Abstrak: Perencanaan konstruksi suatu gedung khususnya gedung yang memiliki tingkatan lantai
lebih dari dua lantai, perlu dilakukan perencanaan yang matang dimulai dari perencanaan
elektrikal hingga perencanaan mekanikal gedung itu sendiri yang meliputi sistem proteksi, sistem
plambing, dan ventilasi mekanis yang berfungsi dalam meningkatkan dan menjamin kenyamanan
penghuni dalam beraktivitas dalam gedung bertingkat tersebut. Sistem plambing air baku (air
bersih) berperan penting dalam suatu konstruksi karena berfungsi fundamental dalam
mendistribusikan air ke seluruh lokasi yang membutuhkan air bersih pada gedung dengan jumlah
yang memehuni kebutuhan. Sistem plambing air limbah terdiri dari air bekas (grey water) dan air
kotor (black water) yang berasal dari pemakaian air bersih, faktor timbulan air buangan sekitar
80% dari pemakaian air bersih. Perencanaan dan perancangan sistem plambing harus dilakukan
bersamaan dengan tahapan perencanaan dan perancangan gedung itu, dengan memperhatikan
secara seksama hubungannya dengan bagian-bagian konstruksi gedung serta dengan peralatan
lainnya yang ada dalam gedung tersebut seperti pendingin udara, listrik, dan lain-lain. Oleh
karena itu, praktikum bertujuan untuk merencanakan dan melakukan perhitungan dalam sistem
plambing untuk jaringan air bersih dan air buangan (limbah) pada gedung bertingkat 6 lantai.
Laporan besar Praktikum Teknik Lingkungan Terpadu III kelompok 3 yang dilakukan membahas
tentang perencanaan sistem plambing pada gedung bertingkat 6 lantai. Perencanaan sistem
plambing bertujuan agar ketersediaan air bersih pada suatu gedung bertingkat dapat terpenuhi,
serta pembuangan limbah cair dapat dialirkan dengan baik melalui sistem plambing.
Kata Kunci: Air bersih, air limbah, pipa ven, sistem plambing
Abstract: Planning the construction of a building, especially a building that has a floor level of
more than two floors, it is necessary to do careful planning starting from the electrical planning to
the mechanical planning of the building itself which includes the protection system, plumbing
system, and mechanical ventilation which functions to improve and ensure the comfort of the
occupants in the building. work in the high-rise building. The raw water plumbing system (clean
water) plays an important role in a construction because it has a fundamental function in
distributing water to all locations that need clean water in buildings in an amount that meets the
needs. The wastewater plumbing system consists of used water (grey water) and dirty water (black
water) that comes from the use of clean water, the waste water generation factor is about 80% of
clean water use. The planning and design of the plumbing system must be carried out
simultaneously with the planning and design stages of the building, with careful attention to its
relationship with the parts of the building construction as well as with other equipment in the
building such as air conditioning, electricity, and others. Therefore, the practicum aims to plan
and perform calculations in the plumbing system for clean water and waste water networks in a 6-
story building. The major report of the III group 3 Integrated Environmental Engineering
Practicum discusses the planning of the plumbing system in a 6-story building. The planning of the
plumbing system aims to ensure that the availability of clean water in a multi-storey building can
be fulfilled, and the disposal of liquid waste can be properly channeled through the plumbing
system.
Keywords: Clean water, plumbing system, vent pipe, wastewater
PENDAHULUAN
Perencanaan konstruksi suatu gedung khususnya gedung yang memiliki
tingkatan lantai lebih dari dua lantai, perlu dilakukan perencanaan yang matang
dimulai dari perencanaan elektrikal hingga perencanaan mekanikal gedung itu
sendiri yang meliputi sistem proteksi, sistem plambing, dan ventilasi mekanis
yang berfungsi dalam meningkatkan dan menjamin kenyamanan penghuni dalam
beraktivitas dalam gedung bertingkat tersebut (Suhardiyanto 2016). Sitem
plambing berfungsi untuk menyediakan air bersih ke tempat-tempat yang
membutuhkan dengan jumlah aliran serta tekanan yang sesuai, serta membuang
air kotoran dari tempat-tempat tertentu dan tetap menjaga kebersihan tempat-
tempat yang dilaluinya (Noerbambang dan Morimura 2005).
Sistem plambing air baku (air bersih) berperan penting dalam suatu konstruksi
karena berfungsi fundamental dalam mendistribusikan air ke seluruh lokasi yang
membutuhkan air bersih pada gedung dengan jumlah yang memehuni kebutuhan.
Selain volume jumlah air bersih yang dialirkan harus sesuai, tekanan dalam pipa
juga perlu diperhatikan karena bisa saja tidak sesuai akibat kehilangan energi.
Kehilangan energi tekanan pada pipa dapat dibedakan menjadi kehilangan tenaga
primer dan kehilangan tenaga sekunder. Kehilangan tenaga primer disebabkan
oleh gesekan di sepanjang pipa, sedangkan kehilangan tenaga sekunder
disebabkan oleh perubahan dimensi pipa pada diameter, adanya belokan,
sambungan maupun katup (Sudiyono dan Kurnoawan 2014). Pada pipa-pipa yang
panjang, kehilangan sekunder sering diabaikan tanpa kesalahan yang berarti,
tetapi dapat menjadi cukup penting pada pipa-pipa yang pendek. Kehilangan
sekunder pada umumnya akan lebih besar bila aliran mengalami perlambatan
daripada jika terjadi peningkatan kecepatan akibat adanya pusaran arus yang
ditimbulkan oleh pemisahan aliran dari bidang batas pipa. Pada instalasi plambing
sering ditemukan tekanan air yang kurang sehingga debit pengaliran air bersih
mengalir dengan debit yang kecil, terutama pada lantai teratas dikarenakan
tekanan air bersih yang digunakan dibawah tekanan minimal prasyarat.
Sistem plambing air limbah terdiri dari air bekas (grey water) dan air kotor
(black water) yang berasal dari pemakaian air bersih, faktor timbulan air buangan
sekitar 80% dari pemakaian air bersih. Sistem plambing yang terdiri dari air bersih
dan air limbah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
pembangunan gedung. Perencanaan dan perancangan sistem plambing harus
dilakukan bersamaan dengan tahapan perencanaan dan perancangan gedung itu,
dengan memperhatikan secara seksama hubungannya dengan bagian-bagian
konstruksi gedung serta dengan peralatan lainnya yang ada dalam gedung tersebut
seperti pendingin udara, listrik, dan lain-lain. Oleh karena itu, praktikum bertujuan
untuk merencanakan dan melakukan perhitungan dalam sistem plambing untuk
jaringan air bersih dan air buangan (limbah) pada gedung bertingkat 6 lantai.
METODOLOGI
Laporan besar Praktikum Teknik Lingkungan Terpadu III kelompok 3 yang
dilakukan selama Minggu 8 hingga 14 membahas tentang perencanaan sistem
plambing pada gedung bertingkat 6 lantai. Perencanaan sistem plambing bertujuan
agar ketersediaan air bersih pada suatu gedung bertingkat dapat terpenuhi, serta
pembuangan limbah cair dapat dialirkan dengan baik melalui sistem plambing.
Bahan yang digunakan dalam perhitungan adalah data sekunder yang diperoleh
selama praktikum serta alat yang digunakan dalam proses perencanaan sistem
plambing antara lain laptop, software Microsoft Excel dan software AutoCAD.
Adapun persamaan-persamaan yang digunakan dalam perencanaan sistem
plambing gedung bertingkat sebagai berikut.
𝐴 = × 𝜋 × 𝐷2 …………….……………………………………………………………..(2)
1
4
𝑄 = 𝑣 × 𝐴………………………………………………………………………..(3)
𝐻𝑓 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∑ 𝐻𝑓 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 + 𝐻𝑓 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 + ℎ𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑝𝑙𝑎𝑚𝑏𝑖𝑛𝑔 ..................................................... (4)
𝐻𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 = ℎ𝑔𝑒𝑑𝑢𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎𝑠 + ℎ𝑚𝑒𝑛𝑎𝑟𝑎 𝑟𝑜𝑜𝑓 𝑡𝑎𝑛𝑘................................ (5)
𝑄ℎ
Qm-mazx = C2 × 60 ………….…………………………………………………..(6)
4×𝑄
𝐷 =√ …………………………………………………………………….….(7)
𝜋×𝑉
𝑉𝑐𝑒𝑘 = 𝑄………………………………………………………………………….(8)
𝐴
ϒ X Q X H ..........................................................................................................
Whp = (14)
75
Whp............................................................................................................................
Bhp = (15)
ɳ
Keterangan:
Hf : Kehilangan tekanan (m)
Q : Debit aliran (L/detik)
Qd : Kebutuhan total air perhari
D : Diameter pipa (cm)
L : Panjang pipa (m)
A : Luas pipa (m2)
c : Koefizien Hazen Williams (c = 100 untuk pipa baja karbon)
v : Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
H f sisa tekan : Head static standar untuk water kloset
h alat plambing : Tinggi water kloset.
Qm-max : Kebutuhan air maksimum
(m3/menit)C2 : Koefisien jam puncak
Qh : Kebutuhan tiap jam (m3/jam)
Whp : Water Horse Power
ϒ : Berat jenis zat cair (kg/m3)
ɳ : Efisiensi pompa (90%)
Secara sederhana perencanaan sistem plambing gedung bertingkat dibagi
menjadi perencanaan dimensi pipa air buangan, pipa ven, dan penentuan kapasitas
reservoir dan rooftank yang tahap-tahapnya disajikan dalam Gambar 1-3 berikut.
Mulai
Selesai
Gambar 1 Diagram alir proses penentuan dimensi pipa ven
Mulai
Selesai
Mulai
Selesai
Gambar 3 Diagram alir proses penentuan dimensi pipa ven
Metode luas lantai dapat digunakan apabila jumlah penghuni belum atau
tidak diketahui. Luas lantai yang digunakan merupakan luas lantai efektif yakni
antara 55% dan 80% dari luas total (Suhardiyanto 2016). Hal ini karena tidak
seluruh luas lantai digunakan dalam kegiatan penghuni gedung. Gedung kantor
memiliki total 5 lantai dengan luas total 9600 m 2 dengan luas efektif sebesar 65%
yakni 6240 m2. Kepadatan gedung adalah 7 orang/m2. Pemakaian air rata-rata tiap
orang adalah 100 L/orang/hari. Dengan demikian dapat dihitung besar pemakaian
air penghuni dengan persamaan berikut:
Jumlah penghuni = kepadatan x luas lantai efektif
= 7 x 6240 = 891,42 orang
Qap = jumlah penghuni x kebutuhan air
= (891 orang x 100 L)
= 89143 L/hari
Selanjutnya perlu dilakukan penambahan sebesar 20% dari total kebutuhan
air bersih yang digunakan, untuk kebutuhan tanaman, pancuran air, dan
sebagainya. Maka dapat diketahui kebutuhan air total per hari sebagai berikut:
Qd = Qap + (20% x Qap)
= 89143 L/hari + (20% x 89143)
= 107 m3/hari
Pada gedung perkantoran memiliki jam operasi selama 8 jam per harinya,
maka kebutuhan air tiap jam, serta pemakaian air pada jam puncak dan kebutuhan
air pada menit puncak dibitung sebagai berikut:
𝑄𝑑
Qh =
𝑡
107 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖
=
8 𝑗𝑎𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
= 13 m3/jam
Kebutuhan air pada jam puncak
Qh-max = C1 x Qh
= 1,8 x 13 m3/jam
= 26 m3/jam
Kebutuhan air pada menit puncak
𝑄ℎ
Qh-max = C2 x ( )
60
13
= 3,5 x ( )
60
= 0,8 m3/menit
Jadi pemakaian air rata-rata per hari pada jangka waktu 8 jam adalah
sebanyak 13 m3/jam, kebutuhan air pada jam puncak sebanyak 26 m 3/jam, dan
kebutuhan air pada menit puncak sebesar 0,8 m3/menit atau sebesar 800 L/menit.
Tabel 2 Komponen air dalam gedung
No. Komponen Nilai Satuan
Jumlah penghuni gedung 891,4 orang
Jumlah penghuni gedung tiap lantai 148,6 orang
Pemakaian air untuk gedung perkantoran 100,0 L/orang/hari
Pemakaian air rata-rata (Qap) 89142,9 L/hari
89,1 m3/hari
Penambahan kebutuhan lain (pancuran, penyiraman tanaman,
dll) 20,0 %
Kebutuhan total per hari (Qd) 107,0 m3/hari
Jangka waktu pemakaian air (T) 8,0 jam/hari
Kebutuhan air rata-rata tiap jam (Qh) 13,4 m3/jam
Koefisien jam puncak (C1) 1,8
Koefisien menit puncak (C2) 3,5
Kebutuhan air pada jam puncak (Qh-max) 24,1 m3/jam
Kebutuhan air pada menit puncak (Qm-max) 0,8 m3/menit
Metode Jenis dan Jumlah Alat Plambing
Jumlah serta letak ruang saniter ditentukan dan dibedakan dengan Tipe X dan
Tipe Y sesuai dengan kesamaan isi alat plambingnya atau peruntukannya yang
dapat dilihat pada gambar denah yang disajikan pada Lampiran 1.
Saniter tipe x
Tabel 4 Data saniter tipe x
Debit
Total Total Faktor Debit
Alat Kebutuh Pengguna per
Pri Wanit 1 kebutuh pemak final air
plambi an air 1x an per jam
a a gedun an air aian per jam
ng pakai (L) jam (jam) (L/ja
g (L) (%) (L/jam)
m)
(4) x
(2) x (3)
(1) (2) (3) (5) (5) = (7) (6) x (7)
= (4)
(6)
WC 3 3 36 15 540 7 3780 18,00 680,40
LV 3 3 36 10 360 12 4320 18,00 777,60
UR 4 0 24 5 120 12 1440 23,00 331,20
FC 3 3 36 25 900 7 6300 18,00 1134,00
Total 2923,20
Saniter tipe Y1
Tabel 5 Data saniter tipe y1
Debit
Total Total Faktor Debit
Alat Kebutuh Pengguna per
Pri Wani 1 kebutuh pemak final air
plambi an air 1x an per jam
a ta gedun an air aian per jam
ng pakai (L) jam (jam) (L/ja
g (L) (%) (L/jam)
m)
(4) x
(2) x (3)
(1) (2) (3) (5) (5) = (7) (6) x (7)
= (4)
(6)
Total 5638,56
Saniter tipe Y2
Tabel 6 Data saniter tipe y2
Debit
Total Kebutuh Total Faktor Debit
Alat Pengguna per
Pri Wani 1 an air 1x kebutuh pemak final air
plambi an per jam
a ta gedun pakai an air aian per jam
ng jam (jam) (L/ja
g (L) (L) (%) (L/jam)
m)
(4) x
(2) x (3)
(1) (2) (3) (5) (5) = (7) (6) x (7)
= (4)
(6)
WC 2 3 30 15 450 7 3150 41,00 1291,50
LV 3 3 36 10 360 12 4320 37,27 1609,92
UR 4 0 24 5 120 12 1440 40,60 584,64
FC 2 3 30 25 750 7 5250 41,00 2152,50
Total 5638,56
Tabel 7 Kebutuhan air menit puncak
No. Komponen Nilai Satuan
Kebutuhan debit air dari penggunaan alat-alat plumbing
1 (Qh) 13167,84 L/jam
13,168 m3/jam
2 Jangka waktu pemakaian air (T) 8 jam/hari
3 Pemakaian air seluruh gedung per hari (Qd) 105,34272 m3/hari
4 Koefisien jam puncak (C1) 1,8
5 Koefisien menit puncak (C2) 3,5
6 Kebutuhan air pada jam puncak (Qh-max) 23,702 m3/jam
7 Kebutuhan air pada menit puncak (Qm-max) 0,768 m3/menit
Kebutuhan debit air dari penggunan alat plumbing adalah penjumlahan dari
total debit final air perjam saniter X dan saniter Y, sehingga didapat angka
13167,84 L/jam.
Pemakaian air seluruh gedung per hari (Qd) = Kebutuhan debit air dari
penggunaan alat-alat plumbing (Qh) / Jangka waktu pemakaian air (T)
= 13,168 m3/jam / 8 jam/hari = 105,34272 m3/hari
Kebutuhan air pada jam puncak
Qh-max = C1 x Qh
= 1,8 x 13,168 m3/jam
= 23,702 m3/jam
Kebutuhan air pada menit puncak
𝑄ℎ
Qh-max = C2 x (
60
)
13,168
= 3,5 x ( )
60
= 0,768 m3/menit
Metode Unit Beban Alat Plambing
Metode unit beban alat plambing ini, setiap alat plambing ditetapkan
dengan suatu unit beban (fisture unit). Pada setiap bagian pipa dijumlahkan unit
beban dari semua alat plambing yang dilayaninya, selanjutnya dicari besarnya laju
aliran air dengan kurva. Berikut disajikan hasil perhitungan kebutuhan air
menggunakan metode unit beban alat plambing.
Gambar 4 Kurva aliran serentak berdasarkan unit alat plambing
Berdasarkan data desain jumlah alat plambing yang ada pada setiap lantai,
didapat total UAP pada plambing sebesar 1248. Kurva memberikan hubungan
antara jumlah unit beban alat plambing dengan laju aliran air, dengan
memasukkan faktor kemungkinan pengguna dari alat-alat plambing yang
digunakan. Maka total UAP diplotkan pada kurva pada Gambar 3, sehingga
didapat besar aliran serentak sebesar 875 L/menit atau sebesar 0,875 m 3/menit.
Dengan demikian dapat dihitung pemakaian air per jam menggunakan persamaan
berikut.
𝐴𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑘 𝑥 60
Qm-max = 1000
875 𝑥 60
=
1000
= 52,5 m3/jam
Tabel 8 Perhitungan UAP Saniter X
Alat Unit alat
UAP Total UAP
plambing plumbing
b. Saniter Y1
Pada saniter tipe Y1 dengan sistem 1 kerugian gesek yang dihitung harus
kurang dari 21,0084 mm/m dan pada sistem 2 kurang daripada 21,61383 mm/m.
Pada sistem 1 laju aliran tertinggi berada pada daerah A-PI dengan nilai 460
l/menit dengan nilai terendah 60 l/menit pada daerah t-L4 dan k-L5. Berdasarkan
gambar 6, ukuran pipa yang digunakan untuk sistem 1 adalah antara 50 dan 100
mm seperti terlihat pada lampiran xx mengenai dimensi pipa. Nilai R(l+l’)
terendah berada pada lokasi yang jauh daripada rooftank yakni daerah o-n dengan
nilai 13,2 mm air, dengan daerah tertinggi yakni daerah A-PI dengan nilai 601,65
mm air. Pada sistem 2 laju aliran tertinggi berada pada daerah g-f dengan nilai
135 l/menit dengan nilai terendah 60 l/menit pada daerah r-L1 dan b-F1. Ukuran
pipa yang digunakan untuk sistem 2 adalah 40, 50, dan 65 mm seperti terlihat
pada lampiran xx mengenai dimensi pipa. Nilai R(l+l’) terendah berada pada
lokasi yang jauh daripada rooftank yakni daerah e-d dengan nilai 14,3 mm air,
dengan daerah tertinggi yakni daerah b-F1 dengan nilai 127 mm air. Hal ini
menunjukan semakin dekat alat plumbing dengan rooftank maka nilai R(l+l’)
akan semakin tinggi.
(a) (b)
Gambar 7 Grafik kerugian gesek dengan laju aliran saniter X (a) sistem 1; (b) sistem 2
c. Saniter Y2
Pada saniter tipe Y2 dengan sistem 1 kerugian gesek yang dihitung harus
kurang dari 11,9426 mm/m dan pada sistem 2 kurang daripada 12,155 mm/m.
Pada sistem 1 laju aliran tertinggi berada pada daerah A-PI dengan nilai 460
l/menit dengan nilai terendah 60 l/menit pada daerah s-L5. Berdasarkan gambar 7,
ukuran pipa yang digunakan untuk sistem 1 adalah antara 50 dan 100 mm seperti
terlihat pada lampiran xx mengenai dimensi pipa. Nilai R(l+l’) terendah berada
pada lokasi yang jauh daripada rooftank yakni daerah r-s dengan nilai 7,25 mm
air, dengan daerah tertinggi yakni daerah A-PI dengan nilai 733,33 mm air. Pada
sistem 2 laju aliran tertinggi berada pada daerah i-h dengan nilai 150 l/menit
dengan nilai terendah 60 l/menit pada daerah a-L7. Ukuran pipa yang digunakan
untuk sistem 2 adalah 50 dan 65 mm seperti terlihat pada lampiran xx mengenai
dimensi pipa. Nilai R(l+l’) terendah berada pada lokasi yang jauh daripada
rooftank yakni daerah e-d dengan nilai 10,15 mm air, dengan daerah tertinggi
yakni daerah a-L7 dengan nilai 112 mm air. Hal ini menunjukan semakin dekat
alat plumbing dengan rooftank maka nilai R(l+l’) akan semakin tinggi.
Kehilangan Tekanan
Analisis kehilangan tekanan dilakukan untuk head seluruh tipe saniter
(Headloss total) terhadap head bangunan rooftank yang berada di atas lantai
tertinggi (Headloss statis). Kehilangan tekan dalam satu tipe saniter dipilih
menurut sistemnya antara sistem 1 atau sistem 2 yang memiliki kehilangan tekan
terbesar. Hasil analisa terhadap kehilangan tekanan untuk seluruh sistem dan
saniter dijelaskan pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14 Kehilangan tekan untuk sistem tiap saniter
Tipe Saniter Sistem Headloss (m)
1 0.689
Y2
2 0.094
1 0.675
Y1
2 0.137
1 0.673
X
2 0.132
Analisis terhadap Tabel 14 menunjukkan kehilangan tekan terbesar terjadi
pada sistem 1 untuk saniter tipe Y2 sebesar 0.689 m. Kehilangan tekan pada
sistem tersebut dijadikan bahan dalam perhitungan analisa kehilangan tekan yang
terjadi terhadap kehilangan tekan statis. Besar kehilangan tekan sisa yang terjadi
sebsar 7 m dan tinggi alat plambing pertama di lantai teratas sebesar 1.5 m
sehingga diakumulasikan dnegan kehilangan tekan sistem didapat total kehilangan
tekan yang terjadi sebesar 9.19 m. Analisa terhadap kehilangan tekan statis
dilakukan dengan mengakumulasikan tinggi lantai teratas gedung dan tinggi
menara rooftank di dek lantai teratas. Tinggi lantai teratas gedung sebesar 3.5 m
dan tinggi menara rooftank sebesar 6.5 m sehingga didapat kehilangan tekan statis
yang tersedia sebesar 10 m.
Agar sistem dapat berjalan dengan baik, besar nilai kehilangan tekan yang
terjadi haruslah lebih kecil dibandingkan dengan kehilangan tekan statis yang
tersedia. Analisa terhadap kedua kehilangan tekan tersebut menyimpulkan bahwa
total kehilangan tekan eksisting (Hf total) sebesar 9.19 m lebih kecil dibandingkan
total kehilangan tekan statis yang tersedia (H statis) sebesar 10 m sehingga
seluruh tipe saniter di dalam gedung dapat tetap beroperasi dengan menggunakan
diameter pipa dan kecepatan aliranyang dipilih.
Dimensi dan Head Pompa
Pada perhitungan dimensi pipa digunakan parameter berupa persentase suplai
air bersih per jam adalah 4,167% dengan pemompaan setiap jam dalam 8 jam
kerja (12,5%). Nilai Qd yang didapatkan dengan menggunakan metode unit beban
plambing adalah 120 m3/hari. Karena pada perencanaan gedung memiliki total 7
lantai, maka diperlukan rooftank sebagai tempat menyimpan dan suplai air bersih.
Air akan dialirkan dari reservoir di bawah menuju rooftank di lantai tertinggi.
Maka dari itu diperlukan perhitungan dimensi pipa dari reservoir menuju rooftank
agar air yang dialirkan sesuai dengan debit perencanaan. Tabel 15 di bawah
menunjukkan penentuan dimensi pipa. Berdasarkan perhitungan pada tabel,
didapatkan nilai diameter 0,11 m, diameter tersebut di koreksi berdasarkan
diameter pipa yang terdapat di pasaran menjadi 0,13 m atau 125 mm. Setelah nilai
diameter didapatkan, dilakukan pengecekan debit pada pipa agar sesuai dengan
perencanaan, didapatkan nilai Qcheck sejumlah 0,015 m3/detik yang mana sesuai
dengan Qm-m.
Tabel 15 perhitungan dimensi pipa dan debit
PENENTUAN DIMENSI PIPA DARI RESERVOIR
KE ROOFTANK
Qm-max (m3/menit) 0,875
Qm-m (m3/det) 0,015
V asumsi (m/det) 1,5
A asumsi (m2) 0,01
Diameter (m) 0,111
Diameter pasaran (mm) 125
Diameter pasaran (m) 0,125
A(m2) 0,012
V check (m/det) 1,189
Q check (m3/det) 0,015
14,58 l/det
Head sistem merupakan penjumlahan dari total head mayor dengan head minor
serta head kecepatan dari reservoir ke rooftank. Head pompa yang didapatkan
adalah 39,301 meter yang merupakan penjumlahan dari head sistem dengan head
statis. Setalah mendapatkan nilai pipa air bersih maka, dapat dilanjutkan dengan
pemilhan pompa dengan berpatokan pada nilai debit (Q) dan total head (H) yang
telah didapatkan. Kinerja pompa ditentukan oleh head, kapasitas dan efisiensi.
Head adalah kemampuan dari pompa untuk mengangkut fluida, kapasitas adalah
jumlah volume fluida yang berpindah atau dialirkan dalam satuan waktu, efisiensi
adalah perbandingan daya pompa dibandingkan dengan energy yang dibutuhkan
oleh motor penggerak untuk menjalankan pompa.Pemilihan jenis pompa pada
bangunan yang akan membawa air dari ground reservoir menuju ke rooftank
didasarkan pada grafik yang dapat dilihat pada gambar 8 dibawah ini.
Gambar 8 Grafik pemilihan jenis pompa
Setelah mendapatkan jenis pompa yang akan digunakan untuk mengalirkan air
bersih dari ground reservoir ke rooftank perhitungan dilanjutkan dengan
menghitungan daya dan efisiensi pompa. Nilai Water House Power (BHP) dan
Broke House Power (BHP) dimaksudkan untuk mengetahui daya pompa sehingga
dapat dipergunakan sesuai dengan efisiensi yang diinginkan yakni 90%.
Tabel 21 Nilai WHP dan BHP pompa
Perhitungan Water House Power
Berat Jenis Zat Cair
(Kg/M3) 1000
Total Head Pompa (M) 39,301
Debit Air (M3/Det) 0,014583333
Whp 7,641939566
Efisiensi Pompa 90%
Bhp 8,491043962
Berdasarkan tabel 21 di atas diketahui nilai untuk WHP adalah 7,6419 daya air
dan BHP adalah 8,49104 daya poros. Water horse power merupakan daya yang
dihasilkan oleh air akibat ketinggian dan kapasitas air. Brake Horse Power adalah
daya dari kincir yang diukur setelah mengalami pembebanan.
Perencanaan Pipa Buangan
Perhitungan dimensi pipa air buangan pada suatu bangunan mengacu pada
denah sistem penyaluran air buangan dan gambar pipa isometrik dalam satu
gedung. Dengan adanya denah dan gambar tersebut, sistem perpipaan dibagi
menjadi 2 sistem yaitu sistem I dan sistem II dengan tiga tipe saniter, yakni saniter
X, Y1, dan Y2.
Saniter X terdiri dari satu sistem saja, yakni sistem I. Sistem ini memiliki alat
plambing antara lain lavatory, floor drain, water closet, dan urinoir. Sistem I pada
saniter x mencakup 23 daerah mulai dari L1-a hingga t-P1. Nilai UAP (Unit Alat
Plambing) pada masing-masing unit plambing adalah 1 untuk lavatory, 0,5 untuk
floor drain, dan 4 untuk water closet serta urinoir. Nilai slope pada sistem ini
adalah ¼ dan 1/8 dengan masing-masing daerah. Diameter pipa terpakai minum
adalah pada daerah L1-a dengan diameter 32 mm. Sedangkan diameter terpakai
paling besar adalah 100 mm mulai dari daerah l-m hingga t-P1. Pada sistem ini
terdapat segmen pipa yang tidak mendapatkan cabang UAP. Segmen pipa tersebut
adalah c-e dan segmen j-l. Perhitungan lengkap serta nilai diameter pipa terpakai
tercantum pada Tabel 22 di bawah ini.
Tabel 22 Hasil perhitungan diameter pipa terpakai saniter X sistem I
Diamet Diamet
Diameter Diamet
er pipa er pipa
Siste Daer Alat UA Akumul pipa er pipa Slop
minimu terpaka
m ah Plambing P asi UAP terpasang(m terpaka e
m i
m) i (mm)
(mm) (inchi)
1 L1-a Lavatory 1 1 32 32 32 1,3 1/4
a-b Lavatory 1 2 32 40 40 1,6 1/4
b-c Lavatory 1 3 32 40 40 1,6 1/4
floor
F1-d drain 0,5 0,5 40 32 40 1,6 1/8
water
d-c closet 4 4,5 75 50 75 3,0 1/8
c-e 7,5 65 65
floor
e-f drain 0,5 8 40 65 65 2,6 1/8
water
f-g closet 4 12 75 65 75 3,0 1/8
floor
g-h drain 0,5 12,5 40 75 75 3,0 1/8
water
h-i closet 4 16,5 75 75 75 3,0
floordari
i-j n 0,5 17 40 75 75 3,0 1/4
L5-k Lavatory 1 1 32 65 65 2,6 1/8
k-j Lavatory 1 2 32 65 65 2,6 1/4
j-l 19 75 75
water
l-m closet 4 23 75 100 100 3,9 1/8
floordrai
m-n n 0,5 23,5 40 100 100 3,9 1/8
water
n-o closet 4 27,5 75 100 100 3,9 1/8
floordrai
o-p n 0,5 28 40 100 100 3,9 1/8
water
p-q closet 4 32 75 100 100 3,9 1/4
q-r urinoir 4 36 40 100 100 3,9 1/4
r-s urinoir 4 40 40 100 100 3,9 1/4
s-t urinoir 4 44 40 100 100 3,9 1/4
t-P1 urinoir 4 48 40 100 100 3,9 1/4
Pipa tegak pada saniter X sistem I ini menyeluruh ke seluruh lantai gedung,
mulai dari lantai dasar hingga lantai tertingi, lantai 6. Mekanisme pengaliran pada
pipa tegak ini adalah air limbah/buangan mengalir melalui lantai tertinggi hingga
lantai dasar. Nilai UAP pada setiap lantai adalah 48 dengan diameter pipa yang
terpasang sesuai dengan hasil akumulasi UAP masing-masing. Nilai-nilai tersebut
dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini.
Tabel 23 Perhitungan pipa tegak pada saniter X
Diameter
Akumulasi Diameter pipa pipa
Sistem Daerah UAP Slope
UAP terpasang(mm) terpakai
(inchi)
Pipa
tegak lt. 6-5 48 48 100 3,9 1/8
lt. 5-4 48 96 125 4,9 1/16
lt. 4-3 48 144 125 4,9 1/16
lt. 3-2 48 192 125 4,9 1/16
lt. 2-1 48 240 150 5,9 1/16
lt.1-
ground 48 288 150 5,9 1/16
Pada saniter tipa Y1, dua sistem berjalan secara beriringan. Untuk sistem I
dapat dilihat pada tabel 24 dibawah.
Tabel 24 Perhitungan diameter pipa buangan saniter Y1 sistem I
Diamet Diamet
Diameter Diamet
er pipa er pipa
Siste Daer Alat UA Akumul pipa er pipa Slop
minimu terpaka
m ah Plambing P asi UAP terpasang(m terpaka e
m i
m) i (mm)
(mm) (inchi)
1 L2-a Lavatory 1 1 32 32 32 1,3 1/4
a-b Lavatory 1 2 32 40 40 1,6 1/4
floor
F1-c drain 0,5 0,5 32 32 32 1,3 1/4
water
c-b closet 4 4,5 75 50 75 3,0 1/8
floor
d-e drain 0,5 7 40 65 65 2,6 1/8
water
e-f closet 4 11 75 65 75 3,0 1/8
floor
f-g drain 0,5 11,5 40 65 65 2,6 1/8
water
g-h closet 4 15,5 75 75 75 3,0 1/8
h-i lavatory 1 16,5 32 75 75 3,0 1/8
Sistem I saniter Y1 terdiri dari 9 daerah dimulai dari daerah L2-a sampai
dengan h-i. Alat plambing yang digunakan berupa urinoir, floor drain, dan water
closet. Daerah L2-at dengan alat plambing lavatory terdiri dari 1 UAP (Unit Alat
Plambing) dengan akumulasi UAP senilai 1. Diameter pipa minimum dan
terpasang pada daerah L2-a adalah 32 mm dan 32 mm. Nilai diameter pipa
terpakai dan slope pada daerah L2-a adalah 1,3 inchi ddan 0.25. Daerah F1-c
dengan alat plambing berupa floor drain terdiri dari 0.5 UAP dengan akumulasi
UAP sebesar 0.5. Diameter pipa minimum dan pipa terpasang pada daerah F1-c
adalah 32 mm dan 32 mm. Diameter pipa terpakai dan slope pada daerah F1-c
adalah1,3 inchi dan 0.25. Kedua segmen tersebut (L2-a dan F1-c) memiliki
diameter pipa terpakai terkecil dalam satu sistem. Untuk diameter pipa terpakai
yang paling besar adalah 3 inchi pada segmen c-b; e-f; g-h; dan h-i. Perhitungan
dimensi air buangan pada sistem II dapat dilihat pada Tabel 25 dibawah ini.
Tabel 25 Perhitungan diameter pipa buangan sistem II sanitasi Y1
Diamet Diamet
Diameter Diamet
er pipa er pipa
Siste Daer Alat UA Akumul pipa er pipa Slop
minimu terpaka
m ah Plambing P asi UAP terpasang(m terpaka e
m i
m) i (mm)
(mm) (inchi)
floordrai
2 F4-r n 0,5 0,5 40 32 40 1,6 1/4
water
r-q closet 4 4,5 75 50 75 3,0 1/8
floordrai
q-p n 0,5 5 40 50 50 2,0 1/4
water
p-o closet 4 9 75 65 75 3,0 1/8
o-n lavatory 1 10 32 65 65 2,6 1/8
n-m lavatory 1 11 32 65 65 2,6 1/8
m-k lavatory 1 12 32 65 65 2,6 1/8
k-j urinoir 4 16 40 75 75 3,0 1/8
U1-l urinoir 4 4 40 40 40 1,6 1/4
l-u3 urinoir 4 8 40 65 65 2,6 1/8
u3-j urinoir 4 12 40 65 65 2,6 1/8
j-i 28 100 100 3,9 1/8
1 L2-a Lavatory 1 1 32 1 40
a-b Lavatory 1 2 40 1,4 40
F1-c floor drain 0,5 0,5 32 1,3 40
c-b water closet 4 4,5 75 0,5 50
d-e floor drain 0,5 7 65 0,5 50
e-f water closet 4 11 75 0,8 65
f-g floor drain 0,5 11,5 65 0,5 50
g-h water closet 4 15,5 75 0,1 65
h-i lavatory 1 16,5 75 0,4 65
Perhitungan dimensi pipa tegak pada saniter tipe X pada daerah lantai 6-5
memiliki UAP senilai 48 dengan akumulai UAP senilai 48 dengan diameter pipa
terpakai sebesar 100 mm. Panjang pipa ven dan diameter pipa ven berturut-turut
adalah 3,5 m dan 65 mm. Rekapitulasi perhitungan dimensi pipa tegak air ven
dapat dilihat pada Tabel 33 berikut.
Tabel 33 Hasil perhitungan diameter pipa tegak air ven pada saniter tipe X
Diameter
Panjang Diameter
Alat Akumulasi pipa
Sistem Daerah UAP pipa ven pipa
Plambing UAP terpakai
(m) ven(mm)
(mm)
Pipa Tegak lt. 6-5 48 48 100 3,5 65
lt. 5-4 48 96 125 3,5 65
lt. 4-3 48 144 125 3,5 65
lt. 3-2 48 192 125 3,5 65
lt. 2-1 48 240 150 3,5 100
lt.1-ground 48 288 150 3,5 100
Simpulan
Dalam menghitung kebutuhan air bersih digunakan 3 metode, yaitu metode
jumlah penghuni atau luas lantai, metode jenis dan jumlah alat plambing, dan
metode unit beban alat plambing. Dibandingkan dua metode lainnya metode yang
paling realistik adalah metode unit beban alat plambing. Pada saniter tipe X alat
plumbing yang digunakan 6 buah water closet,6 buah faucet, 5 buah lavatory, dan
4 buah urinoir. Pada saniter tipe y2 terdapat 5 buah water closet,5 buah faucet, 6
buah lavatory, dan 4 buah urinoir. Pada saniter tipe y1 terdapat 5 buah water
closet, 5 buah faucet, 6 lavatory, serta 4 buah urinoir. Reservoir/roof tank
ditempat pada 10 meter dari lantai tertinggi yakni lantai 6. Total kehilangan tekan
eksisting (Hf total) sebesar 9.19 m lebih kecil dibandingkan total kehilangan tekan
statis yang tersedia (H statis) sebesar 10 m sehingga seluruh tipe saniter di dalam
gedung dapat tetap beroperasi dengan menggunakan diameter pipa dan kecepatan
aliran yang dipilih. Jenis pompa yang dipilih yakni 100x65-315 yang merupakan
jenis pompa sentrifugal, merek pompa yang digunakan berasal dari Southern
Cross. Perhitungan dimensi pipa air buangan pada suatu bangunan mengacu pada
denah sistem penyaluran air buangan dan gambar pipa isometrik dalam satu
gedung dengan menghitung diameter pipa terpakai dan pipa tegak. Perhitungan
dimensi pipa ven terbagi menjadi untuk saniter tipe Y1, tipe Y2, dan tipe X
dengan masing-masing memiliki dua sistem dan pipa tegak.
Daftar Pustaka
Noerbambang, Soufian., & Morimura, Takeo. (2005). Perencanaan dan
Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta: Pradnya Paramita.
Sudiyono, Kurnoawan AP. 2014. Kapasitas daya dukung jaringan pipa air bersih
dan ven gedung lembaga pengembangan dan penjaminan mutu pendidikan
universitas negeri yogyakarta. Jurnal INERSIA. 5(2): 80-92.
Suhardiyanto. 2016. Perancangan Sistem Plambing Instalasi Air Bersih dan Air
Buangan pada Pembangunan Gedung Perkantoran Bertingkat Tujuh Lantai.
Jurnal Teknik Mesin. Jakarta
Lampiran 1 Gambar Teknik Sistem Plambing