Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan • Tsunami


: Penatalaksanaan keperawatan Bencana tsunami pada
Sub pokok bahasan
masyarakat
Pertemuan I x pertemuan
Hari/Tanggal Rabu, 22 desember 2021
Waktu : 35 menit
Tempat forum zoom
Sasaran : masyarakat

A. Tujuan Pembelajaran
I . Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pelajaran tentang penyuluhan
bencana tsunami dalam waktu 35 menit, diharapkan
sasaran mampu menjelaskan dan mengerti tentang
bencana tsunami.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah diberikan penyuluhan kesehatan, diharapkan
sasaran mampu :
a. Menjelaskan pengertian tsunami
b. Menyebutkan penyebab tsunami
c. Menyebutkan tanda tanda tsunami
d. Mengerti kawasan rentan tsunami
e. Mengerti rambatan gelomang tsunami

f. Mengerti penangulangan tsunami

B. Materi Penyuluhan
I . Pengertian tsunami
2. Penyebab terjadinya tsunami
3. Tanda tanda terjadinya tsunami
4. Kawasan rentan tsunami
5. Rambatan gelombang tsunami
6. Penanggulangan tsunami
C. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
Kegiatan Kegiatan W
l. Persiapan 5
a. Ruangan
b. Media ( kursi )
c. Peralatan
d. Leaflet

2. Pelaksanaan
a. Menjelaskan pengertian
tsunami 20
Menyimak dan
b. Menyebutkan penyebab
memberikan
tsunami
kesempatan untuk
c. Menyebutkan tanda tanda
bertanya
terjadinya tsunami
d. Menjelaskan kawasan rentan
tsunami
e. Menjelaskan rambatan
gelombang tsunami
f. Menjelaskan
penanggulangan tsunami
3. Evaluasi
a. Uraian penjelasan
b. Tanyajawab
c. Penutup
IO
Menyimak dan
berpartisipasi aktif
dalam menjawab
pertanyaan
Mengerjakan evaluasi
D. Metode
Ceramah dan tanya jawab

E. Media, Alat dan Sumber


1. Media : Leaflet
F. Daftar pustaka

Hettiarachchi, Samantha (2018). "Establishing the Indian Ocean


Tsunami Warning and Mitigation System for human and
environmental security". Procedia Engineering. Elsevier. 212: 1339–
1346. doi:10.1016/j.proeng.2018.01.173. ISSN 1877-7058.

Gupta, Harsh K.; Gahalaut, Vineet K. (2014). Three Great Tsunamis:


Lisbon (1755), Sumatra-Andaman (2004) and Japan (2011). Springer
Science & Business Media. ISBN 978-94-007-6576-4.

Indian Ocean Tsunami Information Center (2018). "National Tsunami


Warning Centres"(dalam bahasa Inggris). UNESCO. Diarsipkan dari
versi asli tanggal 2018-01-28. Diakses tanggal 2019-02-01.
MATERI PEBELAJARAN
PENYULUHAN BENCANA TSUNAMI

A. Pengertian Tsunammi

Tsunami (serapan dari bahasa Jepang: 津 波 , arti


harfiah: "ombak besar di pelabuhan") adalah
gelombang air besar yang diakibatkan oleh gangguan di
dasar laut, seperti gempa bumi. Gangguan ini
membentuk gelombang yang menyebar ke segala arah
dengan kecepatan gelombang mencapai 600–
900 km/jam. Awalnya gelombang tersebut memiliki
amplitudo kecil (umumnya 30–60 cm) sehingga tidak
terasa di laut lepas, tetapi amplitudonya membesar saat
mendekati pantai. Saat mencapai pantai, tsunami
kadang menghantam daratan berupa dinding air raksasa
(terutama pada tsunami-tsunami besar), tetapi bentuk
yang lebih umum adalah naiknya permukaan air secara
tiba-tiba. Kenaikan permukaan air dapat mencapai 15–
30 meter, menyebabkan banjir dengan kecepatan arus
hingga 90 km/jam, menjangkau beberapa kilometer dari
pantai, dan menyebabkan kerusakan dan korban jiwa
yang besar.

B. Penyebab Tsunammi
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan tsunami
terjadi. Berikut faktor-faktor penyebab tsunami dikutip
dari laman resmi PBB: 
 Gempa 

Gempa bisa memicu terjadinya bencana


tsunami, tapi tidak semua gempa. Gempa yang
terjadi di bawah laut bisa menyebabkan tsunami
terjadi.  Saat lempengan samudra bertemu
dengan lempengan benua atau lempengan
samudera lain, bisa membuat tsunami terjadi. 
Tsunami bisa terjadi jika gempa yang muncul
berada di atas 5,5 skala Richter. Gempa juga
merupakan gempa dangkal yang berjarak
kurang dari 70 km dari daratan. 
 Longsoran

Penyebab tsunami bisa berasal dari longsoran di


dekat pantai. Longsoran tersebut akan
mendorong air laut.  Dari dorongan tersebut
tercipta gelombang besar yang bisa menyapu
daratan. Longsoran di bawah laut juga
berpotensi menyebabkan tsunami. 
 Erupsi gunung berapi 

Selain gempa, erupsi gunung berapi juga bisa


memicu gelombang tsunami. Muntahan erupsi
yang masuk di laut menyebabkan air laut
terdorong.  Dorongan dari air laut kemudian
menciptakan gelombang besar yang berbahaya.
Tsunami akibat letusan gunung terjadi saat
erupsi Gunung Krakatau.  Erupsi Gunung
Krakatau pada 26 Agustus 2883, menyebabkan
tsunami setinggi 41 meter. Tsunami ini juga
memakan korban jiwa hingga 36,417 orang.

sunami dapat dipicu oleh gangguan pada dasar laut


yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar
air. Dalam proses kembalinya air yang terganggu ini
menuju ekuilibrium atau keadaan tenang, suatu
gelombang dapat terbentuk dan menyebar
meninggalkan pusat gangguan, sehingga menyebabkan
tsunami. Peristiwa-peristiwa yang dapat menyebabkan
perpindahan air seperti ini meliputi gempa bumi bawah
laut, longsor yang terjadi di dasar laut, jatuhnya benda
ke dalam air seperti letusan gunung, meteor, atau
ledakan senjata. Pemicu paling umum adalah gempa
bumi yang mengakibatkan sekitar 80%–90% dari
seluruh tsunami. Gempa yang paling berpotensi
menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi
pada zona penunjaman (daerah pertemuan
dua lempeng yang membenamkan salah satu lempeng
tersebut) yang dangkal. Namun, tidak semua gempa
seperti ini menyebabkan tsunami. Biasanya, hanya
gempa berkekuatan di atas 7,0 skala magnitudo
momen yang memiliki potensi ini. Semakin kuat suatu
gempa, semakin besar pula peluang tsunami yang
disebabkan oleh gempa tersebut. Selain paling umum,
tsunami seperti ini adalah satu-satunya yang dapat
bertahan jauh (termasuk menyeberangi samudra)
sehingga membahayakan daerah yang lebih luas.
Tsunami Samudra Hindia 2004 merupakan contoh
tsunami seperti ini, dipicu oleh gempa bermagnitudo
9,1 dan merupakan tsunami paling mematikan dalam
sejarah.
C. Tanda-tanda terjadinya tsunami

Sebelum tsunami terjadi, ada beberapa tanda-tanda


yang biasa muncul. berikut tanda-tanda dari tsunami:
 Gempa yang terjadi di dekat pantai atau laut. 
 Air laut yang menyusut hingga dasar laut
terlihat

D. Kawasan Rentan Tsunami


Rawan tidaknya suatu daerah terhadap tsunami ditentukan oleh
ada tidaknya pemicu-pemicu di atas, terutama gempa bumi
berkekuatan besar di lautan, yang merupakan penyebab tsunami
paling umum. Hampir 80% dari tsunami di bumi terjadi di
kawasan yang disebut Lingkaran Api Pasifik, zona penunjaman
di sekitar Samudra Pasifik yang mengalami banyak gempa
bumi besar. Lingkaran api (Inggris: ring of fire) ini mencakup
(searah jarum jam) Selandia Baru, Papua Nugini, Indonesia,
pantai timur Asia (terutama Filipina dan Jepang) sampai ke
utara, lalu pantai barat Amerika Utara dan Selatan. Selain itu,
kawasan Palung Sumatra yang berada di Samudra Hindia lepas
pantai barat dan selatan pulau Sumatra dan Jawa, Indonesia,
juga merupakan zona penunjaman yang rentan tsunami. Di luar
dua kawasan ini, tsunami cukup jarang terjadi. Tercatat tsunami
pernah terjadi di Pantai
Makran (selatan Iran dan Pakistan), Laut Tengah, serta pantai
barat Portugal.
E. Rambatan Gelombang Tsunami
 Dari pusat tsunami hingga ke pantai

Gangguan yang terjadi di tengah laut menyebar


sebagai gelombang. Seperti gelombang pada umunya (termasuk
gelombang air di kolam atau ombak di pantai), gelombang
tsunami memiliki fase "bukit" dan "lembah", panjang
gelombang, periode, dan kecepatan.] Namun gelombang
tsunami memiliki perbedaan besar daripada gelombang ombak
biasa. Tak seperti ombak biasa yang energinya berasal dari
angin, gelombang tsunami bisa terus bertahan karena
gaya gravitasi bumi yang menarik air untuk kembali ke
kesetimbangannya. Perbedaan-perbedaan lain adalah dari
sifatnya secara matematis. Panjang gelombangnya (jarak antara
satu bukit ke bukit berikutnya) berkisar antara beberapa
kilometer hingga ratusan kilometer. Ini jauh lebih besar
dibandingkan ombak yang panjang gelombangnya sekitar 100
meter. Karena panjang gelombangnya ini, serta kecilnya
amplitudo atau tinggi gelombang (umumnya 30–60 cm),
gradien atau kemiringan air yang terbentuk sangatlah kecil,
sehingga tidak terasa oleh kapal-kapal di laut lepas. Gelombang
tsunami juga memiliki perioda yang jauh lebih besar (dapat
mencapai 70–2.000 detik) dibandingan ombak biasa (sekitar 10
detik). Hal ini berarti arus yang ditimbulkan tsunami bertahan
jauh lebih lama
Kecepatan gelombang tsunami (dapat mencapai 600–
900 km/jam) juga amat besar dibandingkan ombak biasa
(sekitar 50 km/jam). Namun ini hanyalah kecepatan rambatan
gelombang, dan bukan kecepatan partikel air. Kecepatan
partikel air jauh lebih rendah, umumnya di bawah 1 m/s
(3,6 km/jam). Kecepatan ini kira-kira berbanding lurus dengan
akar kuadrat dari kedalaman laut, sehingga tsunami bergerak
lebih cepat di tengah samudra dibanding dekat pantai
dangkal. Karena itu, waktu tempuh sebelum tsunami mencapai
suatu titik tergantung pada karakteristik dasar laut maupun jarak
dari pusat tsunami. Contohnya, Tsunami Samudra Hindia 2004
mulai menghantam Indonesia setelah 15 menit, Sri
Lanka setelah 2 jam, dan Kenya (di sisi lain Samudra Hindia)
setelah 9 jam.
Perbedaan lainnya antara tsunami dan ombak biasa adalah
gelombang tsunami melibatkan air di seluruh area vertikal, baik
bagian dalam dan dangkal. Tak seperti ombak biasa yang
dalamnya jarang melebihi 20 m, gelombang tsunami mencapai
dasar laut sehingga memiliki total energi yang jauh lebih besar.
Saat merambat di laut dalam, gangguan yang terjadi di
permukaan hanyalah sebagian kecil dari total energi yang
dimiliki oleh tsunami tersebut.

 Saat mendekati pantai

saat gelombang tsunami mendekati pantai, kecepatan


gelombang menurun akibat gesekan dengan dasar laut. Pada
frekuensi tetap, panjang gelombang berbanding lurus dengan
kecepatan sehingga gelombang tsunami memendek. Selain itu,
karena tsunami menjangkau hingga dasar laut, saat laut
menjadi dangkal, energi yang sebelumnya tersebar jauh hingga
ke bawah mulai berpindah ke atas. Berpindahnya energi ini
meningkatkan amplitudo atau tinggi gelombang.] Alhasil, saat
mendekati pantai, energi tsunami menjadi jauh lebih padat baik
secara horizontal (akibat berkurangnya panjang gelombang)
dan secara vertikal (akibat berkurangnya kedalaman air dan
meningkatnya amplitudo). Akibat yang lain adalah gradien
atau kemiringan air menjadi jauh lebih curam
Surutnya air laut sering dilaporkan terjadi sebelum datangnya
tsunami, dalam kasus tertentu air laut dapat bergerak hingga
ratusan meter menjauhi daratan. Hal ini sering memancing
datangnya penduduk yang tidak tahu bahwa tsunami akan
terjadi, karena dalam keadaan ini ikan mudah ditangkap dan
sering terlihat karang atau makhluk laut lainnya yang biasanya
tidak terlihat. Tidak semua tsunami didahului oleh surutnya air,
tsunami juga dapat langsung dimulai dengan naiknya
permukaan air. Hal ini karena tsunami berbentuk gelombang,
dengan puncak dan lembah. Jika lembah gelombang yang
sampai lebih dahulu, permukaan air laut akan turun.
Sebaliknya, puncak gelombang menghasilkan naiknya air laut.
Kedua hal ini dapat terjadi dengan peluang yang sama
 Mencapai Daratan
Tsunami sering digambarkan secara ikonik sebagai dinding air
raksasa yang bergerak menghantam daratan, seperti ombak yang
ditunggangi peselancar. Fenomena ini memang terjadi, tetapi
hanya pada tsunami-tsunami yang sangat besar, seperti pada
Tsunami Samudra Hindia 2004. Pada sebagian besar kasus,
tsunami tidak menyebabkan dinding air raksasa, tetapi terjadi
dengan naiknya permukaan laut secara tiba-tiba (terkadang
didahului surut). Air dapat naik dan surut selama berjam-jam,
sesuai bukit dan lembah gelombang. Tsunami yang mencapai
daratan bukan hanya sebuah gelombang tetapi terdiri dari
rangkaian gelombang yang memiliki amplitudo dan frekuensi
berbeda dan dapat saling memperkuat. Saat ini, tidak mungkin
memperkirakan jumlah puncak besar yang ada dalam suatu
tsunami, atau puncak mana yang paling berbahaya. Karena itu,
daerah pantai masih dianggap berbahaya walaupun beberapa
gelombang besar telah lewat
Tsunami yang mencapai daratan dapat menyebabkan kenaikan
permukaan air hingga 15–30 meter. Banjir yang dihasilkan dapat
bergerak cepat hingga 90 km/jam,] dan menjangkau hingga
beberapa kilometer dari pantai. Aliran air ini mampu
menghancurkan bangunan dan tanaman, menghanyutkan
kendaraan atau benda-benda bergerak lainnya. Kerusakan akibat
arus yang berkecepatan tinggi dan dipenuhi puing serta benda
hanyut ini sering kali lebih besar daripada kerusakan akibat
hantaman awal tsunami. Banjir yang diakibatkan tsunami ini
sering diukur dengan dua besaran: inundasi atau penggenangan
(inundation) dan kenaikan (run-up). Inundasi adalah jarak
maksimal yang ditempuh tsunami secara horizontal ke dalam
daratan. Kenaikan adalah ketinggian maksimum yang digenangi
banjir dibandingkan dengan ketinggian normal air laut Saat banjir
tsunami mulai surut, arus balik air ke laut juga dapat
menimbukan kerusakan besar. Air dapat mengalir dengan cepat
dan bergejolak, menyebabkan erosi dan merusak fondasi
bangunan. Air dapat bergerak bolak balik hingga beberapa hari.

F. Penaggulangan
System peringatan dini tsunami berfungsi untuk mendeteksi
risiko tsunami, memperkirakan daerah-daerah yang akan
terkena, dan mengeluarkan pengumuman agar publik dapat
mengambil tindakan untuk mengurangi korban jiwa dan
kerusakan. Peringatan dini tsunami biasanya berawal dari
terjadinya gempa berkekuatan besar (magnitudo 7,0 atau lebih).
Saat gempa seperti ini terjadi, penduduk daerah terdekat dapat
langsung diberi peringatan dini disertai perkiraan kasar ukuran
atau waktu kedatangan tsunami. Sementara itu, pusat sistem
peringatan dini mengumpulkan data-data lain, seperti
perubahan pada permukaan laut, serta kedalaman dan
karakteristik dasar laut setempat. Perubahan ketinggian air laut
dapat diukur dengan alat seperti alat pengukur pasang
surut yang sebelumnya telah ditempatkan di berbagai
lokasi. Data-data ini kemudian diolah untuk mengeluarkan
perkiraan yang lebih rinci. Dengan data yang cukup, dapat
dideteksi apakah ada tsunami, dan jika ada, perkiraan juga
dapat meliputi peta pergerakan, daerah yang mungkin terkena,
waktu kedatangan, maupun ukuran tsunami. Jika dideteksi tidak
ada tsunami, peringatan dini dapat dibatalkan. Jika tsunami
terdeteksi, pihak berwenang di daerah yang dianggap berisiko
dapat mengambil tindakan penanggulangan, termasuk
memerintahkan evakuasi daerah pesisir. Waktu respons yang
dimiliki tiap lokasi berbeda-beda tergantung jaraknya dari pusat
tsunami. Daerah yang cukup jauh bisa jadi memiliki waktu
berjam-jam untuk bersiap dan melakukan evakuasi.
Selain deteksi dan perkiraan bahaya tsunami, efektivitas sistem
peringatan dini juga tergantung kepada adanya rencana
tindakan yang matang. Dalam rencana seperti ini, lembaga
pemerintah terkait harus sudah mengenal dan terlatih dalam
tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, di antaranya
menafsirkan sumber-sumber ilmiah maupun menyebarkan
informasi dan instruksi kepada masyarakat melalui jalur
komunikasi yang efektif. Karena rentang waktu sebelum
datangnya tsunami bisa jadi sangat singkat, faktor kecepatan
amat penting. Dengan adanya persiapan dan rencana yang
matang, keputusan dan tindakan dapat diambil dengan lebih
cepat.

Anda mungkin juga menyukai