Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU URETER
RUANG PERAWATAN LONTARA 2 BAWAH DEPAN
DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2019

Nama Mahasiswa : Musfika Haddise

NIM : R014182004

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR INSTITUSI

[ ] [ ]

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I KONSEP MEDIS.......................................................................................1
A. Definisi..........................................................................................................1
B. Etiologi..........................................................................................................2
C. Manifestasi Klinik.........................................................................................2
D. Komplikasi....................................................................................................3
E. Pemeriksaan Penunjang................................................................................3
F. Penatalaksanaan............................................................................................4
BAB II KONSEP KEPERAWATAN...................................................................7
A. Pengkajian Keperawatan...............................................................................7
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................9
C. Rencana/Intervensi Keperawatan................................................................10
BAB III WEB OF CAUTION (WOC)..................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

i
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Batu ureter adalah keadaan dimana terdapat batu saluran kencing, yang

terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalium, oksalat, kalium

fosfat, dan asam urat meningkat. Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya

penumpukan oksalat, calicu (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal.

Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan (Aulawi, 2014).

Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu dimulai dengan

Kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang

tumbuh sebagai pencetus. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari focus

mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk

masuk dalam velvis ginjal. Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal

yang turun ke ureter. Gerakan peristaltic ureter mencoba mendorong batu ke

distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai

nyeri hebat.

1
B. Etiologi
Sampai saat ini, penyebab terbentuknya batu ureter belum diketahui
secara pasti. Beberapa factor predisposisi terjadinya batu yaitu :
1. Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu
2. Imobilisasi
Kurang pergerakan tulang dan musculoskeletal menyebabkan penimbunan
kalsium. Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan
batu.
3. Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
menjadi inti pembentukan batu
4. Kurang minum
Kurang minum dapat berpotensial terjadi timbulnya pembentukan batu
5. Pekerjaan
Dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu
dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani
6. Iklim
Tempat yang bersuhu dingin (ruang berAC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas menyebabkan
banyak keluar keringat dan akan mengurangi produksi urin
7. Diuretik
Potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi
terbentuknya batu saluran kemih.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik adanya batu dalam traktus urinaris bergantung pada

adanya obstruksi, infeksi dan edema .

1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pad aginjal serta ureter

proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil,

2
demam, dan dysuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus.

Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan

merusak unit fungsional (nefron) ginjal.

2. Batu di piala ginjal yang dapat menyebabkan nyeri terus menerus di area

kastovertebral, hematuria dan piuria, diare dan ketidaknyamanan

abdominal dapat terjadi.

3. Batu yang terjebak di ureter yang dapat menyebabkan gelombang nyeri

yang luar biasa, akut, dan kronik yang menyebar ke paha dan genetalia,

rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar

4. Hematuria akibat aksi abrasi batu

5. Batu yang terjebak di kandung kemih yang menyebabkan gejala iritasi dan

berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri, jika batu

menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi

urin.

D. Komplikasi
Komplikasi akut yang diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfuse, dan tambahan intervensi sekunder
yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan
transfusi pada tindakan batu ureter memiliki resiko sangat rendah.
Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan tidak signifikan.
Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulasi ureter, trauma organ
pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli pau dan
urinoma. Sedangkan yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter,
hematom perirenal, ileus, stein strase, infeksi luka operasi, ISK, dan stent (UI,
2009).

3
Komplikasi jangka panjang adalah struktur ureter. Struktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian struktur ureter kemungkinan lebih
besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian
besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiogradi (IVP) pasca operasi.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada seseorang yang
mengalami batu ureter antara lain :
1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal, serta
mineral, bakteri, pus, pH urin asam (meningkatkan sistin dan batu asam
urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau batu
kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
meningkat.
3. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
4. Kadar klorida dan bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal
5. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomic
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
6. Ct scan : mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain,ginjal,
ureter, dan distensi kandung kemih.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan batu ureter
antara lain :
1. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat
dihilangkan, morfin diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar
biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan dapat
diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal
jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan.

4
2. Pengangkatan batu : pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral
kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi (jika
mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan
mengurangi nyeri.
3. Terapi nutrisi dan medikasi : terapi nutrisi berperan penting dalam
mencegah pembentukan batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan
menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama
pembentuk batu. Efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih
jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada.
4. Metode endourologi pengangkatan batu : menggabungkan keterampilan
ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor
5. Utereskopi : mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukkan
suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan
menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound
kemudian diangkat.

5
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, dan
status perkawinan.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian.
Keluhan utama membantu menyusun prioritas untuk intervensi medis
maupun keperawatan.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit terdahulu
3) Riwayat sosial
4) Riwayat alergi
5) Riwayat keluarga
6) Riwayat pengobatan
7) Riwayat pembedahan
3. Status aktivitas
a. Kaji mengenai perasaan pasien ketika beraktivitas maupun
beristirahat. Tanyakan apakah pasien merasa sesak atau tidak.
4. Status pernafasan
a. Pantau batuk apakah pasien mengalami batuk persisten atau
hemoptisis (batuk berdarah), produksi sputum (warna dan apakah
bercampur dengan darah), adanya nyeri dada, serta perubahan pola
pernafasan seperti dispnea dan adanya wheezing.
b. Kaji hasil pemeriksaan diagnostik yang terkait dengan sistem
pernafasan
5. Status Sirkulasi
a. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital

6
6. Status eliminasi
a. Kaji mengenai perasaan pasien ketika melakukan BAB dan BAK
b. Kaji mengenai warna feses dan urine pasien
7. Status nutrisi
a. Dapatkan riwayat diet
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan
pasien seperti disfagia, anoreksia, dan mual muntah
c. Kaji kemampuan pasien untuk mempersiapkan atau membeli makanan
d. Ukur status nutrisi pasien
8. Status neurosensorik
a. Kaji apakah pasien mengalami pusing, sakit kepala, photofobia
b. Kaji mengenai kekuatan otot pasien, begitu pula dengan
ekstremitasnya
c. Kaji adanya perubahan status mental, kerusakan mental, dan
perubahan sensori
9. Tingkat pengetahuan
a. Evaluasi pengetahuan pasien mengenai penyakit dan penyebarannya.
b. Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan teman.
c. Gali bagaimana pasien menghadapi penyakit dan stressor kehidupan
mayor di masa lalu dan identifikasi sumber-sumber dukungan pasien.
10. Penggunaan terapi alternative
a. Tanyakan pasien mengenai penggunaan terapi alternative.
b. Anjurkan pasien untuk melaporkan setiap penggunaan terapi
alternative ke penyedia layanan kesehatan primer.
c. Kenali kemungkinan efek samping dari terapi alternatif jika efek
samping diduga terjadi akibat terapi alternatif, diskusikan bersama
pasien dan penyedia layanan kesehatan primer dan alternatif.
d. Pandang terapi alternative dengan pikiran terbuka, dan coba pahami
pentingnya terapi tersebut bagi pasien.

7
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2018-2020
(Herdman & Kamitsuru, 2018) adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Hambatan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomi
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

8
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead,
Johnson, Maas, & Swanson (2016) dan Bulechek, Butcher, Dochterman, &
Wagner (2016) adalah sebagai berikut:
Diagnosa : Hambatan eliminasi urin b.d obstruksi anatomi
NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan diagnosa Perawatan retensi urin
teratasi dengan tujuan:  Lakukan penilaian kemih yang
komprehensif berfokus pada
Eliminasi urin: inkontinensia (misalnya,
 Pola eliminais tidak terganggu output urin, pola berkemih
 Intake cairan tidak terganggu kemih, fungsi kognitif, dan
masalah kencing praeksisten)
 Dapat mengososngka kandung
 Memantau penggunaan obat
kemih sepenuhnya dengan sifat antikolinergik
 Tidak ada darah yang terlihat atau properti alpha agonis
dalam urin  Memonitor efek dari obat-
 Tidak nyeri saat berkemih obatan yang diresepkan,
seperti calcium channel
 Tidak ada retensi urin
blockers dan antikolinergik
 Merangsang refleks kandung
kemih dengan menerapkan
dingin untuk perut
 Sediakan waktu yang cukup
untuk pengosongan kandung
kemih (10 menit)
 Gunakan spirit wintergreen di
pispot atau urinal
 Memantau asupan dan
keluaran
 Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan palpasi
 Menerapkan kateterisasi
intermiten

Diagnosa : Nyeri akut b.d agen cedera biologis


NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan, diagnosa Manajemen nyeri:
teratasi dengan tujuan:  Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
Kontrol nyeri : lokasi, karakteristik, durasi,
 Mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi, kualitas dan faktor
 Menggambarkan faktor penyebab

9
nyeri presipitasi
 Menggunakan tindakan  Observasi reaksi nonverbal
pengurangan nyeri tanpa analgesik dari ketidaknyamanan
 Menggunakan analgesik yang  Bantu pasien dan keluarga
direkomendasikan untuk mencari dan
menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat
Tingkat nyeri :
mempengaruhi nyeri seperti
 Tidak ada nyeri yang dilaporkan suhu ruangan, pencahayaan
 Tidak merinyit dan kebisingan
 Tidak ada kehilangan nafsu makan  Kurangi faktor presipitasi
atau nafsu makan meningkat nyeri
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali.

Diagnosa : Ansietas b.d perubahan status kesehatan


NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan, diagnosa Pengurangan kecemasan :
teratasi dengan tujuan:  Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Tingkat kecemasan :  Berikan informasi faktual
 Pasien dapat beristirahat terkait diagnosis, perawatan,
 Pasien tidak mengekspresikan dan prognosis
wajah tegang  Mendnegarkan pasien
 Pasien sudah tidak menyampaikan  Mengkaji tanda verbal dan

10
rasa cemasnya secara lisan nonverval kecemasan
 Pasien sudah tidak menyampaikan  Dorong verbalisasi perasaan,
rasa takutnya secara lisan persepsi dan ketakutan
 Dukung penggunaan
mekanisme koping yang sesuai
 Insyruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi

11
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)

Faktor instrinsik : umur, jenis Faktor ekstrinsik : asupan caian,


kelamin, gangguan metabolik diet, iklim, pekerjaan, istirahat, dll

Pengendapan garam mineral,


perubahan pH urin

Presipitasi kristal

Membentuk inti batu (nukleasi)-


agregasi

Menarik inhibitor

Menjadi kristal lebih besar

Agregat kristal menempel pada


epitel saluran kemih

Membentuk retensi kristal

12
Inhibitor diendapkan pada
agregat

Membentuk batu yang cukup besar untuk


menyumbat saluran kemih

UROLITHIASIS

Obstruksi saluran kemih

Batu di ureter

Peningkatan aktivitas peristaltic otot Menyambut aliran urin ke


polos system kalises atau ureter kandung kemih
Penurunan pada mukosa
dinding ureter Sering merasa ingin berkemih
Peningkatan tekanan intraluminal
tapi urin yang keluar sedikit
Hematuria mikroskopik
Pergeseran terminal saraf
Penurunan produksi

Nyeri kolik Kolik ureter Gangguan eliminasi urin

Nyeri luar biasa, akut, kolik yang


Hospitalisasi
menyebar ke paha & genetalia

Kurang informasi
Nyeri akut

Ansietas

13
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).


Nursing Interventions Classification (NIC) (Keenam). Philadelphia: Elsevier.
Farling, K. B. (2017). Bladder Cancer: Risk Factors, Diagnosis, and Management.
The Nurse Practitioner, 42(3), 26–33.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (Kelima). Philadelphia: Elsevier.
Muttaqin, A. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Budi Utama.
Purnomo, B. B. (2016). Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran (4th ed.). Jakarta: Media Aesculapius.
Umbas, R., Hardjowijoto, S., Mochtar, C. A., Safriadi, F., Djatisoesanto, W.,
Agung, A., … Hendri, A. Z. (2014). Panduan penanganan kanker kandung
kemih tipe urotelial. Ikatan Ahli Uologi Indonesia (IAUI).

14

Anda mungkin juga menyukai