Bab Sholat Muhammadiyah
Bab Sholat Muhammadiyah
Tugas Al-Islam
Faturrachman Mochammad | 2019470089
TEKNIK INFORMATIKA
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Alhamdulillah was
sholatu was salamu ‘ala rasulillah wa ba’ad.
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu
Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
penulis, sehingga makalah yang berjudul “Sholat menurut Muhammadiyah” dapat
tersusun dengan baik dan dapat disajikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan maupun pengkajiannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari berbagai pihak yang sifat-sifatnya membangun sangat di
harapkan, demi untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Demi kelancarannya mengerjakan tugas ini saya ucapkan terima kasih
kepada Kedua orang tua saya yang telah memberikan motivasi dan
semua teman – teman yang ikut membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa melimpahkan rahmat dan
taufiqnya kepada kita semua, dan akhirnya mudah-mudahan makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Allahumma aamiin ya robbal ‘alamin.
Jakarta, 14 Maret 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II HAKIKAT SHALAT
Hakikat Sholat
BAB II MENGAPA ALLAH MEWAJIBKAN SHOLAT
Mengapa harus Sholat
BAB II TUJUAN DAN FUNGSI SHOLAT
Tujuan dan Fungsi Sholat
BAB II AKHLAK DALAM SHOLAT
Akhlak dalam Sholat
BAB II HIKMAH SHOLAT
Hikmah Sholat
BAB II MAKNA SPIRITUAL SHOLAT
Makna Spiritual Sholat
BAB II ANCAMAN MENINGGALKAN SHOLAT
PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat merupakansalah satuibadah wajib bagi umat muslimdan
shalat merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dengan
Tuhan-Nya sebagai suatu bentuk ibadah yang di dalamnya
terdapatsebuah amalan yang tersusun dari beberapa ucapandan
perbuatan yang diawalidengan takbiratul ikhramdan diakhiri dengan
salam, dan dilakukan sesuai dengan syarat maupunrukun shalat yang
telah ditentukan.
B. Rumusan Masalah
Banyak kita temukan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang
keutamaan ibadah shalat. Akan tetapi, sungguh mengherankan ketika
kita jumpai kaum muslimin yang tidak mengetahui atau pura-pura tidak
tahu tentang keutamaan dan kedudukan ibadah shalat sehingga
melalaikannya. Bagi sebagian kaum muslimin, shalat adalah ibadah yang
paling tidak menarik, merepotkan, dan melelahkan. Jadilah mereka tidak
mendirikan shalat, tidak menyisihkan waktu untuk mendirikan shalat,
bahkan terkadang mengejek saudaranya yang perhatian dengan shalat,
atau menjadikan shalat sebagai bahan gurauan dan candaan.
C. Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini agar pembaca dapat mengetahui dan
menambah ilmu tentang sholat.
BAB II
HAKIKAT SHOLAT
A. Hakikat Sholat
Ibnul Qoyyim rahimahullah menguraikan hakikat shalat, “Tidak
dapat diragukan bahwa shalat merupakan perkara yang sangat
menggembirakan hati bagi orang-orang yang mencintainya dan
merupakan kenikmatan ruh bagi orang-orang yang mengesakan Allah,
puncak keadaaan orang-orang yang jujur dan parameter keadaan
orang-orang yang meniti jalan menuju kepada Allah. Shalat merupakan
rahmat Allah yang dianugerahkan kepada hamba-Nya, Allah memberi
petunjuk kepada mereka untuk bisa melaksanakannya dan
memperkenalkannya sebagai rahmat bagi mereka dan kehormatan bagi
mereka, supaya dengan shalat tersebut mereka memperoleh kemulian
dari-Nya dan keberuntungan karena dekat dengan-Nya. Allah tidak
membutuhkan mereka (dalam pelaksanaan shalat), namun justru
(hakikatnya shalat tersebut) merupakan anugerah dan karunia Allah
untuk mereka. Dengan shalat, hati seorang hamba dan seluruh anggota
tubuh beribadah. (Dalam shalat),Allah menjadikan bagian (anugerah)
untuk hati lebih sempurna dan lebih besar, yaitu berupa (hati bisa)
menghadap kepada Rabb nya Subhanahu, bergembira dan merasakan
kelezatan berdekatan dengan-Nya, merasakan nikmat dengan
mencintai-Nya, riang gembira menghadap kepada-Nya, tidak berpaling
kepada selain-Nya saat beribadah (shalat) serta menyempurnakan
hak-hak peribadatan kepada-Nya, sehingga ibadahnya sesuai dengan apa
yang Dia ridhoi” (Dzauqush Shalah, Ibnul Qoyyim. Hal. 8).
B. Kelalaian hati diantara shalat yang satu dengan shalat yang lain
BAB III
MENGAPA ALLAH MEWAJIBKAN SHOLAT
Allah Ta’ala b
erfirman,
Di dalam ayat ini terdapat sepuluh hak yang wajib kita tunaikan. Oleh
karena itu, ayat ini disebut dengan “huquuqul ‘asyroh” (hak-hak yang
berjumlah sepuluh), yaitu hak Allah Ta’ala, h
ak kedua orang tua, dan
seterusnya sampai dengan hak hamba sahaya (budak). Dalam ayat ini,
Allah Ta’ala m
emulai dengan menyebutkan hak-Nya, yaitu (yang
artinya),”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun.” Ini adalah bukti bahwa tauhid merupakan perintah
Allah Ta’ala y ang pertama kali diserukan kepada seseorang dan
merupakan kewajiban terbesar seorang hamba dalam sepanjang
hidupnya, sebelum menunaikan kewajiban yang lainnya.
Allah Ta’ala b
erfirman,
ِﻼ ُﻫ َﻤﺎ َﻓ َﻼ َﺗُﻘ ْﻞ ﻟَ ُﻬ َﻤﺎ أُ ﱟ
ف َ ُﻫ َﻤﺎ أَ ْو ﻛ
ُ َك اﻟْ ِﻜَﺒ َﺮ أَ َﺣﺪ
َ ﱡﻚ أَ ﱠﻻ َﺗ ْﻌُﺒﺪُوا إ ﱠﻻ إﯾﱠﺎ ُه َوﺑﺎﻟْ َﻮاﻟِ َﺪﯾْﻦ إ ْﺣ َﺴﺎًﻧﺎ إ ﱠﻣﺎ َﯾﺒْﻠُ َﻐ ﱠﻦ ِﻋﻨْﺪ
َ ﻀﻰ َرﺑ
َ َو َﻗ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
(23) َو َﻻ َﺗﻨْ َﻬ ْﺮ ُﻫ َﻤﺎ َو ُﻗ ْﻞ ﻟَ ُﻬ َﻤﺎ َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻛ ِﺮﯾ ًﻤﺎ
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala juga memulai dengan perintah bertauhid.
Dan sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa tauhid adalah perintah Allah
Ta’ala yang terbesar.
Dalam ayat ini terdapat lima wasiat bagi seorang hamba. Yaitu
mentauhidkan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, tidak
membunuh anak-anak kita, tidak boleh mendekati perbuatan keji, dan
tidak membunuh jiwa yang Allah Ta’ala k ecuali dengan alasan yang
dapat dibenarkan (Lihat Al-Qoulul Mufiid, 1 /20, karya Syaikh Ibnu
‘Utsaimin). Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memulai wasiat-Nya dengan
perintah untuk bertauhid.
C. Shalat adalah tiang agama dan agama seseorang tidak tegak kecuali
dengan menegakkan shalat.
BAB IV
TUJUAN DAN FUNGSI SHOLAT
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperumpamakan shalat
dengan perumpamaan yang sangat indah, yang menunjukkan bahwa ia
adalah sebuah kebutuhan dan kegembiraan hati orang-orang yang
beriman, karena dengannya Allah menghapuskan dosa hamba-Nya.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ َ ِ ﻣَﺎ ﺗَﻘُﻮل ذَﻟ، ﯾَﻐْﺘَِﺴﻞُ ﻓِﯿ ِﻪ ﻛُﻞﱠ ﯾَﻮْم ﺧَﻤْﺴًﺎ، ْﺎب أَﺣَ ِﺪﻛُﻢ
ﻻَ ﯾُﺒْﻘِﻰ: ﻗَﺎﻟﻮا.« ﻚ ﯾُﺒْﻘِﻰ ِﻣﻦْ دَرَﻧِ ِﻪ ؟ ُ َ َ َ
ِ َأرَأﯾْﺘُﻢْ ﻟَﻮْ أنﱠ ﻧَﻬَﺮًا ﺑِﺒ
ٍ
ﯾَﻤْﺤُﻮ اﷲﱠُ ﺑِﻬَﺎ اﻟْﺨَﻄَﺎﯾَﺎ، ﺲ ْ ِ َاﻟﺼﻠَﻮ
ِ ْات اﻟﺨَﻤ ﻚ ﻣﺜﻞ ﱠ َ ِ » ﻓَﺬَﻟ:َ ﻗَﺎل. ِﻣﻦْ دَرَﻧِ ِﻪ ﺷَﯿْﺌًﺎ
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah
seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari
lima kali, menurut Anda, apakah itu akan menyisakan kotorannya ? Para
sahabat menjawab, ‘Tidak menyisakan sedikit pun kotorannya.’ Beliau
bersabda, ‘Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya
Allah menghapuskan dosa-dosa (hamba-Nya)’” (HR. Bukhari no. 528 dan
Muslim no. 667).
Oleh karena itu, pantas jika shalat yang dilakukan dengan baik bisa
mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar.
Allah Ta’ala berfirman,
ٰ ﻋَ ِﻦ اﻟْﻔَﺤْﺸَﺎ ِء وَاﻟْﻤُﻨْﻜَ ِﺮاﻟﺼ َﻼةَ ﺗَﻨْﻬَﻰ
إِنﱠ ﱠ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar” (Al-‘Ankabuut:45).
Shalat memang membuahkan ketakwaan, karena mendorong pelakunya
untuk senantiasa ingat Allah dari waktu ke waktu, di tengah-tengah
kesibukannya dengan dunia dan di tengah-tengah kelalaian serta
kegersangan hatinya, Allah Ta’ala berfirman,
وَأَﻗِ ِﻢ ﱠ
اﻟﺼ َﻼةَ ﻟِ ِﺬﻛْ ِﺮي
“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Thaha:14).
Barangsiapa yang mampu memahami dan menghayati dengan baik
lautan mutiara hakikat ibadah shalat, maka shalat dipandangannya
menjadi suatu aktifitas yang sangat menyenangkan dan ini terjadi pada
diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
ﺟﻌﻠﺖ ﻗُﺮﱠة ﻋَﯿْﻨﻲ ﻓِﻲ ﱠ
اﻟﺼ َﻼة
Dijadikan sesuatu yang paling menyenangkan hatiku ada pada saat
mengerjakan shalat. (HR. An-Nasaa`i dan Ahmad dan selain keduanya.
Hadits Shahih).
BAB V
AKHLAK DALAM SHOLAT
A. Meraih Khusyu’
Khusyu’ dalam ibadah kedudukannya seperti ruh/jiwa dalam tubuh
manusia1, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa khusyu’ adalah ibarat
tubuh tanpa jasad alias mati.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala memuji para Nabi dan Rasul
Shallallahu’alaihi Wasallam dengan sifat mulia ini, yang mereka adalah
hamba-hamba-Nya yang memiliki keimanan yang sempurna dan selalu
bersegera dalam kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:
ِ َات وَﯾَﺪْﻋُﻮﻧَﻨَﺎ رَﻏَﺒًﺎ وَرَﻫَﺒًﺎ وَﻛَﺎﻧُﻮا ﻟَﻨَﺎ ﺧ
َﺎﺷ ِﻌﯿﻦ ِ َﺎرﻋُﻮنَ ﻓِﻲ اﻟْﺨَﯿْﺮ ِ َإِﻧﱠﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮا ﯾُﺴ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu)
berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu’ (dalam beribadah)” (QS al-Anbiyaa’: 90).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang shaleh
dengan sifat-sifat mulia yang ada pada mereka, di antaranya sifat
khusyu’:
وَ ﱠ ﺎت
َاﻟﺼﺎﺑِ ِﺮﯾﻦ ِ َاﻟﺼﺎ ِدﻗ
وَ ﱠ َاﻟﺼﺎ ِدﻗِﯿﻦ وَ ﱠ ﺎت ِ َوَاﻟْﻘَﺎﻧِﺘ َوَاﻟْﻘَﺎﻧِﺘِﯿﻦ ﺎتِ َوَاﻟْﻤُﺆْ ِﻣﻨ َوَاﻟْﻤُﺆْ ِﻣﻨِﯿﻦ ﺎت
ِ َوَاﻟْﻤُﺴْﻠِﻤ َاﻟْﻤُﺴْﻠِ ِﻤﯿﻦ إِنﱠ
ْﻓُﺮُوﺟَﻬُﻢ َوَاﻟْﺤَﺎﻓِ ِﻈﯿﻦ ﺎت وَ ﱠ َاﻟﺼﺎﺋِ ِﻤﯿﻦ
ِ َاﻟﺼﺎﺋِﻤ وَ ﱠ ﺎت ِ َﺼﺪﱢﻗَ َوَاﻟْﻤُﺘ َﺼﺪﱢﻗِﯿﻦ َ َوَاﻟْﻤُﺘ ﺎت
ِ َﺎﺷﻌ ِ َوَاﻟْﺨ َﺎﺷ ِﻌﯿﻦ
ِ َوَاﻟْﺨ ات
ِ َاﻟﺼﺎﺑِﺮ وَ ﱠ
ات أَﻋَﺪﱠ اﷲﱠُ ﻟَﻬُﻢْ ﻣَﻐْﻔِﺮَةً وَأَﺟْﺮًا ﻋَ ِﻈﯿﻤًﺎ
ِ َاﷲَ ﻛَﺜِﯿﺮًا وَاﻟﺬﱠا ِﻛﺮﺎت وَاﻟﺬﱠا ِﻛﺮﯾﻦَ ﱠ
ِ ِ َوَاﻟْﺤَﺎﻓِﻈ
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS
al-Ahzaab: 35).
Bahkan Allah Ta’ala menjadikan sifat agung ini termasuk ciri utama
orang-orang yang sempurna imannya dan sebab keberuntungan
mereka2, dalam firman-Nya:
َ اﻟﱠِﺬﯾﻦَ ﻫُﻢْ ﻓِﻲ،َﻗَﺪْ أَﻓْﻠَﺢَ اﻟْﻤُﺆْ ِﻣﻨُﻮن
ِ َﺻﻼﺗِ ِﻬﻢْ ﺧ
َﺎﺷﻌُﻮن
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)
orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (QS al-Mu’minuun: 1-2)”.
BAB VI
HIKMAH SHOLAT
D. Pelaku shalat disifati sebagai seorang muslim yang beriman dan
bertaqwa
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kitab (Al Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka
yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
(QS. Al Baqarah: 2-3)
E. Akan mendapat ampunan dan pahala yang besar dari Allah
BAB VIII
ANCAMAN MENINGGALKAN SHOLAT
Di awal telah dijelaskan bahwa shalat merupakan tiang agama dan
merupakan pembeda antara muslim dan kafir. Lalu bagaimanakah
hukum meninggalkan shalat itu sendiri, apakah membuat seseorang itu
kafir?
Perlu diketahui, para ulama telah sepakat (baca: ijma’) bahwa dosa
meninggalkan shalat lima waktu lebih besar dari dosa-dosa besar
lainnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum
muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan
sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari
dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan
minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat
hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia
dan akhirat. ”
Kasus pertama: Meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya
sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, ‘Sholat oleh, ora sholat
oleh.’ [Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak
apa-apa]. Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum
wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada
perselisihan di antara para ulama.
PENUTUP