Anda di halaman 1dari 126

ABSTRAK

Berdasarkan pengaduan yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Provinsi Riau rata-rata setiap hari pengaduan yang masuk sebanyak 10 sampai
dengan 15 kasus, yang berasal dari bermacam badan usaha, perusahaan besar,
sedang dan Usaha Kecil Menengah. Sedangkan peningkatan jumlah kasus yang
dilaporkan tersebut terjadi lebih karena meningkatnya jumlah perusahaan dan
tingginya kesadaran pengusaha untuk menerapkan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Permasalahan yang dilaporkan adalah disebabkan oleh Perusahaan belum
mendaftarkan tenaga kerjanya kepada Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau adanya masing-
masing pihak yang merasa perlu penetapan pengawas ketenagakerjaan terkait
dengan kecelakaan kerja dikarenakan adanya perbedaan pendapat dan pandangan
para pihak. Masalah pokok (1)Bagaimana perlindungan jaminan kecelakaan kerja
ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?
(2)Bagaimana perlindungan jaminan kecelakaan kerja tehadap Perubahan sanksi
pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja dari Pidana (Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja) menjadi Sanksi Administrasi
dan Perdata (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial
Nasional) ditinjau dari sosiologi hukum? (3)Bagaimana hak-hak keperdataan
tenaga kerja menurut KUHPerdata. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif
atau metode library research. Hasil pembahasan, Perlindungan jaminan
kecelakaan kerja sudah diatur secara umum didalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan tidak diatur secara terperinci, karena
pada saat Undang-Undang ini diberlakukan sudah ada Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Perlindungan jaminan
kecelakaan kerja dengan telah tidak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka diatur didalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan, dan telah terjadi perubahan sanksi terhadap pelanggaran
pelaksanaan Jaminan sosial tenaga kerja ini dari yang semula sanksi pidana
menjadi sanksi administrasi dan perdata, dan kembali memposisikan tenaga kerja
keposisi yang lemah, karena pelaksanaan sanksi administrasi dan perdata tersebut
memerlukan jalan yang panjang dan tidak menimbulkan efek jera bagi si pemberi
kerja yang tidak melaksanakannya, sehingga tidak memberikan kepastian hukum
bagi tenaga kerja dan keluarganya. Hak Keperdataan seorang tenaga kerja dapat
dilihat dari Perjanjian Kerja dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Perjanjian Kerja
Bersama.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1
ABSTRACT

Based on complaints submitted to the Riau Province Manpower and


Transmigration Service, complaints were received on average every day from 10
to 15 cases, originating from various business entities, large, medium and small
and medium enterprises. While the increase in the number of reported cases
occurred more due to the increasing number of companies and the high
awareness of employers to implement Occupational Safety and Health. The
problems reported were caused by the Company not registering its workforce to
the Employment Social Security Program at the Manpower Social Security
Organizing Agency or the existence of each party who felt the need to establish a
labor inspector related to workplace accidents due to differences of opinion and
views of the parties. The main problem (1) How is the protection of work accident
insurance viewed from Law No. 13 of 2003 concerning Employment? (2) How is
the protection of work accident insurance against the change in sanctions for
implementing social security from the Criminal Workforce (Law Number 3 of
1992 concerning Workers' Social Security) into Administrative and Civil
Sanctions (Law Number 40 of 2004 concerning National Social Security) in terms
of legal sociology? (3) What are the civil rights of the workforce according to the
Civil Code. This type of research is normative research or library research
method. The results of the discussion, work accident insurance coverage has been
regulated in general in Law Number 13 of 2003 concerning employment and is
not regulated in detail, because at the time this Law was enacted there was
already Law Number 3 of 1992 concerning Workers' Social Security. The
protection of work accident insurance by not enacting Law Number 3 of 1992
concerning Workers' Social Security, is regulated in Law Number 24 of 2011
concerning the Manpower Social Security Organizing Agency, and there has been
a change in sanctions against violations of the implementation of labor social
security. this from the original criminal sanctions to administrative and civil
sanctions, and again to position the workforce to a weak position, because the
implementation of administrative and civil sanctions requires a long way and
does not cause a deterrent effect for the employer who does not implement it, so
that is not providing legal certainty for labor and their families. The civil rights
of a worker can be seen from the Work Agreement in Article 1320 of the Civil
Code and Collective Labor Agreement.

Keywords: Legal Protection, Occupational Safety and Health

2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan

Tesis ini sebagai tugas akhir pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas

Islam Riau dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kecelakaan Kerja

ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

dihubungkan Dengan Hak Keperdataan”. Penulis mengucapkan banyak terima

kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.C.L, sebagai Rektor Universitas Islam


Riau, Pekanbaru sekaligus sebagai Pembimbing I penulisan Tesis.
2. Dr. Ir. Saipul Bahri, M.Ec, sebagai Direktur Program Pascasarjana
Universitas Islam Riau.
3. Dr. Thamrin. S. S.H., M.Hum, sebagai pembimbing II pada penulisan tesis
yang telah banyak meluangkan waktunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan tepat waktu.
4. Dr. H. Efendi Ibnususilo, S.H., M.H, sebagai Ketua Program Ilmu Hukum
yang telah banyak mengarahkan penulis dalam hal kajian Ilmu Hukum
maupun dalam mengarahkan penulis dalam proses administrasi pengajuan
usulan Penelitian.
5. Kepala Tata Usaha Program Pascasarjana beserta staf Tata Usaha, yang
telah membantu penulis dalam hal administrasi yang menyangkut
Akademik kemahasiswaan.

3
6. Dan buat semua pihak yang turut serta memberkan dorongan serta
semangat dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.

Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah mendukung penyusunan Tesis

ini. Selanjutnya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

sehingga akan menumbuhkan rasa syukur kami kepada rahmat Allah SWT dan

dalam hal perbaikan Tesis ini ke depannya.

Pekanbaru, 15 Desember 2018


Penulis

Musnimar
NPM. 171021046

4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN TESIS…………………………………... i
BERITA ACARA BIMBINGAN TESIS.................................................. ii
TIM PENGUJI TESIS…………………………………………………... iv
SK BIMBINGAN TESIS………………………………………………... v
SURAT PERNYATAAN………………………………………………... vi
ABSTRAK.................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………… ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………... xi
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

A. Latar Belakang…………………………………………............. 1
B. Masalah Pokok………………………………………................. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……………………………...... 10
1. Manfaat Peraktis……………………………………………. 11
2. Manfaat Akademis………………………………………….. 11
3. Manfaat Teoritis…………………………………………...... 11
D. Kerangka Teori………………………………………………… 11
1. Teori Negara Hukum……………………………………….. 13
2. Teori Perlindungan Hukum………………………………... 22
3. Teori Keadilan…………………………………………......... 26
E. Konsep Operasional……………………………………............. 31
F. Metode Penelitian……………………………………………… 37
1. Jenis dan Sifat Penelitian…………………………………… 37
2. Obyek Penelitian……………………………………............. 38
3. Data dan Sumber Data……………………………………... 38
4. Analisis Data dan Metode Penarikan Kesimpulan……….. 39

5
BAB II TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN HUKUM
KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA…………………… 41

A. Tinjauan Teoritis Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan Dalam


Sistem Hukum di Indonesia…………………………… 41

B. Tinjauan Teoritis Tentang Hukum Ketenagakerjaan………. 44

C. Tinjauan Teoritis Sistem Perlindungan dan Jaminan


Keselamatan Kerja Berdasarkan Undang- Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja……………………... 49

D. Tinjauan Teoritis Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan……………………………………………….. 55

E. Tinjauan Teoritis Tentang Undang- Undang Nomor 23 Tahun


1992 tentang Kesehatan Kerja………………………... 60

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….............69

A. Perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja ditinjau Dari Undang-


Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan………….......................................................... 69

B. Perubahan Sanksi Terhadap Penetapan Kecelakaan Kerja Dari


Pidana (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja) menjadi Sanksi Administrasi dan Perdata
( UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional ) ditinjau dari Sosiologi Hukum …………………… 79

C. Hak-hak Keperdataan Tenaga Kerja Menurut


KUHPerdata…………………………………………………..... 104

BAB IV PENUTUP.................................................................................... 111

A. Kesimpulan……………………………………………………... 111

B. Saran……………………………………………………............. 112

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………............. 114

6
DAFTAR SINGKATAN

K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

SANRI : Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia

ILO : International Labor Organization

KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

VR : Velleigheidsreglement

WHO : World Health Organization

UU : Undang – undang

Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja

KK : Keselamatan Kerja

HIPERKES : Higienis Perusahaan dan Kesehatan Kerja

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

JKK : Jaminan Kecelakaan Kerja

JKM : Jaminan Kematian

IMB : Izin Mendirikan Bangunan

PAK : Penyakit Akibat Kerja

SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional

PT : Perseroan Terbatas

CEDAW : Convention on the Elimination off All Discrimination Againts

Women

7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara hukum dan menganut sistem hukum Eropa

Kontinental. Oleh sebab itu, segala sesuatu harus didasarkan pada hukum tertulis.

Sumber hukum ketenagakerjaan saat ini terdiri dari Peraturan Perundang-

undangan dan diluar Peraturan Perundang-undangan. Namun payung hukum

utama bagi urusan ketenagakerjaan di Indonesia adalah Pasal 27 ayat (2) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa

“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”.1 Secara umum, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 28, dan

Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

juga menjadi payung hukum utama. Berdasarkan pondasi tersebut, maka

terbentuklah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

yang menjadi dasar hukum utama dalam bidang ketenagakerjaan. Selain Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat sumber hukum lain

yang menjadi tonggak pengaturan bagi urusan ketenagakerjaan, baik sumber

hukum formil maupun sumber hukum materiil.

Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil

1
Pasal 27 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8
maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional,

tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai

pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga

kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas

tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan

perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan.2

Pembangunan sektor ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya

pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang tak

terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan

pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, yang diarahkan pada peningkatan

harkat, martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri

dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera, adil dan makmur baik materil

maupun sprituil.3

Perlindungan pekerja/buruh merupakan faktor utama dalam kesehatan dan

keselamatan kerja. Pendekatan tersebut bermula dari meningkatnya dampak buruk

perkembangan doktrin Laissez Faire di Eropa pada abad pertengahan. Doktrin

tersebut mengusung filosofi liberalisasi ekonomi, khususnya disektor industri.

Secara garis besar, intervensi Pemerintah dalam hubungan ekonomi/industrial

tidak diperkenankan. Berkembang pula aksi pengabaian terhadap berbagai

Peraturan (Perundang-undangan) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

2
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.6.
3
Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992.
9
Kebebasan untuk berusaha dan bekerja guna mencapai keuntungan yang

semaksimal mungkin hanya dapat dibatasi oleh individu lain melalaui mekanisme

kompetisi bebas.4

Akibat dari praktek-praktek doktrin tersebut, terjadi berbagai perlakuan

pemerasan (eksploitasi) pekerja/buruh oleh pengusaha. Kondisi tersebut

diperburuk dengan ditemukannya mesin uap yang membawa serta proses

mekanisasi industri pada masa Revolusi Industri sekitar tahun 1750-1850.

Penemuan mesin-mesin yang mempermudah proses produksi mengakibatkan

penutupan industri kecil dan berkembangnya industri besar/manufaktur disisi lain.

Jumlah pekerja/buruh pabrik meningkat dan umumnya mereka dipekerjakan

ditempat kerja yang berbahaya serta tidak sehat. Bentuk-bentuk eksploitasi yang

umumnya terjadi adalah jam kerja yang panjang, pemekerjaan anak melalui

mekanisme megang, pemekerjaan wanita pada malam hari, penyediaan tempat

tinggal pekerja/buruh yang tidak layak kondisi maupun pemberian upah dalam

bentuk barang-barang produksi yang dihasilkan Perusahaan.5

Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat

dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Oleh karena itu

kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan

produktivitas Nasional.

Bentuk perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan

dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja

4
Neil Gilbert, Transformation of the welfare State : The Silent Surrender of Public Responsibility
sebagaimana dikutib dalam Asas-asas Hukum Perburuhan, Aloysius Uwiyono dkk, Rajawali Pers,
Depok, 2018.
5 Ibid. hal. 82
10
yang bersifat dasar, dengan berazaskan usaha bersama, kekeluargaan dan gotong

royong sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945. Pada dasarnya program jaminan sosial tenaga kerja ini

menekankan pada perlindungan tenaga kerja yang relative mempunyai kedudukan

yang lebih lemah. Oleh karena itu pengusaha mempunyai kewajiban untuk

meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja.6

K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu sistem program

yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan

(preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam

lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan

kecelakaan kerja dan peyakit akibat hubungan kerja dan tindakan antisipatif bila

terjadi hal demikian.

Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya

perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

Namun patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan bagaimana mengimplementasikannya

dalam lingkungan Perusahaan.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek

perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan menerapkan teknologi pengendalian

keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai

ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu

6 Op.cit.
11
keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan

kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam

kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga

mental, emosional dan psikologi.

Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah

diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan.

Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan

kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak

Perusahaan yang tidak memenuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Untuk menjawab itu kita harus memahami filosofi pengaturan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah ditetapkan Pemerintah sebagimana

tertuang dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja yaitu :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mecegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan

6. Mencegah dan mengandalikan timbul atau menyeberluaskan duhu,

kelembabab, debu, kotoran, asap, uap gas, hembusan angin, cuaca, sinar

atau radiasi, suara dan getaram.

7. Memberikan alat-lat perlindungan diri pada pekerja.

12
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik

maupun psikis peracunan, infeksi dan penularan

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

13. Memperoleh keserasian anatara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara

dan proses kerjanya.

14. Mengamankan dan memperlancar pengakutan orang, binatang maupun

tumbuhan.

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpangan barang.

17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

Dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan

dan perlindungan tenaga kerja, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberikan kepastian berlangsungnya alur

penerimaan penghasilan keluarga sebagaimana pengganti sebagian atau

seluruhnya penghasilan yang hilang, yang mempunyai aspek antara lain :

1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya.

2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan

tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.

13
Sebagaimana kita ketahui bahwa kecelakaan kerja atau penyakit akibat

kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan

pekerjaannya. Untuk menanggulang hilangnya sebagian atauseluruh

penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan

kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.

Sepanjang Tahun 2017 telah dilaporkan 9.682 kasus Kecelakaan Kerja di

Riau. Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2016.

Yakni tercatat sebanyak 6.768 kasus. Terjadi peningkatan sebanyak 2.914 kasus.

Kasus Kecelakaan Kerja tersebut adalah kasus kecelakaan yang dilaporkan kepada

BPJS Ketenagakerjaan. Artinya kasus kecelakaan kerja ini adalah kasus yang

dilaporkan oleh Perusahaan yang telah mendaftarkan tenaga kerjanya kepada

Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Ketenagakerjaan.

Terjadinya kecelakaan kerja menjadi masalah bagi kelangsungan sebuah

perusaahaan, karena kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi

namun lebih dari itu dapat menimbulkan adanya korban jiwa. Kehilangan

sumberdaya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia

adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi

apapun. Banyak perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya menjadi lebih

besar sehingga banyak tenaga kerja yang dibutuhkan, baik tenaga kerja penuh,

tenaga kerja paruh waktu, tenaga kerja sementara maupun pengganti. Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak membedakan

antara pekerja penuh, pekerja paruh waktu, pekerja sementara maupun pekerja

14
pengganti. Pekerja merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang

bekerja di dalam hubungan kerja, di bawah perintah pemberi kerja (bisa

perorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya) dan atas jasanya dalam

bekerja yang bersangkutan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lainnya.7

Sementara itu masih terdapat Perusahaan yang belum mendaftarkan tenaga

kerjanya kepada Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Berdasarkan pengaduan yang

masuk ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau rata-rata setiap hari

pengaduan yang masuk sebanyak 10 sampai dengan 15 kasus, yang berasal dari

bermacam badan usaha, perusahaan besar, sedang dan Usaha Kecil Menengah.

Sedangkan peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan tersebut terjadi lebih

karena meningkatnya jumlah perusahaan dan tingginya kesadaran pengusaha

untuk menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Permasalahan yang dilaporkan adalah disebabkan oleh Perusahaan belum

mendaftarkan tenaga kerjanya kepada Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau adanya masing-

masing pihak yang merasa perlu penetapan pengawas ketenagakerjaan terkait

dengan kecelakaan kerja dikarenakan adanya perbedaan pendapat dan pandangan

para pihak.

Pengaduan kasus kecelakaan kerja yang mana perusahaannya belum

mendaftarkan tenaga kerjanya kepada Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan inilah yang menjadi


7
Rinie Ardiati Tindatu, Perlindungan Tenaga Kerja Dalam Kecelakaan Kerja di tinjau Dari
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jurnal. Lex Privatum, Vol.
IV/No. 7/Ags/2016. hal. 46.
15
latar belakang penulis menganalisa lebih jauh terkait perlindungan hukum tenaga

kerja terhadap penetapan kecelakaan kerja yang telah ditetapkan oleh pengawas

ketenagakerjaan.

Dalam Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja memberikan kepastian hukum bagi tenaga kerja terbukti dengan

tidak dipatuhinya pelaksanaan Penetapan Kecelakaan Kerja diancam dengan

hukuman kurungan dan denda, sementara di dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Nasional, menurut penulis lebih

memposisikan tenaga kerja ditempat yang lemah, terbukti dengan sanksi yang

diberikan hanya berupa sanksi administrasi sebagaimana disebutkan dalam

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial dan lebih dipertegas lagi didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonseia

Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan

Kerja dan Jaminan Kematian. Ada apa sebenarnya dengan perubahaan sanksi

terhadap penetapan jaminan kecelakaan kerja, sanksi tersebut berubah menjadi

sanksi yang menurut penulis lebih ringan dan makin memposisikan tenaga kerja

ditempat yang lebih lemah, yang dikuasai oleh suatu kekuasaan.

B. Masalah Pokok

Adapun permasalahan yang harus dipahami dalam hal keselamatan dan

kesehatan kerja yaitu apa saja tujuan dan pentingnya keselamatan kerja, gangguan

apa yang bisa terjadi dalam keselamatan dan kesehatan kerja, serta mengetahui

strategi apa saja yang digunakan untuk meningkatkan kualitas kerja para

karyawan dan pertimbangan hukum apa yang menaungi keselamatan dan

16
kesehatan kerja. Berdasarkan uraian yang penulis sampaikan pada latar belakang,

maka penulis merumuskan rumusan masalah yang akan dibahas dan

dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan jaminan kecelakaan kerja ditinjau dari Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?

2. Bagaimana perlindungan jaminan kecelakaan kerja tehadap Perubahan

sanksi pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja dari Pidana (Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja)

menjadi Sanksi Administrasi dan Perdata ( Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Nasional ) ditinjau dari sosiologi

hukum?

3. Bagaimana hak-hak keperdataan tenaga kerja menurut KUHPerdata?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dalam melakukan penulisan karya ilmiah ini, tentunya penulis mempunyai

tujuan dan manfaat, Tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan jaminan kecelakaan kerja

ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan.

2. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan jaminan kecelakaan kerja

dengan diubahnya sanksi pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja dari

Pidana (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja) menjadi Sanksi Administrasi dan Perdata ( Undang-Undang

17
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Nasional) ditinjau dari

sosiologi hukum

3. Untuk mengetahui hak-hak keperdataan tenaga kerja menurut

KUHPerdata.

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

Praktis akademis dan teoritis dengan rincian sebagai berikut :

1. Manfaat Praktis

Penambah pengetahuan dan konsep keilmuan tentang perlindungan

jaminan kecelakaan kerja dan bagi pihak lain (pembaca) yang berkaitan dengan

hukum ketenagakerjaan.

2. Manfaat Akademis

Untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh ujian untuk memperoleh

gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Ilmu hukum Universitas Islam

Riau.

3. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti

permasalahan yang sama tentunya yang berkaitan dengan perlindungan jaminan

kecelakaan kerja ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan.

D. Kerangka Teori

Dalam mendukung penyusunan karya ilmiah ini, sebagai bagian dari

langkah awal penyusun berusaha untuk melakukan telaah pustaka terhadap karya

ilmiah yang berkaitan dengan objek yang akan penulis teliti baik dari segi Hukum

18
Keperdataan maupun dari segi Hukum Ketenagakerjaan, yang terangkum dalam

bentuk buku, jurnal serta tulisan yang terdapat dalam media elektonik (internet).

Dalam penelitian ini tentunya penulis harus berangkat dari teori agar apa yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah dan mempunyai dasar

maupun landasan hukum, untuk itu Penulis akan memaparkan teori atau pendapat

para ahli tentang kajian dalam penelitian ini.

Kerangka teori berisikan teori- teori yang digunakan oleh penulis sebagai

dasar dalam penelitian, oleh karena itu teori- teori yang digunakan oleh penulis

harus disesuaikan dengan obyek yang diteliti. Dengan demikian peneliti sebelum

menguraikan teori- teori yang akan dijadikan landasan pijak dalam tinjauan

pustaka, maka penulis terlebih dahulu harus memilah serta mengelompokkan

teori- teori mana saja yang relevan dengan judul penelitian dan pokok masalah

yang akan dibahas. Untuk memudahkan penulis dalam menggunakan teori-teori

yang relevan dengan obyek penelitian, maka kerangka teori itu harus dibuat secara

sistematis, sebagai alat analisis terhadap masalah yang akan ditelitinya. Pertama,

teori utama yang bersifat universal (Grand Theory). Kedua, Teori menengah

(Middle Theory) yang berfungsi untuk menjelaskan masalah penelitian, penjelasan

paradigma obyek yang diteliti. Ketiga, Teori terapan (Apply Theory) untuk

menjelaskan operasionalisasi teori dalam masalah yang menjadi obyek penelitian

sehingga jelaslah karakteristik obyek yang diteliti itu, untuk dapat melihat secara

jelas teori yang digunakan penulis dalam penelitian yang berkaitan dengan

perlindungan jaminan kecelakaan kerja ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat dilihat dibawah ini :

19
1. Teori Negara Hukum

Sesuai dengan amanat Undang- Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan

Republik Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan hukum (Rechtsstaat),

dan tidak berdasarkan kepada kekuasaan belaka (Machtsstaat). Negara hukum

menghendaki segala tindakan atau perbuatan penyelenggaraannya mempunyai

dasar hukum yang jelas, baik berdasar hukum tertulis maupun hukum tidak

tertulis (konvensi). Keabsahan Negara memerintah dikarenakan Negara

merupakan lembaga yang netral, tidak berpihak, berdiri di atas semua golongan

masyarakat, dan mengabdi pada kepentingan umum. Dengan demikian, Negara

hukum harus mampu menjamin penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan social

(public) dan mampu juga menata kehidupan individu- individu di masyarakat

(privat).8

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia Negara hukum”.

Negara hukum dimaksud adalah Negara yang menegakan supermasi hukum untuk

menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak

dipertanggungjawabkan.9

Helmi menyebutkan bahwa Negara hukum adalah Negara yang

menempatkan kekuasaan hukum sebagai dasar kekuasaannya dan

8
Siti Nurbaya, Kompleksitas Administrasi Pemerintahan Dengan Pendekatan Kebijakan Regional,
Dewan Perwakilan Daerah,Jakarta,2011,hal, 1.
9
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
20
penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dibawah

kekuasaan hukum. Berdasarkan pandangan ini, seluruh penyelenggaraan

kekuasaan dalam sebuah Negara hukum didasarkan pada hukum. Hukum menjadi

instrument pengendali kehidupan bernegara. Termasuk penyelenggara Negara

tetap dibawah kendali hukum, meskipun mengalami pergantian.10

Kekuasaan Negara yang berdasarkan hukum, menurut John Locke terbagi

menjadi kekuasaan legislative, eksekutif dan federative, selain itu Negara hukum

mengandung 4 (empat) unsur, yakni sebagai berikut :11

1. Negara bertujuan menjamin hak- hak asasi warga Negara

2. Penyelenggara Negara berdasarkan atas hukum

3. Adanya pemisahan kekuasaan Negara demi kepentingan umum

4. Supremasi dari kekuasaan pembentuk Undang- Undang yang bergantung

kepada kepentingan rakyat.

Pada masa nachtwachkerstaat, Negara hanya berfungsi sebagai penjaga

keamanan dan ketertiban. Peran Hukum Administrasi Negara sangatlah kecil

karena semakin kecil campur tangan Negara dalam masyarakat, semakin kecil

pula peran han didalamnya. Dalam konsepsi legal state (nama lain Negara

penjaga malam), terdapat prinsip staatsonthounding atau pembatasan peran

Negara dan Pemerintah dalam bidang politik yang bertumpu pada dalil ”the best

government is the least government”. Akibat pembatasan ini administrasi Negara

menjadi pasif, inilah mengapa Negara hukum disebut sebagai Negara penjaga

10
Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. hal. 34.
11
Ibid. hal. 34-35.
21
malam. Pembatasan ini menyengsarakan kehidupan warga Negara yang kemudian

memunculkan reaksi dan kerusuhan sosial.12

Dalam Hukum Tata Negara di atur tentang tujuan Negara, bentuk Negara,

bentuk Pemerintahan Negara, lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara,

hubungan lembaga-lembaga Negara, wilayah Negara, rakyat dan penduduk

Negara, hak-hak dan kewajiban warga Negara dan sebagainya yang sangat luas

sekali.13

Asas hukum adalah dasar-dasar yang menjadi sumber pandangan hidup,

kesadaran, cita-cita hukum dari masyarakat.14 Disamping itu, yang dimaksud

dengan asas-asas Hukum Tata Negara, bukan berarti bahwa yang dibahas

hanyalah mengenai asas-asasnya saja dari Hukum Tata Negara, melainkan

meliputi pula mempelajari tentang pengertian-pengertian. Asas-asas dan

pengertian-pengertian, masing-masing mempunyai makna berbeda. Bangunan

hukum yang bersumber pada perasaan manusia disebut asas-asas hukum,

sedangkan yang bersumber pada akal pikiran manusia disebut pengertian-

pengertian hukum. Pengertian-pengertian yang terdapat dalam Hukum Tata

Negara pada umumnya bersifat tetap, sedangkan asas-asasnya seringkali berubah-

ubah, perubahan pada asas-asas itu disebabkan karena pandangan hidup

masyarakatnya yang berbeda-beda. Sebagai contoh, dapat dikemukakan disini

12
Ridwan H.R.,“Hukum Administrasi Negara”, RajaGrafindo Perkasa, Yogyakarta, 2006, hal. 15.
13
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum. Prestasi Pustaka, Jakarta.2006, hal. 202.
14
Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2012, hal.60.
22
bahwa suatu bangunan demokrasi dalam Hukum Tata Negara dapat dilihat dari

segi pengertiannya maupun dari segi asasnya.15

Prinsip penting dalam Negara hukum adalah perlindungan yang sama

(equal protection) atau persamaan dalam hukum (equality before the law).

Perbedaan perlakuan hukum hanya boleh jika ada alasan yang khusus, misalnya,

anak-anak yang di bawah umur 17 tahun mempunyai hak yang berbeda dengan

anak-anak yang di atas 17 tahun. Perbedaan ini ada alasan yang rasional. Tetapi

perbedaan perlakuan tidak dibolehkan jika tanpa alasan yang logis, misalnya

karena perbedaan warna kulit, gender agama dan kepercayaan, sekte tertentu

dalam agama, atau perbedaan status seperti antara tuan tanah dan petani miskin.

Meskipun demikian, perbedaan perlakuan tanpa alasan yang logis seperti ini

sampai saat ini masih banyak terjadi di berbagai Negara, termasuk di Negara yang

hukumnya sudah maju sekalipun.16

Menurut Sondang P. Siagian mengemukakan adanya tiga bentuk Negara

yang memberikan peranan dan fungsi yang berbeda bagi Pemerintah yakni :

1. Political State yakni, semua kekuasaan dipegang oleh raja sebagai

Pemerintahan.

2. Legal State yakni, Pemerintah hanya sebagai pelaksanaan Peraturan.

15
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia. Raja Grafindo Persada,Jakarta,2007,hal.67.
16
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat) ,Refika Aditama, Bandung ,2009, hal.
207.
23
3. Welfare State yakni, tugas Pemerintah diperluas untuk menjamin

kesejahteraan umum.17

Kewenangan otonomi luas dapat diartikan sebagai keleluasaan Daerah

untuk menyelenggarakan kewenangan yang mencakup semua bidang

Pemerintahan, kecuali kewenangan bidang Politik Luar Negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya. Di

samping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang bulat dan utuh

dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

pengendalian dan evaluasi. 18

Didalam ilmu administrasi Negara, tema desentralisasi dan sentralisasi

terutama berkenaan fenomena-fenomena tentang “deligation of authority and

responsibility“ yang dapat diukur dari sejauh mana unit-unit organisasi bawahan

mempunyai wewenang dan tanggung jawab didalam proses pengambilan

keputusan.19Hukum Administrasi Negara merupakan dari hukum public karena

berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah-masalah kepentingan umum.

Menurut Prajudi Atmosudirdjo, ada enam ruang lingkup yang dipelajari

dalam studi Hukum Administrasi Negara, yaitu :

1. Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi

Negara,

2. Hukum tentang organisasi Negara,


17
Sf Marbun, Moh. Manfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,
2006, hal 53.
18
A.Mallarangeng ,dkk,Otonomi Daerah Prospektif, Teoritis dan Praktis, BIGRAF, Publishing,
Yogyakarta, 2001, hal. 117.
19
Tjahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta,
1993.hal.4.
24
3. Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang

bersifat yuridis,

4. Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi Negara terutama mengenai

kepegawaian Negara dan keuangan Negara,

5. Hukum administrasi Pemerintahan Daerah dan wilayah, yang dibagi

menjadi :

a. Hukum administrasi kepegawaian

b. Hukum administrasi keuangan

c. Hukum administrasi materil

d. Hukum administrasi perusahaan Negara

e. Hukum tentang peradilan administrasi Negara.20

Administrasi Negara secara singkat dan sederhana dapat didefinisikan

sebagai keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh Aparatur Pemerintah

dari suatu Negara dalam usaha mencapai tujuan Negara.21 Dalam deskripsi

tentang Hukum Administrasi Negara dan tempatnya dalam ilmu hukum

memberikan ciri Hukum Administrasi Negara yakni merupakan untuk sebagian

Hukum Administrasi Negara pembatasan terhadap kebebasan Pemerintah, jadi

merupakan jaminan bagi mereka yang harus taat pada Pemerintah, akan tetapi

untuk sebagian besar Hukum Administrasi Negara mengandung arti pula, bahwa

mereka yang harus taat kepada Pemerintah menjadi membebani berbagai

20
Darda Syahrizal, Hukum Administrasi Negara dan Pengadilan Tata Usaha
Negara,Yogyakarta,Pustaka Yustisia,2012.hal.9-10.
21
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi,PT Bumi Aksara, Jakarta, 2003, hal. 7.
25
kewajiban yang tegas bagaimana dan sampai mana batasannya, dan berhubungan

dengan itu berarti juga bahwa wewenang Pemerintah menjadi luas dan tegas.22

Hukum Administrasi Negara adalah sekumpulan Peraturan yang mengatur

hubungan antara administrasi Negara dengan warga masyarakat, dimana

administrasi Negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya

sebagai implementasi dari policy suatu Pemerintah.23

Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) secara luas

memiliki arti Sistem Penyelenggaraan Negara Indonesia menurut Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang merupakan sistem

penyelenggaraan kehidupan Negara dan bangsa dalam segala aspeknya,

sedangkan dalam arti sempit, SANRI adalah idiil Pancasila, Konstitusional-

Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, operasional

RPMJ Nasional serta kebijakan-kebijakan lainnya.

Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia secara simultan

berinteraksi dengan faktor-faktor fisik, geografis, demografi, kekayaan alam,

idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam. Dalam rangka pencapaian

tujuan Negara dan pelaksanaan tugas Negara diselenggarakan fungsi-fungsi

Negara yang masing-masing dilaksanakan oleh Lembaga Negara yang telah

ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dengan amandemennya. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

merupakan bagian integral dari sistem Penyelenggaraan Negara. Operasionalisasi

dari semua ketentuan-ketentuan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik


22
Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2008, hal. 25.
23
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hal.4.
26
Indonesia Tahun 1945 merupakan bagian yang sangat dominan dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Negara.

Berdasarkan perspektif ilmu hukum administrasi, ada dua jenis hukum

administrasi, yaitu pertama, hukum administrasi umum (allgemeem deel) , Yakni

berkenaan dengan teori teori dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang

hukum administrasi, tidak terikat pada bidang-bidang tertentu, kedua hukum

administrasi khusus (bijzonder deel), yakni hukum-hukum yang terkait dengan

bidang-bidang Pemerintahan tertentu seperti hukum lingkungan, hukum tata

ruang, hukum kesehatan dan sebagainya. Sekilas Tentang Negara Hukum

Pemikiran atau konsepsi manusia tentang Negara hukum juga lahir dan

berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu, meskipun konsep Negara

hukum dianggap sebagai konsep universal. Secara embrionik, gagasan Negara

hukum telah dikemukakan oleh plato.

Ada tiga unsur dari Pemerintah yang berkonstitusi yaitu pertama,

Pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua Pemerintah

dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum,

bukan yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan

konstitusi; ketiga, Pemerintah berkonstitusi berarti Pemerintah yang dilaksanakan

atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan tekanan yang dilaksanakan

Pemerintah despotik. Dalam kaitannya dengan konstitusi bahwa konstitusi

merupakan penyusunan jabatan dalam suatu Negara dan menentukan apa yang

dimaksudkan dengan badan Pemerintahan dan apa akhir dari setiap masyarakat.

27
Hukum Administrasi adalah hukum yang mengenai Pemerintah didalam

kedudukan, tugas dan fungsinya sebagai administrator Negara. Tugas utama

Hukum Administrasi Negara mencari kesejahteraan umum, Pemerintah adalah

pengurus harian Negara. Pengertian dari Pemerintah adalah keseluruhan dari

jabatan-jabatan didalam suatu Negara yang mempunyai tugas dan wewenang

politik Negara serta Pemerintahan. Beda Pemerintah dengan Pemerintahan adalah

Pemerintah merupakan lembaga eksekutif dari Presiden hingga pada Mentrei-

Menterinya, sedangkan Pemerintahan terdiri dari eksekutif, legislatif, dan

yudikatif.

Administrasi dalam arti sempit berarti segala kegiatan tulis-menulis, catat-

mencatat, surat-menyurat, ketik-mengetik serta penyimpanan dan pengurusan

masalah-masalah yang hanya bersifat teknis ketatausahaan belaka.24

Dari beberapa pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa administrasi

Negara adalah keseluruhan Aparatur Pemerintah yang melakukan berbagai

aktivitas atau tugas-tugas Negara selain tugas pembuatan Undang-Undang.

Kewenangan otonomi luas dapat diartikan sebagai keleluasaan Daerah untuk

menyelenggarakan kewenangan yang mencakup semua bidang Pemerintahan,

kecuali kewenangan bidang politik luar Negeri, pertahanan keamanan, peradilan,

moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya. Di samping itu keleluasaan

otonomi mencakup pula kewenangan yang bulat dan utuh dalam

24
Rahardjo Adi Sasmita, Pembiayaan Pembangunan Daerah, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011, hal
98 dan 99.
28
penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

pengendalian dan evaluasi. 25

2. Teori Perlindungan Hukum

Pada Abad ke 18 timbullah suatu prinsip hukum alam yaitu kebebasan

individu dan keutamaan rasio, yang dianut oleh Locke. Locke juga mengajarkan

pada kontrak social. Menurutnya manusia yang melakukan kontrak social adalah

manusia yang tertib dan menghargai kebebasan, hak hidup dan pemilikan harta

sebagai hak bawaan manusia. Menurut Locke masyarakat yang ideal adalah

masyakarakat yang tidak melanggar hak-hak dasar manusia, hal ini tidak ikut

diserahkan kepada penguasa ketika kontrak social dilakukan. Oleh karena itu,

kekuasaan penguasa yang diberikan lewat kontrak social, dengan sendirinya tidak

mungkin bersifat mutlak. Dengan demikian, adanya kekuasaan terseut justru

untuk melindungi hak-hak kodrat dimaksud dari bahaya-bahaya yang mengkin

mengancam, baik datang dari dalam maupun dari luar. Begitulah hukum yang

dibuat dalam Negara pun bertugas melindungi hak-hak dasar tersebut. Hak-hak

dasar yang disebut sebagai hak azazi tanpa perbedaan antara satu dengan yang

lainnya. Dengan hak azazi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi,

peranan, dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia.

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-

25
Op.Cit.hal. 117.
29
kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya

ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.26

Istilah teori perlindungan hukum berasal dari bahasa Inggris, yaitu legal

protection theory, sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan theorie van

de wettelijke bescherming dan dalam bahasa Jerman disebut dengan theorie der

rechtliche schutz, secara gramatikal, perlindungan adalah tempat berlindung,atau

hal perbuatan memperlindungi.27

Teori Perlindungan hukum merupakan teori yang berkaitan pemberian

pelayanan kepada masyarakat. Roscoe Pound dalam Salim HS dan Earlies

Septiana Nurbani, menjelaskan bahwa hukum alat rakayasa sosial Ilaw as tool of

social engginering). Kepentingan manusia, adalah suatu tuntutan yang melindungi

dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum.28

Roscou Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum

menjadi tiga macam, meliputi :

a) Public interest (kepentingan umum)

b) Social interest (kepentingan masyarakat)

c) Privat interst (kepentingan pribadi)

Kepentingan umum (public interest), yang utama meliputi :

a) Kepentingan dari Negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan

kepribadian dan substansinya.

26 Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), (Surakarta ; Magister Ilmu Hukum Program PascaSarjana
Universitas Sebelas Maret, 2004) hal.3.
27 Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010,hal. 93

sebagaimana dikutib dalamThamrin S, Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia, Alaf Riau, Pekanbaru,
hal. 36.
28 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Desertasi, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.259, sebagaimana dikutib dalamThamrin S, Perlindungan Hukum Tenaga
Kerja Indonesia, Alaf Riau, Pekanbaru, hal. 36.
30
b) Kepentingan-kepentigan dari Negara sebagai penjaga masyarakat.

Untuk kepentingan masyarakat (social interest) yang dilindungi hukum,

yaitu :

a) Kepentingan masyarakat bagi keselamatan umum, seperti :

1) Keamanan

2) Kesehatan

3) Kesejahtaeraan

4) Jaminan bagi transaksi-transaksi dan pendapatan

b) Kepentingan bagi lembaga-lembaga sosial, yang meliputi perlindungan

dalam bidang :

1) Perkawinan

2) Politik, seperti kebebasan berbicara, dan

3) Ekonomi

c) Kepentingan masyarakat terhadap kerusakan moral, seperti :

1) Korupsi

2) Perjudian

3) Pengumpatan terhadap Tuhan

4) Tidak sahnya transaksi-transaksi yang bertentangan dengan moral

yang baik, dan

5) Peraturan yang membatasi tindakan-tindakan anggota trust

d) Kepentingan masyarakat dalam pemeliharaan sumber sosial, seperti

menolak perlindungan hukum bagi penyalahgunaan hak (obuse of right)

31
e) Kepentingan masyarakat dalam kemajuan umum, seperti perlindungan

pada :

1) Hak milik

2) Pandangan bebas dan monopoli

3) Kemerdekaan industry, dan

4) Penemuan baru

f) Kepentingan masyarakat dalam kehidupan manusia secara individual,

seperti perlindungan hukum terhadap :

1) Kehidupan yang layak

2) Kemerdekaan berbicara

3) Memilih jabatan

Sedangkan perlindungan hukum terhadap kepentingan individual (private

interest), antara lain :

a) Kepentingan kepribadian (interst of personality), meliputi perlindungan

terhadap :

1) Integritas (keutuhan) fisik

2) Kemerdekaan kehendak

3) Reputasi nama baik

4) Tejaminnya rahasia-rahasia pribadi

5) Kemerdekaan untuk menjalankan agama yang dianutnya, dan

6) Kemerdekaan mengemukakan pendapat

b) Kepentingan dalam hubungan rumah tangga (interst in domestic), yang

meliputi

32
1) Perlindungan bagi perkawinan

2) Tuntutan bagi pemeliharaan keluarga, dan

3) Hubungan hukumantara orang tua dan anak-anak

c) Kepentingan substansi (interest substance) meliputi perlindungan :

1) Harta

2) Kemerdekaan dalam menyusun testamen

3) Kemerdekaan industri dan kontrak

4) Pengharapan legal akan keuntungan-keuntungan yang akan

diperoleh.29

Menurut Soertipto Rahardjo menyebutkan bahwa perlindungan hukum

adalah adanya upaya melindungi kepentingan sesorang dengan cara

mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

kepentingannya tersebut. Selanjutnya disebutkan pula bahwa salah satu sifat dan

sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan

(pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap

masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.30

Sudikno Mertokusumo, menjelaskan bahwa, dalam fungsinya hukum

sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan. Hukum

mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah

menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan

keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan

kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum

29 Ibid, hal. 36-38.


30 Soetjipto Rahardjo, ibid hal 121 Permasalahan Hukum di Indonesia, Alumni,Bandung, 1983,hal. 121.
33
bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat.

Membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta

memelihara kepastian hukum.31

Teori perlindungan hukum menurut Antonio Fortin dalam Salim HS,

mengemukakan bahwa, pentingnya perlindungan Internasional Hak Asasi

Manusia, perlindungan Internasional berarti suatu perlindungan secara langsung

kepada individu yang dilakukan oleh badan-badan yang ada dalam masyarakat

Internasional. Perlindungan semacam itu dapat didasarkan kepada konvensi

Internasional, hukum kebiasaan Intenasional atau prinsip-prinsip umum hukum

Internasional. Dipandang dari segi tujuan dari dilakukannya tindakan

perlindungan, perlindungan Internasional dapat dikelompokkan kepada tiga

kategori utama, yang meliputi antisipatoris, atau preventif, kuratif atau mitigasi

dan pemulihan atau kompensatoris.

Didalam Peraturan Perundang-undangan telah ditentukan bentuk-bentuk

perlindungan yang diberikan kepada masyarakat atas adanya kewenangan-

kewenangan dari pihak lainnya, baik itu penguasa, pengusaha, maupun orang

yang mempunyai ekonomi lebih baik dari pihak korban. Pada prinsipnya

perlindungan hukum terhadap pihak yang lemah selalu dikaitkan dengan

perlindungan terhadap hak-hak pihak yang lemah atau korban. Diantara Peraturan

Perundang- undangan yang mengatur perlindungan hukum terhadap masyarakat,

terutama yang berhubungan dengan ketenagakerjaan seperti, Undang- Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 39

31
Thamrin, Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia, Alaf Riau, Pekanbaru 2017. Hlm. 40.
34
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di

Luar Negeri.

Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrument untuk mengatur

hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum, agar masing-masing subjek

hukum dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya

secara wajar, hukum juga berfungsi sebagai instrument perlindungan bagi subjek

hukum, jika dikaikan keberadaan suatu Negara, hukum dapat difungsikan sebagai

pelindung warga Negara dari tindakan Pemerintah yang tiran dan absolute.

Perlindungan hukum bagi rakyat menurut Philipus M. Hadjon, dalam

Bahder Djohan Nasution, dapat dibagai menjadi dua macam, yaitu:

a. Perlindungan hukum preventif, artinya rakyat diberikan kesempatan untuk

mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu

keputusan Pemerintah mendapat bentuk yang defenitif, artinya

perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa. Perlindungan hukum preventif ini bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa. Sehingga sangat besar artinya bagi tindakan

Pemerintah yang didasarkan kepada kebebasan bertindak. Dengan

perlindungan hukum preventif Pemerintah terdorong untuk bersikap hati-

hati dengan mengmbil keputusan yang didasarkan pada diskresi.

b. Perlindungan hukum represif, artinya perlindungan yang bertujuan untuk

menyelesaikan sengketa.

Menurut Syahran Basah dalam Bahder Djohan Nasution, perlindungan

hukum yang diberikan merupakan condition sine qua non dalam penegakan

35
hukum yang diberikan merupakan condition sine qua non pula untuk

merealisasikan fungsi hukum itu sendiri, fungsi hukum tersebut adalah:

a. Derektif, yaitu sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk

masyarakat yang hendak dicapai dengan tujuan kehidupan bernegara.

b. Integratif, yaitu sebagai Pembina kesatuan bangsa.

c. Stabilitatif, yaitu sebagai pemelihara dan menjaga keselarasan, keserasian,

dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

d. Perfektif, yaitu sebagai penyempurna baik terhadap sikap tindak

administrasi Negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi

pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

e. Korektif, yaitu sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi

Negara maupun warga apabila terjadi pertentangan hak kewajiban untuk

mendapatkan keadilan.

3. Teori Keadilan

Teori Keadilan Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia “tatanan”

adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah seperti yang dikatakan sebuah

peraturan. Hukum adalah seperangkat peraturan yang mengandung semacam

kesatuan yang kita pahami melalui sebuah sistem.32 Mustahil untuk menangkap

hakikat hukum jika membatasi perhatian kita pada satu kesatuan yang tersendiri.

Hubungan-hubungan yang mempertautkan peraturan- peraturan khusus dari suatu

tatanan hukum juga penting bagi hakikat hukum. Hakikat hukum hanya dapat

dipahami dengan sempurna berdasarkan pemahaman yang jelas tentang hubungan

32 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusamedia, Bandung: 2006, hal. 3.
36
yang membentuk tatanan hukum tersebut.33 Pernyataan bahwa hukum merupakan

sebuah tatanan perbuatan manusia yang tidak berarti bahwa tatanan hukum hanya

berkenaan dengan perbuatan manusia, bahwa tidak ada hal lain kecuali perbuatan

manusia yang masuk ke dalam isi dari peraturan-peraturan hukum. Keadilan

merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang

perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum tidak hanya untuk keadilan,

tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan. Idealnya, hukum memang harus

mengakomodasikan ketiganya.34

Uraian tentang keadilan berasal dari John Rawls, yang dipandang sebagai

teori keadilan paling komprehensif sampai saat ini. Teori Rawls sendiri dapat

dikatakan berangkat dari pemikiran Utilitarianisme. Teori keadilannya banyak

sekali dipengaruhi pemikiran Jeremy Bentham, John Stuart Mill, Hume, yang

dikenal dengan tokohtokoh Utilitarianisme. Sekalipun demikian, Rawls sendiri

lebih sering dimasukkan dalam kelompok penganut Realisme Hukum.35 Teori

keadilan Rawls sangat berkaitan erat dengan teori Mills, perbedaannya adalah

Mills berpendapat bahwa keadilan adalah kemanfaatan, sedangkan Rawls

menyatakan keadilan sebagai kesetaraan.36 Rawls berpendapat perlu ada

keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Bagaimana

ukuran dari keseimbangan itu harus diberikan, itulah yang disebut dengan

keadilan. Keadilan merupakan nilai yang tidak dapat ditawar-tawar karena hanya

33 Ibid. hal. 4.
34 Hans Kelsen, Loc cit
35 Ibid. hal. 4.
36 Karen Lebacqz, Teori-Teori Keadilan (Six Theories of Justice), Nusamedia, Bandung: 2006, hal. 50.

37
dengan keadilanlah ada jaminan stabilitas hidup manusia.37 Agar tidak terjadi

benturan kepentingan pribadi dan kepentingan bersama itu, perlu ada aturan-

aturan. Di sinilah diperlukan hukum sebagai wasitnya. Pada masyarakat yang

telah maju, hukum baru akan ditaati apabila ia mampu meletakkan prinsip-prinsip

keadilan.38 Pelaksanaan jaminan kesehatan sendiri masih jauh dari kata keadilan

meskipun pada hakikatnya keadilan merupakan tujuan utama dari dibentuknya

peraturan mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pelaksanaan jaminan kesehatan

oleh perusahaan masih sekedar pemenuhan undang-undang, belum untuk

mewujudkan keadilan, baik keadilan yang semestinya maupun keadilan secara

hukum. Rawls berpendapat bahwa keadilan adalah kesetaraan, kesetaraan yang

dimaksud adalah kesamaan hak antara satu individu dengan individu lain yang

ada di dalam masyarakat.39 Perusahaan dalam melaksanakan jaminan sosial

tenaga kerja harus memperhatikan prinsip kesetaraan yang dikemukakan oleh

Rawls. Jangan sampai ada individu-individu di dalam masyarakat yang berkurang

haknya, atau bahkan kehilangan hak tersebut sehingga keadilan tidak dapat

dicapai. Oleh sebab itu keadilan diperlukan untuk memberikan apa yang

seharusnya menjadi hak-hak setiap individu, dalam hal ini adalah pekerja kontrak

dan pekerja harian lepas.

E. Konsep Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan dan memahami arah

kajian ini, maka diberikan penjelasan atas istilah- istilah yang digunakan sesuai

dengan maksud dan tujuan yang sebenarnya. Konsep operasional adalah suatu

37 Ibid. hal. 51
38 Ibid.
39 Ibid. hal. 52

38
konsep yang diberikan kepada suatu variabel atau konstraks dengan cara

memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, atau memberikan suatu

operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Setelah beberapa

konsep diuraikan dalam hal yang berhubungan dengan kegiatan ini, maka untuk

mempermudah dalam mencapai tujuan penelitian menyusun konsep operasional

yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari

rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh

lingkungan kerja. Jaminan Kecelakaan kerja adalah manfaat berupa uang tunai

dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami

kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Definisi tenaga kerja pada dasarnya memiliki pengertian yang berbeda-beda,

namun tujuan isinya tidak berbeda jauh satu sama lainnya. Seperti halnya

pengertian tenaga kerja menurut kutipan dari Wikipedia. Hal ini dapat dilihat dari

kutipan berikut ini: “Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia

kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa

tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.”.40

40 http://carapedia.com/pengertian_defenisi_tenaga_kerja_info2158.html diakses tanggal 06 Oktober 2018


39
Adapun pendapat lain yang mendukung kutipan diatas adalah dari kutipan

Carapedia,41 ada beberapa definisi tenaga kerja di dalam kutipan ini yaitu sebagai

berikut:

a. Eeng Ahman & Epi Indriani

Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja

dan sanggup bekerja jika ada permintaan kerja.

b. Alam. S

Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun keatas untuk negara-

negara berkembang seperti Indonesia. Sedangkan di negara-negara maju,

tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 15 hingga 64 tahun.

Keselamatan kerja didefenisikan sebagai segala aturan dan upaya yang

bertujuan untuk menyediakan perlindungan teknis bagi pekerja/buruh dari resiko-

resiko akibat penggunaan alat dan bahan berbahaya/beracun ditempat kerja. Iman

Soepomo berpendapat keselamatan kerja adalah aturan yang bertujuan menjaga

keamanan pekerja/buruh atas abhaya kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan

ditempat kerja yang menggunakan alat/mesin dan atau bahan pengolah

berbahaya.42

Iman Soepomo memperkenalkan istilah keamanan kerja yang menurutnya

lebih tepat daripada istilah keselamatan kerja, oleh karena peraturan-peraturan

bidang keselamatan kerja bertujuan untuk mencegah timbulnya kecelakaan yang

disebabkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan/diolah sehingga

41http://id.wikipedia.org/wiki/tenagakerja diakses tanggal 06 Oktober 2018


42Helena Poerwanto dan Syaifullah, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 8 sebagaimana dikutib dalam Dr. Aloysius Uwiyono dkk,
Asas-asas Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Depok 2018
40
pekerja/buruh dapat bekerja dengan aman, bukan sekedar menyelamatkan

pekerja/buruh berdangkutan jika terjadi kecelakaan.43

Menurut Imam Soepomo, hukum perburuhan (arbeidsrecht) adalah

himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak, yang berkenaan dengan kejadian

dimana seseorang bekerja kepada orang lain dengan menerima upah.44

Sedangkan pengertian ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa

kerja.45

Menurut Molenaar, hukum perburuhan pada pokoknya mengatur hubungan

antara majikan dan buruh, buruh dan buruh, dan antara penguasa dan penguasa.46

Menurut Levenbach, hukum perburuhan merupakan peraturan yang meliputi

hubungan kerja antara pekerja dan majikan, yang pekerjaannya dilakukan

dibawah pimpinan.47

Menurut Van Esveld, hukum perburuhan tidak hanya meliputi hubungan

kerja yang dilakukan dibawah pimpinan, tetapi termasuk pula pekerjaan yang

dilakukan atas dasar tanggung jawab sendiri.48

Menurut M.G Levenbach merumuskan hukum arbeidsrecht sebagai suatu

yang meliputi hukum yang berkenaan dengan keadaan penghidupan yang

langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja. Dengan kata lain, berbagai

peraturan mengenai persiapan bagi hubugan kerja (yaitu penempatan dalam arti

43 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta,2003, hal. 165


44 Ibid, hal. 2.
45 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
46 Dedi Ismatullah, Hukum Ketenagakerjaan, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2013, hal. 45
47 Ibid, hal. 45.
48 Ibid, hal. 46.

41
luas, latihan dan magang), mengenai jaminan sosial buruh serta peraturan

mengenai badan dan organisasi dilapangan perburuhan.49

MOK berpendapat bahwa arbeidsrecht (hukum perburuhan) adalah hukum

yang berkenaan dengan pekerjaan yag dilakukan dibawah pimpinan orang lain

dan dengan keadaan penghidupan yang langsungn bergandengan dengan pekerja

tersebut.50

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain.

Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau

badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah

atau imbalan dalam bentuk lain.

Hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang buruh dengan

majikan. Hubungan kerja hendak menunjukkan kedudukan kedua pihak itu yang

pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh terhadap

majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban majikan terhadap buruh.51

Adanya hubungan kerja ialah hanya bila ada buruh dan majikannya atau

majikan dengan buruhnya. Hubungan antara seorang bukan buruh dengan seorang

bukan majikan, bukanlah hubungan kerja.52

49 Ibid, hal. 46
50 Ibid, hal. 46
51 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta , 2016
52 Ibid, hal. 1
42
Dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pemberi kerja dengan

penerima kerja untuk melakukan suatu pekerjaan dengan menerima imbalan

berupa upah. 53

Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara pengusaha

dengan pekerja/buruh yang memuat unsure pekerjaan, upah dan perintah.54

Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan

majikan, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri

untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang

mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah, “Pada

pihak lainnya” mengandung arti bahwa pihak buruh dalam melakukan pekerjaan

itu berada dibawah pimpinan pihak majikan.55

Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenal dua macam :56

Hubungan antara seorang melakukan satu atau beberapa pekerjaan tertentu

dengan seorang pihak lainnya. Biasanya diajukan sebagai contoh hubungan antara

seorang dokter dengan pasiennya, seorang pengacara dengan kliennya, seorang

notaries dengan seorang kliennya dan lain-lain. Hubungan semacam ini yang

terjadi setelah adanya perjanjian untuk melakukan satu atau beberapa pekerjaan

tertentu, dikatakan bukanlah hubungan kerja, karena tidak ada wewenang pada

pihak pemberi kerjaan untuk memimpin dilakukannya pekerjaan itu oleh yang

menerima pekerjaan, tiada wewenang member petunjuk terutama berkenaan

53 PurbadiHardjoptajitno, dkk, Hukum Ketenagakerjaan, Universitas Indonesia, Jakarta, 2018, hal.3.2.


54 Maimun, Hukum Ketenagakerjaan, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2007.
55 Iman Soepomo, op.cit, hal.1

56 Ibid, hal. 1-2


43
dengan cara melakukan pekerjaan itu kepada pihak yang melakukan pekerjaan,

sedang wewenang itu ada pada hubungan kerja.

Hubungan antara seseorang pemborong pekerjaan dengan seorang yang

memborongkan pekerjaan. Hubungan ini terjadi setelah adanya perjanjian

pemborongan pekerjaan dimana pihak kesatu, pemborong pekerjaan, mengikatkan

diri untuk membuat suatu karya tertentu, misalnya mendirikan atau membongkar

suatu bangunan, dengan harga tertentu bagi pihak lainnya, yang memborongkan

pekerjaan, yang mengikatkan diri untuk memberikan pekerjaan pemborongan itu

dengan membayar harganya kepada pihak kesatu. Hubungan ini bukan pula

hubungan kerja, karena tidak ada unsur member petunjuk dan memimpin pada

pihak yang memborongkan. Namun demikian, berlainan dengan perjanjian

termaksud pada angka 1, perjanjian pemborongan pekerjaan ini diatur dalam

KHUPa Buku III Bab 7A pasal 1604-1617.

F. Metode Penelitian

Agar memperoleh data yang akurat dan relevan dengan Penelitian ini,

maka Penulis menggunakan metode, sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif atau metode library research

(penelitian kepustakaan). Penelitian normatif, seringkali hukum dikonsepkan

sebagai apa yang tertulis dalam Peraturan Perundang-undangan (law in book) atau

hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berprilaku manusia yang dianggap pantas.57 Metode penelitian hukum normatif

57 Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.118
44
atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang

dipergunakan didalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka yang digunakan untuk mengkaji buku-buku58 dan berbagai kasus

atau artikel yang membahas tentang perlindungan jaminan sosial tenaga kerja dan

khususnya jaminan kecelakaan kerja.

2. Objek Penelitian

Obyek Penelitian ini adalah bagaimana bentuk perlindungan dan kepastian

hukum terhadap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja ditinjau dari

Perundang-undangan yang berlaku.

3. Data dan Sumber Data

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang penulis dapatkan sebagai

sumber utama dalam penelitian ini, yang merupakan peraturan perundang-

undangan yang terkait terhadap masalah yang penulis teliti, diantaranya : Undang-

undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, KUHPerdata, Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-

Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian., Permenaker Nomor 26 Tahun

2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja,

Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua bagi Peserta Penerima Upah.

58Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 13-14
45
b) Bahan Hukum Skunder

Bahan hukum skunder adalah merupakan bahan hukum yang penulis

dapatkan dari penelitian skripsi, tesis, disertasi, jurnal/majalah ilmiah dan dari

suratkabar serta pendapat para ahli hukum yang member petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer yang berkaitan dengan ketenagakerjaan,

khusunya tentang perlindungan terhadap kecelakaan kerja

c) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang penulis dapatkan dari:

1). Ensiklopedia Indonesia

2). Kamus Hukum

3). Kamus Bahasa Inggris – Indonesia

4). Berbagai majalah maupun jurnal hukum

4. Analisis Data dan Metode Penarikan Kesimpulan

Analisis data yang penulis gunakan adalah dengan analisis secara kualitatif

yaitu dengan cara mendeskripsikan/menggambarkan dan kemudian

membandingkan antara data dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pendekatan penelitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian.59

Pendekatan yangdigunakan peneliti adalah pendekatan umdang-undang (statute

approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.60 Bagi penelitian untuk

kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini membuka kesempatan bagi

penelitian untuk mempelajari adakah konsitensi dan kesesuaian antara suatu

59 Suharsimi Arikanto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Rieneka Cipta, Jakarta, 2002, hal.23
60 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan 6 ,Kencana, Jakarta, 2010, hal..93.
46
undang-undang lainnya atau Undang-Undang dan Undang-Undang Dasar atau

antara regulasi dan Undang-Undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu

argument untuk memecahkan isu yang dihadapi.

47
BAB II

TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN


DI INDONESIA

A. Tinjauan Teoritis Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan Dalam

Sistem Hukum di Indonesia

Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam tata Hukum Indonesia

terletak dibidang hukum administrasi/tata Negara, hukum perdata, dan hukum

pidana. Hubungan antara pengusaha dan pekerja didasarkan pada hubungan

hukum privat. Hubungan itu didasarkan pada hukum perikatan yang menjadi

bagian dari hukum perdata. Pemerintah hanya berlaku sebagai pengawas atau

lebih tepatnya dapat menjalankan fungsi fasilitator apabila ternyata dalam

pelaksanaan muncul perselisihan yang tidak dapat mereka selesaikan. Selain itu,

fungsi pengawasan dari Pemerintah dapat maksimal apabila secara filosofis

kedudukan Pemerintah lebih tinggi dari pada yang diawasi (pekerja-pengusaha).61

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan ketika melihat kedudukan hukum

ketenagakerjaan didalam hukum administrasi, yaitu subjek hukum dalam

penyelenggaraan Negara dan bagaimana peranannya. Subjek hukum dalam

penyelenggaraan Negara menyangkut tiga hal , yaitu pejabat, lembaga, dan warga

Negara. Dalam hal ini, pejabat adalah pejabat Negarayang tunduk pada ketentuan

hukum administrasi. Peranannya berkaitan dengan menjalankan fungsi Negara

didalam pembuatan Peraturan atau pemberian izin (bestuur), bagaimana Negara

melakukan pencegahan terhadap sesuatu hal yang dapat terjadi dan bagaimana

61
Astri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, dalam Sayid Mohammad Rifqi
Noval, Hukum Ketenagakerjaan Hakikat Cita Keadilan Dalam Sistem Ketenagakerjaan, Bandung,
PT. Refika Aditama. 2017. Hal.101-102.
48
hukumnya. Pemerintah sebagai penyelenggara Negara dibidang ketenagakerjaan

harus dapat melaksanakan ketiga fungsi tersebut dengan baik.62

Kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam hukum pidana adalah

pentingnya penerapan sanksi hukum bagi pelanggar peraturan Perundang-

undangan. Kedudukan hukum ketenagakerjaan didalam tata hukum Indonesia

secara teoritis dapat dipisahkan menjadi tiga bidang, yaitu perdata, administrasi

dan pidana. Dalam peraktiknya harus dijalankan secara berhubungan satu sama

lain. Hubungan hukum yang dilakukan oleh pengusaha dan pekerja didasarkan

pada perjanjian kerja. Pengaturannya masuk kedalam lingkup hukum perikatan

yang menjadi bagian hukum perdata. Selama proses pembuatan, pelaksanaan, dan

berakhirnya hubungan kerja harus diawasi oleh Pemerintah sebagai konsekwensi

menjalankan fungsi bestuur, politie, dan rechtspraak. Apabila selama proses

pembuatan, pelaksanaan, dan berakhirnya hubungan kerja terdapat pelanggaran

hukum maka dapat diterapkan sanksi pidana yang menjadi kajian dalam bidang

hukum pidana.63

Akan tetapi terdapat perkembangan lebih lanjut sebagaimana diutarakan

oleh Guus Heerma Van Voss, bahwa pada kebanyakan Negara saat ini, hukum

perburuhan diakui sebagai disiplin hukum mandiri. Hukum perburuhan atau

ketenagakerjaan dikarakteristikan oleh sejumlah ciri sebagai berikut :64

1. Lebih banyak (aturan) hukum yang bersifat kolektif

62
Ibid. hal. 102.
63
Ibid. hal. 102.
64
Ibid. hal. 103.
49
Banyak disiplin atau bidang ilmu hukum galibnya hanya mengatur

hubungan antar warga masyarakat atau korporasi/organisasi satu sama lain.

Sebaliknya didalam bidang kajian hukum perburuhan, pengaturan yang ada

mencakup tidak saja hubungan antara majikan dengan buruh pada tataran

individu, tetapi juga antara serikat pekerja dengan asosiasi pengusaha satu dengan

lainnya, termasuk juga antara organisasi-organisasi tersebut dengan anggota-

anggotanya.

2. Mengkompensasikan ketidaksetaraan (perlindungan pihak yang lebih

lemah)

Berbeda dengan titik tolak prinsip dasar hukum keperdataan dan

kesetaraan para pihak, hukum perburuhan beranjak dari pengakuan bahwa buruh

dalam realitas relasi ekonomi bukanlah pihak yang berkedudukan setara dengan

majikan. Oleh karena itu, hukum perburuhan mendorong pendirian serikat pekerja

dan mencakup aturan-aturan yang ditujukan untuk melindungi buruh terhadap

kekuatan ekonomi yang ada ditangan majikan.

3. Pengintegrasian hukum privat dan hukum publik

Hukum perburuhan dapat dipandang sebagai bagian dari hukum

keperdataan ataupun hukum publik, atau sebaliknya dianggap sebagai cabang atau

disiplin hukum mandiri. Sebagian aturan dalam hukum perburuhan penegakannya

diserahkan kepada para pihak, ada pula penegakannya akan dipaksakan dan

diawasi oleh lembaga-lembaga Pemerintah. Lebih lanjut terdapat peraturan yang

50
memungkinkan penegakannya dilakukan berbarengan oleh para pihak sendiri

dengan aparat penegak hukum, baik secara individual maupun kolektif.

4. Sistem khusus berkenaan dengan penegakan

Penegakan hukum perburuhan memiliki sejumlah ciri khusus. Di banyak

Negara dapat ditemukan Inspektorat perburuhan (a Labour Inpectorate)

bertanggung jawab untuk mengawasi implementasi dan penegakan dari bagian-

bagian tertentu hukum perburuhan. Hukum pidana ataupun hukum administrasi

didayagunakan untuk menegakkan bagian-bagian hukum publik dari aturan dalam

hukum perburuhan. Disamping itu, majikan dan buruh dapat menerapkan dan

menegakkan sendiri sebagian lainnya dari hukum perburuhan yang lebih

bernuansa hukum privat. Akan tetapi, organisasi kolektif seperti serikat pekerja

dapat mendayagunakan semua instrumen tersebut.

Disamping itu, banyak Negara juga mengenal dan mengembangkan sistem

penyelesaian sengketa perburuhan khusus, yakni peradilan perburuhan. Alhasil,

hukum perburuhan dapat ditegakkan melalui instrumen hukum pidana, hukum

administrasi ataupun hukum perdata.

B. Tinjauan Teoritis Tentang Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia adalah Negara hukum dan menganut sistem hukum Eropa

Kontinental. Oleh sebab itu, segala sesuatu harus didasarkan pada hukum tertulis.

Sumber hukum ketenagakerjaan saat ini (s/d tahun 2011) terdiri dari Peraturan

Perundang-undangan dan diluar Peraturan Perundang-undangan. Namun payung

hukum utama bagi urusan ketenagakerjaan di Indonesia adalah Pasal 27 ayat (2)
51
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan

bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan”. Secara umum, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal

28, dan Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 juga menjadi payung hukum utama.65 Berdasarkan pondasi tersebut,

maka terbentuklah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) yang menjadi dasar

hukum utama dalam bidang ketenagakerjaan. Selain Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang- Undang Ketenagakerjaan,

terdapat sumber hukum lain yang menjadi tonggak pengaturan bagi urusan

ketenagakerjaan, baik sumber hukum formil maupun sumber hukum materiil.

Pengertian Hukum Ketenagakerjaan sangat tergantung pada hukum positif

masing-masing Negara. Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau definisi hukum

ketenagakerjaan yang dikemukakan oleh para ahli hukum juga berlainan, juga

yang menyangkut keluasannya.

Hukum merupakan sekumpulan Peraturan-peraturan yang dibuat oleh

pihak yang berwenang, dengan tujuan mengatur kehidupan bermasyarakat dan

terdapat sanksi. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan

tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dengan

demikian, yang dimaksud dengan hukum ketenagakerjaan adalah seluruh

Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang, mengenai segala

65
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
52
sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan

sesudah masa kerja.

Hukum Ketenagakerjaan telah berkembang seiring dengan perkembangan

lapangan dan kesempatan kerja. Awalnya, lapangan pekerjaan terbatas pada sektor

pemenuhan kebutuhan primer, seperti pertanian. Namun secara perlahan sektor

pemenuhan kebutuhan mulai bergeser ke arah industri dan perdagangan, sehingga

kesempatan kerja semakin terbuka lebar. Pertumbuhan sektor industri dan

perdagangan yang pesat, mengakibatkan berdirinya Perusahaan-perusahaan yang

menyerap banyak tenaga kerja. Hubungan antara Perusahaan tersebut dengan

tenaga kerjanya, disebut dengan hubungan kerja (hubungan antara pemberi kerja

dengan pekerjanya atau bahkan dengan calon pekerja). Dengan demikian

diperlukan adanya suatu aturan (hukum) yang dapat menjadi pengontrol dalam

hubungan tersebut, terlebih lagi jika timbul suatu perselisihan dalam hubungan

kerja tersebut

Dalam segi apapun dan bidang manapun hukum selalu ikut berperan aktif.

Selain hukum sebagai aturan, hukum juga berperan sebagai perlindungan. Di

dalam pemahaman hukum ketenagakerjaan yang ada dapat diketahui adanya

unsur-unsur hukum ketenagakerjaan, meliputi :

1. Serangkaian aturan yang berkembang kedalam bentuk lisan maupun

tulisan

2. Mengatur hubungan antara pekerja dan pemilik Perusahaan.

3. Adanya tingkatan pekerjaan, yang pada akhirnya akan diperolah balas jasa.

53
4. Mengatur perlindungan pekerja/ buruh, meliputi masalah keadaan sakit,

haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/ buruh dsb.

Perkembangan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia sejak

zaman sebelum kemerdekaan sampai saat ini, telah terjadi pergeseran istilah yang

disebabkan oleh berbagai alasan baik yang bersifat sosiologis maupun yuridis.

Sampai saat ini belum ada kesatuan pendapat mengenai pengertian

mengenai hukum ketenagakerjaan. Akan tetapi secara umum dapat dirumuskan,

bahwa hukum ketenagakerjaan itu adalah sekumpulan peraturan yang mengatur

hubungan hukum antara pekerja atau organisasi pekerja dengan majikan atau

pengusaha atau organisasi majikan dan Pemerintah, termasuk didalamnya adalah

proses-proses dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan untuk merealisasikan

hubungan tersebut menjadi kenyataan. Dari rumusan tersebut dapat ditarik suatu

kesimpulan, bahwa hukum ketenagakerjaan itu adalah suatu himpunan peraturan

yang mengatur hubungan hukum antara pekerja, majikan atau pengusaha,

organisasi pekerja, organisasi pengusaha, dan Pemerintah.66

Menurut Moolenar hukum ketenagakerjaan adalah bagian dari hukum

yang berlaku yang pada pokonya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan

pengusaha, antara tenaga kerja dengan tenaga kerja, dan antara tenaga kerja dan

pengusaha.67

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

66
Darwin Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Pekerja Untuk
Mempertahankan hak-haknya), Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 1.
67
Sendjung H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.2001. hal.1.
54
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun masyarakat.68

Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,69 yang disebut

sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun masyarakat. Indonesia, Badan Pusat Statistik pada tahun sekitar 1970-an

menentukan batas usia kerja bila seseorang berumur 10 tahun atau lebih.

Semenjak dilaksanakan Survei Angkatan Kerja batas usia kerja dirubah menjadi

15 tahun atau lebih, ini dilaksanakan karena dianjurkan oleh International Labour

Organization (ILO).

Sedangkan menurut Payaman Siamanjuntak dalam bukunya “Pengantar

Ekonomi Sumber Daya Manusia” tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau

sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Secara praksis pengertian

tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurut dia hanya dibedakan oleh batas

umur. 70

Jadi yang dimaksud dengan tenaga kerja yaitu individu yang sedang

mencari atau sudah melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa

yang sudah memenuhi persyaratan ataupun batasan usia yang telah ditetapkan

68
Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. 2003. hal. 15.
69
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
70
Sendjun H Manululang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, PT Rineka Citra,
Jakata, 1998, hal.3.
55
oleh Undang-Undang yang bertujuan untuk memperoleh hasil atau upah untuk

kebutuhan hidup sehari-hari.

C. Tinjauan Teoritis Sistem Perlindungan dan Jaminan Keselamatan


Kerja Berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 mengatur tentang Keselamatan

Kerja. Meskipun judulnya disebut sebagai Undang-Undang Keselamatan Kerja,

tetapi materi yang diatur termasuk masalah kesehatan kerja. Undang-undang ini

dimaksudkan untuk menentukan standar yang jelas untuk keselamatan kerja bagi

semua karyawan sehingga mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam

melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta

produktifitas Nasional; memberikan dasar hukum agar setiap orang selain

karyawan yang berada di tempat kerja perlu dijamin keselamatannya dan setiap

sumber daya perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien; dan

membina norma-norma perlindungan kerja yang sesuai dengan perkembangan

masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.

Ruang lingkup Undang-undang ini adalah keselamatan kerja di semua

jenis dan tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam

air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik

Indonesia. Selain itu, dalam upaya pelaksanaan Undang-Undang tersebut, harus

dipahami mengenai dasar-dasar keselamatan kerja. Struktur dan persyaratan

kelembagaan yang mendukung pelaksanaan Undang-Undang juga diuraikan

secara jelas.

56
Dengan majunya industrialisasi dan modernisasi, maka dalam peningkatan

intesitas kerja operasional dan tempat kerja para pekerja. Hal ini memerlukan

pengerahan tenaga kerja secara intensif dari para pekerja. Kelelahan, kurang

perhatian, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akiba dan sebab

terjadinya kecelakaan maka perlu dipahami perlu adanya pengetahuan

keselamatan kerja yang tepat, selanjutnya dengan peraturan yang maju akan

dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor yang sangat

penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada

tenaga kerja yang bersangkutan untuk dapat mempertinggi mutu pekerjaan,

peningkatan produksi dan produktivitas kerja.

Pengertian tempat kerja menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja Yang dimaksud dengan “tempat kerja” adalah tiap

ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga

kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan

dimana terdapat sumber bahaya terhadap pekerja.71

Berikut adalah beberapa pengertian yang terkait dengan tempat kerja :

1. Pengurus: bertugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagian

tempat kerja yang berdiri sendiri. Dalam Undang-Undang Keselamatan

Kerja, pengurus tempat kerja berkewajiban dan bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja di

tempat kerjanya.

71
Pengertian tempat Kerja Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
57
2. Pengusaha: orang atau badan hukum yang memiliki atau mewakili pemilik

suatu tempat kerja.

3. Direktur: adalah Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan

Pengawas Norma Kerja (sekarang Direktur Jendral Bina Hubungan

Industrial dan Pengawas Ketenagakerjaan).

4. Pegawai Pengawas. Seorang Pegawai pengawas harus mempunya keahlian

khusus yang dalam hal ini adalah menguasai pengetahuan dasar dan

praktek dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja melalui suatu

proses pendidikan tertentu.

5. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja: personel yang berada di luar

Departemen Tenaga Kerja, dan mempunyai keahlian khusus di bidang

keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga

Kerja.

Tujuan dari pada Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja adalah :72

1. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat

kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.

2. Agar sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.

3. Agar proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan apapun.

Undang-Undang Keselamatan Kerja memuat aturan-aturan dasar atau

ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja,

72
Tujuan Dari Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
58
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara

yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Azas-azas yang digunakan dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja adalah :73

1. Azas nationaliteit memberlakukan Undang- Undang keselamatan kerja

kepada setiap warga Negara yang berada di wilayah hukum Indonesia

(termasuk wilayah kedutaan Indonesia di luar Negeri dan terhadap kapal-

kapal yang berbendera Indonesia).

2. Azas teritorial memberlakukan Undang- Undang keselamatan kerja

sebagaimana hukum pidana lainnya kepada setiap orang yang berada di

wilayah atau teritorial Indonesia, termasuk warga Negara asing yang

tinggal di Indonesia (kecuali yang mendapat kekebalan diplomatik).

Dengan demikian, Undang- Undang ini berlaku untuk setiap tempat kerja

yang didalamnya terdapat 3 unsur, yaitu:

1. Adanya tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha

2. Adanya tenaga kerja yang bekerja

3. Adanya bahaya kerja

Persyaratan K3 tersebut ditetapkan dalam Pasal-pasal di bawah ini :

1. Pasal 3 ayat 1 berisikan arah dan sasaran yang akan dicapai.

2. Pasal 2 ayat 3 merupakan escape clausul, sehingga rincian yang ada dalam

pasal 3 ayat 1 dapat diubah sesuai dengan perkembangan ilmu

73
Azas-Azas Yang Dipakai Dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
59
pengetahuan, teknik dan teknologi serta penemuan-penemuan di kemudian

hari.

3. Pasal 4 ayat 2, mengatur tentang kodifikasi persyaratan teknis keselamatan

dan kesehatan kerja yang memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi

suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis.

Pengawasan K3 dengan cara Direktur melakukan pelaksanaan umum

terhadap Undang- Undang Keselamatan Kerja, sedangkan Pegawai pengawas dan

Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja ditugaskan menjalankan pengawasan

langsung terhadap ditaatinya Undang- Undang ini dan membantu pelaksanaannya.

Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Undang-undang

Keselamatan Kerja mengatur tentang kewajiban pengurus dalam melaksanakan

keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya. Undang-Undang

Keselamatan Kerja juga mengatur kewajiban tenaga kerja. Hal ini juga berlaku

pula bagi orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut.

Ancaman hukuman dari pelanggaran ketentuan Undang- Undang

Keselamatan Kerja adalah hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda

setingginya Rp. 100.000,-. Proses projustisia dilaksanakan sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.74

Peraturan pelaksanaan dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Peraturan pelaksanaan yang bersumber dari Velleigheidsreglement (VR)

1910 berupa peraturan khusus yang masih diberlakukan berdasarkan Pasal

17 Undang- Undang Keselamatan Kerja.

74
Ancaman Pidana atau Sanksi Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
60
2. Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan Undang- Undang

Keselamatan Kerja sendiri sebagai peraturan organiknya.

Seperti yang sudah dijelaskan dalam Undang- Undang Keselamatan Kerja,

tujuan K3 adalah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja dan menjamin :

1. Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja

mendapat perlindungan atas keselamatannya.

2. Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara aman dan

efisien.

3. Proses produksi berjalan lancar.

Pada dasarnya semua hampir semua kecelakaan dapat dicegah dan dapat

diidentifikasi penyebabnya. Dalam usaha pencegahan kecelakaan, penyebab dasar

atau akar permasalahan dari suatu kejadian harus dapat diidentifikasi, sehingga

tindakan koreksi bisa tepat dilaksanakan untuk mencegah kejadian yang sama.

Teori domino, merupakan salah satu teori yang dapat dipakai sebagai acuan dalam

proses tersebut.

Menurut peraturan perundangan, setiap kejadian kecelakaan kerja wajib

dilaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja selambat-lambatnya 2 x 24 jam

setelah kecelakaan tersebut terjadi. Kecelakaan kerja yang wajib dilaporkan

adalah kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja maupun kecelakaan dalam

perjalanan yang terkait dengan hubungan kerja.75

75 Ibid.
61
D. Tinjauan Teoritis Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka Pemerintah telah

melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam pengertian

pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan, penerapan dan

pengawasan norma itu sendiri. Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan

kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan

kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini dapat diartikan : suatu kejadian yang

tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah

diatur aktivitasnya. Suatu kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab

musababnya demikian pula kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini.

Selain pembinaan dan bimbingan mengenai inventaris tempat kerja, juga

memberikan pembinaan Inventarisasi data kecelakaan kerja dan Penyusunan

statistik kecelakaan kerja. Jadi perusahaan tersebut diwajibkan untuk membuat

data yang seakurat mungkin mengenai kecelakaan kerja yang terjadi di

perusahaan. Tujuan dari pembuatan statistik kecelakaan kerja adalah untuk

mengetahui jumlah kecelakaan kerja yang terjadi dari tahun ke tahun, sehingga

dapat di ketahui apakah tingkat kecelakaan kerja dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan atau penurunan. jadi perusahaan dituntut untuk selalu transparan

apabila terjadi kecelakaan kerja.

Upaya-upaya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja baik yang

bersifat preventif, proaktif, maupun represif diharapkan dapat mengurangi atau

mencegah dan menekan angka kecelakaan kerja dan dapat meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga perusahaan-perusahaan dapat

62
beroperasi semaksimal mungkin. Mengenai Pengawasan ketenagakerjaan diatur

dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa Pengawasan

ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang

mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan

perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawas ketenagakerjaan

ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pegawai pengawas

ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala sesuatu

yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan

kewenangannya. Selanjutnya dalam Pasal 179 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa unit kerja pengawasan

ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib

menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada

Menteri. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan

peraturan ketenagakerjaan (Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003).

Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau

memperkecil adanya pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga

proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis.76

Kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk

Menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja

pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju

masyarakat makmur dan sejahtera, Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus

76
Harly Rumagit, Kajian Yuridis Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang-
Undang Ketenagakerjaan. Jurnal Vol.II/No.1/Januari-Maret/2014. Hlm.66.
63
diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja (Perusahaan). Masalah

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sama halnya dengan kehidupan manusia.

Demikian juga kesehatan kerja dimulai sejak manusia bekerja. Manusia awalnya

mengalami kecelakaan dan dari padanya berkembang pengetahuan untuk

mencegah terulangnya kecelakaan.

Tempat kerja adalah setiap tempat yang didalamnya terdapat 3 (tiga unsur)

yaitu :

a) Adanya suatu usaha,baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha

sosial.

b) Adanya sumber bahaya.

c) Adanya tenaga kerja yang bekerja didalamnya, baik secara terus menerus

hanya sewaktu-waktu.

Keselamatan Kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan

tempat kerja adalah aman, kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang

mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan Kerja dapat

direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat. Tempat kerja bisa

dianggap sehat, kalau bebas dari risiko terjadinya gangguan kesehatan atau

penyakit (occupational diseases) sebagai akibat kondisi kurang baik ditempat

kerja. Sudah seharusnya pengelola tempat kerja, karena akan berakibat

berkurangnya kemampuan pekerja untuk mencapai hasil yang maksimal sebagai

pekerja.

Dalam Pasal 86 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang kesehatan kerja merupakan salah satu hak pekerja atau buruh untuk itu

64
pengusaha wajib melaksanakan secara sistematis dan terintergrasi dengan sistem

manajemen Perusahaan. Upaya kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi

pekerja atau buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan

cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya

ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Dengan demikian

tujuan kesehatan kerja adalah :77

a. Melindungi pekerja dari resiko kesehatan kerja.

b. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerjaatauburuh.

c. Agar pekerja atau buruh dan orang-orang disekitarnya terjamin

kesehatannya.

d. Menjamin agar produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan

berdaya guna.

Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 77 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang

meliputi :78

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empatpuluh) jam 1 (satu) minggu untuk

6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu ; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu

untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Pengusaha juga wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja

atau buruh :79

77
Pasal 86 ayat (1) huruf (a) Undang- Undang Nomr 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
78
Pasal 77 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
79http://eprints.undip.ac.id/16994/1/Dian_Octaviani_Saraswati.pdf. dikutip melaalui internet
tanggal 25 November 2018. Jam. 08.53.
65
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah

bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut

tidak termasuk jam kerja;

b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)

minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

c. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja

atau buruh yang bersangkutan bekerja selam 12 (duabelas) bulan secara

terus menerus;

d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada

tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja

atau buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus

pada perusahaan yang dengan ketentuan pekerja atau buruh tersebut tidak

berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan

selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Pasal 35 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

yang meliputi :

1. Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri

tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga

kerja.

2. Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

wajib memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan

tenaga kerja.

66
Menurut hemat penulis bahwa dalam Pasal 35 ayat 2 tersebut sesuai

dengan Undang-Undang 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

bahwa pihak pekerja atau buruh tidak secara penuh dilindungi, hal ini dapat

dilihat pada UU tersebut tidak mengatur ketentuan pidana, sedangkan di dalam

Undang-Undang yang lama diatur ketentuan pidana, hal demikian tentunya pihak

pekerja atau buruh merasa dirugikan, apabila terjadi kecelakaan dan kesehatan

kerja pekerja/buruh hal ini tidak dilindungi oleh Perusahaan atau Negara, tentunya

pekerja sangat dirugikan.

3. Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam

mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang

mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun

fisik tenaga kerja.

E. Tinjuan Teoritis Tentang Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992


tentang Kesehatan Kerja
Masalah pokok yang terkandung dalam Undang-Undang kesehatan kerja

adalah terpenuhinya kesehatan tenaga kerja dalam beraktivitas kerja untuk

mewujudkan produktivitas kerja optimal, upaya kesehatan kerja diselenggarakan

agar setiap tenaga kerja bekerja secara sehat jasmani dan sehat rohani. Sesuai

Rekomendasi Internasional Labour Organization (ILO) dan Badan Kesehatan

Dunia atau World Health Organization (WHO) tentang kesehatan kerja,

dinyatakan bahwa perlindungan pekerja terbebas dari resiko faktor-faktor yang

mengganggu kesehatan harus mendapatkan prioritas utama.

67
Dalam program kesehatan kerja, pencemaran di tempat kerja menjadi

prioritas utama juga evaluasi dan pengukuran serta proses mekanisasi proses

produksi. Program kesehatan kerja harus meliput pelajaran kesehatan tenaga kerja,

menetapkan syarat kerja sesuai kondisi personal, mendeteksi Daerah atau lokasi

proses-proses produksi.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja

dinyatakan bahwa, kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan

produktivitas kerja optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja

pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat-syarat kerja, upaya tanpa

membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya agar diperoleh

produktivitas kerja optimal.80

Sektor ketenagakerjaan perlindungan tenaga kerja yang harus dipenuhi

secara hukum, jaminan sosial tenaga kerja, penegasan secara hukum, dimuat

dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, bahwa tenaga kerja sebagai

sumber daya insani merasa aman dan berdedikasi dalam pekerjaannya, lebih

produktif dan hidup sejahtera. Semakin meningkatnya peranan tenaga kerja diikuti

meningkatnya penggunaan teknologi di berbagai sektor industri mengakibatkan

tingginya resiko yang mengancam keselamatan dan kesehatan. Perlindungan

tenaga kerja melalui program jaminan sosial selain memberikan ketenangan kerja

juga mempunyai dampak positif peningkatan disiplin untuk kepentingan

produktivitas kerja.

80
Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
68
Program ini menekankan pada perlindungan tenaga kerja, secara moral

manajemen mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan tenaga

kerja berperan aktif atas pelaksanaan program jaminan sosial. Jaminan

pemeliharaan kesehatan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga

dapat melaksanakan tugas dan merupakan upaya kesehatan. Jaminan sosial tenaga

kerja menanggulangi risiko kerja sekaligus menciptakan ketenangan kerja.

Program yang berorientasi pada pemenuhan perlindungan tenaga kerja yang

merupakan faktor strategis dalam mendukung kemajuan perusahaan. Pemeriksaan

kesehatan dilakukan rutin berdasarkan analisis medical yang kompeten,

pemeriksaan rutin dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan, dan

kemungkinan menilai pengaruh negatif yang terjadi sehingga tidak mengganggu

kesehatannya. Adakalanya pemeriksaan khusus apabila terdapat keluhan tertentu

karena pekerjaannya bisa berakibat akut atau kronis berkepanjangan.

Pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Kerja disebutkan bahwa : “Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

bagi masyarakat, diselenggarakan kesehatan dengan pendekatan”.81

Pasal diatas menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat yang optimal

dapat diselengarakan melalui kegiatan kesehatan lingkungan dan kesehatan

masyarakat. Upaya kesehatan lingkungan dalam Pasal diatas tertera melalui upaya

pencegahan penyakit (preventif). Dalam rangka pencegahan penyakit hal yang

perlu dilakukan adalah menjaga imun tubuh dan kebersihan lingkungan.

Sedangkan upaya kesehatan masyarakat yang dimaksud adalah keseluruhan upaya

81
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
69
yang disebutkan dalam Pasal diatas termasuk upaya kesehatan lingkungan, karena

kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan masyarakat.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja

disebutkan bahwa :82

1. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimasud dalam Pasal 10

dilaksanakan melalui kegiatan

a. Kesehatan keluarga

b. Perbaikan gizi

c. Pengamanan makanan dan minuman

d. Kesehatan lingkungan

e. Kesehatan kerja

f. Kesehatan jiwa

g. Pemberantasan penyakit

h. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan

i. Penyuluhan kesehatan masyarakat

j. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan

k. Pengamanan zat adiktif

l. Kesehatan sekolah

m. Kesehatan olahraga

n. Pengobatan tradisional

o. Kesehatan matra

82
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
70
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

didukung oleh sumber daya kesehatan

Kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari penyelenggaraan upaya

kesehatan yang berkaitan dengan pengoptimalan derajat kesehatan. Dengan

lingkungan yang sehat maka kemungkinan seseorang untuk sehat semakin besar

sehingga secara tidak langsung juga akan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja

disebutkan bahwa :83

1. Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas

lingkungan yang sehat

2. Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan

pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya

3. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan

limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan,

pengendalian vector penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya

4. Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan

meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan

persyaratan

5. Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4 ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah

83
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
71
Kesehatan lingkungan merupakan salah satu upaya penyehatan lingkungan

baik air, tanah maupun udara, dimana kegiatannya dimulai dari strata terbawah

yaitu dari lingkungan keluarga, pemukiman, tempat kerja maupun lingkungan

lainnya yang masih berhubungan kehidupan dan aktivitas individu.

Mengingat pentingnya kesehatan lingkungan maka Pemerintah

mewajibkan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan lingkungan sesuai dengan

standar persyaratan yang ditetapkan Pemerintah dimana kewajiban ini

dimaksudkan untuk mengurangi angka kesakitan masyarakat terhadap penyakit

tertentu. Dan akhirnya kembali lagi ke tujuan awal yaitu dengan terkuranginya

angka kesakitan terhadap suatu penyakit maka derajat kesehatan masyarakat akan

meningkat secara optimal.

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja

disebutkan bahwa :84 “Pemberantasan penyakit tidak menular dilaksanakan untuk

mencegah dan mengurangi penyakit dengan perbaikan dan perubahan perilaku

masyarakat dan dengan cara lain”.

Salah satu pemberantasan penyakit menurut Pasal diatas adalah dengan

melakukan perbaikan dan perubahan perilaku masyarakat dan dengan cara lain.

Perubahan perilaku masyarakat disini terbagi menjadi perubahan perilaku

kesehatan pribadi dan perilaku kesehatan lingkungan, dimana masyarakat

diharapkan untuk dapat menjaga keseimbangan antara kesehatan fisik dan

lingkungan, karena jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua aspek kesehatan

tersebut maka secara otomatis kemungkinan terkena penyakit akan semakin cepat.

84
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
72
Fisik yang sehat akan terbentuk jika lingkungannya pun sehat dan begitu pula

sebaliknya.

Pasal 30 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja

disebutkan bahwa :85”Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan

upaya penyuluhan, penyelidikan pengobatan, menghilangkan sumber dan

perantara penyakit, tindakan karantina dan upaya lain yang diperlukan”.

Pasal ini menjelaskan kemali tentang hubungan ketergantungan antara

kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat dalam rangka pemberantasa

penyakit menular. Upaya kesehatan masyarakat disini lebih diarahkan pada upaya

promotif yaitu penyuluhan kesehatan, sedangkan upaya kesehatan lingkungan

ditunjukkan dengan adanya penghilangan sumber dan perantara penyakit yang

secara tidak langsung merupakan kata lain dalam upaya kebersihan lingkungan

sehingga kita dapat memutus jaring-jaring makanan dan kehidupan sumber

penyakit.

Pasal 31 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja

disebutkan bahwa :86 “Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan

wabah dan penyakit karantina dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang yang berlaku”.

Pemerintah dalam pasal ini menyarankan untuk melakukan pemberantasan

penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah. Timbulnya wabah penyakit

menular seperti diare dan demam berdarah biasanya berasal dari lingkungan yang

kurang sehat. Oleh sebab itu untuk menghindari terjadinya wabah penyakit

85
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
86
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
73
tersebut maka perlu dilakukan pembersihan lingkungan sekitar serta upaya

kesehatan lingkungan lainnya.

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja

disebutkan bahwa :87

1. Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna meningkatkan

pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk

hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan

2. Ketentuan mengenai penyuluhan kesehatan masyarakat sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

Pasal ini lebih menekankan pada manfaat dari kegiatan promotif pada

kesehatan masyarakat. Disini Pemerintah mengatur tentang tata cara dari

penyuluhan kesahatan masyarakat yang nantinya akan membuat masyarakat untuk

tahu, mau dan mampu hidup sehat bahkan dapat berperan serta dalam upaya

kesehatan. Dengan terpenuhinya tujuan dari penyuluhan kesehatan maka derajat

kesehatan masyarakat akan meningkat dan masyarakat tidak akan terlalu

bergantung lagi pada pelayanan kesehatan karena mereka merasa mampu untuk

melakukan upaya kesehatan sendiri yang meliputi upaya preventif.

Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja

disebutkan bahwa :88

1. Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan

hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta

87
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
88
Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.
74
didik dapat belajar tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal

menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.

2. Kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan

melalui sekolah atau melalui lembaga pendidikan lain.

3. Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kesehatan Sekolah merupakan salah satu upaya pendidikan kesehatan

lingkungan. Disini terbukti bahwa kesehatan lingkungan adalah suatu aspek yang

tidak dapat dilupakan di lingkungan manapun. Kesehatan lingkungan adalah asal

mula terbentuknya kesehatan jasmani dan rohani. Sebagai rumah kedua dari pada

siswa, lingkungan sekolah juga berperan penting dalam menjaga kesehatan siswa,

oleh sebab itu Pemerintah selalu menggalakkan pentingnya esehatan sekolah dan

penerapannya melalui Peraturan yang ditetapkan.

75
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja ditinjau dari Undang-


Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Jaminan kecelakaan kerja merupakan jaminan sebagai upaya

penanggulangan dan pencegahan kecelakaan kerja yang memerlukan

pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan maupun santunan kecacatan akibat

dari pekerjaan. Jaminan Kecelakaan kerja dimaksudkan untuk meningkatkan

produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan

merupakan upaya perlindungan bagi tenaga kerja. Oleh karena itu upaya

penyembuhan akibat suatu kecelakaan kerja memerlukan dana yang tidak sedikit

dan memberatkan jika dibebankan kepada tenaga kerja, maka sudah selayaknya

perlindungan tenaga kerja terhadap kecelakaan kerja melalui program jaminan

social tenaga kerja. Para pekerja dalam pembangunan nasional semakin

meningkat, dengan resiko dan tanggung jawab serta tantangan yang dihadapinya.

Oleh karena itu kepada mereka dirasakan perlu untuk diberikan perlindungan,

pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraannya sehingga menimbulkan rasa

aman dalam bekerja.

Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja yaitu sebagai

berikut :89

1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan

usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan

89
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2007, Hlm.78.
76
pekerja/buruh mengenyam dan mengembangkan kehidupannya

sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota

masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial disebut juga dengan

kesehatan kerja.

2. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan

usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya

kecelakaan yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang

dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan

kerja.

3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan

dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu

penghasilan yang cukup guna memnuhi keperluan sehari-hari baginya dan

keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja

karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya

disebut dengan jaminan sosial.

Ketiga jenis perlindungan di atas akan di uraikan sebagai berikut :

1. Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis

perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini

berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud

mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk

memperlakukan pekerja/buruh ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma

yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan

77
yang mempunyai hak asasi. Karena sifatnya yang hendak mengadakan

”pembatasan” ketentuan-ketentuan perlindungan sosial dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya bersifat ”memaksa”,

bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan perlindunga

sosial Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang

memandang perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan

perlindungan sosial ini merupakan ”hukum umum” (Publiek-rechtelijk) dengan

sanksi pidana. Hal ini disebabkan beberapa alasan berikut : Aturan-aturan yang

termuat di dalamnya bukan bermaksud melindungi kepentingan seorang saja,

melainkan bersifat aturan bermasyarakat. Pekerja/buruhIndonesia umumnya

belum mempunyai pengertian atau kemampuan untuk melindungi hak-haknya

sendiri.

Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga

pekerja/buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan

dan kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya

penekanan ”dalam suatu hubungan kerja” menunjukkan bahwa semua tenaga

kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan pengusaha tidak mendapatkan

perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis,

yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat

ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan.

78
Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk

kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan

perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah.

a. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja

akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh

dapat memusatkan perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin

tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.

b. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam

perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang

dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial.

c. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya

peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah

untuk mensejahterakan masyrakat akan tercapai dengan meningkatnya

produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas.

3. Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial

Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung

jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi

kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara,

Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan

program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial

yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor

formal.

79
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja

dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang

hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang

dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua

dan meninggal dunia.

Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah

merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang (

jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua ), dan pelyanan

kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.

Kecelakaan kerja dapat terjadi bagi semua pekerja. Untuk itu diperlukan

perlindungan yang jelas bagi setiap pekerja. Meskipun perusahaan hanya diijinkan

mempekerjakan tenaga kerja jika memiliki polis asuransi yang berlaku untuk

memenuhi kewajibannya atasterjadinya cedera/kecelakaan di tempat kerja bagi

semua tenaga kerja, terlepas dari panjangnya kontrak kerja atau jam kerja, baik

tenaga kerja penuh atau paruh waktu, maupun tetap atau sementara. Namun itu

saja tidak bisa dijadikan jaminan perusahaan akan bertanggungjawab penuh

apabila terjadi kecelakaan kerja.

Pengertian dari perlindungan tenaga kerja adalah perlindungan yang

diberikan dalam lingkungan kerja itu sendiri, dengan jalan memberikan tuntutan,

maupun dengan cara meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,

perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang

80
berlaku.90 Untuk mendukung keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan tersebut

maka harus ada upaya yang dilakukan pula kepada peningkatan lingkungan kerja

yang sehat, higienis, aman, dan nyaman, guna meningkatkan produktivitas tenaga

kerja dan mengurangi tingkat terjadinya kecelakaan kerja, dalam membantu

terciptanya hubungan industrial yang harmonis. Hal ini dapat dilakukan dengan

melakukan pengembangan Keselamatan Kerja (KK) dan HIPERKES (higienis

perusahaan dan kesehatan kerja). Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sangat

dibutuhkan dalam kegiatan industri, hal hal yang melatar belakanginya yaitu

bahwa setiap aktifitas industri selalu mengandung bahaya dan risiko keselamatan

dan kesehatan kerja. Bahaya dan risiko tersebut akan menimbulkan konsekuensi.

Apabila K3 tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan kerugian.

Kerugian-kerugian tersebut berupa aset perusahaan dari yang paling ringan

sampai kepada kehancuran, dari sisi pekerja dari cacat/sakit yang ringan sampai

kepada korban jiwa, sedangkan dari segi lingkungan dari tingkat pencemaran

ringan sampai bencana. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu

menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat sehingga mencegah terjadinya

luka-luka, penyakit, dan kecelakaan yang dapat menimbulkan kerugian baik

material maupun non material, mencegah terjadinya penurunan kesehatan atau

gangguan lainnya (cacat, cidera) pada pekerja yang diakibatkan oleh potensi

bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja, serta menciptakan keserasian antara

pekerja dengan pekerjaan maupun lingkungan kerjanya baik secara fisiologis

maupun psikologis untuk meningkatkan kapasitas, kinerja dan produktivitas kerja.

90
Gunarto Suhardi, Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak Outsourcing, Penerbit
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2006.hlm. 87.
81
Tujuan akhir dari keselamatan dan kesehatan kerja yaitu “hidup yang berkualitas”

yang berarti sehat fisik, mental, sosial, spiritual. Maksud dari hidup yang

berkualitas yaitu tidak menderita cacat, tidak menderita sakit, tidak terjadi

“kematian prematur”, usia harapan hidup tinggi, memiliki kapasitas kerja yang

tinggi, mampu menikmati masa pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun setelah

purna karya.

Peran serta pekerja/buruh dalam pembangunan nasional semakin

meningkat dengan resiko dan tanggung jawab serta tantangan yang dihadapinya.

Oleh karena itu kepada mereka dirasakan perlu untuk diberikan perlindungan

hukum, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan sehingga pada giliranya akan

dapat meningkatkan produktivitas kerja. Menyadari akan pentingnya pekerja dan

buruh bagi pengusaha dan pemerintah maka perlu dilakukan pemikiran agar

pekerja dapat menjaga keselamatanya dalam menjalankan pekerjaan, demikian

pula diperlukan usaha perlindungan pekerja atau buruh agar mengurangi dari

resiko yang akan terjadi dalam pekerjaanya yang dijalani. Tujuan perlindungan

tenaga kerja yakni adalah menjamin berlangsungya sistem hubungan kerja secara

harmonis disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah

untuk itu pengusaha atau Pemerintah wajib melaksanakan ketentuan perlindungan

tenaga kerja tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Perlindungan hukum tenaga kerja sangat mendapat perhatian hal ini

terbukti dalam beberapa perundang-undangan yang diantaranya terdapat dalam

beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang mengatur hal yang diantaranaya sebagai berikut:

82
a) Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan

perlindungan terhadap tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.91

b) Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

untuk memperoleh pekerjaan.92

c) Setiap pekerja/buruh berhak mendapat pelakuan yang sama.93

d) Setiap pekerja berhak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan

kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan

mertabat manusia serta nilai-nilai agama.94

Wujud perhatian Pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan , sebagai pengganti Peraturan

Perundang- undangan bidang Ketenagakerjaan yang sudah ada sebelumnya yaitu

Undang- undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok

Mengenai Tenaga Kerja yang dinilai sudah tidak sesuai dengan kemajuan

perkembangan masalah ketenagakerjaan. Menurut Pasal 86 ayat 1 Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikatakan, bahwa : “

Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia

serta nilai- nilai agama.”

Untuk menetralisasi kemungkinan timbulnya ketidakstabilan tersebut,

maka pembangunan dibidang kesejahteraan harus diarahkan kepada

berkembangnya tingkat kesadaran tanggung jawab sosial, juga harus diupayakan

91
Pasal 4 huruf c Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan.
92
Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan.
93
Pasal 6 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan.
94
Pasal 86 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan.
83
untuk meningkatkan kemampuan golongan masyarakat tertentu sebagai subyek

yang dapat menentukan masalah- masalah sosial yang dihadapi didalam Salah

satu golongan tertentu ialah masyarakat tenaga kerja atau karyawan pada

prusahaan swasta maupun karyawan dalam lingkungan Badan Usaha Milik

Negara (BUMN). Tenaga kerja merupakan bagian dari masyarakat yang ikut

dalam proses pembangunan, khususnya di lapangan pangan produksi.

Kesejahteraan tenaga kerja berupa jaminan perlindungan sosial menjadi faktor

penentu bagi maju mundurnya Perusahaan dalam mencapai prokduktivitas yang

maksimal.

Selanjutnya dalam Pasal 6 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003

ditentukan bahwa “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama

tanpa diskriminasi dari pengusaha.”95

Berdasarkan pengertian pekerja menurut Undang-Undang ketenagakerjaan

dapat kita lihat bahwa pekerja mempunyai unsur yang sama dengan seorang

pembantu rumah tangga sebab seorang pembantu rumah tangga bekerja dengan

menerima upah maupun dalam bentuk lain dari majikannya. Dalam Undang-

Undang Ketenagakerjaan diberikan perlindungan terhadap pekerja hal tersebut

diatur secara tegas pada Pasal 35 dan Pasal 86 Undang - Undang RI Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :96

a. Keselamatan dan kesehatan kerja

b. Moral dan kesusilaan

95
Pasal 6 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
96
Pasal 86 Undang Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
84
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-

nilai agama.

Menurut Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3) disebutkan bahwa pemberi kerja

wajib memberikan perlindungan kepada tenaga kerja. Perlindungan dimaksud

mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik

tenaga kerja.

Menurut analisis penulis bahwa dalam Pasal 35 ayat 2 tersebut sesuai

dengan Undang-Undang 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

bahwa pihak pekerja atau buruh tidak secara penuh dilindungi, hal ini dapat

dilihat pada UU tersebut tidak mengatur ketentuan pidana, sedangkan di dalam

Undang-Undang yang lama diatur ketentuan pidana, hal demikian tentunya pihak

pekerja atau buruh merasa dirugikan, apabila terjadi kecelakaan dan kesehatan

kerja pekerja/buruh hal ini tidak dilindungi oleh Perusahaan atau Negara, tentunya

pekerja sangat dirugikan.

Sedangkan Menurut Pasal 86 ayat 1, seorang pekerja mempunyai hak

untuk memperoleh perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, moral dan

kesusilaan dan sampai perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat

manusia.97 Maksudnya bahwa seorang pekerja dijamin keselamatannya dalam

melakukan pekerjaan dan terhindar dari hal- hal yang mengancam keselamatan

dan kesehatannya baik yang berasal dari resiko- resiko pekerjaannya maupun dari

tindakan- tindakan yang dilakukan oleh atasan maupun majikannya.

97
Pasal 86 ayat 1 Undang- Undang Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
85
Seorang pekerja juga harus mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan

harkat dan martabatnya sebagai manusia, pekerja tidak boleh diperlakukan

sewenang- wenang oleh atasan maupun majikannya sehingga seorang pekerja

haruslah diperlakukan sebagaimana mestinya sebagai seorang manusia.

Perlindungan ini diberikan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hak

pekerja yang berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, mengaso,

istirahat. Perlindungan ini sebagai wujud pengakuan terhadap hak- hak pekerja

sebagai manusia yang harus mempertimbangkan keterbatasan kemampuan

fisiknya, sehingga harus diberikan waktu yang cukup untuk istirahat.

Dari kenyataan diatas menangani kesempatan kerja dan perlindungan

tenaga kerja harus merupakan kebijakan pokok yang bersifat menyeluruh di

semua sector baik perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja

dalam bekerja. Adalah ditunjukan pada perlindungan tenaga kerja atas perlakuan

dari pihak penguasa atas perusahaan terhadap tenaga kerjanya, dimana perlakuan

yang kadang- kadang tidak berkemanusiaan, yaitu terjadi pada saat menyuruh

tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan.

B. Perubahan Sanksi Terhadap Penetapan Kecelakaan Kerja dari


Pidana (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja) menjadi Sanksi Administrasi dan Perdata (
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional ) ditinjau dari Sosiologi Hukum

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja adalah Undang-Undang yang bersifat khusus, yang mengatur tentang

ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja yang meliputi jaminan

86
kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan

kesehatan. Yang mendapat jaminan social tenaga kerja adalah diprioritaskan bagi

tenaga kerja yang bekerja pada Perusahaan.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Nasional adalah Undang-Undang yang bersifat umum yang mengatur Sistem

Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.

Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebagai berikut : 98

1. Prinsip kegotong-royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme

gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang

mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta

yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang

sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini,

jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

2. Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan untuk

mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, akan

tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk

memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil

pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan

sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta.

3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan

efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari

98 Penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
87
seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan

hasil pengembangannya.

4. Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan

jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau

tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan

agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi.

Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya

tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan Pemerintah

serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai

dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal

dapat menjadi peserta secara suka rela, sehingga dapat mencakup

petani, nelayan, dan mereka yang bekerja secara mandiri, sehingga pada

akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh

rakyat.

6. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta

merupakan titipan kepada badanbadan penyelenggara untuk dikelola

sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk

kesejahteraan peserta.

7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam

Undang-Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham

yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

88
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial

Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan

pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui

iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan

oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi dari Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan

membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan

jaminan sosial.

Kalau dilihat dari prinsip Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional ini sangatlah mulia sekali, sangat memperhatikan

kesejahteraan tenaga kerja sebagai pesertanya. Namun pada kenyataannya,

penyelenggaraan dari Undang-Undang ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip

tersbut diatas. Penulis berpendapat bahwa dengan diubahnya sanksi dari Pidana

menjadi sanksi administrasi sangat tidak adil bagi tenaga kerja.

Pada Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan

Sosial Tenaga Kerja disebutkan mengenai Ketentuan Pidana :99

Ayat (1) Barang siapa yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam pasal 4 ayat (1): Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal

18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) ; Pasal 19 ayat (2);

Pasal 22 ayat (1); dan Pasal (26), diancam dengan hukuman kurungan

99 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


89
selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Ayat (2) Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam

ayat (1) untuk kedua kalinya atau lebih, setelah putusan akhir telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pelanggaran tersebut

dipidana kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan.

Ayat (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah

pelanggaran.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis dengan adanya sanksi pidana

sebagimana disebutkan diatas tenaga kerja maupun keluarga dalam hal

mendapatkan haknya dapat memberikan kepastian hukum yang jelas sekali dan

juga dapat memberikan efek jera bagi pengusaha.

Sementara itu kalau kita penyelesaian sengketa dan Sanksi dari Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan

Kerja dan Jaminan Kematian pada Pasal 58, Pasal 59 dan Pasal 60 :100

Pasal 58

Ayat (1) Sengketa dalam penyelenggaraan program JKK antara peserta dengan

fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau antara fasilitas pelayanan

kesehatan dengan BPJS Ketenagakerjaan dan/atau antara Peserta

dengan BPJS Ketenagakerjaan, dapat diselesaikan secara musyawarah

oleh pihak yang bersengketa.

100Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan
Kerja dan Jaminan Kematian.
90
Ayat (2) Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sengketa

dibidang keperdataan dan sengketa mengenai hak-hak sesuai dengan

keteantuan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh

pihak yang bersengketa dan bukan sengketa yang menurut perundang-

undangan tidak dapat diadakan perdamaian

Ayat (3) Dalam hal sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat

diselesaikan secara musyawarah, maka penyelesaian sengketa

dilakukan melalui unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan

pengaduan.

Ayat (4) Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak

terlaksana maka penyelesaian dilakukan melalui mediasi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (5) Dalam hal mekanisme mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

tidak dapat terlaksana, maka penyelesaiannya dapat diajukan ke

Pengadilan Negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 59

Ayat (1) Pemberi Kerja selain penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (4) dan

ayat (7), Pasal 27 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4),

Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 44 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 45

ayat (4), Pasal 52 ayat (1) dan Pasal 53, dikenai sanksi administrative.

Ayat (2) Sanksi Adminsitrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :

a. Teguran tertulis;

91
b. Denda; dan/atau

c. Tidak mendapatkan pelayanan public tertentu.

Ayat (3) Pengenaan sanksi teguran tertulis dan/atau denda kepada Pemberi

Kerja selain penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf a dan huruf b dilakukan BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Ayat (4) Pengenaan sanksi tidak mendapatkan pelayanan public tertentu kepada

Pemberi Kerja selain penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud

ayat (2) huruf c dilakukan oleh unit pelayanan public tertentu pada

instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 60

Ayat (1) Sanksi tidak mendapatkan pelayanan public tertentu yang dikenai

kepada Pemberi Kerja selain penyelenggara Negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), meliputi :

a. perizinan terkait usaha;

b. izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;

c. izin mempekerjakan tenaga kerja asing

d. izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Ayat (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi, pencabutan sanksi

dan mekanisme koordinasi dalam pengenaan dan pencabutan sanksi

diatur dalam Peraturan Menteri.

92
Dari perbandingan pengenaan sanksi terhadap kedua Peraturan tersebut

dapat diuraikan bahwa :

1. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja mengenai sanksi diatur dalam Undang-Undang tersebut

yang merupakan sanksi pidana.

2. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial mengenai sanksi diatur dalam Peraturan

Pemerintah yang merupakan penyelesaian sengketa secara perdata dan

sanksi administrasi.

3. Dari hirarki Peraturan Perundang-undangan telah terjadi penurunan

terhadap sanksi dari pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja ini dari

sanksi yang ada didalam sebuah Undang-Undang menjadi sanksi yang ada

didalam sebuah Peraturan Pemerintah.

4. Tidak adanya Kepastian hukum terhadap tuntutan hak tenaga kerja, karena

proses yang akan ditempuh oleh seorang tenaga kerja maupun keluarganya

untuk mendapatkan haknya sangat panjang dan berliku, yang mana terkait

dengan hak santunan kematian dan santunan kecacatan telah menjadi

perdata.

Penetapan Kecelakaan Kerja merupakan penyelesaian perpedaan pendapat

mengenai Kecelakaan Kerja atau Penyakit Akibat Kerja antara Pemberi Kerja

dan/atau Pekerja/keluarganya dan/atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

93
Ketenagakerjaan, yang merupakan kewenangan dari Pengawas Ketenagakerjaan.

Didalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial tenaga

kerja jelas disebutkan bahwa pengusaha yang tidak menyelenggarakan jaminan

sosial tenaga kerja disanksi dengan sanksi pidana. Hal ini memberikan kepastian

hukum kepada tenaga kerja maupun keluarganya. Menurut pemantauan penulis,

setiap kasus kecelakaan kerja semuanya dapat terselesaikan dengan baik, karena

Undang-Undang memberikan efek jera bagi barang siapa saja yang melanggarnya.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Jaminan Sosial Nasional berikut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun

2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan

Kematian tidak memberikan rasa aman, nyaman dan kepastian hukum bagi tenaga

kerja maupun keluarganya. Untuk mendapatkan haknya tenaga kerja harus

menempuh jalur yang berliku-liku. Setelah Penetapan Pengawas Ketenagakerjaan

terhadap Kecelakaan Kerja atau Penyakit Akibat Kerja, untuk mendapatkan

haknya tenaga kerja dan keluarganya harus menuntut secara perdata, yang mana

Peradilan secara perdata ini memakan waktu yang cukup panjang dan

membutuhkan materi maupun energi yang banyak. Bagaimana seorang tenaga

kerja yang posisinya lemah dapat melalui proses ini.

Penulis berpendapat bahwa adanya kepentingan didalam lahirnya Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini, dengan mencabut dan tidak berlakunya

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kalau dikaitkan

dengan sosiologi hukum maka telah terjadi teori komplik, bahwa telah terjadi
94
perselingkuhan terhadap Undang-Undang yang diciptakan oleh penguasa.

Undang-Undang lebih memihak kepada kepentingan pengusaha dan selalu

menempatkan posisi buruh dalam posisi yang lemah. Perlindungan jaminan

kecelakaan kerja dengan telah tidak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka diatur didalam Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan, dan telah terjadi perubahan sanksi terhadap pelanggaran

pelaksanaan Jaminan sosial tenaga kerja ini dari yang semula sanksi pidana

menjadi sanksi administrasi dan perdata, dan kembali memposisikan tenaga kerja

keposisi yang lemah, karena pelaksanaan sanksi administrasi dan perdata tersebut

memerlukan jalan yang panjang dan tidak menimbulkan efek jera bagi si pemberi

kerja yang tidak melaksanakannya, sehingga memberikan kepastian hukum bagi

tenaga kerja dan keluarganya.

Berkaitan dengan penelitian ini salah satu Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan merupakan

badan yang menyelenggarakan program jaminan sosial memberikan perlindungan

bagi tenaga kerja terhadap risiko sosial-ekonomi yang menimpa tenaga kerja

dalam melakukan pekerjaan baik berupa kecelakaan kerja, sakit, hari tua, maupun

meninggal dunia. Sejak berlakunya khususnya Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional maka PT.

Jamsostek (Persero) adalah salah satu badan penyelenggara Jaminan Sosial yang

ada salah satunya Jamsostek maka dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara

95
Jaminan Sosial.101 Mewujudkan harapan Negara Indonesia sebagaimana maka

tindakan Pemerintah dilihat pada Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, maka harus Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang Undang yang merupakan

transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat

terselenggaranya Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.

Badan penyelenggara ini berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip

kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas.

Maka diterbitkanlah Undang-Undang oleh Pemerintah yaitu Nomor 24 Tahun

2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sebagaimana dimaksudkan

dalam Pasal 2 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial memiliki tujuan mewujudkan terselenggaranya

pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap

Peserta dan/atau anggota keluarganya. Bentuk dan ruang lingkup Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial ini terdiri dari dua yaitu: Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan dengan berbadan hukum public dan bertanggung jawab kepada

Presiden sebagaimana dicantumkan Pasal 5 dan 7 Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah terbit pada tahun 2004.

Adalah harapan kita, setelah itu kita bisa mewujudkan apa yang terkandung

101
Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
96
didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional, agar setiap warga negara Indonesia memperoleh perlindungan sosial

yang layak, sejak lahir hingga meninggal dunia. Hal ini juga untuk mewujudkan

amanat konstitusi, mewujudkan masyarakat yang sejahtera yang berkeadilan

sosial. Suatu hal yang bahkan perlu dipertimbangkan langkah percepatan untuk

mewujudkan UU SJSN itu, mengingat ketertinggalan Indonesia dalam

penyelenggaraan program jaminan sosial dibanding negara-negara lainnya dan

Program JAMSOSTEK berupa produk jasa, dimaksudkan untuk melindungi

resiko sosial tenaga kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja.

JAMSOSTEK mempunyai dua aspek, yaitu: (a) memberikan perlindungan

dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta

keluarganya; dan (b) merupakan penghargaan tenaga kerja yang telah

menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka

bekerja.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional mengatur asas, tujuan dan prinsip penyelenggaraan jaminan sosial,

kelembagaan, kepesertaan dan iuran, program jaminan sosial, dan pengelolaan

dana jaminan sosial.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional memuat sejumlah hak dan kewajiban peserta, kewajiban pemberi kerja,

dan badan penyelenggara, serta fungsi, tugas dan wewenang Dewan Jaminan

Sosial Nasional dan kewajiban dan kewenangan Pemerintah. Selain itu UU SJSN

97
juga mengatur hal yang tidak diperkenankan untuk dilakukan, yaitu subsidi silang

antar program dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program

lain.

Meskipun kewajiban dan larangan dirumuskan secara jelas dalam Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, namun

Undang-Undang tersebut hanya mengatur sanksi administratif, apabila kewajiban

tidak dipenuhi dan larangan dilanggar.

Tidak dicantumkannya sanksi pidana dapat dimaklumi, karena Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional tidak

menganut politik kriminlisasi terhadap tidak dipenuhinya kewajiban dan

dilanggarnya larangan yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Dalam hal hak dan kewajiban peserta dan BPJS tidak dipenuhi, maka para

pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan sesuai

dengan prinsip yang berlaku dalam hukum perikatan.

Demikian pula jika Pemerintah dianggap tidak memenuhi tugas dan

kewenangannya untuk membuat peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat digugat ke

pengadilan, karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.

Tidak dicantumkannya sanksi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dituding sebagai penyebab tidak

efektifnya pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional. Tudingan seperti itu tidak seluruhnya benar. Sebab tidak
98
efektifnya pelaksanaan suatu Undang-Undang ditentukan oleh banyak faktor,

bukan semata-mata oleh faktor tunggal.

Theo Huibers menjelaskan bahwa system Marx mendapat banyak

penganut yang setia, tetapi juga banyak penentangnya. Sekarang ini semua

ilmuwan sejarah sudah menyetujui tanggapan Marx, bahwa pada abad ke-19

Undang-Undang Negara mementingkan hak-hak para pemilik dan kurang

melindungi hak-hak orang yang lemah. Selama hidup Marx, dalam Negara-negara

industry posisi para pemilik masih diperkuat, sebagai reaksi terhadap ide-ide

Marx yang mulai disebarkan di antara para buruh. Dalam situasi ini, visi Marx

tentang masyarakat membangkitkan kesadaran orang – orang yang lemah tentang

situasi yang sebenarnya, bahwa mereka menjadi korban sistem sosial yang tidak

adil. Hal ini penting terang-terangan bahwa terdapat perbedaan besar antara

hukum dan tata hukum. Tata hukum tidak selalu merupakan hukum yang sejati.

Hukum yang sejati adalah hukum yang diciptakan orang karena dianggap sesuai

dengan rasa keadilan yang hidup dalam hati manusia. Oleh karena itu, hukum ada

pada dua tingkat, tingkat ideal dan tingkat aktual. Hukum aktual menjauhkan diri

dari hukum ideal, hukum aktual kehilangan artinya sebagai hukum.102

Filsafat membangkitkan semangat orang – orang yang lemah untuk ikut

memperjuangkan keadilan dalam hubungan sosial-ekonomis antara manusia.

Filsafat Marx mempunyai kemampuan itu, karena filsafat Marx bukan teori

abstrak, melainkan pedoman praktik hidup. Filsafat ini menunjukkan jalan keluar

102
Efran Helmi Juni, op.cit, hal 207
99
dari penderitaan. Oleh karena itu, Marx harus dihormati sebagai salah seorang

pejuang keadilan. Filsafat menyerupai ajaran agama-agama, yang juga merupakan

ajaran keselamatan, yang pertama mengenai hati orang – orang yang tertindas di

dunia ini. Semangat ini melebihi nilai ilmu filsafatnya, menerangkan besarnya

perngaruh marxisme sampai zaman sekarang.103

Hukum dapat dilihat dalam perlbagai perspektif, diantaranya perspektif

filosofis yang kemudian menjadi salah satu kajian khusus, yakni filsafat hukum,

Secara folosifis, hukum dikaji dari tiga pendekatan, yaitu :104

1. Pendekatan ontologism, yaitu memahami hukum dari hakikatnya. Dengan

pendekatan ontologism, rahasia hukum dibongkar sehingga substansi

hukum dapat diketahui secara mendalam dan radikal. Hukum tidak hanya

dilihat sebagia kaidah, norma, peraturan, atau undang-undang, tetapi

secara ontologism, hukum dengan segala bentuknya merupakan kehendak

hati nurani manusia yang mengharapkan kehidupan yang aman, tenteram

damai, sejahtera dan merasakan nikmatnya keadilan.

2. Pendekatan epistemologis, yaitu memahami asal mula timbulnya hukum

dan bagaimana hukum itu ada. Secara epistemologis, hukum merupakan

jelmaan firman Tuhan. Oleh karena itu, hukum berasal dari titah Tuhan

yang kebenarannya mutlak. Hukum juga merupakan hakikat sabda alam

yang tidak pernah berubah. Hukum bukan berada pada teorinya,

melainkan terletak pada realitasnya. Dengan pendekatan epistemologis,

mendalam, kritis dan logis.

103
Ibid, hal 201.
104
H. Boedi Abdullah, Filsafat Hukum, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2012,hlm 5.
100
3. Pendekatan aksiologis, yaitu memahami hukum dari segi manfaatnya, baik

pragmatism hukum maupun kemaslahatan dalam arti substansinya. Hukum

dapat dijadikan alat atau media untuk mencapai manfaat duniawi dan

ukhrawi, juga manfaat yang ditetapkan oleh kehidupan manusia yang

relatif. Dalam perspektif hukum Islam, kemaslahatan yang dituangkan

oleh hukum berupa tujuan hukum yang berusaha memelihara agama, akal,

keturunan dan harta kekayaan.

Hukum merupakan aspek yang sangat penting bagi masyarakat. Tanpa

keberadaan hukum, tidak akan terwujud tatanan masyarakat yang tertib dan

harmonis.105 Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia

kepada kehidupan yang adil sejahtera dan membuat manusia bahagia.106

Disemua pergaulan hidup nampaknya suasana kehidupan menyebabkan

terbentuknya kebiasaan-kebiasaan. Namun sebuah jalan panjang yang

memisahkan kebiasaan dalam arti yang umum dari kebiasaan hukum. Didalam

arti yang umum kebiasaan tersebut tidak lain adalah suatu perbuatan maupun

penahanan diri berbuat secara teratur oleh individu atau sekelompok manusia.

Pada bentuk-bentuk pergaulan hidup manusia paling primitive dan sacral. Agar

kita dapat berbicara tentang suatu kebiasaan hukum, maka harus dipenuhi

sejumlah persyaratan:107

105
Janedri M Gaffar, Penegakan Hukum dan Keadilan, http ://www.ahmadheryawan.com
sebagimana dikutip didalam bukunya Mahrus Ali (Editor), Membumikan Hukum Progresif,
Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hal.1.
106
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hal. 2.
107
Emeritus John Gilisen, Emeritus Frits Gorle, Sejarah Hukum, PT.Refika Aditama,
Bandung,2005, hlm 24.
101
1. Hal tersebut tidak boleh merupakan kebiasaan individual, melainkan suatu

kebiasaan masyarakat, dengan perkataan lain, kebiasaan tersebut tidak

boleh terbatas pada satu orang anggota masyarakat, tetapi hal itu harsu

dialami oleh masyarakat sebagai suatu kesatuan atau setidak-tidaknya oleh

suatu kelompok yang terdiri dari mayoritas anggota masyarakat tersebut.

Selain itu hal tersebut harus pula berkaitan dengan perimbangan

kemasyarakatan, yang berlaku dan berlangsungnya denga suatu frekuensi

tertentu. Misalnya didalam sebuah masyarakat nomaden atau suku bangsa

gembala yang hidup mengembara, maka tanah bukan merupakan objek-

objek pemilikan yang bertahan lama, berlainan dengan suatu masyarakat

sedenter yang memiliki tempat yang pasti, tidak akan terbentuk kebiasaan-

kebiasaan yang berhubungan dengan pemilikan tanah atau berkaitan jual

beli benda-benda tetap. Sebaliknya pada semua pergaulan hidup akan

muncul kepermukaan kebiasaan-kebiasaan yang berkenaan dengan

hubungan-hubungan kekeluargaan.

2. Kebiasaan tersebut harus menyangkut suatu perbuatan (komisi) atau

penahanan diri (omisi), yang didalam kehidupan bermasyarakat

meluangkan berbagai (setidak-tidaknya dua) kemingkinan. Artinya kepada

manusia diberikan suatu kebebasan memilih (secara relative), suatu ruang

gerak, betapapun sedikit sekali jumlahnya. Jika ruang gerak seperti itu

tidak tersedia, maka suatu tindakan komisi atau omisi, baik yang tidak

dapat dihindari maupun yang tidak dimungkinkan. Tidak ada gunanya hal-

hal tersebut dianggap mempunyai kekuatan mengikat dan tidak alasan

102
baginya untuk dapat membentuk suatu kebiasaan hukum. Suatu peristiwa

sederhana seperti makan dan minumtidak dapat dijadikan objek suatu

norma hukum yang mengandung suatu perintah atau larangan, sebab hal

itu merupakan keharusan fisiologis bagi setiap makhluk yang disebut

manusia, yang secara naluri berikhtiar untuk tetap hidup, namun

kesemuanya ini tidak menutup kemungkinan dibuatnya tauran-aturan yang

berkenaan dengan jenis atau sifat makanan dan minuman tersebut maupun

urutan-urutan pada waktu makan dan lain-lain. Namun hubungan dan

perimbangan didalam keluarga misalnya pada hakikatnya ada berbagai

kemungkinan yang dapat terjadi. Perkawinan dapat berbentuk monogamy

maupun poligami. Kekuasaan orang tua dapat dijalankan oleh ayah atau

ibu dan seterusnya.

3. Kehidupan ini harus dialami oleh masyarakat sebagai sesuatu yang

mempunyai kekuatan mengikat. Dengan kata lain, melalui kekuatan

pengulangan-pengulangan maka kebiasaan tersebut harus memberikan

keyakinan kepada anggota-anggota kelompok bahwa hal tersebut adalah

normal dan wajar, sehingga setiap pelanggaran terhadapnya akan

menimbulkan satu atau lain bentuk celaan masyarakat.

Sudah barang tentu kesadaran disini telah memainkan peranan, sebab hal

merasakan atau tidak merasakan kebiasaan tersebut sebagai sesuatu yang wajar,

maka tak terelakan lagi bahwa pada hakikatnya dijumpai disini suatu

pertimbangan nilai. Istilah “wajar” daripada istilah-istilah “sesuatu dengan

hukum”, “adil”, “patut” dan sebagainya, oleh karena pertimbangan nilai ini pada

103
awalnya telah membatasi diri pada apa yang oleh kelompok yang bersangkutan

dalam satu atau lain peristiwa dialami sebagai suatu keharusan. Tanpa tolok-ukur

tersebut tumbuh dan berkembang menjadi pengertian-pengertian anstrak. Kendati

pun demikian mau tak mau disitu sesungguhnya terletak fondasi konstruksi

ideologis abstrak yang serba rumit.

Namun apa yang oleh masyarakat dirasakan sebagai mengikat nampaknya

belum cukup untuk menjadikan suatu kebiasaan itu sebuah kebiasaan hukum

mengikat, misalnya norma-norma moral dan agama, aturan-aturan sopan santun

social dan sebagainya, juga memiliki cirri-ciri khas yang sama. Memang benar

bahwa berbagai system-sistem norma yang didalam masyarakat-masyarakat maju

telah dipisahkan satu dengan yang lain, pada pergaulan-pergaulan hidup primitif

hal tersebut banyak kali dan banyak sekali ditemukan bahwa satu dengan yang

lain tidak disepakati oleh batas-batas yang tajam. Agar suatu kebiasaan menjelma

menjadi kebiasaan hukum masih diperlukan persyaratan esensial keempat.

4. Kebiasaan tersebut harus dikukuhkan oleh penguasa umum

Memang tak dapat disangkal bahwa dewasa ini penguasa umum dimana-

mana didunia ini muncul kepermukaan dalam bentuk Negara. Namun etnologi

dan sejarah menunjukkan bahwa perpaduan ini tidak selalu dan dimana-mana

demikian halnya bahwa ada norma-norma yang dapat dianggap sebagai norma-

norma hukum. Pandangan kaum marxis tentang hukum dan Negara, yag

berdasarkan ajaran tersebut pada hakikatnya tidak lain dari kehendak golongan

kelas yang berkuasa, yang dengan perantaraan Negara diletakkan keatas bahu

golongan kelas-kelas yang dikuasai, nampaknya bukan hanya bertentangan

104
dengan apa yang dikemukakan oleh etnologi dan sejarah, melaikan disamping itu

hal tersebut menyebabkan Negara dianggap sebagai satu-satunya sumber segala

hukum, yang membawa serta nasib buruk ialah bahwa Negara tidak dapat diikat

oleh hukum.108

Saat menggolongkan hukum sebagai norma, dan membatasi ilmu hukum

dengan kognisi tentang norma (sebuah fungsi yang berbeda dari membuat dan

menerapkan hukum tersebut), hukum dipisahkan dari alam, ilmu hukum sebagai

ilmu norma kognitif dipisahkan dari semua ilmu kognitif yang berusaha

menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dari segi hukum kausal.109

Barangkali orang mempertanyakan mengapa perspektif sosiologis yang

dikhususnya pada bidang hukum dijustifikasi dan apa saja yang terkandung di

dalam perspektif semacam itu. Dalam beberapa hukum dan sosiologi sebagai

sebuah disiplin intelektual dalam bentuk praktik profesional memiliki kesaaan

ruang lingkup namun sama sekali berbeda dalam tujuan dan metodenya. Hukum

sebagai sebuah disiplin ilmu memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena

sosial. Perhatian utamanya adalah masalah eksplanatif dan deskriptif. Praktisi

hukum pada intinya adalah orang yang mengurusi, yang dipercaya menguasai

seluk beluk legislasi yang mengatur hubungan social. Sedangkan sosiolog tetap

hanya merupakan pengamat yang relative tidak terikat. Meskipun stereotip ini

sering dipungkiri tetapi dalam praktik secara umum ia tetap menunjukkan

108
Emeritus John Gilisen, Emeritus Frits Gorle, Op.cit, hal. 26.
109
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum,PenerbitNusa Media, Bandung, 2015, hal. 45.
105
sejumlah perbedaan dalam pandangan yang muncul ketika status-status disipiner

terkait dari ilmu hukum dan sosiologi ditegaskan oleh kedua bidang ini sendiri.110

Meskipun demikian, kedua dispilin ini memfokuskan pada seluruh

cakupan bentuk-bentuk signifikan dari hubungan-hubungan sosial. Dan dalam

praktinya kriteria yang menentukan hubungan mana yang signifikan seringkali

sama, yang berasal dar asumsi-asumsi budataatau konsepsi-konsepsi relevansi

kebijakan yang sama. Lebih jauh lagi kedua disiplin tersebut biasanya berusaha

memandang fenomena ini sebagai bagian dati, atau berpotensi untuk merupakan

bagian dari, sebuah struktur sosial yang terintegrasi. Sehingga, meskipun terdapat

banyak perbedaan radikal antara keduanya dalam metode dan pandangan, tetapi

hukum dan sosiologi sama-sama memiliki pokok permasalahan dasar yang sama.

Hukum adalah hasil karya praktis dari kontrol sitematik terhadap hubungan-

hubungan dan institusi-institusi sosial. Sosiologi adalah suatu bidang ilmiah yang

berusaha menemukan pengetahuan sistematis tentangnya. Seorang pengulas asal

Amerika menulis, ‘Sosiologi berkaitan dengan masalah nilai, evaluasi, dan

ideologi yang mendasari penataa-penataan structural dasar didalam sebuah

masyarakat, yang banyak diantaranya terkandung didalam hukum sebagai

kumpulan peraturan substanstif, serta didalam prinsip-prinsip procedural yang

mempedomaninya. Hukum juga banyak menawarkan banyak kesempatan untuk

mempelajari mekanisme social yang muncul di luar institusi hukum. Konflik dan

resolusi konflik yang ditemukan dimana-mana merupakan sentral dalam studi

buku, sama seperti didalam studi tentang ketegangan rasial, hubungan industrial,

110
Roger Cptterrel, Sosiologi Hukum, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2012,hal. 6.
106
dan hubungan internasional. Baik hukum maupun sosiologi berkaitan dengan

hakikat otoritas yang sah dan mekanisme kontrol hubungan sosial, dasar sosial

dari konstitusionalisme, kemunculan hak-hak sipil, dan hubungan antara ruang

lingkup publik dan privat.111

Sosiologi hukum mengarahkan kajiannya kepada keberlakuan empirik

atau faktual dari hukum, jadi lebih mengarah kepada kenyataan kemasyarakatan.

Menurut Bruggink, Objek sosiologi hukum pada tingkat pertama adalah

kenyataan dalam masyarakat, dan baru pada tingkat kedua kaidah-kaidah hukum,

yang dengan salah satu cara memainkan peranan dalam kenyataan

kemasyarakatan itu. Oleh karenanya kita dapat mendefenisikan Sosiologi Hukum

sebagai teori tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum dengan kenyataan

kemasyarakatan. Sosiologi Hukum terdiri dari Sosiologi Hukum Empirik dan

Sosiologi Hukum Kontempelatif. Sosiologi Hukum Empirik mengumpulkan

bahan-bahannya dari sudut suatu perspektif eksternal, artinya dari suatu titik

berdiri pengamat yang mengobservasi. Dengan menggunakan metode-metode

kuantitatif, ia mencoba sambil meregistrasi menata material ini untuk dari

dalamnya menarik dalamnya kesimpulan-kesimpulan tentang hubungan antara

kaidah-kaidah hukum dan kenyataan kemasyarakatan. Metodenya bersandar

kepada Ilmu Alam.112

Adapun Sosiologi Kontemplatif berbeda dengan Sosiologi Empirik,

baginya suatu perspektif eksternal tidak dapat diterima sehubungan dengan aspek

yang dipelajarinya. Untuk dapat mengatakan sesuatu secara bermakna tentang


111
Ibid, hal.7.
112
J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arif Sidharta, PT Citra Addtya
Banti, Bandung, 1996, hal. 161-162.
107
masyarakat dan kaidah-kaidah hukum yang memainkan peranan penting

didalamnya, maka ia harus menjadi bagian dari masyarakat itu dan mengenal baik

(akrab dengan). Kaidah-kaidah hukum berfungsi di dalamnya. Hal ini

menyebabkan perspektif eksternal untuk penelitian itu tidak dapat digunakan. Ia

harus bekerja dari sudut perspektif internal yakni perspektif pastisipan yang ikut

bicara.113

Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri, merupakan

ilmu social, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama

manusia dengan sesamanya, yakni kehidupan social atau pergaulan hidup,

singkatnya sosiologi hukum mempelajari masyarakat, khususnya gejala hukum

dari masyarakat tersebut. Pada hakikatnya masyarakat dapat ditelaah dari dua

sudut, yakni sudut structural dan sudut dinamikanya. Segi Struktural masyarakat

dinamakan pula struktur sosial, yaitu keseluruhan jalinan antara unsure-unsur

sosial pokok yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-

kelompok serta lapisan – lapisan sosial (Selo Soemardjan – Soelaeman Soemardi

1964:14). Yang dimaksudkan dengan dinamika masyarakt adalah apa yang

disebut proses dan perubahan-perubahan social. Dengan proses social diartikan

sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Dengan

kata lain perkataan-perkataan proses social adalah cara berhubungan yang dapat

dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu

dan menentukan system serta bentuk-bentuk hubungan tersebut, atau apa yang

akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-

113
Ibid, hal. 166.
108
cara hidup yang telah ada (Gillin and Gillin 1954:487, 488). Yang terutama akan

disoroti adalah interaksi sosial yang merupakan dasar dari proses social. Interaksi

social adalah hubungan-hubungan social yang dinamis, yang menyangkut

hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun

antara orang prorangan dengan kelompok manusia.114

Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan-

perubahan. Perubahan-perubahan tersebut bagi masyarakat yang bersangkutan

maupun bagi orang luar yang melihatnya, dapat berupa perubahan-perubahan

yang tidak menarik dalam arti yang kurang menyolok atau perubahan-perubahan

yang terbatas dan yang kecil pengaruhnya, atau adapula perubahan-perubahan

yang cepat maupun yang berjalan dengan lambat sekali. Perubahan-perubahan

tersebut merupakan gejala yang normal, yang pengaruhnya menjalar dengan

cepat, antara lain berkat adanya komunikasi yang modern. Perubahan-perubahan

didalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu, namun dewasa ini

perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan cepatnya, sehingga kadang-kadang

agak membingungkan bagi manusia yang menghadapinya. Dengan demikian

seringkali terlihat, bahwa perubahan-perubahan tersebut berjalan secara konstan.

Perubahan-perubahan tersebut memang terikat oleh waktu dan tempat, akan tetapi

karena sifatnya yang berantai, maka keadaan tersebut berlangsung terus, walaupun

kadang-kadang diselingi keadaan dimana masyarakat yang bersangkutan

114
Soerjono Soekanto, SH, M.A, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta, 2016, hal. 65-66.
109
mengadakan reorganisasi unsur-unsur structural dari masyarakay yang terkena

proses perubahan tadi.115

Kita hidup di dunia yang berlari tunggang-langgang. Dunia yang tak hanya

menyajikan satu, tapi beragam peristiwa. Dunia yang tak hanya mengajak, tapi

juga memaksa lari bersama “kemajuan-kemanuan”nya. Jarak jadi begitu dekat dan

waktu jadi begitu rampat. Dunia berubah, tak hanya dalam gerak laju yang

tercerna, tapi juga yang tunggang langgang. Cara mengamati dunia, ilmu

pengetahuan, ikut berubah dan berlari. Kita tak lagi merasa pas menggunakan

perbendaharaan dan norma yang selama ini secara deduktif kita pakai menilai

(memaknai) perubahan. Diperlukan sesuatu yang baru, paling tidak tafsir baru

untuk menjelaskan apa yang kita tangkap. Sosio-legal yang secara klasik kita

jumpai dalam sosiologi hukum, antropologi hukum dan ilmu sosiologis atau

antropologis, saat ini tak lagi merupakan pertemuan sederhana antara ilmu

hukumyang normative-etis dengan sosiologi atau antropologi, tapi merupakan

pertemuan diskursif dengan cabang-cabang ilmu lain seperti filsafat, politik,

sejarah dan juga kajian-kajian interdisipliner seperti post-colonial studies, kajian

gender, dan kajian terhadap budaya (cultural studies). Sosio-legal menjadi kajian

hukum yang serba meliputi. Ia bak pertemuan dan persilangan (le Carrefour)

antar berbagai sudut pandang dalam melihat hukum.116

115
Ibid, hal. 66.
116
Antonius Cahyadi dan Donny Danardono (ed.), Sosiologi Hukum Dalam Perubahan, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal.12.
110
C. Hak-hak Keperdataan Tenaga Kerja Menurut KUHPerdata

Berdasarkan pembagian menurut isi hukum, hukum dibagi menjadi

Hukum Publik dan Hukum Perdata/Privat. Adanya pembagian publik dan

perdata/privat dikarenakan isi dari pengaturan-pengaturan hukum bergantung pada

hakikat hubungan yang diaturnya, dapat mengatur hubungan-hubungan yang

terkait kepentingan publik atau dapat mengatur hubungan-hubungan yang terkait

kepentingan privat.117 Carol Harlow dalam artikelnya yang berjudul Public and

Private Law: Definition without Distinction, mengemukakan bahwa di Inggris

tidak mengenal pembedaan publik dan privat, tatapi langsung menggunakan

istilah “perjanjian”, “mengganti kerugian”, dan “kejahatan”.118Pembicaraan

mengenai publik dan privat berawal dari tradisi Perancis, terutama para pengacara

kontinental, yang memberikan istilah hukum publik untuk memisahkan aturan

yang otonom, dimana aturan yang demikian normalnya terpisah dari yurdiksi

administrasi. Karl E. Karle menulis sebuah artikel yang mencoba untuk

menggambarkan dan mempertahankan pemikirannya mengenai fungsi ideologi

hukum dalam kajian yang memfokuskan terhadap perlakuan pembedaan publik

atau privat dalam hukum ketenagakerjaan. Perbedaan publik/pribadi berulang

tidak hanya sebagai motif sebuah latar belakang tapi sangat sering sebagai unsur

penting dari dasar keputusan.119

117
Susilo Andi Darma, Kedudukan Hubungan Kerja : Berdasarkan Sudut Pandang Ilmu Kaidah
Hukum Ketenagakerjaan dan Sifat Hukum Publik dan Privat, Mimbar Hukum Volume 29, Nomor
2, Juni 2017. hal. 223.
118
Ibid. hal.224.
119
Ibid. hal.224
111
Asri Wijayanti berpendapat bahwa hukum ketenagakerjaan dapat bersifat

privat dan dapat pula bersifat publik.120 Bersifat privat karena mengatur hubungan

antara orang perseorangan (majikan-buruh) dalam pembuatan perjanjian kerja dan

bersifat publik karena pemerintah ikut campur tangan dalam masalah-masalah

perburuhan serta adanya sanksi pidana dalam peraturan hukum perburuhan.

Hubungan antara hukum publik terhadap hukum privat adalah hubungan antara

hukum khusus atau perkecualian terhadap hukum umum. Hukum publik

merupakan perkecualian atas hukum privat apabila itu diperlukan oleh pemerintah

untuk memelihara kepentingan umum.121

Sebagaimana telah disampaikan, Hukum Ketenagakerjaan yang awalnya

merupakan hukum yang bersifat privat/keperdataan lama kelamaan menjadi

hukum yang bersifat publik. Campur tangan Negara tidak dapat dihindarkan

dalam Hukum Ketenagakerjaan. Agus Yudha Hernoko menyatakan bahwa

Hukum Perdata sedang mencari bentuk baru melalui campur tangan Negara.

Negara akhir-akhir ini cenderung memperbanyak Peraturan-peraturan hukum

pemaksa (dwingend recht) demi kepentingan umum untuk melindungi

kepentingan yang lemah. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap kaidah hukum

yang diaturnya. Selain pendapat Aloysius Uwiyono, jauh sebelumnya, Immanuel

Kant menyatakan bahwa kaidah hukum bersifat heteronom mengandung arti

bahwa kekuasaan dari luarlah yang memaksakan kehendaknya kepada manusia,

yaitu kekuasaan masyarakat atau Negara. Orang tunduk kepada hukum karena ada

kekuasaan yang memaksa mereka untuk taat tanpa syarat.

120
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.hal. 12.
121
Ibid.
112
FX. Djumiadji menyatakan bahwa pemberi kerja dan pekerja mempunyai

suatu hubungan keperdataan yang artinya bahwa para pihak sama-sama memiliki

kedudukan perdata.122 Selain itu, para pihak juga terikat oleh suatu hukum otonom

yaitu ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh pengusaha dan buruh/pekerja. Lebih

lanjut, di luar hukum otonom ada hukum heteronom yang mengatur hubungan

antara pihak-pihak tersebut dan ditetapkan oleh pembentuk Undang-Undang.

Berdasarkan pemaparan di atas, Hukum Ketenagakerjaan berdasarkan sifat

hukumnya dapat dikualifikasikan sebagai hukum yang bersifat Publik atau

Hukum Publik akan tetapi ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya masih

mengandung hal-hal yang bersifat Privat. Bersifat Publik hal ini dikarenakan oleh

ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Hukum Ketenagakerjaan sudah

banyak diatur melalui Peraturan Perundang-undangan. Beberapa Peraturan

Perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan misalnya Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2000 tetang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2

tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia di Luar Negeri. Dari sisi Ilmu Kaidah Hukum hal yang demikian

merupakan Kaidah Heteronom. Hal-hal yang bersifat privat misalnya aturan yang

terdapat di dalam peraturan perundang-undangan tersebut masih memberikan

kesempatan kepada para pihak untuk mengatur tersendiri atau menentukan sendiri

ketentuan yang ingin diatur. Sebagai contoh Pasal 116 ayat (2) Undang-undang

122
FX. Djumialdji, Perjanjian Kerja, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.hal. 911.
113
Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa “Penyusunan Perjanjian Kerja Bersama

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara musyawarah.”

Ketentuan lebih lanjut mengenai PKB diatur di dalam Peraturan Menteri Nomor

28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan

Perusahaan serta Pembuatan dan Perdaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Pasal 24

Peraturan Menteri tersebut memang mengatur tentang isi dari Perjanjian Kerja

Bersama tetapi klausula yang digunakan adalah “Perjanjian Kerja Bersama

sekurang-kurangnya harus memuat”. Dengan demikian ketentuan yang

dituangkan di dalam suatu perjanjian kerja bersama ditentukan melalui

musyawarah oleh para pihak dengan sekurang-kurangnya memuat ketentuan yang

dimaksud di dalam Peraturan Menteri tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa

ketentuan dari Perjanjian Kerja Bersama dibuat oleh para pihak harus melalui

musyawarah/perundingan dan isi ketentuannya dapat lebih dari apa yang telah

ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan sehingga ketentuan tersebut

merupakan ketentuan yang bersifat Privat. Apabila dari Ilmu Kaidah Hukumnya,

peraturan dengan demikian merupakan kaidah otonom.

Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak

dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas

dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan

tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan

pengusaha. Cukup banyak ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan bagi

pekerja perempuan, baik dalam konvensi internasional maupun Peraturan

Perundang-undangan di Indonesia,

114
yaitu antara lain:

a) Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts

Women yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1984 (CEDAW);

b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

c) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

Pasal 1601a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut:

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh,

mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk

suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. Dalam hal

ini kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan

seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut dibandingkan

dengan kedudukan perjanjian kerja.

Di dalam pengertian perjanjian kerja, para pihak yang mengadakan

perjanjian tidak dalam kedudukan yang sama dan seimbang, karena para pihak

yang satu yaitu pekerja mengikatkan diri dan bekerja dibawah perintah orang

lain,yaitu pengusaha.

Perjanjian kerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat

berbentuk lisan maupun tertulis dengan jangka waktu tertentu atau dengan jangka

waktu yang tidak tertentu. Masing-masing pihak harus tunduk pada perjanjian

kerja yang telah dibuat. Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka

perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagai mana diatur

dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang pada unsur pertama harus ada kesepakatan

115
antara pekerja dengan perusahaan, melanggar unsur ini maka perjanjian yang telah

dibuat dapat di ancam batal yaitu dapat di mintakan pembatalan. Upaya yang

bersifat preventif diharapkan dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Sedangkan dengan upaya yang bersifat pro aktif diharapkan dapat untuk

mendukung jalannya usaha peningkatan keselamatan kerja di tempat kerja. Dan

dengan upaya-upaya yang bersifat represif dapat membuat para pengusaha dan

pekerja dapat berhati-hati, sehingga lebih meningkatkan kesehatan kerja.

Diperlukan upaya bimbingan pencegahan kecelakaan kerja dan bimbingan

kesehatan kerja secara optimal.

Hukum mengenai kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh pemberi

kerja juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yaitu:

a. Melaksanakan tugas/pekerjaan sesuai yang diperjanjikan dengan sebaik-

baiknya (Pasal 1603 KUH Perdata).

b. Melaksanakan pekerjaannya sendiri. Tidak dapat digantikan oleh orang

lain tanpa ijin dari pengusaha (Pasal 1603a KUHPerdata).

c. Menaati peraturan dalam melaksanakan pekerjaan (Pasal 1603b KUH

Perdata).

d. Menaati peraturan tata tertib dan tata cara yang berlaku dirumah/tempat

majikan bila pekerja ditinggal disana (Pasal 1603c KUHPerdata).

e. Melaksanakan tugas dan segala kewajibannya secara layak (Pasal1603d

KUHPerdata).

f. Membayar ganti rugi atau denda (Pasal 1601w KUHPerdata)

116
Adapun terhadap jaminan kecelakaan kerja didalam Undang-undang

Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS menjadi hak keperdataan, yang mana hal ini

mengakibatkan perlindungan tenaga kerja tidak secara maksimal diperoleh oleh

tenaga kerja, karena mekanisme untuk mendapatkan hak perdata melalui sistem

peradilan memerlukan waktu yang cukup panjang dan proses yang juga sangat

melelahkan bagi tenaga kerja, tidak saja melelahkan secara fisik, tapi juga pikiran.

Mekanis yang akan dilalui oleh tenaga kerja harus mengikuti ketentuan pada

KUHPerdata yang mana memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga tenaga

kerja hanya bisa pasrah, apalagi menghadapi adanya itikad tidak baik bagi

sipemberi kerja dalam hal memenuhi hak perdata tenaga kerja yang timbul akibat

santunan kecelakan kerja.

117
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan dan penelitian mengenai Perlindungan

Hukum terhadap Kecelakaan Kerja ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihubungkan dengan Hak Keperdataan,

penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perlindungan jaminan kecelakaan kerja sudah diatur secara umum didalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan akan

tetapi tidak diatur secara terperinci, karena pada saat Undang-Undang ini

diberlakukan sudah ada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

2. Perlindungan jaminan kecelakaan kerja dengan tidak diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja, maka diatur didalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dan telah

terjadi perubahan sanksi terhadap pelanggaran pelaksanaan Jaminan sosial

tenaga kerja ini dari yang semula sanksi pidana menjadi sanksi

administrasi dan perdata, dan kembali memposisikan tenaga kerja keposisi

yang lemah, karena pelaksanaan sanksi administrasi dan perdata tersebut

memerlukan jalan yang panjang dan tidak menimbulkan efek jera bagi si

pemberi kerja dalam hal ini Perusahaan atau majikan yang tidak

118
melaksanakannya, sehingga tidak memberikan kepastian hukum bagi

tenaga kerja dan keluarganya.

3. Hukum Ketenagakerjaan dapat bersifat publik dan dapat pula bersifat

perdata (privat). Bersifat privat karena mengatur hubungan antara orang

perseorangan (majikan-buruh) dalam pembuatan perjanjian kerja dan

bersifat publik karena pemerintah ikut campur tangan dalam masalah-

masalah perburuhan serta adanya sanksi pidana. Seorang tenaga kerja

memiliki hak dan kewajiban dalam keperdataannya sebagaimana diatur

pada Buku ke III – Perikatan KUHPerdata. Buku ketiga tentang perikatan

ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian,

perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang

menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan. Hal ini lebih terinci diatur

dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1603 KUH Perdata.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil penelitian dan

pembahasan mengenai Perlindungan Hukum terhadap Kecelakaan Kerja ditinjau

dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

dihubungkan dengan Hak Keperdataan, yaitu :

1. Sebaiknya dalam Undang-Undang yang mengatur tentang

Ketenagakerjaan diatur lebih rinci tentang jaminan sosial tenaga kerja,

agar tercapainya aspek perlindungan tenaga kerja secara menyeluruh.

119
2. Sebaiknya dibuatkan kembali undang-undang yang khusus mengatur

tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ini, seperti Undang-Undang Nomor

3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang tidak

diberlakukan lagi oleh Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 dan

mengembalikan kembali sanksi pidana terhadap pelanggarannya agar

tercapainya perlindungan tenaga kerja khususnya dibidang jaminan

kecelakaan kerja dan bisa memberikan efek jera bagi pemberi kerja yang

tidak memenuhi kewajibannya.

3. Sebaiknya dibuat aturan khusus tentang penuntutan hak keperdatan tenaga

kerja yang timbul akibat kecelakaan kerja agar memberikan memberikan

keringanan dan kemudahan bagi tenaga kerja maupun ahli warisnya untuk

mendapatkan hak keperdataannya.

120
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Astri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, dalam Sayid


Mohammad Rifqi Noval, Hukum Ketenagakerjaan Hakikat Cita Keadilan
Dalam Sistem Ketenagakerjaan, Bandung, PT. Refika Aditama. 2017.

Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2012

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta,


2014.

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta,


2009.

Antonius Cahyadi dan Donny Danardono (ed.), Sosiologi Hukum Dalam


Perubahan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009.

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum ,Raja Grafindo Persada, Jakarta,


2004.

A.Mallarangeng ,dkk,Otonomi Daerah Prospektif, Teoritis dan Praktis, BIGRAF,


Publishing, Yogyakarta, 2001.

Dedi Ismatullah, Hukum Ketenagakerjaan, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2013.

Darda Syahrizal, Hukum Administrasi Negara dan Pengadilan Tata Usaha


Negara,Yogyakarta,Pustaka Yustisia,2012.

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor,


2004.

Darwin Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Pekerja


Untuk Mempertahankan hak-haknya), Penerbit Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1994.

Emeritus John Gilisen, Emeritus Frits Gorle, Sejarah Hukum, PT.Refika Aditama,
Bandung,2005.

FX. Djumialdji, Perjanjian Kerja, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

Gunarto Suhardi, Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak Outsourcing,


Penerbit Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2006.

Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.


121
G. Boedi Abdullah, Filsafat Hukum, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2012.

Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum,PenerbitNusa Media, Bandung, 2015.

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusamedia, Bandung:
2006.

Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta


, 2016.

Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta,2003.

Janedri M Gaffar, Penegakan Hukum dan Keadilan, http


://www.ahmadheryawan.com sebagimana dikutip didalam bukunya
Mahrus Ali (Editor), Membumikan Hukum Progresif, Aswaja Pressindo,
Yogyakarta, 2013.

J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arif Sidharta, PT


Citra Addtya Banti, Bandung, 1996.

Karen Lebacqz, Teori-Teori Keadilan (Six Theories of Justice), Nusamedia,


Bandung: 2006.

Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. 2003.

Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum, Kencana Prenada Media Group,


Jakarta, 2010.

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat) ,Refika Aditama,


Bandung 2009.

Maimun, Hukum Ketenagakerjaan, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2007.

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007.

Purbadi Hardjoptajitno, dkk, Hukum Ketenagakerjaan, Universitas Indonesia,


Jakarta, 2018.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan 6 , Kencana, Jakarta, 2010.

Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada


University Press, Yogyakarta, 2008.

Roger Cptterrel, Sosiologi Hukum, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2012.


122
Rahardjo Adi Sasmita, Pembiayaan Pembangunan Daerah, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2011.

Ridwan H.R.,“Hukum Administrasi Negara”, RajaGrafindo Perkasa, Yogyakarta,


2006.

Soerjono Soekanto, SH, M.A, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT Rajagrafindo


Persada, Jakarta, 2016.

Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009.

Suharsimi Arikanto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Rieneka


Cipta, Jakarta, 2002.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.

Sf Marbun, Moh. Manfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,


Yogyakarta, 2006.

Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi,PT Bumi Aksara, Jakarta, 2003.

Sendjung H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di


Indonesia.2001.

Sendjun H Manululang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, PT


Rineka Citra, Jakarta, 1998.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis dan Desertasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Thamrin S, Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia, Alaf Riau, Pekanbaru 2017.

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum. Prestasi Pustaka, Jakarta.2006.

Tjahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara,


Jakarta, 1993.

B. Jurnal

Harly Rumagit, Kajian Yuridis Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jurnal Vol.II/No.1/Januari-
Maret/2014.

123
Helena Poerwanto dan Syaifullah, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,
2005.

Rinie Ardiati Tindatu, Perlindungan Tenaga Kerja Dalam Kecelakaan Kerja di


tinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Jurnal. Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016.

Susilo Andi Darma, Kedudukan Hubungan Kerja : Berdasarkan Sudut Pandang


Ilmu Kaidah Hukum Ketenagakerjaan dan Sifat Hukum Publik dan Privat,
Mimbar Hukum Volume 29, Nomor 2, Juni 2017.

Siti Nurbaya, Kompleksitas Administrasi Pemerintahan Dengan Pendekatan


Kebijakan Regional, Dewan Perwakilan Daerah,Jakarta,2011.

Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program


PascaSarjana Universitas Sebelas Maret, Suarakarta, 2004.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan.

Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonseia Nomor 44 Tahun 2015 tentang


Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian.

Permenaker Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program


Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua bagi
Peserta Penerima Upah.

124
D. Internet

http://carapedia.com/pengertian_defenisi_tenaga_kerja_info2158.html diakses
tanggal 06 Oktober 2018.

http://id.wikipedia.org/wiki/tenagakerja diakses tanggal 06 Oktober 2018.

http://eprints.undip.ac.id/16994/1/Dian_Octaviani_Saraswati.pdf. dikutip melaalui


internet tanggal 25 November 2018. Jam. 08.53.

125
126

Anda mungkin juga menyukai