Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) IV ANALISIS KUALITATIF

REKAM MEDIS MAHASISWA PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMASI


KESEHATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN STIKES SANTA ELISABETH
MEDAN

OLEH :

Nama : Vita Eskana Sihombing

NIM : 102019103

Dosen Pembingbing : Pomarida Simbolon, SKM, M.Kes

PRODI SARJANA TERAPAN MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN

MEDAN
2021

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia yang masih di
limpahkan kepada kita, sehingga saya dapat melaksanakan praktek lapangan kerja di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Medan dengan lancar dan baik.Dalam penyusunan laporan saya ini saya
tidak lupa berterimakasih kepada pihak pihak yang ikut berperan atau berpartisipasi dalam
penyusunan laporan saya ini .

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas praktik di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan .
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari berbagai pihak. Maka saya mengucapkan terimakasih
atas dukungan dan arahannya.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penulisan
maupun dari isi laporan. Akhir kata, saya mohon maaf apabila dalam penyusunan laporan ini
terdapat banyak kesalahan. Semoga bermanfaat.

Medan,18 Oktober 2021

Vita Sihombing

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar ........................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................

1.2 Tujuan..................................................................................................................

1.3 Manfaat................................................................................................................

1.4 Ruang Lingkup.....................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS.............................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan .........................................................................................................

5.2 Saran.....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perekam medis atau dan informasi kesehatan adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan Rekam medis dan Informasi Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan. Arti Perekam Medis dan Informasi Kesehatan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 adalah seorang yang telah lulus
pendidikan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan. Penyelenggaraannya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerjaan perekam medis(Kholili,
2018)

Dalam melakukan dan menjalan tugasnya seorang RMIK tentunya terikat dengan
pedoman atau peraturan praturan RMIK.Dengan adanya pedoman yang telah ditetapkan
maka tentunya segala SOP yang berlaku akan berjalan dengan lancar sesuai yang
diharapkan.Seorang PMIK harus memiliki kompetensi sesuai dengan yang diharapkan
pemerintah mulai dari ahli koding,pengelolaan data fasilitas kesehatan,perencanaan SDM dan
yang lainnya. (Kholili, 2018)

Manfaat Rekam Medis secara umum ,Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan
petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan,
perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien. (Kholili, 2018)

Dalam melakukan dan menjalan tugasnya seorang RMIK tentunya terikat dengan
pedoman atau peraturan praturan RMIK.Dengan adanya pedoman yang telah ditetapkan
maka tentunya segala SOP yang berlaku akan berjalan dengan lancar sesuai yang
diharapkan.Seorang PMIK harus memiliki kompetensi sesuai dengan yang diharapkan
pemerintah mulai dari ahli koding,pengelolaan data fasilitas kesehatan,perencanaan sdm dan
yang lain nya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum:

5
Mengetahui dan dapat memahami kompetensi kompetensi PKL yang keempat yang
terdapat pada loog book.
1.2.2.Tujuan Khusus
a.Menentukan kodefikasi penyakit dan tindakan sistem infeksi
b.Menentukan kodefikasi penyakit dan tindakan sistem neoplasma
c.Melakukan klaim pembiayaan ansuransi swasta
d. Melakukan klaim pembiayaan ansuransi BPJS
e.Melakukan perhitungan biaya pasien umum
f.Melakukan analisis kualitas rekam medis(mingguan)
g. Melakukan analisis kuantitas rekam medis(mingguan)
h.Monev Pelayanan Rekam Medis
i.Menyususn profile indikator unit Rekam Medis
j.Identifikasi iklim dan Lingkungan kerja unit RMIK
k.Manajemen Resiko dan bahaya yang mengganggu kesehatan di unit kerja RMIK
l. Manajemen Resiko dan bahaya yang mengganggu keselamatan di unit kerja RMIK
m.Manajemen Hazard Ergonomi unit kerja RMIK
n.Pemetaan data demografi dengan system informasi geografis (ARC-GIS)
o.Menyusun pelaporan Bulanan RMIK
p.Menyusun Grafik Barber Jhonson
1.3 Manfaat
1.3.1.Bagi Institusi pendidikan
Sebagai bahan evaluasi institusi pendidikan dalam memberikan bahan ajar untuk mah
asiswa
1.3.2 Bagi Mahasiswa:
Dengan adanya laporan PKL ini dapat menambah wawasan dan menjadi sumber pem
belajaran agar dapat bertambahnya pengetahuan tentang pedoman di unit Rekam medis.
1.3.3.Bagi Rumah Sakit
Sebagai sarana untuk perbandingan untuk penelitian selanjutnya

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Lingkup tempat
Praktek kerja lapangan IV dilaksanakan di Ruang Rekam Medis Rumah Sakit Santa Elisa
beth Medan
1.4.2 Lingkup Waktu

6
Praktek kerja Lapangan IV dilaksanakan mulai pada tanggal 18 Oktober-04 November
2021

1.4.3.Lingkup Materi
a. Menentukan kodefikasi penyakit dan tindakan sistem infeksi
b. Menentukan kodefikasi penyakit dan tindakan sistem neoplasma
c. Melakukan klaim pembiayaan ansuransi swasta
d. Melakukan klaim pembiayaan ansuransi BPJS
e. Melakukan perhitungan biaya pasien umum
f. Melakukan analisis kualitas rekam medis(mingguan)
g. Melakukan analisis kuantitas rekam medis(mingguan)
h. Monev Pelayanan Rekam Medis
i. Menyusun profile indikator unit Rekam Medis
j. Identifikasi iklaim dan Lingkungan kerja unit RMIK
k. Manajemen Resiko dan bahaya yang mengganggu kesehatan di unit kerja RMIK
l. Manajemen Resiko dan bahaya yang mengganggu keselamatan di unit kerja RMIK
m. Manajemen Hazard Ergonomi unit kerja RMIK
n. Pemetaan data demografi dengan system informasi geografis (ARC-GIS)
o. Menyusun pelaporan Bulanan RMIK
p. Menyusun Grafik Barber Jhonson

7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.Menentukan kodefikasi penyakit dan tindakan sistem infeksi
Coding merupakan kegiatan pengolahan data rekam medis yang dilakukan oleh coder
dengan menggunakan ICD-10. Pemahaman coder akan tata cara coding dan aturan yang
ada pada ICD-10 dapat mempengaruhi kelengkapan dan keakuratan kode. Keakuratan
dan ketepatan dalam pemberian coding berpengaruh terhadap laporan yang dibuat(Asari
et al., 2020)
Infeksi piogenik merupakan infeksi yang ditandai dengan terjadinya peradangan local
yang parah dan biasanya dengan pembentukan nanah (pus). Infeksi piogenik dikarenakan
adanya invasi dan multiplikasi mikroorganisme pathogen di jaringan sehingga
mengakibatkan luka pada jaringan dan berlanjut menjadi penyakit, melalui berbagai
mekanisme seluler dan umumnya disebabkan oleh salah satu kuman piogenik.(Ekawati et
al., 2018)
Infeksi piogenik menyebabkan beberapa penyakit umum, diantaranya impetigo,
osteomyelitis, sepsis, artritis septik, spondylodiscitis, otitis media, sistitis dan meningitis.
Infeksi piogenik menghancurkan neutrophil melalui pelepasan leukosidin sehingga
terbentuk abses. Hal tersebut merupakan ciri khas infeksi yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus(Ekawati et al., 2018)
Koding adalah mengklasifikasikan data dan menunjuk suatu representasi bagi data
tersebut. Dalam bidang kesehatan, koding berarti pemakaian pemakaian angka untuk
mewakili penyakit, prosedur dan alat/bahan yang digunakan dalam pemberian pelayanan
kesehatan. Koding untuk penyakit biasanya ditulis dalam bentuk alfanumerik dan untuk
tindakan biasanya ditulis dalam bentuk angka.(Rahman, 2018)
Contoh diagnosa penyakit pada sistem infeksi beserta kode ICD:
1. Tetanus Neonatorum: Tetanus neonatal merupakan penyakit parah yang biasanya fatal,
disebabkan oleh toksin Clostridium tetani. Kondisi ini terkait dengan praktik kelahira
n dan perawatan tali pusar yang tidak steril.Bayi baru lahir yang menderita tetanus ne
onatal akan berhenti makan. Tubuhnya kaku, dan terjadi kontraksi otot parah dan keja
ng. Pada sebagian besar kasus, bayi mengalami kematian.Penanganan termasuk rawat
inap segera, membersihkan luka terinfeksi, antibiotik, obat untuk membantu members

8
ihkan toksin, dan relaksan otot. Tetanus neonatal dapat dicegah dengan imunisasi wan
ita usia subur menggunakan vaksin tetanus

Kode ICD 10 VOL 3: A33

Kode ICD 10 VOL 1:T36.9

2.2 Menentukan kodefikasi penyakit dan tindakan sistem neoplasma


Pengkodean neoplasma berpedoman pada ICD-10 dimana neoplasma dibedakan
menjadi dua kode yaitu kode topografi dan kode morfologi. Menurut penelitian terdahulu
diketahui keakuratan kode diagnosis neoplasma masih rendah, sehingga harus dilakukan
analisis mengenai standar operasional prosedur pengkodean neoplasma serta faktor-faktor
yang mempengaruhi keakuratan kode neoplasma(Lulumanin et al., n.d, 2018)
Salah satu panduan yang dibuat oleh WHO setelah ICD 10 adalah International
Classification of Disease for Oncology (ICD 10) yang diterbitkan pada tahun 2000 dan
merupakan edisi ketiga yang digunakan untuk kodifikasi kasus neoplasma dan dibahas

9
secara lebih spesifik. Kode yang terdapat dalam ICD 10 tidak hanya kode topografi dan
morfologi akan tetapi kode derajat keganasan juga terdapat di dalamnya. Terdapat pula
perbedaan yang sangat spesifik diantara ICD 10 seperti kode C42 dalam ICD 10
menjelaskan beberapa kode tentang Haematopoietic and reticuloendothelial system
sedangkan dalam ICD10 diklasifikasikan menjadi leukimias andrelated conditions C90-
C95. Dalam BAB II pada ICD 10 kode topografi dapat menggambarkan sifat neoplasma
(ganas jinak, in situ, atau tidak pasti jenisnya), sedangkan dalam ICD 10 sifat keganasan
neoplasma dijelaskan pada kode morfologi yang lebih spesifik. Kode morfologi memiliki
lima digit kode antara M-8000/0 sampai M-9989/3.(Maryati & Sari, 2019)
Dalam pengkodean neoplasma, ada 3 aspek yang harus diperhatikan dalam
melakukan pengkodean kasus atau penyakit neoplasma yaitu lokasi tumor (menunjukkan
lokasi sel tumor), sifat tumor (menggambarkan struktur dan jenis sel atau jaringan
dibawah mikroskop), perangai/perilaku (ganas, jinak dan insitu)(Rahman, 2018)
Pada kasus neoplasma untuk pemberian kode topografi dan morfologi banyak yang
tidak lengkap. Hal ini disebabkan coder belum mencantumkan kode morfologi. Sehingga
pelayanan yang diberikan kepada pasien tidak sesuai bahkan dapat menimbulkan
malpraktik. Pemahaman coder terhadap alur dan prosedur coding pada kasus neoplasma
harus melengkapi topografi dan morfologi memiliki peran penting untuk meminimalisir
kesalahan tindakan, perawatan dan pembiayaan kesehatan.(Asari et al., 2020)
Keakuratan kode topografi salah satunya tergantung pada kejelasan penulisan
diagnosis yang ditulis oleh dokter. Apabila terdapat penulisan diagnosis yang tidak jelas
khususnya pada kasus neoplasma maka coder akan melihat riwayat penyakit pasien,
melihat catatan dokter, membaca bukti-bukti penunjang diagnosis, melihat hasil PA
(Patologi Anatomi) dan konfirmasi dengan dokter(Lulumanin et al., n.d.2018)
Contoh diagnosa Penyakit terkait sistem Neoplasma beserta tindakan nya

Kode ICD 10 VOL 3 Malignant neoplasm Larynx unspecified: C32.9

10
Kode ICD vol 9/tindakan: Complete laryngectomy 30.3

2.3 Melakukan Klaim Pembiayaan Ansuransi Swasta

Asuransi pada dasarnya adalah suatu sistem manajemen resiko, dimana kepada
pesertanya (tertanggung/pemegang polis) ditawarkan kesempatan untuk secara bersama-sama
menanggung kerugian ekonomi yang mungkin timbul, dengan cara membayar premi kepada
perusahaan asuransi. dipisahkan dengan pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan ialah
besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan
berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat. (Setyawan & Indonesia, 2020)

Manfaat Asuransi :

11
a. Rasa aman dan perlindungan.
b. Polis/jaminan memperoleh kredit.
c. Tabungan dan sumber pendapatan.
d. Alat penyebaran resiko.
e. Meningkatkan kegiatan usaha(Kuliah et al., n.d.2018)

Secara umum pengeluaran kesehatan asuransi swasta negara-negara di dunia sekitar


4,7% dari pengeluaran kesehatan di luar investasi (CHE) pada tahun 2014 (WHO, 2017).
Total belanja asuransi swasta di tahun 2015 sekitar 3,9% dari pengeluaran kesehatan
Indonesia diluar investasi(Sari, 2016)

Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia mengalami percepatan saat


diterbitkannya PP Nomor 14 tahun 1993 tentang Jamsostek, didalamnya dijelaskan pihak
perusahaan diberikan pilihan untuk ikut atau tidak program PT Jamsostek. Ternyata banyak
perusahaan yang lebih memilih membeli asuransi kesehatan dari swasta dibandingkan dari
PT Jamsostek. Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi yang wajib diikuti oleh seluruh atau
sebagian penduduk(misalnya pegawai), premi atau iurannya bukan nilai nominal tetapi
persentase upah yang wajib di- bayarkan, dan manfaat asuransi (benefit) ditetapkan melalui
peraturan perundangan dan beer.auk setara untuk semua peserta. Sedangkan asuransi
kesehatan komersial adalah asuransi yang diselenggarakan oleh perusahaan atau badan
asuransi lain, sifat kepeser- taannya sukarela, tergantung kesediaan orang atau perusahaan
untuk membeli dan preminya ditetapkan dalam bentuk nominal sesuai manfaat asuransi yang
ditawarkan. Karena itu premi dan manfaat asuransi kesehatan kesehatan komersial sangat
bervariasi dan tidak tidak sama untuk setiap peserta.(Sari, 2016)

Variabel yang dikumpulkan adalah jumlah perusahan asuransi menurut jenis asuransi
(kerugian, asuransi jiwa atau reasuransi), kepemilikan (swasta nasional atau patungan),
prinsip asuransi yang di- gunakan (syariah atau umum), jumlah pertanggun- gan peserta
asuransi jiwa (individu dan kumpulan) premi dan klaim untuk kesehatan, kecelakaan, dan
total keseluruhan asuransi.

Klaim asuransi adalah sebuah permintaan resmi kepada pihak perusahaan asuransi
untuk meminta pembayaran berdasarkan ketentuan perjanjian. Selanjutnya, klaim asuransi
yang diajukan akan ditin- jau oleh perusahaan untuk divalidasi dan kemudian dibayarkan
kepada pihak tertanggung setelah disetu- jui. Jumlah klaim yang telah dibayarkan perusahaan
asuransi cenderung meningkat dari tahun 2012 sampai 2016, walaupun sempat sedikit turun

12
di ta- hun 2014. Klaim dibayarkan sebesar Rp 4,4 trilyun di tahun 2012, lalu naik dan sedikit
turun di tahun 2014, lalu periode berikutnya meningkat menjadi Rp6,1 trilyun di tahun
2016.Permintaan biaya klaim kesehatan dan kecelakaan terbesar setiap tahunnya ditemukan
pada jenis perusahaan asuransi kerugian umum swasta nasional dan asuransi jiwa patungan.
(Sari, 2016)

Pihak asuransi swata harus melakukan pengem- bangan produk yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Diperlukan riset dan pengembangan untuk meng- gali kebutuhan masyarakat dan
melakukan edukasi konsumen. Dari sisi monitoring data perasuransian, pihak OJK perlu
mengeluarkan kebijakan yang men- jadi insentif bagi perusahaan asuransi melaporkan
datanya dengan akurat. Karena OJK yang menjadi lembaga yang memonitor perasuransian,
ada baikn- ya agar dapat menambah variabel data manfaat bagi perusahaan yang mengelola
cabang asuransi kese- hatan. Informasi ini akan sangat bermanfaat untuk memonitor belanja
kesehatan nasional dari sisi pe- rusahaan asuransi kesehatan swasta.(Sari, 2016)

2.4 Melakukan Klaim Pembiayaan Ansuransi BPJS

Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan asuransi sosial yang disahkan oleh
undang-undang no 40 tahun 2004. Sistem ini dikelola oleh suatu badan yang ditetapkan oleh
undang-undang yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS)dan dibagi menjadi 2 yaitu
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan ini sama halnya dengan
asuransi kesehatan bekerjasama dengan fasilitas kesehatan baik dokter, klinik dan rumah
sakit. Dalam mengelola kesehatan pasien di setiap fasilitas kesehatan di wajibkan
adanyadokumenrekammedis.MenurutPermenkesNo: 269/MENKES/PER/III/2008 yang
dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen
antaralainidentitaspasien,hasilpemeriksaan,pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Diakhir perawatan seseorang
diterbitkannya resume medis. Resume medis harus diisi dengan lengkap untuk menjaga mutu
rekam medis dan juga sering digunakan untuk administrasi persyaratan dalamklaim asuransi.
(Khotimah, S., & Nuraini et al., 2018)

BPJS Kesehatan yang baru beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014, tentunya tidak luput dari
kekurangan. Namun walaupun demikian BPJS Kesehatan pun tentu memiliki kelebihan.
Berdasarkan analisis, kekurangan dan kelebihan BPJS Kesehatan antara lain:

1. Kelebihan

13
a. Lebih menguntungkan dibandingkan asuransi komersial, yang mana BPJS kepesertaannya
wajib bukan sukarela, BPJS Kesehatan bukan profit (mencari keuntungan) tetapi bersifat non-
profit, dan manfaat yang didapat bersifat komprehensif.

b.Secara aturan BPJS Kesehatan memenuhi prinsip-prinsip jaminan sosial.

c.Sistem gotong royong yang memunculkan kemandirian.

d.Asuransi berlaku seumur hidup dari anak baru lahir hingga lansia.

2. Kekurangan

a.Terjadi pengalihan tanggung jawab negara kepada individu atau rakyat melalui iuran yang
dibayarkan langsung, atau melalui pemberi kerja bagi karyawan swasta, atau oleh negara bagi
pegawai negeri. Lalu sebagai tambal sulamnya, negara membayar iuran program jaminan
sosial bagi yang miskin. Pengalihan tanggung jawab negara kepada individu dalam masalah
jaminan sosial juga bisa dilihat dari penjelasan undang-undang tersebut tentang prinsip
gotong-royong yaitu: Peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu
dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu
yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Jadi, jelas undang-undang
ini justru ingin melepaskan tanggung jawab negara terhadap jaminan sosial atau kesehatan.

b.Yang akan menerima jaminan sosial adalah mereka yang terdaftar dan tercatat membayar
iuran.

c.Belum mencakup semua masyarakat, misalnya gelandangan, anak panti asuhan, orang

jompo, dan sebagainya.

d.Jaminan sosial tersebut hanya bersifat parsial, misalnya jaminan kesehatan : tidak semua
jenis penyakit dan semua jenis obat akan ditanggung oleh BPJS.(Sudira, 2009)

2.5 Melakukan Perhitungan Biaya Pasien Umum

Masalah pelayanan pasien rawat jalan dan inap merupakan masalah yang sangat
urgent karena dalam penanganan dan pengelolaannya memerlukan keterampilan kecekatan
bahkan biaya peralatan medis yang tinggi. Karena itu pelayanan pasien rawat jalan dan inap
di Rumah Sakit Umum Daerah yang lebih efektif merupakan suatu keharusan, Berdasarkan
data dari Rumah Sakit Umum Daerah, ternyata pelayanan pasien rawat jalan dan inap masih

14
belum efektif, ini berarti pelayanan pasien rawat jalan dan inap di Rumah Sakit Umum
Daerah belum sepenuhnya efektif. (Rustandi, 2021)

Sistem akuntansi biaya terdiri dari tiga tahap yakni :

1) Mengumpulkan biaya (cost accumulation)


2) Mengklasifikasikan biaya berdasarkan biaya material, tenaga kerja, atau overhead
(cost measurement)
3) Mencocokkan dengan cost object (cost assignment) dalam hal ini adalah jasa laya
nan rawat inap dan rawat jalan.Cost accumulation juga merupakan proses pengaku
an dan pencatatan biaya.proses cost accumulation dibutuhkan dokumen-dokumen
yang merupakan sumber transaksi yang kemudian dicatat pada database keuangan
(Kesehatan, n.d.2019)

Cost measurement dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1) actual costing; dan
2)normal costing. Pada actual costing seluruh biaya material, tenaga kerja, dan
overhead dihitung berdasarkan biaya aktual. Sedangkan normal costing
memperhitungkan biaya material dan tenaga kerja secara aktual, sementara biaya
overhead ditentukan sebelumnya. Setelah biaya dikumpulkan dan dihitung, tahap
selanjutnya adalah menempatkan atau mencocokkan biaya tersebut dengan unit
produk/jasa yang dihasilkan(Kesehatan, n.d.2019)

Agar biaya dapat di alokasikan dengan benar, cost centers di unit rawat jalan
diidentifikasi menjadi indirect cost, intermediate cost dan final cost. Indirect cost
merupakan layanan umum dalam bentuk overhead dan tidak terkait langsung dengan
perawatan pasien dan pelayanan intermediate seperti biaya administrasi dan
manajemen, biaya transportasi, biaya laundry dan biaya layanan pendukung.
Intermediate cost merupakan departemen yang memberikan dukungan diagnostik
pada unit rawat jalan dan dikelola terpisah, edangkan final cost merupakan final level
dari pusat biaya karena merupakan titik akhir dari kegiatan produksi dalam hal ini
adalah unit rawat jalan.(Wulan et al., 2007)

2.6 Melakukan Analisis Kualitas Rekam Medis(mingguan)

Beberapa jenis analisis dalam pendokumentasian rekam medis yang dapat digunakan
untuk menilai kelengkapan dokumen rekam medis adalah kuantitatif dan kualitatif.Analisa
Kualitatif adalah review pengisian rekam medis yang berkaitan tentang kekonsistensian dan

15
isinya merupakan bukti bahwa rekam medis tersebut akurat dan lengkap(Christine &
Sugiyanto, 2014)

Kualitas informasi dokumen rekam medis merupakan suatu kebutuhan penting dalam
keberlangsungan Rumah Sakit. Ketepatan dan kesesuaian informasi dokumen rekam medis
akan membantu pihak Rumah Sakit dalam melakukan klaim kepada penyedia asuransi
terhadap biaya jasa yang telah dikeluarkan oleh Rumah Sakit. Pihak Rumah Sakit akan
mendapatkan biaya ganti jasa yang sesuai dengan peraturan dan perjanjian yang berlaku.
Ketepatan informasi akanmenjauhkan Rumah Sakit dari kerugian akibat adanya
ketidaksesuaian antara pelayanan yang telah diberikan Rumah Sakit kepada pasien dengan
yang tercatat dalam sistem informasi rumah sakit (Pelzer et al., 2017)

Penilaian kualitas informasi pada kesesuaian spesifikasi dokumen rekam medis pasien
rawat jalan berdasarkan dimensi free of error menunjukkan variasi tingkat kesalahan dari
setiap elemen isian dari dokumen rekam medis pasien rawat jalan yang meliputi identitas
pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis yang minimal mencakup riwayat dan keluhan,
hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan dan
tindakan, pelayanan lain, persetujuan bila diperlukan .Analisis kualitas dokumen rekam
medis menggunakan dimensi free of error rerata capaian sebesar 68.33%. Dokumen rekam
medis pasien rawat jalan yang paling sering terjadi kesalahan adalah identitas pasien.(Pelzer
et al., 2017)

Menurut Legal Medical Record Standard University of California bahwa apabila


terjadi kesalahan dalam pengisian dokumen rekam medis, petugas tidak diperkenankan
menghapus, mengedit atau mengubah isian yang asli. Informasi yang tidak akurat tetap harus
bisa diakses, apabila terdapat koreksi atau revisi harus diberikan tanda tangan petugas yang
membuat revisi. Penilaian kualitas informasi dokumen rekam medis dengan dimensi free of
error dinyatakan kurang memuaskan sehingga perlu segera dilakukan perbaikan baik
ditingkat operasional, taktis dan strategis.(Pelzer et al., 2017)

Penilaian kualitas informasi dokumen rekam medis menggunakkan empat dimensi


dari product and service performance for information quality model rerata hasil penilaian
cukup baik untuk tiap dimensi. Penilaian dimensi dinilai cukup baik karena hasil perolehan
dari rerata skor 9 penilaian isian dokumen rekam medis rawat jalan yang menjadi sampel
penelitian. Isian dokumen rekam medis yang dinilai masih buruk adalah isian identitas pasien
dan peretujuan apabila diperlukan.(Pelzer et al., 2017)

16
Menurut Huffman EK, pelaporan merupakan prosedur review kualitatif yang harus
menegaskan laporan mana yang yang akan dilakukan, kapan, dan keadaan yang bagaimana,
karena jika sewaktu waktu ada pasien yang merasa telah dimalpraktek . (Christine &
Sugiyanto, 2014)

2.7 Melakukan Analisis Kuantitatif Rekam Medis(mingguan)

Analisa Kuantitatif adalah telaah review bagian tertentu dari isi rekam medis dengan
maksud menemukan kekurangan khusus yang berkaitan dengan pencatatan rekam medis
meliputi review identifikasi, pencatatan, pelaporan dan autentikasi. Ketidaklengkapan
pengisian rekam medis memberikan dampak yang tidak baik bagi mutu rumah sakit itu
sendiri maupun bagi proses pelayanan kesehatan kepada pasien. Misalnya diagnosis tidak
terisi maka hal ini tidak akan bisa langsung untuk dilakukan koding sehingga untuk
pengajuan klaimpun akan terhambat. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif.
Metode pengumpulan data dilakukan engan metode observasi/pengamatan, studi
dokumentasi(Christine & Sugiyanto, 2014)

Review Kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis setiap lembar-lembar rekam


medis sesuai dengan peraturan atau ketetapan yang berlaku yang meliputi kelengkapan
lembar rekam medis, pada bagian identitas pasien minimal harus ada nama dan nomer rekam
medis pada setiap lembar formulir formulir rekam medis. Apabila suatu halaman tidak
memiliki identitas maka harus direview untuk memastikan apakah ia milik pasien yang
dokumennya sedang direview atau bukan (Christine & Sugiyanto, 2014)

Review kuantitatif pada autentikasi meliputi tanda tangan, stempel yang hanya
dipegang oleh pemiliknya, inisial (singkatan nama) yang harus diidentifikasikan pihak rumah
sakit bisa menunjukkan data rekam medis yang merupakan bukti hukum.(Christine &
Sugiyanto, 2014)

2.8 Monev Pelayanan Rekam Medis

Monitoring adalah upaya yang dilakukan secara rutin untuk mengidentifikasi


pelaksanaan dari berbagai komponen program sebagaimana telah direncanakan, waktu
pelaksanaan program sebagaimana telah dijadwalkan, dan kemajuan dalam mencapai tujuan
program. Kegiatan melakukan pemantauan untuk perbaikan selama pekerjaan masih berjalan,
apakah sudah sesuai perencanaan atau tidak. Pengawasan tidak dapat dilaksanakan jika tidak

17
ada perencanaan.Dengan dilakukannya kegiatan monitoring maka dapat Memastikan bahwa
sistem tata kerja unit rekam medis terimplementasi dengan baik(Suranto et al., 2014)

Fungsi manajemen yang berkesinambungan untuk memberikan rekomendasi untuk


melakukan tindakan koreksi kepada pimpinan pelayanan kesehatan. Bila kemudian tindakan
koreksi dilakukan maka fungsi pengendalian akan terlaksana secara lengkap. Untuk
memastikan bahwa fungsi sistem informasi telah berjalan dan mampu memberikan kontribusi
dengan baik, haruslah dilakukan evaluasi. Evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem
informasi dilakukan dengan cara melakukan audit. Audit merupakan akumulasi dan evaluasi
dari bukti-bukti yang menunjukkan informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat
kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang sudah di tetapkan.(Suranto et al., 2014)

Tujuan Monitoring pelayanan rekam medis:

1.Compliance (Kesesuaian/ kepatuhan) Menentukan apakah implementasi kebijakan tersebut


sesuai dengan standard dan prosedur yang telah ditentukan.

2.Auditing (pemeriksaan) Menentukan apakah sumber-sumber/pelayanan kepada kelompok


sasaran (target groups) memang benar-benar sampai kepada mereka.

3.Accounting (Akuntansi) Menentukan perubahan apa saja yang terjadi setelah implementasi
sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.

4. Explanation (Penjelasan) Menjelaskan mengenai hasil-hasil kebijakan yang berbeda


dengan tujuan kebijakan(Suranto et al., 2014)

2.9 Menyusun Profile Indikator Unit Rekam Medis

Tingkat efisiensi pelayanan rawat inap tidak cukup hanya dengan data menyah atau data dari
SHRI saja,melainkan harus diolah terlebih dahul kedalam indikator indikator rawat
inap(BOR, LOS, TOI dan BTO) yang berfungsi untuk memantau kegiatan yang ada di unit
rawat inap. Data dari indikator rawat inap yang dituangkan dalam grafik barber Jhonson
digunakan untuk memantau dan menilai tingkat efisiensi pelayanan rawat inap sebagaimana
menurut Rustiyanto 2010. Grafik Barber Johnson digunakan untuk mengetahui tingkat
efisiensi pelayanan rumah sakit. Apabila titik Barber Johnson berada di luar efisiensi maka
pelayanan kesehtan belum efisien.(Rinjani & Triyanti, 2016)

INDIKATOR MUTU STANDART

18
Waktu tunggu pendaftaran pasien 100 %
Waktu penyediaan dokumen rekam medis pelayanan rawat ≤10 menit
jalan
Kelengkapan pengisian rekam medis 24 jam setelah 100%
pelayanan Rawat Jalan
Kelengkapan informed consent setelah mendapatkan 100%
informasi yang jelas
Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan pendaftaran ≥ 90%

2.10 Identifikasi iklim dan Lingkungan kerja unit RMIK

Lingkungan kerja memiliki arti penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja dan kine
rja pegawai. Analisa (2011:20) menyatakan bahwa “lingkungan kerja adalah sesuatu yang
ada di sekitar pegawai dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang di
bebankan”. Sedarmayanti (2001) seperti dikutip Analisa (2011:21) menyatakan bahwa se
cara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu hubungan kerja dan lingku
ngan kerja non- fisik yang terdiri dari struktur kerja, tanggung jawab kerja, perhatian dan
dukungan pemimpin,kerja sama antar kelompok, kelancaran komunikasi.(Triastuti, 2019)
Kompetensi diperlukan untuk mewujudkan kepuasan kerja dan keberhasilan kerja peg
awai dalam jangka panjang.Menurut Alain D. Mitrani, Spencer and Spencer yang dialih b
ahasakan oleh Surya Dharma (2005: 109) mengemukakan kompetensi yaitu :(An underlyi
ng characteristic’s of an individual which is causally related to criterion referenced effecti
ve and or superior performance in a job or situantion). Artinya kurang lebih sebagai karak
teristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kerja individu dalam p
ekerjaannya. Spencer dan Spencer (dalam Palan, 2007:6), menguraikan lima karakteristik
yang membentuk kompetensi, sebagai berikut: Pengetahuan, keterampilan, konsep diri da
n nilai-nilai, karakteristik pribadi, dan motif.(Triastuti, 2019)
Menurut Wirawan (2008:122) iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (se
cara individual atau kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organi
sasi mengenai apa yang ada atau terjadi dilingkungan internal organisasi secara rutin, yan
g mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemu
dian menentukan kinerja organisasi. Menurut Robert Stringer dalamWirawan (2007:131-
133) dimensi iklim organisasi sebagai berikut : struktur (Structure),standar-standar (Stand
ards), Tanggung Jawab (Responsibility), Penghargaan (Recognition, dan Dukungan (Sup
port).(Triastuti, 2019)

19
Iklim organisasi yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pega
wai untuk dapat berkerja optimal. Dibutuhkan iklim organisasi yang kondusif untuk menu
njang pelaksanaan tugas karyawan. Iklim organisasi merupakan faktor yang penting dala
m usaha peningkatan kinerja karyawan di perusahaan. Dari uraian yang dikemukakan itu,
menunjukkan bahwa lingkungankerja, kompetensi dan iklim organisasi dikatakan baik ap
abila pegawai dapat mendapatkan kinerja yang optimal. Oleh karena itu penentuan dan pe
nciptaan bahwa lingkungan kerja, kompetensi dan iklim organisasi yang baik akan sangat
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebalikny aapabila bahwa lingku
ngan kerja, kompetensi dan iklim organisasi yang tidakbaik akan dapat menurunkan moti
vasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat menurunkan kepuasan kerjadan kinerja pega
wai.(Triastuti, 2019)
Kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah lingkungan kerja, kompe
tensi dan iklim organisasi. Lingkungan kerja memiliki arti penting dalam mempengaruhi
kinerja.Analisa (2011:20) menyatakan bahwa “lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada
di sekitar pegawai dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibeb
ankan”. (Triastuti, 2019)
Lingkungan kerja memiliki arti penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja dan kine
rja pegawai. Analisa (2011:20) menyatakan bahwa “lingkungan kerja adalah sesuatu yang
ada di sekitar pegawai dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang di
bebankan”. Sedarmayanti (2001) seperti dikutip Analisa (2011:21) menyatakan bahwa se
cara garis besar, jenis lingkungan kerja Lingkungan kerja memiliki arti penting dalam me
mpengaruhi kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Analisa (2011:20) menyatakan bahwa “l
ingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di sekitar pegawai dan dapat mempengaruhi diri
nya dalam menjalankan tugas yang dibebankan”. Sedarmayanti (2001) seperti dikutip An
alisa (2011:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja(Triastuti, 20
19)

2.11 Manajemen Resiko dan bahaya yang mengganggu kesehatan di unit kerja RMIK

Penerapan manajemen risiko menjadi tantangan tersendiri bagi manajemen


perusahaan karena cukup sulit diimplementasikan. Jajaran direksi juga harus memastikan
bahwa struktur organisasi, kondisi keuangan, infrastruktur, sumber daya manusia, sistem
informasi, serta sistem pengendalian yang berjalan di perusahaan telah sesuai untuk
mendukung implementasi manajemen risiko. Penelitian oleh Yulianingtyas, Wigati,
Suparwati (2016) tentang Analisis Pelaksanaan Manajemen Risiko di Rumah Sakit Islam

20
Sultan Agung Semarang menunjukkan bahwa pelaksanaan proses manajemen risiko di
RSISA belum berjalan optimal karena masih dalam proses pemahaman staf dan berbagai
upaya hanya fokus pada pelaporan saja. Dapat dikatakan kendala yang muncul berasal dari
SDM, dana, waktu, dan proses. Monitoring dan review terhadap pelaksanaan manajemen
risiko masih banyak terjadi keterlambatan dan copy paste laporan serta belum adanya
peninjauan dan pengkajian lebih lanjut terhadap risiko untuk pembelajaran ke depan.(Yunita
Wulan Dewi & Sri Darma, 2019)
Menurut Rustam (2017) proses manajemen risiko terhadap suatu kebijakan investasi
terdiri dari:
a. Identifikasi Risiko Perusahaan harus mengidentifikasi serta mengelompokkan
deviasi atau penyimpangan sebagai akibat tidak terealisasinya pelaksanaan
strategi usaha maupun rencana bisnis yang telah ditetapkan, terutama yang
berdampak signifikan terhadap permodalan perusahaan.
b. Pengukuran Risiko Perusahaan melakukan pengukuran risiko dengan cara:
mengidentifikasi perubahan lingkungan bisnis yang berdampak negatif terhadap
asumsi awal dari rencana strategis dan mengukur dampak negatif suatu peristiwa
terhadap kinerja bisnis perusahaan, baik secara keuangan maupun non keuangan.
Apabila tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan kemampuan perusahaan dalam
menyerap risiko, maka akan dikembangkan suatu strategi untuk mengurangi atau
memitigasi risiko tersebut.
c. Pemantauan Risiko,Perusahaan wajib memantau pengembangan implementasi
strategi secara berkala. Pemantauan dilakukan dengan memperhatikan
pengalaman kerugian di masa lalu. Isu- isu strategis akibat perubahan
operasional dan lingkungan bisnis yang berdampak negatif terhadap kondisi
perusahaan wajib dilaporkan kepada jajaran direksi disertai dengan analisis
dampak dan tindakan perbaikan yang diperlukan.
d. Pengendalian Risiko Perusahaan harus memiliki sistem pengendalian dengan
cara membandingkan hasil aktual dengan hasil yang diharapkan. Pengendalian
risiko terhadap kinerja keuangan dapat dilakukan dengan menyusun cash flow
budgeting yang nantinya akan dibandingkan dengan pencapaian perusahaan, di
mana akan memunculkan suatu rencana strategi untuk memitigasi risiko.(Yunita
Wulan Dewi & Sri Darma, 2019)
Menurut International Labor Organizational (ILO), Keselamatan dan Kesehatan Kerj
a merupakan suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fi

21
sik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan pe
nyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindung
an pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penemp
atan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kap
abilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusi
a dan setiap manusia kepada jabatannya. Menurut Mangkunegara (2002:163), kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia
pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
(Yuliandi & Ahman, 2019)
Rekam Medis merupakan suatu dokumen, kertas (berkas) yang didalamnya mengandu
ng tulisan tentang kenyataan, keadaan pasien selama menjalani proses perawatan pada sar
ana pelayanan kesehatan. Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib admin
istrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesahatan di rumah sakit.(Kresnowati
et al., 2019)
Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) berhubungan erat dengan si
stem ketenagakerjaan atau sumber daya manusia. Kesehatan dan keselamatan kerja tidak
hanya penting tetapi juga dapat menunjang produktivitas kerja.(Kresnowati et al., 2019)
Salah satu ruang lingkup pekerjaan rekam medis adalah filing, petugas filing memiliki
peran yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Saat menjalankan tugasnya, petug
as filing tidak bisa lepas dari potensi-potensi bahaya yang akan menyebabkan terjadinya k
ecelakaan kerja, contoh kecelakaan kerja dan potensi bahaya yang ada di bagian filing ins
talasi rekam medis antara lain kebakaran, kecelakaan instalasi listrik, terjepit lift berkas re
kam medis, terjatuh pada saat mengambil berkas rekam medis, pegal-pegal, kurangnya pe
ncahayaan dan kelembapan di ruang filing yang berdebu, dan lain sebagainya.(Kresnowat
i et al., 2019)

2.12 Manajemen Resiko dan bahaya yang mengganggu Keselamatan di unit kerja
RMIK

Proses penyimpanan rekam medis mempunyai resiko-resiko yang dapat mengancam


keselamatan dan kesehatan kerja petugas yang sedang melakukan pekerjaannya. Seperti
gangguan pernapasan karena polusi udara dalam ruangan akibat debu dan tidak menggunakan
masker saat melakukan penyusutan dokumen. Tertimpa rekam medis atau terjepit roll o’pack
saat berada diruang penyimpanan serta gangguan sendi atau tulang karena sering angkat

22
angkut rekam medis. Sehingga perlu diperhatikan keselamatan dan kesehatan kerjanya agar
tidak menimbulkan gangguan kesehatan serta mengurangi angka kecelakaan akibat kerja.
(Susanto et al., 2019)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Instalasi rekam medis pada ruang
penyimpanan rekam medis sudah berjalan namun belum secara maksimal. Pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja pada penyimpanan rekam medis ditandai dengan upaya
penggunaan alat pelindung diri yaitu berupa alat pelindung pernapasan /masker dan alat
pelindung tangan/sarung tangan. Namun pada penyimpana rekam medis sendiri belum
terdapat adanya SPO khusus keselamatan dan kesehatan kerja. Petugas rekam medis sudah
mengetahui tentang penggunaan alat pelindung diri, hal ini ditandai dengan kesadaran diri
dari petugas itu sendiri. Selain itu perilaku petugas tentang penggunaan alat pelindung diri
masih perlu ditingkatkan, karena prosentase penggunaan masker sudah mencapai 91% dan
prosentase penggunaan sarung tangan mencapai 41%.(Susanto et al., 2019)

Perancangan Tata kelola ruangan harus diperhatikan untuk dapat menghindari risiko,
dengan tata kelola ruangan yang baik juga dapat menyebabkan kerja petugas merasa nyaman.
Hal yang harus diperhatikan untuk mengelola ruangan filling yaitu :

1. Ventilasi udara digunakan sebagai tempat keluar masuknya oksigen yang dibutuh
kan oleh petugas agar suasana ruangan tidak pengap. Laju udara bisa dengan venti
lasi karena dapat melakukan pertukaran udara
2. Pencahayaan harus diperhatikan. Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia dal
am melihat objek- objek yang harus dilihat. Pencahayaan yang kurang dapat meng
kibatkan mata mudah lelah. Lelahnya mata akan mengakibatkan mata mudah lelah
dan dapat merusak mata (Andriani, 2015). Menurut peraturan menteri perburuhan
No. 7 tahun 1964, Penerangan yang baik bagi ruangan untuk menulis, membaca d
an penyimpanan arsip harus menggunakan penerangan sebesar 300 lux
3. Pemasangan thermometer ruangan, pemasangan thermometer ruangan perlu dilak
ukan untuk mengetahu suhu ruangan filling agar tetap normal sehingga tidak men
gakibatkan risiko yang tidak diinginkan seperti suhu ruangan yang tinggi yang me
njadikan suhu ruangan menjadi panas dan suhu ruangan yang rendah menjadikan s
uhu ruangan menjadi lembab. Pernyataan tersebut sesuai degan peraturan pemerin
tah no 36 tahun 2005 yaitu kenyamanan sebuah ruangan atau gedung harus memp

23
erhatikan temperature kelembapan Kenyamanan kondisi udara ruang diseuah gedu
ng bagunan harus memperhitungkan temperaur kelembapan(Crystal et al., 2020)
2.13 Manajemen Hazard Ergonomi unit kerja RMIK

Hazard adalah segala sesuatu yang berbaya yang berpotensi menimbulkan kerusakan,
kerugian atau kecelakaan bagi manusia dan lingkungan baik secar material maupun non
material. Suardi R. (2005) Hazards primer adalah hazards yang bisa secara langsung dan
segera menyebabkan :

1. Injury atau kematian;


2. kerusakan peralatan, kendaraan, struktur atau fasilitas
3. degradasi kapabilitas fungsional (terhentinya operasi dalam pabrik);
4. kerugian material.

Beberapa kategori hazard dalam industri

1. Bahaya Fisik : kebisingan, radiasi, pencahayaan, suhu panas, suhu dingin


2. Bahan Kimia : bahan–bahan berbahaya dan beracun, debu, uap kimia, larutan kimia
3. Bahaya Biologi : virus, bakteri, jamur.
4. Bahaya Mekanis : permesinan, peralatan.
5. Bahaya Ergonomi : ruang sempit dan terbatas, pengangkutan barang, mendorong, me
narik, pencahayaan tidak memadai, gerakan tubuh terbatas
6. Bahaya Psikososial : pola gilir kerja, pengorganisasian kerja, long shift, trauma.
7. Bahaya Tingkah Laku : ketidak patuhan terhadap standar, kurang keahlian, tugas baru
atau tidak rutin.
8. Bahaya Lingkungan Sekitar : gelap, permukaan tidak rata, kemiringan, kondisi permu
kaan berlumpur dan basah, cuaca, kebakaran.(Rangkuti, 2017)

Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam


lingkungan kerjanya, yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat
rekreasi.Penerapan prinsip - prinsip ergonomi ditempat kerja masih kurang tersentuh atau
mendapat perhatian secara penuh terutama pada pekerjaan perawat di rumah sakit.(Hotmaita
Habeahan - n.d.2018)

24
Pelayanan filing adalah salah satu bagian penting dari Unit Rekam Medis, terutama untuk
pemerliharaan rekam medis. Penataan ruang filing yang baik dibutuhkan untuk memudahkan
pekerjaan petugas. Penataan ruang filing harus dilakukan berdasarkan aspek ergonomis dan
antropometri petugas agar tidak menimbulkan risiko K3. Aspek ergonomi di ruang filing RS
a belum sesuai dengan antropometri petugas, hal tersebut dapat menyebabkan penurunan
produktivitas kerja petugas. Tujuan penelitian ini adalah meninjau aspek ergonomi ruang
filing berdasarkan antropometri petugas filing terhadap aspek K3 petugas.(Windari et al.,
2018)

2.14 Pemetaan data demografi dengan system informasi geografis (ARC-GIS)

Demografi atau ilmu kependudukan adalah ilmu yang mempelajari dinamika


kependudukan manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta
bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta
penuaan. Ruang lingkup demografi meliputi struktur, ukuran, distribusi penduduk, kematian,
kelahiran, migrasi, serta penuaan. Ruang lingkup adalah batasan.(Unit & Medis, 2015)

Karakteristik sosial demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan masyarakat


berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan,
jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial .Faktor demografi
diantaranya adalah struktur umur, struktur perkawinan, umur kawin pertama, paritas, disrupsi
perkawinan, dan proporsi yang kawin. Sedangkan faktor non-demografi antara lain keadaan
ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status perempuan, urbanisasi dan
industrialisasi.(Unit & Medis, 2015)

2.15 Menyusun pelaporan Bulanan RMIK

Sumber data dan jenis pelaporan RL 1 Data Dasar Rumah Sakit yang dilaporkan setiap
waktu apabila terdapat perubahan data dasar rumah sakit sehingga data ini dapat dikatakan
data yang terbaru setiap saat (up to date). RL 2 Data Ketenagaan yang dilaporkan periodik se-
tiap tahun. RL 3 Data Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit yang dilaporkan periodik setiap
tahun. RL 4 Data Morbid- itas/ Mortalitas Pasien yang dilaporkan periodik setiap tahun. RL 5
Data Bulanan yang dilaporkan secara periodik setiap bulan, Berisikan Data Kunjungan Dan
Data 10 (Sepuluh) Besar Penyakit. Proses pengelolaan data rumah sakit (sistem informasi

25
rumah sakit) SIRS revisi VI dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual dan komputer-
isasi. Prosedur pengiriman pelaporan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) revisi VI Buka
web site htttp://buk. depkes.ig.id.Masukan password dan user, Pastikan modul SIRS online
telah aktif, Klik menu RL,Klik import pada halaman RL,Pastikan file yang akan dikirim
sesuai dengan menu RL, Klik import pada halaman import.(Revisi et al., n.d.2017)

1. Pengunjung Rumah sakit (RL5.1): Pada pengisian pengunjung rumah sakit, data terdir
i dari pengunjung baru dan pengunjung lama.Data merupakan jumlah pengunjung sela
ma satu bulan di rumah sakit pada tahun berjalan.Pengunjung baru adalah pengunjung
yag baru pertama kali dating di rumah sakit dan dapat melakukan beberapa kunjungan
di beberapa Poliklinik sebagai kunjungan baru
Pengunjung lama adalah pengunjung yang datang untuk kedua dan seterusnya, yang d
atang ke poliklinik yang sama atau berbeda sebagai kunjungan lama atau kunjungan b
aru.
2. Kunjungan rawat jalan (RL5.2)Kunjungan rawat jalan terdiri dari kunjungan lama dan
kunjungan baru, selama satu bulan pada tahun berjalan.Data dibedakan berdasarkan je
nis spesialisasi di rumah sakit dan jenis kasus.Apabila rumah sakit hanya memiliki sat
u Poliklinik maka data pasien diisi pada Unit Rawat Jalan Umum.Kunjungan baru ada
lah pasien yang pertama kali berkunjung ke suatu Klinik tertentu.Contoh pasien “X” a
dalah baru pertama kali berkunjung ke Klinik Mata, pasien tersebut pernah berobat ke
Klinik Penyakit Dalam.Maka kunjungannya ke Klinik Mata dihitung sebagai Kunjung
an Baru. Kunjungan lama adalah Kunjungan berikutnya dari seorang pasien yang data
ng ke Klinik. Contoh Pasien “X” di atas pada hari yang sama berkunjung juga ke Klin
ik Penyakit Dalam, maka kunjungan pasien tersebut ke Klinik Penyakit Dalam dihitun
g sebagai Kunjungan Lama.
3. Daftar 10 besar penyakit rawat jalan (RL5.3) Formulir ini untuk menyajikan data 1
0 besar penyakit rawat inap di rumah sakit selama satu bulan. Dalam menampilkan
data 10 besar penyakit perlu diperhatikan jenis-jenis dignosa yang masuk dalam 10
besar penyakit rawat inap. Contoh, diagnosa Febris, masuk menjadi 10 besar penya
kit, apakah data ini tepat? Karena pada pasien rawat inap Febris merupakan gejala
dari suatu penyakit, maka seyogyanya pasien saat pulang rawat diagnose sudah dite
gakkan, jadi walaupun ada ditemukan pasien pulang dengan diagnose febris mungk
in kasusnya sedikit.

26
4. Daftar 10 besar penyakit rawat inap (RL5.4) Formulir ini untuk menyajikan data 10
besar penyakit rawat jalan selama satu bulan pada tahun berjalan.Data merupakan j
umlah kasus baru pada unit rawat jalan di rumah sakit pada tahun berjalan (Revisi et
al., n.d.2017)

Contoh laporan Bulanan(RL5.1 Pengunjung Rumah Sakit) RMIK:

Contoh laporan bulanan (RL5.2 Kunjungan Rawat Jalan) RMIK

27
Contoh Laporan Bulanan (RL 5.3 Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Inap) RMIK

28
Contoh Laporan Bulanan (RL5.4 Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Jalan) RMIK

29
2.16 Menyusun Grafik Barber Jhonson
Pada tahun 1973, Barry Barber, M.A., PhD., Finst P., AFIMA dan David Johnson, M.
Sc berusaha merumuskan dan memadukan empat parameter untuk memantau dan menila
i tingkat efisiensi penggunaan TT untuk unit perawatan pasien.(Nisak, 2020)
Grafik BJ bisa dimanfaatkan untuk:
1. Menjadi pembanding tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur dari suatu unit pe
rawatan rawat inap dengan unit perawatan rawat inap lainnya dalam suatu rumah
sakit untuk periode tertentu.
2. Memantau perkembangan capaian target efisiensi dalam suatu periode tertentu.
3. Pemantauan dampak penerapan suatu kebijakan terhadap efisiensi penggunaan T
T.

30
4. Memastikan kebenaran laporan efisiensi penggunaan TT dengan melihat titik per
potongan keempat(Nisak, 2020)

Tingkat efisiensi pelayanan rawat inap tidak cukup hanya dengan data mentah atau
data dari Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) saja, melainkan harus diolah terlebih dahulu ke
dalam indikator-indikator rawat inap yaitu BOR, AvLOS, TOI dan BTO. BOR (Bed
Occupancy Ratio) yaitu presentase penggunaan tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu,
AvLOS (Average Length of Stay) yaitu rata-rata lama di rawat atau hari rawat seorang
pasien, BTO (Bed Turn Over) yaitu frekuensi penggunaan tempat tidur pada suatu periode,
dan TOI (Turn Over Interval) yaitu banyaknya hari dimana tempat tidur tidak terpakai oleh
pasien. Dari keempat indikator ini hasilnya akan disajikan dalam Trend dan Grafik Barber
Johnson. Trend merupakan suatu metode analisis statistik yang digunakan untuk
memprediksi naik atau turunnya data digambarkan secara garis lurus dalam satu periode.
Grafik Barber Johnson merupakan grafik yang dikenal sebagai alat untuk menggambarkan
tingkat efisiensi pada penggunaan tempat tidur(Sekar et al., 2021)

Grafik BJ memiliki format dasar sebagai berikut:

Terdapat judul yang secara jelas mencantumkan identitas RS dan/ atau bangsal yang dibuat
grafik · BJnya serta periode laporannya. Terdapat empat garis bantu yang dibentuk oleh
empat

parameter, yaitu

 TOI pada umumnya menjadi sumbu horisontal


 aLOS pada umumnya menjadi sumbu vertikal

31
 Garis bantu BOR merupakan garis yang ditarik dari pertemuan sum bu horison
tal dan vertikal, yaitu titik

BAB III

KASUS

Kasus Penilaian Kualitatif Rekam Medis:

Nama Kelengkapan dan Kekonsistensian Pencatatan Adanya Cara atau Hal-hal yang
Pasien Kekonsistensian Pencatatan Hal-hal yang Informed Praktek Berpotensi
Identitas Diagnosa dilakukan Consent Pencatatan Menyebabkan
saat Memeriksa Ganti Rugi
Perawatan
dan
Pengobatan
Irnawati Lengkap Ketidak Lengkap Ketidakleng Ketidakleng Sesuai dengan
Hutauruk lengkapan disesuaikan kapan ada kapan ada INA CBG’s.
tersebut dengan RM 18 pada RMI 2 pada RM 18
dikarenakan pada dan RMI 23
RMI 1, RMI 2,
RMI 3, dan RMI
23 tidak
Arjuli Lengkap Lengkapan Ketidaklengka Tidak Sesuai dengan
Gaurifa dikarenakan pada pan pada RM lengkapnya INA CBG’s.
RMI 1, RMI 2, 18 hasil hasil
RMI 3, dan RMI pemeriksaa
25 tidak n penunjang

Sautma Lengkap Sesuai dengan


Ronauli INA CBG’s.
Siagian

BAB IV

32
PEMBAHASAN KASUS

Dari kasus yang diperoleh berdasarkan tabel yang ada pada bab III ada beberapa poin
yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian Kualitatif Rekam Medis diantaranya:

1) Kelengkapan dan Kekonsistensian Diagnosa & Identitas :

Kekonsistensian identitas & Diagnosa memiliki arti penting karena dapat dijadikan
informasi tentangperjalanan penyakit pasien, poin- poin penting pada kekonsistensian
diagnosa ini meliputi diagnosa masuk, diagnosa tambahan, pre operative diagnosis, post
operative diagnosis, phatological diagnosis, clinical diagnosis, diagnosis utama, diagnosis
akhir, dan diagnosis kedua bila sewaktu waktu dibutuhkan.

Dari hasil pengamatan pada 10 sampel dokumen rekam medis rawat inap pasien rawat
inap di Rumah sakit Santa Elisabeth Medan menunjukkan 5 dokumen lengkap dan 5
dokumen tidak lengkap .Ketidaklengkapan tersebut dikarenakan pada RMI 1, RMI 2, RMI 3,
dan RMI 23 tidak dituliskan diagnosa oleh tenaga medis yang merawat pasien.

33
DAFTAR PUSTAKA

Asari, H., Ilmi, L. R., & Intan, N. (2020). Kelengkapan dan Keakuratan Pemberian Kode
Diagnosis Kasus Neoplasma. Prosiding: Seminar Rekam Medis Dan Informasi
Kesehatan “Inovasi Teknologi Informasi Untuk Mendukung Kerja PMIK Dalam
Rangka Kendali Biaya Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,” 80, 39–43.
https://publikasi.aptirmik.or.id/index.php/procinovasiTI/article/view/75

Christine, E. R., & Sugiyanto, Z. (2014). Analisa kuantitatif dan kualitatif ketidaklengkapan
dokumen rekam medis pada pasien typoid di rsud kota semarang periode triwulan I
tahun 2014. Universitas Diponegoro.

Ekawati, E. R., Husnul Y., S. N., & Herawati, D. (2018). Identifikasi Kuman Pada Pus Dari
Luka Infeksi Kulit. Jurnal SainHealth, 2(1), 31.
https://doi.org/10.51804/jsh.v2i1.174.31-35

Kesehatan, P. P. (n.d.). Akumulasi Alokasi Biaya.

Kholili, U. (2011). Pengenalan Ilmu Rekam Medis Pada Masyarakat Serta Kewajiban Tenaga
Kesehatan di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Komunitas, 1(2), 60–72.
https://doi.org/10.25311/keskom.vol1.iss2.12

Khotimah, S., & Nuraini, N. (2020). Pengaruh Kelengkapan Resume Medis Rawat Inap
Terhadap Ketepatan Waktu Klaim Bpjs Di Rsud Sumberrejo. Jurnal Hospital Science,
4(1), 105–109.

34
Kresnowati, L., Susanto, E., & Nurfalah, T. I. (2019). Kesehatan dan Keselamatan Kerja
( K3 ) di Bagian filing. 7(1), 34–38.

Lulumanin, S., Widyaningrum, L., Nugraheni, S. W., & Korespondensi, P. (2018). STUDI
LITERATUR KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS. 270–278.

Morphology, T. C. (n.d.). No PELAYANAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL


(BPJS) KESEHATAN DI JAWA BARAT 91–101.

Pelzer, K., Stebbins, J. F., Prinz, F. B., Borisov, A. S., Hazendonk, P., Hayes, P. G., Abele,
M., Nmr, S., York, N., Santibáñez-Mendieta, A. B., Didier, C., Inglis, K. K., Corkett, A.
J., Pitcher, M. J., Zanella, M., Shin, J. F., Daniels, L. M., Rakhmatullin, A., Li, M. M.,
… Society, C. (2017). PENILAIAN KUALITAS INFORMASI DOKUMEN REKAM
MEDIS RAWAT JALAN

Rahman, A. (2018). Keakuratan Kode Diagnosis Utama Neoplasma Yang Sesuai Dengan
Kaidah Icd 10 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram. Quality Assurance and
Health Information Management, 2(1), 25–34.

Rustandi, R. (2021). Analisis Implementasi Kebijakan Kesehatan Terhadap Efektivitas


Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Dalam Meningkatkan Pelayanan Pasien Rawat
Jalan Dan Inap ( Studi Pada Rumah Sakit Umum Daerah ). Kebijakan: Jurnal Ilmu
Administrasi, 12(1), 72–82. https://doi.org/10.23969/kebijakan.v12i1.3483

Sari, K. (2016). Perkembangan Asuransi Kesehatan Swasta di Indonesia Tahun 2012- 2016.
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 2(2), 48–58.

Setyawan, F., & Indonesia, J. I. (2020). E-Journal Sistem Pembiayaan Kesehatan. Sistem
Pembiayaan Kesehatan, 274–282.

Suranto, B., Hanum, F. F., & Haryono, K. (2014). Audit Sistem Informasi RSUD Sleman
Untuk Monitoring dan Evaluasi Kinerja Sistem. Seminar Nasional Informatika Medis V,
48–57.

Triastuti, D. A. (2019). Pengaruh Lingkungan Kerja, Kompetensi Dan Iklim Organisasi


Terhadap Kinerja Pegawai. Journal of Management Review, 2(2), 203.
https://doi.org/10.25157/jmr.v2i2.1796

Wulan, S., Herman, A., Direja, S., & Reflisiani, D. (2007). Penghitungan Biaya Satuan pada
Instalasi Rawat Jalan di Rumah Sakit X Jambi menggunakan Metode Step Down.

Yunita Wulan Dewi, N. K., & Sri Darma, G. (2019). Strategi Investasi & Manajemen Resiko
Rumah Sakit Swasta di Bali. Jurnal Manajemen Bisnis, 16(2), 110.
https://doi.org/10.38043/jmb.v16i2.2044

Crystal, I. De, Ardianto, E. T., & Farlinda, S. (2020). Analisis Risiko Kerja Petugas Filling
Rawat Inap Dengan Menggunakan Severity Assessment di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung. J-REMI : Jurnal Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan, 1(3), 113–119.

35
Susanto, E., P, R. S. E., & Agung, J. T. (2019). Occupational Safety and Health on Medical
Records Storage in Medical Record Installation Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pada Penyimpanan Rekam Medis di Instalasi Rekam Medis Pendahuluan Rumah sakit
menurut Undang- undang No . kesehatan perorangan secara . 2(Maret), 34–38.

Rangkuti, N. A. (2017). Hazard dan Resiko dalam Penerapan dan Pemberian suhan
Keperawatan (Issue Keselamatan kerja, pp. 1–18).

Rangkuti, N. A. (2017). Hazard dan Resiko dalam Penerapan dan Pemberian suhan
Keperawatan (Issue Keselamatan kerja, pp. 1–18).

Hotmaita Habeahan - KONSEP ERGONOMIK K3. (n.d.).

Windari, A., Susanto, E., Garmelia, E., & Maula, H. (2018). Tinjauan Aspek Ergonomi
Berdasarkan Antropometri Petugas Filing Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
(K3) Petugas. Jurnal Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan, 1(2), 81.
https://doi.org/10.31983/jrmik.v1i2.3845

Sekar, R., Defiyanti, P., Setiatin, S., & Susanto, A. (2021). Analisis Trend Dan Grafik Barber
Johnson Pada Efisiensi Tempat Tidur Di Rumah Sakit X Kota Bandung. 6(2), 119–130.

Nisak, U. K. (2020). Buku Ajar Statistik Di Fasilitas Pelayanan.

Wardani, R. S. (n.d.). BASIS DATA SISTEM INFORMASI SURVEILANS TUBERKULOSIS


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang Email :
ratihsw@gmail.com

Rinjani, V., & Triyanti, E. (2016). Analisis Efisiensi Penggunaan Tempat Tidur Per Ruangan
Berdasarkan Indikator Depkes Dan Barber Johnson. Jurnal Manajemen Informasi
Kesehatan Indonesia, 4(2), 38–45.
http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/130/94

36

Anda mungkin juga menyukai