Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PELAYANAN HAJI DAN UMRAH

“PETUGAS YANG MENYERTAI TUGAS DAN TANGGUNG JAWABNYA TPHI


TPIHI TKHI TPHD TKHD KAROM DAN KARTU”
Dosen Pengampu: “Drs. H. Farhan Indra, MA”

Disusun Oleh :
 Monica Br Sinulingga (0104193153)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
MANAJEMEN DAKWAH 5- C
T.A 2021/2022
MEDAN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu nabi Muhammad saw yang kita nanti-
nantikan syafaat nya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah karena merupakan kewajiban tugas kuliah yang harus di selesaikan.
Adapun yang berjudul “PETUGAS YANG MENYERTAI TUGAS DAN TANGGUNG
JAWABNYA TPHI TPIHI TKHI TPHD TKHD KAROM DAN KARTU” kami tentu
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini,supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Maka dari itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orangyang
berperan dalam penyelesaian makalah ini.
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ........................................................................................1
2. Rumusan Masalah ...................................................................................1
3. Tujuan .....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Haji ........................................................................................2
B. Hukum Mengerjakan Ibadah Haji ...........................................................2
C. Rukun Haji dan Umrah ...........................................................................3
D. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan Petugas Haji .............................6
E. Pengertian Kloter/Petugas Kloter, Rombongan, dan Regu .....................7
F. Tugas-Tugasnya ......................................................................................7
BAB III PENUTUP
1. KESIMPULAN .............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Haji merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan atas setiap muslim yang mampu.
Kewajiban ini merupakan rukun Islam yang kelima yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada
orang-orang yang mampu menunaikannya, yakni memiliki kesanggupan biaya, serata sehat
jasmani dan rohani untuk menunakan perintah terebut. Karena haji merupakan kewajiban,
maka setiap orang yang mampu apabila tidak melakukannya, ia berdosa dan apabila
dikerjakan akan mendapatkan pahala.
Kemudian, haji yang berikutnya, kedua, ketiga dan seterusnya merupakan ibadah
sunnah. Efektivitas peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara haji
merupakan suatu kunci keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini dapat dimaklumi
karena penyelenggaraan haji termasuk didalamnya terdapat kloter, rombongan, dan regu
sebagai obyek dalam penyelenggaraan haji, maka terbentuk organisasi kloter, rombongan,
dan regu. Berdasarkan azas dan tujuan penyelenggaraan ibadah haji sesuai dengan UU
Nomor 17 Tahun 1999 Pasal 4 dan 5, penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan azas keadilan
memperoleh kesempatan perlindungan dan kepastian hukum. Sedangakan tujuan
penyelenggaraan ibadah haji yaitu untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan
perlindungan yang sebaik-baiknya melalui sistem dan manajemen penyelenggaraan yang baik
agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar dan nyaman sesuai
dengan tuntunan agama serta jamaah haji dapat melaksanakan ibadah haji secara mandiri
sehingga diperoleh haji yang mabrur.
2. RUMUSAN MASALAH

3. TUJUAN
Memahami serta menambah wawasan mahasiswa tentang Petugas Yang Menyertai
Tugas Dan Tanggung Jawabnya Tphi Tpihi Tkhi Tphd Tkhd Karom Dan Kartu
BAB I
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAJI

Secara bahasa Haji adalah menuju ke suatu tempat secara berulang-ulang, atau
menuju ke suatu tempat yang dimuliakan atau diagungkan oleh suatu kaum peradaban.
Ibadah umat Islam ke Mekkah (Baitullah) inilah yang disebut Haji. Sebab Baitullah adalah
tempat yang diagungkan dan tempat yang suci bagi umat Islam. Adapun menurut istilah,
kalangan ahli fiqh mengartikan bahwa Haji adalah niatan datang ke Baitullah untuk
menunaikan ritual ibadah tertentu. Ibnu Al-Humam mengartikan bahwa Haji adalah pergi
menuju Baitul Haram untuk menunaikan aktivitas tertentu pada waktu tertentu. Para ahli fiqh
lainnya juga berpendapat bahwa Haji adalah mengunjungi tempat-tempat tertentu dengan
perilaku tertentu pada waktu tertentu (Azzi dan Hawwas, 2001:148).
Penetapan waktu Haji sendiri ada kalangan yang berpendapat bahwa Haji diwajibkan
pada tahun 5H, namun ada yang mengungkapkan lain yaitu: tahun 8H, 9H bahkan ada yang
berpendapat jauh sebelum tahun Hijriah. Namun Nabi Muhammad s.a.w. baru menunaikan
ibadah Haji pada tahun 10H sebab pada tahun 7H beliau keluar ke Mekkah untuk
menunaikan dan tidak berhaji (Ibid, 2002:486). Adapun umrah menurut bahasa bermakna
‘ziarah’. Sedangkan menurut syara’ umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di
sekelilingnya, bersa’i antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut
dengan cara tertentu dan dapat dilaksanakan setiap waktu (Aziz dan Hawwas, 2001:297).
B. Hukum Mengerjakan Ibadah Haji
Hukum melaksanakan haji adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu, sesuai
dengan firman Allah dalam Surah Ali Imran Ayat 97. Ibadah haji, fardhu adalah sesuatu yang
apabila tidak dikerjakan sesuai ketentuannya, maka ibadah haji tidak sah; seperti tidak
melakukan wukuf di ‘Arafah. Wajib dalam ibadah haji atau umrah adalah sesuatu yang jika
diabaikan secara keseluruhan, atau tidak memenuhi syaratnya maka haji atau umrah tetap sah,
tetapi orang yang bersangkutan harus melaksanakan sanksi yang telah ditetapkan. Misalnya,
kewajiban melempar jumroh, bila ia diabaikan, maka ia harus diganti dengan membayar dam
(denda). Sesuatu yang sunnah bila dilakukan, atau sesuatu yang makruh, jika ditinggalkan
dapat mendukung kesempurnaan ibadah haji dan umrah. Sedang sesuatu yang mubah, tidak
berdampak apa pun terhadap ibadah. Sedangkan umrah hukumnya mutahabah artinya baik
untuk dilakukan dan tidak diwajibkan atau disebut tatawwu, yang artinya ialah tidak
diwajibkan, tetapi baik dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melakukannya
lebih utama dari pada meninggalkannya karena tatawwu mempunyai ganjaran pahala (Mizan,
2000:157-158).
C. Rukun Haji dan Umrah
Rukun haji adalah kegiatan-kegiatan yang apabila tidak dikerjakan, maka hajinya
dianggap batal. Berbeda dengan wajib Haji, wajib Haji adalah suatu perbuatan yang perlu
dikerjakan, namun wajib Haji ini tidak menentukan sah nya suatu ibadah haji, apabila wajib
haji tidak dikerjakan maka wajib digantinya dengan dam (denda). Rukun haji ada enam,
yaitu:
A. Ihram (Berniat)
Ihram adalah berniat mengerjakan Haji atau Umrah bahkan keduanya sekaligus,
Ihram wajib dimulai miqatnya, baik miqat zamani maupun miqat makani. Sunnah sebelum
memulai ihram diantarnya adalah mandi, menggunakan wewangian pada tubuh dan rambut,
mencukur kumis dan memotong kuku. Untuk pakaian ihram bagi laki-laki dan perempuan
berbeda, untuk laki-laki berupa pakaian yang tidak dijahit dan tidak bertutup kepala,
sedangkan perempuan seperti halnya shalat (tertutup semua kecuali muka dan telapak
tangan).
B. Wukuf (Hadir) di Arafah
Waktu wukuf adalah tanggal 9 dzulhijjah pada waktu dzuhur, setiap seorang yang
Haji wajib baginya untuk berada di padang Arafah pada waktu tersebut. Wukuf adalah rukun
penting dalam Haji, jika wukuf tidak dilaksanakan dengan alasan apapun, maka Hajinya
dinyatakan tidak sah dan harus diulang pada waktu berikutnya. Pada waktu wukuf
disunnahkan untuk memperbanyak istighfar, zikir, dan doa untuk kepentingan diri sendiri
maupun orang banyak, dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat.
C. Tawaf Ifadah
Tawaf ifadah adalah mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali dengan syarat: suci dari
hadas dan najis baik badan maupun pakaian, menutup aurat, kakbah berada di sebelah kiri
orang yang mengelilinginya, memulai tawaf dari arah hajar aswad (batu hitam) yang terletak
di salah satu pojok di luar Kakbah.
Macam-macam tawaf itu sendiri ada lima macam yaitu:
1) Tawaf qudum adalah tawaf yang dilakukan ketika baru sampai di Mekah.
2) Tawaf ifadah adalah tawaf yang menjadi rukun haji.
3) Tawaf sunah adalah tawaf yang dilakukan semata-mata mencari rida Allah.
4) Tawaf nazar adalah tawaf yang dilakukan untuk memenuhi nazar.
5) Tawaf wada adalah tawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan kota Mekah
D. Sa’i
Sa’i adalah lari-lari kecil atau jalan cepat antara Safa dan Marwa (keterangan lihat QS Al
Baqarah: 158). Syarat-syarat sa’i adalah sebagai berikut.
1) Dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit Marwa.
2) Dilakukan sebanyak tujuh kali.
3) Melakukan sa’i setelah tawaf qudum.
E. Tahalul
Tahalul adalah mencukur atau menggunting rambut sedikitnya tiga helai. Pihak yang
mengatakan bercukur sebagai rukun haji beralasan karena tidak dapat diganti dengan
penyembelihan.
F. Tertib.
Tertib maksudnya menjalankan rukun haji secara berurutan (Aziz dan Hawwas, 2001:278-
301)
4. Wajib Haji
Amalan dalam ibadah Haji yang wajib dikerjakan disebut wajib Haji. Wajib Haji
tidak menentukan sahnya ibadah haji. Jika tidak dikerjakan Haji tetap sah, namun dikenakan
dam (denda).
Berikut adalah beberapa wajib haji, yaitu:
a. Ihram dari Miqat
Miqat adalah tempat dan waktu yang disediakan untuk melaksanakan ibadah Haji.
Ihram dari Miqat bermaksud niat Haji ataupun niat Umrah dari miqat, baik miqat zamani
maupun miqat makani. Miqat makani adalah tempat awal melaksanakan ihram bagi yang
akan Haji dan Umrah.
b. Bermalam di Muzdalifah
Dilakukan sesudah wukuf di Arafah (sesudah terbenamnya matahari) pada tanggal 9
dzulhijjah. Di Muzdalifah melaksanakan sholat Maghrib dan Isya’ melakukan jamak dan
qasar karena suatu perjalanan jauh. Di Muzdalifah inilah kita dapat mengambil kerikil-kerikil
untuk melaksanakan Wajib Haji selanjutnya (melempar Jumrah) kita bisa mengambil
sebanyak 49 atau 70 butir kerikil.
c. Melempar Jumrah ‘aqabah
Pada tanggal 10 Dzulhijjah di Mina dilaksanakannya melempar jumrah sebanyak
tujuh butir kerikil sebanyak tujuh kali lemparan. Waktu paling utama untuk melempar jumrah
ini yaitu waktu Dhuha, setelah melakukan ini kemudian melaksanakan tahalul pertama
(mencukur atau memotong rambut).
d. Melempar Jumrah ula, wustha, dan ‘aqabah
Melempar ketiga jumrah ini dilaksanakan pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah,
diuatamakan sesudah tergelincirnya matahari. Dalam hal ini ada yang melaksanakan hanya
pada tanggal 11 dan 12 saja kemudian ia kembali ke Mekkah, inilah yang disebut dengan
nafar awal. Selain nafar awal ada juga yang dissebut nafarsani, yaitu orang yang baru datang
pada tangal 13 Dzulhijjah nya, orang-orang ini diharuskan melempar jumrah tiga sekaligus,
yang masing-masing tujuh kali lemparan.
e. Bermalam di Mina
Pada tanggal 11-1 Dzulhijjah ini lah yang diwajibkan bermalam di Mina. bagi yang
nafar awal diperbolehkan hanya bermalam pada tanggal 11-12 saja.
f. Thawaf wada’
Sama dengan Thawaf sebelumnya, Thawaf wada’ dilakukan disaat akan
meninggalkan Baitullah Makkah.
g. Menjauhkan diri dari hal yang di haramkan pada saat ihram.
Menghindari dari berbagai larangan yang sudah ditentukan karena orang-orang yang
melanggar aturan ini akan dikenakan dam atau denda (Aziz dan Hawwas, 2001:307-332).
5. Sunnah-sunnah Haji
Cukup banyak sunnah-sunnah haji. Diantara berikut ini adalah sunnah-sunnah yang
berhubungan dengan ihram, thawaf, sa’i, dan wukuf, yaitu:
1. Mandi sebelum ihram
2. Menggunakan kain ihram yang baru
3. Memperbanyak talbiyah
4. Melakukan thawaf qudum (kedatangan)
5. Shalat dua rakaat thawaf
6. Bermalam di Mina
7. Mengambil pola ifrad, yaitu pola mendahulukan Haji daripada Umrah
8. Thawaf wada’ (perpisahan) (Salim, 2007)
6. Larangan Selama Berihram Haji
Hal-hal yang dimaksud larangan ini adalah yang diharamkan dilakukan bagi yang
berihram, haram bukan artian sebagai perbuatan yang menjadikan dosa, karena belum pernah
ada pendapat ulama tentang pelanggar larangan-larangan ini mendapatkan dosa. Sebagai
contoh pelanggaran suatu hajat, tidak mencukur rambut dikarenakan memiliki penyakit yang
jika rambutnya dicukur bisa mengurangi kese-hatan seorang haji, maka ini hukumnya tidak
dosa. Adapun jika larangan ini sengaja di-langgar maka ia akan berdosa.
Beberapa larangan tersebut diantaranya, yaitu:
1. Bagi laki-laki dilarang menggunakan pakaian berjahit.
2. Bagi laki-laki dilarang menggunakan penutup kepala.
3. Larangan bagi perempuan untuk menutup muka dan telapak tangganya.
4. Di saat ihram bagi laki-laki maupun perempuan wangi-wangian untuk badan maupun
pakaian, boleh memakainya sebelum ihram.
5. Dilarang menikah, menikahkan, ataupun menjadi wali nikah. Tidak boleh ada proses
pernikahan.
6. Dilarang bersetubuh (senggama) (Uwaydah, 2008).
D. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan Petugas Haji
Dalam UU No 13 Tahun 2008 Pasal 11 ayat (1) disebutkan Menteri membentuk
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji di tingkat pusat, di daerah yang memiliki embarkasi, dan
di Arab Saudi. Bunyi ayat ini sangat umum, perlu penjabaran agar tidak melahirkan multif-
tafsir. Misalnya PPIH yang dibentuk itu berasal dari unsur apa saja. Apakah unsur pengendali
yang berasal dari berbagai kementerian, unsur pengawas dari DPR, DPD, KPHI, BPK,
BPKP, dan pengawas internal dari Kementerian Agama itu masuk dalam kerangka PPIH atau
tidak. Bagaimana dengan tenaga musiman individu dan wartawan apakah mereka juga dapat
dikategorikan sebagai bagian dari PPIH.
Selanjutnya pada ayat (2) dinayatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan ibadah
haji Menteri menunjuk petugas yang menyertai jemaah haji yang terdiri atas: Tim Pemandu
Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), dan Tim Kesehatan
Haji Indonesia (TKHI). Sama seperti PPIH, pembentukan petugas yang menyertai jemaah
haji perlu dirinci. TPHI itu unsurnya apa saja. Sedangkan TPIHI, apakah juga berasal
termasuk KBIH. Jika terjadi kasus di mana jemaah haji tidak didampingi pembimbing dari
KBIH, karena jemaah haji tersebut lebih memilih haji mandiri tanpa KBIH, siapakah yang
menjadi pembimbing jemaah haji tersebut, pembimbing haji dari Kemeterian Agama atau
siapa? Dan siapa yang menunjuk mereka untuk jadi
pembimbing. Hal lain yang perlu dicermati dalam kaitan dengan PPIH adalah soal Amirul
Hajj, setiap tahun presiden menetapkan Tim Amirul Hajj, tetapi di dalam UU No 13 2008
tidak ada ketentuan mengenai hal itu, misalnya berapa jumlah Tim Amirul Hajj dan dari
unsur apa saja tim tersebut berasal, berapa jumlah anggota timnya. Dalam konteks PPIH ini,
adalah penting kemudian dinyatakan dalam UU bahwa, biaya operasional PPIH itu
bersumber dari APBN atau dari Biaya penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
E. Pengertian Kloter/Petugas Kloter, Rombongan, dan Regu
Kloter atau yang biasa disebut dengan kelompok Terbang adalah pengelompokan
pada jamaah calon haji/jamaah haji berdasarkan jadwal keberangkatan penerbangan ke Arab
Saudi. Sedangkan petugas kloter/ kelompok terbang atau petugas yang menyertai jamaah haji
adalah Petugas haji/petugas kloter juga merupakan aparat dari penyelenggara haji yang
ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat terkait. Petugas kloter merupakan petugas
operasional ibadah haji yang diangkat oleh Menteri Agama untuk memberikan pelayanan
umum, bimbingan ibadah, dan pelayanan kesehatan kepada jamaah di kelompokterbang/
kloter yang didalamnya terdiri dari TPHI, TPIHI, dan TKHI. Termasuk di dalamnya terdiri
dari TPHD dan TKHD. Petugas yang menyertai jamaah haji juga merupakan petugas yang
ditugaskan melayani dan membimbing calon/jamaah haji dalam satu kloter/ kelompok
terbang sejak dari Embarkasi sampai ke Debarkasi Tanah Air. Jenis petugas haji meliputi
petugas kloter/yang menyertai jamaah haji adalah (TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD dan TKHD).
F. Dalam penyelenggaraan ibadah haji
peran pemerintah daerah sangat penting terkait dengan pelayanan jamaah sebelum
keberangkatan ke Arab Saudi. Pelayanan tersebut meliputi: administrasi dan dokumen
perjalanan haji, kesehatan, dan pembagian kuota di tingkat kabupaten/kota, penetapan TPHD,
dan transportasi dari daerah asal dan/ke embarkasi.
Pengertian rombongan dan ketua rombongan (karom), rombongan adalah kelompok
jamaah yang berada dibawah kloter/ kelompok terbang. Biasanya kelompok ini juga disebut
dengan kelompok besar yang terdiri dari 45 orang calon jamaah haji. Kemudian ketua
rombongan atau yang biasa disebut karom jamaah yang ditunjuk untuk mengetuai
rombongan. Ketua rombongan merupakan petugas yang dipilih oleh jamaah untuk memimpin
4 regu dan ditetapkan dengan surat keputusan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama atas rekomendasi dari Kepala Kantor kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Pengertian regu dan ketua regu (karu), regu adalah pengelompokkan terkecil dalam sebuah
kloter/kelompok terbang, regu terdiri dari 11 orang termasuk ketua regu didalamnya. Regu
dibentuk untuk lebih memudahkan bimbingan manasik haji kepada jamaah calon haji.
Sedangkan ketua regu atau yang biasa disebut karu adalah jamaah yang dipercaya dalam
kelompok regu untuk memimpin regunya. Ketua regu/karu merupakan petugas yang dipilih
oleh jamaah untuk memimpin 10 orang jamaah/anggotanya.
G. Tugas-Tugas nya antara lain
Tim Pemandu Haji Indonesia yang selanjutnya disingkat TPHI adalah petugas yang
menyertai Jemaah Haji dalam kelompok terbang yang bertugas memberikan pelayanan umum
bagi Jemaah Haji sekaligus mengemban tanggung jawab sebagai ketua kelompok terbang.
TPIHI ialah Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia. Petugas yang Menyertai Jemaah
Haji adalah petugas haji yang bertanggung jawab dalam pelayanan umum dan bimbingan
ibadah di kloter, yang terdiri dari Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing
Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) dan Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).
Tenaga Kesehatan Haji Indonesia yang selanjutnya disingkat TKHI adalah tim
kesehatan yang bertugas memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kesehatan
bagi jemaah haji di kelompok terbang (Kloter).
. Peran TPHD Banten dalam Peningkatan Pelayanan Jemaah Haji Selain Tim Pemandu
Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) dan Tim Kesehatan
Haji Indonesia (TKHI) yang dibentuk Kemenag Pusat, ada juga Tim Pemandu Haji Daerah
(TPHD) yang dibentuk oleh Pemprov Banten.
Keputusan Menteri Agama Nomor 160 Tahun 2012 tentang Sumber Pembiayaan dan
Komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler, Tim Kesehatan Haji Daerah yang
selanjutnya disingkat TKHD adalah Tim yang bertugas memberikan pembinaan pelayanan
dan perlindungan kesehatan yang diperlukan oleh Jemaah Haji.
BAB III
KESIMPULAN

Setelah membahas dan meneliti permasalahan Efektivitas Tugas Pokok Kloter,


Rombongan, dan Regu dalam Pelayanan Jamaah Haji Pada Kantor Kementerian Agama Kota
Tangerang Selatan, penulis menyimpulkan sebagai berikut : Pembentukan kloter, rombongan,
dan regu jamaah calon haji berdasarkan sistem dan mekanisme dalam pelayanan jamaah haji
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yaitu Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia, kemudian berikutnya Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Banten mempunyai wewenang untuk menunjuk dan mengusulkan
Kementerian Agama Kabupaten/Kota khususnya dalam hal ini Kantor Kementerian Agama
Kota Tangerang Selatan pada tahun 2018 yang siap untuk mendapatkan nomor urut kloter
awal, tengah, maupun akhir pada pelaksanaan ibadah haji. Begitupun dengan pembentukan
rombongan dan regu di usulkan kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang
Selatan, dan diusulkan dari jamaah calon haji di kelompok bimbingan untuk menetapkan
ketua rombongan dan ketua regunya.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, 2003. Hikmah Ibadah Haji, Jakarta : Dirjen Bimas Islam &
Penyelenggara Haji.
Baaz, Abdul Aziz Bin Abdullah. 1993. Haji, Umrah dan Ziarah Berdasarkan Tuntunan Al
Qur’an dan As-Sunnah, Jakarta: CV. Firdaus.
Raya, Ahmad Thib, Siti Musdah Mulia. 2003. Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam,
Jakarta : Prenada Media.
Departemen Agama RI, 2005. Pedoman Tugas Karu dan Karom, Jakarta : Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Jakarta.
Kementerian Agama RI, 2016. Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji, Studi Kasus Haji
di Dalam Negeri dan di Arab Saudi, Jakarta : Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah.

Anda mungkin juga menyukai