Anda di halaman 1dari 2

SEJARAH PASAR CINDE, PALEMBANG

Penulis: Weni Wahyuny | Editor: Wawan Perdana

Kamis, 01 Agustus 2019

Dalam TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG.

Kawasan yang mulai direvitalisasi sejak 2018 itu sebelumnya adalah pasar
tradisional dengan bangunan yang khas dengan cendawannya. Nama Cinde sendiri
menurut Pemerhati Sejarah Kota Palembang, Rd Muhammad Ikhsan berasal dari nama
petilasan Pangeran Ario Kesumo Abdulrohim saat muda yakni Kimas Hindi. Ada
kemungkinan lafal cinde dari nama Hindi, lengkapnya Kimas Hindi. Dikarenakan
dalam tulisan aksara Arab berbahasa Melayu antara pelafalan dengan penulisan tidak
persis sama. Kemudian petilasan pada masa akhir hayatnya dijadikan makam di Cinde
Welang. Kawasan ini pula dulunya merupakan kawasan pemakaman yang luas, itu
sekitar seratus tahun lalu menurut penuturan lisan RM Husein Natodiradjo yang sering
menjadi referensi sejarah kota Palembang. Sejak tahun 1916, Pemerintah Kotapraja
Gementee Palembang mengeluarkan aturan yang menutup kawasan ini sebagai
pemakaman dan sebagai solusinya membuatkan tempat pemakaman umum baru yang
sering disebut kandang kawat, yakni Kandang Kawat Dukuh, Talang Ilir atau Kamboja
dan Puncak Sekuning.

Pasar Cinde sendiri sebelum dibangun permanen di tahun 1958 lebih akrab
disebut warga sebagai pasar Lingkis. Konon disebut pasar Lingkis karena banyak
masyarakat dari daerah Lingkis Ogan Komering Ilir yang menjadi pedagang di tempat
tersebut. Nama Lingkis pun saat ini tetap ada dan menjadi sebuah lorong di jalan KS
Tubun di sekitar SMA Negeri 15 sekarang. Semua lokasi pasar berada di tengah jalan
yang sekarang dibangun monumen perjuangan, dulunya sangat kumuh sehingga
menimbulkan kesan yang jelek sekali. Pemindahannya ke lokasi yang sekarang sudah
direncanakan oleh Walikota Sudarman.

Terdapat kesulitan menghadapi pembebasan tanah , milik eigendom keluarga


Lim, yang mengalami sengketa keluarga, sehingga kesepakatan mendapatkan tanah
tersebut sulit dicapai. Walikota Ali Amin mengambil jalan pintas dengan menempuh
prosedure mengambil tanah tersebut melalui (penguasa tanah untuk kepentingan
umum). Secara formal permintaan untuk itu dikemukakan kepada DPR. Tetapi
mengingat masalah tersebutlah terlalu sepele dalam kesibukan politik yang dihadapi
DPR waktu itu, walikota Ali Amin tanpa menunggu penetapan DPR terus saja
mempergunakan tanah tersebut untuk pembangunan pasar Cinde. Arsitektur bangunan
pasar Cinde ini sangar mirip dengan Pasar Johar Semarang yang dibangun oleh kolonial
Belanda tahun 1930-an. Pada bangunan ini terletak ciri khas berupa tiang cendawan
yang menopang menjulang bangunan. Sementara ruang dalam di lantai dua yang
terbuka mengingatkan kenangan orang-orang lama dengan suasana yang sama di Pasr
Los 16 Ilir yang telah habis terbakar pada 1993.

Ada beberapa hal yang menarik dari sejarah pasar cinde ini, yaitu:

1. Terdapat komplek pemakaman zuriat kesultanan palembang


Pasar Cinde dikelilingi situs sejarah Kota Palembang, yaitu kompleks
pemakaman sultan pertama Palembang, Sultan Abd ar-Rahman, yang berkuasa
sejak tahun 1662-1702. Hal ini diperkuat dengan ditemukan reruntuhan bata
serta pecahan keramik kuno era dinasiti Ching dan Ming.

2. Salah satu Lokasi Pertempuran 5 Hari 5 Malam


Kawasan Cinde merupakan bagian sejarah dari pertempuran 5 hari 5
malam tahun 1947 di Palembang. Hal ini dibuktikan dengan peletakan
kendaraan tempur tank baja yang diletakan di atas tugu yang berada tepat di
depan kawasan pasar, hanya saja kini sudah berganti dengan bangunan tugu lain.

Anda mungkin juga menyukai