Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Menganalisis Makna Waris & Ahli Waris Dalam Hukum
Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata waris berarti Orang
yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal. Didalam
bahasa Arab kata waris berasal dari kata ‫ورثا‬-‫يرث‬-‫ ورث‬yang artinya adalah
Waris. Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta
akibatnya bagi para ahli warisnya. dan juga berbagai aturan tentang perpidahan
hak milik, hak milik yang dimaksud adalah berupa harta, seorang yang telah
meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dalam istilah lain waris disebut juga
dengan fara‟id. Yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam
kepada semua yang berhak menerimanya dan yang telah di tetapkan bagian-
bagiannya. Adapun beberapa istilah tentang waris yaitu :
1. Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima
warisan. Ada ahli waris yang sesungguhnya yang memiiki hubungan
kekerabatan yang dekat akan tetapi tidak berhak menerima warisan. Dalam
fiqih mawaris, ahli waris semacam ini disebut ini disebut Zawil al-arham.
Hak-hak Waris bisa ditimbulkan karena hubungan darah, karena hubungan
perkawinan, dan karena akibat memerdekakan hamba.
2. Mawarrits, ialah orang yang diwarisi harta benda peninggalan. Yaitu orang
yang meninggal baik itu meninggal secara hakiki, secara taqdiry
(perkiraan), atau melalui keputusan hakim. Seperti orang yang hilang
(almafqud), dan tidak tahu kabar beritanya setelah melalui pencaharian dan
persaksian, atau tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia
dinyatakan meninggal dunia melalui keputusan hakim.
3. Al-Irts, ialah harta warisan yang siap dibagi kepada ahli waris sesudah
diambil untuk keperluan pemeliharaan zenazah (tajhiz al-janazah),
pelunasan utang, serta pelaksanaan wasiat.
4. Waratsah, ialah harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. Ini
berbeda dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa
dibagi-bagi, karena menjadi milik kolektif semua ahli
waris.
5. Tirkah, ialah semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia
sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan zenazah, pelunasan
utang, dan pelaksanaan wasiyat yang dilakukan oleh orang yang meninggal
ketika masih hidup.

2.2 Pembagian Ahli Waris Sesuai Ketentuan Islam


Pembagian Harta Waris dalam Islam merupakan harta yang diberikan
dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya seperti
keluarga dan kerabat-kerabatnya. Pembagian harta waris dalam Islam diatur
dalam Al-Qur an, yaitu pada An Nisa yang menyebutkan bahwa Pembagian
harta waris dalam islam telah ditetukan ada 6 tipe persentase pembagian harta
waris, ada pihak yang mendapatkan setengah (1/2), seperempat (1/4),
seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
Selain itu, merujuk pada beberapa ketentuan dalam Ilmu Fiqih yang lebih
spesifik terkait dengan pembagian waris antara lain adalah:
1. Asal Masalah
Asal Masalah adalah: ‫أقل عدد يصح منه فرضها أو فروضها‬
Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian secara
benar.” (Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013,
jilid II, halaman 339). Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara
benar” atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul Masalah adalah:
‫أقل عدد يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر‬
Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-
masing ahli waris secara benar tanpa adanya pecahan.” (Musthafa Al-Khin,
2013:339). Ketentuan Asal Masalah bisa disamakan dengan masing-masing
bagian pasti ahli waris yang ada.
2. Adadur Ru’ûs (‫)عدد الرؤوس‬
Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs berarti bilangan kepala. Asal Masalah
sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli
warisnya terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil
furûdl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang
kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui
jumlah kepala/orang yang menerima warisan.
3. Siham (‫)سهام‬
Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan
bagian pasti seorang ahli waris dzawil furûdl.
4. Majmu’ Siham (‫)مجموع السهام‬
Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham dalam menghitung
pembagian warisan:
• Penentuan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan
• Penentuan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu
1/6, anak laki-laki sisa (ashabah) dan seterusnya.
• Penentuan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal
Masalahnya 24
• Penentuan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 =
6 dan seterusnya.

Sedangkan menurut hukum Islam hak waris itu diberikan baik kepada
keluarga wanita (anak-anak perempuan, cucu-cucu perempuan, ibu dan nenek
pihak perempuan, saudara perempuan sebapak seibu, sebapak atau seibu saja).
Para ahli waris berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-
laki dan 10 dari pihak perempuan. Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:

• Anak laki-laki (al ibn).


• Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah (ibnul
ibn).
• Bapak (al ab).
• Datuk, yaitu bapak dari bapak (al jad).
• Saudara laki-laki seibu sebapak (al akh as syqiq).
• Saudara laki-laki sebapak (al akh liab).
• Saudara laki-laki seibu (al akh lium).
• Keponakan laki-laki seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq).
• Keponakan laki-laki sebapak (ibnul akh liab).
• Paman seibu sebapak.
• Paman sebapak (al ammu liab).
• Sepupu laki-laki seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq).
• Sepupu laki-laki sebapak (ibnul ammy liab).
• Suami (az zauj).
• Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang
memerdekakan seorang hamba apabila sihamba tidak mempunyai
ahli waris.

Sedangkan ahlih waris pihak Perempuan adalah:

• Anak perempuan (al bint).


• Cucu perempuan (bintul ibn).
• Ibu (al um).
• Nenek, yaitu ibunya ibu ( al jaddatun).
• Nenek dari pihak bapak (al jaddah minal ab).
• Saudara perempuan seibu sebapak (al ukhtus syaqiq).
• Saudara perempuan sebapak (al ukhtu liab).
• Saudara perempuan seibu (al ukhtu lium).
• Isteri (az zaujah).
• Perempuan yang memerdekakan (al mu’tiqah).

Sedangkan bagian masing-masing ahli waris adalah isteri mendapat ¼


bagian apabila sipewaris mati tidak meninggalkan anak atau cucu, dan
mendapat bagian 1/8 apabila si pewaris mempunyai anak atau cucu, dan isteri
berhak mendapatkan juga bagian warisnya.
Dengan demikian maka dalam Islam, pembagian waris bukan melalui
pembagian merata kepada ahli waris, akan tetapi dengan pembagian yang
proporsional.

2.3 Cara Menghitung Ahli Waris Sesuai Ilmu Waris (Faraidh)


???
2.4 Hikmah Pelaksanan Pembagian Harta Waris Dalam Islam
Sedikitnya ada tiga konsep baru sebagai hikmah yang ditawarkan al-
Qur’an yaitu: Pertama, Islam mendudukkan anak bersamaan dengan orang
tua pewaris serentak sebagai ahli waris. Dalam kewarisan di luar Islam,
orang tua baru mungkin dapat warisan kalau pewaris mati tidak
berketurunan. Kedua, Islam juga memberi kemungkinan beserta orang tua
(minimal dengan ibu) pewaris yang mati tanpa keturunan sebagai ahli waris.
Suami isteri saling mewarisi. Ketiga, satu hal yang bertolak belakang denga 6
tradisi Arab Jahiliyah yang menjadikan isteri sebagai salah satu bentuk harta
warisan.
Hikmah kewarisan yang lain ialah karena kewarisan berkaitan
langsung dengan harta benda yang apabila tidak diberikan ketentuan-
ketentuan (rincian bagian) sangat mudah menimbulkan sengketa di antara
ahli waris. Proses kewarisan itu memiliki hikmah yang cukup penting bagi
kehidupan muslim antara lain:
1. Sebagai sarana pencegahan kesengsaraan atau kemiskinan ahli waris.
Hal ini terlihat bahwa dalam sistem kewarisan Islam memberi bagian
sebanyak mungkin ahli waris dan kerabat. Bukan saja anak-anak
pewaris, tetapi juga orang tua, suami dan isteri, saudara-saudara bahkan
cucu, kakek atau nenek. Bahkan dalam proses pembagian harta pun
diajarkan agar ahli waris memberi atau menyedekahkan bagi orang-
orang miskin dan yatim yang hadir saat pembagian warisan, khususnya
di antara kerabat (Q.S. Al-Nisa>’: 8), serta menyedekahkan harta
peninggalan melalui lembaga wasiat, baik kepada kerabat seperti ibu
bapak dan di luar kerabat juga kepada isteri untuk menjaga
kesejahteraannya (QS. al-Baqarah : 180 dan 240). (HR. Ahmad dan Abu
Daud).
2. Sebagai sarana pencegahan dari kemungkinan penimbunan harta
kekayaan yang dilarang oleh agama (QS. al-Nisa>’ ayat 37). Setiap 7
muslim diajarkan agar berwasiat dan memberikan sebagian harta
peninggalan kepada orang miskin. Islam menghendaki harta kekayaan
itu berputar bukan saja di antara masyarakat umum. Hal ini berbeda
dengan sistem kapitalis, di mana individu mempunyai hak menguasai
harta kekayaan, tanpa adanya aturan moral yang membatasi
pertimbangan kemasyarakatan dalam upaya menyalurkan dan
menyalagunakan kekayaan. Akibatnya terjadi dua hal yang saling
berbeda. Di mana pada satu pihak orang-orang miskin semakin terlantar
karena tidak ada tumpuan atau institusi sebagai tempat bergantung,
sedang di pihak lain terjadi penimbunan atau monopoli dari orang-orang
yang memiliki harta kekayaan.
3. Sebagai motivator bagi setiap muslim untuk berusaha dengan giat
mencari rejeki yang halal dan berkecukupan. Dalam Islam nilai usaha
sangat ditekankan karena Allah akan memberi rejeki sesuai dengan yang
diupayakan manusia (Al-Najm :39). Dengan adanya semangat dan etos
kerja, manusia akan mampu meningkatkan kesejahteraan diri sendiri dan
keluarga. Sehingga ketika mereka meninggal akan memiliki kebanggaan
karena mampu memberi harta warisan kepada yang ditinggalkan.

Bahkan Ismail Muhammad Syah, menyebutkan hikmah dalam


kehidupan keluarga, Islam memandang bahwa pembagian harta peninggalan
kepada yang berhak mewarisi mewujudkan hubungan kasih sayang antar 8
keluarga untuk menanggung dan saling menolong dalam kehidupan sesama
keluarga. Karena itu dalam pembagian harta peninggan itu harus didasari
dengan keimanan kepada Allah dan kepatuhan dengan ikhlas terhadap
ajaran-ajaran Allah seperti termaktub di dalam al-Qur’an, dengan pembagian
harta peninggalan tersebut yang berdasarkan ajaran Allah akan digunakan
untuk memenuhi material antar keluarga

2.5 Perilaku Yang Dapat Diambil Dalam Proses Pembagian


Harta Waris
???

Anda mungkin juga menyukai