Anda di halaman 1dari 29

PERENCANAAN DAN PENGADAAN

LOGISTIK

A. PERENCANAAN LOGISTIK
Perencanaan merupakan dasar aktifitas manajemen yang lain. Dalam
kegiatan perencanaan ini dilakukan proses analisis, pemikiran, penelitian dan
perhitungan dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan logistik. Untuk itu
diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni di bidang perencanaan logistik
ini sehingga dapat mengambil keputusan secara tepat dan cepat.
Setelah perencanaan dilakukan, maka tindakan selanjutnya yang harus
dilakukan oleh manajer dan staf logistik adalah melaksanakan proses
pengadaan barang/ jasa yang dibutuhkan. Banyak metode pengadaan barang
yang dapat dipilih, misalnya: peminjaman, sewa, kontrak atau pembelian. Cara
dan proses yang seperti apa yang perlu diambil oleh unit logistik sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dan kondisi organisasi/ perusahaan masing-
masing.
Kegiatan Perencanaan dalam setiap organisasi ini memiliki manfaat.
Beberapa manfaat perencanaan adalah: (1) sebagai pengarah, (2)
meminimalisasi ketidak-pastian, (3) meminimalisasi pemborosan sumber daya,
(4) menjadi standar dalam pengawasan kualitas. Demikian pula halnya dalam
perencanaan logistik yang harus mendapat perhatian dari para stakeholders
Apakah yang dimaksud dengan perencanaan logistik? Perencanaan dapat
diartikan sebagai merumuskan segala sesuatu sebelum dilaksanakan.
Perencanaan dapat juga dipahami sebagai penentuan berbagai tindakan yang
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan
istilah logistik dapat diartikan sebagai berbagai barang-barang yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu tindakan-tindakan tertentu untuk mencapai tujuan.
Perencanaan logistik merupakan kegiatan pemikiran, penelitian, perhitungan,
dan perumusan tindakan-tindakan yang kan dilakukan di masa yang akan
datang, baik berkaitan dengan kegiatan-kegiatan operasional dalam pengadaan
logistik, penggunaan logistik, pengorganisasian, maupun penegendalian logistik.
Dengan demikian maka secara sederhana perencanaan logistik ini dapat
diartikan sebagai proses perumusan kebutuhan-kebutuhan logistik yang akan
akan digunakan pada masa yang akan datang untuk mendukung tercapainya
tujuan organisasi/ perusahaan secara efektif dan efisien.
Perumusan kebutuhan logistik ini didahului oleh usulan dari berbagai unit
kerja yang ada. Dalam proses perencanaan ini setidak-tidaknya harus mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1) Barang apa yang akan diadakan?
2) Mengapa barang itu perlu diadakan?
3) Kapan barang tersebut akan dibutuhkan?
4) Kapan barang itu akan diadakan?
5) Dimana barang tersebut dapat diperoleh?
6) Siapa yang akan menggunakan barang-barang tersebut?
7) Siapa yang bertanggung jawab melakukan pengadaan barang?
8) Seberapa banyak barang itu dibutuhkan?
9) Berapa harga barang-barang yang akan diadakan?
10) Bagaimana cara pengadaan barangnya?
11) Bagaimana prosedur pengadaan barang?
12) Bagaimana aturan-aturan tentang pengadaan barang baik di interal
organisasi maupun dari pihak lain misalnnya pemerintah?
Dengan merumuskan jawaban-jawaban yang tepat dari pertanyaan-
pertanyaan tersebut maka diharapkan dapat diperoleh barang-barang dengan
spesifikasi yang sesuai kebutuhan, jumlah yang tepat dan waktu pengadaan dan
distribusi yang tepat. Jawaban yang tepat juga akan memberikan gambarang
tentang dimana dan bagaimana barang-barang itu bisa diperoleh dengan harga
yang paling efisien. Penanggung jawab pengadaan barang juga dapat disepakati
dalam proses perencanaan ini sehingga panitia pengadaan barang tidak
melakukan kegiataannya secara tergesa-gesa. Perencanaan logistik ini harus
dilakukan jauh-jauh hari sebelum barang itu dibutuhkan. Jangan sekali-kali
meremehkan proses pengadaan barang dengan cara melakukan pengadaan
barang pada saat barang itu akan digunakan. Akan banyak masalah jika hal ini
dilakukan. Yang pertama, apakah kas organisasi mencukupi? Jika mencukupi,
kedua apakah barang yang dibutuhkan ada yang menjual? Jika ada yang
menjual, ketiga apakah harganya sesuai dengan harga pasar? Jika sesuai harga
pasar, keempat apakah jumlah dan kualitas barang yang ada sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Dan tentu masih banyak lagi. Coba saudara sebutkan
kira-kira masalah apalagi yang mungkin terjadi jika pengadaan barang
dilakukan dengan perencanaan seadanya selain empat masalah tersebut?.
Secara teoritis setiap perencanaan (termasuk perencanaan logistik)
hendaknya memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) Tujuan
Tujuan merupakan orientasi utama suatu organisasi. Dalam perencanaan
tujuan harus dinyatakan secara tegas dan jelas sehingga setiap anggota
organisasi memiliki pemahaman yang sama tentang orientasi mereka.
Tujuan-tujuan ini harus dicapai melalui berbagai kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi. Tujuan ini dapat bersifat material maupun bersifat
moral
2) Politik
Politik disini bukanlah politik yang bermakna kekuasaan atau perebutan
kekuasaan. Politik disini lebih merupakan peraturan-peraturan yang
digariskan bagi tindakan tindakan organisasi yang dihubungkan dengan
tujuan yang akan dicapai.
3) Prosedur
Yakni menentukan bagaimana urutan-urutan pelaksanaan yang akan
dilalui dan harus diikuti oleh karyawan atau orang yang
melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan dalam meneapai tujuan.
4) Budget
Usaha yang dilakukan tentunya membutuhkan biaya. Karena itu dalam
perencanan sangat penting membahas secara detail masalah anggaran.
Masukan yang diharapkan akan diperoleh yang dikaitkan dengan output
yang dikeluarkan yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
5) Program
Yakni serangkaian tindakan yang akan dilakukan diwaktu yang akan
datang, terdiri atas penggabungan dari politik, prosedur dan budget.
Perencanaan logistik ini penting dilakukan karena dalam perencanaan ini
dibahas mengenai hal-hal sebagai berikut:
a) Ramalan jumlah dan kualitas barang yang dibutuhkan.
b) Tujuan akhir yang akan dicapai dari apa yang telah direncanakan
keseluruhannya.
c) Suatu program yang terdiri dari serangkaian tindakan kegiatan untuk
mencapai tujuan manajemen logistik berdasarkan pada prioritas
pelaksanaan.
d) Jadwal pekerjaan logistik sehingga dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
e) Anggaran untuk mengalikasikan sumber-sumber yang ada atas dasar
efisiensi dan efektifitas, anggaran belanja ini dinyatakan dalam
bentuk uang.
f) Cara yang tepat dalam pengadaan dan distribusi logistik.
g) Penafsiran kebijakan yang akan diambil agar terjamin dalam
keselarasan dan keseragaman kegiatan serta tindakan logistik yang
akan dilakukan.
Perencanaan logistik merupakan proses yang rumit yang melibatkan
berbagai unit kerja dalam suatu organisasi. Berbagai hambatan mungkin saja
akan dihadapi oleh para perencana logistik (logistic planner). Berikut ini adalah
beberapa hambatan yang perlu diantisipasi oleh perencana logistik:
(1) Kurang pengetahuan tentang organisasi;
(2) Kurang pengetahuan tentang lingkungan;
(3) Ketidakmampuan melakukan peramalan secara efektif;
(4) Kesulitan perencanaan operasi-operasi yang tidak berulang;
(5) Biaya;
(6) Takut gagal;
(7) Kurang percaya diri;
(8) Ketidak sediaan untuk menyingkirkan tujuan-tujuan alternatif.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh para perencana logistik untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut? Bagian logistik hanyalah merupakan
satu unit saja dari sistem organisasi secara keseluruhan. Oleh sebab itu
masalah-masalah yang berkaitan dengan logistik, terlebih jika menyangkut
sistem logistik secara keseluruhan maka unit logistik tidak dapat menyelesaikan
sendiri. Pada prinsipnya unit logistik ini dapat dikatakan unit fungsional, bukan
unit struktural. Sebagai unit fungsional, maka tugas unit logistik lebih banyak
tergantung pada kebijakan-kebijakan manajerial. Dengan demikian untuk
mengatasi hambatan-hambata dalam proses perencanaan logistik, diperlukan
intervensi yang cukup dari pimpinan puncak organisasi.
Perencanaan logistik dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu strategis,
operasional, dan taktis. Kriteria dasar untuk menentukan masing-masing
sifatnya adalah komitmen aktiva, lamanya waktu perencanaan, dan
kemungkinan pelaksanaannya.

1. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis merupakan perencanaan pada level tertinggi pada
suatu organisasi. Agar dapat disusun dengan baik perencanaan strategis
membutuhkan banyak komitmen dan sumber daya manajerial. Rencana
strategis merupakan dasar bagi perencanaan-perencanaan dibawahnya uakni
rencana operasional dan rencana taktis. Dengan demikian maka rencana
strategis merupakan merupakan main map bagi perencanaan lainnya.
Perencanaan strategis dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
mengalokasikan sumber daya logistik selama jangka waktu yang panjang,
konsisten dan menunjang bagi seluruh kebijaksanaan dan tujuan organisasi.
Jangka waktu perencanaan strategis ini meliputi jangka waktu yang panjang,
antara 5 sampai 10 tahun.
Dalam perencanaan strategis ini para manajer puncak merumuskan
kebijakan-kebijakan di bidang logistik dan perubahan-perubahan sistem
logistik seperti apa dikehendaki dalam jangka panjang. Para manajer puncak
harus melibatkan para pegawai unit logistik agar dapat merumuskan kebijakan
dan perubahan sistem logistik yang sesuai dengan perkembangan dan
kemajuan logistik yang terjadi. Dalam perencanaan strategis logistik ini
dirancang sistem logistik yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek
kelebihan, kelemahan, peluang dan tantangan. Inilah yang disebut dengan
konsep SWOT (Strenght, Weakeness, Opportunity and Threat). Proses menilai
kebutuhan dan kebaikan dari perubahan ini disebut sebagai feasibility
assessment. Langkah-langkah yang disarankan dalam menyelesaikan feasibility
assessment adalah analisis situasi, pengembangan logika penunjang dan taksiran
biaya manfaat.
Analisis situasi dilakukan atas kondisi internal dan ekseternal. Analisis
situasi adalah pengumpulan fakta tentang kebutuhan logistik yang dihadapi
oleh suatu organisasi dan seluruh ruang lingkup operasinya yang sekarang.
Penilaian yang lazim meliputi tinjauan internal, penilaian kompetitif, dan
penaksiran teknologi untuk menentukan apakah cukup terdapat daerah yang
luas untuk perbaikan biaya dan pelayanan.

2. Perencanaan Operasional
Perencanaan operasional dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
mengembangkan kebijaksanaan dan rencana logistik untuk menangani
tindakan manajemen yang rutin atau reguler dalam suatu organisasi. Rencana
operasional adalah alat untuk mengkoordinir usaha logistik suatu organisasi.
Rencana ini pada umumnya meliputi jangka waktu sampai satu tahun. Rencana
operasional yang menyeluruh sekurang-kurangnya mempunyai 3 (tiga) tujuan
yaitu modifikasi sistem, pelaksanaan, dan anggaran. Rencana operasional ini
dirumuskan oleh manajer logistik sebagai tindakan merealisasikan rencana
strategis yang telah dirumuskan oleh manajer puncak organisasi/perusahaan.
Selama periode operasional, mungkin dibutuhkan sejumlah
penyesuaian-penyesuaian dalam desain sistem. Modifikasi ditetapkan sebagai
bagian dari rencana strategi yang berlaku. Apapun sifat kebutuhan itu, dapat
diharapkan bahwa dalam organisasi yang dinamis, perubahan sistem akan
merupakan bagian integral dari setiap rencana operasional. Tujuan
penyelenggaraan rencana operasional adalah penyebaran modal jangka pendek
dan penyebaran sumber daya manajerial ke arah tercapainya sasaran
organisasi. Pada umumnya, makin stabil atau makin repetitif situasi operasinya,
maka makin besar jangka waktu yang dicakup oleh rencana penyelenggaraan
itu. Akan tetapi jadwal penyelenggaraan jarang melebihi lamanya waktu
rencana operasional. Dasar utama yang digunakan untuk merumuskan rencana
penyelenggaraan adalah peramalan. Tujuan utama rencana penyelenggaraan
adalah mengkoordinir aktivitas berencana selama jangka waktu pendek dalam
rencana operasional. Aspek finansial dari perencanaan operasional adalah
anggaran logistik. Aspek anggaran dari perencanaan operasional ini paling kecil
kemungkinannya terwujud selama jangka waktu tertentu.

3. Perencanaan Taktis
Perencanaan taktis dapat diartikan sebagai proses untuk penyesuaian
jangka pendek dari sumber daya logistik untuk hal-hal yang tidak menentu atau
tidak diduga, keadaan yang kompetitif atau kondisi lingkungan. Jangka waktu
perencanaan taktis adalah pendek karena fokusnya berorientasi pada kejadian.
Periode pelaksanaannya mungkin saja meliputi waktu yang panjang bergantung
pada sifat dari kejadian itu. Masalah yang kritis dalam perencanaan taktis
adalah penentuan sejauhmana manajemen bertindak mendahului atau bereaksi
terhadap kejadian yang tak terduga. Prosedur taktis tindakan mendahului
pengembangan rencana darurat yang memerinci penyesuaian – penyesuaian
terhadap kejadian yang mungkin terjadi tetapi tidak pasti terjadi pada waktu
dirumuskannya rencana operasional. Suatu prosedur taktis bereaksi adalah
prosedur yang mengembangkan mekanisme untuk modifikasi rencana
operasional yang didasarkan atas kejadian yang sesungguhnya dari peristiwa
tidak diduga. Suatu prosedur perencanaan taktis yang ideal akan memasukkan
kemampuan tindakan mendahului dan bereaksi untuk digunakan berdasarkan
tingkat kegawatan dari kejadian itu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses perencanaan logistik adalah
sebagai berikut (Dwiantara dan Sumarto, 2004):
a. Faktor Fungsional
Logistik merupakan unsur yang memperlancar aktifitas-aktifitas suatu
organisasi. Dengan fungsi memperlancar ini maka maka para perencana
logistik harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh masalah
ketersediaan logistik. Jangan sampai kekurangan atau ketiadaan suplai
logistik mengakibatkan berhenti atau terganggunya aktifitas unit kerja
lainnya. Karena itulah, maka manajer logistik harus senantiasa
mengendalikan ketersediaan logistik ini baik secara kuantitas maupun
kualitasnya.
b. Faktor Biaya dan Manfaat
Dalam merumuskan kebutuhan logistik, manajer logistik beserta staffnya
harus mempertimbangkan faktor biaya dan manfaat. Artinya, jangan sampai
barang-barang yang diadakan itu menelan biaya besar tapi manfaatnya kecil.
Atau sebaliknya, biaya untuk mendapatkan barang tersebut kecil (murah)
namun ternyata tidak ada manfaatnya bagi organisasi. Dalam hal inilah
perencana logistik tidak boleh mengabaikan aspek kualitas dari barang yang
diadakan tersebut. Daya tahan dan hasil yang diperoleh dari barang-barang
yang berkualitas akan mendorong semangat kerja para pegawai, sebaliknya
para pegawai akan merasa jengah jika menggunakan alat-alat atau barang-
barang yang tidak berkualitas karena pasti akan menimbulkan banyak
masalah teknis seperti kerusakan atau keterbatasan kapasitas kerja dan
sebagainya.
c. Faktor Anggaran
Ketersediaan dana yang dimiliki oleh organisasi yang dialokasikan untuk
pengadaan dan pemenuhan kebutuhan logistik juga menjadi bahan
pertimbangan bagi perencana logistik. Adakalanya organisasi
menganggarkan dana yang tidak terlalu banyak untuk pengadaan logistik,
meskipun mereka tahu bahwa logistik itu sangat penting untuk kelangsungan
hidup organisasi. Akantetapi karena keterbatasan anggaran yang dimiliki
oleh organisasi, akhirnya pimpinan harus mengambil kebijakan
mengalokasikan anggaran secara terbatas untuk pengadaan logistik ini. Oleh
sebab itu, jika kondisi ini yang terjadi maka perencana logistik harus mampu
menyusun kebutuhan logistik dengan tingkat prioritas yang tinggi.
Sebaliknya ada organisasi yang mengalokasikan anggaran untuk logistik ini
sangat besar karena menganggap bahwa ketersediaan logistik yang memadai
akan mempermudah organisasi mencapai tujuannya. Jika ini yang terjadi
maka para perencana logistik tidak boleh terlena dan akhirnya tidak
merencanakan kebutuhan logistik dengan karena merasa mudah
mendapatkan anggaran. Memang betul bahwa anggaran ini adalah nafasnya
unit logistik. Tanpa anggaran tidak mungkin bagian ini akan berjalan, namun
suplai anggaran yang tidak terbatas juga akan dapat mematikan kreatifitas
unit logistik untuk membuat rencana logistik yang handal sesuai dengan
prioritas organisasi. Para perencana logistik tetap harus mengutamakan
aspsek efektifitas dan efisiensi anggaran baik dalam kondisi minimnya
anggaran maupun anggaran yang tidak terbatas.
d. Faktor Keamanan dan Kewibawaan
Perencana logistik harus mempertimbangkan faktor pengguna dari barang
yang diadakan. Barang-barang yang digunakan oleh pejabat tinggi
perusahaan/lembaga tentu sedikit berbeda dengan barang-barang yang
digunakan oleh karyawan biasa. Kenapa? Karena pejabat organisasi
merepresentasikan posisi organisasi di masyarakat. Dengan menggunakan
barang-barang yang berkualitas maka tidak saja menjaga kewibawaan
pejabat yang bersangkutan, tetapi juga dapat menjaga nama baik lembaga/
organisasi.
e. Faktor Standarisasi dan Normalisasi
Setiap organisasi memiliki standar atas barang-barang tertentu yang harus
ada dalam organisasi. Standar barang ini meliputi: jenis barang, jumlah
barang, kualitas barang, ukuran barang dan sebagainya. Jika organisasi telah
memiliki standar baku atas barang-barang tertentu, maka perencana logistik
tidak boleh menyalahi standar barang tersebut.
Penentuan kebutuhan logistik merupakan bagian kegiatan pengadaan
logistik yang cukup krusial (penting) dan strategis karena kegiatan ini sangat
menentukan tingkat efektifitas kerja setiap unit kerja yang ada di suatu
organisasi. Bila terjadi kesalahan dalam penentuan kebutuhan logistik akan
mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Kesalahan perencanaan
ini juga dapat mengakibatkan pemborosan keuangan organisasi.
Unit logistik harus mampu merumuskan kebutuhan-kebutuhan logistik
baik logistik rutin maupun logistik non-rutin. Logistik rutin umumnya adalah
barang-barang yang digunakan sehari-hari oleh unit-unit kerja dan telah
digunakan dalam jangka waktu yang lama. Karena itu dalam menentukan
barang-barang logistik yang rutin unit logistik tidak akan mengalami kesulitan
lagi. Lain halnya untuk barang-barang logistik yang sifatnya non-rutin. Unit
logistik harus mampu melakukan penilaian-penilaian secara baik sebelum
memutuskan mengadakan barang-barang logistik tersebut. Dwiantara dan
Sumarto (2004) menyatakan bahwa secara teknis ada beberapa tahap dalam
penentuan kebutuhan logistik non-rutin, yaitu:
- Manajer logistik perlu menyusun seluruh nama-nama barang (logistik)
yang dibutuhkan dengan selalu mempertimbangkan relevansi usulan
logistik dengan fungsi unit kerja tertentu yang mengusulkan, biaya
yang diusulkan, mafaat yang diperoleh dan mendukung kepentingan
dan tujuan organisasi atau tidak atau apakah barang tersebut dapat
menunjang produktifitas unit kerja atau tidak.
- Menyusun daftar nama-nama barang tersebut berdasarkan urutan
prioritasnya: Mutlak (harus ada), penting dan perlu. Mutlak artinya
bahwa kebutuhan barang tersebut sangat mendesak dan harus segera
diadakan. Penting artinya barang tersebut sifatnya mendesak, tetapi
dapat ditunda untuk waktu yang tidak terlalu lama. Perlu artinya
barang tersebut sifatnya kurang mendesak dan dapat ditunda untuk
waktu yang cukup lama. Sifat-sifat barang ini (mutlak, penting dan
perlu) ini sifatnya relatif. Artinya bisa saja barang yang sebelumnya
bersifat perlu, karena situasi dan kondisi yang berubah maka menjadi
mutlak. Dan sebaliknya barang yang tadinya bersifat mutlak berubah
menjadi penting atau perlu saja sifatnya.
- Menetapkan secara pasti barang-barang yang akan diadakan sesuai
dengan prioritasnya dan menuangkannya dalam Daftar Nama Barang
yang akan diadakan.
Bagaimanakah perencanaan logistik dilakukan? Berikut ini prosedur
umum perencanaan logistik di berbagai organisasi.
1) Masing-masing unit kerja menentukan kebutuhan logistik sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)nya masing-masing.
Kebutuhan barang yang diajukan harus sesuai dengan standar dan
kebijakan yang dimiliki oleh organisasi.
2) Unit-unit kerja mengusulkan nama-nama barang yang akan dibeli/
diadakan kepada unit logistik. Unit-unit kerja ini berwenang sebatas
mengusulkan saja dan permintaan barang sesuai dengan
kebutuhannya kepada unit logistik. Usulan dan permintaan barang-
barang yang diajukan oleh unit-unit kerja merupakan hasil dari proses
penentuan kebutuhan logistik oleh masin-masing unit kerja. Agar
pengajuan kebutuhan barang ini efektif dan efisien sebaiknya unit-unit
kerja mengajukannya secara periodik sesuai jadwal pengadaan barang
yang berlaku di organisasi masing-masing.
3) Setelah semua usulan kebutuhan logistik dari setiap unit kerja
terkumpul sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, pihak-pihak yang
berkompeten dalam memutuskan pengadaan logistik akan memulai
proses penyusunan daftar dan nominasi barang. Unit logistik (manajer
logistik, pengawas logistik, pelaksana pengadaan logistik) merupakan
unsur utama dalam penyusunan daftar barang yang akan diadakan ini.
Pihak-pihak lain yang terlibat dalam penentuan kebutuhan logistik ini
adalah pimpinan puncak dan penanggung jawab keuangan organisasi.
4) Dengan berbagai pemikiran dan pertimbangan maka dapat ditentukan
dan ditetapkan berbagai macam kebutuhan logistik sesuai dengan
permintaan dan usulan dari unit-unit kerja. Kemudian nama-nama
barang ini disusun dalam Daftar Nominasi Barang yang akan diadakan.
Daftar Nominasi Barang inilah yang dijadikan pedoman bagi pimpinan
puncak dan penanggung jawab keuangan dan unit logistik untuk
menyetujui maupun melaksanakan kegiatan operasional pengadaan
logistik. Daftar Nominasi Logistik ini setidaknya berisi: nama barang,
gambar/informasi barang, harga satuan dan borongan, produsen,
spesifikasi barang dan sebagainya. Untuk mendapatkan informasi
tentang spesifikasi barang yang akan dibeli unit pelaksana logistik
dapat menelusurinya kepada pemasok (supplier), survey langsung ke
pasar, maupun surfing di internet. Dari berbagai cara ini surfing di
internet merupakan cara yang paling praktis dan efektif. Setelah
mendapatkan informasi di internet dapat dilanjutkan dengan mencari
informasi kepada pemasok langsung untuk mendapatkan informasi
tentang harga yang lebih valid.
Setelah semua persiapan dalam perencanaan logistik selesai maka
kegiatan berikutnya dari proses manajemen logistik adalah pengadaan logistik.

B. PENGADAAN LOGISTIK
Kegiatan pengadaan merupakan aktifitas yang paling menentukan dalam
rangkaian manajemen logistik. Melalui proses pengadaan inilah unit logistik
dapat menunjukkan separuh dari kinerjanya, karena jika pengadaan berhasil ini
berarti telah ada barang-barang yang dimiliki oleh organisasi dan siap
didistribusikan dan digunakan oleh unit-unit kerja yang membutuhkan.
Dwiantara dan Sumarto (2004) menyatakan bahwa fungsi pengadaan ini pada
hakikatnya merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan logistik sesuai
dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu
maupun tempat, dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan. Dengan demikian tujuan pengadaan barang adalah untuk
memperoleh barang atau jasa dengan harga yang dapat
dipertanggungjawabkan, dengan jumlah dan mutu yang sesuai, serta selesai
tepat waktu.
Pengadaan logistik ini dapat dilakukan setelah serangkaian perencanaan
logistik selesai dilakukan dan diputuskan oleh manajer puncak. Dalam kegiatan
pengadaan logistik terdapat berbagai macam cara maupun sistem yang dapat
ditempuh. Namun untuk menggunakan cara maupun sistem mana yang paling
efektif dan efisien tentu sangat tergantung pada situasi dan kondisi organisasi
masing-masing.
Salah satu hal yang penting dalam pengadaan barang adalah mengangkut
masalah kualitas/ mutu suatu barang. Unit logistik tidak boleh mengadakan
barang yang asal-asalan. Akibatnya akan fatal jika unit logistik mengadakan
barang-barang yang tidak berkualitas. Yang dimaksud dengan kualitas barang
disini adalah adanya kecocokan antara produk dengan kegunaannya. Kualitas
dapat diartikan sebagai conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yg
disyaratkan/distandarkan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses,
produk jadi.
Barang-barang berkualitas atau tidak dapat dilihat dari dimensi-
dimensinya, yakni:
 Kinerja (Performa)
 Keistimewaan (feature)
 Keandalan (reliability)
 Konformasi (conformance)
 Daya tahan (durability)
 Kemampuan pelayanan (service ability)
 Keindahan (Estetika)
 Kualitas yang dirasakan (perceived quality)

C. MACAM-MACAM CARA PENGADAAN BARANG LOGISTIK


Beberapa cara pengadaan logistik bagi suatu organisasi atau perusahaan
adalah sebagai berikut:
1) Pembelian
2) Peminjaman
3) Menyewa
4) Membuat Sendiri
5) Menukarkan
6) Substitusi
7) Pemberian/ hadiah
8) Perbaikan/ rekondisi
1). Pembelian
Yang dimaksud dengan pembelian adalah suatu pristiwa atau tindakan
yang dilakukan oleh dua belah pihak dengan tujuan menukarkan barang atau
jasa dengan menggunakan alat transaksi yang sah dan sama-sama memiliki
kesepakatan dalam transaksinya, dalam pembelian terkadang akan terjadi
tawar menawar antara pembeli dan penjual hingga mendapatkan kesepakatan
harga yang kemudian akan melakukan transaksi penukaran barang atau jasa
dengan alat tukar yang sah dan di sepakati kedua belah pihak.
Menurut Galloway (2000)  “The role of purchasing function is to make
materials and parts of the right quality, and quantity available for use by
operations at the right time and at the right place.” Pendapat tersebut kurang
lebih mempunyai arti bahwa peran fungsi pembelian adalah untuk mengadakan
material dan part pada kualitas yang tepat dan kuantitas yang tersedia untuk
digunakan dalam operasi pada waktu yang tepat dan tempat yang tepat. Dalam
konteks logistik pembelian merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik
dengan jalan organisasi membayar sejumlah uang tertentu kepada penjual atau
supplier untuk mendapatkan sejumlah barang sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak. Setelah transaksi pembelian selesai maka hak miliki barang
tersebut pindah dari penjual ke pembeli. Pengadaan logistik dengan cara ini
adalah yang paling dominan dan paling mudah dilakukan (Dwiantara dan
Sumarto, 2004).
Meskipun pembelian adalah cara pengadaan barang yang paling umum
dan paling mudah dilaksanakan, namun tetap harus memperhatikan prinsip-
prinsip pembelian yang baik. Tujuannya adalah agar unit logistik tidak salah
membeli, tidak kemahalan dan barang yang dibeli sesuai dengan spesifikasi
yang dibutuhkan. Prinsip-prinsip pembelian barang yang baik adalah sebagai
berikut:
a. The Right Price
The right price merupakan nilai suatu barang yang dinyatakan dalam
mata uang yang layak atau yang umum berlaku pada saat dan kondisi
pembelian dilakukan. Untuk mendapatkan harga yang tepat unit logistik
bagian pengadaan harus melakukan studi banding (perbandingan)
terhadap harga-harga barang yang akan dibeli di pasar ke berbagai
suppier, sehingga bisa mendapatkan harga termurah tentunya dengan
spesifik barang yang sama.
b. The Right Quantity
Jumlah yang tepat dapat dikatakan sebagai suatu jumlah yang benar-
benar diperlukan oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Unit
logistik juga harus tahu berapa kebutuhan pembelian kita. Pembelian
barang dengan jumlah sedikit tentu berbeda dengan pembelian dalam
jumlah yang besar. Untuk mendapatkan jumlah barang dalam jumlah
yang besar maka unit logistik harus mencari supplier besar (main dealer)
sehingga dapat mendapatkan jumlah barang yang sesuai.
c. The Right Time
Waktu merupakan hal penting dalam proses pengadaan. Jangan sampai
terjadi keterlambatan pembelian barang, karena hal ini akan
mengganggu proses operasional organisasi.
d. The Right Place
Mengandung pengertian bahwa barang yang dibeli dikirimkan atau
diserahkan pada tempat yang dikehendaki oleh pembeli.
e. The Right Quality
Mutu barang harus menjadi perhatian khusus bagi unit logistik. Mutu
barang yang diperlukan oleh suatu perusahaan sesuai dengan ketentuan
yang sudah dirancang yang paling menguntungkan perusahaan. Mutu
barang ini harus sesuai dengan standar yang ditentukan oleh
perusahaan/ organisasi.
f. The Right Source 
Mengandung pengertian bahwa barang berasal dari sumber yang tepat.
Sumber dikatakan tepat apabila memenuhi prinsip-prinsip yang lain
yaitu the right price, the right quantity, the right time, the right place, and
the right quality.
Berdasarkan prinsi-prinsip pembelian barang tersebut diatas, maka dalam
rangka melakukan pembelian unit organisasi harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Melakukan transaksi pembelian pada watu dan tempat yang tepat
 Barang yang dibeli memiliki manfaat dan fungsi yang diperlukan
 Sebelum membeli membandingkan harga dari tempat yang berbeda
 Bertanggung jawab atas pelaksanaan pembelian barang atau jasa
 Barang yang dibeli kemungkianan dapat dijual kembali
 Sebelum membeli lakukan periksalah harga pasar yang ada
Pembelian barang dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Pembelian
barang secara tunai (cash) adalah pembelian yang dilakukan sekali transaksi
dengan menerima barang yang dibeli dan memberikan uang sebagai alat tukar
yang sesuai dengan jumlah yang disepakati. Sedangkan pembelian secara kredit
adalah pembelian yang dilakukan lebih dari satu kali transaksi, pada transaksi
pertama pembeli memberikan sejumlah uang sebagai uang muka dan penjual
memberikan barang yang dibeli dengan catatan akan terjadi pembayaran kedua,
ketiga dan seterusnya sesuai kesepakatan.

2). Peminjaman
Untuk memenuhi kebutuhan logistik yang dibutuhkan, organisasi tidak
harus melakukan usaha pembelian. Organisasi/perusahaan juga dapat
mengadakan barang-barang yang dibutuhkan dengan cara meminjam. Menurut
(Dwiantara dan Sumarto, 2004) meminjam merupakan cara pemenuhan
kebutuhan logistik yang diperoleh dari pihak lain dengan cara tanpa
memberikan kontra prestasi (imbalan) dalam bentuk apapun. Pemenuhan
dengan cara ini hendaknya dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
logistik yang sifatnya sementara dan harus mempertimbangkan citra baik suatu
organisasi.
Secara sederhana, pinjaman dapat diartikan sebagai barang atau jasa yang
menjadi kewajiban pihak yang satu untuk dibayarkan kepada pihak lain sesuai
dengan perjanjian tertulis ataupun lisan, yang dinyatakan atau diimplikasikan
serta wajib dibayarkan kembali dalam jangka waktu tertentu. Dalam konteks
meminjam barang, barang yang dipinjam itu pada saatnya harus dikembalikan
sesuai dengan kesepakatan. Meminjam berarti memakai barang (uang dan
sebagainya) orang lain untuk waktu tertentu (kalau sudah sampai waktunya
harus dikembalikan).
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bab XII Bagian 1 dijelaskan
bahwa pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu
menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak
lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya
atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.
Orang yang meminjamkan itu tetap menjadi pemilik mutlak barang yang
dipinjamkan itu. Disinilah pentingnya bagi organisasi mengusahakan
pemenuhan barang-barang logistik secara pembelian agar tidak tergantung
pada pihak lain.

3). Menyewa
Menyewa berarti melakukan pinjaman kepada pihak lain dengan
memberikan imbalan (kontraprestasi) sesuai dengan perjanjian/kesepakatan
kedua belah pihak. Sebagaimana pemenuhan logistik dengan cara pinjaman,
pemenuhan barang dengan cara menyewa juga hendaknya hanya dilakukan
oleh unit logistik untuk barang-barang yang tidak terlalu vital dan sifatnya
sementara. Sedapat mungkin organisasi mengupayakan tanpa melalui sewa
menyewa.
Menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa: perjanjian sewa-
menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan dari suatu
barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh
pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya. Sedangkan Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia sewa berarti pemakaian sesuatu dengan
membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang
sewa.
Jika terpaksa harus melakukan penyewaan barang maka organisasi/
perusahaan harus memperhatikan benar-benar resiko yang mungkin
ditimbulkan. Resiko ini dimaknai sebagai kewajiban untuk memikul kerugian
yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu
pihak, yang menimpa barang yang menjadi obyek dari suatu perjanjian. Risiko
merupakan suatu akibat dari suatu keadaan yang memaksa (Overmacht)
sedangkan ganti rugi merupakan akibat dari wanprestasi.
Pembebanan risiko terhadap obyek sewa didasarkan terjadinya suatu
peristiwa diluar dari kesalahan para pihak yang menyebabkan musnahnya
barang/ obyek sewa. Musnahnya barang yang menjadi obyek perjajian sewa-
menyewa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
 Musnah secara total (seluruhnya). Jika barang yang menjadi oyek perjanjian
sewa-menyewa musnah yang diakibatkan oleh peristiwa di luar kesalahan
para pihak maka perjanjian tersebut gugur demi hukum. Pengertian
musnah disini berarti barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-
menyewa tidak lagi bisa digunakan sebagai mana mestinya, meskipun
terdaat sisa atau bagian kecil dari barang tersebut masih ada.
Ketentuan tersebut diatur di dalam pasal 1553 KUH Perdata yang
menyatakan jika musnahnya barang terjadi selama sewa-menyewa
berangsung yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang diakibatkan oleh
suatu keadaan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan pada salah satu
pihak maka perjanjian sewa-menyewa dengan sendirinya batal.
 Musnah sebagian. Barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa
disebut musnah sebagian apabila barang tersebut masih dapat di gunakan
dan dinikmati kegunaanya walaupun bagian dari barang tersebut telah
musnah. Jika obyek perjanjian sewa-menyewa musnah sebagian maka
penyewa mempunyai pilihan, yaitu: (a) Meneruskan perjanjian sewa-
menyewa dengan meminta pengurangan harga sewa, (b) Meminta
pembatalan perjanjian sewa-menyewa.
Pasal 1560, 1564, dan 1583 KUH Perdata menentukan bahwa pihak
penyewa memiliki kewajiban-kewajiban, yaitu:
 Memakai barang yang disewa sebagai bapak rumah yang baik, sesuai
dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya,
atau jika tidak ada perjanjian mengenai itu, menurut tujuan yang
dipersangkakan berhubungan dengan keadaan.
 Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan.
 Menanggung segala kerusakan yang terjadi selama sewa-menyewa, kecuali
jika penyewa dapat membuktikan bahwa kerusakan tersebut terjadi bukan
karena kesalahan si penyewa.
 Mengadakan perbaikan-perbaikan kecil dan sehari-hari sesuai dengan isi
perjanjian sewa-menyewa dan adat kebiasaan setempat.

4). Membuat Sendiri


Membuat sendiri merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan
logistik dengan cara membuat barang-barang yang dibutuhkan. Pembuatan
barang-barang kebutuhan logistik ini harus benar-benar disesuaikan dengan
kebutuhan organisasi baik dari sisi waktu maupun kualitas barang. Pemilihan
cara ini juga harus mempertimbangkan tingkat efektifitas dan efisiensinya dan
jangan sampai mengorbankan usaha-usaha pokok organisasi/perusahaan.

5). Menukarkan
Menukarkan merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan jalan
menukarkan barang yang dimiliki dengan barang yang dimiliki oleh pihak lain
yang dibutuhkan oleh organisasi/perusahaan. Pemilihan metode/ cara ini harus
mempertimbangkan faktor saling menguntungkan di antara kedua belah pihak
dan barang yang dipertukarkan harus merupakan barang yang sifatnya
kelebihan/ berlebihan yang dipandang tidak memiliki daya guna untuk
perusahaan. Cara ini cukup efektif dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas
barang-barang yang dimiliki oleh organisasi/ perusahaan. Barang-barang yang
berlebih menjadi tidak mubazir karena tidak terpakai tetapi dapat ditukar
dengan barang lain yang lebih berguna.

6). Substitusi
Pengadaan barang melalui cara substitusi adalah penggantian barang-
barang yang dibutuhkan dengan barang-barang lain yang sejenis yang dapat
menggantikan fungsi barang yang dibutuhkan secara baik dan cocok. Dengan
cara ini, barang yang dibutuhkan tidak harus sama persis dengan permintaan
unit kerja tetapi tetap dapat dimanfaatkan tanpa mengurangi kinerja unit kerja.
Susbtitusi ini sebaiknya dilakukan jika barang yang dibutuhkan benar-benar
tidak tersedia di pasaran, dan tidak bisa diusahakan baik dengan cara sewa,
pinjam maupun dibuat sendiri.

7). Pemberian/ hadiah


Meski jarang terjadi, tetapi pengadaan barang melalui proses pemberian
(hibah) atau hadiah tetap bisa menjadi salah satu alternatif. Hibah/ pemberian
barang ini diberikan oleh pihak lain tanpa adanya ikatan yang dapat merugikan
organisasi/ perusahaan. Oleh sebab itu sebelum menerima hibah/ pemberian
unit logistik harus benar-benar mengkaji dampak-dampak yang tidak
diinginkan di kemudian hari.

8). Perbaikan/ rekondisi


Dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan barang-barang yang
ada di organisasi maka unit logistik hendaknya memiliki tenaga terampil yang
dapat melakukan usaha-usaha perbaikan (repair) terhadap barang-barang
logistik yang mengalami kerusakan, terutama kerusakan ringan. Namun
demikian, unit logistik tetap harus mempertimbangkan untuk mengadakan
barang yang baru jika tingkat kerusakan barang yang ada sudah parah. Jika
kerusakan telah cukup parah dan tetap dipaksakan untuk direkondisi,
dikhawatirkan biaya perawatannya akan lebih mahal dibandingkan dengan
mengadakan barang yang baru.
Unit logistik dapat menggunakan berbagai cara yang disebutkan diatas
baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Bisa jadi pada saat
pengadaan barang digunakan metode pembelian, sewa, peminjaman, substitusi
dan sebagainya. Hal ini sangat tergantung pada kebutuhan dan kondisi
keuangan organisasi/ perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tidak ada cara yang paling baik dibandingkan dengan cara yang lain.
E. SISTEM PENGADAAN LOGISTIK
Ada dua sistem pengadaan logistik yakni sistem sentralisasi dan sistem
desentralisasi. Namun karena kedua sistem ini memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, maka kemudian dikembangkan sistem
campuran, yakni campuran antara sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi.
Menurut Dwinantara dan Sumarto (2004) yang dimaksud dengan sistem
pengadaan barang secara sentralisasi adalah pengadaan barang-barang logistik
yang dilakukan oleh satu unit logistik yang diberikan kewenangan untuk
mengadakan barang-barang kebutuhan semua unit-unit kerja dalam suatu
organisasi. Unit logistik inilah satu-satunya unit kerja yang mengadakan
kebutuhan logistik organisasi. Semua unit kerja mengajukan barang-barang
kebutuhannya kepada unit logistik ini.
Beberapa kelebihan sistem sentralisasi ini adalah sebagai berikut: (1)
dapat mengurangi harga per satuan karena umumnya melalui sistem
sentralisasi ini pengadaan/ pembelian barang dilakukan dalam partai besar
sehingga bisa mendapatkan potongan harga dari supplier (pemasok); (2) dapat
mengurangi biaya tambahan (overhead cost), sehingga akan meningkatkan
efisiensi; (3) dapat mendukung program standarisasi dan sistem pertukaran
logistik antar bagian. Sedangkan kekurangan sistem sentralisasi diantaranya:
(a) kebutuhan yang mendesak dari unit kerja tertentu tidak dapat dipenuhi
secara cepat karena unit logistik (bagian pembelian) harus menunggu daftar
pembelian barang-barang dari berbagai unit kerja yang ada; (b) dikhawatirkan
pemenuhan permintaan kebutuhan logistik pada unit-unit pengguna tidak
sesuai dengan kebutuhan, terutama menyangkut spesifikasi barang yang
dibutuhkan dan waktu. Hal ini dikarenakan unit logistik tidak mengetahui
sepenuhnya kebutuhan unit kerja tersebut. Bisa jadi hal-hal yang dianggap
sepele oleh unit logistik justru menjadi sangat penting bagi unit kerja yang
bersangkutan.
Sistem desentralisasi pengadaan barang adalah adanya pemberian
kewenangan kepada masing-masing unit kerja untuk menyusun daftar
kebutuhan barang dan sekaligus melakukan proses pengadaan secara mandiri.
Dengan demikian maka masing-masing unit kerja harus memiliki semacam unit
logistik di dalam organisasinya. Kondisi semacam ini mengakibatkan terlalu
banyaknya personil yang mengurusi masalah pengadaan barang dalam suatu
organisasi. Jika setiap organisasi memiliki 5 bagian/ unit kerja, maka setidaknya
ada 5 orang yang kerjanya berurusan dengan masalah logistik. Tentu saja sistem
desentralisasi ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Beberapa kelebihan sistem desentralisasi ini menurut Dwinantara dan
Sumarto (2004) adalah sebagai berikut: (1) kebutuhan logistik masing-masing
unit kerja dapat dipenuhi secara cepat sesuai; (2) spesifikasi barang logistik
sesuai dengan kebutuhan unit kerja yang bersangkutan: (3) dapat
meminimalisasi barang-barang yang tidak terpakai (mubadzir) karena barang-
barang yang dibeli/ diadakan dapat dimanfaatkan semuanya oleh unit-unit
kerja. Sedangkan kekurangan sistem desentralisasi ini adalah sebagai berikut:
(a) adanya kecenderungan masing-masing unit kerja untuk memiliki barang-
barang baru dan mahal harganya, padahal barang-barang yang ada masih dapat
digunakan untuk menjalankan roda organisasi; (b) tidak ada standarisasi
barang, sebab untuk barang yang sama masing-masing unit kerja dapat
membeli merk dan spesifikasi barang yang berbeda-beda; (c) biaya per satuan
barang menjadi relatif lebih mahal karena masing-masing unit kerja dapat
membeli secara satuan ke berbagai pemasok/ toko; (d) munculnya biaya
tambahan (overhead cost) yang relatif lebih besar karena melibatkan banyak
pihak. Misalnya saja biaya transportasi, biaya pegawai, biaya pergudangan,
biaya administrasi, dan sebagainya.
Atas dasar adanya ketidak sempurnaan kedua sistem tersebut, maka
dikembangkanlah sistem campuran (sentralisasi-desentralisasi) sebagai upaya
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengadaan barang dan
menghilangkan masalah-masalah pengadaan barang. Dapat dikatakan bahwa
sistem campuran ini merupakan suatu cara pengadaan barang dengan
mengombinasikan antara sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi. Yang
ingin dicapai dari sistem ini adalah terpenuhinya spesifikasi barang setiap unit
kerja secara tepat dan cepat berdasarkan standar barang organisasi disatu sisi
dan mengurangi biaya-biaya overhead cost disisi lain. Salah satu yang dilakukan
oleh sistem ini adalah, jika pembelian barang sejenis jumlahnya banyak dan
dibutuhkan oleh banyak unit kerja, maka pengadaannya dilakukan secara
sentralisasi, namun jika barang yang dibutuhkan oleh unit kerja sifatnya khusus,
sifatnya mendesak dan jumlahnya sedikit maka digunakan sistem
desentralisasi.

F. PRINSIP PENGADAAN BARANG


Pengadaan barang logistik bagi organisasi/ perusahaan harus dilakukan
dengan perhitungan dan pertimbangan matang. Hal ini dilakukan untuk
menghindari berbagai kerugian yang mungkin dapat ditanggung oleh organisasi
secara keseluruhan dan pada akhirnya justru akan menggangu kinerja unit-unit
kerja yang ada. Oleh sebab itu agar pengadaan barang logistik tidak
menimbulkan masalah bagi organisasi, perlu memperhatikan prinsi pengadaan
barang sebagai berikut;
1) Mempertahankan kualitas material.
2) Membeli material dengan harga termurah dan kualitas serta service yang
dibutuhkan.
3) Optimasi persediaan.
4) Menghindari waste, duplikasi dan obsolescene.
5) Mempertahankan posisi kompetitif perusahaan.
6) Ketersediaan terjamin dan biaya pengadaan efisien.
7) Mencari material baru yang memungkinkan dilakukan peningkatan
efisiensi dan produktifitas perusahaan.

G. PEMILIHAN PEMASOK (SUPPLIER)


Pemasok merupakan pihak yang sangat penting perannya dalam proses
pengadaan barang. Unit logistik harus dapat membangun kerjasama yang baik
dengan berbagai pemasok sehingga dapat mempermudah proses pengadaan
barang. Jika unit logistik harus menolak pemasok tertentu, maka penolakan itu
harus dilakukan secara baik dan bijaksana sehingga tidak menyakitkan bagi
pemasok tersebut. Mungkin saja saat ini pemasok tersebut tidak dapat kita
jadikan partner dalam pengadaan barang, namun siapa tahu pada masa yang
akan datang dia justru menjadi satu-satunya pemasok yang ada atas barang
logistik yang kita butuhkan. Oleh karena itu sebelum memutuskan untuk
bekerjasama dengan pemasok unit logistik ada baiknya mempertimbangkan
dan memperhatikan pemasok seperti apa yang benar-benar dapat bekerjasama.
Untuk mengetahui bagaimana profil pemasok yang ada, maka kita dapat
mencari informasi pemasok-pemasok barang yang ada dari berbagai sumber
yakni:
• Pengalaman perusahaan sendiri
• Salesman
• Katalog
• Direktori Perdagangan
• Jurnal dagang
• Pameran
• Halaman kuning (Yellow Pages)
• Permintaan penawaran
• Konsultan
• Internet
Untuk memilih pemasok mana yang akan dihubungi untuk diajak bekerja
sama, maka perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
• Pertimbangan ekonomis
• Pertimbangan teknis
• Sumber pembiayaan
• Peraturan pemerintah
• Pertimbangan sosial politik
• Green Purchasing
Setelah kita menemukan pemasok yang cocok maka kita persiapkan
bahan-bahan sebagai informasi pemasok yang akan dibicarakan. Unit logistik
tidak seharusnya menemui pemasok tanpa memiliki informasi-informasi
berikut ini sebagai bahan untuk bernegoisasi.
• Waktu penyerahan (kecepatan, kehandalan & fleksibilitas)
• Jumlah pengiriman minimum
• Mutu
• Biaya pengangkutan
• Persyaratan pembayaran
• Koordinasi
• Pajak dan nilai tukar
• Kelangsungan hidup
• Safety
Personil yang ditugaskan oleh unit logistik untuk melakukan negosiasi
dengan pemasok haruslah orang yang memiliki kemampuan komunikasi baik
dan terlatih untuk melakukan negosiasi dan diplomasi sehingga hasil negosiasi
menguntungkan perusahaan baik secara ekonomis maupun politis. Organisasi/
perusahaan hendaknya memiliki orang-orang di bagian logistik yang handal
untuk bernegosiasi.

H. METODE PEMILIHAN PEMASOK


Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk memilih
pemasok yang tepat untuk dapat memenuhi barang-barang kebutuhan
organisasi:
– Tender/Lelang
– Dunn ranking
– Delphi
– The law of comparative judgment
– AHP (Analytical Hierarchy Process)

I. PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH


Pemerintah sebagai suatu entitas/organisasi yang memiliki banyak
kebutuhan akan barang dan jasa, juga sangat berkepentingan terhadap masalah
pengadaan barang logistik. Pengadaan barang dan jasa pemerintah ini diatur
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No.54/2010).
Perpres No. 54/2010, Bab III, pasal 8, ayat (1) menyatakan bahwa
Pengguna Anggaran (PA) memiliki tugas dan kewenangan menetapkan
Rencana Umum Pengadaan dan mengumumkan secara luas Rencana Umum
Pengadaan paling kurang di website K/L/D/I, pasal 11 ayat (1) bahwa PPK
menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, serta pasal 17 ayat
(2) bahwa ULP/Pejabat Pengadaan menyusun rencana pemilihan Penyedia
Barang/Jasa dan menetapkan Dokumen Pengadaan.
Pengertian dan istilah penting yang digunakan dalam Pedoman Umum
Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa ini, selain yang tertera di dalam
Perpres No. 54/2010, adalah sebagai berikut:
1. Satuan kerja adalah bagian dari suatu unit organisasi pada
Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa
kegiatan dari suatu program
2. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD
adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna
anggaran/pengguna barang.
3. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, yang
selanjutnya disingkat RKA-K/L, adalah dokumen rencana keuangan
tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran
Kementerian/Lembaga.
4. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD, yang selanjutnya disingkat RKA-
SKPD, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk
melaksanakannya.
5. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, yang selanjutnya
disingkat PPAS, merupakan program prioritas dan patokan batas
maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program
sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD.
6. Pagu indikatif merupakan ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan
kepada Kementerian Negara/Lembaga sebagai pedoman dalam
penyusunan Renja- K/L.
7. Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut
Pagu Anggaran K/L, adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan
kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L.
8. Inisiatif Baru adalah usulan tambahan rencana Kinerja selain yang
telah dicantumkan dalam prakiraan maju, yang berupa program,
kegiatan, keluaran, dan/atau komponen.
9. Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang
selanjutnya disebut Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa, adalah proses
perumusan kegiatan yang meliputi prosedur penyusunan Perencanaan
Umum Pengadaan Barang/Jasa dan Persiapan Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa.
10.Prosedur Penyusunan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa
adalah tata cara perumusan kegiatan persiapan pengadaan barang/jasa,
yang dimulai dari mengidentifikasi kebutuhan barang/jasa sampai
dengan diumumkannya Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa oleh PA.
11.Prosedur Persiapan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa adalah
tata cara perumusan kegiatan persiapan pengadaan yang dimulai dari
penyerahan Dokumen Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa oleh PA
kepada PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan sampai dengan ditetapkannya
Dokumen Pengadaan Barang/Jasa.
12.Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disebut DIPA,
adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang berfungsi sebagai
dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen pendukung
kegiatan akuntansi pemerintah yang dibuat oleh Kementerian/Lembaga
dan disahkan oleh Menteri Keuangan.
13.Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD, yang selanjutnya disingkat
DPA- SKPD, merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja
setiap SKPD yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna
anggaran.
14.Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah
dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan
kegiatan sebagai dasar penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
Pengadaan barang dan jasa pemerintah harus mengikuti alur dan proses
yang telah ditentukan dalam Perpres Nomor 54 tahun 2010 yang terdiri atas:
1) Penyusunan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa, yang meliputi:
 Identifikasi kebutuhan barang/jasa;
 Penyusunan dan penetapan rencana penganggaran;
 Penetapan kebijakan umum tentang pemaketan pekerjaan;
 Penetapan kebijakan umum tentang cara pengadaan, yang meliputi:
 Pengadaan dengan cara Swakelola; dan
 Pengadaan dengan menggunakan Penyedia Barang/Jasa.
 Penetapan kebijakan umum tentang pengorganisasian pengadaan;
 Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK);
 Penyusunan jadwal kegiatan pengadaan;
 Pengumuman Rencana Umum Pengadaan;

2) Persiapan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, yang meliputi:


 Persiapan Pelaksanaan Pengadaan Swakelola
 Pelaksanaan Swakelola oleh K/L/D/I Penanggungjawab
Anggaran;
 Pelaksanaan Swakelola oleh Instansi Pemerintah Lain
PelaksanaSwakelola;
 Pelaksanaan Swakelola oleh Kelompok Masyarakat
Pelaksana Swakelola;
 Persiapan Pelaksanaan Pengadaan Melalui Penyedia Barang/Jasa
 Perencanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa;
 Pemilihan sistem Pengadaan Barang/Jasa;
a. Penetapan metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa
b. Penetapan metode penyampaian dokumen penawaran
c. Penetapan metode evaluasi penawaran
d. Penetapan jenis kontrak
 Penetapan metode penilaian kualifikasi Penyedia Barang/Jasa.
 Penyusunan jadwal pemilihan Penyedia Barang/Jasa
 Penyusunan dokumen Pengadaan Barang/Jasa.
 Penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

H. RANGKUMAN
1. Perencanaan Logistik merupakan kegiatan pemikiran, penelitian,
perhitungan, dan perumusan tindakan-tindakan yang kan dilakukan di
masa yang akan datang, baik berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
operasional dalam pengadaan logistik, penggunaan logistik,
pengorganisasian, maupun penegendalian logistik.
2. Perencanaan logistik dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu
strategis, operasional, dan taktis. Kriteria dasar untuk menentukan
masing-masing sifatnya adalah komitmen aktiva, lamanya waktu
perencanaan, dan kemungkinan pelaksanaannya
3. Pengadaan merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan logistik
sesuai dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi,
jumlah, waktu maupun tempat, dengan harga dan sumber yang dapat
dipertanggung jawabkan dengan tujuan untuk memperoleh barang atau
jasa dengan harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dengan jumlah
dan mutu yang sesuai, serta selesai tepat waktu.

I. EVALUASI
1. Jelaskan pengertian perencanaan logistik dan jenis-jenis perencanaan
logistik?
2. Apakah tujuan pengadaan barang logistik?
3. Jelaskan proses pengadaan barang pada instansi pemerintah?

REFERENSI

Bowersox, D.J. 2004. Manajemen Logistik 2. Jakarta. Bumi Aksara.

Indrajit R.E dan Djokopranoto, R. 2005. Manajemen Persediaan. Jakarta.


Grasindo

Dwiantara, L dan Sumarto, RH. 2004. Manajemen Logistik. Grasindo.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai