rekam medis dikelola berdasarkan struktur yang standar, dengan ketentuan sistem
pelaksanaan dievaluasi untuk menghasilkan informasi dan memiliki standar kerahasiaan yang
harus dijaga. Dokumen rekam medis pada prinsipnya disimpan dengan baik di rumah sakit
sehingga mudah dicari ulang setiap keperluan informasi pelayanan terhadap pasien.
Intitusi kesehatan dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu dari segi
pelayanan medis dan informasi kesehatan serta juga mempunyai standar prosedur pelayanan
dan fungsi manajemen pelayanan baik. Undang - Undang No. 29 tahun 2004 pasal 46
mengatur cara penyelenggaraan rekam medis yaitu setiap dokter atau dokter gigi wajib
membuat rekam medis, harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima
pelayanan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran penerapan alur
prosedur pelayanan dan fungsi manajemen, serta penyelenggaraan Rekam Medis di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Uraian Materi
A. Pengertian Alur
Alur menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995:13), adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya adalah segala keterangan, petunjuk,
pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam
suatu kegiatan.
Alur menyebabkan keterkaitan keterangan petunjuk dengan setting waktu dan tempat.
Artinya, keterangan atau petunjuk atau diskripsi akan suasana, dan keadaan kejadian dengan
keterangan tempat dan waktu harus sesuai dan seiring dalam membangun sistem itu sendiri.
B. Pengertian Prosedur
Merupakan Kegiatan teratur dan rutin sesuai dengan metode untuk mencapai tujuan.
Menurut Muhammad Ali (2000: 35) “Prswdur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan
suatu pekerjaan.
Menurut Amin Widjaja (1995: 83) “Prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling
berkaitan misalnya: Orang, jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang tertentu
oleh sejumlah pabrik dan pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan menurut proses
tertentu.”
Sedangkan menurut Kamarrudin (1992: 836- 837) “Prosedur adalah suatu susunan
yang teratur dari kegiatan yang berhubungan satu sama lainnya dan prosedur- prosedur yang
berkaitan melaksanakan dan memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi”.
Sedangkan pengertian prosedur menurut Ismail Masya (1994: 74) mengatakan bahwa
“Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan
urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan
yang dilaksanakan berulang-ulang”.
Unit rekam medis mempunyai tanggung jawab atas kelengkapan data identifikasi
setiap pasien, maka dalam mengumpulkan data identitas pasien harus diperoleh data yang
lengkap sehingga dalam proses pelayanan kesehatan selanjutnya akan berjalan dengan baik.
Penomoran berkas rekam medis. Sistem penomoran dalam pelayanan rekam medis
yaitu tata cara penulisan nomor yang diberikan kepada pasien yang datang berobat sebagai
bagian dari identitas pribadi pasien yang bersangkutan. Nomor rekam medis memiliki
berbagai kegunaan atau tujuan yaitu :
(a) Sebagai petunjuk pemilik rekam medis pasien yang bersangkutan,
(b) Untuk pedoman dalam tata cara penyimpanan (penjajaran) berkas rekam medis dan
(c) Sebagai petunjuk dalam pencarian berkas rekam medis yang telah tersimpan di filling.
Ketika pasien datang berobat, petugas rekam medis harus memberikan nomor rekam
medis dan mencatatnya ke dalam beberapa formulir rekam medis yaitu:
(a) Kartu Identitas Berobat (KIB),
(b) KIUP,
(c) Formulir data dasar pasien,
(d) Formulir masuk-keluar pasien,
(e) Buku register pendaftaran pasien, selanjutnya oleh petugas pada pelayanan pasien
berikutnya, nomor rekam medis tersebut akan dicatat pada setiap lembar formulir.
Ada tiga sistem pemberian nomor pasien masuk (Admission Numbering System) yaitu:
(a) Pemberian nomor cara seri (Serial Numbering System) yaitu petugas pendaftaran
memberikan nomor baru (berkas baru) tanpa membedakan antara pasien baru dan
pasien lama, sehingga seorang pasien bisa saja memiliki sejumlah berkas rekam
medis sesuai jumlah kunjungannya ke fasilitas pelayanan kesehatan.
(b) Pemberian nomor cara unit (Unit Numbering System) yaitu pasien yang berkunjung ke
fasilitas pelayanan kesehatan akan mendapatkan satu nomor rekam medis (berkas
rekam medis) ketika pasien tersebut pertama kali datang tercatat sebagai pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.
(c) Pemberian nomor cara seri unit (serial unit numbering system) yaitu perpaduan antara
sistem seri dan unit dengan memberikan nomor baru (berkas rekam medis baru)
kepada seluruh pasien yang berkunjung tetapi kemudian untuk pasien lama akan
dicarikan berkas rekam medisnya. Pada sistem ini berkas rekam medis lama akan
digabungkan dengan yang baru dan selanjutnya digabung dengan menggunakan
nomor (berkas) baru.
Penamaan pasien. Sistem penamaan dalam pelayanan rekam medis adalah tata cara
penulisan nama seseorang yang bertujuan untuk membedakan satu pasien dengan pasien
lain dan untuk memudahkan dalam pengindeksan (Indeks Utama Pasien/IUP). Penulisan
nama dan nomor rekam medis dilakukan pada setiap lembar formulir rekam medis. Berikut ini
cara menulis dan mengindeks nama pada formulir rekam medis: Penulisan nama pasien
diikuti singkatan yang menunjukan status pasien. Singkatan ini bisa dituliskan didepan nama
atau dibelakang nama pasien, pada dasarnya di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut
sebaiknya konsisten penulisannya.
1. Penulisan gelar/pangkat dituliskan dibelakang nama pasien, untuk nama pasien yang
seharusnya mempunyai gelar di depan namanya maka gelar tetap dituliskan dibelakang
nama pasien.
2. Nama pasien dituliskan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (bukan nama
panggilan).
3. Penulisan nama ditulis menggunakan ejaan yang disempurnakan di Indonesia (sesuai
EYD).
4. Nama pada sampul berkas rekam medis ditulis dengan menggunakan huruf kapital, hal
ini untuk mempermudah membaca nama pasien.
5. Pada lembar identitas pasien disertakan nama penanggungjawab yang sah.
Berbagai kepentingan yang dilayani dengan adanya register diantaranya adalah data-
data yang ada dalam register dapat digunakan untuk keperluan identifikasi individu pasien,
pelayanan proteksi terhadap individu secara segera, surveillance, epidemiologi, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, dan pelayanan terhadap pasien, penelitian, dan pendidikan.
Pasien masuk rawat inap dapat melalui rawat jalan/ gawat darurat/ kamar bersalin.
Adapun alur rekam medis rawat inap sebagai berikut:
a. Pasien yang perlu perawatan akan diberikan surat pengantar rawat dari dokter gawat
darurat/ poliklinik/ kamar bersalin.
b. Untuk pasien yang membawa rujukan terlebih dahulu akan diperiksa oleh dokter baik
dokter gawat darurat/ dokter spesialis yang ada di rumah sakit.
c. Apabila tempat tidur diruang rawat inap tersebut penuh, maka dokter akan membuat surat
rujukan ke rumah sakit terdekat. Bila tempat tidur tersebut tersedia maka petugas
pendaftaran rawat inap akan melakukan registrasi rawat inap yang berisi tanggal dan
bulan, nomor urut, nomor rekam medis, nama pasien, alamat lengkap, umur sesuai jenis
kelamin, cara penerimaan pasien, asal pasien, nama ruang rawat, kelas perawatan,
keterangan pindah intern pelayanan/ kelas rumah sakit,keterangan dipindahkan
internrumah sakit, tanggal dan jam keluar (h+m) dan cara pembayaran, baik secara
manual maupun komputerisasi.
d. Apabila berlaku sistem uang muka, khusus pasien non PNS dan dianggap mampu, pihak
keluarga pasien diminta menghubungi bagian keuangan/ kasir rawat inap untuk
membayar uang muka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Petugas pendaftaran menyiapkan rekam medis pasien dan gelang pasien dipasangkan
sebelum pasien ke ruang perawatan.
f. Perawat poklinik/ gawat darurat/ kamar bersalin menghubungi ruang perawatan,
mengirimkan pasien ke ruang perawatan bersama rekam medis dan dokumen lainnya
yang diperlukan dalam lanjutan perawatan pasien.
g. Pasien diterima dokter ruangan dan perawat ruang mencatat ke dalam buku register
pelayanan rawat inap.
h. Dokter ruangan dan perawat akan mencatat asesmen awal pasien rawat inap dan
keperawatan. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) sebagai Clinical Leader
bertugas untuk melakukan pencatatan asesmen asuhanpasien, pelaksanaan pelayanan,
perkembangan pasien dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) baik
dokter, keperawatan,dietisian, apoteker, dan profesional pemberi asuhan lainnya, serta
menandatangani pencatatan CPPT dengan menggunakan metode Subjective Objective
Assesment Planning (SOAP).
i. Selama diruang perawatan, perawat atau bidan menambah lembaran-lembaran rekam
medis sesuai dengan layanan yang dibutuhkan.
j. Perawat/ bidan berkewajiban membuat sensus harian rawat inap yang memberikan
gambaran mutasi pasien mulai dari jam 00.00 sampai dengan jam 24.00. Sensus harian
dibuat rangkap tiga, untuk ruang perawatan, pendaftaran, dan instalasi rekam medis.
Pengiriman sensus jam 08.00 hari berikutnya. Sensus harian ini dapat berupa manual
maupun elektronik.
k. Petugas ruangan (perawat/ bidan) memeriksa kelengkapan rekam medis sebelum
diserahkan ke Instalasi Rekam Medis.
l. Setelah pasien keluar dari rumah sakit, berkas rekam medis pasien segera dikembalikan
dalam waktu 24 jam setelah pasien keluar secara lengkap dan benar bersamaan dengan
sensus harian rawat inap.
m. Petugas rekam medis akan mengolah berkas rekam medis yang sudah lengkap, melewati
proses assembling (perakitan), coding (pemberian kode penyakit berdasarkan ICD 10
dan kode tindakan berdasarkan ICD9CM), membuat indeks penyakit, indeks tindakan,
indeks dokter, indeks kematian, analisis kuantitatif rekam medis, hingga penyimpanan
rekam medis sesuai sistem penjajaran yang berlaku.
n. Data yang diterima diolah untuk membuat laporan dan statistik rumah sakit.
o. Petugas rekam medis akan mengeluarkan berkas rekam medis untuk keperluan pasien
berobat ulang atau keperluan lain. Dari setiap permintaan pasien tersebut harus
menggunakan formulir peminjaman rekam medis pasien, serta lama peminjaman harus
diatur dalam kebijakan rekam medis.
Alur pasien dan rekam medis di atas belum menjadi standar baku untuk pelaksanaan
rekam medis di rumah sakit, untuk itu kemungkinan beberapa rumah sakit di Indonesia
akan memiliki kebijakan masing-masing dalam hal tersebut. WHO menetapkan alur data
pasien mulai pasien mendaftar sampai dengan rekam medis disimpan kembali dalam
keadaan lengkap dapat dilihat pada Gambar berikut ini :
mengurut satu halaman ke halaman yang lain sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pengurutan halaman ini dimulai dari berkas rekam medis gawat darurat, rawat jalan, dan
rawat inap. Menurut Indradi (2016), bagian rekam medis yaitu salah satu bagian di unit
rekam medis yang mempunyai tugas pokok: Merakit kembali Dokumen Rekam Medis
(DRM) dari rawat jalan, gawat darurat dan rawat inap menjadi urut dan runtut sesuai
dengan kronologi penyakit pasien yang bersangkutan
a. Meneliti kelengkapan data yang seharusnya tercatat didalam formulir rekam medis
sesuai dengan kasus penyakitnya dan meneliti kebenaran pencatatan data rekam
medis, sesuai dengan kasus penyakitnya.
b. Mengendalikan DRM yang dikembalikan ke unit pencatat data karena isinya tidak
lengkap
c. Mengendalikan penggunaan nomor rekam medis
d. Pendistribusian dan mengendalikan penggunaan formulir rekam medis.
Peran dan fungsi assembling dalam pelayanan rekam medis yaitu sebagai perakit
formulir rekam medis, peneliti isi data rekam medis, pengendali DRM tidak lengkap,
pengendali penggunaan nomor rekam medis dan formulir rekam medis. Kegiatan pokok
pelayanan rekam medis di assembling menurut Indradi (2016) :
1) Terhadap sensus harian yang diterima Menerima SHRJ, Sensus Harian Gawat
Darurat (SHGD), Sensus Harian Rawat Inap (SHRI), beserta Dokumen Rekam Medis
(DRM) rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat setiap hari, kemudian mencocokan
jumlah DRM dengan jumlah pasien yang tercatat pada sensus harian masingmasing
dan menandatangani buku ekspedisi sebagai bukti serah terima DRM dan
mengirimkan sensus harian tersebut ke fungsi analising dan reporting.
2) Terhadap DRM yang diterima
a. Merakit kembali formulir rekam medis bersamaan dengan itu melakukan kegiatan
penelitian terhadap kelengkapan data rekam medis pada setiap lembar formulir
rekam medis sesuai dengan kasusnya, misalnya bila pada formulir masuk-keluar
pasien dijumpai: ada tindakan medis maka harus ada laporan operasinya, ada
kematian maka harus ada laporan sebab akibat, ada bayi lahir maka harus ada
laporan persalinan laporan bayi lahir dan identitas bayi lahir, dan penyakit yang
harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium rontgen, maka harus ada
laporan hasi pemeriksaannya.
b. Mencatat hasil penelitian tersebut ke dalam formulir, kertas kecil untuk mencatat
data yang tidak lengkap kemudian ditempelkan pada halaman depan folder DRM
dan kartu kendali (KK) yang isi datanya meliputi tanggal diterimanya DRM, nomor
rekam medis, nama pasien, umur/tanggal lahir pasien, alamat pasien, tanggal
masuk pasien, tanggal keluar pasien, lama dirawat, keadaan keluar pasien
(sembuh/meninggal/dirujuk), diagnosis utama, diagnosis kedua, ketiga, dan
seterusnya, diagnosis komplikasi, tindakan medis/operasi, sebab kematian,
dokter yang merawat, ruang/bangsal perawatan, kelas perawatan, peserta
askes/non askes, ketidaklengkapan data rekam medis.
c. Bila DRM telah lengkap, selanjutnya: menyerahkan DRM dan KK ke bagian K/I,
menyerahkan sensus harian ke bagian A/R.
1) Bila DRM tidak lengkap, selanjutnya :
a) Menempelkan kertas kecil pada halaman depan folder DRM
b) Tulis pada buku ekspedisi meliputi nomor rekam medis, nama bangsal, dan paraf atau
nama petugas bangsal.
c) Cek kembali jumlah dokumen rekam medis yang diterima.
d) Lakukan penyusunan lembar demi lembar formulir sesuai dengan nomor urut kode
RM dan apabila ditemukan formulir yang kosong tidak dipakai diambil.
e) Cek kembali dokumen rekam medis yang selesai disusun.
f) Tulis identitas pasien di buku pertanggal meliputi nomor rekam medis, nama pasien,
umur, kelas atau bangsal, alamat, diagnosa akhir, nama dokter, dan keterangan lain.
g) Jika terdapat dokumen rekam medis yang belum terisi dan tidak lengkap maka
dipisahkan.
h) Beri kartu kembali ketidaklengkapan untuk dokumen rekam medis yang kurang
lengkap.
i) Mintakan kelengkapan pengisisan dokumen rekam medis kepada DPJP atau tenaga
kesehatan lainnya yang berwenang.
j) Dokumen rekam medis yang lengkap diberikan ke bagian coding.
2. Rawat Jalan
a) Terima dokumen rekam medis dan sensus harian dari petugas poliklinik setiap akhir
pelayanan.
b) Cek assembling pada formulir poliklinik dan cek sensus harian sesuai kliniknya.
c) Serahkan dokumen rekam medis rawat jalan ke bagian coding.
d) Jika terdapat dokumen rekam medis yang belum kembali maka petugas pengolahan
konfirmasi ke petugas poliklinik.
e) Dokumen rekam medis yang sudah dikoding diberikan ke bagian filling.
f) Serahkan sensus harian ke petugas pelaporan.
BAB 9
Alur Dan Prosedur Pelayanan
Pasien
Pendahuluan
Ketika Anda mengunjungi rumah sakit untuk pertama kali, tentu yang akan Anda
temui adalah bagian pendaftaran pasien. Pelaksanaan pendaftaran pasien ini merupakan
satu diantara tugas Anda sebagai Perekam Medis dan Infomasi Kesehatan. Mengapa?
Karena tempat pendaftaran merupakah bagian dari unit rekam medis. Rekam medis
merupakan dokumen permanen dan legal yang harus mengandung isian yang cukup lengkap
tentang identitas pasien, kepastian diagnosa dan terapi, serta merekam semua hasil yang
terjadi.Rekam medis yang telah ditata dengan rapi dan lengkap merupakan berkas yang layak
untuk dimanfaatkan bagi pasien, dokter, atau yang memiliki keperluan pada masa
selanjutnya. Rekam medis ini disimpan dan dijajar pada rak khusus dengan sistem tertentu
hingga mudah untuk mengambilnya kembali bila diperlukan. Pelayanan rekam medis berawal
di tempat pendaftaran pasien (front office), dimana pasien melakukan registrasi. Bagian
pendaftaran inilah yang menjadi cerminan pelayanan rumah sakit yang ramah dan nyaman.
Dalam bab ini, Anda akan mempelajari pendaftaran dan pelayanan pasien baik rawat
jalan/ gawat darurat dan rawat inap. Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu
menjelaskantentang jenis registrasi baik ditempat pendaftaran dan pelayanan yang ada di
rumah sakit baik rawat jalan/ gawat darurat maupun rawat inap. Setiap topik registrasi secara
khusus dijelaskan tentang pengertian, tujuan, kegunaan, dan penanggung jawab registrasi
disertai cara pengisian registrasi.
Uraian Materi
A. Registrasi Pendaftaran dan Pelayanan Rawat Jalan/Gawat Darurat
1. Registrasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan
Registrasi pendaftaran rawat jalan dapat dilakukan secara manual dan elektronik, seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, dalam melakukan registrasi manual maka petugas
Rekam Medis menggunakan buku untuk menyimpan data pasien. Buku tersebut disebut buku
register. Buku Register adalah Buku catatan atau daftar (nama dan lain-lain) yg disusun
secara sistematik dan urut abjad (Badudu).Register juga merupakanalat penyimpan yang
memfasilitasi kemudahan dan ketepatan pengambilan kembali data. Buku register dibuat
untuk meregistrasi setiap pasien rawat jalan yang mendaftar di Tempat Pendaftaran Pasien
Rawat Jalan (TP2RJ), baik pengunjung baru maupun pengunjung lama. Pengunjung baru
adalah pengunjung yang baru pertama kali mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah
sakit atau pelayanan kesehatan, sedangkan pengunjung lama adalah pengunjung yang
sudah pernah mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan
tersebut.
a. Tujuan Registrasi Pendaftaran Rawat Jalan
1) Untuk memperoleh informasi mengenai jenis pengunjung, cara pembayaran
dari setiap pasien rawat jalan yang mendaftar melalui TP2RJ
2) Sebagai acuan langah-langkah pelaksanaan peneriman pasien baru dan lama.
b. Kegunaan Registrasi Pendaftaran Rawat Jalan
1) Untuk mengetahui jumlah pengunjung baru dan lama yang berobat jalan ke
rumah sakit sebagai dasar pembuatan laporan RL5.
2) Sebagai arsip TP2RJ yang harus disimpan pada unit Rekam Medis Rumah
Sakit.
c. Tanggung Jawab Pelaksanaan
Buku ini dibuat untuk meregistrasi setiap pasien rawat inap yang mendaftar di Tempat
Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TP2RI). Untuk pasien rawat inap tidak ada dibedakan atas
pengunjung baru dan lama, kunjungan baru dan lama maupun kasus baru dan lama. Tetapi
dibutuhkan informasi terkait cara penerimaan pasien dan asal pasien serta mobilisasi pasien
selama dirawat (perpindahan pasien).
a. Tujuan Registrasi Pendaftaran Rawat Inap
Untuk memperoleh informasi semua pasien yang dirawat (masuk, pindah ruang rawat
dan keluar rumah sakit) sehingga informasi dari pasien yang bersangkutan dapat
bermanfaat untuk rumah sakit maupun pasien.
b. Kegunaan Registrasi Pendaftaran Rawat Inap
1). Merupakan catatan yang digunakan untuk memonitor keadaan pasien
masuksetiap hari ke Ruang Rawat inap, Pindahan Intern Rumah Sakit sampai
pasien tersebut keluar rumah sakit yang dirincikan jenis pelayanan yang ada.
2). Mengetahui tempat tidur yang belum terisi pada masing-masing ruang rawat
inap agar memudahkan penempatan pasien yang akan masuk rumah sakit.
3). Mengetahui ruangan tempat seorang pasien dirawat, serta untuk mengetahui
apakah seorang pasien masih dirawat atau sudah pulang.
4). Merupakan data dasar dari jumlah pasien yang ada diruang rawat inap yang
perlu dicatat dan dilaporkan setiap hari ke Unit Rekam Medis yang angkanya
akan di cek silang (cross check) dengan sensus harian yang dibuat masing-
masing ruang rawat inap.
5). Merupakan catatan yang selalu berada ditempat penerimaan pasien rawat inap
dan dipakai selama 24 jam.
c. Tanggung Jawab Pelaksanaan
1). Kepala TP2RI bertanggung jawab dalam pengisian Buku Register P2RI.
2). Petugas yang ditunjuk oleh Kepala TP2RI melaksanakan pengisian Buku
Register sesuai petunjuk yang telah ditetapkan.(Rekam Medis)
3). Buku Register disediakan oleh unit Rekam Medis.
d. Tabel Register Pendaftaran Pasien Rawat Inap Berdasarkan Buku petunjuk pengisian,
pengolahan dan penyajian data rumah sakit, 2005, Registrasi pendaftaran pasien
rawat inap dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun elemen data dalam
registrasi pendaftaran pasien rawat inap.
Berdasarkan Buku petunjuk pengisian, pengolahan dan penyajian data rumah sakit,
2005, Registrasi pelayanan pasien rawat inap dapat digunakan sebagai acuan dalam
menyusun elemen data yang digunakan dalam registrasi pelayanan pasien rawat inap.
8) Cara Pasien Masuk RS, diisi dengan cara pasien masuk ke rawat inap
(dengan memberi tAnda √ pada kolom yang sesuai pasien):
a) Kolom 9; bila pasien masuk dari Instalasi Gawat Darurat
b) Kolom 10; bila masuk dari Unit Rawat Jalan/ poliklinik
c) Kolom 11; bila masuk dari TP2RI
d) Kolom 12; bila pasien langsung rawat inap
9) Pindah intern RS dari, diisi dengan :
a) Kolom 13; diisi nama ruang rawat inap sebelumnya
b) Kolom 14; diisi kelas perawatan pasien sebelumnya
c) Kolom 15; diisi dengan tanggal pindah pasien
10) Dipindahkan intern RS ke, diisi dengan :
a) Kolom 16; diisi nama ruang rawat inap yang baru
b) Kolom 17; diisi kelas perawatan pasien diruang yang baru
c) Kolom 18; diisi dengan tanggal pindah ke ruang yang baru
11) Tanggal dan Jam keluar (H+M), diisi dengan menulis tanggal dan jam keluar
pasien baik hidup maupun meninggal
12) Diagnosa utama, diisi dengan diagnosa utama pasien
13) Komplikasi, diisi dengan komplikasi lain dari penyakit pasien bila ada
14) Sebab Luar kecelakaan, diisi dengan sebab luar kecelakaan bila ada
15) Tindakan/ operasi, diisi dengan nama tindakan/ operasi pasien
16) Tanggal Tindakan/operasi, diisi dengan tanggal tindakan/ operasi pasien bila
ada
17) Dokter yang merawat, diisi dengan nama dokter/ inisial dokter yang merawat/
DPJP
18) Cara Pasien Keluar RS, diisi dengan pilihan ;
a) Kolom 26; bila pasien Pulang
b) Kolom 27; bila pasien ke RS lain yang lebih tinggi
c) Kolom 28; bila pasien Pindah RS lain
d) Kolom 29; bila pasien Pulang paksa
e) Kolom 30; Lain-lain yang dianggap penting yang belum ada pada kolom
sebelumnya
19) Keadaan Pasien keluar RS, diisi dengan memberi ceklist (√) pada kolom
keluar hidup;
a) Kolom 31; bila pasien keluar hidup sembuh
b) Kolom 32; bila pasien keluar hidup belum sembuh, Kolom keluar Mati/
Meninggal;
c) Kolom 33; bila pasien meninggal dipilih < 48 jam 2)
d) Kolom 34; bila pasien meninggal > 48 jam
20) Cara Pembayaran, diisi dengan:
a) Kolom 35; bila pasien Membayar sendiri/ cash
b) Kolom 36; BPJS,
c) Kolom 37; Asuransi lain ( dapat dirinci sesuai dengan asuransi lain yang
bekerjasama dengan RS),
d) Kolom 38: kontrak ( perusahaan yang bekerjasama dengan RS),
e) Kolom 39: lainnya (bila diperlukan)
BAB 10
Sistem dan Subsistem Rekam
Medis
Pendahuluan
Sistem rekam medis yaitu tata cara pengumpulan data rekam medis, penyimpanan
rekam medis, pengolahan data rekam medis dan penyampaian laporan informasi hasil
pelayanan pasien yang digunakan untuk berbagai keperluan pelayanan klinis, kesehatan
masyarakat dan manajemen. Sedangkan, sistem pelayanan rekam medis merupakan suatu
sistem yang mengorganisasikan formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasikan
sedemikian rupa untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan manajemen klinis dan
administrasi guna memudahkan pengelolaan dalam melayani pasien yang memandang
sebagai manusia seutuhnya, sehingga semua hasil pelayanan kepada pasien dapat dinilai
dan dilihat pada formulir-formulir dalam rekam medis (Sudra, 2013).
Berdasarkan peran dan kedudukan rekam medis dalam sistem pelayanan kesehatan
maka rekam medis merupakan salah satu subsistem. Begitu juga dalam rekam medis terdiri
dari beberapa sistem yaitu sistem penamaan, sistem penomoran, sistem penyimpanan rekam
medis dan sistem penjajaran rekam medis. Dari definisi diatas, berikut uraian tentang sistem
dan subsitem rekam medis.
Uraian Materi
A. Sistem Penamaan
Nama seseorang merupakan identitas pribadi yang dimiliki seseorang sejak lahir sampai
setelah ia meninggal. Sistem penamaan diberikan untuk membedakan antara pasien satu
dengan pasien yang lain, sehingga mempermudah dan memperlancar sistem pelayanan
rekam medik yang diberikan kepada pasien pada waktu berobat ke rumah sakit.
Dalam penulisan nama formulir rekam medik harus sesuai dengan persyaratan penulisan
dan kelengkapan nama seseorang untuk kemudian di indek. Berikut ini cara menulis dan
mengindek nama pada formulir rekam medic.
1. Nama Orang Indonesia
a) Nama Tunggal
Nama orang dapat terdiri dari satu kata, dua kata atau lebih. Nama orang yang hanya
terdiri dari satu kata, diindeks sebagaimana nama itu tersebut.
Contohnya: Sumarto Sumarto
b) Nama Majemuk
Nama orang Indonesia yang majemuk dan oleh si pemilik nama itu ditulis menjadi
satu, diindeks sebagai mana itu ditulis.
Contoh : Amir Hamzah Hamzah Amir
c) Nama Keluarga
Nama orang Indonesia yang mempergunakan nama keluarga, yang diutamakan nama
keluarganya.
Contoh: Anton Wiryosubroto Wiryosubroto Anton
d) Bukan Nama Keluarga
Nama orang Indonesia yang terdiri dari satu atau dua kata, akan tetapi nama itu adalah
nama sebenarnya bukan nama keluarga, maka diindeks kata terakhir dijadikan kata
tangkap utama, atau dianggap sebagai nama keluarga.
Contoh: Bagus Basudewo Basudewo Bagus
e) Nama Marga, Suku, Clan
Nama orang Indonesia yang mengunakan nama marga, suku, dan clan, maka yang
diutamakan nama marga, suku, dan nama clan (kaum).
b) Nama orang Arab, Persia, Turki dan sejenisnya, yang menggunakan kata-kata bin,
binti, ibn, ibnu, maka bagian nama yang didahului oleh kata-kata tersebut dijadikan
sebagai kata pengenal utama.
Contoh: Arifin bin Said Said, Arifin bin
c) Nama orang Arab, Persia, Turki, dan sejenisnya yang sesudahnya kata bin, binti, dan
sebagainya terdapat dua nama atau lebih, maka yang demikian diindeks dan ditulis
dengan menggunakan kata akhir sebagai kata pengenal utama.
Contoh: Awab bin Abdullah Majid Majid, Awab bin Abdullah
d) Nama orang Arab, Persia, Turki, dan sejenisnya, yang sesudah kata bin diiringi
dengan dua kata yang menggunakan kata bin juga, maka diindeks dan ditulis seperti
contoh dibawah ini.
Contoh: Gozali bin Umar bin Majid Majid, Umar bin Gozali
Ada 2 adaptasi dari sistem penomoran dan penjajaran secara unit, yaitu:
a) Social Security Numbering
Hanya digunakan di Amerika Serikat dan efektif pada Veteran Administration Hospital.
b) Family Folder
Terdiri dari pasang digit tambahan yang ditempatkan pada setiap keluarga. Dua digit
ditempatkan sebelum nomor rekam medic.
Contoh: 01-54121 (KK)
02-54121 (Pasangan)
03-54121 (Anggota keluarga lain)
Keuntungannya adalah semua informasi pada atu keluarga terkumpul. Kerugiannya
adalah sering terjadi perubahan statu karena kasus perceraian atau perkawinan
kembali.
C. Sistem penjajaran
Tujuan dari sistem penjajaran adalah untuk mempermudah dan mempercepat ditemukan
kembali dokumen rekam medik yang disimpan dalam rak filing. Sistem penjajaran dibagi
menjadi 3, yaitu:
1. Sistem Nomor Langsung (Straight Numerical Filing = SNF)
Sistem nomor langsung merupakan penyimpanan dokumen rekam medik dalam rak
penyimpanan secara berturut-turut sesuai dengan urutan nomornya.
Contoh: 46-50-23
46-50-24
46-50-25
Kerugiannya adalah :
a. Petugas harus memperhatikan seluruh angka nomor sehingga mudah terjadi
kekeliruan menyimpan.
b. Mudah mencari dokumen rekam medik dalam jumlah banyak dengan nomor
berurutan.
c. Pengawas kerapian penyimpanan sangat sukar dilakukan karena petugas tidak
terbagi menurut nomor.
Keuntungan :
Mudah mengambil 100 buah rekam medik yang nomornya berurutan.
Petugas dapat dibagi untuk bertugas pada bagian tertentu.
Penggantian sistem nomor langsung ke angka tengah lebih mudah dari pada ke sistem
akhir.
Kerugian :
Petugas memerlukan latihan dan bimbingan lebih lama.
Sistem ini tidak dapat digunakan apabila nomor rekam medik sudah melebihi 6 digit.
2. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyimpanan dokumen rekam medik pasien terpisah antara
dokumen rekam medik rawat jalan dengan dokumen rekam medik rawat inap.
Keuntungan sistem desentralisasi adalah sebagai berikut:
Efisien waktu, sehingga pasien mendapat pelayanan lebih cepat.
Beban kerja dari petugas lebih ringan.
Penyusutan dan pemusnahan adalah kegiatan pengurangan jumlah formulir yang dapat
di dalam rekam medis dengan cara memilih-milah nilai guna dari tiap-tiap formulir atau
dengan memisahkan dokumen rekam medis aktif dengan dokumen rekam medis inaktif.
F. Sistem Pelaporan
Pelaporan terpadu puskesmas menggunakan kalender yaitu dari bulan Januari sampai
Desember. Sejak April 1992 telah diberitahukan bentuk pelaporan baru yang membedakan
antara pelaporan dari puskesmas ke Dati II dan Dati II ke pusat, sedangkan untuk kebutuhan
Dati I (Laporan dari Dati II ke Dati I) diberi kesempatan pada setiap Dati I untuk
menggembangkan bentuk pelaporannya sesuai indikator masing-masing puskesmas.
1. Mekanisme Pelaporan
1) Laporan dari puskesmas pembantu dan laporan dari puskesmas kelilling, posyandu
dan bidan desa disampaikan ke pukesmas yaitu pengelola pencatatan dan
pelaporan.
2) Pengelola pencatatan pelaporan menyusun dan mengkompilasi data yang
bersumber dari register dan sensus harian.
3) Hasil kompilasi dimasukkan ke formulir laporan untuk dikirim puskemas ke Dinas
Kesehatan Kota.
4) Hasil olahan dianalisis dan disajikan untuk kepentingan puskesmas dalam
mengambil tindakan.
2. Frekuensi Pelaporan
1) Laporan bulanan LB 1 (Data Kesakitan), LB2 (Data Kematian), LB3 (Data Operaional
Gizi, Imunisai dan KIA) da LB4(Data Obat) yang baru dilakukan setiap bulan paling
lambat dikirim ke Dinas Dati II tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan dibuat oleh
pelaksana program dan pukesmas pembantu kepada koordinator laporan di tingkat
puskesmas dan paling lambat sudah diterima pada tanggal 5 bulan berikutnya dari
bulan pelaporan.
2) Laporan triwulan yaitu data kegiatan puskesmas yang dilaporkan pada tanggal 10
bulan berikutnya dari bulan terakhir triwulan terebut kepada Dinas Kesehatan Dati I.
3) Laporan tahunan terdiri dari LSD1 (Data umum dan failitas), LD2 (Data sarana), LSD3
(Data ketenagaan) dilaporkan paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun
berikutnya. Laporan ini hanya dilaporkan satu kali saja.
BAB 11
Indeks Penyakit dan Tindakan
Pendahuluan
Kualitas data selalu dimulai dari sumber data. Jika data yang dikumpulkan tidak
benar dari awal proses, maka kesalahan data langsung tampil saat digunakan dalam proses
pelayanan. Misalnya kesalahan pada saat menulis diagnosa masuk akan mengakibatkan
kesalahan dalam penempatan pasien di ruang perawatan. Diperlukan koreksi informasi
pertama kali pada butir-butir pengumpulan data. Pengumpulan data pasien pertama kali
adalah saat melakukan registrasi, baik dirawat jalan ataupun ke fasilitas pelayanan lainnya
dan tanggung jawab ini hanya pada satu area. Bila terdapat fasilitas pelayanan rumah sakit
lebih besar maka registrasi dapat dilakukan diberbagai tempat. Selama proses registrasi,
petugas rekam medis mempersiapkan registrasinya.
Butiran data yang dikumpulkan menjadi informasi pasien yang dibutuhkan untuk
identifikasi, pengobatan, dan pembayaran pelayanan kesehatan. Hal tersebut merupakan
langkah awal dari proses manajemen informasi kesehatan. Data-data yang ada akan
dikumpulkan menggunakan format indeks yang dapat diolah menjadi laporan yang dibutuhkan
dalam sarana pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaannya indeks dapat dilakukan dengan
format manual maupun elektronik. Data yang terdapat didalam indeks akan disimpan secara
permanen.
Uraian Materi
A. Pengertian Indeks penyakit dan Tindakan
Mengacu pada (Kemenkes, 2008) nomor 269 pasal1 ayat1 mendefinisikan rekam medis
adalahberkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien Penyelenggaraan sistem rekam medis yang baik, salah satunya
harus ditunjang oleh pembuatan indeksing yang baik.Menurut (Budi, 2011) Indeksing adalah
pembuatan tabulasi sesuai dengan kode yang sudah dibuat kedalam kartu indeks atau
komputerisasi.
Sedangkan Indeks dalam arti bahasa adalah daftar kata atau istilah penting yang
terdapat dalam buku tersusun menurut abjad yang memberikan informasi tentang halaman
tempat kata atau istilah tersebut ditemukan. Beberapa macam indeks yang dibuat oleh bagian
rekam medis diantaranya adalah indeks utama pasien, indeks penyakit (rawat jalan dan rawat
inap), indeks operasi, indeks kematian, dan indeks dokter (Budi, 2011). Dalam rekam medis
indeksing penting karena kegunaan indeks sendiri sebagai acuan dalam beberapa kegiatan
rekam medis salah satunya adalah indeks penyakit yang berguna untuk pembuatan pelaporan
statistik dan pembuatan laporan 10 besar penyakit (Sudra, 2017).
Pengertian kearsipan: Petunjuk atau tanda pengenal untuk memudahkan menetukan
tempat penyimpanan dan penemuan arsip. Indeksing, Menurut Pedoman Penyelenggaraan
Rekam Medis 1997: Adalah membuat tabulasi sesuai kode yang sudah dibuat ke dalam
indeks – indeks (dapat menggunakan kartu indeks atau nomor komputerisasi).
Dalam rekam medis indeksing penting karena kegunaan indeks sendiri sebagai acuan
dalam beberapa kegiatan rekam medis.contohnya indeks penyakit digunakan untuk kegiatan
retensi, pembuatan laporan statistik dan pembuatan laporan 10 besar penyakit. Salah satu
contoh rekapan dari indeks penyakit yang sangat berguna untuk pembuatan pelaporan adalah
data 10 besar penyakit dan untuk pengolahan data morbiditas rawat jalan dan laporan RL 4b.
Terhentinya proses pengindeksan penyakit khususnya rawat inap akan mempengaruhi
terhadap pengolahan
Komputerisasi Indeks
Saat ini pengembangan indeks diproses dengan computer. Pengolahan dan kesedian
informasi melalui komputerisasi telah membawa bagian sistem informasi, di suatu institusi
keseharan, memasuki zaman/era informasi, dan sekaligus menuntut pengubahan peran
praktisi rekam medis menjadi tenaga professional di bidang Manajemen Informasi kesehatan.
Indexing (Pembuatan Indeks) adalah proses penataan sandi (codes) berdasarkan satu cara
yang akan memudahkan proses rujukan (retrieval = pengambilan kembali) data tentang
sesuatu yang khusus.
MANFAAT INDEKS:
Di institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) indeks bermanfaat sebagai alat
pengumpul (kompilasi) gabungan data yang bersumber dari kumpulan rekam medis (medical
records) yang telah diklasifikasi ke satu jenis nomor code yang mewakili sesuatu yang disebut
pada judul indeks.
Kartu Indeks:
Kartu yang berisikan satu kelompok hal yang sejenis sesuai yang tercantum pada judul
indeks, dilengkapi rincian keterangan tentang hal yang terkait yang umumnya memenuhi
kebutuhan pemakai.
Nama sebutan data yang disimpan dicantumkan pada judul indeks terkait, dan semua
rincian yang diperlukan diisikan dalam format struktur indeks, untuk bisa disimpan dalam
sistem dan mudah diambil kembali sesuai judul indeks (indeks penyakit diwakili sebutan
diagnosis disertai kode 3-digit karakter) bila suatu waktu diperlukan.
B. Indeks Penyakit
Dari data klinis yang ada dalam rekam medis pasien, terdapat data diagnosis. Diagnosis
adalah keadaan gambar nyata hasil pemrosesan kumpulan gejala (Signs & symptoms)
melalui menajemen asuhan medis berdasarkan suatu Standard Asuhan Medis (yang
berlaku). Data diagnosis ini akan di kumpulkan ke dalam indeks penyakit yang akan berguna
untuk pembuatan statistik kesehatan terutama angka kesakitan dan angka kematian.
1. Pengertian Indeks Penyakit
Indeks Penyakit adalah suatu susunan ringkasan daftar data jenis penyakit dan keadaan
sakit berdasarkan suatu sistem klasifikasi atau kode penomoran sebagai sarana komunikasi.
Oleh karenanya, indeks penyakit harus mencerminkan data yang lebih luas dari sekedar
indeks sebutan penyakitnya. Akan tetapi harus tetap berkaitan dengan suatu subyek dan
menjadi sumber informasi tentang penyakit yang ada pada judul indeks.
2. Pentingnya Indeks Penyakit
a. Untuk mereview kasus-kasus suatu penyakit di masa lalu dalam rangka
mendapatkan pemahaman akan penanganan masalah kesehatan pasien yang
sedang dihadapinya.
b. Untuk menguji teori dan memandingkan data pada penyakit tertentu dan pengobatan
dalam rangka penelitian dan menyiapkan naskah ilmiah.
c. Untuk menggali data tentang utilisasi dan menentukan kebutuhan fasilitas akan
perlengkapan, tempat tidur, staf, dan sebagainya.
d. Untuk mengevaluasi mutu pelayanan di suatu fasilitas.
e. Untuk melakukan penelitian epidemiologi dan kontrol infeksi, pentingnya indeks
penyakit untuk mahasiswa kesehatan untuk dijadikan sebagai bahan penelitian
(Depkes RI, 2006).
Indeks penyakit disediakan oleh unit rekam medis rumah sakit. Dalam implementasinya
indeks penyakit dapat dilakukan secara manual maupun terintegrasi dalam sistem informasi
rumah sakit yang ada.
Indeks dibuat untuk satu jenis diagnosa/ Kode ICD 10, berikut cara pengisian
tabel Indeks Penyakit rawat jalan:
1) Beri judul lembaran indeks untuk satu diagnosa tertentu dan beri kode penyakit
berdasarkan ICD 10
2) Kolom 1:, diisi dengan no urut
3) Kolom 2: diisi dengan Nomor rekam medis pasien
4) Kolom umur terdiri dari :
a) Kolom 3; Umur (L) , diisi dengan Umur pasien yang sesuai dengan Tanggal
lahir, bulan dan tahun pasien dilahirkan dengan jenis kelamin laki-laki
b) Kolom 4; Umur (P) , diisi dengan Umur pasien yang sesuai dengan Tanggal
lahir, bulan dan tahun pasien dilahirkan dengan jenis kelamin perempuan
5) Kolom Kelompok umurdiisi sesuai umur pasien diberi tanda √, terdiri dari :
a) Kolom 5; umur 0-<28 hari
b) Kolom 6; umur 28- <1 th
c) Kolom 7; umur 1-4 th
d) Kolom 8; umur 5-14 th
e) Kolom 9; umur 15-24 th
f) Kolom 10; umur 25-44 th
g) Kolom 11; umur 45-64 th
h) Kolom 12; umur >64 th
6) Kolom 13; diisi dengan Kode Klinik
7) Kolom 14; diisi dengan Tanggal Periksa
8) Kolom 15; diisi dengan Diagnosa Sekunder
9) Kolom 16; diisi jenis operasi kecil yang dilakukan (bila ada)
10) Kolom 17; diisi nama Dokter yang memeriksa
11) Kolom Asal pasien diisi sesuai alamat pasien diberi tanda √, terdiri dari :
a) Kolom 18; Jakarta Pusat
b) Kolom 19; Jakarta Barat
c) Kolom 20; Jakarta Timur
d) Kolom 21; Jakarta Utara
e) Kolom 22; Jakarta Selatan
f) Kolom 23: Botabek( Bogor, Tanggerangan Bekasi)
g) Kolom 24 ; Lain -Lain
b. Indeks penyakit rawat inap
Indeks dibuat untuk satu jenis diagnosa/ Kode ICD 10, berikut cara pengisian
Indeks Penyakit Rawat Inap:
1) Beri judul lembaran indeks untuk satu diagnosa tertentu dan beri kode penyakit
berdasarkan ICD 10
2) Kolom 1:, diisi dengan no urut
3) Kolom 2: diisi dengan Nomor rekam medis pasien
4) Kolom umur terdiri dari:
a) Kolom 3; Umur (L) , diisi dengan Umur pasien yang sesuai dengan
Tanggal lahir, bulan dan tahun pasien dilahirkan dengan jenis kelamin
laki-laki
b) Kolom 4; Umur (P) , diisi dengan Umur pasien yang sesuai dengan
Tanggal lahir, bulan dan tahun pasien dilahirkan dengan jenis kelamin
perempuan
5) Kolom Kelompok umur diisi sesuai umur pasien diberi tanda √, terdiri dari :
a) Kolom 5; umur 0-<28 hari
b) Kolom 6; umur 28- <1 th
c) Kolom 7; umur 1-4 th
d) Kolom 8; umur 5-14 th
e) Kolom 9; umur 15-24 th
f) Kolom 10; umur 25-44 th
g) Kolom 11; umur 45-64 th
h) Kolom 12; umur >64 th
6) Kolom 13; diisi dengan Nama Ruang/ Bagian
7) Kolom Tanggal diisi;
a) Kolom 14; diisi dengan Tanggal Masuk Rawat
b) Kolom 15; diisi dengan Tanggal Keluar Rawat
8) Kolom 16; diisi dengan Lama rawat
9) Kolom 17; diisi dengan Diagnosa Sekunder
10) Kolom 18; diisi dengan Komplikasi
11) Kolom 19; diisi jenis operasi kecil yang dilakukan (bila ada)
12) Kolom 20; diisi nama Dokter yang memeriksa
13) Kolom Asal pasien diisi sesuai alamat pasien diberi tanda √, terdiri dari :
a) Kolom 21; Jakarta Pusat
b) Kolom 22; Jakarta Barat
c) Kolom 23; Jakarta Timur
d) Kolom 24; Jakarta Utara
e) Kolom 25; Jakarta Selatan
f) Kolom 26: Botabek( Bogor, Tanggerangan Bekasi)
g) Kolom 27 ; Lain -Lain
14) Kolom 28; diisi keterangan hal-hal lain yang tidak terdapat dalam kolom
yang disediakan.
20) Kolom 43, diisi dengan Total Biaya perawatan pasien tersebut.
6. Informasi Yang diperoleh dari Indeks Penyakit
a. Data Penyakit per kelompok umur dapat digunakan untuk membuat ;
a) Laporan morbiditas pasien rawat jalan maupun rawat inap
b) Laporan 10 besar kasus rawat jalan dan rawat inap
c) Surveilans aktif rumah sakit
d) Surveilan penyakit tidak menular
e) Angka kesakitan penyakit tertentu
f) Angka kematian penyakit tertentu
g) Lama rawat pasien dengan kasus tertentu
h) Rata-rata lama rawat pasien di ruang perawatan tertentu
b. Data indikator rumah sakit, BOR, LOS, TOI,BTO, NDR,GDR
c. Data untuk riset/ penelitian per kasus tertentu
A. INDEKS TINDAKAN
1. Pengertian Indeks Tindakan
Indeks tindakan atau indeks operasi atau indeks prosedur medis yaitu indeks
tentang tindakan medis tertentu sesuai dengan tindakan yang dilakukan dokter
pada pelayanan rawat jalan atau rawat inap. Indeks operasi dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu indeks operasi rawat jalan dan rawat inap.
2. Kegunaan indeks Tindakan
a. Menelusuri nomor rekam medis dan nama pasien dengan tindakan yang sama
untuk disediakan dokumen rekam medisnya guna berbagai keperluan,
misalnya untuk audit medik oleh Komite Medik.
b. Menyusun laporan kegiatan pembedahan berdasarkan spesialisasi dan
golongan operasi.
c. Sebagai sumber data untuk statistik rumah sakit,
d. Sebagai sumber data untuk keputusan-keputusan manajemen setelah data
tersebut diolah, misalnya perencanaan utilisasi kamar operasi, utilisasi
peralatan medis kamar operasi dan lain-lain.
3. Tanggung Jawab Pelaksanaan
a. Kepala Rekam medis bertanggung jawab atas kegiatan pengisian.
b. Petugas yang ditunjuk kepala rekam medis melaksanakan pengisian indeks
tindakan sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan.
c. Penyimpanan indeks secara manual dengan cara mengurutkan berdasarkan
diagnosis/ kode penyakit.
d. Indeks tindakan disediakan oleh unit rekam medis rumah sakit. Dalam
implementasinya indeks tindakan dapat dilakukan secara manual maupun
terintegrasi dalam sistem informasi rumah sakit yang ada.
4. Penyimpanan Indeks Tindakan
a. Indeks tindakan disediakan oleh unit rekam medis rumah sakit. Dalam
implementasinya indeks tindakan dapat dilakukan secara manual maupun
terintegrasi dalam sistem informasi rumah sakit yang ada.
b. Penyimpanan indeks secara manual dengan cara mengurutkan berdasarkan
diagnosis/ kode penyakit. 4. Ketentuan Penulisa.
5. Ketentuan Penulisan Indeks Tindakan
a. Setiap jenis tindakan menggunakan kartu yang sama (1 kartu untuk 1 jenis
tindakan).
b. Setiap nama tindakan diikuti dengan penulisan kode ICD 9CM (International
Classification of Disease 9th Revision Cinical Modification Sixth Edition).
c. Penyimpanan indeks tindakan didasarkan pada nama tindakan urut secara
alfabetik.
Data rutin yang perlu dimasukkan dalam Indeks Penyakit dan Tindakan, meliputi :
1. No. Rekam Medis
2. Jenis kelamin
3. Umur
4. Suku bangsa
5. Nama dokter yang merawat
6. Kelas perawatan
7. Hasil perawatan {pulang, meninggal (autopsi, tidak)}
BAB 12
Sistem Retensi, Penjajaran
RM, Penyusutan
Pemusanahan, Pengambilan
Kembali (retrival), Tahapan
Menjaga Kerahasiaan dan
Keamanaan Data
Pendahuluan
Sistem penomoran merupakan salah satu bagian dari sistem penjajaran rekam
medis. Sistem penjajaran merupakan sistem yang digunakan untuk melakukan penyimpanan
rekam medis di dalam rak dengan cara dijajar. Mutu pelayanan fasilitas kesehatan, baik rawat
jalan, inap maupun gawat darurat sangat dipengaruhi oleh sistem penjajaran rekam medis
dan pengelolaan sarana prasarana rekam medis dengan memisahkan rekam media aktif
maupun inaktif. Oleh sebab itu, maka sistem penjajaran rekam medis tersebut harus dikelola
dengan baik dan benar.
Uraian Materi
A. Sistem Retensi dan Penyusutan Pemusanahan
1. Pengertian Retensi
Menurut BPPRM tahun 2006, retensi memiliki pengertian yaitu suatu kegiatan
memisahkan atau memindahkan antara dokumen rekam medis inaktif dengan dokumen
rekam medis yang masih aktif di ruang penyimpanan (filing). Selain itu retensi dapat
diartikan juga sebagai pengurangan jumlah formulir yang terdapat di dalam berkas RM
dengan cara memilah nilai guna dari tiap-tiap formulir.
Sesuai dengan BPPRM tahun 2006, pemusnahan rekam medis adalah kegiatan
menghilangkan/ menghapus/ menghancurkan secara fisik dokumen rekam medis yang
telah mencapai 5 tahun sejak terakhir berobat di rumah sakit.
2. Tujuan Retensi
Sesuai dengan yang tertulis pada BPPRM tahun 2006, kegiatan retensi dan
pemusnahan dokumen rekam medis ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
a. Menjaga kerapihan penyusunan berkas RM aktif
b. Memudahkan dalam retrieval berkas RM aktif
c. Menjaga informasi medis yang masih aktif (yang masih mengandung nilai guna)
d. Mengurangi beban kerja petugas dalam penanganan berkas Aktif & In-aktif
3. Dasar Hukum Retensi
a. SK Dirjen Yan Medik no.78/YanMed/RS Umdik/YMU/1/91 tentang
penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit (Bab III D-E)
b. Surat Edaran DIRJEN Yanmed no.HK.00.05.1.5.01160 tahun 1995 : Petunjuk
Teknis Pengadaan Formulir RM dasar dan Pemusnahan arsip RM di rumah sakit
c. Undang-undang No.29 thn 2004 tentang Praktik Kedokteran (paragraf 3 pasal 46
sampai dengan 47)
d. Manual Rekam Medis (Konsil kedokteran Indonesia, bab V. item C,2006
e. PERMENKES No. 269/MenKes/Per/III/2008: tentang REKAM MEDIS. (pasal 8
sampai dengan 9)
4. Tata Cara Retensi Dokumen Rekam Medis
a) Penyisiran dokumen rekam medis
Penyisiran dokumen rekam medis yaitu suatu kegiatan pengawasan rutin terhadap
kemungkinan kesalahan letak dokumen rekam medis dan mengembalikannya pada
letaknya sesuai dengan sistem penjajaran yang digunakan. Ketika kegiatan ini
dilakukan, bersama itu pula dilakukan pencatatan dokumen rekam medis yang sudah
saatnya diretensi
b) Retensi dokumen rekam medis
Retensi atau penyusutan dokumen rekam medis yaitu suatu kegiatan memisahkan
antara dokumen rekam medis yang masih aktif dan yang non aktif atau in-aktif.
Tujuannya adalah mengurangi beban penyimpanan dokumen rekam medis dan
menyiapkan kegiatan penilaian nilai guna rekam medis untuk kemudian diabadikan
atau dimusnahkan.
Kegiatan retensi dilakukan oleh petugas penyimpanan (filing) secara periodik. Dan
dokumen yang sudah diretensi harus disimpan pada ruang terpisah dari dokumen
rekam medis aktif dengan mengurutkan sesuai tanggal terakhir berobat.
Untuk dokumen rekam medis anak-anak rumah sakit atau sarana pelayanan
kesehatan lain dapat membuat ketentuan tersendiri. Selain itu, sesuai dengan
kebutuhan rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan dapat
pula membuat ketentuan lain untuk kepentingan:
1) Riset dan edukasi
2) Kasus-kasus terlibat hukum minimal 23 tahun setelah ada ketetapan hukum
3) Perkosaan
4) HIV
5) Penyesuaian kelamin
6) Pasien orang asing
7) Kasus adopsi
8) Bayi tabung
9) Cangkok organ
10)Plastik rekontruksi
c) Penilaian nilai guna rekam medis
Penilaian nilai guna rekam medis yaitu suatu kegiatan penilaian terhadap formulir-
formulir rekam medis yang masih perlu diabadikan atau sudah boleh dimusnahkan.
Penilaian nilai guna ini dilakukan oleh tim pemusnah dokumen rekam medis yang
ditetapkan oleh direktur rumah sakit atau pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Tim
pemusnah mempunyai tugas membantu direktur rumah sakit dalam penyelenggaraan
pemusnahan rekam medis dengan memperhatikan nilai guna sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Tim tersebut terdiri dari:
1) Komite rekam medis sebagai ketua
2) Petugas rekam medis senior sebagai sekretaris
3) Anggotanya seperti unsur tata-usaha, perawat senior, dan tenaga lain yang
terkait
d) Pengabadian dan pemusnahan rekam medis
Setelah dilakukan penilaian terhadap nilai guna rekam medis dari dokumen rekam
medis in-aktif, Tim pemusnah kemudian mengabadikan formulir rekam medis yang
harus diabadikan sesuai dengan nilai gunanya.
Setelah dilakukan pengabadian nilai guna, dokumen rekam medis kemudian
dimusnahkan. Pemusnahan dapat dilakukan dengan cara pembakaran, dicacah atau
diserahkan pada pihak ketiga
5. Tata cara penilaian nilai guna rekam medis
a. Memisahkan formulir rekam medis yang harus diabadikan yaitu:
1) Ringkasan masuk dan keluar
2) Resume penyakit
3) Lembar operasi (termasuk laporan persalinan)
Pengambilan rekam medis juga dilakukan ketika ada pihak yang meminjam berkas rekam
medis. Ketentuan mengenai pengambilan rekam medis berdasarkan Pedoman
Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi II tahun 2006
adalah sebagai berikut :
1. Rekam Medis tidak boleh keluar dari ruang penyimpanan rekam medis, tanpa tanda
keluar/kartu peminjaman rekam medis. Peraturan ini tidak hanya berlaku bagi orang-
orang diluar ruang rekam medis, tetapi juga bagi petugas rekam medis sendiri.
2. Seorang yang menerima/meminjam rekam medis, berkewajiban untuk mengembalikan
dalam keadaan baik dan tepat waktunya dan harus dibuat ketentuan berapa lama jangka
waktu peminjaman berkas rekam medis, atau berkas rekam medis berada diluar ruang
penyimpanan rekam medis. Seharusnya setiap berkas rekam medis kembali lagi ke
raknya pada setiap akhir hari kerja, sehingga dalam keadaan darurat staff rumah sakit
dapat mencari informasi yang diperlukan.
3. Rekam medis tidak dibenarkan berada di luar rumah sakit, kecuali atas perintah
pengadilan.
4. Dokter-dokter atau pegawai-pegawai rumah-sakit yang berkepentingan dapat meminjam
rekam medis, untuk dibawa ke ruang kerjanya selama jam kerja, tetapi semua rekam
medis harus dikembalikan ke ruang rekam medis pada akhir jam kerja.
5. Jika beberapa rekam medis akan digunakan selama beberapa hari, rekam medis tersebut
disimpan dalam tempat sementara diruang rekam medis.
6. Kemungkinan rekam medis dipergunakan oleh beberapa orang, dan berpindah dari satu
orang ke lain orang harus dilakukan dengan mengisi “Kartu Pindah Tangan” karena
dengan cara ini rekam medis tidak perlu bolak-balik dikirim ke bagian rekam medis. Kartu
pindah tangan ini dikirimkan ke bagian rekam medis untuk diletakkan sebagai petunjuk
keluarnya rekam medis. Kartu pindah tangan tersebut berisi: tanggal, pindah tangan dari
siapa kepada siapa, untuk keperluan apa, dan digunakan oleh dokter siapa.
Aspek biologis adalah kerusakan dokumen yang disebabkan oleh tikus, kecoa,
dan rayap.
Keamanan isi dokumen rekam medis perlu adanya ketentuan peminjaman.
Dalam peminjaman dokumen rekam medis dapat diketahui keberadaan dokumen
dan siapa peminjamnya, dan juga perlu diketahui juga kepentingan peminjman
dokumen dan harus di perhatikan dari aspek hukumnya. (Wijiastuti 2014).
Ruang penyimpanan rekam medis harus dibangun dan diatur sebaik mungkin
sehingga mendukung keawtan berka rekam medis. Ruang penyimpanan ini
dipengaruhi oleh:
1. Lokasi ruangan atau gedung arsip sebaiknya terletak di luar daerah industri
dengan luas yang cukup untuk menyimpan arsip yang sudah diperkirakan
sebelumnya. Kalau merupakan bagian dari satu bangunan gedung, hendaknya
ruang arsip terpisah dari keramaian kegiatan kantor lainnya dan tidak dilalui oleh
saluran air.
2. Kontruksi bangunan sebaiknya tidak menggunakan kayu yang langsung
menyentuh tanah untuk menghindari serangan rayap.
3. Ruangan sebaiknya dilengkapi dengan penerangan, pengatur temperatur
ruangan, dan air conditioner (AC) yang bermanfaat untuk mengengendalikan
kelembaban udara di dalam ruangan. Kelembaban udara yang baik sekitar 50-
60% dan temperatur sekitar 600-750F atau 22°C-25°C.
4. Ruang harus selalu bersih dari debu, kertas bekas, puntung rokok, maupun sisa
makanan.
5. Alat penyimpanan seperti lemari, filling cabinet, rak, dan lainnya sebaiknya terbuat
dari logam tahan karat. Adapun alat pemeliharannya antara lain mesin pengisap
debu (vacum cleaner) , termohigrometer (alat pengukur suhu dan kelembaban
udara) alat pendeteksi api atau asap (fire or smoke derector), APAR dan lainnya.
BAB 13
Sistem dan Subsistem
Rekam Medis (Registrasi:
Penomoran, Penamaan,
Master Patient Index)
Pendahuluan
Rekam medik sudah mulai digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan mungkin
sudah digunakan untuk penelitian. Namun bila kedudukan rekam medik bila disandingkan
dengan ilmu kedokteran, rekam medik ditempatkan pada posisi penunjang dalam pelayanan
kepada pasien yaitu urusan catat-mencatat, simpan menyimpan dan pengambilan kembali
guna keperluan dokter dalam palayanan kepada pasien.unit rekammedis. Beberapa
kumpulan unsur-unsur yang menjadi satu dan saling berhubungan untuk mencapai tujuan
sistem yang bersangkutan. Menjalankansuatu prosedur sistem diperlukan suatu kebijakan
dan ketentuan peraturanserta pedoman agar tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Uraian Materi
1. Sistem Pengumpulan Data Pasien
Prosedur penerimaan pasien dapat dikatakan sebagai pelayanan yang pertama kali
diterima pasien saat tiba di fasilitas pelayanan kesehatan. Maka tidaklah berlebihan bila
dikatakan tata cara penerimaan pasien menjadi kesan pertama pasien baik ataupun tidak baik
tentang pelayanan kesehatan ditempat tersebut.
Tata cara melayani pasien dinilai baik ketika pasien dilayani oleh petugas dengan
sikap yang ramah, sopan, tertib dan tanggung jawab sesuai dengan asuhan pelayanan yang
dibutuhkan pasien. Petugas pendaftaran harus dapat mengidentifikasi kebutuhan pasien
sebelum mendaftarkan ke pelayanan kesehatan yang dituju. Identifikasi pasien yang tepat
sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan pasien, misi serta sumber daya yang ada di rumah
sakit/ puskesmas, akan meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber
daya yang tersedia di rumah sakit.
2. Alur dan Prosedur Pasien Pasien yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (rumah
sakit/ puskesmas) akan diterima oleh petugas pendaftaran. Pasien dilayani
berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan yang telah diidentifikasi sesuai dengan
sumberdaya di rumah sakit/ puskesmas. Berikut ini adalah penjelasan mengenai alur
dan prosedur menurut jenis kedatangan pasien.
a. Alur dan Prosedur Pasien Rawat Jalan
1) Pasien Baru Rawat Jalan Pasien baru adalah pasien yang baru pertama kali
datang untuk keperluan berobat baik ke poliklinik, gawat darurat maupun rawat
inap. Gambar dibawah ini menjelaskan alur dan prosedur pasien yang akan
melakukan rawat jalan, dimulai dari pendaftaran hingga hasil pemeriksaan
dokter.
Alur Pasien Rawat Jalan Alur pasien rawat jalan seperti yang dijelaskan pada
gambar di atas, sebagai berikut:
(a) Pasien menuju petugas untuk mendapatkan nomor antrian. Pasien yang datang
bisa disebabkan oleh kemauan sendiri, rujukan rumah sakit, rujukan dokter
praktek, rujukan puskesmas atau instansi kesehatan lain.
(b) Pasien menuju mesin antrian dan mengambil antrian pendaftaran.
(c) Pasien melaksanakan pendaftaran dengan identifikasi petugas mengenai data
pasien, apakah pasien tersebut pasien baru atau pasien lama. Bagi pasien baru,
petugas akan meminta pasien atau keluarga untuk mengisi formulir pendaftaran
(Gambar 1.2 Formulir Pendaftaran Pasien). Formulir pasien baru akan dicek
petugas dengan identitas lain (KTP/SIM/PASPOR/Lainnya). Selanjutnya petugas
melakukan pengecekan pada dokumen lainnya jika pasien menggunakan asuransi
kesehatan (Gambar 1.3 Kartu Asuransi Kesehatan) kemudian registrasi sesuai
klinik yang dituju. Pasien baru akan mendapatkan nomor rekam medis dankartu
berobat (Gambar 1.4 Kartu Berobat).
(d) Pasien menuju klinik yang sesuai dengan pendaftaran dan menunggu panggilan
antriansesuai nomor antrian klinik (gambar 1.6 Nomor Antrian Klinik).
(e) Dokter melakukan pemeriksaan dan berkonsultasi dengan pasien.
(f) Setelah pasien diperiksa dan berkonsultasi oleh dokter, lanjutan pelayanan dapat
berupa :
2) Pasien Lama Rawat Jalan Pasien lama rawat jalan adalah pasien yang sudah
pernah berkunjung ke rumah sakit/puskesmas untuk berobat ke poliklinik,
gawat darurat maupun rawat inap yang sudah terdata identitas dirinya pada
Master Indeks Utama Pasien (MIUP) dan sudah memiliki kartu berobat. Pasien
lama dapat dibedakan menjadi pasien yang datang dengan perjanjian dan
pasien yang datang tidak dengan perjanjian (atas kemauan sendiri). Berikut ini
adalah alur pasien lama rawat jalan :
a) Pasien Perjanjian Pasien perjanjian adalah pasien yang sudah melakukan
registrasi awal ke klinik yang dituju dengan surat kontrol atau via telepon.
(1) Pasien datang ke petugas pendaftaran membawa kartu berobat dan
menyebutkan sudah melakukan registrasi awal dengan perjanjian.
(2) Petugas akan mengecek dokumen lainnya untuk pasien asuransi
kesehatan.
(3) Petugas akan mencetak registrasi dan memberikan nomor antrian klinik
yang dituju pasien.
(4) Pasien akan mendapatkan nomor antrian klinik dan diarahkan
menunggu di klinikyang dituju.
(5) Setelah pasien selesai berkonsultasi dengan dokter, lanjutan
pelayanan dapat berupa :
1. Sembuh.
2. Jika pasien mendapat pengantar untuk pemeriksaan penunjang,
pasien menuju ke instalasi pemeriksaan penunjang dengan
membawa surat pengantar dari dokter.
3. Jika pasien dirujuk ke luar, dokter akan membuat surat pengantar
rujukan.
4. Jika pasien dikonsulkan ke spesialis lain, dokter akan membuat
surat konsultasi. Untuk pendaftaran di spesialis lainnya bisa
dilakukan dihari tersebut atau sesuai jadwal dokter spesialis.
5. Jika pasien dirawat, maka mengikuti alur pasien masuk rawat.
(6) Pasien menyelesaikan pembayaran di kasir dan mengambil obat di
apotik.
b) Pasien Tanpa Perjanjian Pasien tanpa perjanjian adalah pasien yang
datang langsung ke instansi pelayanan kesehatan.
c. Alur dan Prosedur Pasien Rawat Inap Pasien yang memerlukan perawatan, dibagi
menjadi 3, yaitu :
1) Pasien yang tidak urgen, artinya penundaan perawatan pasien tersebut tidak
akan mempengaruhi penyakitnya.
2) Pasien yang urgen, tetapi tidak darurat gawat, dapat dimasukkan kedalam
daftar tunggu.
3) Pasien gawat darurat (emergency), maka harus langsung dirawat.
2) Pasien memesan kamar perawatan sesuai dengan jenis pembayaran (jika pasien
asuransi kesehatan akan dicek dengan pelayanan dan kamar perawatan sesuai dengan
plafon pasien) dan melakukan registrasi pendaftaran rawat inap.
3) Petugas menghubungi kamar perawatan untuk memesan kamar dan menyampaikan hal-
hal yang diperlukan dalam perawatan pasien berdasarkan catatan dalam surat pengantar
rawat.
4) Pasien diberi penjelasan general consent/persetujuan umum dan membubuhkan nama,
tanda tangan pada formulir tersebut
5) Pasien kembali ke klinik/ ruang gawat darurat untuk dipasang infus dan diberi gelang
pasien Kemudian perawat menghubungi ruang perawatan sebelum membawa pasien ke
ruang perawatan. Perawat akan serahterima pasien dan rekam medis serta dokumen
penunjang lainnya untuk tindaklanjut perawatan pasien.
6) Pasien masuk ruang perawatan diterima dokter ruangan/ perawat ruangan.
rumah sakit, maka pasien dapat dirujuk ke rumah sakit yang lebih tinggi tipenya
dari rumah sakit tersebut. DPJP akan membuat surat rujukan, surat izin pulang
dengan memberi ceklis kolom lain-lain diisi dirujuk ke rumah sakit (sebutkan nama
rumah sakitnya) dan keluarga pasien akan membawa surat tersebut ke
pendaftaran rawat inap dan bagian kasir untuk memproses pembayaran.
b) Perawat ruangan akan melaksanakan prosedur pasien dirujuk.
c) Saat merujuk pasien/ keluarga didampingi dokter ruangan/ perawat ruangan
sesuai ketentuan yang berlaku dengan membawa surat rujukan dan copy
hasilhasil pemeriksaan selama perawatan di rumah sakit.
3) Alur pasien pindah ke rumah sakit lain, sebagai berikut :
a) Setelah visit, DPJP akan mengkaji asuhan perawatan jika pasien ingin pindah
rumah sakit dengan alasan yang dapat diterima. Selanjutnya dokter akan
memberikan surat izin pulang dan memberi ceklis kolom pindah RS, untuk
diproses dipendaftaran rawat inap.
b) Pasien menyelesaikan administrasi dan pembayaran di pendaftaran rawat inap
dan kasir rawat inap.
c) Pasien diberikan surat lepas perawatan dan resum medis dan juga penjelasan
tentang cara menggunakan obat, diet, waktu dan tempat kontrol oleh perawat
ruangan.
4) Alur pasien pulang paksa, sebagai berikut :
a) Jika pasien ingin pulang paksa, dokter ruangan akan menghubungi DPJP, pasien/
keluarga pasien akan membuat surat pernyataan pulang paksa, dokter ruangan
akan memberikan surat izin pulang dan memberi ceklis kolom pulang paksa, untuk
diproses dipendaftaran rawat inap.
b) Pasien menyelesaikan administrasi dan pembayaran di pendaftaran rawat inap
dan kasir rawat inap.
c) Pasien diberikan surat lepas perawatan dan resum medis dan juga penjelasan
tentang cara menggunakan obat, diet, waktu dan tempat kontrol oleh perawat
ruangan.
dimasukkan ke dalam indeks pasien. Adapun tata cara penulisan nama pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan yang perlu diperhatikan adalah :
1. Nama pasien sendiri yang terdiri dari satu suku kata atau lebih,
2. Penulisan nama sesuai denganKTP/ e-KTP/ SIM/ Paspor/ identitas lainnya yang masih
berlaku,
3. Untuk kesegaraman penulisan nama pasien digunakan ejaan baru yang disempurnakan
dengan menggunakan huruf cetak,
4. Pencantuman gelar ditulis dibagian belakang nama,
5. Perkataan Tuan, Bapak, saudara TIDAK dicantumkan dalam penulisan nama pasien,
6. Apabila pasien berkewarganegaraan asing maka penulisan namanya harus disesuaikan
dengan parpor yang berlaku di Indonesia,
7. Bila seorang bayi yang baru lahir hingga saat pulang belum mempunyai nama, maka
penulisan namanya adalah Bayi Ny xxx.
d. Nama wanita dibedakan yang telah kawin dan belum dengan Nn., Ny. dibelakang
nama
Nama Pasien : Ny.Hartini Suripto
Penulisan nama : Suripto, Hartini (Ny.)
e. Nama anak-anak diberi tanda An.
Nama Pasien : An. Siti Aminah Abdullah
Penulisan nama : Abdullah, Siti Aminah (An.)
f. Nama pria ditambah Tn.
Nama Pasien : Tn Yuwono Sutopo
Penulisan nama : Sutopo, Yuwono (Tn.)
2. Gelar-gelar
a. Gelar bangsawan merupakan bagian dari nama = nama baptis/ haji.
1) Nama Pasien : RA. KartiniBuwono
Penulisan nama : Buwono, RA. Kartini
2) Nama Pasien : Andi Lala Fahrizal
Penulisan nama : Fahrizal, Andi Lala
3) Nama Pasien : Sir Stanford Raffles
Penulisan nama : Raffles, Sir Stanford
b. Gelar yang dipakai di Sumatera Barat merupakan bagian dari nama tidak sama
dengan gelar yang di atas.
1) Nama Pasien : Rusli Datuk Tumenggung
Penulisan nama : Rusli, Datuk Tumenggung
2) Nama Pasien : Syamsuddin Sutan Bendaharo
Penulisan nama : Syamsuddin, Sutan Bendaharo
c. Gelar Kesarjanaan
1) Nama Pasien : Sumarno Notonegoro, SH
Penulisan nama : Notonegoro, Sumarno (SH)
2) Nama Pasien : KRT.Sumantri Partokusumo, MSc
Penulisan nama : Partokusumo, KRT. Sumantri (MSc)
d. Pangkat dan Jabatan tidak termasuk gelar
1) Nama Pasien : Mayor Sutopo Laksmono
Penulisan nama : Laksmono, Sutopo (Mayor)
2) Nama Pasien : Gubernur Ali Sadikin
Penulisan nama : Ali Sadikin (Gubernur)
F. PETUNJUK SILANG
Penulisan nama pasien yang sesuai dengan KTP/ SIM / PASPOR, diharapkan satu
pasien hanya memiliki satu nomor di rumah sakit/ puskesmas. Apabila seorang pasien
memiliki lebih dari satu nomor rekam medis, maka berkas rekam medis nomor tersebut harus
digabungkan menjadi satu nomor.Nomor yang digunakan adalah nomor rekam medis yang
pertama. Tetapi sebelum digabungkan harus terlebih dahulu dicocokkan data tanggal lahir,
alamat, serta identitas lain apakah benar-benar sesuai antara keduanya.
Contoh pengabungan nomor
Nama Pasien : Alyani Khairunnahda
Nomor Rekam Medis 1 : 00-01-12-52
Nomor Rekam Medis 2 : 00-05-45-09
Setelah digabung menjadi :
Nomor Rekam Medis 1 : 00-01-12-52 Alyani Khairunnahda
Nomor Rekam Medis 2 : 00-05-45-09 Lihat nomor 00-01-12-52
ada beberapa jenis. Mari, kita pelajari lebih lanjut mengenai indeks pasien atau yang sering
dikenal dengan istilah indeks utama pasien/ IUP.
Indeks pasien dalam format manual dibuat dalam bentuk kartu yang disebut Kartu
Indeks Utama Pasien (KIUP). Bila telah dibuat indeks pasien dengan media elektronis, maka
lebih memudahkan penggunannya dan tidak dibuat lagi kartu secara manual. Indeks ini
merupakan kunci untuk mengetahui data identitas sosial pasien yang digunakan dalam
pelayanan kesehatan. Indeks berfungsi sebagai referensi identitas utama pasien yang wajib
dibuat dalam setiap bentuk pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik dan
lainlain) dan bersifat permanen.
Fungsi indeks amat terasa bagi pasien terutama saat pasien tersebut tidak
membawa kartu berobat dengan alasan ketinggalan/ hilang. Sedangkan bagi kepentingan
administratif, data sosial pasien berguna bagi manajemen. IUP, dibuat pada saat pertama
kali pasien mendaftar di sarana pelayanan kesehatan, ini sudah pernah dibahas dalam
modul 2 tentang registrasi pasien. Dalam perkembangan sistem tehnologi informasi
kesehatan rumah sakit sudah melakukan pendaftaran secara elektronis (on-line), namun
demikian dalam akreditasi rumah sakit (2012), rumah sakit perlu memiliki back up data agar
dapat digunakan dalam kondisi tertentu, sehingga indeks pasien dicetak sesuai kebijakan
yang ada di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
1. Pengertian Indeks Utama (Master Patient Index)
Pasien Indeks Utama Pasien adalah daftar permanen yang mengandung nama semua
pasien yang pernah terlayani di fasilitas kesehatan terkait (disebut juga: patients’ Index,
Master Patient Index atau Master File).
2. Kegunaan Indeks Utama Pasien
Indeks Utama Pasien adalah kunci petunjuk lokasi rekam medis pasien di dalam jajaran
file, oleh karenanya IUP adalah satu diantara alat (tool) terpenting di unit kerja Rekam Medis
, Klinik atau Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas).
3. Tanggung Jawab Pelaksanaan
a. Kepala TP2RJ bertanggung jawab atas kegiatan pengisian indeks utama pasien saat
pasien mendaftar pertama kalinya di rumah sakit/ puskesmas.
b. Petugas yang ditunjuk oleh Kepala TP2RJ melaksanakan pengisian indeks pasien
sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan.
c. Indeks Pasien diperbaharui bila ada perubahan setiap pasien datang ke pendaftaran.
4. Elemen Data Dalam Indeks Utama Pasien
Elemen data yang tertera pada indeks utama pasien bisa bervariasi antara setiap
sarana pelayanan kesehatan, namun secara garis besar mencakup unsur :
a. Nama lengkap adalah nama pasien yang melekat pada identitas diri pasien
b. Alamat lengkap adalah alamat tinggal sesuai dengan KTP/ e KTP
c. Nomor Rekam Medis adalah nomor yang sesuai dengan nomor yang digunakan
untuk menjajar rekam medisnya.
d. Tempat dan Tanggal lahir adalah tempat lahir, hari, bulan dan tahun kelahiran
pasien (usia), bila pasien memiliki nama sama maka tanggal lahir bisa menjadi
informasi tambahan untuk identifikasi nomor pasien dan untuk mencari berkasnya.
e. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin pasien laki-laki atau perempuan
f. Nama orang tua adalah nama orangtua kandung pasien
Gambar 3.1 Kartu indeks Utama pasien berbentuk kartu (tampak depan)
Gambar 3.2 Kartu indeks Utama pasien berbentuk kartu (tampak belakang)
b. Elektronik
Seperti disebutkan sebelumnya,indeks utama pasien dapat berupa elektronik.
Dimana pada saat masuk ke rumah sakit, Petugas registrasi pendaftaran
memasukkan database pasien baru dalam aplikasi sistem informasi di komputer. Jika
pasien sudah pernah berobat ke rumah sakit, informasi pasien akan ditampilkandi
layar komputer Register Pendaftaran kemudian memperbarui demografis atau
informasi data pasien yang telah berubah sejak sebelumnya masuk atau berkunjung.
JikaPasien belum pernah ke rumah sakit sebelumnya, petugas pendaftaran
mengumpulkaninformasi demografis pasien dan sistem secara otomatis memberikan
pendaftaran baru, atau nomor rekam medis, dan menyimpan informasi ini di
dalamnya. Rekaman pelayanan pasien pada saat pasien keluar, tanggal pelayanan
masuk ke sistem aplikasi, sehingga melengkapi data indeks utama pasien.
6. Informasi Dalam Indeks Utama Pasien
Informasi yang terdapat dalam Indeks utama pasien berupa identitas sosial yang
digunakan untuk mencari nomor rekam medis pasien. Sedangkan informasi administrasi
berupa usia, jenis kelamin, domisili pasien, pekerjaan dapat digunakan manajemen untuk
menetapkan komunitas dan populasi pasiennya. Sehingga terbentuk komunikasi terbuka
dan terpercaya antara pasien, keluarga dan rumah sakit.
7. Alur Indeks Utama Pasien
a. Petugas pendaftaran akan membuat slip pendaftaran untuk semua pasien masuk
rawat ke unit rekam medis secara harian.
b. Dicek dalam in-house file sudah pernah dirawat/ belum (bila belum dibuat IUP).
c. Setelah pasien pulang rawat, IUP diisi tgl keluar, bila pasien meninggal ditulis tinta
warna merah.
8. Metoda Penjajaran ( Methodes of Filing) IUP
Ada 3 Metode Penjajaran IUP, yaitu:
a. Alfabetis
IUP ditata dalam jajaran seperti lazimnya urut kata dalam kamus, huruf abjad
diurut berdasarkan nama keluarga (marga, nama pertama), yang diikuti oleh nama diri
pasien, kemudian nama tengah (bila ada). Bila nama pasien nama keluarga sama
disusun urut abjad nama diri pasien. Bila nama diri juga sama, maka diurut menurut
tanggal lahir, usia yang lebih tua diletakkan mendahului usia yang lebih muda.Bila
nama keluarga dan nama diri ditulis dengan inisial, maka terapkan “Rule”file nothing
before something”. Contoh M.Hasan, cara penjajarannya diletakkan sebelum letak
Mohamad Hasan. Nama majemuk atau disertai garis hyphen (-), maka nama dijajarkan
huruf demi huruf sebagai satu kata. Conto Ai-min akan dijajarkan A-I-M-I-N.
b. Phonetic (fonetik)
Pada sistem penjajaran atas dasar fonetic, IUP dijajarkan atas dasar huruf
pertama dari nama keluarga, yang diikuti oleh lafal bukan oleh ejaan. Dengan
demikian nama keluarga dengan lafal sama walau ejaan berbeda disatukan dalam
jajaran yang sama. Contoh :
Smith P
Smyth P
Smythe P
H. KARTU BEROBAT
Kartu berobat adalah kartu identitas pasien yang diserahkan kepada pasien untuk
digunakan kembali bila datang berobat lagi yang isinya meliputi nomor rekam medis,
nama, alamat dan umur pasien. Kartu berobat ini digunakan untuk memudahkan mencari
berkas rekam medis pasien lama.Kartu berobat dapat terbuat dari kertas ataupun sudah
tercetak dengan disain yang menarik seperti e KTP atau SIM, sehingga tidak luntur atau
mudah robek.
I. PENGKODEAN PENYAKIT DAN TINDAKAN
Koding klinis adalah fungsi terpenting dalam Manajemen informasi kesehatan.
Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau
kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data. Kegiatan koding dilakukan
setelah perakitan dan analisis kelengkapan rekam medis. Kegiatan, tindakan serta
diagnosis yang ada dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjunya diindeks agar
memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan,
manajemen dan riset dibidang kesehatan.
Kode Klasifikasi penyakit menggunakan Klasifikasi penyakit revisi 10 (ICD 10)
yang kepanjangannya International Statistical Classification of Disease and Related
Health Problem (ICD versi 10 edisi dua tahun terbit 2004) menggunakan kode kombinasi
abjad dan angka (alpha numeric). Kode tindakan/ prosedur menggunakan klasifikasi
tindakan yang dikenal dengan ICD 9CM (International Classification of Disease 9th
Revision Cinical Modification Sixth Edition).
BAB 14
Sasaran Keselamatan
Pasien (SKP)
Pendahuluan
Sasaran Keselamatan Pasien, sebagai syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh KARS. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Safing
Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commision International
(JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong peningkatan spesifik
dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menguraikan tentang solusi atas konsensus berbasis bukti dan keahlian
terhadap permasalahan ini. Dengan pengakuan bahwa desain/rancangan sistem yang baik
itu intrinsik/menyatu dalam pemberian asuhan yang aman dan bermutu tinggi, tujuan sasaran
umumnya difokuskan pada solusi secara sistem, bila memungkinkan.
Sasaran juga terstruktur, sama halnya seperti standar lain, termasuk standar
(pernyataan sasaran/goal statement), Maksud dan Tujuan, atau Elemen Penilaian. Sasaran
diberi skor sama seperti standar lain dengan "memenuhi seluruhnya", "memenuhi sebagian"
atau "tidak memenuhi". Peraturan Keputusan akreditasi termasuk pemenuhin terhadap
Sasaran Keselamatan Pasien sebagai peraturan keputusan yang terpisah
Uraian Materi
SASARAN 4 : Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar, dan
Pembedahan pada Pasien yang Benar
Standar SKP 4 :
Rumah sakit memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sebelum
menjalani tindakan dan atau prosedur.
Elemen Penilaian SKP 4:
1. Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site
marking). (R)
2. Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di empat sayatan operasi pertama
atau tindakan invasif yang segera dapat dikenali dengan cepat sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan rumah sakit. (D,O)
3. Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site marking)
dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi atau tindakan invasif dengan
melibatkan pasien. (D,O,W).
2. PENDAFTARAN
Standar ARK 2:
Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur proses pasien masuk rumah sakit
untuk rawat inap dan proses pendaftaran rawat jalan.
Elemen Penilaian ARK 2:
1. Ada regulasi tentang proses pendaftaran pasien rawat jalan, pasien rawat inap, pasien
gawat darurat, proses penerimaan pasien gawat darurat ke unit rawat inap, menahan
pasien untuk observasi dan mengelola pasien bila tidak tersedia tempat tidur pada unit
yang dituju maupun di seluruh rumah sakit. (R)
2. Ada pelaksanaan proses penerimaan pasien rawat inap dan pendaftaran rawat jalan.
(D,W)
3. Ada pelaksanaan proses penerimaan pasien gawat darurat ke unit rawat inap. (D,W)
4. Ada pelaksanaan proses menahan pasien untuk observasi. (D,W)
5. Ada pelaksanaan proses mengelola pasien bila tidak tersedia tempat tidur pada unit
yang dituju maupun di seluruh rumah sakit. (D,W)
6. Staf memahami dan melaksanakan semua proses sesuai dengan regulasi. (D,W)
7. Ada pelaksanaan sistem pendaftaran rawat jalan dan rawat inap secara online. (D,W)
3. KESINAMBUNGAN PELAYANAN
Standar ARK 3:
Asesmen awal termasuk menetapkan kebutuhan perencanaan pemulangan pasien.
Elemen Penilaian ARK 3:
1. Rumah sakit menetapkan proses penyusunan perencanaan pemulangan pasien (P3),
dimulai pada asesmen awal rawat inap. (R)
2. Rumah sakit menetapkan kriteria pasien yang membutuhkan P3 (R,D,O W)
3. Proses P3 dan pelaksanaannya dicatat di rekam medis sesuai dengan regulasi rumah
sakit. (D)
5. RUJUKAN PASIEN
Standar ARK 5:
Pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lain berdasar atas kondisi pasien
untuk memenuhi kebutuhan asuhan berkesinambungan dan sesuai dengan kemampuan
fasilitas kesehatan penerima untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Elemen Penilaian ARK 5:
1. Ada regulasi tentang rujukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (R)
2. Rujukan pasien dilakukan sesuai dengan kebutuhan kesinambungan asuhan pasien.
(D)
3. Rumah sakit yang merujuk memastikan bahwa fasilitas kesehatan yang menerima
dapat memenuhi kebutuhan pasien yang dirujuk. (D,W)
4. Ada kerjasama rumah sakit yang merujuk dengan rumah sakit yang menerima rujukan
yang sering dirujuk. (R)
6. TRANSPORTASI
Standar ARK 6:
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang transportasi dalam proses merujuk,
memindahkan atau pemulangan, serta pasien rawat inap dan rawat jalan untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
Elemen Penilaian ARK 6:
1. Ada regulasi untuk proses transportasi pasien sesuai dengan kebutuhannya yang
meliputi asesmen kebutuhan transportasi, obat, bahan medis habis pakai, serta alat
kesehatan dan peralatan medis sesuai dengan kebutuhan pasien. (R)
2. Berdasar atas hasil asesmen, alat transportasi yang digunakan untuk rujukan harus
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien dan memenuhi ketentuan keselamatan
transportasi termasuk memenuhi persyaratan PPI. (D,O,W)
3. Bila alat transportasi yang digunakan terkontaminasi cairan tubuh pasien atau pasien
dengan penyakit menular harus dilakukan proses dekontaminasi. (D,O,W)
4. Ada mekanisme untuk menangani keluhan proses transportasi dalam rujukan. (D,W)
Standar HPK 1:
Ada regulasi bahwa rumah sakit bertanggung jawab dan mendukung hak pasien dan
keluarga selama dalam asuhan.
Elemen Penilaian HPK 1:
1. Ada regulasi tentang hak dan kewajiban pasien dan keluarga. (R)
2. Pimpinan rumah sakit memahami hak serta kewajiban pasien dan keluarga
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. (W)
3. Rumah sakit menghormati hak serta kewajiban pasien dan dalam kondisi tertentu
terhadap keluarga pasien bahwa pasien memiliki hak untuk menentukan informasi apa
saja yang dapat disampaikan pada keluarga dan pihak lain. (D,W).
4. Semua staf memperoleh edukasi dan memahami tentang hak serta kewajiban pasien
dan keluarga, juga dapat menjelaskan tanggung jawabnya melindungi hak pasien.
(D,W).
Standar HPK 2:
Rumah sakit menetapkan regulasi dan proses untuk mendukung partisipasi pasien
dan keluarga di dalam proses asuhan.
Elemen Penilaian HPK 2:
1. Ada regulasi tentang rumah sakit mendorong partisipasi pasien dan keluarga dalam
proses asuhan dan memberi kesempatan pasien untuk melaksanakan second opinion
tanpa rasa khawatir akan memengaruhi proses asuhannya. (R)
2. Staf dilatih dan terlatih melaksanakan regulasi serta perannya dalam mendukung hak
pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam proses pelayanannya. (D,W,S).
Standar HPK 3:
Rumah sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang proses
untuk menerima, menanggapi, dan menindaklanjuti bila ada pasien menyampaikan keluhan,
konflik, serta perbedaan pendapat tentang pelayanan pasien. Rumah sakit juga
menginformasikan tentang hak pasien untuk berpartisipasi dalam proses ini.
Elemen Penilaian HPK 3:
1. Ada regulasi yang mendukung konsistensi pelayanan dalam menghadapi keluhan,
konflik, atau beda pendapat. (R)
2. Pasien diberitahu tentang proses menyampaikan keluhan, konflik, atau perbedaan
pendapat. (D,W)
3. Keluhan, konflik, dan perbedaan pendapat ditelaah serta ditindaklanjuti oleh rumah
sakit serta didokumentasikan. (D,W)
4. Pasien dan atau keluarga pasien ikut serta dalam proses penyelesaian. (D,W).
Standar HPK 4:
Semua pasien diberi tahu tentang hak serta kewajiban dengan metode dan bahasa
yang mudah dimengerti.
Elemen Penilaian HPK 4:
1. Ada regulasi bahwa setiap pasien serta keluarga mendapatkan informasi tentang hak
dan kewajiban pasien. (R)
2. Ada bukti bahwa informasi tentang hak serta kewajiban pasien diberikan tertulis
kepada pasien, terpampang, atau tersedia sepanjang waktu. (D,O,W)
3. Rumah sakit menetapkan proses pemberian informasi hak dan kewajiban pasien jika
komunikasi tidak efektif atau tidak tepat. (W,S).
Standar HPK 5:
Pada saat pasien diterima waktu mendaftar rawat jalan dan setiap rawat inap, diminta
menandatangani persetujuan umum (general consent). Persetujuan umum (general consent)
harus menjelaskan cakupan dan batasannya.
Elemen Penilaian HPK 5:
1. Ada regulasi tentang persetujuan umum dan pendokumentasiannya dalam rekam
medis pasien di luar tindakan yang membutuhkan persetujuan khusus (informed
consent) tersendiri. (R)
2. Persetujuan umum (general consent) diminta saat pertama kali pasien masuk rawat
jalan atau setiap masuk rawat inap. (D,W)
3. Pasien dan atau keluarga diminta untuk membaca, lalu menandatangani persetujuan
umum (general consent). (D,W).
Standar HPK 6:
Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab untuk melindungi manusia/pasien sebagai
subjek penelitian.
Elemen Penilaian HPK 6:
1. Ada regulasi yang menetapkan pimpinan rumah sakit bertanggung jawab atas
perlindungan terhadap pasien yang menjadi subjek peserta penelitian,
mempromosikan kode etik dan perilaku profesional, serta mendorong kepatuhan
terhadap kode etik profesi dan perilaku profesional termasuk dalam penelitian serta
menyediakan sumber daya yang layak agar program penelitian berjalan dengan
efektif. (R)
2. Pimpinan rumah sakit secara lisan dan tertulis mengomunikasikan ke seluruh staf
rumah sakit mengenai komitmen mereka untuk melindungi manusia/pasien sebagai
subjek peserta penelitian dan mendukung perilaku yang sesuai dengan kode etik
profesi/penelitian. (D,O,W)
3. Pimpinan rumah sakit menentukan komite yang bertanggung jawab atas
kesinambungan perkembangan dan kepatuhan terhadap semua peraturan
perundang-undangan serta regulasi rumah sakit tentang penelitian yang
menggunakan manusia sebagai subjek. (D,W).
Standar HPK 7:
Rumah sakit mempunyai sebuah komite etik penelitian untuk melakukan pengawasan
atas semua penelitian di rumah sakit tersebut yang melibatkan manusia/pasien sebagai
subjeknya.
Elemen Penilaian HPK 7:
1. Ada komite atau mekanisme lain yang ditetapkan oleh rumah sakit yang melibatkan
perwakilan masyarakat untuk mengawasi seluruh kegiatan penelitian di rumah sakit,
termasuk pernyataan yang jelas mengenai maksud dari pengawasan kegiatan. (R)
2. Kegiatan pengawasan tersebut mencakup penelaahan prosedur. (D,W)
3. Kegiatan pengawasan tersebut mencakup prosedur untuk menimbang risiko dan
manfaat yang relatif bagi subjek. (D,W)
4. Kegiatan pengawasan tersebut mencakup prosedur menjaga kerahasiaan dan
keamanan informasi penelitian. (D,W)
5. Kegiatan meliputi pengawasan saat pelaksanaan penelitian. (D,W).
Standar HPK 8:
Rumah sakit memberi informasi pada pasien serta keluarga tentang bagaimana
memilih untuk mendonorkan organ dan jaringan lainnya.
Elemen Penilaian HPK 8:
1. Ada regulasi yang mendukung pasien serta keluarga untuk memberikan donasi organ
atau jaringan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (R)
2. Rumah sakit memberi informasi kepada pasien dan keluarga tentang proses donasi
sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Rumah sakit memberi informasi kepada pasien dan keluarga tentang organisasi
penyediaan organ sesuai dengan egulasi. (D,W)
4. Rumah sakit memastikan terselenggaranya pengawasan yang cukup untuk mencegah
pasien merasa dipaksa untuk donasi sesuai dengan regulasi. (D,W)
Standar AP 1:
Rumah Sakit Menentukan Isi, Jumlah Dan Jenis Asesmen Awal Pada Disiplin Medis
Dan Keperawatan Yang Meliputi Pemeriksaan Fisik, Riwayat Kesehatan, Pengkajian Pasien
Dari Aspek Biologis, Psikologis, Sosial, Ekonomi, Kultural Dan Spiritual Pasien
Elemen Penilaian AP 1:
1. Rumah sakit menentukan isi, jumlah, dan jenis asesmen awal pada disiplin medis dan
keperawatan sesuai d) sampai dengan n) di maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan isi, jumlah dan jenis asesmen awal disiplin medis. (D,W )
3. Ada bukti pelaksanaan isi, jumlah dan jenis asesmen awal disiplin keperawatan. (D,W)
4. Ada bukti keterlibatan keluarga dalam melengkapi asesmen awal. (D,W).
Standar AP 2:
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melakukan asesmen ulang bagi semua
pasien dengan interval waktu berdasarkan kondisi, tindakan, untuk melihat respons pasien,
dan kemudian dibuat rencana kelanjutan asuhan dan atau rencana pulang.
Elemen Penilaian AP 2:
1. Ada regulasi tentang asesmen ulang oleh dokter penanggung jawab pemberi
pelayanan (DPJP), perawat dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya untuk
evaluasi respons pasien terhadap asuhan yang diberikan sebagai tindak lanjut. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan asesmen ulang medis dilaksanakan minimal satu kali sehari,
termasuk akhir minggu / libur untuk pasien akut (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan asesmen ulang oleh perawat minimal satu kali per shift atau
sesuai dengan perubahan kondisi pasien. (D,W)
4. Ada bukti asesmen ulang oleh profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya
dilaksanakan dengan interval sesuai regulasi rumah sakit. (D,W)
5. Asesmen ulang dicatat di dokumen Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
(CPPT).(D)
Standar AP 3:
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang PPA yang kompeten dan diberi
kewenangan melakukan asesmen awal dan asesmen ulang.
Elemen Penilaian AP 3:
1. Ada regulasi yang menetapkan profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan
berwenang melakukan asesmen awal, asesmen ulang dan asesmen gawat darurat.
(R)
2. Asesmen awal, asesmen ulang dan asesmen gawat darurat hanya dilaksanakan oleh
medis yang kompeten dan berwenang (D,W)
3. Asesmen awal, asesmen ulang dan asesmen gawat darurat hanya dilaksanakan oleh
perawat yang kompeten dan berwenang. (D,W)
4. Asesmen awal, asesmen ulang dan asesmen gawat darurat hanya dilaksanakan oleh
profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya yang kompeten dan berwenang. (D,W).
Standar AP 4:
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) bekerja secara tim memberikan asuhan pasien
terintegrasi, masing-masing melakukan asesmen berbasis pengumpulan Informasi,
melakukan analisis untuk membuat rencana asuhan (IAR), dengan dokter penanggung jawab
pemberi pelayanan (DPJP) sebagai ketua tim asuhan yang mengintegrasikan asuhan,
termasuk menentukan prioritas kebutuhan mendesak bagi pasien rawat inap.
Elemen Penilaian AP 4:
1. Ada bukti hasil asesmen awal dan asesmen ulang oleh masing-masing profesional
pemberi asuhan (PPA) diintegrasikan. (D,W)
2. Ada bukti hasil asesmen dianalisis untuk membuat rencana asuhan. (D,W)
3. Berdasarkan hasil asesmen dan rencana asuhan profesional pemberi asuhan (PPA)
lainnya, dokter penanggung jawab pemberi pelayanan (DPJP) mengintegrasikan
rencana asuhan dan tindak lanjutnya. (D,W).
Standar AP 5:
Pelayanan laboratorium tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan semua
pelayanan sesuai peraturan perundangan.
Elemen Penilaian AP 5:
1. Ada regulasi tentang pengorganisasian dan pengaturan pelayanan laboratorium
secara terintegrasi. (R)
2. Ada pelaksanaan pelayanan laboratorium tersedia 24 jam. (O,W)
3. Ada daftar spesialis dalam bidang diagnostik khusus yang dapat dihubungi jika
dibutuhkan (W)
4. Ada bukti pemilihan laboratorium di luar rumah sakit (pihak ketiga) untuk kerjasama
berdasarkan pada sertifikat mutu dan diikuti perjanjian kerjasama sesuai peraturan
perundang-undangan. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan rujukan laboratorium keluar rumah sakit (pihak ketiga) harus
melalui laboratorium rumah sakit. (D,W).
Standar AP 6:
Pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pasien, semua pelayanan ini memenuhi peraturan perundang-
undangan.
Elemen Penilaian AP 6:
1. Ada regulasi tentang pengorganisasian dan pengaturan pelayanan radiodiagnostik,
imajing dan radiologi intervensional secara terintegrasi (R)
2. Ada pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional tersedia 24 jam (
O, W)
3. Ada daftar spesialis dalam bidang diagnostik khusus dapat dihubungi jika dibutuhkan
( D,W )
4. Pemilihan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional di luar rumah sakit
(pihak ketiga) untuk kerjasama berdasarkan pada sertifikat mutu dan diikuti perjanjian
kerjasama sesuai peraturan perundang-undangan. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan rujukan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional
keluar rumah sakit (pihak ketiga) harus melalui radiodiagnostik, imajing dan radiologi
intervensional rumah sakit. (D,W).
Standar PAP 1:
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk pemberian asuhan yang seragam kepada
pasien.
Elemen Penilaian PAP 1:
1. Rumah sakit menetapkan regulasi bagi pimpinan unit pelayanan untuk bekerja sama
memberikan proses asuhan seragam dan mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku. (R)
2. Asuhan seragam diberikan sesuai persyaratan sesuai butir a) sampai dengan e) pada
maksud dan tujuan PAP 1. (D,W).
Standar PAP 2:
Ditetapkan proses untuk melakukan integrasi serta koordinasi pelayanan dan asuhan
kepada setiap pasien.
Elemen Penilaian PAP 2:
1. Ada regulasi yang mengatur pelayanan dan asuhan terintegrasi di dan antarberbagai
unit pelayanan. (R)
2. Rencana asuhan diintegrasikan dan dikoordinasikan di dan antarberbagai unit
pelayanan. (D,O,W)
3. Pemberian asuhan diintegrasikan dan dikoordinasikan di dan antar berbagai unit
pelayanan. (D,O,W)
4. Hasil atau simpulan rapat dari tim PPA atau diskusi lain tentang kerjasama
didokumentasikan dalam CPPT. (D,W).
Standar PAP 3:
Rumah sakit menetapkan regulasi bahwa asuhan pasien risiko tinggi dan pemberian
pelayanan risiko tinggi diberikan berdasar atas panduan praktik klinis dan peraturan
perundangan.
Elemen Penilaian PAP 3:
1. Ada regulasi proses identifikasi pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi sesuai
dengan populasi pasiennya serta penetapan risiko tambahan yang mungkin
berpengaruh pada pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi. (R)
2. Staf dilatih untuk pemberian pelayanan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko
tinggi. (D,O,W)
3. Ada bukti pelaksanaan pemberian pelayanan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan
risiko tinggi. (D,O,W)
4. Ada bukti pengembangan pelayanan risiko tinggi dimasukkan ke dalam program
peningkatan mutu rumah sakit. (D,W).
Standar PAP 4:
Tersedia berbagai pilihan makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten
dengan asuhan klinisnya.
Elemen Penilaian PAP 4:
1. Rumah sakit menetapkan regulasi yang berkaitan dengan pelayanan gizi. (R)
2. Rumah sakit menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien. (D,O,W)
3. Ada bukti proses pemesanan makanan pasien sesuai dengan status gizi dan
kebutuhan pasien serta dicatat di rekam medis. (D,W)
4. Makanan disiapkan dan disimpan dengan mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan. (O,W)
5. Distribusi makanan dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. (D,O,W)
6. Jika keluarga membawa makanan bagi pasien, mereka diberi edukasi tentang
pembatasan diet pasien dan risiko kontaminasi serta pembusukan sesuai dengan
regulasi. (D,O,W,S)
7. Makanan yang dibawa keluarga atau orang lain disimpan secara benar untuk
mencegah kontaminasi. (D, O, W).
Standar PAP 5:
Pasien dengan risiko nutrisi menerima terapi gizi terintegrasi.
Elemen Penilaian PAP 5:
1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk terapi gizi terintegrasi. (R)
2. Ada bukti pemberian terapi gizi terintegrasi pada pasien risiko nutrisi. (D,W)
3. Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian, dan monitor terapi gizi. (D,W)
4. Evaluasi dan monitoring terapi gizi dicatat di rekam medis pasien. (D)
Standar PAP 6:
Rumah sakit menetapkan pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri.
Elemen Penilaian PAP 6:
1. Rumah sakit menetapkan regulasi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri. (R)
2. Pasien nyeri menerima pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan kebutuhan.
(D,W)
3. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang pelayanan untuk mengatasi nyeri
sesuai dengan latar belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien, dan keluarga. (D,W)
4. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri akibat
tindakan yang terencana, prosedur pemeriksaan, dan pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri. (D,W,S)
5. Rumah sakit melaksanakan pelatihan pelayanan mengatasi nyeri untuk staf. (D,W).
Standar PAP 7:
Dilakukan asesmen dan asesmen ulang terhadap pasien dalam tahap terminal dan
keluarganya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Elemen Penilaian PAP 7:
1. Ada regulasi asesmen awal dan ulang pasien dalam tahap terminal meliputi butir 1
sampai dengan 9 pada maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti skrining dilakukan pada pasien yang diputuskan dengan kondisi harapan
hidup yang kecil sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Pasien dalam tahap terminal dilakukan asesmen awal dan asesmen ulang. (D,W)
4. Hasil asesmen menentukan asuhan dan layanan yang diberikan. (D,W)
5. Asuhan dalam tahap terminal memperhatikan rasa nyeri pasien. (D,W)
Standar PAB 1:
Rumah sakit menyediakan pelayanan anestesi (termasuk sedasi sedang dan dalam)
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan pelayanan tersebut memenuhi peraturan perundang-
undangan serta standar profesi
Elemen Penilaian PAB 1:
1. Rumah sakit menetapkan regulasi pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan
dalam yang memenuhi standar profesi serta peraturan perundang- undangan. (R)
2. Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam yang adekuat, regular, dan
nyaman tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, (O,W)
3. Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam (termasuk layanan yang
diperlukan untuk kegawatdaruratan) tersedia 24 jam. (O,W)
Standar PAB 2:
Ada staf medis anestesi yang kompeten dan berwenang, bertanggung jawab untuk
mengelola pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam.
Elemen Penilaian PAB 2:
1. Ada regulasi rumah sakit yang mengatur pelayanan anestesi, serta sedasi moderat
dan dalam seragam di seluruh rumah sakit dan berada di bawah tanggung jawab
seorang dokter anestesi sesuai dengan peraturan perundangan. (R)155
2. Ada bukti penanggung jawab pelayanan anestesi untuk mengembangkan,
melaksanakan, dan menjaga regulasi seperti butir 1 sampai dengan 4 pada maksud
dan tujuan. (DW)
3. Ada bukti penanggung jawab menjalankan program pengendalian mutu. (DW).
4. Ada bukti pelaksanaan supervisi dan evaluasi pelaksanaan pelayanan anestesi, serta
sedasi moderat dan dalam di seluruh rumah sakit. (D,W).
Standar PAB 3:
Pemberian sedasi moderat dan dalam dilakukan sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan.
Elemen Penilaian PAB 3:
1. Ada regulasi rumah sakit yang menetapkan pemberian sedasi yang seragam di semua
tempat di rumah sakit sesuai dengan peraturan perundangan ditetapkan dan
dilaksanakan sesuai dengan elemen a) sampai dengan d) seperti yang dinyatakan
pada maksud dan tujuan PAB 3. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan sedasi sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. (D, O, W)
3. Peralatan emergensi tersedia dan dipergunakan sesuai dengan jenis sedasi, usia, dan
kondisi pasien. (D,O)
4. Staf yang terlatih dan berpengalaman dalam memberikan bantuan hidup lanjut
(advance) harus selalu tersedia dan siaga selama tindakan sedasi dikerjakan. (D, O,
W).
Standar PAB 4:
Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang pada pelayanan
anestesi melakukan asesmen pra-anestesi.
Elemen Penilaian PAB 4:
1. Asesmen pra-anestesi dilakukan untuk setiap pasien yang akan dioperasi. (D,W)
2. Hasil asesmen didokumentasikan dalam rekam medis pasien. (D,W).
Standar PAB 5:
Rencana, tindakan anestesi, dan teknik yang digunakan dicatat serta
didokumentasikan di rekam medis pasien.
Standar PAB 6:
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menentukan status fisiologis dimonitor
selama proses anestesi dan bedah sesuai dengan panduan praktik klinis serta
didokumentasikan di dalam form anestesi.
Elemen Penilaian PAB 6:
1. Ada regulasi jenis dan frekuensi pemantauan selama anestesi dan operasi dilakukan
berdasar atas status pasien pra-anestesi, metode anestesi yang dipakai, dan tindakan
operasi yang dilakukan. (R)
2. Pemantauan status fisiologis pasien sesuai dengan panduan praktik klinis. (D,W)
3. Hasil monitoring dicatat di form anestesi. (D, W).
Standar PAB 7:
Asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas hasil asesmen dan dicatat
dalam rekam medis pasien.
Elemen Penilaian PAB 7:
1. Ada regulasi asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas informasi dari
hasil asesmen. (R)
2. Diagnosis praoperasi dan rencana operasi dicatat di rekam medik pasien oleh dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebelum operasi dimulai. (D,W)
3. Hasil asesmen yang digunakan untuk menentukan rencana operasi dicatat oleh dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) di rekam medis pasien sebelum operasi
dimulai. (D,W).
Standar PAB 8:
Desain tata ruang operasi harus memenuhi syarat sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan
Elemen Penilaian PAB 8:
1. Rumah sakit menetapkan jenis pelayanan bedah yang dapat dilaksanakan. (R)
2. Kamar operasi memenuhi persyaratan tentang pengaturan zona berdasar atas tingkat
sterilitas ruangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (O,W)
3. Kamar operasi memenuhi persyaratan alur masuk barang-barang steril harus terpisah
dari alur keluar barang dan pakaian kotor. (O,W)
4. Kamar operasi memenuhi persyaratan koridor steril dipisahkan/tidak boleh
bersilangan alurnya dengan koridor kotor. (O,W)
Standar PKPO 1:
Standar PKPO 2:
Ada proses seleksi obat dengan benar yang menghasilkan formularium dan digunakan
untuk permintaan obat serta instruksi pengobatan. Obat dalam formularium senantiasa
tersedia dalam stok di rumah sakit atau sumber di dalam atau di luar rumah sakit.
Elemen Penilaian PKPO 2:
1. Ada regulasi organisasi yang menyusun formularium rumah sakit berdasar atas kriteria
yang disusun secara kolaboratif sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan apabila ada obat yang baru ditambahkan dalam formularium
maka ada proses untuk memantau bagaimana penggunaan obat tersebut dan bila
terjadi efek obat yang tidak diharapkan, efek samping serta medication error. (D,W)
3. Ada bukti implementasi untuk memantau kepatuhan terhadap formularium baik dari
persediaan maupun penggunaanya. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan formularium sekurang-kurangnya dikaji setahun sekali
berdasar atas informasi tentang keamanan dan efektivitas. (D,W).
Standar PKPO 3:
Rumah sakit menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta aman.
Elemen Penilaian PKPO 3:
1. Ada regulasi tentang pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang baik, benar, dan aman. (R)
2. Ada bukti obat dan zat kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label
yang terdiri atas isi/nama obat, tanggal kadaluarsa, dan peringatan khusus. (O,W)
3. Ada bukti implementasi proses penyimpanan obat yang tepat agar kondisi obat tetap
stabil, termasuk obat yang disimpan di luar instalasi farmasi. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan dilakukan supervisi secara teratur oleh apoteker untuk
memastikan penyimpanan obat dilakukan dengan baik. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan obat dilindungi dari kehilangan serta pencurian di semua
tempat penyimpanan dan pelayanan. (D,W).
Standar PKPO 4:
Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan.
Elemen Penilaian PKPO 4:
1. Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan secara benar,
lengkap, dan terbaca, serta menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang
untuk melakukan peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan. (R)
2. Ada bukti peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dilaksanakan oleh staf
medis yang kompeten serta berwenang. (D,O,W)
3. Ada bukti pelaksanaan apoteker melakukan rekonsiliasi obat pada saat pasien masuk,
pindah unit pelayanan, dan sebelum pulang. (D,W)
4. Rekam medis memuat riwayat penggunaan obat pasien. (D,O).
Standar PKPO 5:
Obat disiapkan dan diserahkan di dalam lingkungan aman dan bersih.
Elemen Penilaian PKPO 5:
1. Ada regulasi penyiapan dan penyerahan obat yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan praktik profesi. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan staf yang menyiapkan produk steril dilatih, memahami, serta
mempraktikkan prinsip penyiapan obat dan teknik aseptik. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan pencampuran obat kemoterapi dilakukan sesuai dengan
praktik profesi. (O,W)
4. Ada bukti pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral serta
pengemasan kembali obat suntik dilakukan sesuai dengan raktik profesi. (O,W).
Standar PKPO 6:
Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat.
Elemen Penilaian PKPO 6:
1. Ada penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk memberikan obat
termasuk pembatasannya. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan pemberian obat oleh staf klinis yang kompeten dan berwenang
sesuai dengan surat izin terkait profesinya dan peraturan perundang-undangan .(D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan pemberian obat dilaksanakan sesuai dengan pembatasan
yang ditetapkan, misalnya obat kemoterapi, obat radioaktif, atau obat untuk penelitian.
(D,W).
Standar PKPO 7:
Efek obat dan efek samping obat terhadap pasien dipantau.
Elemen Penilaian PKPO 7:
1. Ada regulasi pemantauan efek obat dan efek samping obat serta dicatat dalam status
pasien.(R)
2. Ada bukti pelaksanaan pemantauan terapi obat. (D,W)
3. Ada bukti pemantauan efek samping obat dan pelaporannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (D,W)
Standar MKE 1:
Rumah sakit berkomunikasi dengan masyarakat untuk memfasilitasi akses
masyarakat ke pelayanan di rumah sakit dan informasi tentang pelayanan yang disediakan
oleh rumah sakit.
Elemen Penilaian MKE 1:
1. Terdapat regulasi tentang pedoman komunikasi efektif yang meliputi komunikasi
dengan masyarakat, dengan pasien dan keluarga, serta antarstaf klinis. (R)
2. Terdapat bukti pelaksanaan komunikasi efektif antara rumah sakit dan masyarakat.
(D, W)
3. Terdapat bukti pelaksanaan komunikasi efektif dengan pasien dan keluarga. (D,W)
4. Terdapat bukti pelaksanaan komunikasi efektif antarstaf klinis. (D,W).
Standar MKE 2:
Rumah sakit memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang jenis asuhan
dan pelayanan, serta akses untuk mendapatkan pelayanan
Elemen penilaian MKE 2:
1. Tersedia informasi untuk pasien dan keluarga tentang asuhan dan pelayanan yang
disediakan oleh rumah sakit dalam bentuk website atau brosur. (D,O,W)
2. Informasi untuk pasien dan keluarga juga menjelaskan akses terhadap pelayanan
yang disediakan oleh rumah sakit. (D,O,W)
3. Rumah sakit menyediakan informasi alternatif asuhan dan pelayanan di tempat lain
apabila rumah sakit tidak dapat menyediakan asuhan dan pelayanan yang dibutuhkan
pasien. (D,W).
Standar MKE 3:
Komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan dalam format serta
bahasa yang mudah dimengerti.
Elemen Penilaian MKE 3:
1. Sesuai dengan demografi komunitas dan populasi, komunikasi dan edukasi pasien
serta keluarga menggunakan format yang praktis dan mudah dipahami. (D,W)
2. Materi komunikasi dan edukasi pasien serta keluarga diberikan dalam bahasa yang
dimengerti. (D,O)
3. Rumah sakit menyediakan penerjemah sesuai dengan kebutuhan dan bila di rumah
sakit tidak ada petugas penerjemah maka diperlukan kerja sama dengan pihak terkait.
(D,W).
Standar MKE 4:
Terdapat komunikasi efektif untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tepat
waktu di seluruh rumah sakit termasuk yang “urgent”.
Elemen Penilaian MKE 4:
1. Rumah sakit menetapkan informasi yang harus disampaikan secara akurat dan tepat
waktu ke seluruh rumah sakit. (R)
2. Terdapat bukti proses penyampaian informasi yang akurat dan tepat waktu di seluruh
rumah sakit termasuk yang urgent antara lain code blue dan code red. (D,W,S).
Standar MKE 5:
Informasi asuhan pasien dan hasil asuhan dikomunikasikan antarstaf klinis selama
bekerja dalam sif atau antarsif
Elemen Penilaian MKE 5:
1. Terdapat regulasi tentang tata cara berkomunikasi. (R)
2. Informasi kondisi pasien antarstaf klinis termasuk PPA berdasar atas proses yang
sedang berjalan atau pada saat penting tertentu dalam proses asuhan ditulis dalam
rekam medis. (D,O)
3. Setiap pasien setelah rawat inap dibuat ringkasan pulang. (D,W)
4. Setiap pasien rawat jalan dengan diagnosis kompleks dibuat profil ringkas medis rawat
jalan. (D,O,W)
5. Informasi yang dikomunikasikan termasuk ringkasan asuhan dan pelayanan yang
telah diberikan pada proses transfer dan rujukan. (D,O)
6. Terdapat bukti dokumentasi pada proses serah terima (hand over). (D,W)
Standar MKE 6:
Rumah sakit menyediakan edukasi untuk menunjang partisipasi pasien dan keluarga
dalam proses asuhan.
Elemen Penilaian MKE 6:
1. Terdapat penetapan organisasi promosi kesehatan rumah sakit yang
mengoordinasikan pemberian edukasi kepada pasien sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (R)
2. Terdapat bukti organisasi promosi kesehatan rumah sakit telah berfungsi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. (D,W)
3. Edukasi dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga di seluruh rumah
sakit. (D,O,W).
Standar MKE 7:
Profesional pemberi asuhan (PPA) yang memberikan edukasi harus mampu
memberikan edukasi secara efektif.
Elemen Penilaian MKE 7:
1. Profesional pemberi asuhan sudah terampil melakukan komunikasi efektif. (D,W)
2. Profesional pemberi asuhan memiliki pengetahuan yang cukup tentang materi yang
diberikan. (W).
Standar MKE 8:
Agar edukasi pasien dan keluarga dapat efektif maka staf harus melakukan asesmen
kemampuan, kemauan belajar, dan kebutuhan edukasi yang dicatat di dalam rekam medis.
Elemen Penilaian MKE 8:
1. Dilakukan asesmen kemampuan dan kemauan belajar pasien serta keluarga yang
meliputi a) sampai dengan e) maksud dan tujuan yang dicatat di rekam medis.
(D,O)194
2. Dilakukan asesmen kebutuhan edukasi untuk pasien dan dicatat di rekam medis.
(D,O).
3. Hasil asesmen digunakan untuk membuat perencanaan kebutuhan edukasi. (D,O).
Standar MKE 9:
Pemberian edukasi merupakan bagian penting dalam proses asuhan kepada pasien
Elemen Penilaian MKE 9:
1. Terdapat bukti terhadap pasien dijelaskan mengenai hasil asesmen, diagnosis, dan
rencana asuhan yang akan diberikan. (D,W)
2. Terdapat bukti terhadap pasien dijelaskan hasil asuhan dan pengobatan termasuk
hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan. (D,W)
3. Terdapat bukti edukasi asuhan lanjutan di rumah. (D,W)
4. Bila dilakukan tindakan medik yang memerlukan persetujuan tindakan kedokteran
(informed consent), pasien dan keluarga belajar tentang risiko dan komplikasi yang
dapat terjadi untuk dapat memberikan persetujuan. (D,W)
5. Pasien dan keluarga diberikan edukasi mengenai hak dan tanggung jawab mereka
untuk berpartisipasi pada proses asuhan. (D,W).
1. Profesional pemberi asuhan (PPA) harus menyediakan waktu yang adekuat dalam
memberikan edukasi. (W)
2. Bila diperlukan, pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan secara
kolaboratif oleh PPA terkait. (D,W)
3. Pada proses pemberian edukasi, staf harus mendorong pasien dan keluarga untuk
bertanya dan memberi pendapat agar dapat sebagai peserta aktif. (W,S)
4. Terdapat bukti dilakukan verifikasi untuk memastikan pasien dan keluarga dapat
memahami materi edukasi yang diberikan. (D,W)
5. Informasi verbal diperkuat dengan materi tertulis. (D,W).
Standar PMKP 1:
Rumah sakit mempunyai Komite/Tim atau bentuk organisasi lainnya yang kompeten
untuk mengelola kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian PMKP 1:
1. Direktur rumah sakit telah membentuk komite/tim PMKP atau bentuk organisasi
lainnya untuk mengelola kegiatan sesuai dengan peraturan perundang- undangan
termasuk uraian tugas yang meliputi butir 1 sampai dengan 10 yang ada ada maksud
dan tujuan. (R)
2. Direktur rumah sakit menetapkan penanggung jawab data di tiap-tiap unit kerja. (R)
3. Individu di dalam komite/tim PMKP atau bentuk organisasi lainnya dan penanggung
jawab data telah dilatih serta kompeten. (D)
4. Komite/tim PMKP atau bentuk organisasi lainnya telah melaksanakan kegiatannya.
(D, W).
Standar PMKP 2:
Rumah sakit mempunyai referensi terkini tentang peningkatan mutu dan keselamatan
pasien berdasar atas ilmu pengetahuan dan informasi terkini serta perkembangan konsep
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Elemen Penilaian PMKP 2:
1. Rumah sakit mempunyai pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien sesuai
dengan referensi terkini. (R)
2. Rumah sakit mempunyai referensi yang dipergunakan untuk meningkatkan mutu
asuhan klinis dan proses kegiatan manajemen lebih baik, antara lain meliputi butir 1
sampai dengan 5 yang ada pada maksud tujuan untuk rumah sakit pendidikan dan
kecuali butir 2 untuk rumah sakit nonpendidikan. (D,W)
3. Komite medis dan komite keperawatan mempunyai referensi peningkatan mutu
asuhan klinis terkini. (D,W).
Standar PMKP 3:
Rumah sakit mempunyai program pelatihan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien untuk pimpinan rumah sakit serta semua staf yang terlibat dalam pengumpulan,
analisis, dan validasi data mutu.
Elemen penilaian PMKP 3:
1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan PMKP yang diberikan oleh narasumber
yang kompeten. (R)
2. Pimpinan di rumah sakit termasuk komite medis dan komite keperawatan telah
mengikuti pelatihan PMKP. (D,W)
3. Semua individu yang terlibat dalam pengumpulan, analisis, dan validasi data telah
mengikuti pelatihan PMKP, khususnya tentang sistem manajemen data. (D,W)
4. Staf di semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih sesuai dengan pekerjaan mereka
sehari-hari. (D,W).
Standar PMKP 4:
Komite/tim PMKP atau bentuk organisasi lain terlibat proses pemilihan prioritas
pengukuran pelayanan klinis yang akan dievaluasi serta melakukan koordinasi dan integrasi
kegiatan pengukuran di seluruh unit di rumah sakit.
Elemen Penilaian PMKP 4:
1. Komite/tim peningkatan mutu dan keselamatan pasien atau bentuk organisasi lainnya
memfasilitasi pemilihan prioritas pengukuran pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
(D,W)
2. Komite/tim peningkatan mutu dan keselamatan pasien atau bentuk organisasi lainnya
melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran mutu di unit pelayanan serta
pelaporannya. (D,W)
3. Komite/tim peningkatan mutu dan keselamatan pasien atau bentuk organisasi lainnya
melaksanakan supervisi terhadap progres pengumpulan data sesuai dengan yang
direncanakan. (D,W).
Standar PMKP 5:
Rumah sakit memilih dan menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis
yang akan dievaluasi dan indikator-indikator berdasar atas prioritas tersebut.
Elemen Penilaian PMKP 5:
1. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala bidang/divisi dalam memilih
dan menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi. (R)
2. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator
area klinis. (D,W)
Standar PMKP 6:
Setiap unit kerja di rumah sakit memilih dan menetapkan indikator mutu yang
dipergunakan untuk mengukur mutu unit kerja.
Elemen Penilaian PMKP 6:
1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengukuran mutu dan cara pemilihan indikator mutu
di unit kerja yang antara lain meliputi butir 1 sampai dengan 3 yang ada pada maksud
dan tujuan. (R)
2. Setiap unit kerja dan pelayanan telah memilih dan menetapkan indikator mutu unit.
(D,W)
3. Setiap indikator mutu telah dilengkapi profil indikator meliputi butir 1 sampai dengan
13 yang ada padai maksud dan tujuan di PMKP 5. (D,W)
4. Setiap unit kerja melaksanakan proses pengumpulan data dan pelaporan. (D,W)
5. Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap proses pengumpulan data dan
pelaporan serta melakukan perbaikan mutu berdasar atas hasil capaian indikator
mutu. (D,W)
Standar PMKP 7:
Pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien untuk mendukung asuhan pasien serta manajemen rumah sakit lebih
baik.
Elemen Penilaian PMKP 7:
1. Rumah sakit mempunyai regulasi manajemen data. (R)
2. Komite/tim PMKP atau bentuk organisasi lainnya melakukan koordinasi dengan unit
pelayanan dalam pengumpulan data. (D,W)
3. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data dan informasi untuk mendukung
asuhan pasien, manajemen rumah sakit, pengkajian praktik profesional, serta program
mutu dan keselamatan pasien secara menyeluruh. (D,W)
4. Kumpulan data dan informasi disampaikan kepada badan di luar rumah sakit sesuai
dengan peraturan dan perundangan-undangan. (D,W)
5. Rumah sakit berkontribusi terhadap database ekternal dengan menjamin keamanan
dan kerahasiaan. (D,W).
Standar PMKP 8:
Rumah sakit mempunyai regulasi validasi data indikator area klinik yang baru atau
mengalami perubahan dan data yang akan dipublikasikan. Regulasi ini diterapkan
menggunakan proses internal validasi data.
Elemen Penilaian PMKP 8:
1. Rumah sakit mempunyai regulasi validasi data sesuai dengan butir 1 sampai dengan
3 yang ada pada maksud dan tujuan. (R)
2. Rumah sakit telah melakukan validasi data pada pengukuran mutu area klinik yang
baru dan bila terjadi perubahan sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Rumah sakit telah melakukan validasi data yang akan dipublikasikan di web site atau
media lainnya termasuk kerahasiaan pasien dan keakuratan sesuai dengan regulasi.
(D,W)
4. Rumah sakit telah melakukan perbaikan berdasarkan hasil validasi data (D,W).
Standar PMKP 9:
Rumah sakit menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien baik internal
maupun eksternal.
Elemen Penilaian PMKP 9:
1. Rumah sakit menetapkan regulasi sistem pelaporan insiden internal dan eksternal
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi butir 1 sampai dengan
7) pada maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti unit kerja telah melaporkan insiden keselamatan pasien. (D,W);
3. Rumah sakit mengintegrasikan pelaporan kejadian dan pengukuran mutu agar solusi
serta perbaikan yang dilakukan terintegrasi. (D,W)
4. Ada bukti rumah sakit telah melaporan insiden keselamatan pasien setiap 6 bulan
kepada representasi pemilik dan bila ada kejadian sentinel telah dilaporkan di setiap
kejadian. (D,W)
5. Ada bukti rumah sakit telah melaporkan insiden keselamatan pasien kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (D,W).
Standar PPI 1:
Ditetapkan organisasi untuk melakukan koordinasi semua kegiatan PPI yang
melibatkan pemimpin rumah sakit, staf klinis dan nonklinis sesuai dengan ukuran, serta
kompleksitas rumah sakit dan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian PPI 1
1. Ada penetapan organisasi pencegahan pengendalian infeksi bergantung pada ukuran
serta kompleksitas rumah sakit dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(R)
2. Ada bukti kegiatan pelaksanaan koordinasi ketua organisasi dengan IPCN yang
sesuai dengan ukuran dan kompleksitas pelayanan rumah sakit. (D,W).
Standar PPI 2
Ditetapkan perawat PPI/ IPCN (Infection Prevention and Control nurse) yang memiliki
kompetensi untuk mengawasi serta supervisi semua kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi
Elemen Penilaian PPI 2
1. Rumah sakit menetapkan perawat PPI/IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)
dengan jumlah dan kualifikasi sesuai dengan regulasi. (R )
2. Ada bukti perawat PPI/IPCN melaksanakan pengawasan serta supervisi semua
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi. (D,W )
3. Ada bukti terlaksana pelaporan perawat PPI/IPCN kepada ketua organisasi PPI.
(D,W).
Standar PPI 3
Rumah sakit mempunyai perawat penghubung PPI/IPCLN (Infection Prevention and
Control Link Nurse) yang jumlah dan kualifikasinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
Elemen Penilaian PPI 3
1. Rumah sakit menetapkan perawat penghubung PPI/IPCLN (Infection Prevention and
Control Link Nurse) dengan jumlah dan kualifikasi. (R )
Standar PPI 4
Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan
program PPI.
Elemen Penilaian PPI 4
1. Tersedia anggaran yang cukup untuk menunjang pelaksanaan program PPI. (R)
2. Tersedia fasilitas yang cukup untuk menunjang pelaksanaan program PPI. (O,W)
3. Rumah sakit mempunyai sistem informasi untuk mendukung program PPI, khususnya
terkait dengan data dan analisis angka infeksi. (D,O,W)
4. Rumah sakit menyediakan sumber informasi dan referensi terkini yang dapat diperoleh
dari 1 sampai dengan 6 pada maksud dan tujuan. (D,O,W).
Standar PPI 5
Rumah sakit mempunyai program PPI dan kesehatan kerja secara menyeluruh untuk
mengurangi risiko tertular infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien,
staf klinis, dan nonklinis.
Elemen Penilaian PPI 5
1. Ada program PPI dan kesehatan kerja yang komprehensif di seluruh rumah sakit untuk
menurunkan risiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan pada pasien yang
mengacu dan sesuai dengan ilmu pengetahuan terkini, pedoman praktik terkini,
standar kesehatan lingkungan terkini, dan peraturan perundang- undangan. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan program PPI untuk menurunkan risiko tertular infeksi pada
pasien. (D,O,W,S)
3. Ada bukti pelaksanaan program PPI untuk menurunkan risiko tertular infeksi pada staf
klinis dan nonklinis (kesehatan kerja). (D,O,WS)
4. Ada bukti pelaksanaan program PPI yang meliputi butir 1 sampai dengan 7 pada
maksud dan tujuan. (D,W ).
Standar PPI 6
Program surveilans rumah sakit menggunakan pendekatan berdasar atas risiko dalam
menetapkan fokus program terkait dengan pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian PPI 6
1. Rumah sakit menetapkan regulasi tentang pelaksanaan surveilans meliputi butir 1
sampai dengan 7 pada maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan pengumpulan data dari butir 1 sampai dengan 7, analisis dan
interpretasi data, serta membuat prioritas untuk menurunkan tingkat infeksi. (D,W )
3. Ada bukti pelaksanaan strategi pengendalian infeksi berdasar atas prioritas untuk
menurunkan tingkat infeksi. (D,W )
4. Ada bukti rumah sakit membandingkan angka kejadian infeksi rumah sakit dengan
kejadian di rumah sakit lain. (D,W).
Standar PPI 7
Rumah sakit melaksanakan identifikasi prosedur dan proses asuhan invasif yang
berisiko infeksi serta menerapkan strategi untuk menurunkan risiko infeksi.
Elemen Penilaian PPI 7
1. Rumah sakit menetapkan risiko infeksi pada prosedur dan proses asuhan invasif yang
berisiko infeksi serta strategi untuk menurunkan risiko infeksi. (R)
2. Ada bukti identifikasi prosedur dan proses asuhan invasif serta strategi untuk
menurunkan risiko infeksi. (D,W)
3. Rumah sakit melaksanakan strategi untuk menurunkan risiko infeksi pada prosedur
dan proses asuhan invasif yang berisiko infeksi. (D,O,W,S)
4. Rumah sakit telah melaksanakan kegiatan pelatihan untuk menurunkan risiko infeksi
di dalam proses-proses kegiatan tersebut. (D,W).
Standar PPI 8
Rumah sakit menyediakan alat pelindung diri untuk kewaspadaan (barrier precautions)
dan prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, dan staf dari penyakit menular
serta melindungi pasien yang mengalami imunitas rendah (immunocompromised) dari infeksi
yang rentan mereka alami.
Elemen Penilaian PPI 8
1. Rumah sakit menetapkan regulasi penempatan pasien dengan penyakit menular dan
pasien yang mengalami imunitas rendah (immunocompromised). (R)
2. Rumah sakit menyediakan ruangan untuk pasien yang mengalami imunitas rendah
(immunocompromised) sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (O,W).
Standar PPI 9
Kebersihan tangan menggunakan sabun dan desinfektan adalah sarana efektif untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi.
Elemen Penilaian PPI 9
1. Rumah sakit menetapkan regulasi hand hygiene yang mencakup kapan, di mana, dan
bagaimana melakukan cuci tangan mempergunakan sabun (hand wash) dan atau
dengan disinfektan (hand rubs) serta ketersediaan fasilitas hand hygiene. (R)
2. Sabun, disinfektan, serta tissu/handuk sekali pakai tersedia di tempat cuci tangan dan
tempat melakukan disinfeksi tangan. (O)
3. Hand hygiene sudah dilaksanakan dengan baik. (S,O)
4. Ada bukti pelaksanaan pelatihan hand hygiene kepada semua pegawai termasuk
tenaga kontrak. (D,W).
Standar PPI 10
Kegiatan PPI diintegrasikan dengan program PMKP (Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien) dengan menggunakan indikator yang secara epidemiologik penting bagi
rumah sakit.
Elemen Penilaian PPI 10
1. Ada regulasi sistem manajemen data terintegrasi antara data surveilans dan data
indikator mutu. (R)
2. Ada bukti pertemuan berkala antara Komite PMKP (Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien) serta Organisasi PPI untuk membahas hasil surveilans dan
merancang ulang untuk perbaikan. (D,W)
3. Ada bukti data dikumpulkan dan dianalisis untuk mendukung kegiatan PPI termasuk
data infeksi berdasar atas epidemiologik penting dimonitor dan didokumentasikan.
(D,W)
4. Ada bukti penyampaian hasil analisis data dan rekomendasi kepada Komite PMKP
setiap tiga bulan. (D,W).
Standar PPI 11
Rumah sakit melakukan edukasi tentang PPI kepada staf klinis dan nonklinis, pasien, keluarga
pasien, serta petugas lainnya yang terlibat dalam pelayanan pasien.
Elemen Penilaian PPI 11
1. Rumah sakit menetapkan regulasi program pelatihan dan edukasi tentang PPI yang
meliputi butir 1 sampai dengan 5 yang ada pada maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan pelatihan untuk semua staf klinik dan nonklinik sebagai bagian
dari orientasi pegawai baru tentang regulasi dan praktik program PPI. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan edukasi secara berkala bila ada perubahan kebijakan,
prosedur, serta praktik program PPI dan bila ada kecenderungan khusus (new/re-
emerging diseases) data infeksi untuk staf klinis dan nonklinis. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan edukasi untuk pasien, keluarga, dan pengunjung tentang
program PPI. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanan penyampaian temuan dan data berasal dari kegiatan
pengukuran mutu/indikator mutu (measurement) ke seluruh unit di rumah sakit
sebagai bagian dari edukasi berkala rumah sakit. (D).
Standar TKRS 1
Organisasi serta wewenang pemilik dan representasi pemilik dijelaskan di dalam
regulasi yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit.
Elemen Penilaian TKRS 1
1. Pemilik menetapkan regulasi yang mengatur a) sampai dengan g) yang ada di dalam
maksud dan tujuan yang dapat berbentuk corporate by-laws, peraturan internal, atau
dokumen lainnya yang serupa. (R)
2. Ada penetapan struktur organisasi pemilik termasuk representasi pemilik sesuai
dengan bentuk badan hukum kepemilikan rumah sakit dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Nama jabatan di dalam strukur organisasi tersebut harus
secara jelas disebutkan. (R)
3. Ada penetapan struktur organisasi rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. (R)
4. Ada penetapan Direktur Rumah Sakit sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
(R)
Standar TKRS 2
Direktur Rumah Sakit sebagai pimpinan tertinggi di rumah sakit bertanggung jawab
untuk menjalankan rumah sakit dan mematuhi peraturan dan perundang- undangan.
Elemen Penilaian TKRS 2
1. Ada regulasi tentang kualifikasi Direktur Rumah Sakit dan uraian tugas, tanggung
jawab, dan wewenang sebagaimana tercantum pada butir 1 sampai dengan 7 di
maksud dan tujuan. (R)
2. Kualifikasi Direktur Rumah Sakit sudah sesuai dengan persyaratan dan peraturan
perundang-undangan. (D,W)
3. Direktur/Direksi Rumah Sakit patuh terhadap peraturan perundang- undangan. (D,W)
4. Direktur Rumah Sakit telah mengatur operasional rumah sakit setiap hari termasuk
semua tanggung jawab yang dijelaskan dalam uraian tugas. (D,W)
5. Direktur/Direksi Rumah Sakit telah menyusun dan mengusulkan rencana strategis
serta anggaran biaya kepada pemilik atau representasi pemilik sesuai dengan
regulasi.(D,W)
6. Direktur/Direksi Rumah Sakit telah memastikan kepatuhan staf rumah sakit terhadap
regulasi rumah sakit yang sudah ditetapkan. (D,W)
7. Direktur/Direksi Rumah Sakit menindaklanjuti semua hasil laporan pemeriksaan
internal dari pemerintah atau badan ekternal lainnya yang mempunyai kewenangan
melakukan pemeriksaan rumah sakit. (D,W)
Standar TKRS 3
Para Kepala Bidang/Divisi Rumah Sakit ditetapkan dan secara bersama, bertanggung
jawab untuk menjalankan misi dan membuat rencana serta regulasi yang dibutuhkan untuk
melaksanakan misi tersebut.
Elemen Penilaian TKRS 3
1. Rumah sakit telah menetapkan persyaratan jabatan, uraian tugas, tanggung jawab,
dan wewenang Kepala bidang/divisi Rumah Sakit secara tertulis. (R)
2. Kualifikasi kepala bidang/divisi sudah sesuai dengan persyaratan jabatan serta tugas
pokoknya. (D,W)
3. Ada bukti koordinasi antarkepala bidang/divisi dalam menjalankan misi rumah sakit.
(D,W)
4. Ada bukti peran serta secara kolaboratif para kepala bidang/divisi dalam menyusun
berbagai regulasi yang diperlukan untuk menjalankan misi. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan pengawasan oleh para kepala bidang/divisi untuk menjamin
kepatuhan staf terhadap pelaksanaan regulasi rumah sakit sesuai dengan misi rumah
sakit. (D,W).
Standar TKRS 4
Direktur Rumah Sakit merencanakan, mengembangkan, serta melaksanakan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Elemen Penilaian TKRS 4
1. Direktur Rumah Sakit menetapkan regulasi berupa pedoman peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yang meliputi butir 1 sampai dengan 8 dimaksud dan tujuan
beserta programnya serta penetapan indikatornya. (R)
2. Ada bukti Direktur Rumah Sakit dan para kepala bidang/divisi telah berpartisipasi
dalam upaya merencanakan, mengembangkan, serta melaksanakan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit. (D,W)
3. Ada bukti keterlibatan Direktur Rumah Sakit dan para kepala bidang/divisi dalam
memilih indikator mutu di tingkat rumah sakit, merencanakan perbaikan serta
Standar TKRS 5
Direktur rumah sakit memprioritaskan proses di rumah sakit yang akan diukur,
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang akan diterapkan, serta bagaimana
mengukur keberhasilan dalam upaya di seluruh rumah sakit ini
Elemen Penilaian TKRS 5
1. Rumah sakit mempunyai program peningkatan mutu prioritas dengan memperhatikan
butir 1 sampai dengan 6 yang ada di maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti peran Direktur Rumah Sakit dan para Kepala Bidang/Divisi dalam proses
penyusunan program peningkatan mutu, prioritas, monitoring269 pelaksanaan, dan
rencana perbaikan mutu. (D,W)
3. Ada bukti riset klinik dan program pendidikan profesi kesehatan sebagai salah satu
program peningkatan mutu prioritas di rumah sakit pendidikan. (D,W)
4. Ada pengukuran pelaksanaan sasaran keselamatan pasien tercantum pada program
peningkatan mutu prioritas.(D,W)
5. Ada bukti kajian dampak perbaikan di rumah sakit secara keseluruhan dan juga pada
tingkatan departemen/unit layanan terhadap efisiensi dan sumber daya yang
digunakan. ((D).
Standar TKRS 6
Para kepala bidang/divisi di RS bertanggung jawab untuk mengkaji/review, memilih,
serta memantau kontrak klinis dan kontrak manajeria
Elemen Penilaian TKRS 6
1. Rumah sakit mempunyai regulasi tentang kontrak atau perjanjian lainnya yang antara
lain meliputi 1 sampai dengan 7 yang ada di maksud dan tujuan. (R)
2. Rumah sakit mempunyai regulasi tentang perjanjian kerja staf medis yang antara lain
meliputi kredensial, rekredensial, dan penilaian kinerja. (R)
3. Rumah sakit mempunyai dokumen kontrak untuk semua kontrak yang sudah
dilaksanakan. (D,W)
4. Setiap dokter yang memberikan pelayanan di rumah sakit sudah menandatangani
perjanjian sesuai dengan regulasi rumah sakit. (D,W)
5. Ada bukti Kepala bidang/divisi pelayanan klinis dan Kepala unit pelayanan telah
berpartisipasi dan bertanggung jawab terhadap peninjauan, pemilihan, dan
pemantauan kontrak pelayanan klinis termasuk kontrak peralatan medis dan telah
dilaksanakan. (D,W)
6. Ada bukti Kepala bidang/divisi manajemen dan Kepala unit kerja berpartisasi dan
bertanggung jawab terhadap peninjauan, pemilihan, dan pemantauan kontrak
manajemen. (D,W)
7. Ada bukti apabila kontrak dinegosiasikan ulang atau dihentikan maka rumah sakit
tetap menjaga kontinuitas dari pelayanan pasien. (D,O,W).
Standar TKRS 7
Direktur Rumah Sakit membuat keputusan terkait pengadaan dan penggunaan
sumber daya dengan mempertimbangkan mutu dan keselamatan.
Elemen Penilaian TKRS 7
1. Rumah sakit mempunyai regulasi pemilihan teknologi medik dan obat sesuai dengan
a) dan b) yang ada di maksud dan tujuan serta regulasi penggunaan teknologi medik
dan obat baru yang masih dalam taraf uji coba (trial) sesuai dengan 1) sampai dengan
3) yang ada di maksud dan tujuan serta memiliki tim penapisan teknologi bidang
kesehatan. (R)
2. Tim penapisan teknologi bidang kesehatan telah menggunakan data dan informasi
dalam pemilihan teknologi medik serta obat sesuai dengan regulasi rumah sakit. (D,W)
3. Tim penapisan teknologi bidang kesehatan telah menggunakan rekomendasi dari staf
klinis dan atau pemerintah dan organisasi profesi nasional atau internasional dalam
pemilihan teknologi medik dan obat di rumah sakit. (D,W)
4. Direktur Rumah Sakit telah melaksanakan regulasi terkait dengan penggunaan
teknologi medik dan obat baru yang masih dalam taraf uji coba (trial). (D,W)
5. Kepala bidang/divisi telah melakukan evaluasi mutu dan keselamatan pasien terhadap
hasil dari pengadaan dan penggunaan teknologi medik serta obat menggunakan
indikator mutu dan laporan insiden keselamatan pasien. (D,W).
Standar TKRS 8
Rumah sakit menetapkan struktur organisasi pelayanan medis, pelayanan
keperawatan, dan pelayanan klinis lainnya secara efektif, lengkap dengan uraian tugas dan
tanggung jawabnya.
Elemen Penilaian TKRS 8
1. Ada penetapan struktur organisasi rumah sakit sampai dengan unit pelayanan. (R)
2. Ada penetapan struktur organisasi komite medis dan komite keperawatan serta tata
hubungan kerja dengan para pimpinan di rumah sakit. (R)
3. Struktur organisasi dapat mendukung proses budaya keselamatan di rumah sakit dan
komunikasi antarprofesi. (R)
4. Struktur organisasi dapat mendukung proses perencanaan pelayanan klinik dan
penyusunan regulasi pelayanan. (R)
5. Struktur organisasi dapat mendukung proses pengawasan atas berbagai isu etika
profesi. (R)
6. Struktur organisasi dapat mendukung proses pengawasan atas mutu pelayanan klinis.
(R).
Standar TKRS 9
Satu atau lebih individu yang kompeten ditetapkan sebagai kepala unit di setiap
pelayanan di rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian TKRS 9
1. Ada regulasi tentang persyaratan jabatan, uraian tugas, tanggung jawab dan
wewenang untuk setiap kepala unit pelayanan serta termasuk bila ada koordinator
pelayanan yang tertuang di dalam pedoman pengorganisasian unit pelayanan tersebut
(R)
2. Setiap kepala unit pelayanan dan koordinator pelayanan (bila ada) telah sesuai
dengan persyaratan jabatan yang ditetapkan. (D,W)
3. Setiap kepala unit pelayanan telah melakukan identifikasi dan mengusulkan
kebutuhan ruangan, teknologi medis, peralatan, ketenagakerjaan sesuai dengan
standar kepada Direktur Rumah Sakit, dan telah mempunyai proses yang dapat
diterapkan untuk menanggapi kekurangan (catatan: bila di unit pelayanan ada
koordinator pelayanan maka usulan kepada Direktur Rumah Sakit diajukan melalui
koordinator pelayanan). (D,W)
4. Setiap kepala unit pelayanan telah menyusun pola ketenagaan yang dipergunakan
untuk rekruitmen yang akan ditugaskan di unit pelayanan tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (D,W)
5. Setiap kepala unit pelayanan telah menyelenggarakan orientasi bagi semua staf baru
mengenai tugas dan tanggung jawab serta wewenang mereka di unit pelayanan
tempat mereka bekerja. (D,W)
6. Dalam orientasi itu diberikan materi tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien serta Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.(D,W).
Standar TKRS 10
Kepala unit mengidentifikasi secara tertulis pelayanan yang diberikan oleh unit, serta
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pelayanan tersebut dengan pelayanan dari unit
lain
Elemen Penilaian TKRS 10
1. Setiap unit pelayanan telah mempunyai pedoman pelayanan yang menguraikan
pelayanan saat ini dan program kerja yang menguraikan pelayanan yang
direncanakan dan mengatur pengetahuan serta keterampilan staf klinis yang
melakukan asesmen pasien dan kebutuhan pasien. (R)
2. Rumah sakit mempunyai regulasi untuk unit pelayanan yang mengatur format dan isi
yang seragam untuk dokumen perencanaan. (R)
3. Kepala unit pelayanan telah menggunakan format dan isi yang seragam untuk
dokumen perencanaan. (D,O,W)
4. Rumah sakit mempunyai regulasi yang mengatur sistem pengaduan pelayanan di unit
pelayanan. (R)
5. Pengetahuan dan ketrampilan staf klinis di unit pelayanan telah sesuai dengan
regulasi. (D,W)
6. Pelayanan yang disediakan di unit pelayanan telah sesuai dengan regulasi. (D,W)
7. Pengaduan pelayanan di unit pelayanan telah sesuai dengan regulasi. (D,W)
8. Ada koordinasi dan integrasi pelayanan dalam tiap unit pelayanan. (D,W)
2. Kepala unit mengusulkan indikator mutu untuk setiap unit pelayanan sesuai dengan 1
sampai dengan 3 yang ada di maksud dan tujuan. (D,W)
3. Kepala unit telah melakukan pengumpulan data dan membuat laporan terintegrasi
secara berkala. (D,W)
Standar TKRS 12
Rumah sakit menetapkan tata kelola untuk manajemen etis dan etika pegawai agar
menjamin bahwa asuhan pasien diberikan di dalam norma-norma bisnis, finansial, etis, serta
hukum yang melindungi pasien dan hak mereka.
Elemen Penilaian TKRS 12
1. Direktur rumah sakit menetapkan regulasi tentang tata kelola etik rumah sakit yang
mengacu pada kode etik rumah sakit nasional, membentuk komite etik yang mengelola
etika rumah sakit, dan mengkoordinasikan subkomite etik profesi dan menetapkan
kode etik pegawai rumah sakit. (R)
2. Direktur rumah sakit memastikan asuhan pasien tidak melanggar norma- norma
bisnis, norma keuangan, etik, dan hukum. (D,W)
3. Direktur rumah sakit memastikan praktek nondiskriminatif dalam hubungan kerja dan
ketentuan atas asuhan pasien dengan mengingat norma hukum serta budaya. (D,W)
4. Direktur rumah sakit memastikan kepatuhan staf terhadap etika pegawai rumah sakit.
(D,W).
Standar TKRS 13
Direktur Rumah Sakit menciptakan dan mendukung budaya keselamatan di seluruh
area rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian TKRS 13
1. Direktur Rumah Sakit mendukung terciptanya budaya keterbukaan yang dilandalasi
akuntabilitas. (W)
2. Direktur Rumah Sakit mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan melaksanakan
perbaikan perilaku yang tidak dapat diterima. (D,O,W)
3. Direktur rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan menyediakan informasi
(seperti bahan pustaka dan laporan) yang terkait dengan budaya keselamatan rumah
sakit bagi semua individu yang bekerja dalam rumah sakit. (D,O,W )
4. Direktur Rumah Sakit menjelaskan bagaimana masalah terkait budaya keselamatan
dalam rumah sakit dapat diidentifikasi dan dikendalikan. (W)
5. Direktur Rumah Sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung dan mendorong
budaya keselamatan di dalam rumah sakit. (D,O,W)
Standar MFK1
Rumah sakit mematuhi peraturan dan perundang-undangan tentang bangunan,
perlindungan kebakaran, dan persyaratan pemeriksaan fasilitas.
Elemen Penilaian MFK 1
1. Direktur rumah sakit dan mereka yang bertanggung jawab terhadap manajemen
fasilitas di rumah sakit seharusnya mempunyai dan memahami peraturan perundang-
undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku untuk bangunan dan fasilitas rumah
sakit. (D,W)
2. Direktur rumah sakit menerapkan persyaratan yang berlaku dan peraturan perundang-
undangan. (D,W)
3. Rumah sakit mempunyai izin-izin sebagaimana diuraikan butir a. sampai dengan m.
pada maksud dan tujuan sesuai dengan fasilitas yang ada di rumah sakit serta sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. (D,W)
4. Direktur rumah sakit memastikan rumah sakit memenuhi kondisi seperti hasil
pemeriksaan fasilitas atau catatan pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas setempat
di luar rumah sakit. (D,W).
Standar MFK 2
Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang
menggambarkan proses pengelolaan risiko yang dapat terjadi pada pasien, keluarga,
pengunjung, dan staf.
Elemen Penilaian MFK 2
1. Ada program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang dapat terjadi pada
pasien, keluarga, staf, dan pengunjung secara tertulis meliputi risiko yang ada pada
butir 1 sampai 6 pada maksud dan tujuan. Hal ini merupakan satu program induk atau
beberapa program terpisah serta ada regulasi untuk menerapkan program manajemen
meliputi butir 1 dan 2 pada maksud dan tujuan. (R)
2. Program tersebut masih berlaku dan sudah diterapkan sepenuhnya. (D,W)
3. Ada bukti peninjauan dan pembaharuan program-program tersebut bila terjadi
perubahan dalam lingkungan rumah sakit atau sekurang-kurangnya setiap tahun.
(D,W)
4. Ada bukti bahwa tenant/penyewa lahan di dalam lingkungan rumah sakit sudah
mematuhi semua aspek program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang
teridentifikasi dalam butir 1 sampai 4 pada maksud dan tujuan. (D,W).
Standar MFK 3
Ada individu atau bentuk organisasi kompeten yang ditugasi melakukan pengawasan
terhadap perencanaan serta pelaksanaan program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan.
Elemen Penilaian MFK 3
1. Ada program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang dapat terjadi pada
pasien, keluarga, sta, dan pengunjung tertulis meliputi risiko yang ada butir 1 sampai
dengan 6 pada maksud dan tujuan yang merupakan satu program induk atau
beberapa program terpisah serta ada regulasi untuk menerapkan program manajemen
meliputi butir 1 dan 2 pada maksud dan tujuan. (R)
2. Program tersebut masih berlaku dan sudah diterapkan sepenuhnya. (D,W)
3. Ada bukti peninjauan dan pembaharuan program-program tersebut bila terjadi
perubahan dalam lingkungan rumah sakit atau sekurang-kurangnya setiap tahun.
(D,W)
4. Ada bukti tenant/penyewa lahan di dalam lingkungan rumah sakit sudah mematuhi
semua aspek program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang teridentifikasi
dalam butir 1 sampai 4 pada maksud dan tujuan. (D,W).
Standar MFK 4
Rumah sakit mempunyai program pengelolaan keselamatan dan keamanan melalui
penyediaan fasilitas fisik dan menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien, keluarga,
pengunjung, dan staf.
Elemen Penilaian MFK 4
1. Rumah sakit mempunyai regulasi termasuk program pengelolaan keselamatan dan
keamanan yang meliputi butir 1 sampai dengan 6 pada maksud dan tujuan. (R)
2. Ada unit kerja yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keselamatan dan
keamanan. (D,W)
3. Rumah sakit telah melakukan identifikasi area-area yang berisiko mempunyai risk
register (daftar risiko) yang berhubungan dengan keselamatan dan keamanan
fasilitas. (D,W)
4. Regulasi pemberian identitas pada penunggu pasien, pengunjung (termasuk tamu),
staf rumah sakit, pegawai kontrak, dan semua orang yang bekerja di rumah sakit
sudah dimplementasikan. (lihat juga SKPm1).(D,O,W)
5. Rumah sakit telah melakukan pemeriksaan fasilitas secara berkala, membuat rencana
perbaikan, dan telah melaksanakan perbaikan. (D,O,W)
6. Rumah sakit telah memasang monitoring pada area yang berisiko keselamatan dan
keamanan. (O,W)
7. Rumah sakit telah menyediakan fasilitas yang aman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (O,W).
Standar MFK 5
Rumah sakit memiliki regulasi inventarisasi, penanganan, penyimpanan dan
penggunaan, serta pengendalian/pengawasan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta
limbahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian MFK 5
1. Rumah sakit mempunyai regulasi yang mengatur B3 serta limbahnya sesuai dengan
katagori WHO dan peraturan perundang-undangan, meliputi butir 1 sampai dengan 7
pada maksud dan tujuan. (R)
2. Rumah sakit mempunyai daftar B3 serta limbahnya lengkap dan terbaru sesuai
dengan kategori WHO dan peraturan perundang-undangan meliputi jenis, lokasi, dan
jumlah semua bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya. (D,O,W)
3. Ada bukti bahwa untuk pengadaan/pembelian B3 dan pemasok (supplier) sudah
melampirkan MSDS. (D,O,W)
4. Petugas telah menggunakan APD yang benar pada waktu menangani (handling) B3
serta limbahnya dan di area tertentu juga sudah ada eye washer. (O,W)
5. B3 serta limbahnya sudah diberi label/rambu-rambu sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan. (O,W)
6. Ada laporan dan analisis tumpahan, paparan/pajanan (exposure), dan insiden lainnya.
(D,W)
7. Ada bukti dokumentasi persyaratan yang meliputi izin, lisensi, atau ketentuan
persyaratan lainnya. (D,W).
Standar MFK 6
Rumah sakit mengembangkan dan memelihara program manajemen disaster untuk
menanggapi keadaan disaster serta bencana alam atau lainnya yang memiliki potensi terjadi
dimasyarakat.
Elemen Penilaian MFK 6
1. Rumah sakit mempunyai regulasi manajemen disaster meliputi butir 1 sampai dengan
8 pada maksud dan tujuan. (R)
2. Rumah sakit mengidentifikasi bencana internal dan eksternal yang besar seperti
keadaan darurat di masyarakat, wabah dan bencana alam atau bencana lainnya, serta
kejadian wabah besar yang dapat menyebabkan risiko yang signifikan. (D,W)
3. Rumah sakit telah melakukan self assessment kesiapan menghadapi bencana dengan
menggunakan hospital safety index dari WHO. (D,W)
4. Instalasi gawat darurat telah mempunyai ruang dekontaminasi sesuai dengan butir 1
sampai dengan 6 pada maksud dan tujuan. (D,O,W).
Standar MFK 7
Rumah sakit merencanakan dan menerapkan suatu program untuk pencegahan,
penanggulangan bahaya kebakaran, serta penyediaan sarana jalan keluar yang aman dari
fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya.
Elemen Penilaian MFK 7
1. Rumah sakit mempunyai program proteksi kebakaran (fire safety) yang memastikan
bahwa semua penghuni rumah sakit selamat dari bahaya api, asap, atau keadaan
darurat nonkebakaran lainnya meliputi butir 1 sampai dengan 5 yang ada pada
maksud dan tujuan. (R)
2. Rumah sakit telah melakukan asesmen risiko kebakaran yang tertulis termasuk saat
terdapat proyek pembangunan di dalam atau berdekatan dengan fasilitas rumah sakit
meliputi butir 1 sampai dengan 8 pada maksud dan tujuan. (D,W)
3. Rumah sakit telah menindaklanjuti hasil asesmen risiko kebakaran. (D,O,W)
4. Rumah sakit mempunyai sistem deteksi dini (smoke detector dan heat detector) dan
alarm kebakaran sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (O,W)
5. Rumah sakit mempunyai sistem kebakaran aktif yang meliputi sprinkle, APAR, hidran,
dan pompa kebakaran sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (O,W)
6. Rumah sakit mempunyai jalur evakuasi yang aman dan bebas hambatan bila terjadi
kebakaran serta kedaruratan bukan kebakaran. (O,W).
Standar MFK 8
Rumah sakit merencanakan dan mengimplementasikan program untuk pemeriksaan,
uji coba, serta pemeliharaan peralatan medis dan mendokumentasikan hasilnya.
Elemen Penilaian MFK 8
1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengelolaan peralatan medis yang digunakan di
rumah sakit yang meliputi butir 1 sampai dengan 4 yang ada pada maksud dan tujuan.
(R)
2. Ada daftar inventaris dan identifikasi risiko untuk seluruh peralatan medis yang
digunakan di rumah sakit. (D,W)
3. Ada bukti peralatan medis diperiksa secara teratur. (D,O,W)
4. Peralatan medis diuji fungsi sejak baru dan sesuai dengan umur, penggunaan, dan
rekomendasi pabrik. (D,W)
5. Ada program pemeliharaan preventif dan kalibrasi. (D,O,W)
6. Staf yang kompeten melaksanakan kegiatan ini. (D,W).
Standar MFK 9
Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan program untuk memastikan semua
sistem utilitas (sistem pendukung) berfungsi efisien dan efektif yang meliputi pemeriksaan,
pemeliharaan, dan perbaikan sistem utilitas.
Elemen Penilaian MFK 9
1. Rumah sakit mempunyai sistem pemantauan dan bertindak terhadap pemberitahuan
mengenai peralatan medis yang berbahaya, recall/penarikan kembali, laporan insiden,
masalah, dan kegagalan pada peralatan medis. (R)
2. Rumah sakit membahas pemberitahuan peralatan medis yang berbahaya, alat medis
dalam penarikan (under recall), laporan insiden, serta masalah dan kegagalan pada
peralatan medis. (D,W)
3. Rumah sakit telah melaporkan seluruh insiden keselamatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan apabila terjadi kematian, cedera serius, atau penyakit yang
disebabkan oleh peralatan medis. (D,W).
Standar MFK 10
Rumah sakit mengumpulkan data dari setiap program manajemen risiko fasilitas dan
lingkungan untuk mendukung rencana mengganti atau meningkatkan fungsi (upgrade)
teknologi medik.
Elemen Penilaian MFK 10
1. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem pelaporan data insiden/kejadian/ kecelakaan
setiap program manajemen risiko fasilitas. (R)
2. Ada laporan data insiden/kejadian/kecelakaan setiap program manajemen risiko
fasilitas dan sudah dianalisis. (D,W)
3. Hasil analisis sudah ditindaklanjuti dengan mengganti atau meningkatkan fungsi
(upgrade) teknologi medis, peralatan, sistem, dan menurunkan risiko di lingkungan.
(D,W,O)
4. Seorang atau lebih individu yang ditunjuk mengawasi pelaksanaan program
manajemen risiko fasilitas telah membuat laporan kepada direktur rumah sakit setiap
3 bulan. (D,W).
Standar MFK 11
Rumah sakit menyelenggarakan edukasi, pelatihan, serta tes (ujian) bagi semua staf
tentang peranan mereka dalam menyediakan fasilitas yang aman dan efektif.
Elemen Penilaian MFK 11
1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan manajemen fasilitas dan keselamatan. (R)
2. Edukasi diadakan setiap tahun mengenai setiap komponen dari program manajemen
fasilitas dan keselamatan untuk menjamin semua staf dapat melaksanakan tanggung
jawabnya dengan efektif. (D,W)
3. Edukasi diikuti oleh pengunjung, suplier, pekerja kontrak, dan lain-lain sesuai dengan
regulasi rumah sakit. (D,W)
4. Pengetahuan staf dites dan disimulasikan sesuai dengan peran mereka dalam setiap
program manajamen fasilitas. Kegiatan pelatihan dan hasil pelatihan setiap staf
didokumentasikan. (D,W).
Standar KKS 1
Pimpinan rumah sakit menetapkan perencanaan kebutuhan staf rumah sakit.
Elemen Penilaian KKS 1
1. Ada penetapan perencanaan kebutuhan staf rumah sakit yang berdasar atas
perencanaan strategis dan perencanaan tahunan sesuai dengan kebutuhan rumah
sakit. (R)
2. Ada kejelasan hubungan antara perencanaan strategis, perencanaan tahunan, dan
perencanaan kebutuhan staf. (D,W)
3. Ada bukti perencanaan kebutuhan staf berdasar atas kebutuhan tiap-tiap unit kerja
khususnya unit kerja pelayanan. (D,W)
Standar KKS 2
Perencanaan kebutuhan staf rumah sakit terus menerus dimutakhirkan oleh pimpinan
rumah sakit dengan menetapkan jumlah, jenis, kualifikasi yang meliputi pendidikan,
kompetensi, pelatihan, dan pengalaman yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Elemen Penilaian KKS 2
1. Ada kebijakan dan prosedur yang ditetapkan rumah sakit tentang pola ketenagaan
dan kebutuhan jumlah staf sesuai dengan yang dijadikan dasar untuk menyusun
perencanaan staf. Panduan mengatur penempatan dan penempatan kembali staf. (R)
2. Ada pelaksanaan pola ketenagaan secara kolaborasi dengan perencanaan staf yang
meliputi jumlah, jenis, dan kualifikasi. (D,W)
3. Ada pelaksanaan pengaturan penempatan dan penempatan kembali staf sesuai
dengan panduan. (D,W).
Standar KKS 3
Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses rekrutmen, evaluasi,
penempatan staf, dan prosedur lain.
Elemen Penilaian KKS 3
1. Ada regulasi proses rekrutmen staf. (R)
2. Proses rekrutmen dilaksanakan sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Proses rekrutmen dilaksanakan seragam. (D,W).
Standar KKS 4
Rumah sakit menetapkan proses seleksi untuk menjamin bahwa pengetahuan dan
keterampilan staf klinis sesuai dengan kebutuhan pasien.
Elemen Penilaian KKS 4
1. Ada regulasi yang menetapkan proses seleksi untuk memastikan pengetahuan,
keterampilan, dan kompetensi staf klinis sesuai dengan kebutuhan pasien. (R)
2. Proses seleksi dilaksanakan seragam sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Anggota staf klinis baru dievaluasi pada saat mulai bekerja sesuai dengan tanggung
jawabnya. (D,W)
4. Unit kerja menyediakan data yang digunakan untuk evaluasi kinerja staf klinis. (D,W)
5. Evaluasi staf klinis dilakukan dan didokumentasikan secara berkala minimal 1 (satu)
tahun sekali sesuai dengan regulasi. (D,W).
Standar KKS 5
Rumah sakit menetapkan proses seleksi untuk menjamin bahwa pengetahuan dan
keterampilan staf nonklinis sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Elemen Penilaian KKS 5
1. Ada regulasi yang menetapkan proses seleksi untuk memastikan pengetahuan,
keterampilan, dan kompetensi staf nonklinis sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
(R)
2. Proses seleksi staf nonklinis dilaksanakan seragam sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Anggota staf nonklinis baru dievaluasi pada saat mulai bekerja sesuai dengan
tanggung jawabnya. (D,W)
4. Unit kerja melaksanakan evaluasi kinerja staf nonklinis. (D,W)
5. Evaluasi staf nonklinis dilakukan dan didokumentasikan secara berkala minimal satu
tahun sekali sesuai dengan regulasi. (D,W).
Standar KKS 6
Rumah sakit menyediakan dan memelihara file kepegawaian untuk setiap staf rumah
sakit dan selalu diperbaharui.
Elemen Penilaian KKS 6
1. File kepegawaian memuat kualifikasi, pendidikan, pelatihan, dan kompetensi staf.
(D,W)
2. File kepegawaian memuat uraian tugas anggota staf. (D,W)
3. File kepegawaian memuat proses rekrutmen staf. (D,W)
4. File kepegawaian memuat riwayat pekerjaan staf. (D,W)
5. File kepegawaian memuat hasil evaluasi dan penilaian kinerja staf. (D,W)
6. File kepegawaian memuat salinan sertifikat pelatihan di dalam maupun di luar RS.
(D,W)
7. File kepegawaian selalu diperbaharui. (D,W).
Standar KKS 7
Semua staf klinis dan nonklinis diberi orientasi di rumah sakit dan unit kerja tempat
staf akan bekerja dan tanggung jawab spesifik pada saat diterima bekerja.
Elemen Penilaian KKS 7
1. Ada regulasi yang menetapkan orientasi umum dan khusus bagi staf klinis dan
nonklinis baru. (R)
2. Ada bukti staf klinis dan nonklinis baru diberikan orientasi umum dan khusus. (D,W)
3. Staf kontrak, magang, dan peserta didik mendapat pelatihan tentang orientasi umum
dan khusus. (D, W).
Standar KKS 8
Setiap staf mengikuti pendidikan atau pelatihan di dalam atau di luar rumah sakit
termasuk pendidikan profesi berkelanjutan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kompetensinya.
Elemen Penilaian KKS 8
1. Ada program pendidikan dan pelatihan berdasar atas sumber data yang meliputi butir
1 sampai dengan 6 pada maksud dan tujuan. (R)
2. Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan sesuai dengan program. (D,W)
3. Staf rumah sakit diberi pendidikan dan pelatihan berkelanjutan di dalam dan di luar
rumah sakit yang relevan untuk meningkatkan kemampuannya. (D,W)
4. Rumah sakit menyediakan waktu, anggaran, dan fasilitas untuk semua staf dalam
berpartisipasi mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. (D,W)
Standar KKS 9
Rumah sakit menyelenggarakan pengumpulan dokumen kredensial dari anggota staf
medis yang diberi izin memberikan asuhan kepada pasien secara mandiri.
Elemen Penilaian KKS 9
1. Proses penerimaan, kredensial, penilaian kinerja, dan rekredensial staf medis diatur
dalam peraturan internal staf medis (medical staf bylaws). (R)
2. Setiap dokter yang memberikan pelayanan di rumah sakit wajib menandatangani
perjanjian sesuai dengan regulasi rumah sakit. (D,W)
3. Ada proses kredensial dan pemberian kewenangan klinis oleh rumah sakit untuk
pelayanan diagnostik, konsultasi, dan tata laksana yang diberikan oleh dokter praktik
mandiri dari luar rumah sakit seperti kedokteran jarak jauh (telemedicine), radiologi
jarak jauh (teleradiology), dan interpretasi untuk pemeriksaan diagnostik lain:
elektrokardiogram (EKG), elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), serta
pemeriksaan lain yang serupa. (D,W)
Standar KKS 10
Rumah sakit menetapkan proses yang seragam, objektif, dan berdasar bukti (evidence
based) untuk memberikan wewenang kepada staf medis untuk menerima, menangani, dan
memberikan layanan kliniks kepada pasien sesuai dengan kualifikasinya.
Elemen Penilaian KKS 10
1. Direktur menetapkan kewenangan klinis setelah mendapat rekomendasi dari Komite
Medik termasuk kewenangan tambahan. (R)
2. Ada bukti pemberian kewenangan klinis berdasar atas rekomendasi kewenangan
klinis dari Komite Medik. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan pemberian kewenangan tambahan setelah melakukan
verifikasi dari sumber yang mengeluarkan kredensial. (D,W)
4. Surat penugasan klinis dan rincian kewenangan klinis anggota staf medis dalam
bentuk tercetak atau elektronik (softcopy) atau media lain tersedia di semua unit
pelayanan (contoh, kamar operasi, unit darurat, nurse station) tempat anggota staf
medis tersebut memberikan pelayanan. (D,W) 5. Setiap anggota staf medis hanya
memberikan pelayanan spesifik yang ditentukan oleh rumah sakit. (D,W)
Standar KKS 11
Rumah sakit melaksanakan proses yang seragam untuk melaksanakan evaluasi mutu
dan keselamatan asuhan pasien yang diberikan oleh setiap anggota staf medis.
Elemen Penilaian KKS 11
1. Ada regulasi penilaian kinerja untuk evaluasi mutu praktik profesional berkelanjutan,
etik, dan disiplin staf medis. (R)
2. Ada bukti monitoring dan evaluasi mutu praktik profesional berkelanjutan, etik, dan
disiplin staf medis untuk peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. (D,W)
3. Data dan informasi hasil pelayanan klinis dari staf klinis di-review secara objektif dan
berdasar atas bukti, jika ada dilakukan benchmarking dengan pihak eksternal rumah
sakit. (D,W)
4. Data dan informasi berasal dari proses monitoring dikaji sekurang-kurangnya setiap
12 bulan oleh kepala unit layanan, ketua kelompok staf medis, subkomite mutu,
manajer pelayanan medis. Hasil, simpulan, dan tindakan yang dilakukan
didokumentasikan di dalam file kredensial staf medis atau dokumen lain yang relevan.
(D,W)
5. Bila ada temuan yang berdampak pada pemberian kewenangan staf klinis, ada proses
untuk tindak lanjut terhadap temuan dan tindakan tersebut didokumentasi dalam file
staf medis dan disampaikan ke tempat staf medis memberikan pelayanan. (D,W)
Standar KKS 12
Rumah sakit menetapkan proses penetapan ulang staf medis dan pmbaharuan
kewenangan klinis paling sedikit setiap 3 (tiga) tahun. Untuk penetapan kewenangan klinis
dilanjutkan dengan atau tanpa modifikasi kewenangan klinis sesuai hasil monitoring dan
evaluasi berkelanjutan setiap anggota staf medis.
Elemen Penilaian KKS 12
1. Berdasar atas monitoring dan evaluasi berkelanjutan kredensial anggota staf medis
yang dilaksanakan paling sedikit setiap 3 (tiga) tahun ditetapkan kewenangan klinisnya
apakah tetap, bertambah, atau berkurang. (R)
2. Ada bukti dokumen setiap anggota staf medis selalu diperbaharui secara periodik.
(D,W)
3. Ada bukti pemberian kewenangan tambahan didasarkan atas kredensial yang telah
diverifikasi dari sumber aslinya sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (D).
Standar KKS 13
Rumah sakit mempunyai proses yang efektif untuk mengumpulkan, verifikasi, dan
mengevaluasi kredensial staf keperawatan (pendidikan, registrasi, izin, kewenangan,
pelatihan, dan pengalaman).
Elemen Penilaian KKS 13
1. Ada regulasi rumah sakit dengan proses yang efektif untuk mengumpulkan, verifikasi
dan mengevaluasi kredensial staf keperawatan (pendidikan, registrasi, izin,
kewenangan, pelatihan, dan pengalaman). (R)
Standar KKS 14
Rumah sakit melaksanakan identifikasi tanggungjawab pekerjaan dan penugasan
klinis berdasar atas kredensial staf perawat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Elemen Penilaian KKS 14
1. Ada penetapan rincian kewenangan klinis perawat berdasar atas pendidikan,
registrasi, sertifikasi, izin, pelatihan, dan pengalaman anggota staf keperawatan. (R)
2. Ada pelaksanaan proses pembuatan rincian kewenangan klinis sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.(D,W)
3. Ada berkas kredensial yang dipelihara dari setiap staf keperawatan. (D,W).
Standar KKS 15
Rumah sakit melakukan evaluasi kinerja staf keperawatan berdasar atas partisipasi
dalam kegiatan peningkatan mutu rumah sakit.
Elemen Penilaian KKS 15
1. Ada dokumentasi penilaian mutu staf keperawatan berpatisipasi di dalam program
peningkatan mutu rumah sakit. (D,W)
2. Kinerja individual staf keperawatan dikaji bila ada temuan dalam aktivitas peningkatan
mutu. (D,W)
3. Seluruh data proses review kinerja staf keperawatan didokumentasikan dalam
kredesial perawat atau dokumen lainnya. (D,W).
Standar KKS 16
Rumah sakit mempunyai proses yang efektif untuk mengumpulkan, verifikasi, dan
mengevaluasi kredensial profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya
(pendidikan, registrasi, izin, kewenangan, pelatihan, dan pengalaman)
Elemen Penilaian KKS 16
1. Ada regulasi rumah sakit untuk proses yang efektif untuk mengumpulkan, verifikasi
dan mengevaluasi kredensial profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis
lainnya (pendidikan, registrasi, izin, kewenangan, pelatihan, dan pengalaman). (R)
2. Tersedia dokumentasi pendidikan, registrasi, sertifikasi, izin, pelatihan, dan
pengalaman. (D,W)
3. Terdapat pelaksanaan verifikasi dari sumber aslinya yang seragam. (D,W)
4. Ada dokumen kredensial yang dipelihara dari setiap anggota profesional pemberi
asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya. (D,W).
Standar KKS 17
Rumah sakit melaksanakan identifikasi tanggungjawab pekerjaan dan penugasan
klinis berdasar atas kredensial profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis
lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian KKS 17
1. Ada penetapan rincian kewenangan klinis profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya
dan staf klinis lainnya berdasar atas pendidikan, registrasi, sertifikasi, izin, pelatihan,
dan pengalaman anggota staf klinis lainnya. (R)
2. Ada pelaksanaan proses pembuatan rincian kewenangan klinis sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (D,W)
3. Ada berkas kredensial yang dipelihara dari setiap profesional pemberi asuhan (PPA)
lainnya dan staf klinis lainnya. (D,W).
Standar KKS 18
Rumah sakit melaksanakan identifikasi tanggungjawab pekerjaan dan penugasan
klinis berdasar atas kredensial profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis
lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian KKS 18
1. Ada dokumentasi penilaian mutu profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf
klinis lainnya berpatisipasi di dalam program peningkatan mutu rumah sakit. (D,W)
2. Kinerja individual profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya
dikaji bila ada temuan dalam aktivitas peningkatan mutu. (D,W)
3. Seluruh data proses review kinerja profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf
klinis lainnya didokumentasikan dalam kredesial profesional pemberi asuhan (PPA)
lainnya dan staf klinis lainnya atau dokumen lainnya. (D,W)
Standar MIRM 1
Penyelenggaraan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIM RS) harus mengacu
peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian MIRM 1
1. Terdapat unit kerja yang mengelola SIMRS. (R)
2. Sumber daya manusia dalam unit kerja SIMRS yang memiliki kompetensi dan sudah
terlatih. (D,W).
Standar MIRM 2
Rumah sakit merencanakan dan merancang proses manajemen informasi untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal maupun eksternal.
Elemen Penilaian MIRM 2
1. Proses perencanaan kebutuhan informasi melibatkan a) sampai dengan c) sesuai
dengan maksud dan tujuan. (D,W)
2. Proses perencanaan kebutuhan informasi mengacu pada peraturan perundang-
undangan. (D,W)
3. Perencanaan disesuaikan dengan besar dan kompleksitas rumah sakit. (D,W)
Standar MIRM 3
Para profesional pemberi asuhan (PPA) dan para kepala bidang/divisi serta kepala
unit pelayanan berpartisipasi dalam memilih, mengintegrasikan, dan menggunakan teknologi
manajemen informasi.
Elemen Penilaian MIRM 3
Standar MIRM 4
Sistem manajemen data dan informasi rumah sakit menyiapkan kumpulan serta
menentukan data dan informasi yang secara rutin (reguler) dikumpulkan sesuai dengan
kebutuhan profesional pemberi asuhan (PPA), kepala bidang/divisi, kepala unit pelayanan,
serta badan/pihak lain di luar rumah sakit.
Elemen Penilaian MIRM 4
1. Rumah sakit menyediakan kumpulan data a) s.d. c) sesuai dengan maksud dan tujuan
yang harus tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengguna, yaitu PPA, kepala
bidang/divisi, dan kepala unit pelayanan. (D,W)
2. Rumah sakit memberikan data yang dibutuhkan oleh badan/pihak lain di luar rumah
sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (D,W)
Standar MIRM 5
Data dianalisis diubah menjadi informasi untuk mendukung asuhan pasien,
manajemen rumah sakit dan program manajemen mutu, serta pendidikan dan penelitian.
Elemen Penilaian MIRM 5
1. Terdapat bukti bahwa data dianalisis diubah menjadi informasi mendukung asuhan
pasien. (D,W)
2. Terdapat bukti bahwa data dianalisis diubah menjadi informasi mendukung
manajemen rumah sakit. (D,W)
3. Terdapat bukti bahwa data dianalisis diubah menjadi informasi mendukung program
manajemen mutu. (D,W)
4. Terdapat bukti bahwa data dianalisis diubah menjadi informasi mendukung pendidikan
dan penelitian. (D,W)
Standar MIRM 6
Penyampaian data dan informasi secara tepat waktu dalam format yang memenuhi
harapan pengguna dan dengan frekuensi yang dikehendaki.
Elemen Penilaian MIRM 6
1. Data dan informasi disampaikan sesuai kebutuhan pengguna. (D,W)
2. Pengguna menerima data dan informasi dalam format yang sesuai dengan yang
dibutuhkan. (D,W)
3. Pengguna menerima data dan informasi tepat waktu. (D,W)
4. Staf pengolah data memiliki hak akses ke data dan informasi yang dibutuhkan sesuai
dengan tanggung jawabnya. (W,S)
Standar MIRM 7
Rumah sakit mendukung asuhan pasien, pendidikan, serta riset dan manajemen
melalui penyediaan informasi yang tepat waktu dari sumber data terkini.
Elemen Penilaian MIRM 7
1. Rumah sakit menyediakan fasilitas untuk mendapatkan informasi ilmiah terkini dan
informasi lain secara tepat waktu untuk mendukung asuhan pasien. (D,O,W)
2. Rumah sakit menyediakan fasilitas untuk mendapatkan Informasi ilmiah terkini dan
informasi lain secara tepat waktu untuk mendukung pendidikan klinik. (D,O,W)
3. Rumah sakit menyediakan fasilitas untuk mendapatkan informasi ilmiah terkini dan
informasi lain secara tepat waktu untuk mendukung penelitian. (D,O,W)
4. Rumah sakit menyediakan fasilitas internet untuk mendapatkan informasi ilmiah terkini
dan informasi lain secara tepat waktu untuk mendukung manajemen (D,O,W)
Standar MIRM 8
Rumah sakit menyelenggarakan pengelolaan rekam medis terkait asuhan pasien
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian MIRM 8
1. Terdapat unit kerja yang mengelola rekam medis yang memiliki regulasi dan program
untuk mengelola rekam medis sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. (R)
2. Organisasi pengelola rekam medis dipimpin tenaga rekam medis yang memiliki
kompetensi dan kewenangan mengelola rekam medis sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan. (D, W)
3. Tersedia tempat penyimpanan rekam medis yang menjamin keamanan dan
kerahasiaan rekam medis. (D,O,W)
Standar MIRM 9
Setiap pasien memiliki rekam medis yang formatnya selalu diperbaharui (terkini).
Elemen Penilaian MIRM 9
1. Terdapat regulasi yang menetapkan tenaga kesehatan yang mempunyai hak akses
pada berkas rekam medis. (R)
2. Berkas rekam medis tersedia bagi semua profesional pemberi asuhan (PPA) sesuai
dengan regulasi rumah sakit. (D,O)
3. Terdapat bukti bahwa form rekam medis dievaluasi dan diperbaharui (terkini) sesuai
dengan kebutuhan dan secara periodik. (D,O,W)
4. Rekam medis pasien terisi dengan lengkap dan dengan tulisan yang dapat dibaca.
(D,O).
Standar MIRM 10
Rumah sakit mempunyai regulasi tentang retensi rekam medis.
Elemen Penilaian MIRM 10
1. Terdapat regulasi tentang jangka waktu penyimpanan berkas rekam medis pasien,
serta data dan informasi lainnya terkait dengan pasien. (R)
2. Dalam rentang waktu penyimpanan berkas rekam medis, rumah sakit menjamin
keamanan dan kerahasiaan rekam medis. (O,W)
3. Dokumen, serta data dan informasi dalam bentuk berkas dimusnahkan setelah
melampaui periode waktu penyimpanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. (D,W).
Standar MIRM 11
Berkas rekam medis dilindungi dari kehilangan, kerusakan, gangguan, serta akses
dan penggunaan yang tidak berhak.
Elemen Penilaian MIRM 11
1. Terdapat regulasi yang ditetapkan untuk mencegah akses penggunaan rekam medis
bentuk kertas dan atau elektronik tanpa izin. (R)
2. Rekam medis dalam bentuk kertas dan atau elektronik dilindungi dari kehilangan dan
kerusakan. (O,W)
3. Rekam medis dalam bentuk kertas dan atau elektronik dilindungi dari gangguan dan
akses serta penggunaan yang tidak sah. (D,S,W)
4. Ruang dan tempat penyimpanan berkas rekam medis menjamin perlindungan
terhadap akses dari yang tidak berhak. (O,W)
Standar MIRM 12
Rumah sakit menetapkan standar kode diagnosis, kode prosedur/tindakan, simbol,
singkatan, dan artinya.
Elemen Penilaian MIRM 12
1. Terdapat regulasi standardisasi kode diagnosis, kode prosedur/tindakan, definisi,
simbol yang digunakan dan yang tidak boleh digunakan, singkatan yang digunakan
dan yang tidak boleh digunakan, serta dimonitor pelaksanaannya. (R)
2. Ketentuan tersebut dilaksanakan dan dievaluasi. (D,W) Standar MIRM 13 Rumah sakit
menyediakan rekam medis untuk setiap pasien.
Elemen Penilaian MIRM 13
1. Terdapat regulasi bahwa setiap pasien memiliki rekam medis dengan satu nomor
rekam medis sesuai dengan sistem penomoran unit, pengaturan urutan berkas rekam
medis, baik untuk rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, dan pemeriksaan penunjang.
(R)
2. Rekam medis pasien digunakan untuk mencatat hasil asesmen, rencana asuhan, dan
perkembangan kondisi pasien. (D,O)
3. Ada bukti rekam medis pasien menggunakan satu unit penomoran rekam medis untuk
setiap pasien. (D,W,O)
4. Rekam medis pasien tersedia untuk rawat jalan, rawap inap, gawat darurat, dan
pemeriksaan penunjang. (D,O)
5. Berkas rekam medis pasien tersusun sesuai regulasi. (D,O) (lihat juga AP).
Standar MIRM 14
Kerahasiaan dan privasi informasi dijaga.
Elemen Penilaian MIRM 14
1. Terdapat regulasi mengenai privasi dan kerahasiaan informasi terkait data pasien dan
hak akses terhadap isi rekam medis berdasar atas peraturan perundang-undangan.
(R)
2. Terdapat bukti regulasi dilaksanakan. (D, W)
3. Kepatuhan pelaksanaan regulasi dimonitor. (D,W) Standar MIRM 15 Ringkasan
pasien pulang (discharge summary) dibuat untuk semua pasien rawat inap.
Elemen Penilaian MIRM 15
1. Ringkasan pulang memuat riwayat kesehatan, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
diagnostik. (D,W)
2. Ringkasan pulang memuat indikasi pasien dirawat inap, diagnosis, dan komorbiditas
lain. (D,W)
3. Ringkasan pulang memuat prosedur terapi dan tindakan yang telah dikerjakan. (D,W)
4. Ringkasan pulang memuat obat yang diberikan, termasuk obat setelah pasien keluar
rumah sakit. (D,W)
5. Ringkasan pulang memuat kondisi kesehatan pasien (status present) saat akan
pulang rumah sakit. (D,W)
6. Ringkasan pulang memuat instruksi tindak lanjut, serta dijelaskan dan ditandatangani
oleh pasien dan keluarga. (D,W)
PROGRAM NASIONAL
SASARAN 1 : Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi serta Pneingkatan Kesehatan
Ibu dan Bayi
Standar 1
Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di rumah sakit beserta monitoring
dan evaluasinya.
Elemen Penilaian Standar 1
1. Ada regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan PONEK 24 jam di rumah sakit dan ada
rencana kegiatan PONEK dalam perencanaan rumah sakit. (R)
2. Ada bukti keterlibatan pimpinan rumah sakit di dalam menyusun kegiatan PONEK.
(D,W)
3. Ada bukti upaya peningkatan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi
pelayanan obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK
24 Jam). (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan rujukan dalam rangka PONEK. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi program rumah sakit sayang
ibu dan bayi (RSSIB). (D,W)
6. Ada bukti pelaporan dan analisis yang meliputi 1 sampai dengan 4 di maksud dan
tujuan. (D,W)
Standar IPKP 1
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang persetujuan pemilik dan pengelola dalam
pembuatan perjanjian kerja sama penyelenggaraan pendidikan klinis di rumah sakit.
Elemen Penilaian IPKP 1
1. Ada penetapan rumah sakit pendidikan yang masih berlaku. (D)
2. Ada kerja sama antara rumah sakit dan institusi pendidikan yang sudah terakreditasi.
(D)
3. Jumlah penerimaan peserta didik sesuai dengan kapasitas rumah sakit harus
dicantumkan dalam perjanjian kerja sama. (D)
Standar IPKP 2
Pelaksanaan pelayanan dalam pendidikan klinis yang diselenggarakan di rumah sakit
mempunyai akuntabilitas manajemen, koordinasi, dan prosedur yang jelas.
Elemen Penilaian IPKP 2
1. Ada regulasi tentang pengelolan dan pengawasan pelaksananaan pendidikan klinis
yang telah disepakati bersama meliputi 1) sampai dengan 3) di maksud dan tujuan.
(R)
2. Ada daftar lengkap memuat nama semua peserta pendidikan klinis yang saat ini ada
di rumah sakit. (D)
3. Untuk setiap peserta pendidikan klinis terdapat dokumentasi yang berisi paling sedikit
meliputi a) sampai dengan e) di maksud dan tujuan. (D)
Standar IPKP 3
Tujuan dan sasaran program pendidikan klinis di rumah sakit disesuaikan dengan
jumlah staf yang memberikan pendidikan klinis, variasi dan jumlah pasien, teknologi, serta
fasilitas rumah sakit.
Elemen Penilaian IPKP 3
1. Ada perhitungan rasio peserta pendidikan dengan staf yang memberikan pendidikan
klinis untuk seluruh peserta dari setiap program pendidikan profesi yang disepakati
oleh rumah sakit dan institusi pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. (D)
2. Ada dokumentasi perhitungan peserta didik yang diterima di rumah sakit per periode
untuk proses pendidikan disesuaikan dengan jumlah pasien untuk menjamin mutu dan
keselamatan pasien. (D,W)
Standar IPKP 4
Seluruh staf yang memberikan pendidikan klinis mempunyai kompetensi sebagai
pendidik klinis dan mendapatkan kewenangan dari institusi pendidikan dan rumah sakit.
Elemen Penilaian IPKP 4
1. Ada penetapan staf klinis yang memberikan pendidikan klinis dan penetapan
penugasan klinis serta rincian kewenangan klinis dari rumah sakit. (R)
2. Ada daftar staf klinis yang memberikan pendidikan klinis secara lengkap (akademik
dan profesi) sesuai dengan jenis pendidikan yang dilaksanakan di RS. (D,W)
3. Ada uraian tugas, tanggung jawab, dan juga wewenang untuk setiap staf yang
memberikan pendidikan klinis. (D,W)
4. Ada bukti staf klinis yang memberikan pendidikan klinis telah mengikuti pendidikan
keprofesian berkelanjutan. (D)
Standar IPKP 5
Rumah sakit memastikan pelaksanaan supervisi yang berlaku untuk setiap jenis dan
jenjang pendidikan staf klinis di rumah sakit.
Elemen Penilaian IPKP 5
1. Ada tingkat supervisi yang diperlukan oleh setiap peserta pendidikan klinis di rumah
sakit untuk setiap jenjang pendidikan. (D,O,W)
2. Setiap peserta pendidikan klinis mengetahui tingkat, frekuensi, dan dokumentasi untuk
supervisinya. (D,W)
3. Ada format spesifik untuk mendokumentasikan supervisi yang sesuai dengan
kebijakan rumah sakit, sasaran program, serta mutu dan keselamatan asuhan pasien.
(D)
4. Ada batasan kewenangan peserta pendidikan yang mempunyai akses dalam mengisi
rekam medis. (D)
Standar IPKP 6
Pelaksanaan pendidikan klinis di rumah sakit harus mematuhi regulasi rumah sakit
dan pelayanan yang diberikan berada dalam upaya mempertahankan atau meningkatkan
mutu dan keselamatan pasien.
Elemen Penilaian IPKP 6
1. Ada program orientasi peserta pendidikan staf klinis dengan materi orientasi yang meliputi
a) sampai dengan d) mengenai maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan dan sertifikat program orientasi peserta pendidikan klinis. (D, W)
4. Ada bukti pelaksanaan dan dokumentasi peserta didik yang diikutsertakan dalam semua
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit. (D, W)
5. Ada pemantauan dan evaluasi bahwa pelaksanaan pendidikan klinis tidak menurunkan
mutu dan keselamatan pasien yang dilaksanakan sekurang- kurangnya sekali setahun yang
terintegrasi dengan program mutu dan keselamatan pasien. (D)
6. Ada survei mengenai kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit atas
dilaksanakannya pendidikan klinis sekurang-kurangnya sekali setahun. (D, W).
BAB 15
Penilaian Akreditasi Rekam
Medis Rumah Sakit
Pendahuluan
Dalam menjamin bahwa peningkatan kinerja, perbaikan mutu hingga penerapan
manajemen risiko yang terlaksanakan dengan berkesinambungan pada Puskesmas. Dalam
hal tersebut tentu saja memerlukan adanya penilaian oleh pihak-pihak eksternal, yang mana
dengan menggunakan standar yang telah ada yakni melalui mekanisme akreditasi.
Untuk itu, jika berbicara mengenai tujuan utama dari akreditasi Puskesmas ini yaitu
merupakan untuk pembinaan dalam meningkatkan lagi mutu kinerja. Selain itu, akreditasi
tersebut tentu saja bukan hanya sekedar penilaian sehingga mendapatkan sertifikasi
akreditasi. Melainkan dengan adanya akreditasi klinik atau Puskesmas ini dapat menjadikan
sebagai sistem manajemen mutu.
Kemudian dapat pula menjadi sebagai sistem penyelenggaraan pelayanan hingga
pada program serta penerapan manajemen risiko. Akreditasi Puskesmas disebutkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, sebagai salah
satu arah kebijakan peningkatan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas yaitu
pengembangan dan penerapan akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan dasar milik
pemerintah dan swasta. Ditargetkan pada tahun 2019 lalu terdapat 5.600 jumlah kecamatan
yang memiliki minimal satu Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi.
Uraian Materi
Standar Waktu Pelayanan Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
Dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, diperlukan standar
pelayanan minimum di rumah sakit. Standar pelayanan minimum di rumah sakit merupakan
spesifikasi teknis tentang tolok ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh rumah sakit
kepada masyarakat. Standar pelayanan minimum di rumah sakit merupakan panduan bagi
pemilik rumah sakit dalam melaksanakan perrencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Berbagai jenis tenaga kesehatan dan pelayanan
kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam dan berinteraksi satu sama lain. Ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat, perlu diimbangi oleh
tenaga kesehatan yang memadai dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu.
Keadaan ini membuat semakin kompleksnya permasalahan di rumah sakit. Rumah sakit
hakekatnya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan,
memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah
dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Standar pelayanan minimum di rumah sakit ini dimaksudkan sebagai panduan bagi
pemilik rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban pelayanan di rumah sakit. Standar pelayanan
minimum di rumah sakit bertujuan untuk menyamakan pemahaman tentang definisi
operasional, indikator kinerja, ukuran atau satuan, rujukan, cara
perhitungan/rumus/pembilang dan penyebut/standar/satuan pencapaian kinerja, target yang
harus dicapai mengacu pada target nasional dengan kerangka waktu pencapaian sesuai
kemampuan pemilik rumah sakit dan sumber data.Demikian yang dicantumkan oleh
Elemen penilaian :
1) Kebijakan (policy) menetapkan tentang praktisi kesehatan yang mempunyai
akses ke berkas rekam medis pasien
2) Berkas rekam medis tersedia bagi para praktisi yang membutuhkannya untuk
asuhan pasien.
3) Berkas rekam medis diperbaharui (up date) untuk menjamin komunikasi
dengan informasi mutakhir
b. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) 8
Informasi yang berkaitan dengan asuhan pasien ditransfer bersama dengan pasien
1) Berkas rekam medis pasien atau resume/ ringkasan informasi asuhan pasien
ditransfer bersama pasien ke unit pelayanan lain di dalam rumah sakit
2) Resume/ ringkasan berisi alasan masuk rawat inap
3) Resume/ ringkasan berisi temuan yang signifikan
4) Resume/ ringkasan berisi diagnosis yang telah ditegakkan (dibuat)
5) Resume/ ringkasan berisi tindakan yang telah dilakukan
6) Resume/ ringkasan berisi obat-obatan atau pengobatan lainnya
7) Resume/ ringkasan berisi kondisi pasien saat dipindah (transfer)
c. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)12
Rumah sakit mempunyai kebijakan tentang masa retensi/penyimpanan dokumen, data
dan informasi
1) Rumah sakit mempunyai kebijakan tentang masa penyimpanan (retensi)
berkas rekam medis klinis, dan data serta informasi lainnya dari pasien
Secara umum tujuan dan manfaat program keselamatan pasien yaitu meningkatnya
mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Sedangkan secara khusus didapatkannya
pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien agar dapat mencegah kejadian yang
sama dikemudian hari.
1. Pengertian Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yangdisebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Kementerian Kesehatan (Permenkes No.11, tahun: 2017: halaman 3)
2. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien
Penyelenggaraan Keselamatan Pasien dilakukan melalui pembentukan sistem
pelayanan yang menerapkan:
Standar Keselamatan Pasien meliputi;
a. Hak pasien; merupakan hak pasien dan keluarganya untuk mendapatkan informasi
tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan, dan perkiraan biaya pengobatan.
Kriteria standar hak pasien sebagaimana dimaksud meliputi:
1. harus ada dokter penanggung jawab pelayanan;
2. rencana pelayanan dibuat oleh dokter penanggung jawab pelayanan; dan
3. penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya dilakukan oleh
dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Pendidikan bagi pasien dan keluarga;
Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga sebagaimana dimaksud berupa
kegiatan mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.
Kriteria Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga meliputi:
1). memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur;
2). mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga;
3). mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti;
4). memahami konsekuensi pelayanan;
5). mematuhi nasihat dokter dan menghormati tata tertib fasilitas pelayanan
kesehatan;
6). memperlihatkan sikap saling menghormati dan tenggang rasa; dan
7). memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
c. Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan;
Standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan merupakan upaya
fasilitas pelayanan kesehatan di bidang Keselamatan Pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan meliputi:
1). pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan,
pemindahan pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan
kesehatan;
2). tersedia kegiatan atau program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan Insiden;
3). tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas
pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam Keselamatan Pasien;
4). tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap Insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko, dan penyampaian informasi yang
benar dan jelas untuk keperluan analisis;
5). tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan Insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang analisis akar
masalah Kejadian Nyaris Cedera (KNC), KTD,dan kejadian sentinel pada saat
Keselamatan Pasien mulai dilaksanakan;
6). tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis Insiden, atau kegiatan
proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan kejadian sentinel;
7). terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan
antar disiplin;
8). tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan Keselamatan
Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut;
dan
9). tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan dan Keselamatan Pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.
f. Pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien; dan
Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien merupakan kegiatan
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien memiliki:
1). setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki program pendidikan,
pelatihan danorientasi bagi staf baru yang memuat topik Keselamatan Pasien
sesuai dengan tugasnya masing-masing;
2). setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus mengintegrasikan topik Keselamatan
Pasien dalam setiap kegiatan pelatihan/magang dan memberi pedoman yang
jelas tentang pelaporan Insiden; dan
3). setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama tim (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien.
Standar komunikasi sebagaimana dimaksud dalam merupakan kegiatan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal yang
tepat waktu dan akurat.
Kriteria standar komunikasi memiliki:
klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau
kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana
penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk
mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
b. Kegiatan yang dilaksanakan
1). Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
2). Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3). Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja
di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4). Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
4. Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar, Pembedahan
pada Pasien yang Benar
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
a. Maksud dan Tujuan
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang
mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian
singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Fasilitas
pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan
ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya
prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada
tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan
kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di fasilitas
pelayanan kesehatan dimana prosedur ini dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang
diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The
Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure,
Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan
dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan
tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus
terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus
termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level
(tulang belakang).
Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
1). memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2). memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
3). Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum
terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan
akan dilakukan, tepat sebelum dilakukan tindakan.
b. Kegiatan yang dilaksanakan Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu
tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan
pasien di dalam proses penandaan/pemberi tanda.
1). Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan
semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
2). Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
3). Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.
5. Mengurangi Risiko Infeksi
Akibat Perawatan Kesehatan; dan Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu
pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
a. Maksud dan Tujuan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam
kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan
besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya
dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-
terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering
kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun
infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene
yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO, fasilitas pelayanan
kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima
secara umum untuk implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan Kesehatan.
b. Kegiatan yang dilaksanakan:
1). Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand
hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO
Patient Safety).
2). Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3). Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan
6. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh
Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko pasien dari cedera karena jatuh.
a. Maksud dan Tujuan
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat
inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan,
dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh
dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol,
penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang
digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan
atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi
jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan
asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit
yang menurun. Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Kegiatan yang Dilaksanakan
1). Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko pasien
jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan.
2). Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko (Permenkes No.11, tahun: 2017: halaman
34-41)
a) Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien;
2. Memimpin dan mendukung staf;
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. Mengembangkan sistem pelaporan;
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien; dan
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien.
b) Keselamatan Pasien di Bagian Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Penerapan keselamatan pasien di Bagian Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan pasien menitikberatkan kepada keselamatan dan kerahasiaan
informasi kesehatan pasien. Risiko-risiko terhadap keselamatan diidentifikasi
untuk menghindari terjadinyaKondisi Potensial Cedera (KPC); Kejadian Nyaris
Cedera (KNC); Kejadian Tidak Cedera (KTC); dan Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD).
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjaga keselamatan pasien di Bagian Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan sebagai berikut:
1). Memastikan identifikasi pasien saat mendaftar adalah benar, nama, tanggal lahir dan
alamat.
Setiap petugas di unit pendaftaran pasien hendaknya mendapatkan pendidikan
tentang keselamatan pasien. Pastikan setiap pasien diidentifikasi dengan baik untuk
mendapatkan informasi yang akurat. Penerapan penomoran secara unit dapat
dimaksimalkan dengan melakukan identifikasi setiap pasien datang berobat. Salah
satu cara yang dilakukan adalah pencarian data pasien saat menerima pasien baru
dan setiap kali pasien lupa membawa kartu berobat untuk menghindari pemberian
nomor rekam medis baru dan terjadi duplikasi nomor rekam medis. Apabila database
pasien nama sama atau mirip, cek tanggal lahirnya agar tidak tertukar antar pasien
satu dan lainnya
2). Rekam medis yang diambil untuk pasien berobat, cek kembali nomor rekam medis
dan nama pasien apakah sesuai dengan permintaan.
Rekam medis merupakan dokumen yang berisi tentang data pasien, perjalanan
penyakit dan riwayat pengobatannya. Saat pasien mendapatkan pelayanan di sarana
pelayanan kesehatan, rekam medis akan diambil dari ruang penyimpanan. Pastikan
rekam medis yang diambil adalah sesuai dengan permintaan. Cek kembali nama,
nomor rekam medis pasien pada form permintaan dan cocokkan dengan data pada
rekam medis pasien.
3). Pemberian informasi kepada pihak ketiga selalu menggunakan surat kuasa dari
pasien
Informasi kesehatan pasien bersifat rahasia. Informasi pasien hanya dapat diberikan
kepada yang berhak dan sesuai dengan persetujuan pasien. Oleh karena itu Perekam
Medis dan Informasi Kesehatan harus memahami kebijakan yang mengatur tentang
rahasia kedokteran, agar dapat melakukan tugasnya sesuai koridor yang berlaku.
Pemberian informasi kepada pihak ketiga hendaknya selalu menggunakan surat
kuasa dari pasien.
4). Membatasi hak akses terhadap ruang rekam medis, hanya petugas rekam medis yang
boleh masuk ruang penyimpanan.
Sesuai dengan keselamatan pasien, rumah sakit khususnya bagian rekamian medis
dan informasi kesehatan wajib menjaga keamanan rekam medis dari kehilangan,
pencurian, kerusakan maupun bahaya yang mengancam. Hak akses ke ruang
penyimpanan adalah terbatas pada petugas rekam medis bagian penyimpanan. Oleh
karena itu harus ada kebijakan yang ketat tentang akses masuk ruang penyimpanan.
Pastikan hanya petugas penyimpanan yang mempunyai akses ke ruang penyimpanan
rekam medis. Metode yang digunakan untuk perlindungan dan keamanan rekam
medis seperti penggunaan door lock ke ruang penyimpanan dengan akses masuk
secara elektronik (password). Jika belum memiliki akses masuk elektronik,
menetapkan bahwa pintu masuk ruang penyimpanan selalu terkunci dan hanya
petugas ruang penyimpanan yang dapat masuk ke ruang penyimpanan. Pemasangan
pengumuman “Dilarang Masuk Selain Petugas Rekam Medis” dapat digunakan juga
sebagai peringatan di pintu masuk ruang penyimpanan rekam medis..
5). Yang mempunyai hak akses terhadap rekam medis pasien adalah dokter/dokter gigi,
perawat dan tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada
pasien.
Sesuai standar akreditasi rumah sakit bahwa yang memiliki akses terhadap rekam
medis pasien adalah dokter/dokter gigi, perawat dan tenaga kesehatan lain yang
memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Saat pasien dalam perawatan maka
perawat ruangan mempunyai kewajiban untuk menjaga rekam medis agar tidak
diakses oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Pemakaian laci terkunci adalah cara yang
distandarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit dalam penyimpanan rekam medis
di ruang rawat. Cara ini untuk menghindari kemungkinan pasien, keluarga pasien atau
pengunjung rumah sakit mengakses rekam medis tanpa sepengetahuan petugas
kesehatan, misalnya memfotocopi rekam medis atau memfoto isi rekam medis.
6). Pasien yang memiliki lebih dari satu nomor rekam medis, digabungkan database dan
fisik rekam medis
Apabila terjadi pasien memiliki lebih dari satu nomor rekam medis, lakukan
penggabungan rekam medis pasien agar data pasien dapat terjaga
kesinambungannya. Penggabungan data dilakukan pada fisik rekam medis dan data
yang tersimpan dalam database rumah sakit. Standar Prosedur Operasional untuk
penggabungan rekam medis harus ada dan dipahami oleh seluruh petugas yang
rekam medis. Lakukan penggabungan secara teliti agar tidak terjadi kesalahan pada
saat penggabungan rekam medis dan buatlah system yang mendukung untuk
melakukan penggabungan secara elektronik.
(Hinsa Siahaan: Manajemen Risiko Konsep, Kasus dan Implementasi: 2007: halaman
29)
Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran risiko
dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan
probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event
sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang
mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian
yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangtalah penting untuk menentukan
dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam
implementasi perencanaan manajemen risiko. Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah
menentukan kemungkinan terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia
untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan)
seringkali cukup sulit untuk asset immaterial.
3. Fungsi Manajemen Risiko
Fungsi Manajemen Risiko adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijaksanaan dan strategi manajemen risiko,
b. Primary champion of risk management pada level strategis dan operasional,
c. Membangun budaya sadar risiko di dalam organisasi melalui pendidikan yang
memadai,
d. Menetapkan kebijaksanaan risiko internal dan struktur pada unit usaha,
e. Mendesain dan mengkaji ulang proses manajemen risiko,
f. Pengkoordinasian berbagai macam kegiatan fungsional yang memberikan nasihat
tentang masalah-masalah manajemen risiko dalam organisasi,
g. Membangun proses cepat tanggap risiko, meliputi penyusunan program kontingensi
dan kesinambungan bisnis,
h. Menyiapkan laporan tentang risiko kepada dewan direksi dan kepada stakeholders
(Hinsa Siahaan: Manajemen Risiko Konsep, Kasus dan Implementasi: 2007: halaman
45)
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
1. Pengertian FMEA
Failure Mode and Effects Analysis adalah satu alat yang dapat memberikan analisis
proaktif akibat kejadian yang dapat berakhir dengan proses risiko tinggi yang juga kritikal
adalah proses “Failure Mode and Effects Analysis” (FMEA) (Komisi Akreditasi Rumah Sakit:
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit: 2017). FMEA dilakukan untuk menganalisa potensi
kesalahan atau kegagalan dalam sistem atau proses, dan potensi yang teridentifikasi akan
diklasifikasikan menurut besarnya potensi kegagalan dan efeknya terhadap proses. Metode
ini membantu tim proyek untuk mengidentifikasi potential failure mode yang berbasis kepada
kejadian dan pengalaman yang telah lalu yang berkaitan dengan produk atau proses yang
serupa. FMEA membuat tim mampu merancang proses yang bebas waste dan meminimalisir
kesalahan serta kegagalan. (Modul kuliah IKK-363 - Manajemen Risiko dan Pencegahan
Kerugian).
2. Analisis modus kegagalan dan dampak (Failure Mode And Effects Analysis)
a. Analisis (A) : Penyelidikan secara detail suatu proses
b. Mode (M) : Cara atau Perilaku yang dapat menimbulkan kegagalan
c. Kegagalan (K) : Saat sistem atau bagian dari sistem tidak sesuai yang diharapkan baik
disengaja maupun tidak Dampak (D)
BAB 16
STANDAR DAN INSTRUMEN
AKREDITASI PUSKESMAS
(SIAP)
Pendahuluan
Pembangunan kesehatan memang merupakan sebuah aspek penting terutama dalam
kerangka pembangunan nasional. Tujuannya yaitu meningkatkan kemauan, kesadaran dan
juga kemampuan hidup sehat bagi setiap orang demi mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat agar jauh lebih optimal. Beberapa Standart Akreditasi diterapkan untuk menilai
faskes sesuai kategorinya seperti akreditasi puskesmas ataupun rumah sakit.
Selain itu, agar Puskesmas bisa menjalankan fungsinya dengan baik tentu saja
memerlukan adanya pengelolaan organisasi. Baik itu yang meliputi proses pelayanan, kinerja
pelayanan hingga menggunakan sumber daya sehingga fungsinya dapat bekerja secara
optimal. Semua hal ini tentu sangat berhubungan dengan standar akreditasi Puskesmas agar
dapat meningkatkan mutu kinerja yang berkesinambungan. Puskesmas dapat menjalankan
fungsinya secara optimal apabila dikelola dengan baik melalui kinerja pelayanan, proses
pelayanan, maupun sumber daya yang digunakan. Masyarakat menghendaki pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan memenuhi kebutuhan mereka sehingga peningkatan
mutu, manajemen risiko, dan keselamatan pasien tetap dijaga dalam pengelolaan Puskesmas
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Perbaikan mutu dilakukan
dengan peningkatan kinerja dan penerapan manajemen risiko dilaksanakan secara
berkesinambungan di puskesmas yang dapat diketahui dari hasil akreditasi. Akreditasi sangat
perlu karena dilakukan oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang ditetapkan
sesuai mekanisme akreditasi. Puskesmas wajib untuk diakreditasi secara berkala paling
sedikit tiga tahun sekali, demikian juga akreditasi merupakan salah satu persyaratan
kredensial sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Uraian Materi
Standar 2
Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus memperhatikan kemudahan akses
pengguna layanan
Elemen Penilaian 2
Standar 3
Puskesmas memenuhi persyaratan sumberdaya sesuai standar berdasarkan
ketentuan peraturan perundangan
Elemen Penilaian 3
1. Ada bukti pendirian Puskesmas didasarkan pada analisis dengan mempertimbangkan
tata ruang daerah, rasio jumlah penduduk, aksesibilitas (geografis) dan ketersediaan
pelayanan kesehatan. (D)
2. Puskesmas diselenggarakan di atas bangunan yang permanen, tidak bergabung
dengan tempat tinggal atau unit kerja yang lain, dan memenuhi persyaratan
lingkungan sehat. (D,O)
3. Ketersediaan ruang memenuhi persyaratan minimal dan kebutuhan pelayanan. (D,O)
4. Penataan ruang memperhatikan akses, keamanan, kebersihan, kenyamanan dan
ruang terbuka hijau. (D,O)
5. Penataan ruang memisahkan zona pemeriksaan orang sehat darizona pemeriksaan
orang sakit. (D,O)
6. Tersedia prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai standar berdasarkan kebutuhan
pelayanan. (D, O)
7. Alat kesehatan yang memerlukan izin memiliki kelengkapan izin edar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (D, O)
8. Puskesmas memiliki izin yang berlaku. (D)
Standar 4
Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan keselamatan
dan keamanan lingkungan Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Elemen Penilaian 4
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan MFK yang sesuai dengan yang
diuraikan dalam pokok pikiran. (R)
2. Ditetapkan petugas yang bertanggungjawab dalam MFK. (R)
3. Ada rencana program MFK yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan identifikasi
risiko. (R)
4. Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap pelaksanaan program MFK.
(D)
Standar 5
Manajemen Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian 5
1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas tambahan untuk setiap
karyawan. (R)
2. Uraian tugas disosialisasikan kepada pengemban tugas dan lintas program terkait. (D)
Standar 6
Penggerakan dan Pelaksanaan Puskesmas harus mengacu pada visi, misi, tujuan dan
tata nilai, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Puskesmas yang ditetapkan.
Elemen Penilaian 6
1. Ada kebijakan dan prosedur untuk mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, dan tata nilai
yang relevan dengan kebutuhan dan harapan pengguna pelayanan. (R)
2. Setiap petugas memahami penerapan visi, misi, tujuan dan tata nilai dalam
memberikan pelayanan. (D, O, W)
Standar 7
Kerjasama/Kontrak Pihak Ketiga Dilaksanakan Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan
Perundangan-undangan.
Elemen Penilaian 7
1. Ada dokumen Kontrak/Perjanjian Kerja Sama yang memuat sebagaimana diminta
dalam pokok pikiran, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(D)
2. Ada kejelasan indikator dan standar kinerja pada pihak ketiga dalam melaksanakan
kegiatan. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan oleh pengelola pelayanan terhadap
pihak ketiga berdasarkan indikator dan standar kinerja (D)
Standar 8
Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan secara periodik. Untuk
menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, kesesuaian dengan rencana,
dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat, maka dilakukan pengawasan,
pengendalian dan penilaian kinerja dapat berupa pemantauan, supervisi, lokmin, audit
internal, dan rapat tinjauan manajemen.
Elemen Penilaian 8
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk melakukan pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab jenis
layanan (R)
2. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang
disediakan dan kebijakan pemerintah (R)
3. Kepala Puskesmas bersama dengan penanggung jawab, coordinator dan pelaksana
menetapkan tahapan pencapaian kinerja untuk tiap indikator yang ditetapkan (D, W)
Standar 1
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu dengan melibatkan
lintas program dan lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan masyarakat, data hasil
penilaian kinerja Puskesmas serta hasil pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PIS PK).
Elemen Penilaian 1
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan sebagai dasar dalam melakukan
Identifikasi Kebutuhan dan Harapan Masyarakat (R)
2. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok masyarakat,
keluarga dan individu yang merupakan sasaran pelayanan UKM. (D, W)
3. Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis bersama dengan lintas
program dan lintas sektor sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun
rencana kegiatan. (D,W)
4. Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dan Data PIS PK dianalisis bersama
lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun
rencana kegiatan. (D,W)
5. Tersedia rencana usulan kegiatan UKM berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan
harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data capaian kinerja pelayanan UKM
dan analisis data PIS PK(D,W)
Standar 2
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
memastikan kemudahan akses sasaran dan masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan
UKM
Elemen Penilaian 2
1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM disusun berdasarkan hasil kesepakatan
dengan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor
terkait. (D,W)
Standar 3
Pelayanan UKM dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Elemen Penilaian 3
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan yang menjadi acuan dalam
pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas.(R)
2. Tersedia Peraturan Perundangan dan Pedoman Eskternal yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas sebagai dokumen eksternal yang
dikendalikan. (D)
3. Peraturan, kebijakan, prosedur, dan format-format dokumen pelayanan UKM yang
digunakan dan dikendalikan sesuai dengan pedoman pengendalian dokumen yang
sudah ditetapkan. (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap regulasi yang menjadi acuan dalam
pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas (D.W)
Standar 4
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan dikoordinasikan
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait.
Elemen Penilaian 4
1. Ditetapkan kebijakan, panduan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi. (R)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi kepada lintas program dan lintas
sektor terkait sesuai kebijakan, panduan dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap mekanisme komunikasi dan koordinasi
yang sudah dilaksanakan (D.W).
Standar 5
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara berjenjang agar
efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Elemen Penilaian 5
1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Puskesmas melakukan pembinaan kepada coordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan jadwal yang disepakati.(D,W)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Puskesmas mengidentifikasi permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan UKM, (D,W)
3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Puskesmas melakukan analisis penyebab masalah dan hambatan, dan
Standar 6
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya mewujudkan
keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui pengorganisasian masyarakat dengan
terbentuknya upaya-upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) dan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (Germas).
Elemen Penilaian 6
1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga administrasi dan surveyor dengan uraian
tugas yang jelas. (R)
2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi awal yang telah
direncanakan melalui proses persiapan, dan didokumentasikan. (D,W)
3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan indeks keluarga sehat (IKS) pada
tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan Puskesmas secara manual atau
secara elektronik (dengan Aplikasi Keluarga Sehat). (D)
4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan kepada Kepala
Puskesmas, Penanggung jawab UKM, coordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM untuk bersama-sama melakukan analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W)
5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, coordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut kepada keluarga sesuai
permasalahan kesehatan pada tingkat keluarga.(D,W)
6. Penanggungjawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut.(D,W)
7. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan intervensi lanjut
dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan kepada tim pembina keluarga dan
selanjutnya dilakukan pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W)
Standar 7
Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk menilai efektivitas
dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan
terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat. Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja
pelayanan UKM dilaksanakan dalam bentuk pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan
pelayanan UKM dengan menggunakan indikator kinerja UKM (lihat juga KMP : 1.8.1)
Elemen Penilaian 7
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan dan capaian kegiatan pelayanan UKM Puskesmas. (R)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian pelayanan UKM (D.W)
Standar 1
Hak dan Kewajiban Pasien diperhatikan dan dipenuhi oleh penyelenggara pelayanan
kesehatan
Elemen Penilaian 1
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyampaian hak dan kewajiban pasien/keluarga
selama proses pendaftaran dengan cara dan bahasa yang dipahami oleh pasien
dan/keluarga (R)
2. Hak dan kewajiban pasien diinformasikan selama proses pendaftaran dengan cara
dan bahasa yang dipahami oleh pasien dan/keluarga sesuai regulasi. (D, O, W, S)
Standar 2
Proses pendaftaran pasien memenuhi kebutuhan pelanggan dan didukung oleh
sarana dan lingkungan yang memadai.
Elemen Penilaian 2
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur pendaftaran (R)
2. Tersedia bagan alur pendaftaran yang dapat diakses oleh pelanggan. (D, O, W)
3. Tersedia informasi tentang pendaftaran, jenis pelayanan, prosedurdan alur pelayanan
yang efisien, jadwal pelayanan dan informasi lain tentang sarana pelayanan yang
dapat diakses oleh pelanggan serta tentang kerjasama dengan fasilitas rujukan untuk
menjamin kesinambungan pelayanan klinis (D, O, W)
4. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dengan
memperhatikan keselamatan pasien (O,W,S)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan pendaftaran (D.W)
Standar 3
Kajian pasien dilakukan secara paripurna untuk mendukung rencana dan pelaksanaan
pelayanan oleh petugas kesehatan professional dan/atau tim kesehatan antar profesi yang
digunakan untuk menyusun keputusan layanan klinis. Pelaksanaan asuhan dan pendidikan
pasien/keluarga dilaksanakan sesuai rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan
prosedur, sesuai peraturan yang berlaku
Elemen Penilaian 3
1. Ditetapkan jenis dan isi kajian awal dalam rekam medis secara kolaboratif antar
praktisi klinis. (R)
2. Terdapat prosedur kajian awal untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan
harapan pasien dan keluarga pasien, mencakup pelayanan medis, penunjang medis,
keperawatan/kebidanan, dan pelayanan klinis yang lain. (R)
3. Dilakukan kajian awal oleh tenaga yang kompeten mengacu pada standar profesi,
dicatat dalam rekam medis, digunakan untuk penyusunan rencana asuhan, koordinasi
dalam pemberian asuhan, dan rencana pemulangan. (D, O, W)
4. Disusun rencana pemulangan untuk pasien yang memerlukan rencana pemulangan
sesuai dengan hasil kajian awal (D, W)
Standar 4
Tersedia pelayanan anestesi lokal dan pembedahan minor untuk memenuhi
kebutuhan pasien
Elemen Penilaian 4
Standar 5
Pemberian makanan dan terapi gizi diberikan sesuai dengan status gizi pasien secara
regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur,
Elemen Penilaian 5
1. Tersedia kebijakan, pedoman asuhan gizi dan prosedur asuhan gizi. (R)
2. Dilakukan kajian kebutuhan gizi, untuk menentukan status gizi pasien dan menu
makanan (D)
3. Pemesanan makanan didasarkan atas status gizi dan kebutuhan pasien, bila
disediakan variasi pilihan makanan, maka makanan yang diberikan konsisten dengan
kondisi dan kebutuhan pasien (D)
Standar 6
Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan prosedur yang tepat. Jika
pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain, rujukan dilakukan sesuai
kebutuhan dan kondisi pasien ke sarana pelayanan lain diatur dengan kebijakan dan prosedur
yang jelas.
Elemen Penilaian 6
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan dan/ tindak lanjut oleh dokter/dokter
gigi dengan kriteria pemulangan dan/ tindak lanjut yang jelas. (R)
2. Pasien dan/ atau keluarga pasien mendapat penjelasan tentang rencana pemulangan
dan tindak lanjut yang perlu dilakukan. (D,O,W)
3. Dokter/dokter gigi menyusun rencana pemulangan dan rencana tindak lanjut pasien.
(D)
4. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain melaksanakan
pemulangan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan rencana tindak lanjut yang
disusun. (D)
5. Resume medis diberikan kepada pasien saat pemulangan. (D, O, W)
Standar 7
Rujukan dilaksanakan apabila pasien memerlukan penanganan yang bukan
merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama
Elemen Penilaian 7
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur rujukan. (R)
2. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi rujukan dan memberi persetujuan
untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain (D)
3. Proses rujukan dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dan kriteria rujukan untuk
menjamin kelangsungan layanan.(D)
4. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuan rujukan untuk
memastikan kesiapan fasilitas tersebut untuk menerima rujukan.(D)
5. Dilakukan tindakan stabilisasi sebelum pasien dirujuk sesuai kondisi pasien, indikasi
medis dan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki, agar keselamatan pasien
selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin. (D,W)
6. Jika pasien/keluarga pasien menolak untuk dilakukan rujukan, pasien/keluarga pasien
harus menyatakan secara tertulis penolakan rujukan setelah mendapat informasi
tentang konsekuensi jika menolak rujukan, dan tanggung jawab mereka akibat
menolak rujukan, dan alternatif pelayanan yang mungkin dilakukan (D)
Standar 8
Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data dan informasi
asuhan pasien yang dibutuhkan untuk pelayanan pasien, dan dapat diakses oleh petugas
kesehatan pemberian asuhan, manajemen dan pihak di luar organisasi yang diberi hak akses
terhadap rekam medis untuk kepentingan pasien, asuransi, sesuai peraturan perundangan.
(Lihat juga KMP: 1.6.11)
Elemen Penilaian 8
1. Ditetapkan standarisasiatau pembakuan kode klarifikasi diagnosis, kode klasifikasi
tindakan, terminology lin, singkatan-singkatan yang boleh dan tidak boleh digunakan
dalam pelayanan klinis. (R)
2. Kode klasifikasi diagnosis, kode klasifikasi tindakan, terminalogi lain, dan singkatan
digunakan dalam pelayanan klinis sesuai dengan tang ditetapkan. (D)
Standar 9
Pelayanan Laboratorium Tersedia Tepat Waktu untuk Memenuhi Kebutuhan
Pengkajian Pasien, serta Mematuhi Standar, Peraturan Perundangan yang Berlaku.
Elemen Penilaian 9
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur, dan jenis-jenis pelayanan laboratorium di Puskesmas
sesuai kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas (R)
2. Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh analis/petugas yang kompeten (R. D. O)
3. Ada prosedur rujukan spesimen dan pasien, jika pemeriksaan laboratorium tidak dapat
dilakukan di Puskesmas (D, O)
Standar 10
Obat, dan bahan medis habis pakai tersedia dan dikelola sesuai ketentuan untuk
memenuhi kebutuhan pasien
Elemen Penilaian 10
1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur Pelayanan Farmasi di Puskesmas. (R)
2. Disusun rencana kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai berdasarkan
kebutuhan pelayanan. (R)
3. Dilakukan pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan. (D,O,W)
4. Tersedia pelayanan farmasi selama tujuh hari dalam seminggu dan 24 jam pada
Puskesmas yang memberikan pelayanan gawat darurat. (O)
5. Tersedia daftar formularium obat Puskesmas.(D)
6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut kesesuaian peresepan dan ketersediaan obat
dibandingkan dengan formularium Puskesmas. (D,W)
Standar 11
Pelayanan radiodiagnostik disediakan sesuai kebutuhan pasien, dilaksanakan oleh
tenaga yang kompeten, dan mematuhi persyaratan perundangan yang berlaku
Elemen Penilaian 11
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan radiodiagnostik sebagaimana dimaksud
pada pokok pikiran. (D, O, W)
2. Pelayanan radiodiagnostik dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
telah ditetapkan. (D, O, W)
Standar 1
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu
bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru
lahir beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan.
Elemen Penilaian 1
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan kesehatan pada ibu hamil, masa
persalinan, masa sesudah melahirkan dan pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir.
(R)
2. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKN yang disusun berdasarkan analisis
masalah Kesehatan Ibu dan Anak yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
3. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa sesudah melahirkan dan bayi
baru lahir sesuai dengan prosedur yang ditetapkan termasuk kewajiban penggunaan
partograph pada saat pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi pra rujukan pada
kasus komplikasi. (D, O, W)
4. Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan standar. (D, O, W)
5. Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor. (D, W)
6. Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal dan neonatal sesuai dengan
standar dan dikelola sesuai dengan prosedur. (D, O, W)
7. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan kesehatan pada masa hamil, persalinan
dan bayi baru lahir di Puskesmas (D, W)
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan (D)
Standar 2
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pasien TB mulai dari penemuan kasus TB
kepada orang yang terduga TB, penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien
TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan evaluasinya
untuk memutus mata rantai penularan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan.
Elemen Penilaian 2
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian tuberkulosis serta target pasien TBC
yang harus diobati di Puskesmas sesuai dengan target penemuan kasus TBC. (R, D,
W)
2. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter, perawat, analis
laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan terlatih (R)
3. Ditetapkan program penanggulangan tuberkulosis disusun berdasarkan analisis
masalah TB yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
4. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang disusun (D, W)
5. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis, pengobatan,
pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan peraturan perundangan( D, O,
W).
6. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan kebutuhan program
serta dikelola sesuai dengan prosedur (D, W)
Standar 3
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai ketentuan peraturan
perundangan.
Elemen Penilaian 3
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur imunisasi. (R)
2. Ditetapkan program imunisasi yang disusun secara rinci dan melibatkan lintas
program terkait yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas.(R, D, W)
3. Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan dan dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan. (D, O, W)
4. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program dan dikelola sesuai
dengan prosedur (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program imunisasi sesuai hasil
kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D, W)
6. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D)
Standar 4
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting beserta pemantauan
dan evaluasinya sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Elemen Penilaian 4
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur program stunting. (R)
2. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting disusun berdasarkan hasil
analisis masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas). (R, D, W)
3. Pencegahan dan penurunan stunting dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor (D, W)
4. Dilaksanakan intervensi gizi spesifik dan sensitif sesuai dengan rencana yang disusun
(D, O, W)
5. Dilaksanakan koordinasi dan advokasi intervensi gizi sensitif dan sensitif bersama
lintas sektor sesuai dengan rencana yang disusun (D, O, W)
6. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
pencegahan dan penurunan stunting (D, W).
Standar 5
Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama yang melipiti
hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara dan leher rahim, Pasien Rujuk Balik (PRB)
Penyakit Tidak Menular (PTM) dan penyakit katastropik lainnya sesuai kompetensi di tingkat
primer, serta penanganan faktor risiko PTM.
Elemen Penilaian 5
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta target sasaran pelayanan program Penyakit
Tidak Menular (PTM). (R)
2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular dan program promosi
kesehatan termasuk kegiatan skrining PTM melalui Posbindu dan pendekatan
keluarga, untuk pencegahan penyakit tidak menular, termasuk pengendalian faktor
risiko PTM yang disusun berdasarkan analisis masalah PTM yang dipimpin oleh
Kepala Puskesmas.(R, D, W)
3. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan dilaksanakan
sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama Lintas Program dan Lintas
Sektor. (D, O, W)
4. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan dan tindaklanjut
pada pasien dengan penyakit tidak menular sesuai dengan panduan praktik klinis oleh
tenaga kesehatan yang berkompeten. (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
pengendalian penyakit tidak menular. (D, W)
Standar 1
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan berkesinambungan, upaya
keselamatan pasien, upaya Manajemen risiko dan upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi untuk meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran UKM, masyarakat, dan lingkungan.
(lihat juga KMP 1.1.1; 1.1.2; 1.1.3; dan 1.8.1 )
Elemen Penilaian 1
1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung jawab peningkatan
mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI yang memenuhi persyaratan
kompetensi yang disertai dengan uraian tugasnya. (R, D, W)
2. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu
puskesmas, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI di Puskesmas. (R)
3. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan upaya perbaikan
berkesinambungan terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI. (D,O,W)
Standar 2
Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah kerangka kerja manajemen
risiko yang dilaksanakan dalam Proses manajemen risiko yang mencakup : identifikasi,
analisa, penatalaksaan risiko dan monitor perbaikannya.
Elemen Penilaian 2
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam area KMP, UKM,
dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko.
3. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi dalam area KMP,
UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi Proses Berisiko Tinggi (D,W).
Standar 3
Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan pasien sebagai
suatu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan.(lihat juga KMP : 1.1.3; UKPPBP 3.1.1.,
dan PMP : 5.2.1)
Elemen Penilaian 3
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur identifikasi pasien. (R)
2. Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur diagnostik, tindakan,
pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti disebutkan pada
pokok pikiran (D,O,W)
Standar 4
Pelaporan insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya keselamatan di
Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah insiden lebih lanjut atau berulang di masa
mendatang yang akan membawa dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas.
Elemen Penilaian 4
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaporan insiden. (R)
2. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan ke Tim keselamatan pasien. (D)
3. Dilakukan analisa risiko dan investigasi insiden, serta tindaklanjut terhadap insiden
(D,W)
4. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) terhadap
insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu yang ditetapkan (D)
Standar 5
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat sekitar fasilitas kesehatan.
Elemen Penilaian 5
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur PPI dalam penyelenggaraan pelayanan
Puskesmas. (R)
2. Ditetapkan tim atau petugas yang bertanggung jawab dalam PPI. (R)
3. Puskesmas merancang dan mengimplementasikan program PPI secara komprehensif
yang melibatkan semua staf. (lihat PMP 5.1.1)
4. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program PPI
dengan menggunakan indikator yang ditetapkan. (D, W)
BAB 17
Elemen Penilaian
Manajemen Informasi
Rekam Medik di Puskesmas
Pendahuluan
Informasi diperlukan untuk memberikan, mengordinasikan, dan juga mengintegrasikan
pelayanan rumah sakit. Hal ini meliputi ilmu pengasuhan pasien secara individual, asuhan
yang diberikan dan kinerja staf klinis. Informasi merupakan sumber daya yang harus dikelola
secara efektif oleh pimpinan rumah sakit seperti halnya sumber daya manusia, material,
dan finansial. Setiap rumah sakit berupaya mendapatkan, mengelola, dan menggunakan
informasi untuk meningkatkan/memperbaiki hasil asuhan pasien, kinerja individual, serta
kinerja rumah sakit secara keseluruhan. Seiring dengan perjalanan waktu, rumah sakit harus
lebih efektif dalam:
1. Mengidentifikasi kebutuhan informasi;
2. Merancang suatu sistem manajemen informasi;
3. Mendefinisikan serta mendapatkan data dan informasi;
4. Menganalisis data dan mengolahnya menjadi informasi;
5. Mengirim serta melaporkan data dan informasi; juga
6. Mengintegrasikan dan menggunakan informasi.
Walaupun komputerisasi dan teknologi lainnya meningkatkan efisiensi, prinsip
manajemen informasi yang baik tetap berlaku untuk semua metode, baik berbasis kertas
maupun elektronik. Standar-standar ini dirancang menjadi kompatibel dengan sistem non-
komputerisasi dan teknologi masa depan.
Uraian Materi
Elemen penilaian manajemen informasi rekam medik di Puskesmas
Informasi diperlukan untuk memberikan, mengordinasikan, dan juga mengintegrasikan
pelayanan puskesmas. Hal ini meliputi ilmu pengasuhan pasien secara individual, asuhan
yang diberikan dan kinerja staf klinis. Informasi merupakan sumber daya yang harus dikelola
secara efektif oleh pimpinan puskesmas sepertihalnya sumber daya manusia, material, dan
finansial. Setiap puskesmas berupaya mendapatkan, mengelola, dan menggunakan informasi
untuk meningkatkan/memperbaiki hasil asuhan pasien, kinerja individual, serta kinerja
puskesmas secara keseluruhan. Seiring dengan perjalanan waktu, puskesmas harus lebih
efektif dalam:
a. Mengidentifikasi kebutuhan informasi;
b. Merancang suatu sistem manajemen informasi;
c. Mendefinisikan serta mendapatkan data dan informasi;
d. Menganalisis data dan mengolahnya menjadi informasi;
e. Mengirim serta melaporkan data dan informasi; juga
f. Mengintegrasikan dan menggunakan informasi.
Walaupun komputerisasi dan teknologi lainnya meningkatkan efisiensi, prinsip
manajemen informasi yang baik tetap berlaku untuk semua metode, baik berbasis kertas
maupun elektronik. Standar-standar ini dirancang menjadi kompatibel dengan sistem non-
komputerisasi dan teknologi masa depan. Informasi puskesmas terkait asuhan pasien sangat
penting untuk komunikasi antarstaf klinis yang didokumentasikan dalam rekam medis.
Rekam medis adalah bukti tertulis (kertas/eletronik) yang merekam berbagai informasi
kesehatan pasien seperti temuan hasil asesmen, rencana asuhan, rincian pelaksanaan
asuhan dan pengobatan, catatan perkembangan pasien terintegrasi, serta ringkasan
kepulangan pasien yang dibuat oleh profesional pemberi asuhan (PPA).
Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai saat pasien
diterima di puskesmas sampai dengan pencatatan data medis, keperawatan, manajer
pelayanan pasien (MPP), serta PPA lainnya selama pasien mendapat asuhan. Kegiatan
dilanjutkan dengan penanganan rekam medis yang meliputi penyimpanan dan penggunaan
untuk kepentingan pasien atau keperluan lainnya.
Tujuan pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan adalah menunjang tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di puskesmas yang
didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam medis yang cepat, tepat, bernilai, dapat
dipertanggungjawabkan, serta berfokus pada pasien dan keselamatan pasien secara
terintegrasi. Standar MIRM meliputi organisasi dan manajemen, akses serta penyimpanan
RM, dan RM pasien.
Standar MIRM 2
Standar MIRM 2 merencanakan dan merancang proses manajemen informasi untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal maupun eksternal. Informasi dikumpulkan dan
digunakan selama asuhan pasien untuk mengelola sebuah puskesmas yang aman dan
efektif. Kemampuan menerima dan memberikan informasi memerlukan perencanaan yang
efektif. Perencanaan puskesmas menggabungkan masukan dari berbagai sumber, antara
lain:
1. Para profesional pemberi asuhan (PPA);
2. Para kepala bidang/divisi dan kepala unit pelayanan;
3. Badan/pihak lain di luar puskesmas yang membutuhkan data atau informasi tentang
operasional dan pelayanan puskesmas.
Perencanaan juga mempertimbangkan misi puskesmas, pelayanan yang diberikan,
sumber daya, akses teknologi yang dapat dicapai, dan dukungan komunikasi efektif antara
pemberi pelayanan. Permintaan terhadap data dan informasi harus selalu mengacu pada
ketentuan dalam peraturan perundangan, misalnya tentang rahasia kedokteran. Prioritas
kebutuhan informasi dari sumber-sumber memengaruhi strategi manajemen informasi
puskesmas dan kemampuan mengimplementasikan strategi tersebut, sesuai dengan ukuran
puskesmas, kompleksitas pelayanan, ketersediaan staf terlatih, dan sumber daya manusia
serta tekhnikal lainnya.Perencanaan yang komprehensif meliputi seluruh unit kerja dan
pelayanan yang ada di puskesmas.
Elemen Penilaian MIRM 2
1. Proses perencanaan kebutuhan informasi melibatkan a) sampai dengan c) sesuai
dengan maksud dan tujuan. (D,W)
2. Proses perencanaan kebutuhan informasi mengacu pada peraturan perundang-
undangan. (D,W)
3. Perencanaan disesuaikan dengan besar dan kompleksitas puskesmas. (D,W)
Standar MIRM 3
Para profesional pemberi asuhan (PPA) dan para kepala bidang/divisi serta kepala
unit pelayanan berpartisipasi dalam memilih, mengintegrasikan, dan menggunakan teknologi
manajemen informasi. Teknologi manajemen informasi membutuhkan sumber daya yang
besar sebagai investasi untuk puskesmas. Oleh karena itu, teknologi harus secara cermat
disesuaikan dengan kebutuhan puskesmas saat ini dan masa depan, serta sumber dayanya.
Kebutuhan teknologi yang tersedia diintegrasikan dengan proses manajemen informasi yang
ada saat ini serta membantu mengintegrasikan aktivitas seluruh unit kerja dan pelayanan
puskesmas. Proses seleksi teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan puskesmas
dilakukan melalui koordinasi dan partisipasi para profesional pemberi asuhan (PPA), para
kepala bidang/divisi, dan kepala unit pelayanan.
Standar MIRM 4
Sistem manajemen data dan informasi puskesmas menyiapkan kumpulan serta
menentukan data dan informasi yang secara rutin (reguler) dikumpulkan sesuai dengan
kebutuhan profesional pemberi asuhan (PPA), kepala bidang/divisi, kepala unit pelayanan,
serta badan/pihak lain di luar puskesmas.
Kumpulan data merupakan bagian penting dalam kegiatan peningkatan kinerja
puskesmas karena dapat memberikan gambaran atau profil puskesmas selama kurun waktu
tertentu. Kumpulan data terdiri atas:
1. Data mutu dan insiden keselamatan pasien;
2. Data surveilans infeksi;
Standar MIRM 5
Data dianalisis diubah menjadi informasi untuk mendukung asuhan pasien,
manajemen puskesmas dan program manajemen mutu, serta pendidikan dan penelitian.
Puskesmas mengumpulkan dan menganalisis data menjadi informasi untuk mendukung
asuhan pasien serta manajemen puskesmas. Informasi tersebut memberikan gambaran/profil
puskesmas selama kurun waktu tertentu dan dapat digunakan untuk membandingkan kinerja
dengan puskesmas lain. Jadi, kumpulandata merupakan bagian penting dalam upaya
peningkatan kinerja puskesmas.
Secara khusus, kumpulan data terdiri atas data mutu dan insiden keselamatan pasien,
data surveilans infeksi, data kecelakaan kerja, manajemen risiko, sistem manajemen utilitas,
pencegahan dan pengendalian infeksi, serta tinjauan pemanfaatan/utilisasi dapat membantu
puskesmas untuk mengetahui kinerjanya terkini dan mengidentifikasi peluang untuk
peningkatan/perbaikan.
Elemen Penilaian MIRM 5
1. Terdapat bukti bahwa data dianalisis diubah menjadi informasi mendukung asuhan
pasien. (D,W)
2. Terdapat bukti bahwa data dianalisis diubah menjadi informasi mendukung manajemen
puskesmas. (D,W)
3. Terdapat bukti bahwa data dianalisis diubah menjadi informasi mendukung program
manajemen mutu. (D,W)
4. Terdapat bukti bahwa data dianalisis diubah menjadi informasi mendukung pendidikan
dan penelitian. (D,W)
Standar MIRM 6
Penyampaian data dan informasi secara tepat waktu dalam format yang memenuhi
harapan pengguna dan dengan frekuensi yang dikehendaki. Format dan metode
penyampaian data dan informasi kepada pengguna yang menjadi sasaran dibuat agar
memenuhi harapan pengguna. Strategi penyampaian meliputi
1. Memberikan data dan informasi hanya atas permintaan dan kebutuhan pengguna;
2. Membuat format laporan untuk membantu pengguna dalam proses pengambilan
keputusan;
3. Memberikan laporan dengan frekuensi sesuai yang dibutuhkan oleh pengguna;
4. Mengaitkan sumber data dan informasi; dan
5. Memberikan interpretasi atau klarifikasi atas data.
Elemen Penilaian MIRM 6
1. Data dan informasi disampaikan sesuai kebutuhan pengguna. (D,W)
2. Pengguna menerima data dan informasi dalam format yang sesuai dengan yang
dibutuhkan. (D,W)
3. Pengguna menerima data dan informasi tepat waktu. (D,W)
4. Staf pengolah data memiliki hak akses ke data dan informasi yang dibutuhkan sesuai
dengan tanggung jawabnya. (W,S)
Standar MIRM 7
Puskesmas mendukung asuhan pasien, pendidikan, serta riset dan manajemen melalui
penyediaan informasi yang tepat waktu dari sumber data terkini. Maksud dan Tujuan MIRM
7 PPA, peneliti, pendidik, kepala bidang/divisi, dan kepala unit pelayanan sering kali
membutuhkan informasi untuk membantu mereka dalam pelaksanaan tanggung jawab.
Informasi demikian termasuk literatur ilmiah dan manajemen, panduan praktik klinis, hasil
penelitian, metode pendidikan. Internet, materi cetakan di perpustakaan, sumber pencarian
daring (on-line), dan materi pribadi yang semuanya merupakan sumber yang bernilai sebagai
informasi terkini.
Elemen Penilaian MIRM 7
1. Puskesmas menyediakan fasilitas untuk mendapatkan informasi ilmiah terkini dan
informasi lain secara tepat waktu untuk mendukung asuhan pasien. (D,O,W)
2. Puskesmas menyediakan fasilitas untuk mendapatkan Informasi ilmiah terkini dan
informasi lain secara tepat waktu untuk mendukung pendidikan klinik. (D,O,W)
3. Puskesmas menyediakan fasilitas untuk mendapatkan informasi ilmiah terkini dan
informasi lain secara tepat waktu untuk mendukung penelitian. (D,O,W)
4. Puskesmas menyediakan fasilitas internet untuk mendapatkan informasi ilmiah terkini
dan informasi lain secara tepat waktu untuk mendukung manajemen (D,O,W)
Standar MIRM 8
Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai sejak saat
pasien diterima puskesmas, dilakukan pencatatan data medis, selama pasien mendapat
asuhan medis, keperawatan, dan profesional pemberi asuhan lainnya. Kegiatan dilanjutkan
dengan penanganan rekam medis yang meliputi penyimpanan dan penggunaan untuk
kepentingan isendiri atau kepentingan lainnya.
Puskesmas menetapkan organisasi yang mengelola sistem rekam medis yang tepat,
benar, bernilai, dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi kesehatan baik kertas maupun
elektronik harus dijaga keamanan dan kerahasiaannya sehingga harus disimpan sesuai
dengan peraturan dan perundangan. Untuk informasi kesehatan elektronik harus dijamin
keamanan dan kerahasiaan dalam 3 (tiga) tempat, yaitu server di dalam puskesmas, salinan
(backup) data rutin, dan data virtual (cloud).
Elemen Penilaian MIRM 8
1. Terdapat unit kerja yang mengelola rekam medis yang memiliki regulasi dan program
untuk mengelola rekam medis sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. (R)
2. Organisasi pengelola rekam medis dipimpin tenaga rekam medis yang memiliki
kompetensi dan kewenangan mengelola rekam medis sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan. (D, W)
3. Tersedia tempat penyimpanan rekam medis yang menjamin keamanan dan kerahasiaan
rekam medis. (D,O,W)
Standar MIRM 9
Setiap pasien memiliki berkas rekam medis, baik dalam bentuk kertas maupun
elektronik yang merupakan sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan
perkembangan pasien sehingga menjadi media komunikasi yang penting. Oleh karena itu,
berkas rekam medis dievaluasi dan diperbaharui sesuai dengan kebutuhan dan secara
periodik.
Agar informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien secara berkelanjutan maka
rekam medis harus tersedia selama asuhan pasien rawat inap, rawat jalan, dan setiap saat
dibutuhkan, serta dijaga untuk selalu mencatat perkembangan pasien terkini. Catatan medis,
keperawatan, dan catatan profesional pemberi asuhan lainnya tersedia untuk semua tenaga
kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasien terkait. Puskesmas mempunyai regulasi
yang menetapkan tenaga kesehatan yang mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien
untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien. Sebagai contoh, pasien rawat jalan yang
memerlukan riwayat sebelumnya di rawat inap atau sebaliknya.
Elemen Penilaian MIRM 9
1. Terdapat regulasi yang menetapkan tenaga kesehatan yang mempunyai hak akses pada
berkas rekam medis. (R)
2. Berkas rekam medis tersedia bagi semua profesional pemberi asuhan (PPA) sesuai
dengan regulasi puskesmas. (D,O) (lihat juga AP 1)
3. Terdapat bukti bahwa form rekam medis dievaluasi dan diperbaharui (terkini) sesuai
dengan kebutuhan dan secara periodik. (D,O,W)
4. Rekam medis pasien terisi dengan lengkap dan dengan tulisan yang dapat dibaca. (D,O)
Standar MIRM 10
Puskesmas mempunyai regulasi menentukan jangka waktu retensi rekam medis, data,
dan informasi lainnya terkait pasien sesuai dengan peraturan perundangundangan untuk
mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, serta
pendidikan dan penelitian.
Untuk rekam medis dalam bentuk kertas dilakukan pemilahan rekam medis aktif dan
rekam medis yang tidak aktif serta disimpan secara terpisah. Penentuan jangka waktu retensi
berkas rekam medis ditentukan atas dasar nilai kegunaan tiap-tiap berkas rekam medis yang
konsisten dengan kerahasiaan dan keabsahan informasi. Bila jangka waktu retensi sudah
habis maka rekam medis, serta data dan informasi yang terkait dengan pasien dimusnahkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian MIRM 10
1. Terdapat regulasi tentang jangka waktu penyimpanan berkas rekam medis pasien, serta
data dan informasi lainnya terkait dengan pasien. (R)
2. Dalam rentang waktu penyimpanan berkas rekam medis, puskesmas menjamin
keamanan dan kerahasiaan rekam medis. (O,W)
3. Dokumen, serta data dan informasi dalam bentuk berkas dimusnahkan setelah
melampaui periode waktu penyimpanan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(D,W)
Standar MIRM 11
Rekam medis pasien dan data serta informasi lain terkait pasien harus dijaga dan
dilindungi sepanjang waktu. Sebagai contoh, rekam medis pasien yang aktif disimpan di area
yang hanya tenaga kesehatan mempunyai otorisasi untuk akses.
Dokumen disimpan di lokasi yang terhindar dari air, api, panas, dan kerusakan lainnya.
Di puskesmas yang menyimpan rekam medis secara elektronik terdapat regulasi untuk
mencegah akses mempergunakan rekam medis tanpa izin dan melaksanakan proses
pencegahan penggunaan yang tidak berhak.
Elemen Penilaian MIRM 11
1. Terdapat regulasi yang ditetapkan untuk mencegah akses penggunaan rekam medis
bentuk kertas dan atau elektronik tanpa izin. (R)
2. Rekam medis dalam bentuk kertas dan atau elektronik dilindungi dari kehilangan dan
kerusakan. (O,W)
3. Rekam medis dalam bentuk kertas dan atau elektronik dilindungi dari gangguan dan
akses serta penggunaan yang tidak sah. (D,S,W)
4. Ruang dan tempat penyimpanan berkas rekam medis menjamin perlindungan terhadap
akses dari yang tidak berhak. (O,W)
Standar MIRM 12
Terminologi, arti, kamus, serta nomenklatur memudahkan untuk membandingkan data
dan informasi di dalam puskesmas dan membandingkan antarpuskesmas. Standardisasi
berguna untuk mencegah terjadi salah komunikasi dan potensi kesalahan. Penggunaan
secara seragam kode diagnosis dan prosedur memudahkan pengumpulan data serta
analisisnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Singkatan dapat menjadi masalah dan mungkin berbahaya, terutama berkaitan
dengan penulisan resep obat. Sebagai tambahan, jika satu singkatan dipakai untuk
bermacam- macam istilah medik akan terjadi kebingungan dan dapat menghasilkan
kesalahan medik. Singkatan dan simbol juga digunakan termasuk daftar “jangan digunakan”
(do-not-use). Ketentuan ini harus sesuai dengan standar lokal dan nasional yang diakui.
Elemen Penilaian MIRM 12
1. Terdapat regulasi standardisasi kode diagnosis, kode prosedur/tindakan, definisi, simbol
yang digunakan dan yang tidak boleh digunakan, singkatan yang digunakan dan yang
tidak boleh digunakan, serta dimonitor pelaksanaannya. (R)
2. Ketentuan tersebut dilaksanakan dan dievaluasi. (D,W)
Standar MIRM 13
Setiap pasien yang menjalani asuhan dan pelayanan yang terdiri atas hasil asesmen,
rencana asuhan, dan perkembangan kondisi pasien, baik sebagai pasien rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat, serta pasien yang datang untuk pemeriksaan penunjang harus
mempunyai rekam medis. Setiap pasien memiliki satu nomor rekam medis dan pengaturan
urutan berkas rekam medis untuk memudahkan menemukan rekam medis pasien serta
mendokumentasikan pelayanan pasien setiap saat/sewaktu-waktu.
Elemen Penilaian MIRM 13
1. Terdapat regulasi bahwa setiap pasien memiliki rekam medis dengan satu nomor rekam
medis sesuai dengan sistem penomoran unit, pengaturan urutan berkas rekam medis,
baik untuk rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, dan pemeriksaan penunjang. (R)
2. Rekam medis pasien digunakan untuk mencatat hasil asesmen, rencana asuhan, dan
perkembangan kondisi pasien. (D,O)
3. Ada bukti rekam medis pasien menggunakan satu unit penomoran rekam medis untuk
setiap pasien. (D,W,O)
4. Rekam medis pasien tersedia untuk rawat jalan, rawap inap, gawat darurat, dan
pemeriksaan penunjang. (D,O)
5. Berkas rekam medis pasien tersusun sesuai regulasi. (D,O) (lihat juga AP)
Standar MIRM 14
Rekam medis pasien memuat informasi yang memadai untuk mengidentifikasi pasien,
mendukung diagnosis, justifikasi pengobatan, dokumen pemeriksaan dan hasil pengobatan,
serta meningkatkan kesinambungan asuhan di antara profesional pemberi asuhan (PPA)
termasuk manajer pelayanan pasien (MPP).
Elemen Penilaian MIRM 14
1. Terdapat regulasi mengenai privasi dan kerahasiaan informasi terkait data pasien dan
hak akses terhadap isi rekam medis berdasar atas peraturan perundang-undangan. (R)
2. Terdapat bukti regulasi dilaksanakan. (D, W)
3. Kepatuhan pelaksanaan regulasi dimonitor. (D,W)
Standar MIRM 15
Ringkasan pasien pulang memberikan gambaran tentang pasien yang tinggal di
puskesmas. Ringkasan dapat digunakan oleh praktisi yang bertanggung jawab memberikan
tindak lanjut asuhan. Ringkasan memuat hal
1. Indikasi pasien masuk dirawat, diagnosis, dan komorbiditas lain;
2. Temuan fisik penting dan temuan-temuan lain;
3. Tindakan diagnostik dan prosedur terapi yang telah dikerjakan;
4. Obat yang diberikan selama dirawat inap dengan potensi akibat efek residual setelah obat
tidak diteruskan dan semua obat yang harus digunakan di rumah;
5. Kondisi pasien (status present);
6. Ringkasan memuat instruksi tindak lanjut;
7. Ringkasan pasien pulang dijelaskan dan ditandatangani oleh pasien/keluarga.
Elemen Penilaian MIRM 15
1. Ringkasan pulang memuat riwayat kesehatan, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
diagnostik. (D,W)
2. Ringkasan pulang memuat indikasi pasien dirawat inap, diagnosis, dan komorbiditas lain.
(D,W)
3. Ringkasan pulang memuat prosedur terapi dan tindakan yang telah dikerjakan. (D,W)
4. Ringkasan pulang memuat obat yang diberikan, termasuk obat setelah pasien keluar
puskesmas. (D,W)
5. Ringkasan pulang memuat kondisi kesehatan pasien (status present) saat akan pulang
puskesmas. (D,W)
6. Ringkasan pulang memuat instruksi tindak lanjut, serta dijelaskan dan ditandatangani
oleh pasien dan keluarga. (D,W)
Sesuai standar dan elemen penilaian bidang Rekam Medis dan Informasi Kesehatan,
dokumen yang diperlukan dalam pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan pada
standar penilaian akreditasi Manajemen Komunikasi dan Informasi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini. Contoh Daftar Dokumen Manajemen Komunikasi Dan Informasi Bagian Rekam
Medis Dan Informasi Kesehatan (MKI), sebagai berikut:
Tabel 1 Daftar Dokumen Manajemen Komunikasi Dan Informasi Bagian Rekam Medis
Dan Informasi Kesehatan (MKI)
Standar No. Elemen Penilaian Dokumen
Urut
MKI.7. 1 Kebijakan (policy) menetapkan Pedoman pelayanan RM
tentang praktisi kesehatan yang Kebijakan Rumah Sakit
mempunyai akses ke berkas rekam Bukti-bukti Penggabungan
medis pasien. RM
Daftar Pustaka
Anny Isfandyarie, 2006, Tangung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku I,
Jakarta:Preatasi Pustaka.
Budi, SC. (2011). Manajemen Unit Rekam Medis. Yogyakarta: Quantum Sinergis.
Media.
Buku Manajemen Informasi Kesehatan II: SISTEM DAN SUB SISTEM PELAYANAN
RMIK oleh Lily Wijaya dan Deasy Rosmala Dewi. 2017
Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Depkes.
RI Jakarta .
Donald, W. W., & Schwartz, P. H. (1995). Standard operating procedures (SOPs) for
research in weed science. Weed technology, 9(2), 397-401.
http://adityaapikescm.blogspot.com/2011/11/sistem-dan-sub-sistem-rekam-
medik.html
http://dandymaslow.weblog.esaunggul.ac.id/wp
content/uploads/sites/2961/2018/06/Sesi-12-OL.pdf
https://dental.id/bingung-tentang-akreditasi-puskesmas-baca-selengkapnya-disini/
https://www.academia.edu/30987481/Tinjauan_Terhadap_Sistem_dan_Sub_Sistem
_Rekam_Medis
Kholili, U. (2011). Pengenalan ilmu rekam medis pada masyarakat serta kewajiban
tenaga kesehatan di rumah sakit. Jurnal Kesehatan Komunitas, 1(2), 60-
72.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit.
LAN. (2012). Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara No. 7 Tahun 2012
tentang Standar Operasional Prosedur.
Mawarni, D., & RD, W. (2013). Identifikasi Ketidaklengkapan Rekam Medis Pasien
Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Identification of
The Fulfilment of Medical Record Incompleteness in The Inpatient of
Muhammadiyah Hospital Lamongan. Jurnal Administrasi Kesehatan, 1(2),
192-199.
Siswati Yati Maryati, Bahan Ajar Rekam Mfdis dan Infromasi Kesehatan (RMIK)
Manjemen Mutu Infromasi Kesehatan II : Manajemen Resiko
Siswati. 2017. Manajemen Mutu Informasi Kesehatan II: Akreditasi dan Manajemen
Risiko.
Swari, S. J., Alfiansyah, G., Wijayanti, R. A., & Kurniawati, R. D. (2019). Analisis
Kelengkapan Pengisian Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Inap RSUP
Dr. Kariadi Semarang. ARTERI: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(1), 50-56.
Wijaya, Lily. (2017). MANAJEMEN MUTU INFORMASI KESEHATAN II: SISTEM DAN
SUB SISTEM PELAYANAN RMIK