0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
25 tayangan2 halaman
Pandemi Covid-19 memaksa proses pembelajaran pindah dari sekolah ke rumah, menyadarkan orang tua akan tanggung jawab mereka dalam mendidik anak. Orang tua kesulitan mengajar tanpa persiapan. Contoh Haji Agus Salim menunjukkan pentingnya peran aktif orang tua dalam pendidikan anak melalui pengajaran santai dan keteladanan. Revitalisasi peran pendidik orang tua di rumah perlu dilakukan
Pandemi Covid-19 memaksa proses pembelajaran pindah dari sekolah ke rumah, menyadarkan orang tua akan tanggung jawab mereka dalam mendidik anak. Orang tua kesulitan mengajar tanpa persiapan. Contoh Haji Agus Salim menunjukkan pentingnya peran aktif orang tua dalam pendidikan anak melalui pengajaran santai dan keteladanan. Revitalisasi peran pendidik orang tua di rumah perlu dilakukan
Pandemi Covid-19 memaksa proses pembelajaran pindah dari sekolah ke rumah, menyadarkan orang tua akan tanggung jawab mereka dalam mendidik anak. Orang tua kesulitan mengajar tanpa persiapan. Contoh Haji Agus Salim menunjukkan pentingnya peran aktif orang tua dalam pendidikan anak melalui pengajaran santai dan keteladanan. Revitalisasi peran pendidik orang tua di rumah perlu dilakukan
Mahasiswa S1 Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta Siapa yang menyangka sebelumnya kalau dunia pendidikan akan mengalami perubahan yang sangat fundamental. Perubahan mendasar ini terjadi ketika Pandemi Covid-19 memaksa segala bentuk aktifitas keseharian kita, harus dipindahkan ke dalam rumah. Pendidikan menjadi bidang kehidupan yang mengalami pukulan telak. Proses pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh guru di sekolah harus diambil alih orang tua di rumah. Apa yang umum dipahami orang tua sebagai pendidikan selama ini adalah menyekolahkan anaknya pada lembaga pendidikan negeri maupun swasta. Fenomena ini oleh Dr. Adian Husaini dinamakan sebagai “Sekolahisme”. Sekolahisme adalah penyakit yang menjangkiti pemikiran masyarakat yang menyamakan pendidikan dengan sekolah. Orang tua hanya berkewajiban untuk mencari nafkah dan cukup dengan menyekolahkan anak-anaknya, tanpa merasa wajib untuk mendidik mereka karena tugas tersebut sudah diserahkan kepada guru-guru di sekolah. Tidak adanya pengalaman mendidik anak di rumah ini tentu adalah masalah. Menurut Senza Arsendy dkk. (tim peneliti di INOVASI), apabila orang tua tidak dapat mengadakan pendidikan di rumah dengan baik dapat menyebabkan Learning Loss pada anak. Learning loss merupakan hilangnya pengetahuan ataupun keterampilan yang telah anak-anak dapatkan selama belajar di sekolah. Selanjutnya Syaikhu Usman (Peneliti Senior, SMERU Reaserch Institute) mengatakan learning loss berpotensi untuk menghapus bonus demografi yang diprediksi akan terjadi di Indonesia pada 2030-2040. Pandemi yang secara paksa menyadarkan para orang tua beban berat mendidik anak menyebabkan mereka kelabakan. Orang tua tanpa kesiapan ilmu dan kemapuan mendidik yang mumpuni tentu akan mengalami kesulitan dalam membimbing anak belajar di rumah. Menurut Liawati (Dosen Manajemen UNPAM), mengajar anak di rumah bukan cuma harus “tahu tentang apa”, tetapi juga harus “tahu bagaimana mengajarkannya”. Dalam mengadakan pembelajaran di rumah, kita juga mengenal istilah Homeschooling (sekolah rumah). Akan tetapi, homeschooling pun disalahpahami orang tua sebagai memindahkan pembelajaran dari sekolah ke rumah dengan ketentuan yang diatur oleh sekolah, ataupun mempekerjakan guru untuk mengajar anak mereka di rumah. Kesalahpahaman ini menurut Fikri Muslim dkk. (tim peneliti LIPI) adalah tidak sesuai dengan filosofi sebenarnya dari homeschooling. Menurut Fikri dkk., poin mendasar dalam pelaksanaan homeschooling adalah peran sentral dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak di rumah. Pendidikan secara sadar dan aktif dilaksanakan oleh orang tua kepada anak-anak mereka dalam lingkungan keluarga. Tentu pelaksanaannya harus menyesuaikan kebutuhan anak yang berbeda-beda di setiap keluarga. Sebagai contoh ideal, kita dapat meneladani bagaimana Haji Agus Salim yang memutuskan untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Belanda dan memilih untuk mendidik mereka di rumah. Beliau dengan kesibukannya sebagai Pemimpin Sarekat Islam dan Menteri Luar Negeri Indonesia dalam tiga kabinet mampu mengadakan homeschooling dengan baik. Hanya Ciddiq (anak ke-10/terakhir) yang berkesempatan duduk di bangku sekolah sampai lulus SMA. Haji Agus Salim dan Zainatun Nahar (istrinya) mulai mengajak ngomong anak-anaknya sejak bayi dengan bahasa Belanda. Kala itu bahasa Belanda adalah bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa kaum terpelajar. Maka ketika berusia 3-4 tahun anak-anaknya sudah mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda. Tidak ada metode dan aturan yang ketat dalam belajar. Pelajaran dilakukan dalam keadaan santai, seakan-akan sambil bermain. Semua waktu dan keadaan dijadikan sebagai proses pembelajaran. Anak-anaknya ditanamkan budi pekerti dengan bercerita dan keteladanan langsung dari orang tua. Mereka juga dirangsang untuk banyak bertanya dan tidak menerima begitu saja apa yang didengar. Untuk mendukung pendidikan di rumah, Nahar sejak awal pernikahan dianjurkan dan dibimbing untuk terus membaca dan belajar. Salim juga menyediakan banyak buku untuk dibaca anak-anaknya di rumah. Demikianlah Haji Agus Salim sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan mendidik anak-anaknya. Memasuki percobaan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) ini proses pembelajaran secara bertahap mulai dilakukan di sekolah secara terbatas. Mengembalikan pembelajaran di ruang kelas dengan tetap taat protokol kesehatan, tidak semestinyalah menjadi alasan bagi orang tua untuk kembali melepaskan tugasnya sebagai guru keluarga. Penguatan peran orang tua bukan hanya sebagai fasilitator, tetapi turut aktif dalam mendidik anak. Mulai dari pelajaran sekolah sampai pelajaran kehidupan, pelajaran teoritis sampak praktik keteladanan. Tugas penting inilah yang harus dikuatkan dalam tahap transisi memasuki kehidupan pasca pandemi. Revitalisasi (menghidupkan kembali) pendidikan keluarga ini bukan hanya tanggungjawab orang tua, tetapi mencakup pemangku kebijakan, sekolah, sampai tenaga pendidik. Pandemi Covid-19 adalah tonggak awal untuk mengembalikan tugas utama pendidikan orang tua di rumah. Latihan panjang selama pandemi diharapkan dapat mengembalikan peran orang tua dan merevitalisasi pendidikan keluarga di rumah. Wallahu a’lam.