Anda di halaman 1dari 143

PANCASILA

SATRIYO WIBOWO, S.H., M.H., dan AGUS SRIYANTO S.H., M.H.

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
Belajar Pancasila yuk...

01 Pengantar
Mengapa perlu belajar “lagi” Pancasila?

02 Urgensi Pembinaan Ideologi Pancasila


Banyak manusia yang baik dan cerdas, tidak menjadi warga negara
dan penyelenggara negara yang baik dan cerdas
03 Wawasan Dasar Ideologi Pancasila
a. Wawasan Kesejarahan
b. Wawasan Filosofis
c. Wawasan Yuridis
d. Wawasan Visional
e. Wawasan Keyakinan
f. Wawasan Pengetahuan
g. Wawasan Tindakan
Mengapa Perlu Belajar “lagi” Pancasila?
Memberikan perhatian total terhadap Karakteristik Indonesia yang besar,
pengembangan infrastruktur nilai. luas, dan majemuk.
Pancasila sebagai ‘titik temu” (yang

1 2
• Indonesia berkejaran dengan waktu untuk mempersatukan keragaman bangsa),
mengatasi degenerasi dalam nilai etis- “titik tumpu” (yang mendasari ideologi
ideologis dan karakter-jatidiri bangsa dan norma negara), serta “titik tuju”
• Melemahnya ketahanan ideologi dan politik (yang memberi orientasi kenegaraan-
dari skor 2,31 (2010) - 2,06 (pada 2016) kebangsaan) negara-bangsa
Indonesia

Membangun jiwa Indonesia itu berati harus

3
menumbuh kembangkan nilai-nilai Pancasila

4
Pancasila sebagai ideologi yang dikehendaki Tantangan-tantangan baru, eksternal
efektivitasnya dalam memandu usaha-usaha dan internal yang kian menguji
transformasi sosial harus mampu memenuhi ketahanan nasional
tuntutan-tuntutan praksis di segala dimensinya.
Paling tidak ada tiga dimensi ideologis yang
harus diperhatikan: dimensi keyakinan, dimensi
pengetahuan, dan dimensi tindakan.
Urgensi Pembinaan Ideologi Pancasila

Usaha sengaja untuk melakukan pembinaan ideologi Pancasila berkaitan erat dengan
basis legitimasi dari negara

Bangsa Indonesia sebagai masyarakat majemuk, dengan pecahan yang banyak, tidak
mungkin bisa dijumlahkan menjadi kebaikan bersama kalau tidak menemukan bilangan
penyebut yang sama (common denominator), sebagai ekspresi identitas dan kehendak
bersama. Bilangan penyebut itulah Pancasila
Pengembangan “kecerdasan kewargaan” lebih fundamental bagi suatu bangsa yang ingin
membebaskan diri dari cengkraman individualisme yang mendorong kapitalisme dan
kolonialisme

Pancasila memandang, bahwa dengan segala kemuliaan eksistensi dan hak asasinya,
setiap pribadi manusia tidaklah bisa berdiri sendiri terkucil dari keberadaan yang lain

Pengembangan “kecerdasan kewargaan” berbasis Pancasila merupakan kunci


integrasi dan kemajuan bangsa. Namun, justru pada titik itulah simpul terlemah dari
proses pendidikan dan pembangunan selama ini
Wawasan Dasar Ideologi Pancasila
Wawasan Kesejarahan
Sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian panjang fase “1. Pembuahan”,
fase “2. Kelahiran/perumusan”, dan fase “3. Pengesahan”
1. Fase “pembuahan” setidaknya dimulai pada 1900-an dalam bentuk rintisan-rintisan
gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi

Pada 16 Oktober 1905, di Kecamatan Laweyan Solo KH Samanhudi mendirikan Sarekat


Dagang Islam (SDI) dengan tujuan untuk menggalang kerja sama antara pedagang Islam
demi memajukan kesejahteraan pedagang Islam pribumi yang tertindas.

Selanjutnya karena SDI ini dilarang keberadaannya oleh pemerintah Hindia Belanda, KH
Samanhudi menemui Cokroaminoto dan sepakat mendirikan Sarekat Islam.

Perubahan nama ditujukan agar keanggotaan organisasi tidak hanya terbatas di golongan
pedagang, namun juga terbuka bagi semua umat Islam di Indonesia. Tjokroaminoto
memimpin SI sejak 1914 hingga wafat pada 17 Desember 1934. Di bawah kendalinya, SI
sempat menjadi salah satu organisasi massa terbesar dalam sejarah pergerakan nasional.

Cokroaminoto ini kemudian dikenal sebagai guru bangsa, guru dari para tokoh pergerakan
nasional yaitu Kusno, Semaoen, Muso dan SM Kartosuwiryo. Trilogi petuahnya yang
termasyhur adalah: "Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.
Wawasan Dasar Ideologi Pancasila
Wawasan Kesejarahan, fase pembuahan…lanjutan
Dari luar negeri, sejak 1924, Perhimpunan Indonesia (PI), di Belanda, mulai
merumuskan konsepsi ideologi politiknya, yaitu persatuan nasional, solidaritas,
non-kooperasi, dan kemandirian.

Perhimpunan Indonesia merupakan pelopor gerakan nasionalis Indonesia yang


mengadvokasi kemerdekaan Indonesia dari Belanda. Perhimpunan Indonesia
adalah organisasi politik pertama yang menggunakan istilah "Indonesia" di
dalam namanya. Ide-ide tersebut dipengaruhi oleh ide sosialis dan Mohandas
(Mahatma Gandhi) di India tentang pembangkangan sipil tanpa kekerasan.

Pada 1923, Perhimpunan Indonesia mengeluarkan Deklarasi Perhimpunan


Indonesia yang dimuat dalam majalah Hindia Putra. Dalam deklarasi tersebut
memakai kata “Bangsa Indonesia” yang menunjukkan cita-cita Perhimpunan
Indonesia akan sebuah negara baru yang merdeka.

Pada 1925 deklarasi tersebut berkembang menjadi manifesto politik. Karena


meyakini hanya kemerdekaan yang dapat mengembalikan harga diri bangsa
Indonesia.
Wawasan Dasar Ideologi Pancasila
Wawasan Kesejarahan

Sejalan dengan Tjokroaminoto yang mulai mengidealisasikan suatu sintesis antara Islam,
sosialisme dan demokrasi menurut ajaran islam, para pemimpin perhimpunan mahasiswa
Nusantara Jama'ah Al-Chairiah (berdiri 1922) di Kairo, seperti Iljas Ja’kub dan Muchtar
Lutfi.

Dalam kepulangannya ke Tanah Air pada 1929 dan 1931, kedua orang tersebut
memimpin partai Persatuan Muslimian Indonesia (PMI) pada 1932, dengan slogan “Islam
dan Kebangsaan”.

Selanjutnya Soekarno dan para mahasiswa aktivis lainnya di Hindia Belanda juga
menganut idealisme yang sama. Pada 1926, Soekarno menulis esai dalam majalah
Indonesia Moeda, dengan judul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Pada awal
1930-an, Soekarno mulai merumuskan sintesis dari substansi ketiga unsur ideologi
tersebut dalam istilah “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”.
....Wawasan Kesejarahan

Monumen dari usaha intelektual untuk mencari sintesis dari keragaman


anasir keindonesiaan itu adalah “Sumpah Pemuda” (28 Oktober 1928),
dengan visinya yang mempertautkan segala keragaman itu ke dalam
kesatuan tanah air dan bangsa dan dengan menjunjung bahasa persatuan.

Situasi demikian membantu mempermudah proses pencarian konvergensi


pada fase “kelahiran-perumusan”, pada persidangan Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK)
...Wawasan Kesejarahan

Fase Perumusan

Masa persidangan pertama BPUPK dibuka pada 28 Mei 1945 dan mulai
bersidang pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Pada awal persidangan, Dr.
Radjiman Wediodiningrat, selaku Ketua BPUPK, mengajukan pertanyaan
kepada sidang mengenai apa yang akan menjadi dasar negara Indonesia
merdeka.

Sebelum pidato Soekarno pada 1 Juni, lebih dari 30 pembicara telah telah
terlebih dahulu mengemukakan pandangannya. Dari berbagai pandangan
yang mengemuka, ada yang menyebutkan salah satu atau beberapa prinsip
yang bersinggungan dengan nilai-nilai Pancasila.
...Wawasan Kesejarahan
Pentingnya nilai ketuhanan sebagai fundamen kenegaraan dikemukakan antara lain
oleh Muhammad Yamin, Wiranatakoesoema, Soerio, Soesanto Tirtoprodjo, Dasaad,
Agoes Salim, Abdoelrachim Pratalykrama, Abdul Kadir, K.H. Sanoesi, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, Soepomo dan Mohammad Hatta.

Pentingnya nilai kemanusiaan dikemukakan antara lain oleh Radjiman Wediodiningrat,


Muhammad Yamin, Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soesanto Tirtoprodjo,
Wongsonagoro, Soepomo, Liem Koen Hian, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Pentingnya nilai persatuan dikemukakan antara lain oleh Muhammad Yamin,


Sosrodingrat, Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soerio, dan Soesanto Tirtoprodjo, A.
Rachim Pratalykrama dan Soekiman, Abdul Kadir, Soepomo, Dahler, dan Ki Bagoes
Hadikoesoemo.

Pentingnya nilai-nilai demokrasi permusyawaratan dikemukakan antara lain oleh


Muhammad Yamin, Woerjaningrat, Soesanto Tirtoprodjo, Abdoelrachim Pratalykrama, Ki
Bagoes Hadikoesoemo dan Soepomo.

Pentingnya nilai-nilai keadilan/kesejahteraan sosial dikemukakan antara lain oleh


Muhammad Yamin, Soerio, Abdoelrahim Pratalykrama, Abdul Kadir, Soepomo dan Ki
Bagoes Hadikoesoemo
...Wawasan Kesejarahan
Pengertian “dasar negara” yang diajukan oleh Ketua BPUPK itu dipersepsi secara
berbeda oleh para pembicara.

Bagi Muhammad Yamin, pengertian “dasar ” itu lebih dimaknai sebagai dasar sosiologis-
politis eksistensi negara.

Bagi Soepomo, pengertian “dasar”, yang ia maksudkan masalah dalam konteks bahwa
“negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (Staatsidée) negara yang integralistik, juga
dalam konteks “dasar” kewarganegaraan” dan “dasar” sistem pemerintahan.

Sehingga yang dimaksud dasar (dasar negara) oleh Yamin dan Soepomo bukanlah dalam
pengertian “dasar filsafat” (Philosophische Grondslag).

Dalam tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menjawab permintaan Radjiman Wediodiningrat


akan “dasar Negara” Indonesia itu dalam pengertian “dasar filsafat” (Philosophische
Grondslag). Soekarno menyerukan “bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari
persetujuan paham”:
“Kita bersama-sama mencari persatuan Philosofische Grondslag, mencari satu
‘Weltanschauung’ yang kita semuanya setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara
Yamin setuju, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hadjar setujui, yang saudara Sanoesi
setujui, yang saudara Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen Hian setujui, pendeknya
kita semua mencari satu modus.”
...wawasan kesejarahan
Soekarno mengajukan lima prinsip yang menurutnya menjadi titik persetujuan
(common denominator) segenap elemen bangsa, yang kemudian disebut dengan
Pancasila
Pertama: Kebangsaan Indonesia.
“Kita hendak mendirikan suatu negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat
satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, --tetapi ‘semua buat
semua’…. “Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat Negara Indonesia, ialah dasar
kebangsaan.”
Kedua: Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan.
“Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme…. Kita
harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.”
Ketiga: Mufakat atau demokrasi.
“Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan… Kita mendirikan
negara ‘semua buat semua’, satu buat semua, semua buat satu. Saya yakin, bahwa syarat yang
mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan….”
Keempat: Kesejahteraan sosial.
“Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang
memberi hidup, yakni politiek economische democratie yang mampu mendatangkan
kesejahteraan sosial….”
Kelima: Ketuhanan yang berkebudayaan.
“Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.... bahwa prinsip
kelima daripada negara kita ialah keTuhanan yang berkebudayaan, keTuhanan yang berbudi
pekerti luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain.”
...Wawasan Kesejarahan
Di akhir masa persidangan pertama, Ketua BPUPK membentuk Panitia Kecil yang bertugas untuk
menyusun rumusan tentang Dasar Negara yang dapat disetujui oleh golongan nasionalis religius
dan Islam nasionalis dengan pidato Soekarno sebagai bahan utamanya ditambah usul dari
anggota BPUPK lainnya.

Panitia Kecil yang resmi ini beranggotakan delapan orang (Panitia Delapan) di bawah pimpinan
Soekarno. Panitia Delapan ini terdiri dari 6 orang wakil golongan kebangsaan dan 2 orang wakil
golongan Islam: Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, A. Maramis, M. Sutardjo Kartohadikoesoemo,
Oto Iskandardinata (golongan kebangsaan), Ki Bagoes Hadikoesoemo dan K.H. Wachid Hasjim
(golongan Islam).

Diluar Panitia Delapan bentukan BPUPK, Soekarno membentuk Tim Sembilan yang bertugas
merumuskan Pancasila sebagai dasar negara dalam suatu rancangan pembukaan hukum dasar
(preambul konstitusi) yang semula juga dipersiapkan sebagai rancangan teks proklamasi.
Kesembilan orang tersebut adalah: Soekarno (ketua), Mohammad Hatta, Muhammad Yamin,
A.A. Maramis, Soebardjo (golongan kebangsaan), K.H. Wachid Hasjim, K.H. Kahar Moezakir, H.
Agoes Salim, dan R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan Islam).

Panitia ini berhasil menyepakati rancangan preambul yang di dalamnya terdapat rumusan
Pancasila itu, yang kemudian ditandatangani oleh setiap anggota Panitia Sembilan pada 22 Juni
1945. Oleh Soekarno rancangan preambule itu diberi nama “Mukaddimah”, oleh M. Yamin
dinamakan “Piagam Jakarta”, dan oleh Sukiman Wirjosandjojo disebut “Gentlemen’s Agreement”.
...Wawasan Kesejarahan
Alinea terakhir dari Piagam Jakarta, berisi rumusan tentang dasar negara. Setelah
melewati proses konsensus, rumusan Pancasila versi 1 Juni mengalami
penyempurnaan dalam urutan dan redaksional.

Prinsip ’Ketuhanan’ dipindah dari sila terakhir ke sila pertama, ditambah


dengan anak kalimat, ’dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya’ (kemudian dikenal dengan istilah ’tujuh kata’).

Prinsip ’Internasionalisme atau peri-kemanusiaan’ tetap diletakkan pada sila


kedua, namun redaksinya mengalami penyempurnaan menjadi ”Kemanusian yang
adil dan beradab”.

Prinsip ’Kebangsaan Indonesia’ berubah posisinya dari sila pertama menjadi


sila ketiga. Bunyinya menjadi ”Persatuan Indonesia”.

Prinsip ’Mufakat atau demokrasi’ berubah posisinya dari sila ketiga menjadi sila
keempat. Bunyinya menjadi ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan”.

Prinsip ’Kesejahteraan sosial’ berubah posisinya dari sila keempat menjadi sila
kelima. Bunyinya menjadi ”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
...Wawasan Kesejarahan

Hasil rumusan Piagam Jakarta itu menimbulkan perdebatan yang


tajam menyangkut pencantuman ”tujuh kata”, sebagai anak
kalimat dari sila Ketuhanan, dengan segala turunannya.
Keberatan terhadap pencantuman “tujuh kata” tersebut bukan
hanya datang dari golongan kebangsaan (nasionalis religius),
melainkan juga dari golongan Islam (Islam Nasionalis).[1]

Bagi sebagian golongan kebangsaan, pencantuman ”tujuh


kata”, yang mengandung perlakuan khusus bagi umat Islam,
dirasa tidak cocok dalam suatu hukum dasar yang menyangkut
warga negara secara keseluruhan. Kendati demikian, hasil
rumusan Piagam Jakarta (dengan ”tujuh kata”-nya) itu bertahan
hingga akhir masa persidangan kedua (17 Juli 1945) .
...Wawasan Kesejarahan
Fase Pengesahan
Bagi sebagian anggota, terutama dari dari golongan kebangsaan, pencantuman ”tujuh
kata” dalam Piagam Jakarta—yang mengandung perlakuan khusus bagi umat Islam—
dirasa tidak cocok dalam suatu hukum dasar yang menyangkut warga negara secara
keseluruhan. Suasana seperti itulah yang memberi latar sosio-psikologis pada “fase
pengesahan” dalam persidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memilih Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada saat yang sama, PPKI
menyetujui naskah ‘Piagam Jakarta’ sebagai Pembukaan UUD 1945, kecuali “tujuh kata”
di belakang sila Ketuhanan, yang telah memunculkan kontroversi terpanas dalam sesi
terakhir persidangan BPUPK, dicoret lantas diganti dengan kata-kata ‘Yang Maha Esa’
Sehingga selengkapnya menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Sebagai ikutan dari
pencoretan “tujuh kata” ini, dalam batang tubuh UUD 1945 disetujui pula Pasal 6 ayat 1:
“Presiden ialah orang Indonesia asli”, tak ada tambahan kata-kata “yang beragama
Islam”. Demikian pula Pasal 29 ayat 1 bunyinya menjadi: “Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa”, tanpa disertai “tujuh kata” di belakangnya
Sejak tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila telah menjadi dasar filsafat negara
(Philosophische Grondslag), pandangan hidup (Weltanschauung) bangsa dan ideologi
negara Indonesia.
Meskipun Undang-Undang Dasar kita sejak Proklamasi telah mengalami beberapa kali perubahan, namun
semua Konstitusi itu dalam Pembukaannya selalu menegaskan bahwa negara Indonesia merdeka harus
disusun berdasarkan Pancasila, yang mengandung lima sila yang saling kait-mengait. Dalam rangkaian
perubahan konstitusi tersebut, rumusan redaksional Pancasila memang mengalami sedikit perubahan, namun
urutan silanya tetap. Dalam Pembukaan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS 1949), rumusannya
adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
Sedangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) rumusannya adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosial
Meski demikian, untuk diterima sebagai kaidah fundamental Negara
(Staatsfundamentalnorm), yang pada gilirannya akan terkandung dalam
(Pembukaan) Konstitusi,rumusan Pancasila itu perlu persetujuan kolektif
melalui perumusan Piagam Jakarta (22 Juni) dan akhirnya mengalami
perumusan final lewat proses pengesahan Konstitusi Proklamasi (Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), pada 18 Agustus
1945.
Oleh karena itu, rumusan final Pancasila sebagai dasar negara yang secara
konstitusional mengikat kehidupan kebangsaan dan kenegaraan bukanlah
rumusan Pancasila versi 1 Juni atau 22 Juni, melainkan versi 18 Agustus 1945.
Rumusan final Pancasila ini mendapatkan pengukuhan setelah Dekrit Presiden
5 Juli 1959, yang mengembalikan Indonesia ke UUD NRI 1945.
Berdasarkan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 75 Tahun 1959,
Rumusan Pancasila dalam Dekrit Presiden itu sama dengan rumusan yang
terdapat dalam Pembukaan UUD NRI tanggal 18 Agustus 1945, dengan sedikit
perubahan pada rumusan sila keempat, yakni “permusyawaratan-perwakilan”
diubah menjadi “permusyawaratan/perwakilan”, sesuai dengan yang terdaftar
dalam berita Republik Indonesia Tahun II no. 7.
Sejak tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila telah menjadi dasar falsafah
negara (Philosophische Grondslag), ideologi negara dan pandangan hidup
bangsa (Weltanschauung), serta kaidah fundamental negara Indonesia.
Istilah-istilah tersebut bisa dimaknai dengan merujuk pada pidato Bung
Karno pada 1 Juni 1945.

Dalam pidato tersebut, ia menyebut istilah “Philosophische Grondslag”


sebanyak 4 kali plus 1 kali menggunakan istilah “filosofische principle”;
sedangkan istilah “Weltanschauung” ia sebut sebanyak 31 kali

Tentang istilah “Philosophische Grondslag”, ia definisikan sebagai


“Fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang
sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka
Tentang istilah Weltanschauung (pandangan dunia/ world view), ia tidak
memberikan definisinya secara eksplisit; namun tersirat dari contoh-contoh
yang ia berikan, antara lain, sebagai berikut:
1. Hitler mendirikan Jermania di atas “national-sozialistische
Weltanschauung” (nazi).
2. Lenin mendirikan negara Soviet di atas “Marxistische, Historisch
Materialistische Weltanschauung”(Marxism),
3. Nippon mendirikan negara di atas “Tenno Koodo Seisin”,
4. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara diatas satu “Weltanschauung,
bahkan di atas dasar agama, yaitu Negara Islam,
5. Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka diatas
“Weltanschauung” San Min Chu I, yaitu Mintsu, Minchuan, Minshen:
Nasionalisme, Demokrasi, Sosialisme.
Dengan demikian, pengertian Bung Karno tentang Weltanschauung itu dekat
dengan ideologi. Dengan kata lain, Pancasila sebagai pandangan
hidup/pandangan dunia (Weltanschauung) bangsa Indonesia hendak dijadikan
sebagai ideologi negara

Pengertian Bung Karno yang memandang Pancasila sebagai Weltanschauung


dan sekaligus sebagai Philosophische Grondslag menyerupai pandangan
Friedrich Engels.

Bahwa Weltanschauung sebangun dengan filsafat yang menyatu dalam


ideologi. Dengan kata lain, ideologi adalah pandangan dunia
(Weltanschauung) yang diotorisasikan dan disistematisasikan secara ilmiah-
filosofis. Ideologi juga bisa dikatakan sebagai filsafat yang dimanifestasikan
sebagai keyakinan normatif, kerangka interpretatif dan operatif dalam dunia
kehidupan.
Meski demikian, untuk diterima sebagai kaidah fundamental Negara
(Staatsfundamentalnorm), yang pada gilirannya akan terkandung dalam
(Pembukaan) Konstitusi,rumusan Pancasila itu perlu persetujuan kolektif
melalui perumusan Piagam Jakarta (22 Juni) dan akhirnya mengalami
perumusan final lewat proses pengesahan Konstitusi Proklamasi (Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), pada 18 Agustus
1945.
Oleh karena itu, rumusan final Pancasila sebagai dasar negara yang secara
konstitusional mengikat kehidupan kebangsaan dan kenegaraan bukanlah
rumusan Pancasila versi 1 Juni atau 22 Juni, melainkan versi 18 Agustus 1945.
Rumusan final Pancasila ini mendapatkan pengukuhan setelah Dekrit Presiden
5 Juli 1959, yang mengembalikan Indonesia ke UUD NRI 1945.
Berdasarkan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 75 Tahun 1959,
Rumusan Pancasila dalam Dekrit Presiden itu sama dengan rumusan yang
terdapat dalam Pembukaan UUD NRI tanggal 18 Agustus 1945, dengan sedikit
perubahan pada rumusan sila keempat, yakni “permusyawaratan-perwakilan”
diubah menjadi “permusyawaratan/perwakilan”, sesuai dengan yang terdaftar
dalam berita Republik Indonesia Tahun II no. 7.
Sejak tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila telah menjadi dasar falsafah
negara (Philosophische Grondslag), ideologi negara dan pandangan hidup
bangsa (Weltanschauung), serta kaidah fundamental negara Indonesia.
Istilah-istilah tersebut bisa dimaknai dengan merujuk pada pidato Bung
Karno pada 1 Juni 1945.

Dalam pidato tersebut, ia menyebut istilah “Philosophische Grondslag”


sebanyak 4 kali plus 1 kali menggunakan istilah “filosofische principle”;
sedangkan istilah “Weltanschauung” ia sebut sebanyak 31 kali

Tentang istilah “Philosophische Grondslag”, ia definisikan sebagai


“Fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang
sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka
Tentang istilah Weltanschauung (pandangan dunia/ world view), ia tidak
memberikan definisinya secara eksplisit; namun tersirat dari contoh-contoh
yang ia berikan, antara lain, sebagai berikut:
1. Hitler mendirikan Jermania di atas “national-sozialistische
Weltanschauung” (nazi).
2. Lenin mendirikan negara Soviet di atas “Marxistische, Historisch
Materialistische Weltanschauung”(Marxism),
3. Nippon mendirikan negara di atas “Tenno Koodo Seisin”,
4. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara diatas satu “Weltanschauung,
bahkan di atas dasar agama, yaitu Negara Islam,
5. Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka diatas
“Weltanschauung” San Min Chu I, yaitu Mintsu, Minchuan, Minshen:
Nasionalisme, Demokrasi, Sosialisme.
Dengan demikian, pengertian Bung Karno tentang Weltanschauung itu dekat
dengan ideologi. Dengan kata lain, Pancasila sebagai pandangan
hidup/pandangan dunia (Weltanschauung) bangsa Indonesia hendak dijadikan
sebagai ideologi negara

Pengertian Bung Karno yang memandang Pancasila sebagai Weltanschauung


dan sekaligus sebagai Philosophische Grondslag menyerupai pandangan
Friedrich Engels.

Bahwa Weltanschauung sebangun dengan filsafat yang menyatu dalam


ideologi. Dengan kata lain, ideologi adalah pandangan dunia
(Weltanschauung) yang diotorisasikan dan disistematisasikan secara ilmiah-
filosofis. Ideologi juga bisa dikatakan sebagai filsafat yang dimanifestasikan
sebagai keyakinan normatif, kerangka interpretatif dan operatif dalam dunia
kehidupan.
Dasar berpikir Bung Karno kira-kira dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa
nilai-nilai pandangan/pendirian hidup yang digali dari berbagai kearifan suku
bangsa, keagamaan, dan nilai-nilai kemanusiaan universal dipandang sebagai
bantalan Weltanschauung bagi negara Indonesia merdeka.

Agar Weltanschauung berbagai suku bangsa dan golongan di negeri ini tidak
berdiri sendiri-sendiri, tetapi mengandung kesatuan dan koherensi yang bisa
menjadi dasar dan haluan bersama, maka Weltanschauung tersebut perlu
dirumuskan secara sistematik dan rasional; menjadi Weltanschauung ilmiah
(scientific worldview), yang sebangun dengan filsafat (Philosophische
Grondslag).

Selanjutnya, Pancasila sebagai scientific worldview itu menjadi ideologi


negara.
Pancasila Dalam Arus
Sejarah Bangsa
Indonesia
Satriyo Wibowo, S.H., M.H.
Periodisasi Perumusan Pancasila

“Tetapi kecuali Pancasila adalah


satu Weltanschauung, satu
dasar falsafah, Pancasila adalah
satu alat mempersatu, yang
saya yakin seyakin-yakinnya
Bangsa Indonesia dari Sabang
sampai ke Merauke hanyalah
dapat bersatupadu di atas dasar
Pancasila itu. Dan bukan saja
alat mempersatu untuk di
atasnya kita letakkan Negara
Republik Indonesia, tetapi juga
pada hakekatnya satu alat
mempersatu dalam perjoangan
kita melenyapkan segala
penyakit yang telahkita lawan
berpuluh-puluh tahun yaitu
penyakit terutama sekali,
Imperealisme.” (Soekarno,
1958)
Periodisasi Perumusan Pancasila
NILAI–NILAI PANCASILA PADA MASA KEJAYAAN
NASIONAL

Masa Kerajaan Sriwijaya


• Abad ke VII, kerajaan wijaya di Sumatra dikuasai oleh bangsa
Syailendra yang kuat di bidang maritimnya.
• Perdagangan disebut juga Tuhan An Vatakvurah bertujuan
untuk menyatukan pedagang dan pegawai raja agar mudah
dalam memasarkan dagangannya.
• Sistem Pemerintahan meliputi pengurus pajak, harta benda,
kerajaan. Rokhaniawan yang menjadi teknis pembangunan
gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga pada saat itu
tidak dapat dilepaskan dengan nilai ketuhanan.

Masa Kerajaan Majapahit


•Berdiri di tahun 1932 Pemerintahan Hayam Wuruk dengan
Mahapatih Gajah. Agama Hindu dan Budha hidup
berdampingan
•Empu Prapanca menulis buku Negarakertagama, dalam kitab
tersebut terdapat istilah “Pancasila”
•Empu Tantular mengarang buku Sutasoma seloka persatuan
nasional, yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangrua”,
Periodisasi Perumusan Pancasila
Fase “Pembuahan” Pancasila
Dimulai pada 1920-an

Sejak 1924, Perhimpunan Indonesia (PI), di Belanda, mulai


merumuskan konsepsi ideologi politiknya, yaitu persatuan nasional,
solidaritas, non-kooperasi, dan kemandirian. Persatuan nasional
merupakan tema utama dari Indische Partij, non-kooperasi merupakan
platform politik kaum komunis, dan kemandirian merupakan tema dari
Sarekat Islam

Tan Malaka, mulai menulis buku Naar de Republiek Indonesia, percaya


bahwa paham kedaulatan rakyat (demokrasi) memiliki akar yang kuat
dalam tradisi masyarakat Nusantara. Dia pernah mengusulkan kepada
Komunis Internasional agar komunisme di Indonesia bekerja sama
dengan Pan-Islamisme. Kekuatan Islam tidak bisa diabaikan begitu saja.

Tjokroaminoto pada tahun 1924 mulai mengidealisasikan suatu


sintesis antara Islam, sosialisme dan demokrasi. “Jika kita, kaum
Muslim, benar-benar memahami dan secara sungguh-sungguh
melaksanakan ajaran-ajaran Islam, kita pastilahakan menjadi para
demokrat dan sosialis sejati.”

Soekarno pada 1926, menulis esai dalam majalah Indonesia Moeda,


dengan judul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Pada awal
1930-an, Soekarno mulai merumuskan sintesis dari substansi ketiga
unsur ideologi tersebut dalam istilah “sosio-nasionalisme” dan “sosio-
demokrasi”.

Monumen dari usaha intelektual untuk mencari sintesis dari keragaman


anasir keindonesiaan itu adalah “Sumpah Pemuda” (28 Oktober
1928),
Periodisasi Perumusan Pancasila
Fase Perumusan
1. Pemerintah Kolonial Jepang terdesak setelah Sekutu berhasil
menduduki Jayapura (April 1944), Biak (Mei 1944), dan Morotai
(September 1944). Pemerintah Jepang merasa perlu memenangkan
hati para pemimpin. 7 September 1944, PM Jepang, Kuniaki Koiso,
mengucapkan janji historis bahwa Indonesia pasti akan diberi
kemerdekaan melalui dua tahap yaitu melalui Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan dan Panitia Persiapan Kemerdekaan.
2. Masa persidangan pertama BPUPK dibuka pada 28 Mei 1945 dan mulai
bersidang pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Pada awal persidangan, Dr.
Radjiman Wediodiningarat, selaku Ketua BPUPK, mengajukan
pertanyaan kepada sidang mengenai apa yang akan menjadi dasar
negara Indonesia merdeka
3. Sebelum pidato Soekarno pada 1 Juni, lebih dari 30 pembicara telah
telah terlebih dahulu mengemukakan pandangannya. Dari berbagai
pandangan yang mengemuka, ada yang menyebutkan salah satu atau
beberapa prinsip yang bersinggungan dengan nilai-nilai Pancasila
yaitu. Pentingnya nilai ketuhanan, Pentingnya nilai kemanusiaan,
Pentingnya nilai persatuan, Pentingnya nilai-nilai demokrasi
permusyawaratan, dan Pentingnya nilai-nilai
keadilan/kesejahteraan sosial
4. Pada 1 Juni 1945, Soekarno menjawab permintaan Radjiman
Wediodiningrat akan “dasar Negara” Indonesia itu dalam pengertian
“dasar filsafat” (Philosophische Grondslag). Soekarno menyerukan
“bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham”:

“Kita bersama-sama mencari persatuan Philosofische Grondslag, mencari


satu ‘Weltanschauung’ yang kita semuanya setuju. Saya katakan lagi
setuju! Yang saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki
Hadjar setujui, yang saudara Sanoesi setujui, yang saudara
Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen Hian setujui, pendeknya
kita semua mencari satu modus.”
Periodisasi Perumusan Pancasila
Fase Perumusan
Soekarno mengajukan lima prinsip yang menurutnya
menjadi titik persetujuan (common denominator)
segenap elemen bangsa, yang kemudian disebut
dengan Pancasila

Pertama: Kebangsaan Indonesia.


“Kita hendak mendirikan suatu negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang,
bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, --
tetapi ‘semua buat semua’…. “Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat Negara
Indonesia, ialah dasar kebangsaan.”

Kedua: Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan.


“Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan
chauvinisme…. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.”

Ketiga: Mufakat atau demokrasi.


“Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan… Kita
mendirikan negara ‘semua buat semua’, satu buat semua, semua buat satu. Saya
yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah
permusyawaratan, perwakilan….”

Keempat: Kesejahteraan sosial.


“Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi
permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek economische democratie yang
mampu mendatangkan kesejahteraan sosial….”

Kelima: Ketuhanan yang berkebudayaan.


“Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa....
bahwa prinsip kelima daripada negara kita ialah ke-Tuhanan yang berkebudayaan, ke-
Tuhanan yang berbudi pekerti luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama
lain.”
Periodisasi Perumusan Pancasila
Fase Perumusan

1. Ketua BPUPK membentuk Panitia Kecil yang bertugas untuk


menyusun rumusan tentang Dasar Negara yang dapat disetujui oleh
golongan nasionalis religius dan Islam nasionalis dengan pidato
Soekarno sebagai bahan utamanya ditambah usul dari anggota
BPUPK lainnya.
2. Panitia Kecil yang resmi ini beranggotakan delapan orang (Panitia
Delapan) di bawah pimpinan Soekarno. Panitia Delapan ini terdiri
dari 6 orang wakil golongan kebangsaan dan 2 orang wakil golongan
Islam: Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, A. Maramis, M. Sutardjo
Kartohadikoesoemo, Oto Iskandardinata (golongan kebangsaan), Ki
Bagoes Hadikoesoemo dan K.H. Wachid Hasjim (golongan Islam).
3. Diluar Panitia Delapan bentukan BPUPK, Soekarno membentuk Tim
Sembilan yang bertugas merumuskan Pancasila sebagai dasar
negara dalam suatu rancangan pembukaan hukum dasar (preambul
konstitusi) yang semula juga dipersiapkan sebagai rancangan teks
proklamasi. Kesembilan orang tersebut adalah: Soekarno (ketua),
Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, A.A. Maramis, Soebardjo
(golongan kebangsaan), K.H. Wachid Hasjim, K.H. Kahar Moezakir,
H. Agoes Salim, dan R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan Islam).
4. Panitia ini berhasil menyepakati rancangan preambul yang di
dalamnya terdapat rumusan Pancasila itu, yang kemudian
ditandatangani oleh setiap anggota Panitia Sembilan pada 22 Juni.
Oleh Soekarno rancangan preambul itu diberi nama “Mukaddimah”,
oleh M. Yamin dinamakan “Piagam Jakarta”, dan oleh Sukiman
Wirjosandjojo disebut “Gentlemen’s Agreement”.
Periodisasi Perumusan Pancasila
Fase Pengesahan
Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan
kemerdekaan menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi
perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya
perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap
Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota
Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7
Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta
mengeluarkan maklumat yang berisi:
1. pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan bagi Indonesia (PPKI),
2. panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai
bersidang 19 Agustus 1945, dan
3. direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.

8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal


Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara)
yang berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu
bernama Ho Chi Minh). Ketiga tokoh tersebut diberi
kewenangan oleh Terauchi untuk segera membentuk suatu
Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia sesuai dengan
maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang
dari Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total
anggota 21 orang, yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki
Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Purboyo,
Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan Bing,
Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang,
Latuharhary, I Gde Puja, Hamidan, Panji Suroso, Wahid Hasyim,
T. Moh. Hasan
Periodisasi Perumusan Pancasila
Fase Pengesahan
1. 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman
kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka
disambut oleh para pemuda yang mendesak agar
kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan
secepatnya karena mereka tanggap terhadap
perubahan situasi politik dunia pada masa itu. Para
pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang
menyerah kepada sekutu sehingga Jepang tidak
memiliki kekuasaan secara politis di wilayah
pendudukan, termasuk Indonesia.
2. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan
kesalahpahaman antara kelompok pemuda dengan
Soekarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah
penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke
Rengas Dengklok (dalam istilah pemuda pada
waktu itu “mengamankan”), tindakan pemuda itu
berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada
pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 di
Cikini no. 71 Jakarta.
3. Akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks
kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta dan
ditulis oleh Soekarno pada dini hari
Periodisasi Perumusan Pancasila
Fase Pengesahan
1. Bagi sebagian anggota, terutama dari dari golongan kebangsaan, pencantuman ”tujuh kata” dalam Piagam
Jakarta—yang mengandung perlakuan khusus bagi umat Islam—dirasa tidak cocok dalam suatu hukum dasar
yang menyangkut warga negara secara keseluruhan. Suasana seperti itulah yang memberi latar sosio-psikologis
pada “fase pengesahan” dalam persidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
2. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memilih Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada saat yang sama, PPKI menyetujui naskah ‘Piagam Jakarta’ sebagai
Pembukaan UUD 1945, kecuali “tujuh kata” di belakang sila Ketuhanan, yang telah memunculkan kontroversi
terpanas dalam sesi terakhir persidangan BPUPK, dicoret lantas diganti dengan kata-kata ‘Yang Maha Esa’
3. Sehingga selengkapnya menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Sebagai ikutan dari pencoretan “tujuh kata” ini,
dalam batang tubuh UUD 1945 disetujui pula Pasal 6 ayat 1: “Presiden ialah orang Indonesia asli”, tak ada
tambahan kata-kata “yang beragama Islam”. Demikian pula Pasal 29 ayat 1 bunyinya menjadi: “Negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, tanpa disertai “tujuh kata” di belakangnya
Perlunya Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
Setelah pengakuan
kedaulatan bangsa
Indonesia oleh Belanda
pada 27 Desember 1949,
maka Indonesia pada 17
Agustus 1950 kembali ke
negara kesatuan yang
sebelumnya berbentuk
Republik Indonesia
Serikat (RIS).

Perubahan bentuk
negara dari Negara
Serikat ke Negara
Kesatuan tidak diikuti
dengan penggunaan
Undang-Undang Dasar
1945, tetapi dibuatlah
konstitusi baru yang
dinamakan Undang-
Undang Dasar
Sementara 1950!!!!

Permasalahan ketika
Indonesia kembali
Negara Kesatuan, tidak
menggunakan Undang-
Undang Dasar 1945
sehingga menimbulkan
persoalan kehidupan
bernegara.
Perlunya Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia

Dinamika dalam masa UUD RIS (27 Desember 1949-17 Agustus


1950)
1. Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri dari 7 negara bagian dan 9
daerah otonom;
2. Pada 27 Desember 1949 di Paleis op de Dam di Amsterdam, Belanda.
Perdana menteri RIS Mohammad Hatta atas nama pemerintah RIS,
menerima kedaulatan dari Ratu Juliana, dan di Jakarta, Wakil Perdana
Menteri RIS, Hamengku Buwono IX menerima kedaulatan RIS dari wakil
tinggi mahkota Belanda, A. H. J. Lovink;
3. Keadaan ekonomi yang buruk akibat perang. Untuk mengatasi masalah
inflasi, pemerintah menjalankan suatu kebijakan dalam bidang keuangan
yaitu mengeluarkan peraturan pemotongan uang pada tanggal 19 Maret
1950, yang dikenal dengan kebijakan gunting Syafruddin;
4. Dalam pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) intinya diambil dari TNI, sedangkan lainnya dari kalangan bekas
anggota KNIL.
5. Pembentukan APRIS menimbulkan kegoncangan psikologis bagi TNI.
6. Muncul konflik baru di Indonesia, antara lain gerakan Angkatan Perang
Ratu Adil di Pasundan, di Kalimantan Barat Sultan Hamid menolak
masuknya TNI dan Pemerintahan RIS, munculnya gerakan Republik
Maluku Selatan yang dipimpin Chris Soumokil, gerakan Andi Aziz di
Makassar dan Darul Islam Tentara Islam Indonesia pimpinan
Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo di Jawa Barat, Daud Beureuh di
Aceh, Amir Fatah di Jawa Tengah, dan Kahar Muzakar di Sulawesi
Selatan.
7. Kesepakatan antara RIS dan RI (sebagai negara bagian) untuk
membentuk negara kesatuan tercapai pada tanggal 19 Mei 1950.
8. 17 Agustus 1950 secara resmi RIS dibubarkan, dan dibentuk kembali
negara kesatuan yang diberi nama Negara Kesatuan Republik Indonesia
Perlunya Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
Dinamika dalam masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5
Juli 1959)
1. Dilaksanakanlah Pemilu yang pertama pada 1955.
Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk dua badan
perwakilan, yaitu Badan Konstituante (yang akan
mengemban tugas membuat Konstitusi/Undang-
Undang Dasar) dan DPR (yang akan berperan
sebagai parlemen);
2. Pada 1956, Badan Konstituante mulai bersidang di
Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai
pengganti UUDS 1950;
3. Sidang menjadi berlarut-larut ketika pembicaraan
memasuki kawasan dasar negara;
4. Sebagian anggota menghendaki Islam sebagai dasar
negara, sementara sebagian yang lain tetap
menghendaki Pancasila sebagai dasar negara; dan
mengalami kebuntuan pada saat pelaksanaan voting
5. Akibatnya, banyak anggota Konstituante yang
menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang.
6. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengambil langkah “darurat” dengan
mengeluarkan dekrit.
Perlunya Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
Perlunya Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959
1. Terjadi beberapa penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup melalui TAP No.
III/MPRS/1960. Selain itu, kekuasaan Presiden Soekarno berada di puncak piramida, artinya berada pada posisi tertinggi yang membawahi
ketua MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang pada waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya sehingga mengakibatkan
sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh berbagai pihak dengan berbagai cara, baik dengan mendekati maupun menjauhi presiden;
2. Pertentangan antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan Darat (AD) sehingga terjadilah penculikan
dan pembunuhan sejumlah perwira AD yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI) ;
3. Peristiwa G30S PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Peralihan kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat
Perintah dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari terkenal dengan nama Supersemar (Surat Perintah
Sebelas Maret);
4. Surat itu intinya berisi perintah presiden kepada Soeharto agar “mengambil langkahlangkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan”.
Supersemar ini dibuat di Istana Bogor dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf.
5. 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No. III/MPRS/1960 tentang Pengangkatan Soekarno
sebagai Presiden Seumur Hidup;
6. Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968 tentang penulisan dan pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945;
7. TAP No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa). Dalam TAP itu diperintahkan supaya Pemerintah dan DPR menyebarluaskan P-4.
Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Inpres No. 10/1978 yang berisi Penataran bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia;
8. Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol (tercantum dalam UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas (tercantum
dalam UU No. 8/1985 ttg. Ormas).
Perlunya Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
• Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia
Budaya dapat membentuk identitas suatu bangsa melalui proses inkulturasi dan akulturasi.
Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia merupakan konsekuensi dari proses
inkulturasi dan akulturasi tersebut. As’ad Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan
Kemashlahatan Berbangsa mengatakan bahwa Pancasila sebagai identitas kultural dapat
ditelusuri dari kehidupan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Misalnya,
konstruksi tradisi dan kultur masyarakat Melayu, Minangkabau, dan Aceh tidak bisa
dilepaskan dari peran peradaban Islam.

• Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia


Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diwujudkan dalam sikap mental dan
tingkah laku serta amal perbuatan. Punya ciri khas yang berbeda dengan bangsa lain.
Kelima sila pada Pancasila mencerminkan kepribadian bangsa karena diangkat dari nilai-
nilai kehidupan masyarakat Indonesia sendiri dan dilaksanakan secara simultan.

• Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia


Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini
kebenarannya, kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa Indonesia
yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan
menimbulkan tekad yang kuat untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata (Bakry,
1994: 158)

• Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa


Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia.
Pancasila telah ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia
(Bakry, 1994: 157)

• Pancasila sebagai Perjanjian Luhur


Nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian bangsa disepakati oleh para
pendiri negara (political consensus)
sebagai dasar negara Indonesia (Bakry, 1994: 161)
Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
▪ Sumber Historis Pendidikan Pancasila
Dalam peristiwa sejarah nasional, banyak hikmah yang dapat dipetik, misalnya
mengapa bangsa Indonesia sebelum masa pergerakan nasional selalu
mengalami kekalahan dari penjajah? Jawabannya antara lain karena
perjuangan pada masa itu masih bersifat kedaerahan, kurang adanya
persatuan, mudah dipecah belah, dan kalah dalam penguasaan IPTEKS
termasuk dalam bidang persenjataan. Hal ini berarti bahwa apabila integrasi
bangsa lemah dan penguasaan IPTEKS lemah, maka bangsa Indonesia dapat
kembali terjajah atau setidak-tidaknya daya saing bangsa melemah.
▪ Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan antar manusia. Didalamnya mengkaji,
antara lain latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai
golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji masalah-
masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Pancasila
bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya besar
bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara
(Kaelan, 2000: 13)
▪ Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) dan salah satu
cirinya atau istilah yang bernuansa bersinonim, yaitu pemerintahan berdasarkan
hukum (rule of law). Pancasila sebagai dasar negara merupakan landasan dan
sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara hukum tersebut.
Kesadaran hukum tidak semata-mata mencakup hukum perdata dan pidana,
tetapi juga hukum tata negara. Ketiganya membutuhkan sosialisasi yang
seimbang di seluruh kalangan masyarakat, sehingga setiap warga negara
mengetahui hak dan kewajibannya.
▪ Sumber Politis Pendidikan Pancasila
fokus kajian melalui pendekatan politik yaitu menemukan nilai-nilai ideal yang
menjadi kaidah penuntun atau pedoman
dalam mengkaji konsep-konsep pokok dalam politik yang meliputi negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),
kebijakan (policy), dan pembagian (distribution) sumber daya negara, baik di
pusat maupun di daerah.
Membangun Nasionalisme dan rasa cinta tanah air
Setelah tampuk kekuasaan nasional berganti, proyek nasionalisme lewat
komik diteruskan Soeharto sebagai pemimpin Orde Baru. Ia bahkan
sempat memberikan kata sambutan dalam komik berjudul Merebut Kota
Perjuangan yang dibuat Wid NS (pembuat serial Godam), Hasmi
(pembuat serial Gundala), dan kawan-kawan.

Pada masa reformasi, proyek-proyek membangun nasionalisme kembali


gencar melalui produksi film antara lain Merah Putih, Cahaya dari Timur
(Beta Maluku), Soekarno, HOS Tjokroaminoto.

Membangun Nasionalisme dapat dilakukan melalui berbagai


metode, biasanya melalui karya seni, entah itu tulisan-tulisan,
novel, serta film dan lagu.

Pada tahun 1960-an, saat narasi nasionalisme kian kencang di


bawah komando Bung Karno lewat operasi Dwikora dan Trikora,
produksi komik yang bertema nasionalisme kembali disukai. Maka
hadir komik Puteri Tjenderawasih, Pahlawan jang Kembali, Bentjah
Menggolak, Kadir dan Konfrontasi, Hantjurlah Kubu Nekolim, dan
sebagainya. Masa-masa saat Indonesia dipenuhi pelbagai gerakan
separatisme pun tak lepas dari komik. Udin Pelor dan Melati di
Sarang Pemberontak hadir sebagai contohnya.

Jauh sebelum itu pada tahun 1922, melalui buku cerita Siti
Nurbaya terdapat propaganda perjuangan yang dilakukan oleh
Marah Rusli melalui tokoh Datuk Maringgih. Tokoh ini digambarkan
sebagai “tukang kawin” sesungguhnya adalah seorang pejuang.
Untuk meloloskan buku dari larangan Pemerintah Kolonial, maka
tokoh baik yaitu Samsul Bahri digambarkan sebagai seorang yang
pro Belanda.
Sejarah, cerita masa lalu untuk masa depan
Kamu, bukan masa lalu tapi masa depan

Danke
PENDIDIKAN
PANCASILA
SUSI PURWATI
PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA

• LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA


a) LANDASAN HISTORIS
b) LANDASAN YURIDIS
c) LANDASAN SOSIOLOGIS
d) LANDASAN FILOSOFIS
e) LANDASAN KULTURAL
LANDASAN HISTORIS

• Landasan historis adalah fakta- fakta sejarah yang dijadikan dasar bagi pengembangan
pendidikan Pancasila baik menyangkut rumusan tujuan, pengembangan materi ,rancangan
model pembelajaran maupun evaluasinya.
• Bangsa Indonesia telah meyakini terhadap kebenaran nilai- nilai yang ada pada sila-sila
Pancasila.
• Meskipun demikian bagaimana implementasi Pancasila di dalam kehidupan masyarakat
Indonesia mengalami dinamika dari sejak ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara tgl
18 Agustus 1945 sampai saat ini.
LANDASAN HISTORIS

• Nilai- nilai Pancasila di gali dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri, yang mana Bangsa
Indonesia bangsa yang percaya adanya Tuhan, yang mempunyai rasa kemanusiaan, selalu
membangun rasa persatuan, mengedepankan musyawarah dalam memecahkan persoalan
dan bangsa yang menjunjung tinngi rasa keadilan.
• Dalam perjalanan waktu sejarah bangsa Indonesia, Pancasila telah banyak mengalami ujian
baik pada masa ORLA,ORBA sampai Era REFORMASI ,(UKP –PIP ) dan Pancasila tetap
menjadi dasar negara dan pedoman hidup bangsa Indonesia dalam berperilaku baik dalam
kehidupan berbangsa ,Bernegara dan bermasyarakat.
LANDASAN YURIDIS

1) Pembukaan UUD 1945 Alinea 4.


2) UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dan (3)
3) UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4) SK Dirjen DIKTI Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu- rambu Pelaksanaaan
Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi .
5) UU no 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dalam pasal 35 ayat 3 bahwa
Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata
kuliah,Agama,Pancasila,Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.
LANDASAN SOSIOLOGIS

• Kebhinekaan bangsa Indonesia yang sangat beragam baik agama, suku , ras dan budaya dan
bahasa diperlukan satu ideologi pemersatu bangsa yaitu Pancasila.

• Pelestarian nilai- nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga
keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia , baik melalui pendidikan, formal, non formal dan
informal.
LANDASAN FILOSOFIS.

• Nilai- nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila ,yang mana bangsa Indonesia adalah
bangsa yang ber ke Tuhanan, berperikemanusaiaan yang adil dan beradab, selalu berusaha
mempertahan persatuan, mengedepankan musyawarah dab mewujudkan keadilan,ini
merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara Republik Indonesia.
• Pancasila sebagai dasar filsafat negara , harus menjadi sumber bagi segala Tindakan para
penyelenggara negara,menjadi jiwa peraturan perundang- perundangan yang berlaku
dalam kehidupan bernegara.
• Pancasila sebagai sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan yang menjiwai pembangunan
nasional dalam bidang politik, sosial, ekonomi , budaya dan pertahanan keamanan.
LANDASN KULTURAL

• Pancasila merupakan kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan
nilai-nilai yang dimiliki dan ada pada diri bangsa Indonesia sejaka dulu kala.

• Pancasila sebagai hasil pemikiran tokokh- tokoh bangsa Indonesia yang digali dari budaya
dan karakter bangsa Indonesoa sendirir=.
TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN
TINGGI
1. Memperkuat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa .
2. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai- nilai Pancasila kepada
mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia serta membimbing dan menerapkannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Memper siapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagi
persoalan bangsa dan kehidupan bermasyarakat ,berbangsa dan bernegara melalui sistem
pemikiran yang berdasarkan nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945.
4. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai- nilai Pancsaila hingga
bisa menjadi pribadi yang ber Pancasila.
TERIMA KASIH
PANCASILA MENJADI
DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

#session03

1
Konsep Negara,
Kajian Pancasila
Tujuan Negara,
sebagai Dasar
dan Urgensi Dasar
Negara
Negara
A B
C D
Sumber Yuridis,
Historis, Materi Pidato
Sosiologis, dan Sukarno 1 Juni
Politis Pancasila 1945

2
A. Menelusuri Konsep
Negara, Tujuan Negara dan
Urgensi Dasar Negara

[DEFINISI NEGARA]

Menurut Diponolo (1975: 23-25)


negara adalah suatu organisasi
kekuasaan yang berdaulat yang dengan
tata pemerintahan melaksanakan tata
tertib atas suatu umat di suatu daerah
tertentu.
3
Definisi Negara Menurut
para Ahli

ARISTOSTELES: Negara (polis) ialah” persekutuan


daripada keluarga dan desa guna memperoleh
hidup yang sebaik-baiknya”.

HUGO DE GROOT: Negara itu adalah “suatu


persekutuan daripada keluarga-keluarga dengan
segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari
suatu kuasa yang berdaulat”.

JEAN BODIN: Negara itu adalah “suatu


persekutuan daripada keluarga-keluarga dengan
segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal
dari suatu kuasa yang berdaulat”.
4
• Negara sebagai “diri rakyat yang disusun dalam
Bluntschli suatu organisasi politik di suatu daerah tertentu”.

Harrold • Negara sebagai suatu organisasi paksaan (coercive


instrument)
Laski
Hansen • Negara adalah suatu “susunan pergaulan hidup
bersama dengan tata-paksa” .
Kelsen
Woodrow • Negara merupakan “rakyat yang terorganisasi
untuk hukum dalam wilayah tertentu (a people
Wilson organized for law within a definite territory)

5
SYARAT MUTLAK BAGI
ADANYA NEGARA

Unsur Unsur Syarat


Konstitutif Deklaratif Tambahan

Unsur manusia,
atau umat (baca:
Unsur masyarakat),
pengakuan
tempat, rakyat atau
bangsa dari negara
atau lain.
daerah, Unsur organisasi,
wilayah atau tata
kerjasama, atau
atau territoir tata
pemerintahan.

6
Negara
dalam
keadaan
NEGARA diam
DARI
PERSPEKTIF
TATA
NEGARA Negara
dalam
keadaan
bergerak

7
Kekuatan,
Kekuasaan,
Dan
Kebesaran/Keag
ungan
sebagai Tujuan Kepastian
Negara Hidup,
Kemerdekaan
sebagai Keamanan dan
Tujuan Negara Ketertiban
sebagai
TUJUAN
Tujuan Ngara
NEGARA
Kesejahteraan
dan
Keadilan Kebahagiaan
sebagai Tujuan Hidup sebagai
Negara tujuan Negara

8
Aliran

Aliran
Aliran liberal
kolektivis
individualis
atau sosialis

9
Pende
katan

Pendekatan Pendekatan
kesejahteraan keamanan
(prosperity (security
approach) approach)

10
Perbandingan Tujuan Negara

11
Amerika
• “... In order to form a more perfect union,
establish justice, insure domestic tranquillity,
provide for the common defence, promote the
welfare and secure the blessings of liberty to
ourselves and to our posterity, …”

12
 Cita-cita dan Tujuan Negara RI

Cita-cita negara (alinea ke-2): 1) merdeka, 2)


bersatu, 3) berdaulat, 4) adil, dan 5) makmur

Tujuan negara (alinea ke-4): 1) melindungi


segenap bangsa, 2) melindungi segenap
tumpah darah, 3) memajukan kesejahteraan
umum, 4) mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan 5) ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia
13
Tujuan Negara India

• “… to constitute India into a sovereign


democratic state and to secure to all its
citizens: justice, social, economic and political;
liberty of thought, expression, belief, faith and
worship; equality of status and of opportunity,
and to promote among them all fraternity
assuring the dignity of the individual and unity
of the nation,”

14
Menelusuri Konsep dan
Urgensi Dasar Negara

• Secara etimologis, istilah dasar negara


maknanya identik dengan istilah grundnorm
(norma dasar), rechtsidee (cita hukum),
staatsidee (cita negara), philosophische grondslag
(dasar filsafat negara)
• Secara terminologis atau secara istilah, dasar
negara dapat diartikan sebagai landasan dan
sumber dalam membentuk dan
menyelenggarakan negara.
15
PANCA
Konstitutive Rechtsidee
Cita SILA &
Hukum Regulative Rechsidee

Pembukaan
UUD 1945
• Staatsfundamentalnorm
Batang Tubuh
Sistem UUD 1945
Hukum
Indonesia • Staatsgrundgesetz
TAP MPR Hukum Dasar
Tidak Tertulis
Sistem
Norma • Formell Gesetz
Hukum
Undang Undang
• Verodnung
• Autonome
Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan satzung
Otonomi, dll
16
Prinsip bahwa norma hukum 1. Undang-Undang Dasar
itu bertingkat dan berjenjang, Negara Republik
termanifestasikan dalam Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis
Undang-Undang Permusyawaratan
Nomor 12 tahun Rakyat;
2011 tentang 3. Undang-
Undang/Peraturan
Pembentukan Pemerintah Pengganti
Peraturan Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
Perundang- 5. Peraturan Presiden;
Undangan yang 6. Peraturan Daerah
tercermin pada pasal 7 yang Provinsi; dan
menyebutkan jenis dan 7. Peraturan Daerah
hierarki Peraturan Perundang-
Kabupaten/Kota.
Undangan, yaitu sebagai
berikut:

17
MENGAPA
DIPERLUKAN
KAJIAN
PANCASILA
SEBAGAI DASAR
NEGARA?
18
Sumber
Sumber
Yuridis, Yuridis
Historis,
Sosiologis,
dan Politis Sumber Sumber
tentang Politis Historis
Pancasila
sebagai
Dasar Sumber
Sosiologis
Negara
19
SUMBER HISTORIS
• Sidang BPUPKI >>3 tokoh menyampaikan
usulan dasar Negara
• Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 (8
Agustus 1945)
• Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar
filsafat Negara pada 1 Juni 1945oleh BPUPKI

20
SUMBER YURIDIS

• Pembukaan UUD Negara Republik


Indonesia Tahun 1945
• Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998
• UU Nomor 12 Tahun 2011

21
SUMBER POLITIS
Tercermin dalam Pancasila
1. Sila Ketuhanan
2. Sila Kemanusiaan
3. Sila Persatuan
4. Sila Kerakyatan
5. Sila Keadilan
22
SUMBER SOSIOLOGIS

• Nilai ketuhanan sebagai sumber etika dan spiritualitas


• Nilai kemanusiaan sebagai etika politik kehidupan bernegara
• Nilai etis kemanusiaan
• Nilai ketuhanan,kemanusiaan, dan cita-cita kebangsaan
harus menjunjung keadulatan rakyat
• Demokrasi permusyawaratan dalam mewujudkan keadilan
sosial

23
5 Prinsip Dasar Negara:
1. Kebangsaan
Indonesia
2. Internasionalisme/Perik
emanusiaan
3. Mufakat /Demokrasi
PIDATO 4. Kesejahteraan Sosial
SOEKARNO 5. Ketuhanan Yang
1 JUNI 1945 Maha Esa

24
Diskusi
• Temukan 5 poin penting dalam Pidato Sukarno
tanggal 1 Juni 1945 dalam Sidang BPUPKI

25
Pancasila menjadi dasar
negara RI

1
Bahasan Pokok
D. Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai dasar negara
 Argumen tentang Dinamika Pancasila
 Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila
E. Mendeskripsikan Esensi dan urgensi Pancasila sebagai dasar negara
 Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara
 Hubungan Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan RI
 Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
 Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD RI 1945
 Implementasi Pancasila dalam Perumusan Kebijakan

2
Argumen tentang
dinamika pancasila
Dinamika dan tantangan pancasila sebagai dasar negara

3
1 Juni 1945 18 Agustus 1945
awal
• Soekarno • Pancasila
• Adat istiadat menyuarakan diresmikan sebagai
• Agama Pancasila sebagai dasar negara
dasar nergara

17 Agustus 1945 Setelah Dekrit Presiden


November 1945-5
• Bangsa Indonesia sepakat Juli 1959 • Demokrasi liberal ditinggalkan
Pengaturan Kehidupan • Muncul paham haluan kiri
• Indonesia (komunis)
bermasyarakat,
mempraktikkan
berbangsa, dan • Terjadi peristiwa G30S/PKI
Sistem demokrasi
bernegara berlandaskan • Soekarno tergantikan oleh
liberal
Pancasila dan UUD 1945 Soeharto

1998 2004-sekaramg
Masa Pemerintahan Soeharto
• Soeharto dianggap • Gerakan reformasi belum
• Pancasila dilaksanakan secara menyimpang karena
murni dan konsekuen membawa perubahan dalam
cenderung melakukan
• TAP MPR No. praktik liberalisme- pengamalan Pancasila
II/MPR/1978 tentang kapitalisme • Berkembang gerakan
Pedoman Penghayatan dan • Muncul gerakan reformasi akademisi dan pemerhati
4 Pengamalan Pancasila (P4) yang menyebabkan Soeharto serta pecinta Pancasila
turun
Argumen tentang Tantangan
terhadap Pancasila
Dinamika dan tantangan pancasila sebagai dasar negara

5
• Tergerusnya mental-ideologi. Pancasila harus senantiasa
menjadi benteng moral dalam menjawab tantangan-
tantangan terhadap unsur-unsur kehidupan bernegara.
• Derasnya arus paham-paham liberalisme, kapitalisme,
komunisme, sekularisme, pragmatisme, dan hedonisme, yang
menggerus kepribadian bangsa. Paham-paham tersebut telah
merasuk jauh dalam masyarakat yang memiliki sifat religius,
santun, dan gotong-royong

6
TantanganYang Melanda
Bangsa Indonesia

Kehidupan Bidang
Bermasyarakat Pemerintahan
Terjadi kegamangan dalam
Aparatur pemerintahan yang
kehidupan bernegara karena
kurang mencerminkan jiwa
perubahan sistem pemerintahan
kenegerawanan
yang terlalu cepat
7
Esensi dan Urgensi Pancasila
sebagai Dasar Negara

8
a. Esensi pancasila sebagai dasar
negara
• Pancasila adalah substansi esensial yang mendapatkan
kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh
karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah
sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

9
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci
sebagai berikut:
berikut:
1. Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari dari segala
sumber tertib hukum Indonesia
2. Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD
1945.
3. Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum
dasar tertulis maupun tidak tertulis).
4. Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi
yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
(termasuk penyelenggara partai dan golongan fungsional)
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5. Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi
penyelenggaraan negara, para pelaksana pemerintahan.

10
b. Urgensi pancasila sebagai
dasar negara
 Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia
secara ringkas tetapi meyakinkan, sebagai berikut:

Pancasila adalahWeltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat


pemersatu bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam
perjuangan melenyapkan segala penyakit yang telah dilawan berpuluh-puluh tahun,
yaitu terutama imperialisme. Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan
imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa yang
membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama.
Tiap-tiap bangsa mempunyai cara perjuangan sendiri, mempunyai karakteristik
sendiri. Oleh karena itu, pada hakikatnya bangsa sebagai individu mempunyai
kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam
kenyataannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya
(Pimpinan MPR danTim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 94-95).
11
Membentuk dan
Institusional menyelenggarakan
(kelembagaan) negara yang bersumber
pada nilai-nilai Pancasila
Pendekatan untuk
memahami Urgensi Orang-orang yang
Pancasila memegang jabatan
dalam pemerintahan
Human Resources (aparatur negara)
(Personal/Sumber Daya
Manusia)
Warga negara yang
berkiprah dalam bidang
bisnis

12
Hubungan pancasila dengan proklamasi
13 kemerdekaan RI
Isi dan Arti Proklamasi 17 Agustus
1945
Pernyataan Tindakan-tindakan
Kemerdekaan yang segera harus
Bangsa Indonesia, diselenggarakan
baik pada dirinya berhubung dengan
sendiri maupun pernyataan
terhadap dunia luar kemerdekaan itu

14
Hubungan Pancasila dengan
Proklamasi Kemerdekaan RI
 Nilai – nilai pancasila pada saat penjajah (kolonial)
sebelum terjadinya proklamasi selalu direndahkan,
dilecehkan, dan diinjak – injak. Kemudian dengan
dilakukannya proklamasi nilai pancasila ditegakkan,
diselamatkan, ditinggikan, dan dijunjung tinggi.
 Proklamasi menjadi titik kulminasi perjuangan bangsa
Indonesia melawan penjajah yang didasari oleh
semangat nilai-nilai yang terkandung pada pancasila
 Proklamasi merupakan jembatan emas. Pancasila disini
sebagai penuntun bangsa Indonesia dalam membangun
bangsa.
15
16
Unsur Mutlak Pembukaan UUD 1945
Staatsfundamental memenuhi syarat sebagai
Staats Fundamental Norm
Dari SegiTerjadinya
• Ditentukan oleh pembentuk Dari segi terjadinya
negara • Ditentukan oleh PPKI sebagai
• Terjelma dalam bentuk bentuk negara
pernyataan lahir sebagai • Dalam alinea ke-3 “…maka
kehendak pembentuk rakyat Indonesia menyatakan
negara mengenai dasar- dengan ini kemerdekaannya.”
dasar Negara yang dibentuk

Dari segi isinya memuat dasar-dasar negara


Dari segi isinya memuat yang dibentuk Asas Kerohanian Negara yaitu
dasar-dasar Negara yang Pancasila dalam aline ke-4 “…dengan
dibentuk berdasar kepada Ketuhanan”
• Asas kerohanian negara • Asas Politik Negara, yaitu kedaulatan
• Asas politik negara ralyat, alinea 2 dan 4
• Tujuan negara • Tujuan Negara pada alinea 4
• Memuat ketentuan • Ketentuan diadakannya UUD, alinea 4
17
diadakannya UUD negara ~Notanogoro
“…dalam (1982:24-26)
suatu UUD Negara Indonesia, …”
Hubungan pancasila dengan
pembukaan uud 1945
1. Kedudukan Pembukaan merupakan peraturan hukum
yang tertinggi di atas Undang-Undang Dasar.
 Semua peraturan perundang-undangan dimulai dari pasal-pasal dalam
UUD 1945 sampai dengan Peraturan Daerah harus sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945
2. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan
UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm
 Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm mempunyai
hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara
yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi dapat
diubah.
18 ~Notanogoro (1982:25)
Penjabaran Pancasila dalam
Pasal-Pasal UUD RI 1945

19
Nilai Instrumental
No Nilai Dasar
(Pasal-Pasal dalam UUD 1945)

1 Nilai Sila 1 Pasal 28E ayat (1), Pasal 29, dan pasal lain

Pasal 1 ayat (3), Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27
2 Nilai Sila 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28A, 28B, 28C, 28D, 28F,
28J, dan pasal lain

Pasal 25A, Pasal 27 ayat (3), Pasal 30 ayat (1) sampai


3 Nilai Sila 3
dengan ayat (5), dan pasal lain

Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,


4 Nilai Sila 4
Pasal 7, Pasal 19, Pasal 22C, Pasal 22E, dan pasal lain

Pasal 23, Pasal 28H, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33. Pasal
5 Nilai Sila 5
34, dan pasal lainnya
20
Implementasi Pancasila dalam
perumusan kebijakan

21
a. Bidang politik
• Implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan pada
bidang politik dapat ditransformasikan melalui sistem politik
yang bertumpu kepada asas kedaulatan rakyat berdasarkan
konstitusi, mengacu pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
• Beberapa konsep dasar implementasi nilai-nilai Pancasila
dalam bidang politik, dapat dikemukakan sebagai berikut:

22
1. Sektor Suprastruktur Politik
• suprastruktur politik adalah semua lembaga-lembaga
pemerintahan, seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, dan
lembaga pemerintah lainnya baik di pusat maupun di daerah.
 Lembaga-lembaga pemerintah tersebut berfungsi
memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi
kebijakan publik dalam batas kewenangan masing-masing.
 Kebijakan publik tersebut harus mengakomodasi input atau
aspirasi masyarakat (melalui infrastruktur politik) sesuai
mekanisme atau prosedur yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dan bertumpu pada nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar negara.

23
2. Sektor Masyarakat
• Nilai-nilai Pancasila akan menuntun masyarakat ke pusat inti
kesadaran akan pentingnya harmoni dalam kontinum antara
sadar terhadap hak asasinya di satu sisi dan kesadaran
terhadap kewajiban asasinya di sisi lain sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 28 J ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945
• Indikator bahwa seseorang bertindak dalam koridor nilai-
nilai Pancasila sebagai dasar negara adalah sejauh perilakunya
tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan
perundang-undangan lainnya.

24
B. Bidang ekonomi

25
5 prinsip pembangunan ekonomi yang mengacu
pada nilai pancasila
~MUBYARTO DALAM OESMAN DAN ALFIAN ( 1993: 240—241 )

Sila Ke-1

Sila ke-2

Sila ke-3

Sila ke-4

Sila ke-5

26
• Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Negara dalam bidang ekonomi
mengidealisasikan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
• Oleh karena itu, kebijakan ekonomi nasional harus bertumpu pada
asas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan peran perseorangan,
perusahaan swasta, BUMN, dalam implementasi kebijakan ekonomi,
serta mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah termasuk fakir miskin dan
anak terlantar.
• Kebijakan ekonomi nasional tersebut tidak akan terwujud jika tidak
didukung oleh dana pembangunan yang besar yang diperoleh dari
kontribusi masyarakat melalui pajak.
• Pada hakikatnya, pajak itu dari rakyat untuk rakyat.
27
C. Sosial Budaya
• Mengingat karakter masyarakat Indonesia yang berbhinneka
tunggal ika sebagaimana disebutkan dalam Pasal 36 A UUD
1945. Hal tersebut mengisyaratkan kepada segenap
komponen bangsa agar berpikir konstruktif, yaitu
memandang kebhinnekaan masyarakat sebagai kekuatan
bukan sebagai kelemahan, apalagi dianggap sebagai faktor
disintegratif, tanpa menghilangkan kewaspadaan upaya pecah
belah dari pihak asing.

28
D. Bidang hankam
Prinsip- Kedudukan warga negara Pasal 30 ayat (1) UUD 1945
Prinsip dalam pertahanan dan “Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha
yang keamanan pertahanan dan keamanan negara.”
terkandung Sishankamrata
dalam Sistem pertahanan dan
keamanan TNI dan Polri → kekuatan utama
Pasal 30 Rakyat → kekuatan pendukung
UUD
Tugas PokokTNI Mempertahankan, melindungi, dan
1945 memelihara keutuhan dan kedaulatan
negara

Tugas Pokok POLRI Melindungi, mengayomi, melayani


masyarakat, serta menegakkan
hukum
29
PANCASILA
MENJADI
IDEOLOGI NEGARA

1
KONSEP DAN
URGENSI MELAKSANAKAN
1 PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI PANCASILA
NEGARA
2 SEBAGAI IDEOLOGI
NEGARA
SUMBER-SUMBER
PANCASILA
SEBAGAI
IDEOLOGI
3
NEGARA
TAAT KEPADA TUHAN YANG
4
MAHA ESA, SEGARIS LURUS
DENGAN CITA PANCASILA

2
KONSEP DAN
URGENSI
1 PANCASILA
SEBAGAI
IDEOLOGI
NEGARA

3
ideo-logi
• Idea : gagasan,konsep,cita-cita
Arti • Logos : ilmu
Ideologi Ideologi adalah suatu kumpulan
Secara gagasan, keyakinan serta
kepercayaan yang bersifat sistematis
Umum dengan arah dan tujuan yang
hendak dicapai dalam kehidupan
nasional suatu bangsa dan Negara

4
Ideologi Menurut Para Ahli
Mubyarto : “Ideologi adalah sejumlah doktrin,kepercayaan,
dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa
yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan)
untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”

Martin Seliger : “Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan


penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang
M bernilai yang dirancang untuk melayani dasar-dasar permanen
yang bersifat relative bagi sekelompok orang”

Sastrapratedja : “Ideologi adalah seperangkat


gagasan/pemikiran yang berorientasi pada
tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem
yang teratur”

5
KONSEP  Visi penyelenggaraan
PANCASILA kehidupan berbangsa dan
bernegara
SEBAGAI  Dasar pemikiran
penyelenggaran Negara
IDEOLOGI  Pandangan hidup
NEGARA

6
URGENSI PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI NEGARA
PERAN IDEOLOGI PERAN KONKRET
NEGARA PANCASILA
bukan hanya terletak Ideologi Negara sebagai
pada aspek legal penuntun warga Negara
formal, melainkan Ideologi sebagai penolakan
harus hadir dalam terhadap nilai-nilai yang
kehidupan konkret tidak sesuai dengan sila-
masyarakat.
sila Pancasila

7
MELAKSANAKAN
PANCASILA
2 SEBAGAI
IDEOLOGI
NEGARA

8
AKTUALISASI 5 NILAI
PANCASILA
(1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dirumuskan untuk menjamin tidak adanya
diskriminasi atas dasar agama sehingga negara
harus menjamin kebebasan beragama dan
pluralisme ekspresi keagamaan.

9
AKTUALISASI 5 NILAI
PANCASILA
(2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab menjadi operasional dalam jaminan
pelaksanaan hak-hak asasi manusia karena hal itu
merupakan tolok ukur keberadaban serta
solidaritas suatu bangsa terhadap setiap warga
negara.

10
AKTUALISASI 5 NILAI
PANCASILA
(3) Sila Persatuan Indonesia menegaskan
bahwa rasa cinta pada bangsa Indonesia tidak dilakukan
dengan menutup diri dan menolak mereka yang di luar
Indonesia, tetapi dengan membangun hubungan timbal
balik atas dasar kesamaan kedudukan dan tekad untuk
menjalin kerjasama yang menjamin kesejahteraan dan
martabat bangsa Indonesia.

11
AKTUALISASI 5 NILAI
PANCASILA
(4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan berarti
komitmen terhadap demokrasi yang wajib
disukseskan.

12
AKTUALISASI 5 NILAI
PANCASILA
(5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia berarti pengentasan
kemiskinan dan diskriminasi terhadap minoritas
dan kelompok kelompok lemah perlu dihapus
dari bumi Indonesia.

13
SUMBER
HISTORIS,
SOSIOLOGIS,
3 DAN POLITIS
IDEOLOGI
PANCASILA

14
SUMBER
HISTORIS
(1) Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman
Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut.
Yaitu tentang perumusan

(2) Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan
(tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan
nama “Pancasila” yang artinya lima dasar.

(3) Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian


keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945
termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau
lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.

15
SUMBER
SOSIOLOGIS
Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan
terdiri atas bermacam macam agama,
bahasa, ras, suku bangsa adat istiadat yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau. Oleh
karna itu dari sini lah muncul sumber
sosiologis ideologi pancasila dengan
keberagaman yang ada.

16
SUMBER
POLITIS
(1) Nilai Ketuhanan
(2) Nilai Kemanusiaan (Moralitas)
(3) Nilai Persatuan (kebangsaan)
Indonesia
(4) Nilai Permusyawaratan dan
Perwakilan
(5) Nilai Keadilan Sosial

17
TAAT KEPADA
TUHAN YANG
4 MAHA ESA DAN
SIKAP RELIGIUS
SELARAS DENGAN CITA PANCASILA

18
PANCASILA
Mengandung
dasar filsafat Mengisyarat-
Mengisyarat-
hubungan kan adanya
negara dan Tuhan
agama

19
Diskusikan

Terjadi konflikkah bila semua


agama yang ada di Indonesia
melakukan ibadah pada
waktu yang bersamaan…?

20
Terima Kasih
SILAKAN BERTANYA

21
1
Unsur-unsur yang
mempengaruhi tantangan
TANTANGAN terhadap Pancasila sebagai
ideologi negara, meliputi;
Terhadap Pancasila sebagai Ideologi Negara 1. Faktor eksternal
2. Faktor Internal

Your Logo or Name Here


2
Faktor eksternal Faktor internal

Pertarungan Menguatnya Isu Meningkatnya Pergantian Penyalahgunaa


Ideologis Kebudayaan Global Kebutuhan Dunia Rezim n Kekuasaan
antara negara super
power
Masuknya berbagai Eksploitasi thdp Kebijakan politik yang Rendahnya
ideologi asing karena sumber daya alam berorientasi pada kepercayaan
keterbukaan informasi secara masif kepentingan kelompok masyarakat thdp rezim
yang berkuasa

Your Logo or Name Here


DINAMIKA
PANCASILA
Sebagai Ideoilogi
Negara
Masa Soekarno
Mengalami pasang-surut
karena dicampur dengan
ideologi komunisme

Masa Soeharto
TAP MPR No. II/1978
tentang
Pemasyarakatan P-4

Era-
Era-Reformasi
Enggannya penyelenggara
negara mewacanakan tentang
Pancasila, yang berujung
hilangnya Pancasila dari
kurikulum nasional.

Your Logo or Name Here


Esensi Pancasila Sebagai Ideologi
Negara

Your Logo or Name Here


Dimensi Realitas

Nilai Dasar Pancasila mengandung sumber


fakta/real di dalam masyarakat.

Dimensi Idealitas

Nilai Dasar Pancasila mengandung tujuan/cita-


cita negara

Dimesi Fleksibilitas

Nilai Dasar Pancasila bersifat terbuka dan


fleksibel thd perkembangan zaman

Your Logo or Name Here


URGENSI PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI
NEGARA

Your Logo or Name Here


Ideologi negara sebagai penuntun
warga negara

Ideologi negara sebagai penolakan


terhadap nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan sila-sila Pancasila

Your Logo or Name Here


AGAMA,MORAL, DAN ETIKA SEBAGAI TUNTUNAN DALAM
BERTUGAS

Your Logo or Name Here


AGAMA MORAL ETIKA
• Perintah • Menyangku • Tindakan
dan t budi apa yang
larangan pekerti baik dan
• Berasal • Sumbernya buruk
dari Tuhan agama dan • Refleksi
YME ideologi dari moral

Your Logo or Name Here


SMALL THING BUT BIG
IMPACT
• Ceritakan kisah pertentangan batin dalam hidupmu !
• Ceritakan pengalaman perbuatan kecil yang pernah
kau lakukan tetapi berdampak besar !
• Ceritakan pengalaman yang menggambarkan bahwa
hidup tak semata-mata materi !

Your Logo or Name Here


• Bertakwa kepada Tuhan YME
• Musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama
• Menghormati hak-hak orang lain
• Bekerja keras dan Betanggung Jawab

Your Logo or Name Here


Thank You

Anda mungkin juga menyukai