Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANALISIS PENERAPAN CPOB

Sediaan Steril Infus Intravena Natrium Klorida 0,9%

Disusun oleh:

Stanislaus Kris Bangkit Tri Putra 128114101

Bertha Nathania 128114102

Desion Sudi 128114121

Venny Claudia Hermanto 128114139

FST B 2012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015
I. PENDAHULUAN

Sediaan parenteral adalah sediaan cairan atau serbuk steril baik dalam
single dose maupun multi dose. Sediaan parenteral secara injeksi maupun infus
memberikan bioavailibilitas dan efikasi yang lebih baik dibanding dengan sediaan
oral. Secara garis besar, sediaan parenteral digolongkan menjadi small volume
parenteral dan large volume parenteral. Small volume parenteral (SVP) adalah
sediaan parenteral yang besarnya 100 mL atau kurang baik single dose maupun
multiple dose. Sedangkan, Large volume parenteral (LVP) adalah sediaan
parenteral yang besarnya lebih dari 100 mL dan ditujukan untuk pemberian single
dose infus intravena. LVP yang sering digunakan antara lain infus asam amino,
dekstrosa, mannitol, injeksi ringer, injeksi ringer laktat, dan injeksi natrium
klorida.

Tujuan penggunaan infus intravena adalah untuk menyediakan elektrolit,


cairan tubuh dan nutrisi untuk terapi menjaga dan penggantian elektrolit, cairan
dan nutrisi tubuh. Secara umum penggunaan LVP dapat dibagi menjadi 3 yaitu
injeksi cairan penyeimbang, injeksi untuk terapi tertentu, dan injeksi nutrisi.
Injeksi cairan penyeimbang memberikan elektrolit pada pasien yang mengalami
trauma dan pada pasien yang membutuhkan elektrolit seperti kalium, natrium dan
klorida. Injeksi untuk terapi tertentu seperti untuk vaksin, anti-infeksi, onkologi,
diabetes, dan gastrointestinal. Injeksi nutrisi digunakan untuk pasien yang tidak
dalam kondisi baik dan tidak sadarkan diri.

Peningkatan jumlah orang yang dirawat dirumah sakit dan menjalani


operasi pada akhir-akhir ini menyebabkan peningkatan penggunaan LVP. Selain
itu terdapat permintaan akan sediaan yang lebih efektif, cepat dan aman untuk
pasien yang menjalani operasi yang juga akan meningkatkan penggunaan LVP.

Menurut WHO, infus intravena harus steril, bebas pirogen, dapat berupa
larutan maupun emulsi dengan air sebagai fase kontinu, biasanya disiapkan dalam
keadaan isotonik. Infus intravena ditujukan untuk penggunaan dalam volume yang
besar (biasanya lebih dari 100 mL) dan tidak mengandung bahan anti mikroba.

1
Hal ini sangat bekaitan dengan cara penggunaan infus intravena yang langsung
memasukkan infus ke dalam aliran darah sehingga perlindungan dari tubuh hanya
berasal dari antibodi dalam darah. Untuk itu pembuatan sediaan infus harus steril,
bebas pirogen agar pengaplikasian tidak menyebabkan masuknya pirogen atau
mikroorganisme yang tidak diinginkan langsung ke aliran darah dalam tubuh.

Infus Natrium Klorida (NaCl) 0,9% adalah sediaan infus yang termasuk
dalam kategori elektrolit yaitu berfungsi sebagai cairan yang dapat
mengembalikan kondisi cairan di dalam tubuh. Sediaan infus ini biasa digunakan
untuk mengatasi dehidrasi, kekurangan ion Natrium dan dapat juga digunakan
sebagai pembawa atau pengencer untuk obat yang hendak diberikan secara
parenteral. Secara fisik sediaan ini harus jernih dan tidak terdapat partikel yang
tampak, selain itu sebagai sediaan yang ditujukan untuk pemberian secara
intravena maka infus haruslah steril.

2
II. INFUS INTRAVENA NATRIUM KLORIDA 0,9%

A. Formulasi

Formulasi dari infus terdiri dari bahan pembawa (vehicle) dan substansi
tambahan (added substance). Formula dari infus Natrium Klorida (NaCl) 0,9%
terbuat dari dua bahan yaitu water for injection (WFI) sebagai pembawa air dan
NaCl sebagai substansi tambahan. NaCl yang terkandung sebesar 0,9% yang
berarti di setiap mL infus terdapat NaCl sebanyak 9 mg, atau terdapat 9 gram
NaCl pada setiap liter infus.

NaCl yang digunakan harus sebesar 0,9% agar cairan infus isotonis
(memiliki tekanan osmosis yang sama) dengan darah dan cairan tubuh, serta
dengan pH sebesar 4,5 – 7 agar sesuai dengan pH darah (isohidris). Infus dibuat
isotonis dan isohidris agar tidak terasa sakit saat disuntikkan serta agar tidak
terjadi efek yang tidak diinginkan mengingat sediaan infus merupakan sediaan
parenteral (intravena) yang langsung masuk ke dalam darah.

B. Bangunan, Fasilitas, Peralatan


 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas yang digunakan dalam proses produksi produk
steril infus NaCl 0,9% adalah bangunan dengan klasifikasi kelas C dan D,
pemilihan kelas ini didasarkan pada proses sterilisasi infus NaCl 0,9% yang
menggunakan metode sterilisasi akhir dan tidak dilakukan dengan proses aseptis.
Penggunaan kelas C dan D sudah memenuhi kriteria karena metode sterilisasi
yang digunakan adalah metode sterilisasi akhir di mana di akhir proses produk
akan disterilkan sehingga memiliki resiko terkontaminasi pada saat proses
produksi yang lebih kecil dibandingkan proses aseptis yang tidak melakukan
sterilisasi pada akhir produksi.
Pengisian produk infus dilakukan di lingkungan dengan kriteria
klasifikasi kelas minimal C, sedangkan untuk mengurangi risiko cemaran mikroba

3
dan partikulat, proses penyiapan komponen dan sebagian besar produk yang
memungkinkan untuk disaring dan disterilisasi dilakukan di lingkungan minimal
kelas D.
Batas mikroba yang disarankan untuk pemantauan area bersih selama
kegiatan produksi berlangsung:

\
Catatan: (*) Nilai rata-rata
(**) Cawan papar dapat dipaparkan kurang dari 4 jam

4
Ventilasi
Bagian dari
Bangunan Efisiensi
Kelas Kelemb Pertuka
Sesuai Saringan
aban ran
Keber Kelompok Suhu Udara Akhir
Nisbi Udara Keterangan
Kegiatan oC (Sesuai Kode
sihan % per Jam
dan EN 779 &
Tingkat EN 1822)***
Kebersihan
- Pembuatan
larutan bila
ada
risiko di luar
kebiasaan
- Pengisian
produk yang
akan
mengalami
sterilisasi
Minimal akhir
C Ruang steril 16-25 45-55 H13 (99.95%)
20 kali - Pembuatan
larutan yang
akan disaring
kemudian
pengisian
secara aseptis
dilakukan di
kelas A
dengan
latar belakang
kelas B
D Bersih 20-27 40-60 - F8 (75 %) Minimal Pembuatan
atau 20 kali obat
90 % steril dengan
ASHRAE sterilisasi
52/76 akhir
Bila
menggunakan
sistem
single pass
(100 % fresh
air)
- H13 (99,95
%)
Bila
menggunakan

5
sistem
resirkulasi
ditambah
make
- up air (10 -
20 % fresh
air )

Untuk mendapatkan ruang dengan kelas kebersihan C dan D yang akan


digunakan untuk produksi, produk dengan sterilisasi akhir sebagainya memenuhi
beberapa persyaratan berikut:
- Pembagian kelas. Ruang bersih dan sarana udara bersih diklasifikasikan
sesuai dengan EN ISO 14644-1. Klasifikasi hendaklah dibedakan dengan
jelas dari pemantauan lingkungan pada saat operasional. Jumlah
maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap Kelas
kebersihan adalah sebagai berikut:

- Adanya sistem HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning) yang


mengontrol kondisi lingkungan produksi seperti suhu, kelembaban relatif
(RH), tekanan udara, tingkat kebersihan agar ruang kelas dapat sesuai
dengan klasifikasi kelas ruangan yang dipersyaratkan.

 Peralatan

6
Mesin peniup/ pengisi/ penyegel merupakan satu rangkaian mesin, di
mana dalam suatu operasi yang kontinu (in line system). Wadah produk dibentuk
dari granulat termoplastis, diisi dan kemudian disegel, semua dilakukan oleh satu
unit mesin otomatis. Mesin yang digunakan untuk pembuatan produk dengan
sterilisasi akhir hendaklah dipasang dalam lingkungan minimal kelas D.
Lingkungan kerja dibuat memenuhi persyaratan jumlah partikel dan mikroba pada
kondisi “nonoperasional” dan memenuhi persyaratan jumlah mikroba pada saat
beroperasi. Peralatan kritis yang harus dikualifikasi adalah alat yang digunakan
untuk sterilisasi akhir, seperti autoclave dan oven.
Hal penting yang perlu diperhatikan pada saat menggunakan in line
system adalah sebagai berikut:
a. desain dan kualifikasi peralatan,
b. validasi dan reprodusibilitas dari pembersihan di tempat dan sterilisasi di
tempat,
c. tingkat kebersihan lingkungan latar belakang di mana peralatan tersebut
ditempatkan,
d. pelatihan dan pakaian kerja operator (dalam pengisian bahan baku atau
pada saat maintenance mesin).

C. Sistem Penunjang
Sanitasi
 Area bersih dibersihkan secara menyeluruh sesuai SOP tertulis. Bila
menggunakan disinfektan sebaiknya memakai lebih dari satu jenis.
Pemantauan dilakukan secara berkala untuk mendeteksi perkembangan galur
mikroba yang resisten.
 Disinfektan dan detergen dipantau terhadap cemaran mikroba.
 Fumigasi dalam area bersih dapat bermanfaat untuk mengurangi kontaminasi
mikrobiologis pada tempat yang tidak terjangkau.
 Area bersih dipantau untuk mengendalikan kebersihan mikrobiologis dari
berbagai tingkat kebersihan pada saat kegiatan berlangsung.

7
 Ditentukan batas deteksi cemaran mikrobiologis untuk batas waspada dan
batas bertindak, serta untuk pemantauan tren mutu udara di dalam area bersih.
Batas, yang diberikan dalam unit pembentuk koloni - upk (colony forming
units - cfu).

Air
 WFI diproduksi melalui cara penyulingan atau cara lain yang akan
menghasilkan mutu yang sama.
 WFI diproduksi, disimpan dan didistribusikan dengan cara yang dapat
mencegah pertumbuhan mikroba, contoh dengan perlakuan pada suhu di atas
70°C sirkulasi dengan konstan.
 WFI disimpan dalam wadah yang bersih, steril, nonreaktif, nonabsorptif,
nonaditif dan terlindung dari pencemaran.
 Sumber air, peralatan pengolahan air dan air hasil pengolahan dipantau secara
teratur terhadap pencemaran kimiawi, biologis dan, bila perlu, terhadap
cemaran endotoksin untuk menjamin agar air memenuhi spesifikasi yang
sesuai dengan peruntukannya.

Di bawah ini adalah kriteria dari WFI ketika dibandingkan dengan PW


menurut USP.

8
Proses pengolahan WFI

Air yang digunakan untuk bahan baku pembuatan produk farmasi


biasanya berasal dari air minum (purified water atau PW) yang kemudian
mengalami proses selanjutnya untuk mendapatkan spesifikasi yang sesuai.
Proses pembuatan WFI dari air biasa dilakukan melalui proses sebagai
berikut:
 penyaringan kasar melalui filter pasir atau karbon, bertujuan mencegah
pemblokiran koloid pada penyaring berikutnya;
 klorinasi mencegah pertumbuhan dan memfasilitasi penghapusan
mikroorganisme;
 pengasaman, menambahkan agen antiscaling (natrium hexamethophosphate),
dan pelunakan untuk mencegah skala pengendapan.

Teknik-teknik yang digunakan untuk mengubah PW menjadi WFI


adalah dengan:
 Ion exchange:

9
Proses ini efektif untuk penghapusan anion dan kation dari air dan merupakan
salah satu tahapan yang paling penting dalam kondisioning air untuk tujuan
farmasi. Sistem pertukaran ion menyediakan desalinasi klasik air dan
menawarkan metode ekonomis dalam memperoleh air untuk tujuan farmasi.
Untuk beberapa teknologi tujuan lain, metode ini memastikan mendapatkan
air yang ditandai dengan konduktivitas listrik sangat rendah.
 Reverse osmosis (RO):
Metode ini merupakan proses transfer pelarut (air) dari sebuah larutan melalui
membran semipermeable di bawah tekanan eksternal. Untuk memurnikan air
menggunakan metode reverse osmosis, ianya perlu untuk (i) menerapkan
tekanan berlebihan yang melebihi Tekanan osmotik dan (ii) memaksa molekul
untuk menyebar melalui membran semipermeable dalam arah yang
berlawanan langsung osmosis (i.e., dari kompartemen air tinggi mineral untuk
menjadi air bebas mineral) sehingga meningkatkan volume yang dimurnikan.
 Filtrasi:
Penyaringan merupakan teknologi yang penting dan utama dalam
pengkondisian air sistem modern. Ada sejumlah besar perangkat penyaringan
yang tersedia secara komersial untuk berbagai keperluan. Kemanjuran untuk
memisahkan spesies asing secara signifikan bervariasi, mulai dari filter kasar
(berdasarkan pasir antrasit, kuarsa atau pasir untuk sistem berskala besar, atau
massal kartrid untuk setup skala kecil) ke membran filter. Desain sistem filter
dan konfigurasi mungkin juga berbeda secara signifikan, tergantung pada
media penyaringan dan tahap proses teknologi.
 Penyulingan:
Penyulingan. Ini adalah metode tradisional, efektif dan dapat diandalkan
memastikan pemurnian tingkat tinggi dan menawarkan kemungkinan
mendapatkan air panas dan pengobatan uap, yang sangat penting bagi obat
sesuai aturan GMP. Prinsip umum pemurnian air oleh penyulingan adalah
sebagai berikut. Air minum yang lulus tahap awal kondisioning memasuki
penyuling terdiri dari tiga unit utama: evaporator, kondensor, dan kolektor.
Evaporator bekerja dengan pemanasan air hingga mendidih dan membentuk

10
uap air. Uap air memasuki kondensor dan mengembun menjadi distilat yang
akan tertampung ke dalam kolektor.

HVAC
Sistem HVAC ruang produksi produk infus NaCl 0,9% didukung dengan
teknologi penyaringan udara HEPA (High-efficiency particulate arrestance) filter.
HEPA filter mampu mempertahankan setidaknya 99,97 persen dari partikel-
partikel yang lebih besar dari 0.3 μm diameter. Tetapi efisiensinya juga perlu diuji
menggunakan partikel aerosol monodispers berukuran 0.3 mikron. Pengujian
kebocoran juga harus dilakukan pada saat instalasi untuk memastikan integritas
dari HEPA filter.

Pengolahan Limbah

Pengolahan limbah produksi larutan infus NaCl 0,9% tidak memerlukan


treatment khusus karena komposisi dari infus yang hanya terdiri dari WFI atau air
dan garam NaCl yang sama sekali tidak bersifat toksik dan aman bagi lingkungan.

D. Personalia

Secara garis besar personalia mengenai pembuatan produk steris infus


NaCl 0,9% sama dengan personalia bagian pembuatan produk farmasi lainnya,
perbedaan yang berarti terletak pada kualifikasi personil atau operator mengingat
bahwa produk yang dibuat merupakan produk steril.

Personil memegang peranan penting dalam suatu produksi karena semua


perusahaan tetap memerlukan personil untuk menjalankan kegiatan produksi.
Personil dalam pembuatan sediaan steril harus terlatih dan dapat menjaga
kedisiplinan dalam menjalankan tugasnya seefektif mungkin terutama dalam
menjaga kondisi ruang produksi agar tetap memenuhi kriteria. Personil yang
bekerja dalam ruang produksi produk steril jumlahnya terbatas sesuai dengan
jumlah personil yang dibutuhkan saja karena personil dapat menjadi sumber
kontaminasi pada sediaan steril. Hendaklah terdapat daftar yang menunjukkan

11
personil yang diizinkan (dan sudah dikualifikasi) untuk menjalankan tugas yang
sesuai.

Pada produksi sediaan steril juga perlu dilakukan kontrol terhadap


personil dalam hal higenitas, pakaian hendaklah diatur sedemikian agar terhindar
dari kontaminasi, kondisi kesehatan personil juga perlu di cek. Semua orang yang
masuk ke dalam ruang produksi steril haruslah menggunakan APD yang sesuai
seperti yang tercantum pada CPOB. Pakaian kerja steril reguler termasuk sarung
tangan untuk kelas B dan C hedaklah selalu diganti tiap memasuki ruangan.
Penggantian dan pencucian pakaian kerja hendaklah disesuaikan agar mencegah
terjadinya kontaminasi.

Mengingat semua kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan dari adanya


personil operator yang bekerja di dalam ruang produksi steril, maka memang
sangat disarankan untuk menggunakan in line system yang dari awal proses
hingga menjadi produk jadi semua proses dilakukan oleh mesin, tetapi memang
keterbatasan dari in line system adalah harga mesin yang sangat mahal sehingga
biasanya hanya industri yang besar saja yang mampu untuk membelinya.

Secara umum, personil yang bekerja selama produksi memiliki kriteria tata cara
berpakaian sebagai berikut:

 Menggunakan APD dan pakaian kerja yang sesuai dengan kelas


 Tidak menggunakan kosmetika, perhiasan dan arloji
 Bekerja dalam keadaan sehat
 Dibatasi dalam jumlah terbatas di setiap area
 Telah mendapatkan pelatihan teratur sesuai bidangnya atau memiliki
pengetahuan terkait higienitas dan mikrobiologi

12
Berikut merupakan penjelasan atribut yang wajib digunakan personil pada ruang
kelas C dan D (ruang produksi infus NaCl 0,9%):
KELAS KETERANGAN ATRIBUT
KELAS C Ruang penimbangan - Memakai pakaian model
Ruang pencampuran terusan atau model celana-
baju, yang bagian
pergelangan tangannya dapat
diikat, memiliki leher tinggi
dan sepatu atau penutup
sepatu.
- Rambut (termasuk janggut
dan kumis jika mungkin)
tertutup
KELAS D Latar belakang kelas C - Memakai pakaian pelindung
reguler, sepatu yang sesuai
atau penutup sepatu
- Rambut tertutup

E. Alur Produksi, Parameter Kritis, dan Kriteria Penerimaan

No Proses Parameter Kritis Kriteria Penerimaan


Homogenitas Organoleptis : larutan
Pencampuran bahan- bening.
1.
bahan pH : 4,5-7.

Filtrasi Larutan bebas


mikroorganisme,
partikel dan pirogen.
Partikel tidak lebih dari
50 partikel per mL.
Pengisian
2. Keseragaman bobot Tepat 500 mL untuk
ke dalam kemasan
dan keseragaman LVP yang akan
volume digunakan secara i.v.

Kemasan Dikemas dalam dosis


tunggal.

Tidak boleh dari 1.4


3. Penyegelan Kebocoran kemasan
kPa/10 menit
4. Sterilisasi akhir Autoklave Perbedaan suhu antar

13
probe / termokopel
tidak lebih dari 1°C
sedangkan titik
tertinggi dan terendah
hasil pemeriksaan
distribusi panas
hendaklah maksimal
5°C dalam keadaan
kosong. Dilakukan
pemetaan suhu dengan
bracketing method.

Pirogen Tidak ada kenaikan


suhu 0,50C pada hewan
uji.

Endotoksin bakteri Tidak lebih dari 0,5


unit endotoksin per
mL.
5. Di simpan suhu yang
Penyimpanan Kondisi penyimpanan
terkendali.

F. Penjaminan Mutu Produk

Sediaan infus intravena NaCl 0,9% adalah larutan steril Natrium Klorida
dalam WFI, tidak mengandung zat anti mikroba, dan tidak mengandung kurang
dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% NaCl dari jumlah yang tertera pada etiket.
Infus NaCl 0,9% yang diproduksi dikemas dalam kemasan soft bag 500 mL.
Keterangan data seperti ini dapat menjadi acuan dan kriteria dalam proses
penjaminan mutu infus.

Sebagai sediaan steril infus memiliki kriteria atau spesifikasi khusus yang
harus terpenuhi, kriteria tersebut meliputi aspek kimia, fisika, dan biologi. Kriteria
yang harus dipenuhi meliputi:

a. steril
b. isotonis

14
c. isohidris
d. bebas pirogen
e. bebas partikel asing
f. jernih
g. stabil baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi
h. aman (tidak toksik)
i. tidak terjadi reaksi antar bahan dalam formula
j. penggunaan wadah yang sesuai, sehingga mencegah terjadinya
interaksi dengan bahan obat
k. sesuai antara bahan obat yang ada dalam wadah dengan etiket, dan
tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan

Agar dapat dihasilkan infus yang memenuhi semua kriteria tersebut maka
diperlukan proses pembuatan yang baik dan valid sehingga diperlukan validasi
proses. Validasi proses adalah proses yang dilakukan untuk membuktikan
kehandalan proses dan kinerja mesin untuk masing-masing produk terkait.
Validasi proses untuk produk steril yang menggunakan proses aseptis dilakukan
dengan media fill. Media fill adalah validasi proses aseptis untuk membuktikan
bahwa prosedur dan semua langkah proses yang dilakukan memberikan “sterility
assurance”. Pada proses pembuatan produk secara aseptis diperlukan validasi
dengan media fill dikarenakan proses aseptis lebih rentan terhadap kontaminasi
mikroba daripada proses sterilisasi akhir.

Pada produk infus yang dibuat tidak dilakukan dengan proses aseptis
tetapi dengan sterilisasi akhir dengan menggunakan autoclave sehingga validasi
proses tidak dilakukan dengan media fill, tetapi tetap dilakukan validasi proses
dengan melakukan uji terhadap parameter-parameter sediaan steril di atas, dengan
kriteria pada hasil uji endotoksin denga batas maksimal sebesar ≤ 0,5 EU/mL.

15
III. KESIMPULAN
Dalam proses produksi sediaan steril infus intravena natrium klorida 0,9%
digunakan metode sterilisasi akhir dimana yang menjadi parameter kritisnya
adalah sterilitas, jumlah pirogen dan jumlah endotoksin bakteri tersebut. Semua
proses produksi berlangsung pada ruang dengan kelas kebersihan C dan D.

16
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012, Cara Pembuatan Obat yang Baik
CPOB, hal. 28-36, 95-99.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013, Petunjuk Operasional Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Aneks 1 Pembuatan Produk
Steril, hal. 83, 95-99,
Datapham Comm, 2015, Sodium Chloride 0.9% Intravenous Infusion BP,
https://www.medicines.org.uk/emc/medicine/30220 diakses pada 4 November
2015 pukul 17.00 WIB.
Dirjen POM, 1994, Farmakope Indonesia IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, hal. 908-909, 1032.

Food and Drug Administration, 2012, Guidance Media Fills for Validation of
Aseptic Preparations for Positron Emission Tomography (PET) Drugs, USA,
p. 2.

Prikhod’ko, A. E., Valevko, S. A., 2002, Structure of Chemical Compounds,


Methods of Analysis and Process Control, Pharmaceutical Chemistry
Journal, Vol. 36, No. 10, pp. 548-555.

United States Pharmacopeia Convention, 2013, United States Pharmacopeia:


Injections, 36th Edition, United States Pharmacopeia, USA, pp. 1-5.

World Hearth Organization, 2006, Basic Principle of GMP: Sterile


Pharmaceutical Product, slide 59-61.

17

Anda mungkin juga menyukai