WADUK SADAWARNA
Kecamatan Surian
KABUPATEN SUMEDANG
dan
Kecamatan Cibogo
KABUPATEN SUBANG
JULI 2015
RISALAH RAPAT TIM TEKNIS KOMISI PENILAIAN AMDAL PEMBAHASAN PERBAIKAN
DOKUMEN ANDAL, RKL DAN RPL RENCANA PEMBANGUNAN WADUK SADAWARNA
SELASA, 2 DESEMBER 2014
20 Peta RTRW Kabupaten Subang Sudah disatukan pada Gambar 1.5. ANDAL
dan RTRW Kabupaten
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xv
LAMPIRAN xvii
DAFTAR ISTILAH xviii
BAB I PENDAHULUAN I-1
1.1. DeskripsiRencana Kegiatan I-1
1.1.1. Latar Belakang I-1
1.1.2. Tujuan I-2
1.1.3. Status Studi AMDAL I-5
1.1.4. Deskripsi Umum Bendungan Sadawarna I-5
1.1.4.1. Ringkasan Deskripsi Teknis I-5
1.1.4.1.a. Umum I-5
1.1.4.1.b. Manfaat I-7
1.1.4.1.c. Hidrologi I-7
1.1.4.1.d. Reservoar I-7
1.1.4.1.e. Bendungan Utama/Main Dam I-8
1.1.4.1.f. Bendungan Pelana ( Sadle Dam ) I-8
1.1.4.1.g. Sistem Pengelakan/(Diversion I-8
1.1.4.1.h. Coffer Dam Hulu I-8
1.1.4.1.i. Coffer Dam Hilir I-9
1.1.4.1.j. Spillway/Pelimpah I-9
1.1.4.1.k. Peredam Energi untuk Spillway I - 10
1.1.4.1.l. Bottom Outlet (Ex. Diversion) I - 10
1.1.4.1.m. Intake Irigasi No-1 (kanan) I - 11
1.1.4.1.n. Intake Irigasi No-2 (kiri) I - 11
1.1.4.1.o. Jembatan I -11
1.1.4.2. Tata Letak Bangunan Utama waduk Sadawarna I - 13
1.1.5. Lokasi Kegiatan dan Kesesuaiannya dengan Tata Ruang Setempat I - 13
1.1.6. Tahapan Rencana Kegiatan I – 16
1.1.6.1. Tahap Pra Konstruksi I – 16
ii
1.1.6.1.1. Survey dan Pengukuran Tapak I – 16
1.1.6.1.2. Pembebasan Lahan I – 16
1.1.6.1.2.a. Lahan Milik Masyarakat yang Terbebaskan I – 16
1.1.6.1.2.b. Guna Lahan yang Terbebaskan I –18
1.1.6.1.2.c. Bangunan Aset Publik Terkena Proyek I –24
1.1.6.1.2.d. Penanganan Pembebasan Lahan Masyarakat I –25
1.1.6.1.2.e. Penanganan Relokasi Penduduk I – 26
1.1.6.1.2.f. Strategi Pemulihan Pendapatan (Rekayasa Sosial) I – 31
1.1.6.1.2.g. Penanganan Pengadaan dan Pembebasan Lahan yang I –32
Dikuasai oleh BUMN (Lahan PT Dahana dan PT
Perhutani).
1.1.6.1.2.h. Penanganan Pembebasan Lahan milik Desa I –35
1.1.6.2. Tahap Konstruksi I –36
1.1.6.2.1. Mobilisasi Tenaga Kerja Konstruksi I –37
1.1.6.2.2. Aktivitas Kantor Lapangan dan Base Camp I –38
1.1.6.2.3. Mobilisasi Alat Berat dan Material Konstruksi I –40
1.1.6.2.4. Pembangunan Jalan Akses Baru I –41
1.1.6.2.5. Konstruksi Terowongan Pengelak I –44
1.1.6.2.6. Pengoperasian Terowongan Pengelakan I –45
1.1.6.2.7. Persiapan Material (Penggalian Bahan Tanah, Pasir dan I –46
Kerikil dan Penggalian Batu (Borrow dan Quarries)
1.1.6.2.7.a. Material Batu I –48
1.1.6.2.7.b. Material Pasir I –48
1.1.6.2.7.c. Material Tanah I –49
1.1.6.2.7.d.Upaya Pengelolaan Lingkungan di lokasi I –50
Quarry dan Borrow Area
1.1.6.2.8. Konstruksi Bendungan Utama dan Bangunan Pelengkap I –51
1.1.6.2.8.a. Penimbuhan Percobaan I –52
1.1.6.2.8.b. Penimbunan Tubuh Bendungan/Pembuatan I –53
Lereng Udik Bendungan
1.1.6.2.8.c. Pemberian Hamparan Pelindung di Atas Lereng I –54
Udik Bendungan
1.1.6.2.8.d. Pemasangan Instrumentasi Bendungan untuk I –54
Evaluasi Keamanan Bendungan
1.1.6.2.8.e. Upaya Pengendalian Erosi Saat Konstruksi I –56
1.1.6.2.8.f. Pengelolaan Buangan Konstruksi (Dumping Area) I –57
iii
1.1.6.2.8.g. Pengelolaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja I –57
1.1.6.2.9. Konstruksi Bangunan Pengambilan (Intake) I –60
1.1.6.3. Tahap Operasional I –61
1.1.6.3.1. Pengisian Awal Waduk I –61
1.1.6.3.2. Operasional dan Pemeliharaan Bendungan I –62
1.1.6.3.2.a. Pengoperasian Bendungan I –62
1.1.6.3.2.b. Pemeliharaan Waduk dan Bangunan Pelengkap I –63
1.1.6.3.2.c. Organisasi Operasi dan Pemeliharaan Waduk I –68
1.1.6.3.2.d. Rencana Pengelolaan DAS Waduk Sadawarna I –70
1. Penjelasan Mengenai Umur Waduk
2. Potensi Erosi, Sedimentasi, dan Rencana
Pengelolaan DAS Waduk Sadawarna
1.1.6.4. Kegiatan Tahap Pasca Operasi I –77
1.1.6.4.1. Pemanfaatan bangunan bendungan dan penunjangnya I –77
setelah tidak beroperasi
1.1.6.4.2. Pemanfatan daerah genangan setelah bendungan tidak I –77
dioperasikan
1.1.7. Kegiatan Lain yang Ada di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan I -77
1.1.7.1. Kawasan Pertanian I –77
1.1.7.2. Kawasan Permukiman I –78
1.1.7.3. Kawasan Hutan Produksi I –78
1.1.7.4. Kegiatan PT Dahana (Persero) I –78
iv
BAB II RONA LINGKUNGAN HIDUP II - 1
2.1. Komponen Fisik – Kimia II - 1
2.1.1. Iklim dan Kondisi Meteorologi II - 1
2.1.2. Kualitas Udara dan Kebisingan II – 3
2.1.3. Tata Guna Lahan II – 6
2.1.4. Aksesilibitas II – 11
2.1.4.1. Jalan Akses Masyarakat II – 11
2.1.4.2. Kondisi Fisik Jalan dan Jembatan II – 11
2.1.5. Geologi II - 12
2.1.5.1. Fisiografi II - 12
2.1.5.2. Geomorfologi II – 17
2.1.5.3. Tataan Stratigrafi Daerah Studi II – 18
2.1.5.4. Struktur Geologi Regional II – 19
2.1.5.5. Stratigrafi Rencana Tapak Bendungan II – 19
a. Geologi Rencana Tapak Bendungan II – 19
b. Geologi Rencana Terowongan Pengelak II – 21
c. Geologi Rencana Bangunan Pelimpah II – 21
v
2.3.1.1. Luas Wiayah dan Kepadatan Penduduk II – 72
2.3.1.2. Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan II – 73
2.3.1.3. Tingkat Pendidikan Penduduk II – 74
2.3.1.4. Mobilitas ke Luar Desa II – 74
2.3.2. Sosial Ekonomi II – 77
2.3.3. Rencana Pembebasan Lahan II – 79
2.3.3.1. Profil Kelompok Orang Terkena Dampak II – 81
2.3.3.1.1. Jenis Matapencaharian Orang Terkena Dampak II – 81
2.3.3.1.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur II -82
2.3.3.1.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan II – 83
2.3.3.1.4. Kompsisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan II – 83
2.3.3.2. Ringkasan Rencana Tindak Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali 85
di Waduk Sadawarna
2.3.4. Sosial Budaya II – 86
2.3.4.1. Ikatan Sosial dan Partisipasi Kelembagaan Masyarakat II – 85
2.3.4.2. Peninggalaan Bersejarah/Arkeologis II – 90
2.3.5. Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Bendungan Sadawarna II – 91
2.3.6. Komponen Kesehatan Masyarakat II – 93
vi
3.3.3.3. Peningkatan Kebisingan III- 22
3.3.3.4. Kerusakan Jalan (Pengurangan Masa Layan Jalan) III - 25
3.3.3.5. Keresahan Masyarakat III - 29
3.4. Tahap Operasional III – 31
3.4.1. Pengisian Awal Waduk III – 31
3.4.1.1. Penurunan Keanekaan Jenis Flora Teresterial III - 31
3.4.1.2. Migrasi Fauna Teresterial III - 33
3.4.1.3. Penurunan Stabilitas Lereng Sempadan Waduk III - 35
3.4.1.4. Terputusnya Aksesibiltas Masyarakat III - 37
3.4.1.5. Berkurangnya Kuantitas Aliran Air di Hilir Bendungan II - 39
3.4.2. Operasional dan Pemeliharaan Bendungan dan Fasilitas Penunjangnya III – 45
3.4.2.1. Perubahan Komposisi Penyusun Komunitas Biota Air III - 45
3.4.2.2. Perkembangan Wilayah III - 49
3.4.2.3. Gangguan Keamanan untuk Kegiatan PT Dahana III - 52
3.4.2.4. Peningkatan Produktivitas Pertanian III - 54
3.4.2.5. Konflik Kepentingan Pemanfaatan Air Waduk III - 57
vii
Bawaan Air
viii
Kuantitas Aliran Air di Hilir Bendungan
4.5.2.3.3. Dampak penting yang dikelola : Perubahan Komposisi IV - 26
Penyusun Komunitas Biota Air – Perkembangan Wilayah
4.5.3. Pendekatan Institusional IV – 26
4.5.3.1. Pendekatan Institusional untuk Pengelolaan Dampak IV – 26
Tahap Pra Konstruksi
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Status Kepemilikan Lahan Terbebaskan I – 17
Tabel 1.2. Luas lahan Terkena Proyek Berdasarkan Tata Guna Lahan Per Desa I - 19
Tabel 1.3. Perkiraan Luas Lahan Milik Masyarakat dan Jumlah KK yang I – 22
Terendam oleh Waduk Sadawarna
Tabel 1.4. Fasilitas Umum dan Sosial yang akan Dibebaskan I - 24
Tabel 1.5. Bentuk Ganti Rugi Yang Diinginkan Oleh Masyarakat I - 27
Tabel 1.6. Proyeksi Jumlah dan Komposisi Tenaga Kerja Konstruksi I – 37
Pembangunan Waduk Sadawarna
Tabel 1.7. Jenis, Jumlah dan Nama Alat Berat yang Digunakan Dalam I - 39
Pembangunan Waduk Sadawarna
Tabel 1.8. Volume Material Tanah Timbunan, Pasir, Kerikil dan Batu Boulders I – 40
yang Dibutuhkan Dalam Pembangunan Waduk Sadawarna
Tabel 1.9. Lokasi Jalan Akses Kendaraan Pengangkut Material yang Melintasi I – 41
Rumah Penduduk beserta Rekapitulasi Ritasi Per Hari
Tabel 1.10. Daftar Prosedur Kesehatan dan Keselataman Kerja (K3) untuk I –45
Konstruksi Terowongan pada Bendungan
Tabel 1.11. Lokasi dan Ketersediaan Volume Material I – 46
Tabel 1.12. Daftar Prosedur Kesehatan dan Keselataman Kerja (K3) untuk I – 58
Konstruksi Bendunganberdasarkan SK Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah No. 384 Tahun 2004
Tabel 1.13. Rencana Jadwal Kegiatan Bendungan Sadawarna I - 80
Tabel 1.14. Ringkasan Pelingkupan Dampak Penting Hipotetik dari Rencana I – 87
Pembangunan Waduk Sadawarna serta Batas Waktu Kajian Studi
AMDAL
Tabel 1.15. Hasil Evaluasi Dampak Penting Hipotetik dari Rencana I – 101
Pembangunan Waduk Sadawarna
Tabel 2.1. Stasiun Meteorologi yang Dipilih sebagai Sumber Pengambilan Data II - 1
Iklim
Tabel 2.2. Rata-Rata Jumlah Hari Hujan Bulanan II - 2
Tabel 2.3. Ciri-ciri Iklim pada Kawasan Pengerjaan Proyek II - 2
Tabel 2.4. Hasil Uji Kualitas Udara dan Kebisingan di Lokasi Studi II - 5
x
Tabel 2.5. Penggunaan Lahan di Wilayah Studi II - 7
Tabel 2.6. Kondisi Eksisting Jalan Akses Masyarakat II - 13
Tabel 2.7. Evaluasi Kestabilan Lereng Bendungan Sadawarna II - 27
Tabel 2.8. Resume Debit Puncak Hidrograph Banjir Hasil Perhitungan II – 33
Berbagai Metoda
Tabel 2.9. Kualitas Air Permukaan S.Cipunegara di Wilayah Studi AMDAL II – 40
Waduk Sadawarna
Tabel 2.10. Kualitas Air Tanah di sekitar rencana As Bendungan Sadawarna di II - 42
S.Cipunegara
Tabel 2.11. Keanekaragaman Vegetasi Kebun Jati di Daerah Rencana Genangan II – 45
dan Sekitar Daerah Rencana Genangan Waduk Sadawarna
Tabel 2.12. Analisis Vegetasi di Kebun Jati untuk Tingkat Pohon II – 45
Tabel 2.13. Analisis Vegetasi di Kebun Jati untuk Tingkat Tiang II – 46
Tabel 2.14. Analisis Vegetasi di Kebun Campuran untuk Tingkat Pancang II – 46
Tabel 2.15. Vegetasi Sawah di Daerah Rencana Genangan dan Sekitar II – 48
DaerahRencana GenanganWaduk Sadawarna
Tabel 2.16. Vegetasi Kebun Campuran di Daerah Rencana Genangan dan Sekitar II – 49
DaerahRencana GenanganWaduk Sadawarna
Tabel 2.17. Analisis Vegetasi di Kebun Campuran untuk Tingkat Pohon II – 50
Tabel 2.18. Analisis Vegetasi di KebunCampuranuntuk Tingkat Tiang II – 51
Tabel 2.19. Analisis Vegetasi di Kebun Campuran untuk Tingkat Pancang II – 51
Tabel 2.20. Vegetasi Pekarangan di Daerah Rencana Genangan dan Sekitar II – 52
DaerahRencana GenanganWaduk Sadawarna
Tabel 2.21. Vegetasi Tepi Sungai di Daerah Rencana Genangan dan II – 54
SekitarDaerahRencana GenanganWaduk Sadawarna
Tabel 2.22. Jenis Fauna Binaan yang Ditemukan di Wilayah Studi II – 55
Tabel 2.23. Daftar Jenis Avifauna dan Status Perlindungannya II – 59
Tabel 2.24. Indeks Keanekaragaman Jenis Avifauna di Wilayah Studi II – 61
Tabel 2.25. Daftar Jenis Mammalia dan Status Perlindungannya II – 63
Tabel 2.26. Daftar Jenis Reptil dan Status Perlindungannya II – 64
Tabel 2.27. Daftar Jenis Amfibi dan Status Perlindungannya II – 64
Tabel 2.28. Keanekaragaman Jenis Plankton di Wilayah Studi II – 66
Tabel 2.29. Keanekaragaman Jenis Benthos di Wilayah Studi II – 68
Tabel 2.30. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Ikan di Wilayah Studi II – 70
Tabel 2.31. Dokumentasi Ikan Hasil Tangkapan II – 71
Tabel 2.32. Luas dan Kepadatan Penduduk II – 73
xi
Tabel 2.33. Luas Pemanfaatan Lahan II – 73
Tabel 2.34. Jenis-jenis Pekerjaan Penduduk II – 74
Tabel 2.35. Kondisi Pendidikan Penduduk II – 75
Tabel 2.36. Pola Mobilitas Penduduk Ke Luar Desa II – 75
Tabel 2.37. Tujuan dan Frekuensi Serta Penggunaan Sarana untuk Mobilitas ke II – 76
Luar Desa
Tabel 2.38. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Budidaya Tanaman Padi II – 78
Sawah di Desa-desa Wilayah Studi
Tabel 2.39. Perkiraan Luas dan Jenis Lahan Milik Masyarakat untuk Waduk II – 80
Sadawarna
Tabel 2.40. Kategori Orang Terkena Dampak Berdasarkan Jenis Asset Tanah II – 80
Tabel 2.41. Jumlah Bidang dan Luas Bangunan Yang Dimiliki OTD Waduk II – 81
Sadawarna
Tabel 2.42. Kepala Keluarga Berdasarkan Mata Pencaharian Utama II -81
Tabel 2.43. Komposisi Penduduk Kelompok Penggarap II – 82
Berdasarkan Struktur Umur
Tabel 2.44 Komposisi Kepala Keluarga Berdasarkan Tingkat Pendidikan II - 83
Tabel 2.45. Tingkat Pendapatan Penduduk II – 84
Tabel 2.46. Prosentase Sumber-sumber Penghasilan Penduduk II - 85
Tabel 2.47. Frekuensi Kunjungan Kepada Tetangga dan Kerabat II – 87
Tabel 2.48. Alasan Responden Berkunjung Kepada Tetangga Atau Kerabat II – 88
Tabel 2.49. Alasan Responden Tidak Berkunjung Kepada Tetangga dan Kerabat II – 88
Tabel 2.50. Jenis -jenis Organisasi Sosial yang Diikuti Oleh Penduduk II – 89
Tabel 2.51. Persepsi Masyarkat Terhadap Rencana Pembangunan Bendungan II – 92
Sadawarna
Tabel 2.52. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Cibogo Tahun 2012 II – 94
Tabel 2.53. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Surian 2013 II – 94
Tabel 2.54. Kondisi Sanitasi Penduduk II – 95
Tabel 3.1. Dampak Penurunan Pendapatan Petani Akibat Pembebasan Lahan III - 3
Tabel 3.2. Analisis Perbandingan Dampak Positif Dan Dampak Negatif dari III - 4
Kegiatan Pertanian
Tabel 3.3. Prediksi Jumlah Peziarah Dengan dan Tanpa Keberadaan III - 9
Bendungan Sadawarna
Tabel 3.4. Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja III - 11
Tabel 3.5. Prakiraan Pendapatan Pekerja Konstruksi dari Penduduk Lokal III - 12
Tabel 3.6. Potensi Beban dan Debit Limbah Cair Domestik yang dihasilkan III - 15
xii
Pekerja Konstruksi Bendungan Sadawarna
Tabel 3.7. Prediksi Peningkatan Konsentrasi Partikulat (TSP) dari III - 20
KendaraanPengangkut Material Pada Tahap Konstruksi
Tabel 3.8. Prediksi Dampak Kebisingan III - 24
Tabel 3.9. Perhitungan Sisa Umur Rencana Ruas Jalan di Sekitar Lokasi III - 28
Bendungan
Tabel 3.10. Dampak Terputusnya Aksesibilitas Masyarakat terhadap Frekuensi III - 37
Bepergian Masyarakat
Tabel 3. 11. Dampak Terputusnya Aksesibilitas Masyarakat terhadap Kegiatan III - 38
Sosial Ekonomi
Tabel 3.12. Pembagian DAS Cipunagara III - 39
Tabel 3.13. Prediksi Peningkatan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas III - 55
Budidaya Tanaman Padi Sawah di Daerah Pemanfaat Waduk
Sadawarna
Tabel 3.14 Perkiraan perkembangan manfaat pengairan melalui peningkatan III - 55
luas panen sawah 6.000 Ha terhitung mulai tahun pertama
beroperasinya Waduk Sadawarna dengan tingkat produktivitas
sebesar 5,559 ton beras/ha/tahun
Tabel. 3.15. Kesenjangan Mengenai Wilayah Penerima Manfaat Waduk III - 58
Sadawarna antara Perencanaan Pemrakarsa dengan Perencanaan
RTRW Kabupaten Sumedang
Tabel 3.16. Ringkasan Analisis Dampak III - 60
Tabel 4.1. Pemetaan Kegiatan Penyebab Dampak dengan Komponen IV - 4
Lingkungan yang Terkena Dampak
Tabel 4.2. Analisis Dampak Yang Berinteraksi Dalam Ruang Dan Waktu IV - 11
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Skematik Diagram Daerah Irigasi yang Dilayani Oleh Waduk I-3
Sadawarna
Gambar 1.2. Daerah Layanan Waduk Sadawarna I–4
Gambar 1.3 Peta Orientasi Rencana Kegiatan Waduk Sadawarna I–6
Gambar 1.4. Tata Letak Bangunan Utama Bendungan Sadawarna I - 12
Gambar 1.5. Peta RTRW Kabupaten Subang dan Sumedang I - 14
Gambar 1.6 Situasi di Sekitar Lokasi Rencana As Bendungan Sadawarna I - 16
Gambar 1.7 Status Kepemilikan Lahan Terbebaskan I - 18
Gambar 1.8 Prosentase Luas Lahan Masyarakat yg Terendam Terhadap Luas I – 20
Total Wilayah Terendam
Gambar 1.9 Site Plan Wilayah terbebaskan untuk Genangan Waduk I - 20
Gambar 1.10 Lahan Terbebaskan untuk Waduk Sadawarna berdasakan I - 22
Administrasi
Gambar 1.11. Guna Lahan Eksisting dari Lahan yang Terkena Pembebasan I -23
Gambar 1.12 Rencana Penggantian Infrastruktur Aksesibilitas (Jalan, jembatan) I - 30
dan Rencana Relokasi Penduduk
Gambar 1. 13 Kondisi Topografi Rencana Jalan Akses Menuju Bendungan I - 43
Gambar 1.14 Lokasi Quarry dan Borrow Area dan Aksesibilitas Masyarakat I –47
Gambar 1.15. Posisi Cathment Area Waduk Sadawarna I - 73
Gambar 1.16. Potensi Erosi(ton/ha/thn) pada Kondisi Pengelolaan Buruk pada I –74
Cathment Area Waduk Sadawarna
Gambar 1.17. Potensi Erosi(ton/ha/thn) pada Kondisi Pengelolaan Baik pada I –75
Cathment Area Waduk Sadawarna
Gambar 1.18. Rencana Teknik RehabilitasiHutandan Lahan(RTK RHL) I - 76
Gambar 1.19. Diagram Ali Prakiraan Dampak Hipotetik Tahap Pra Konstruksi I –84
Gambar 1.20. Diagram Alir Prakiraan Dampak Hipotetik Tahap Konstruksi I –85
Gambar 1.21 Diagram Alir Prakiraan Dampak Hipotetik Tahap Operasional I –86
Gambar 1.22 Diagram Alir Pelingkupan I –109
Gambar 1.23 Batas Proyek I –115
Gambar 1.24 Batas Ekologis I –116
Gambar 1.25. Batas Sosial dan Administrasi I –117
xiv
Gambar 1.27. Batas Wilayah Studi AMDAL I –118
Gambar 2.1 Titik Sampling Rona Lingkungan Awal II - 4
Gambar 2.2. Peta Guna Lahan di Wilayah Studi II - 8
Gambar 2.3. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Subang II - 9
Gambar 2.4. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Sumedang II - 10
Gambar 2.5. Pembagian Fisiografi Jawa Barat II - 17
Gambar 2.6 Peta Geologi Daerah Studi dan Sekitarnya II-20
Gambar 2.7 Peta Hidrogeologi Daerah Studi II - 27
Gambar 2.8 Hidrograph DAS Cipunagara di lokasi Rencana Bendungan (Tr= II – 34
PMF)
Gambar 2.9 Hidrograph DAS Cipunagara di lokasi Rencana Bendungan (Tr= II – 35
1000)
Gambar 2.10 Hidrograph DAS Cipunagara di lokasi Rencana Bendungan (Tr=100) II – 36
Gambar2.11 Hidrograph DAS Cipunagara di lokasi Rencana Bendungan (Tr=2) II – 37
Gambar2.12. Peta Catchment Area Waduk Sadawarna II - 39
Gambar2.13 Kondisi Vegetasi Kebun Jati di Daerah Rencana Genangan dan II – 44
Sekitar Waduk Sadawarna
Gambar2.14. Kondisi Vegetasi Sawah di Daerah Rencana Genangan Waduk II – 47
Sadawarna
Gambar2.15. Kondisi Vegetasi Kebun Campuran di Daerah Rencana Genangan II – 49
Waduk Sadawarna
Gambar 2.16. Kondisi Vegetasi di Tepi Sungai Cipunagara II – 53
Gambar 2.17. Hewan Ternak di Wilayah Studi II – 56
Gambar 2.18. Pengamatan Fauna Terestrial di Wilayah Studi II – 58
Gambar 2.19. Pengambilan Sampel Plankton Benthos di Wilayah Studi II – 66
Gambar 2.20. Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon & Wienner Plankton Di II – 67
Wilayah Studi
Gambar 2.21. Pengambilan Sampling Nekton di Wilayah Studi II – 69
Gambar 3.1. Pembagian DAS Cipunagara III - 42
Gambar 3.2 Perbandingan FDC Hasil Perhitungan dan Pengamatan S. Cipunagara III – 43
di lokasi AWLR Kiara Payung
Gambar 3.3. Qrata-rata Perhitungan dan Pengamatan di AWLR Kiara Payung III – 43
Gambar 3.4 Q80 Perhitungan dan Pengamatan di AWLR Kiara Payung III – 44
Gambar 3.5. Q90 Perhitungan dan Pengamatan di AWLR Kiara Payung III – 44
xv
Gambar 4.1. Diagram Alir Dampak Penting Tahap Pra Konstruksi IV - 5
Gambar 4.2. Diagram Alir Prakiraan Dampak Hipotetik Tahap Konstruksi IV - 6
Gambar 4.3. Diagram Alir Prakiraan Dampak Potensial Tahap Operasional IV - 7
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 3 Dokumentasi
xvii
DAFTAR ISTILAH
Analisis Keruntuhan Berbagai kegiatan untuk melakukan analisis terhadap simulasi apabila terjadi
Bendungan keruntuhan bendungan yang mencakup proses terjadi dan pola keruntuhannya,
sampai ke gelombang banjir yang akan mengakibatkan bencana, kehilangan jiwa dan
harta benda di daerah hilir bendungan agar dapat menentukan berbagai macam
resiko yang kemungkinan terjadi termasuk upaya pencegahannya sehingga dapat
menyusun Rencana Tindak darurat
Bangunan Pelengkap dan Bangunan atau komponennya dan fasilitas yang secara fungsional berkaitan dengan
peralatannya bendungan, antara lain berupa bangunan pelimpah, bangunan pengeluaran,
bangunan sadap utama dan konduit, pintu air dan fasilitas pembangkit tenaga listrik
yang merupakan bagian dari bendungan, termasuk semua peralatan bendungannya
Bangunan Pelimpah Bangunan pelimpah yang bertujuan untuk mengalirkan air banjir yang masuk
(Spillway) kedalam waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan
Bangunan pelimpah Adalah bangunan pelimpah yang dilengkapi pintu-pintu air untuk mengatur tinggi
berpintu (pelimpah muka air di waduk dan pengaliran air banjir.
berpintu, gated spillway)
Bangunan pelimpah Adalah bangunan peiimpah yang hanya difungsikan sewaktu keadaan darurat, misal
darurat (pelimpah luapan banjir melewati kapasitas pelimpah utama atau pada saat pelimpah utama
darurat, emergency tidak dapat dioperasikan baik sebagian maupun penuh.
spillway)
Bangunan pelimpah Adalah bangunan pelimpah darurat yang direncanakan dapat runtuh sendiri apabila
pembantu (pelim-pah dilalui luapan banjir tertentu yang berfungsi sebagai sarana keamanan tambahan
pembantu, fuse-plug) bagi bendungan.
Bangunan pelimpah Adalah bangunan pelimpah untuk mengalirkan debit banjir sesuai yang
utama (pelimpah utama, direncanakan, misal debit banjir 1.000 tahunan, sedang jika terjadi banjir yang lebih
main spillway) besar akan dialirkan melaiui pelimpah darurat dan atau pelimpah pembantu.
Bangunan Pengeluaran Bangunan untuk mengeluarkan air dengan bebas dari waduk untuk memenuhi
(pengeluaran, outlet berbagai macam keperluan yang antara lain untuk : pengaturan elevasi tinggi muka
structure, outlet works) air waduk, pengambilan air bagi irigasi, pengambilan air bagi penggelontoran daerah
perkotaan dan daerah daerah hilir, pengambilan air bagi pembangkitan tenaga listrik,
pengambilan air bagi penyediaan air baku dan air minum, pengambilan air bagi
penyediaan air industri, pengambilan air bagi penyediaan air perkebunan,
pengambilan air bagi keperluan operasi dan pemeliharaan waduk.
Bangunan Pengeluaran Adalah bangunan pengeluaran air yang diletakkan di bagian bawah bendungan untuk
bawah (pengeluaran mengeluarkan air guna keperluan penyediaan air di sebelah hilir pada waktu
bawah, bottom outlet) pengisian waduk pertama kalinya atau apablla terjadi keadaan darurat yang tidak
diinginkan, atau
untuk mengeluarkan lumpur (sedimen) pada tahap operasi dan pemeliharaan.
Banjir (flood) Adalah aluan yang relatif tinggi, dan tidak tertampung lagi oleh alur sungai atau
saluran.
Bendungan (Dam) Setiap penahan buatan, jenis urugan atau jenis lainnya, yang menampung air atau
dapat menampung air baik secara alamiah maupun buatan, termasuk pondasi,
bukit/tebing tumpuan serta bangunan pelengkap serta peralatannya. Dalam
xviii
pengertian ini termasuk juga bendungan limbah galian tetapi tidak termasuk
bendung dan tanggul. Dari segi konstruksi bendungan terdiri dari bendungan urugan
dan bendungan beton. Bendungan urugan terdiri dari bendungan urugan serba sama,
bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di dalam tubuh bendungan (clayore
rockfill dam, zone dam) dan bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di
muka (concrete face rockfill dam). Sedang bendungan beton terdiri dari bendungan
beton berdasar berat sendirt (concrete gravity), bendungan beton dengan penyangga
(buttress dam), bendungan beton berbentuk lengkung (cancrete arch dam),
bendungan beton berbentuk lengkung (arch dam), dan bendungan beton berbentuk
lebih dari satu lengkung (multiple arch dam).
Bendungan besar (Large Adalah a. bendungan yang tingginya lebih dari 15 m, diukur dari bagian terbawah
dam, menurut ICOLD) fondasi sampai ke puncak bendungan; b. bendungan yang tingginya antara 10 m dan
15 m dapat pula disebut bendungan besar asal memenuhi salah satu atau lebih
kriteria sebagai berikut:
1) panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500 m; 2) kapasitas waduk yang
terbentuk tidak kurang dari 1 (satu) juta m3; 3) debit baniir maksimal yang
diperhitungkan tidak kurang dart 2.000 m3/detik; 4) bendungan menghadapi
kesulitan-kesulitan khusus pada fondasinya (bad specially difficult foundation
problems); dan 5) bendungan didesain tidak seperti biasanya (unusual design).
Curah hujan maksimum Curah hujan maksimal vang kemungkinan dapat terjadi di suatu wilayah sungai dan
boleh jadi (Probable digunakan untuk menghitung debit banjir maksimal boleh jadi.
Maximum Flood)
Daerah Aliran Sungai Adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
(DAS, DPS, Cathment anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
Area) yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batasnya di
darat merupakan pemisah topografis sedang batasnva di laut adalah sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Daerah genangan waduk Adalah permukaan genangan waduk pada ketinggian muka air normal atau full suply
(Reservoir Area) level.
Debit banjir maksimal Debit banjr maksimal yang kemungkinan dapat terjadidan digunakan untuk
boleh jadi (Probable menghitung k4pasitas debit bangunan pelimpah.
Maximum Flood, PMF)
Debit banjir rencana Adalah debit banjir maksimal dari suatu sungai, atau saluran yang besarnya dihitung
(Design Flood) berdasar kala-ulang tertentu, faktor teknis, faktor ekonomi, dan faktor non teknis
yang dianggap perlu, misalnya klasifikasi bahaya bendungan di daerah hilir.
Elevasi muka air normal Adalah elevasi muka air waduk yang dihitung berdasarkan data rata-rata debit air
(Full supply level, FSL, selama sekurang-kurangnya 30 tahun.
muka air normal, MAN)
Elevasi muka air Adalah elevasi muka air terendah sesuai desain yang apabila tercapai, maka air
terendah untuk operasi waduk tidak boleh di keluarkan untuk salah satu atau lebih keperluan tertentu.
(minimum operating
level,Mol, tinggi muka
air terendah)
Elevasi muka air tertinggi Adalah elevasi muka air tertinggi yang terjadi pada waktu terjadi debit banjir pada
(Top Water Level,TWL, kala ulang tertentu, 1.000 tahun, 10.000 tahun atau debit banjir boleh jadi (Probable
tinggi air banjir tertinggi, Maximum Flood).
permukaan air banjir
tertinggi pada waktu
banjir maksimal)
xix
Fasilitas dasar keamanan Adalah peralatan dasar yang minimal harus dipasang pada bendungan untuk
bendungan (Basic Dam memantau perilaku bendungan vang mencakup: alat untuk mengukur tekanan air
Safety Facilities, BDSF) pori, alat untuk mengukur tinggi muka air waduk, alat untuk mengukur penurunan
dan pergeseran tubuh bendungan serta bangunan pelimpah, dan alat untuk
mengukur rembesan air.
Kala-ulang (Return Adalah probabilitas kejadian disamai atau dilampauinya suatu besaran curah hajan
Period) atau debit aliran.
Kapasitas pelimpah Bila volume tampungan terlalu besar dibandingkan dengan luas DAS suatu waduk,
minimal (Minimum sehingga berdasarkan hasil perhitungan penelusuran banjir diperoleh tinggi banjir
Spillway Capacity) yang kecil atau ukuran pelimpah vang diperlukan sangat kecil, maka perlu
direncanakan dimensi pelimpah minimal dengan ukuran yang memadai untuk
menjaga kemungkinan tertutupnya aliran banjir oleh sampah dan atau tersumbatnya
oleh batang-batang pohon.
Kebocoran (Leakage) Kehilangan air tak terkendali dari waduk melalui bukaan (opening) atau retakan
ditubuh, bukit tumpuan dan atau fondasi bendungan.
Kegagalan bendungan Tidak berfungsinya bendungan sesuai dengan maksud pembangunannya yaitu a.
(Dam failure) waduk tidak dapat berfungsi untuk menampurig air sehingga tidak dapat dialirkan
melalui bangunan pengeluaran; b. bendungan dan bangunan pelengkapnva tidak bisa
mengatur debit yang keluar dari waduk ke hilir atau tidak terkendalinya pengeluaran
air dari waduk; c. bendungan dan bangunan pelengkapnya tidak bisa menyediakan
tinggi tekanan air yang cukup bagi keperiuan pembangkitan tenaga listrik.
Keruntuhan bendungan Terjadinya atau kemungkinan terjadinya keruntuhan bendungan termasuk bukit
tumpuan bendungan yang mengakibatkan mengalirnya air waduk dalam jumlah
besar atau tidak terkendalinya peningkatan jumlah air yang keluar dari waduk.
Koferdam (bendungan Bendungan sementara atau bagian dari tubuh bendungan yang yang berfungsi untuk
pengelak, cofferdam) membendung aliran sungai dan mengelakkan airnya ke saluran atau terowongan
pengelak yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga pembangunan bendungan
utama bisa dilaksanakan dalam keadaan kering.
Lintasan banjir (Flood Alur yang akan dilalui banjir jika terjadi bencana kehancuran bendungan.
Passage)
Menara pengambilan Menara pengambilan dengan beberapa buah pintu atau katup pada elevasi yang tidak
(intake tower) perlu sama.
Papan duga muka air Papan duga tinggi muka air di waduk, di atas pelimpah atau di saluran, biasanya
(Staff gauge) dibaca setiap hari.
Penduduk Terkena Penduduk di dalam daerah genangan banjir yang disebabkan oleh runtuhnya
Risiko bendungan dan bila tidak dipindahkan, akan berada dalam keadaan bahaya.
Penelusuran banjir (flood Proses pelacakan baniir untuk menentukan waktu kejadian, muka air tertinggi di
routing) dalam waduk, dan debit masuk dan keluar waduk melalui pelimpah secara berurutan.
Pengeluaran dasar Bangunan pengeluaran yang ditempatkan di dasar bendungan, untuk keperluan
xx
(bottom outlet, low level pengeringan, pengurasan sedimen, atau keperluan perbaikan lainnya.
outlet)
Pengendalian rembesan Berbagai konstruksi pengendalian rembesan yang berlebihan atau membahayakan
(seepage control) tubuh bukit tumpuan dan fondasi bendungan.
Penurunan (settlement) Gerakan tegak ke bawah tubuh bendungan, fondasi atau bukit tumpuan termasuk
bangunan pelengkapnya.
Perlindungan talud Perlindungan talud terhadap bahaya erosi dan atau angin, misal pelapisan dengan
(slope protection) batu kosong, pasangan batu, penanaman rumput, blok beton, dan lain-lain.
Pipa pesat (penstock) Saluran air dari waduk atau bak pelepas tekan ke gedung sentral untuk memutar
sudu-sudu turbin pada PLTA.
Rembesan bawah Rembesan melalui fondasi bendungan yang perlu diperiksa dan dipantau secara
(underseepage) berkala apakah debitnya makin lama makin membesar ataukah tidak.
Rencana Tindak Darwrat Panduan yang memberikan petunjuk tindakan darurat yang harus dilaksanakan
(RTD, emergency action dalam wilayah rawan terhadap bahaya apablla ada keruntuhan bendungan dan atau
plan, EAP) terjadinya keluaran yang melebihi kapasitas sungai.
Retakan Retakan pada tubuh bendungan yang dapat terjadi karena kekeringan, penurunan,
penyusutan, dan atau longsoran
Saluran pengelak Saluran buatan untuk keperluan pengalihan aliran sungat pada tahap pelaksana
(diversion konstruksi bendungan.
channel/canal)
Saluran tertutup Saluran tertutup di bawah tubuh bendungan seperti gorong-gorong, pipa. sipon, dan
(konduit, conduit) terowongan.
Surut cepat (rapid Adalah perlurunan elerasi muka air di waduk karena pelepasan air yang
drawdown) mengakibatkan penurunan muka air waduk secara cepat sudden drawdown) vang
dapat membahayakan stabilitas bendungan.
Tekanan pori (pore Tekanan dalam air pori dt antara butiran tanah, pasir, kerikil atau batuan.
pressure)
Terowongan (tunnel) Tetowongan tegak, mendatar atau miring baik di dalam maupun di luar tubuh
bendungan
Terowongan pengelak Untuk kepeduan pengalihan aliran sungai, pelaksanaan injeksi pada tahap
(diversion tunnel) pelaksanaan maupun inspeksi dan drainase pada tahap operasi dan pemeriharaan.
Tinggi bendungan Perbedaan tinggi antara puncak bendungan dengan elevasi terendah pada galian
menurut ICOLD fondasi bendungan.
Tinggi bendungan (SNI Adalah perbedaan tinggi antara puncak bendungan dengan elevasi dasar sungai pada
No. 1731-1989-F dan kaki hilir badan bendungan (digunakan untuk menghitung volume tampungan
Peraturan Menteri PU waduk).
No. 072/PRT /1997)
Tinggi jagaan (freeboard) Adalah perbedaan tinggi antara eievasi puncak bendungan dan eievasi muka air
normal.
xxi
Volume waduk aktif Adalah volume tampungan waduk yang terletak antara eievasi tertinggi dari volume
(active storage) waduk mati dan elevasi muka air normal waduk (FSL)
Volume waduk tidak aktif Adalah volume tampungan waduk yang terletak antara bagian terbawah dari
(in active storage) bangunan pengeluaran dan bagian terbawah dari elevasi muka air terendah untuk
operasi (MOL).
Volume waduk mati Adalah volume tampungan waduk yang terletak antara dasar sungai terdalam dan
(dead storage) baglan terbawah dari bangunan pengeluarn atau bagian bawah dari waduk aktif.
Volume waduk tambahan Adalah volume tampungan waduk yang tedetak antara elevasi tinggi muka air normal
(surcharge storage) (FSL) dan elevasi muka air tertinggi waduk (TWL)
Volume waduk total Adalah jumlah total votume tampungan waduk aktif, volume tampungan waduk tidak
(kapasitas waduk, gross aktif, dan volume tampungan waduk mati.
storage)
Waduk (reservoir) Adaiah wadah atau tampungan yang dapat menampung air, baik secara alamiah
maupun buatan karena dibangunnya bendungan.
Wilayah Sungai Adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah
aliran sungai dan atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km2.
xxii
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A , Dkk “ Kondisi dan Antisipasi Keterbatasan Lahan Pertanian di P. Jawa”. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan PertaniaJalan , Bogor, 2009.
Bemmelen,1949, The Geology of Indonesia
Bibby, C., N. D. Burgess & D.A. Hill, 1993. Bird census techniques. London, Academic Press Limited.
Canter,L.W. Environmental Impact Assessment. McGraw-Hill,Inc: New York, 1996
Cooper. D, Alley F.C. 1994. Air Pollution Control: A Design Approach. Waveland Press, Inc. Illiois
Cronquist, A., 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. Columbia University
Haris , Marvin (1980), "Chapter Two: The Epistemology of Cultural Materialism", Cultural
Materialism: The Struggle for a Science of Culture (New York, NY, USA: Random House,
1980
Press New York.
Homenuck (dalam Hadi, Sudharto P)’ Aspek Sosial dalam Amdal, Sejarah , Teori dan Metode,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta 2009 (edisi kedua)
Howes, J., D. Bakewell, dan Yus Rusila Noor, 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Wetlands
International – Indonesia Programme, Bogor
Idrus, Muhammad, Dr, “ Metode Penelitian Ilmu –ilmu Sosial (pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif) “ UII Press , Yogyakarta, 2007
Iskandar, J. and R. Kotanegara, 1992. Methodology for Biodiversity Research. Dalam Shengji, P. and
P. Sajise (eds), Regional Study on Biodiversity: Concepts, Frameworks, and Methods. Yunan:
Yunan University Press.
Kabupaten Subang dalam Angka, Biro Pusat Statistik 2012
Kabupaten Sumedang dalam Angka, Biro Pusat Statistik 2012
Kastowo, 1975, Peta Geologi Lembar Majenang, Jawa
Krisanti, M. 2006. Permasalahan Dan Strategi Pengelolan Perairan Waduk : Contoh Kasus Waduk
Jatiluhur Dan Waduk Cirata, Jawa Barat. Bagian Produktivitas Dan Lingkungan Perairan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
Kecamatan Cibogo dalam Angka, 2012
Kecamatan Surian dalam Angka, 2012
Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No 32 tahun 1001 tentang Pedoman Usaha Pertambangan
Bahan Galian Golongan C.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Baku Mutu Air Limbah
Domestik
xxiii
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/XI/1996 tentang Baku
Tingkat Kebisingan
Kep Men ESDM no 18 th 2008 ttg Reklamasi dan Penutupan Tambang
Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman
Teknis Pengendalian Erosi Pada Kegiatan Pertambangan Umum
Laporan Akhir Studi Potensi Pengembangan Air Baku di DAS Cipunegara, 2010
Laporan Akhir Rekayasa Sosial Pada Tahap Pra Konstruksi Pembangunan Waduk
Sadawarna,2011,
Laporan Akhir Review Desain Rencana Waduk Sadawarna pada Tahun 2011
Laporan Akhir Penyelidikan Geologi teknik dan Finalisasi Desain Waduk Sadawarna tahun
2012,
Laporan Akhir Studi Rencana Tindak Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali Pada
Rencana Waduk Sadawarna tahun 2012.
Lord, Gately, and Evensen, Noise Control for Engineers, Krieger, 1987
Lynch, S.J. Frank, RM.Hollsteiner, C.L.Covar, Data Gathering by Social Survey, Quezon City,
Phillipine Social Science Council, 1974.
MacArthur, R.H., and J.W. MacArthur, 1961. On Bird Spesies Diversity. Ecology
MacKinnon, J., K. Phillips , dan B. V. Balen, 1998. Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan. Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI
McNaughton, S.J., and L.L.Wolf, 1992. Ekologi Umum edisi kedua. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Meyerhof, G. G. 1956. "Penetration Tests and Bearing Capacity of Cohesionless Soils," Journal of
the Soil Mechanics and Foundations Divisions, American Society of Civil Engineers, Vol 82,
No. SM1
Noerjito M., & I. Maryanto .2001. Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundang-undangan
Indonesia. Cibinong: Puslitbang Biologi LIPI – The Nature Conservancy.
Odum, E, Fundamentals of Ecology, Saunders, Philadelphia, PA. 1975.
Pedoman Pengisian Waduk, Balai Keamanan Bendungan, Ditjen SDA-DPU 2002
Pedoman Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum No.010/BM/2009,
tentang Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pedoman Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Urugan, yang dikeluarkan oleh Bintek Ditjen SD
Air, Dept Pekerjaan Umum, 2004 ; SNI 03-6456.2-2000 Metode Pengontrolan Sungai
Selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Bagian 2 : Penutupan Alir Sungai dan
Bendungan Pengelak
Pedoman Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Urugan, yang dikeluarkan oleh Bintek Ditjen SD,
Dept Pekerjaan Umum, 2004.,
xxiv
Pennak, R.W. 1978. Fresh-Water Invertebrates of the United States. 2nd. Ed. John Wiley and Sons,
Inc, New York.
Peraturan Pemerintah No No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Peraturan Pemerintah 81 tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan Pemerintah No. 10/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
Peraturan Pemerintah No 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2010 ttg Bendungan
Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Sumedang No. 1/1988 tentang K3 (Kebersihan,
Keindahan dan Ketertiban Wilayah Kabupaten sumedang)
Peraturan Daerah Kabupaten Subang No. 12 tahun 2006 tentang K3 (Kebersihan, Keindahan
dan Ketertiban Wilayah Kabupaten Subang)
Pratama, Andi Pandu. Valuasi Keamanan bendungan Cirata dengan menggunakan instrumentasi
Geoteknik, Universitas Kristen Maranatha, 2012
Rahmawaty, 2002. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Waduk secara Optimal Dan Terpadu.
Fakultas Pertanianprogram Ilmu Kehutananuniversitas Sumatera Utara.
Ravallion, Martin, Chen, Shaohua and Sangraula, Prem, Dollar a Day Revisited (May 1, 2008).
World Bank Policy Research Working Paper Series, 2008
RSNI M-03-2002, Tata Cara Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Tipe Urugan.
RSNI M-03-2003, Tata Cara Analisis Stabilitas Lereng Bendungan Tipe Urugan Akibat Gempa.
SNI Pt T-16-2002-C tentang Pengelolaan air limbah non kakus (grey water)
SNI– 03-2398-2001 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan
SNI 19-7030-2004. Tentang Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.
SNI N0 03-1731-1989, tentang Keamanan Bendungan
SNI 03-6465-2000 tentang Tata Cara Pengendalian Mutu Bendungan Urugan,
SNI 03-6456.1-2000 Metode Pengontrolan Sungai selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan
Bagian 1 : Pengendalian Sungai selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan.
SNI 03-6450-1-2000 tentang Keamanan terowongan.
SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384 Tahun 2004 tentang Pedoman
Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan
Shanaz, J., P. Jepson dan Rudyanto. 1992. Burung-burung Terancam Punah di Indonesia
[Threatened Birds Species in Indonesia]. PHPA/MoF-BirdLife International-Indonesia
Programme, Bogor
Soehartono, T., dan A. Mardiastuti. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Japan
Interational Cooperation Agency (JICA). Jakarta
Sutherland, W. J., 1996. Ecological Census Techniques a handbook. Cambridge University Press, UK.
xxv
UNEP-WCMC., 2005. UNEP-WCMC Species Database: CITES-Listed Species. http://sea.unep-
wcmc.org/isdb/CITES/Taxonomy/country_list2.cfm. 26 Maret 2006
Wahyudin, Yudi “ Kerangka Berpikir Penggunaan Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya dalam
Pengumpulan Data, Analisis dan Prakiraan Dampak pada Studi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (Amdal)” Working paper disampaikan sebagai pendapat ahli
dalam mendukung Studi Amdal Pembangunan PLTG dan PLTGU serta Pipa Gas Bawah
laut di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Bogor , 12 Agustus 2012
Ward, R. C. Principles of Hydrology, McGraw-Hill, 1967
Wark, Kenneth dan Warner, Cecil F. Air Polllution, Its Origin And Control, Second edition, Harper
and Row, Publishers, new York, 1981.
Winar Irianto E, & R. W. Triweko, 2011. Eutrofikasi Waduk Dan Danau: Permasalahan, Pemodelan
Dan Upaya Pengendalian. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Air. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum.
xxvi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
BAB I
PENDAHULUAN
1
berdasarkan Studi Potensi Pengembangan Air Baku di DAS Cipunegara, 2010
Bab I. Pendahuluan I- 1
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Waduk Cipancuh terletak +20 km dari rencana lokasi Waduk Sadawarna. Waduk
Cipancuh terletak di Desa Situraja Blok Wadukan, Kec. Gantar, Kab Indramayu. Waduk
ini dibangun pada zaman kolonial Belanda. Luas waduk adalah 700 ha, semula mampu
menampung 13 Juta meter kubik air. Saat ini kapasitas tampung sudah berkurang
hingga 50 prosen akibat penyempitan dan pendangkalan. Daerah irigasi waduk
Cipancuh meliputi Daerah Irigasi Cipancuh dengan luas daerah irigasi 6.831 ha.
Menurut laporan Studi Potensi Pengembangan Air Baku di DAS Cipunegara, 2012,
fungsi waduk ini untuk irigasi tidak lagi berjalan optimal. Pada kondisi eksisting, untuk
memenuhi kebutuhan air irigasi, saat kemarau,petani melakukan pemompaan langsung
dari Kali Cipancuh.
Teridentifikasi adanya Potensi Bendungan ini untuk dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik
Tenaga Minihidro, tetapi belum direncanakan secara matang dalam Studi Kelayakan dan
Detailed Engineering Design sehingga tidak dimasukkan dalam ruang lingkup studi AMDAL ini.
Lokasi Waduk Sadawarna berada pada 2 (dua) wilayah, yaitu Kabupaten Sumedang dan
Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Daerah genangannya meliputi Desa Sadawarna dan
desa Desa Cibalandong Jaya, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, serta Desa Surian, Desa
Suriamedal dan Desa Tanjung, di Kecamatan Surian di Kabupaten Sumedang. Daerah
layanannya berada di sebelah hilir lokasi bendungan yang merupakan wilayah Kabupaten
Subang dan Kabupaten Indramayu. Peta orientasi rencana kegiatan Waduk Sadawarna disajikan
pada Gambar 1.3.
1.1.2. Tujuan
Bab I. Pendahuluan I- 2
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
2. Memasok air untuk Waduk Cipancuh dari sisa buangan air irigasi (return flow) DI
Cikandung. Air yang diginakan untuk memasok Waduk Cipancuh adalah sebanyak +20%
dari total pasokan untuk DI Cipancuh.
3. Sebagai penyediaan air baku untuk perkotaan/permukiman : DPI Kab Subang (untuk 1,078
juta orang, meliputi Kecamatan Cibogo, Kecamatan Pagaden, dan Kecamatan Cipunagara
Kabupaten Subang), DPI Kab Indramayu (untuk 0,723 juta orang, meliputi Kecamatan
Haurgeulis Kabupaten Indramayu). Kecamatan Surian Kabupaten Sumedang).
Skematik Diagram Daerah Irigasi yang dilayani oleh Waduk Sadawarna disajikan pada Gambar
1.1.
Waduk
DI Cilamatan
Cipancuh DI Cipancuh
Hilir 6.831 ha
Sungai Cilamatan
Sungai
Sungai Cibiuk Sungai
Cikandung Ciseuseupan
Sungai
Cipunegara
Gambar 1.1. Skematik Diagram Daerah Irigasi yang Dilayani Oleh Waduk Sadawarna
Sumber : Review Desain Waduk Sadawarna,2012, diolah kembali
Bab I. Pendahuluan I- 3
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab I. Pendahuluan I- 4
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Rencana pembangunan Waduk Sadawarna telah berlangsung cukup lama, dan telah melalui
studi-studi terdahulu. Pembangunan Waduk Sadawarna pertama kali disampaikan dalam
Laporan Studi BTA-155 tahun 1989 oleh Puslitbang Pengairan bekerja sama dengan Delf
Hydraulic. Rencana tersebut kemudian ditindaklanjuti melalui studi-studi perencanaan dan
detail desain antara lain yaitu : Perencanaan dan Detail Desain Waduk Cipunagara, Provinsi
Jawa Barat tahun 1999 – 2000, Studi Kelayakan Pembangunan Waduk Sadawarna, Desember
2004, Perencanaan Waduk Sadawarna di Kabupaten Subang tahun 2005, Kajian Teknis
Keamanan Bendungan Sadawarna di Kabupaten Subang, tahun 2006, Perencanaan Detail Tahap
II Waduk Sadawarna tahun 2007, Model Test Fisik Waduk Sadawarna tahun 2009, Studi Potensi
Pengembangan Air Baku di DAS Cipunegara, 2010,Rekayasa Sosial Pada Tahap Pra Konstruksi
Pembangunan Waduk Sadawarna,2011, Review Desain Rencana Waduk Sadawarna pada
Tahun 2011, dan Penyelidikan Geologi teknik dan Finalisasi Desain Waduk Sadawarna tahun
2012, Studi Rencana Tindak Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali Pada Rencana Waduk
Sadawarna tahun 2012.
Lokasi Waduk Sadawarna berada pada 2 (dua) wilayah, yaitu Kabupaten Sumedang dan
Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Daerah genangannya meliput Desa Sadawarna dan
desa Desa Cibalandong Jaya, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, serta Desa Surian, Desa
Suriamedal dan Desa Tanjung, di Kecamatan Surian di Kabupaten Sumedang. Daerah
layanannya berada di sebelah hilir lokasi bendungan yang merupakan wilayah Kabupaten
Subang dan Kabupaten Indramayu. Peta orientasi rencana kegiatan Waduk Sadawarna disajikan
pada Gambar 1.3.
Bab I. Pendahuluan I- 5
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Gambar 1.3.
Peta orientasi rencana kegiatan Waduk Sadawarna halaman I-6
Bab I. Pendahuluan I- 6
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
1.1.4.1.b. Manfaat
Irigasi : +6.000 Ha di Kab Subang dan Indramayu
Air Baku : Kab Subang Sumedang, dan Indramayu
Reduksi Banjir : Dengan pengaturan muka air
Multiplier effect pariwisata : Agro Wisata dan Wisata Air
Tenaga Listrik : Tidak Ada
1.1.4.1.c. Hidrologi
Nama sungai : Cipunagara
Nama sungai induk : Cipunagara
Luas DAS : 331,58 km2
Curah Hujan Tahunan : 1.841 mm
Curah Hujan desain terbesar (PMP) : 700 mm
Debit Andalan Q-rata-rata : 19,845 m3/det
Q-80% : 5,799 m3/det
Q-90% : 3,532 m3/det
Debit Banjir Q-2 : 947,35 m3/det
Q-25 : 1.541,8 m3/det
Q-50 : 1.690,3 m3/det
Q-100 : 1.834,4 m3/det
Q-1000 : 2.318,6 m3/det
Q-PMF : 5.137,0 m3/det
1.1.4.1.d. Reservoar
Elevasi Dasar Bottom Outlet : + 58,50 m
Elevasi Muka Air Normal : + 80,00 m
Elevasi Muka Air Banjir PMF : + 84,52 m
Luas Genangan Muka Air Minimum : 29,30 Ha
Volume Tampungan Mati : 0,828 Juta m3
Volume Tampungan Normal : 49,178 Juta m3
Volume Tampungan Maximum : 72,881 Juta m3
Volume Tampungan Efektif : 48,350 Juta m3
Volume Tampungan Banjir : 24,531 Juta m3
Bab I. Pendahuluan I- 7
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab I. Pendahuluan I- 8
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
1.1.4.1.j. Spillway/Pelimpah)
Type : Tapal Kuda beton
Bentuk Mercu : Ogee
Panjang Pelimpah : 143,27 m
Tinggi Pelimpah dari apron : 5 m
Debit Banjir Q-PMF (outflow) : 5.082,0 m3/det
Elevasi Muka Air Normal : + 80,00 m
Elevasi MAB Q-PMF : + 84,52 m
Elevasi MAB Q-PMF : + 84,52 m
Ruang Olak Atas
- Lebar : 22,10 – 49,20 m
- Panjang : 48,00 m
- Elevasi : +70,00 m
- Selisih elevasi dari mercu pelimpah : 10 m
- Slope : 0,1
Saluran Pengarah
- Panjang : 54,72 m
- Lebar : 40 m
- Tinggi : 18,20 – 19,40 m
- Slope : 0,1
Bab I. Pendahuluan I- 9
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab I. Pendahuluan I- 10
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Manfaat :
- Debit Pemeliharaan Sungai : Dilakukan di musim kering
- Pengendalian muka air : Dilakukan di musim hujan
1.1.4.1.o. Jembatan
Fungsi : jembatan penyeberangan di atas
main spillway
Bentang : 40 meter
Ketinggian abutment : : ± 20 meter
Lebar jembatan : 6 meter
Bab I. Pendahuluan I- 11
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab I. Pendahuluan I- 12
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Tata letak bangungan utama waduk Sadawarna hasil dari Review Desain Waduk Sadawarna
tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.4.
1. Bendungan Utama (Main Dam)
Bendungan utama (Main Dam) merupakan timbunan tanah dengan inti tegak dengan
elevasi crest + 87,00 m dan lebar 12 m. Kemiringan timbunan hulu 1 : 3 dan hilir 1 : 3
dengan crest bendungan penbantu (Coffer Dam) pada elevasi + 60,00 m.
2. Pelimpah Utama (Main Spillway)
Mercu pelimpah utama bertipe Ogee dengan elevasi mercu pada + 80,00 m, bentuk
pelimpah utama berbentuk tapal kuda beton dengan panjang total pelimpah 143,27 m.
Lokasi rencana Bendungan Sadawarna akan dibangun membentang Sungai Cipunagara yang
merupakan perbatasan wilayah Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
Barat.
Daerah tangkapan air waduk (catchment area waduk) merupakan DPS Cipunagara dari
rencana As Bendungan, daerah genangan waduk hingga di hulu Sungai Cipunagara yang
terdapat di Bukit Tunggul. Luas keseluruhan catchment area Waduk Sadawarna yang
direncanakan mencapai 331,58ha. Secara administratif catchment area meliputi wilayah
Kecamatan Cisalak, Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang, dan Kecamatan Buah Dua,
Kecamatan Tanjungkerta, Kecamatan Rancakalong dan Kecamatan Tanjungsari Kabupaten
Sumedang.
Dari hasil klarifikasi Perda no. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Barat tahun 2009 – 2019, maka diketahui bahwa rencana Waduk Sadawarna sudah
tercantum pada pasal 55 ayat 3. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa rencana
pembangunan bendungan Sadawarna merupakan salah satu pengembangan infrastruktur
sumberdaya air.
Bab 1. Pendahuluan I - 13
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Gambar 1.5.
Peta RTRW Kab Subang sumedang Hal 1-14
Bab 1. Pendahuluan I - 14
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Dari Peraturan Daerah Kabupaten Subang No 03 tahun 2014Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Subang Tahun 2011 – 2031, diketahui bahwa Rencana Pembangunan
Waduk Sadawarna sudah sesuai dengan rencana pola tata ruang yang telah digariskan dalam
RTRW tersebut (tercantum dalam pasal 21 ayat 5) (Gambar 1.5). Arahan Dari Perda
tersebut adalah Waduk Sadawarna merupakan salah satu sistem jaringan prasarana
sumberdaya airberupa waduk yang dikembangkan untuk suplai irigasi dan air baku air
minum, dan berada di Kecamatan Cibogo.
Rencana pembangunan Waduk Sadawarna sudah tercantum pula pada Peraturan Daerah
Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sumedang Tahun 2011 – 2031, dalam pasal 19 ayat 2, yang menyebutkan bahwa
Waduk Sadawarna merupakan salah satu pengembangan prasarana waduk dan
bendung(Gambar 1.5). Waduk Sadawarna direncanakan dalam RTRW Kab Sumedang
sebagai salah satu Sistem Jaringan Sumber Daya AirKabupaten, untuk kebutuhan air baku
bagi Kabupaten Subang, Sumedang, dan Indramayu. Sedangkan untuk keperluan irigasi
teknis, dalam materi teknis RTRW Sumedang tersebut memang tidak menyebutkan untuk
Kab Sumedang melainkan untuk wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan hasil klarifikasi terhadap rencana tata ruang baik di tingkat Provinsi maupun
kabupaten, maka rencana pembangunan Waduk Sadawarna telah sesuai dengan
peruntukannya baik daerah genangan maupun untuk daerah layanannya, dan akan
mendukung ketercapaian RTRW Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang.
Bab 1. Pendahuluan I - 15
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Rencana kegiatan pembangunan Waduk Sadawarna akan melalui beberapa tahapan. Tahap
pertama, adalah tahapan pra konstruksi meliputi pembebasan lahan termasuk relokasi
penduduk, dan persiapan pembangunan proyek berupa seperti pengukuran dan survei.
Selanjutnya adalah tahap konstruksi, meliputi pembuatan akses jalan menuju as bendungan,
mobilisasi alat dan tenaga kerja konstruksi, juga pembangunan tubuh bendungan itu sendiri
serta bangunan pelengkap lainnya. Tahap terakhir adalah tahap operasional, mulai dari
pengisian awal bendungan hingga operasional dan pemeliharaan bendungan.
Bab 1. Pendahuluan I - 16
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 17
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Lahan PT Dahana
11,1%
Lahan Masyarakat
38,6%
Lahan Perhutani
45,3%
Dapat dilihat bahwa untuk katagori lahan milik masyarakat, wilayah di Kabupaten Subang
memiliki prosentaseluas pembebasan lahan masyarakat lebih tinggi (80,60%). Pada wilayah
ini Desa Cibalandong Jaya di Kabupaten Subang memiliki prosentase tertinggi terhadap total
luas lahan masyarakat yang akan dibebaskan untuk tapak waduk. (58,60%), menyusul Desa
Sadawarna di Kabupaten Subang (22,00%).
Adapun bila dilihat dari prosentase jumlah Kepala keluarga yang harus direlokasi terhadap
angka total, penduduk di wilayah administrasi Kabupaten Subang memiliki prosentase
terbesar yaitu 74,15%, sementara prosentase penduduk kab Sumedang yang perlu direlokasi
sebanyak 25,86 dari total. Desa Cibalandong Jaya di Kabupaten Subang memiliki prosentase
tertinggi (59,79%), menyusul Desa Sadawarna di Kabupaten Subang (14,58%).
Penggunaan lahan eksisting dari lahan yang terkena pembebasan tercantum pada Tabel 1.2.
dan Gambar 1.11. Dapat dilihat bahwa khusus lahan katagori milik masyarakat, 66,4%
berupa sawah, 27,9% berupa perkebunan, dan perumahan hanya 5,4%.
Sedangkan dari keseluruhan luas lahan terbebaskan, sebagian besar merupakan katagori
kebun dan hutan produksi.
Guna lahan yang terbebaskan dapat dilihat pada Gambar 1.11.
Bab 1. Pendahuluan I - 18
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Desa Tanjung,
3.27%
Desa Suriamedal,
8.12%
Desa Cibalandong
Jaya, 58.60%
Desa Sadawarna,
22.01%
Bab 1. Pendahuluan I - 19
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
I-20
Bab 1. Pendahuluan I - 20
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 21
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Tabel 1.3.Perkiraan Luas Lahan Milik Masyarakat dan Jumlah KK yang Terendam oleh Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 22
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 23
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Aset publik yang terkena rencana proyek paling banyak terdapat di Desa Cibalandong Jaya
Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang, disampaikan pada Tabel 1.4.
5 Pemakaman Umum 1 buah dengan luas sekitar Status tanah adalah tanah wakaf
3000 m2
Sumber : Laporan Akhir Studi Rencana Tindak Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali pada
Rencana Waduk Sadawarna, 2012
Keterangan : ruas jalan yang terkena genangan :
1. Sebagian Jalan Desa Sadawarna – Desa Cibalandong Jaya, Kec. Cibogo, Kab Subang sepanjang
3,25 km dengan lebar 7 meter yang akan memutus hubungan antara Desa Sadawarna bagian
selatan dengan Desa Cibalandong Jaya bagian utara
2. Sebagian Jalan Desa Tanjung – Desa Suriamedal - Desa Surian, Kec. Surian, Kab Sumedang,
sepanjang 2,25 km dengan lebar 7 meter yang tergenang akan memutuskan hubungan antara
Desa Tanjung bagian selatan – Desa Suriamedal- Desa Suriamedal - Desa Surian bagian utara
Bab 1. Pendahuluan I - 24
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Kegiatan pembebasan lahan akan melalui tahapan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar
tapak proyek dahulu, baik yang terkena dampak secara langsung maupun yang tidak.
mengenai lokasi bendungan, dan ganti rugi dan serta relokasi lahan.
Bab 1. Pendahuluan I - 25
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
C.9. Pemutusan hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan objek pengadaan
tanah
C.10. Pendokumentasian peta bidang, daftar nominatif dan data administrasi
pengadaantanah
D. Penyerahan Hasil.
Berupa penyerahan hasil pengadaan tanah (bidang tanah dan dokumen Pengadaan
tanah) kepada Instansi yang memerlukan tanah (pemrakarsa).
Unsur –unsur penting dalam pemukiman kembali ditempuh dengan memerhatikan apsirasi
dari masyarakat yang akan dipindahkan sesuai dengan UU no 2 tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, adalah Pemberian Ganti Kerugian dapat
diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham atau
bentuk lain yang disetujui oleh kedua pihak.
Studi LARAP Waduk Sadawarna yang dilakukan pada Tahun 2012, diantaranya telah
menginvestigasi keinginan ganti rugi dari masyarakat. Secara umum masyarakat
menginginkan penetapan nilai ganti rugi, baik lahan maupun tegakan, melalui proses
musyawarah dengan masyarakat. Keinginan bentuk ganti rugi yang diinginkan oleh
masyarakat disajikan pada Tabel 1.5. Pada tabel tersebut dpat dilihat bahwa sebagian besar
menginginkan ganti rugi dalam bentuk uang tunai (85,92 %), sementara yang menginginkan
penggantian dengan cara diganti dengan tanah kembali hanya 0,41 %., Sisanya (13,67%)
mengharapkan dalam bentuk kombinasi antara pembayaran tunai dan tukar guling lahan.
Bab 1. Pendahuluan I - 26
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 27
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Penetapan bagi WTP yang termasuk program dipindahkan kembali/relokasi adalah WTP
yang termasuk kedalam WTP yang tidak memiliki kapasitas untuk pindah sendiri, dengan
kriteria :
a) Tidak memiliki tanah diluar lokasi proyek sementara lahan serta bangunannya
terkena proyek.
b) Pilihan atas bentuk ganti rugi bukan tunai, termasuk karena pilihan sendiri atau
berdasarkan ketentuan bentuk ganti rugi atas lahan dan bangunan
c) WTP sebagai buruh Tani yang kehilangan tanah garapan
Bab 1. Pendahuluan I - 28
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Berdasarkan hasil Studi LARAP Waduk Sadawarna, 2012, Sesuai dengan keinginan ganti
rugi sebagian besar penduduk berupa ganti rugi dengan uang dan mengurus kepindahan
sendiri. Untuk mendapatkan bentuk satuan permukiman yang baik maka Proyek/
Pemerintah akan membantu dalam bentuk infrastruktur dan pendampingan.
Untuk masyarakat di wilayah administrasi Kabupaten Subang, karena sudah ada informasi
bahwa masyarakat merencanakan pindah secara berkelompok ke Blok Lapang Desa
Cibalandong Jaya Kecamatan Cibogo (Gambar 1-12), maka hal ini mempermudah bagi
pemrakarsa untuk dapat mengakomodir perencanaan infrastruktur di lokasi tersebut.
Rencana lokasi relokasi penduduk khususnya yang berada di wilayah administrasi
Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 1-12. Selanjutnya rencana tersebut akan
ditindaklanjuti dengan Studi Kelayakan dan DED tersendiri.
Penggantian Infrastruktur
Dalam Studi LARAP, 2012, Lokasi pemukiman baru bagi masyarakat terkena dampak
pembebasan yang akan dipindahkan harus dipersiapkan dengan baik agar lokasi tersebut
nyaman untuk dihuni dengan keadaan lingkungan yang bebas dari banjir, longsor,
maupun bahaya geologi lainnya. Infrastruktur yang akan dipersipakan adalah
1. Infrastruktur aksesibilitas (Jalan, jembatan) agar lingkungan pemukiman tersebut
mempunyai aksesibilitas yang baik untuk menjangkau ke tempat pusat pelayanan
umum yaitu ke Pasar, sekolah, Kantor Desa, kantor Kecamatan, dan Puskesmas.
Rencana penggantian infrastruktur Jalan, jembatan disajikan pada Gambar 1-12.
Selanjutnya rencana tersebiut akan ditindaklanjuti dengan Studi Kelayakan dan DED.
2. Ketersediaan sumber air untuk air minum dan untuk keperluan MCK. Penyediaan air
bersih ini sedapat mungkin dapat disediakan bagi masing-masing rumah, namun jika
tidak dapat dilakukan dapat dipertimbangkan penyediaan MCK umum yang dapat
dijangkau dengan mudah.
Bab 1. Pendahuluan I - 29
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Gambar I.12. Infrastruktur aksesibilitas (Jalan, jembatan) dan rencana relokasi penduduk
Bab 1. Pendahuluan I - 30
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Penduduk yang yang berasal dari Waduk Sadawarna yang akan dimukimkan kembali
secara umum adalah merupakan penduduk dari daerah genangan waduk. Dengan
demikian mereka membutuhkan lahan usaha pertanian, sehingga lahan untuk pemukiman
yang paling diperlukan mereka adalah lahan untuk rumah dan lahan pertanian/lahan
usaha.
Berdasarkan rekomendasi hasil Studi LARAP, 2012, luas rumah rata-rata yang ditempati
oleh masyarakat yang terkena proyek adalah berkisar 50 – 90 m2. Sedangkan luas lahan
yang ditempati oleh kepala keluaga yang menempati bangunan untuk usaha rata-rata
berkisar antara 40 – 50 m2. Untuk memberikan keleluasan bagi pemukim untuk dapat
mengembangkan usaha pemeliharaan ternak ayam, atau itik seperti yang dikemukan di
atas, maka diperkirakan dengan 200 m2 untuk lahan rumah dan pekarangan tiap kepala
keluarga cukup memadai, dan bagi mereka yang memiliki tempat usaha maka untuk
tempat usaha akan disediakan lahan dengan luas 60 m2 per kepala keluarga.
Bab 1. Pendahuluan I - 31
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Rekayasa sosial di atas akan dilakukan disertai kegiatan pendampingan dari institusi yang
terkait dengan kegiatan di atas. Oleh karena itu BBWS Citarum dalam melaksanakan kegiatan
Rekayasa Sosial Bendungan, akan memprakarsai pembuatan Perjanjian Kerjasama (MoU)
dengan instansi terkait/Dinas dengan Peternakan dan Pertanian Kabupaten Subang dan
Kabupaten Sumedang, terutama untuk pembimbingan dan pendampingan usaha di atas.
Tahapan Relokasi dan Program Rekayasa Sosial yang akan ditempuh dapat dilihat lebih rinci
pada Lampiran 4 dokumen ANDAL atau Lampiran 1 dokumen RKL/RPL.
1.1.6.1.2.g. Penanganan Khusus Pengadaan dan Pembebasan Lahan yang Dikuasai oleh
BUMN (PT Dahana dan PT Perhutani(Persero) Unit Jawa Barat-Banten).
Upaya yang akan ditempuh dalam pengadaan dan pembebasan lahan yang dikuasai oleh
lembaga/instansi pemerintah yaitu lahan perkebunan di kawasan PT Dahana dan kawasan
hutan produksi di lahan PT Perhutani (Persero) Unit Jawa Barat-Banten, yang terkena
dampak rencana pembangunan Waduk Sadawarna adalah sebagai berikut :
a. Pembebasan Lahan yang Merupakan Kawasan PT Dahana
a.1. Mekanisme pembebasan lahan akan mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
a.2. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tersebut, dalam hal Objek
Pengadaan Tanah PT Dahana menjadi jaminan di bank, Ganti Kerugian dititipkan di
pengadilan negeri. Untuk itu Pelaksana Pengadaan Tanah membuat Berita acara
Pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah yang dijadikan jaminan di bank atau
pemegang Hak Tanggungan lainnya, dan Pemberitahuan tentang hapusnya hak yang
disampaikan kepada pimpinan bank atau pimpinan pemegang Hak Tanggungan
lainnya dan yang bersangkutan.
b. Pembebasan Lahan yang Merupakan Kawasan PT Perhutani (Persero)
Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan dan Tukar Menukar Kawasan Hutan,
pengelolaan akan mengacu pada :
Bab 1. Pendahuluan I - 32
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Pembebasan lahan Hutan Produksi yang dikelola PT Perhutani (Persero) akan mengikuti
peraturan sbb :
- PP No. 60/2012 jo PP No. 10/2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan
Fungsi Kawasan Hutan
- Peraturan Menteri Kehutanan No.32/Menhut-II/2010 Tentang Tukar Menukar
Kawasan Hutan,
- Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 41/Menhut -II/2012,
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2010
Tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan
- Peraturan Menteri Kehutanan No 27 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2010 Tentang Tukar
Menukar Kawasan Hutan.
Tukar menukar kawasan hutan dilakukan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh
Menteri Pekerjan Umum kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan
melampirkan persyaratan administrasi dalam permohona izin akan ditempuh yaitu :
a. Surat permohonan yang dilampiri dengan peta lokasi kawasan hutan yang dimohon
dan peta usulan lahan pengganti pada peta dasar dengan skala minimal 1:100.000;
b. Izin lokasi dari bupati/walikota/gubernur sesuai kewenangannya;
c. Rekomendasi gubernur atau bupati/walikota, dilampiri peta kawasan hutan yang
dimohon dan usulan lahan pengganti pada peta dasar dengan skala minimal 1
:100.000; dengan memperhatikan pertimbangan teknis Kepala Dinas Provinsi
dan/atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
d. Pernyataan untuk tidak mengalihkan kawasan hutan yang dimohon kepada pihak
lain dan kesanggupan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan dalam bentuk surat pernyataan tersendiri (sebagai pemohon
Pemerintah)
Pertimbangan teknis Kepala Dinas Provinsi dan/atau Kepala Dinas
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada poin b di atas memuat :
a. Status dan fungsi kawasan hutan yang dimohon dan status usulan lahan pengganti;
b. Informasi apakah kawasan hutan yang dimohon berupa HP dan/atau HPT dibebani
atau tidak dibebani izin penggunaan kawasan hutan, izin pemanfaatan hutan,
persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan, atau bukan merupakan KHDTK.
Bila sedang dibebani izin di atas maka rekomendasi tidak akan diberikan.
Permohonan tersebut akan dilengkapi juga persyaratan teknis sebagai berikut :
Bab 1. Pendahuluan I - 33
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
a. proposal, rencana teknis atau rencana induk termasuk rencana lahan pengganti
dan reboisasi/penanaman.
b. pertimbangan teknis dari Direktur Utama Perusahaan Umum Perhutani untuk
kawasan hutan yang merupakan wilayah kerja Perusahaan Umum Perhutani.
c. hasil penafsiran citra satelit 2 (dua) tahun terakhir dan usulan lahan pengganti
atas kawasan hutan yang dimohon dijamin kebenarannya dengan surat pernyataan
dari pemohon.
Bila berdasarkan hasil penelaahan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan ternyata memenuhi syarat, maka Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan membentuk Tim Terpadu dan Sekretaris Jenderal atas nama Menteri
membentuk Tim Tukar Menukar Kawasan Hutan, yang akan melakukan penelitian dan
menyampaikan hasil penelitian dan rekomendasi kepada Menteri, dengan tata cara
dan mekanisme kerja serta pembiayaan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Setelah menerima rekomendasi dari Tim Terpadu, Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menerbitkan putusan terhadap dpersetujuan prinsip dilaksanakannya Tukar
Menukar Kawasan Hutan, yang diberikan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
sejak diterbitkan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali masing-masing untuk
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan memuat kewajiban bagi pemohon
untuk:
a. Menyelesaikan clear and clean2 untuk usulan lahan pengganti
b. Membuat dan menyerahkan pernyataan berbentuk akta notaris berisi
kesanggupan untuk:
1. Menanggung biaya tata batas terhadap kawasan hutan yang disetujui dan Lahan
pengganti yang diusulkan;
2. Menyediakan biaya dan melaksanakan reboisasi serta pemeliharaan tanaman
Terhadap lahan pengganti;
3. Menyerahkan garansi bank dari Bank Pemerintah sebagai jaminan biaya
4. Pelaksanaan reboisasi dan pemeliharaannya sesuai dengan ketentuan
Bab 1. Pendahuluan I - 34
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Berdasarkan Berita Acara Tukar Menukar (BATM) kawasan hutan, Direktur Jenderal di
Kemen LH dan Kehutanan yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang planologi
kehutanan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja menyampaikan
usulan penerbitan Keputusan Menteri LH dan kehutanan tentang Penunjukan Usulan
Lahan Pengganti sebagai kawasan hutan dan peta lampiran setelah dilakukannya kajian
hukum oleh Sekretaris Jenderal.
Bab 1. Pendahuluan I - 35
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 36
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
5. Pembuatan bangunan pengelak (terowongan pengelak serta coffer dam hilir dan hulu )
6. Pengoperasian bangunan pengelak
7. Persiapan material (penggalian bahan tanah, pasir dan kerikil dan penggalian batu
(borrow dan quarries).
8. Konstruksi bendungan utama :
a. Penggalian-penggalian pondasi bendungan dan pekerjaan –pekerjaan perbaikan
pondasi tersebut.
b. Penimbunan tubuh bendungan utama
c. pembuatan bangunan pelengkap permanen, (bangunan pelimpah banjir dan
bangunan penyadap/intake).
Tabel 1.6. Proyeksi Jumlah dan Komposisi Tenaga Kerja Konstruksi Pembangunan
Waduk Sadawarna
Jumlah Pendidikan Domisili
No. Uraian SMP- Tempo-
Orang S1 D3 SMA Lokal
SD rer
1 Project Manager 1 1 - - - 1
2 Staff Adm Dan Keuangan 3 1 1 1 - 3
3 Logistik 4 - 1 2 - 4
4 Security 4 - - 1 3 4
5 Office Boy 3 - - - 3 3
6 Site Engineer 1 1 - - - 1
7 Staff Engineer 7 7 - - - 7
8 Staff Lapangan 8 1 4 3 - 8
9 Pelaksana 20 - 8 12 - 20
10 Surveyor 4 - 2 2 - 4
11 Mandor 24 - 8 16 - 24
12 Operator Alat Berat 23 - - 18 5 23
13 Asisten Operator Alat Berat 23 - - - 23 23
14 Mekanik 4 - 2 2 - 4
Bab 1. Pendahuluan I - 37
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Basecamp merupakan fasilitas kerja yang dibangun khusus untuk pelaksanaan proyek guna
mendukung efektivitas pelaksanaan pekerjaan. Lokasi basecamp akan dibangun di sekitar
tapak proyek. Kegiatandi basecamp antara lain terdiri dari:
Kegiatan manajemen proyek di Kantor Proyek,
Kegiatan domestik para pekerja proyek di barak kerja,
Pengelolaan material/bahan di stock pile,
Penyiapan material/bahan konstruksi (lokasi stone cruiser, casting yard),
Pemeliharaan alat berat (bengkel),
Pengelolaan peralatan kerja (gudang),
Lahan parkir kendaraan proyek.
Layanan dasarP3K akan disediakan untuk seluruh pekerja juga fasilitasdarurat untuk
keadaankecelakaandaruratyangberkaitandenganpekerjaantermasukperalatanmedisyangsesu
ai untukstaf,jenis operasional, dan tingkatperawatan yangakan dibutuhkan.Pengelolaan
material/bahan di stock pile disajikanpada Lampiran 6.
Bab 1. Pendahuluan I - 38
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Tabel 1.7. Jenis, Jumlah dan Nama Alat Berat yang Digunakan dalam
Pembangunan Waduk Sadawarna
No. Jenis Alat Kapasitas Jumlah Alat Asal Alat Berat
1 Exavator 0.8 m³ 6 Bandung
2 Buldozer 100 - 150 HP 5 Bandung
3 Grader 100 HP (5m²) 2 Bandung
4 Wheel Loader 2.1 m³ 3 Bandung
5 Dump Truck 5 Ton 45 Bandung
6 Pompa Air 10 PK 3 Bandung
7 Generator Diesel 80 KVA 3 Bandung
8 Vibro Roller 18 - 200 Ton 3 Bandung
9 Tendem Roller 6 - 8 Ton 3 Bandung
10 Tire Roller 8 - 10 Ton 3 Bandung
11 Concrete Mixer 0.8 m³ 60 Bandung
12 Stampler 1 Ton 5 Subang/Sumedang
13 Concrete Pump 10 m³/Jam 2 Bandung
Sumber : diolah dari Laporan Bill of Quantity Penyelidikan Geologi Teknik dan Finalisasi Desain Waduk
Sadawarna,
Mobilisasi material bangunan ke lokasi proyek yaitu batu split, pasir, semen, besi dan kayu
berasal dari luar lokasi proyek. Bahan bangunan untuk tahap konstruksi akan diperoleh dari
pemasok lokal atau daerah sekitar, yang berdekatan dengan lokasi kegiatan.
Pengangkutan material tersebut akan menggunakan dump truk kapasitas 5 m3 dari quarry
dan borrow area sampai ke jalan akses ke tapak bendungan yang akan dibuat khusus.
Sedangkan pengangkutan alat berat, akan menggunakan truk melalui jalan Provinsi Subang-
Palimanan, jalan desa dan jalan akses. Penyimpanan bahan-bahan tersebut ditempatkan pada
gudang sementara.
Jalan akses (access road), selanjutnya akan digunakan selama kegiatan konstruksi untuk
pengangkutan bahan-bahan dari tempat penggalian dan atau tempat didatangkannya
material menuju ke lokasi bendungan, dan bangunan pelengkapnya, yang terdiri dari :
a. Jalan akses untuk pembangunan saluran pengelak
Jalan akses akan dibangun di sisi sungai Cipunegara di bagian barat . Akses masuk
dari Dusun Songgom, sampai ke tapak membuatan terowongan pengelak di bagian
hilir sisi barat rencana bendungan.
b. Jalan akses untuk pembangunan bendungan utama dan pembuatan bangunan
pelengkap permanen, seperti banguna pelimpah banjir, bangunan penyadap
Bab 1. Pendahuluan I - 39
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Tabel 1.8. Volume Material Tanah Timbunan, Pasir, Kerikil dan Batu Bouldersyang Dibutuhkan Dalam Pembangunan Waduk Sadawarna
JENIS KEGIATAN BATU KALI PASIR PASIR BETON SEMEN BESI SPLIT TANAH URUG RIP RAP (Batu
Kali)
volume Total volume Total volume Total volume Total volume Total volume Total volume Total volume Total
(m³) Ritasi *) (m³) Ritasi *) (m³) Ritasi *) (zak) Ritasi *) (m³) Ritasi (m³) Ritasi *) (m³) Ritasi *) (m³) Ritasi *)
*)
I TUBUH BENDUNGAN
Gali timbun kembali 573.879 114.775
Timbunan tanah random 806.534 161.306
Timbunan tanah inti 210.906 42.189
pasangan batu kosong (rip rap) 18.318 3.663
pasir (filter) 44.982 8.966
Pasangan beton 6.652 1.330 106.430 1.065 1.862.560 373 10.653 2.129
Rabat beton 289 58 2.415 25 338 68
Pasanganbatu kali 2.292 458 855 191 7.640 77
Aanstamping 2.698 539
II BENGUNAN PENGELAK
1 Beton K 225 7.691 1.539 123.064 1.231 2.153.620 431 12.306 2.462
2 Beton Pengisi 532 107 6.212 63 621 125
III BANGUNAN PENGAMBILAN KANAN
1 Beton K 225 3.306 662 52.896 529 925.680 185 5.289 1.058
IV BANGUNAN PENGAMBILAN KIRI
1 Beton K 225 560 112 8.949 90 156.529 32 895 179
v BANGUNAN PELIMPAH UTAMA
1 Beton K 225 20.005 4.001 320.088 3.200 5.601.540 1.121 32.008 6.402
2 Lantai kerja (1:3:5) 3.927 786 47.130 472 314.200 63 6.284 1.257
Pasangan baru 7.672 1.535 3.836 768 25.576 256
Gali timbun 22.678 4.536
Timbunan pada hilir 96 20
Pekerjaan jembatan (L=40 m, 640 128 384 77 81 17 1.296 13 18.060 4 129 26
B=8m)
VI BANGUNAN PELIMPAH DARURAT
Beton K 225 1.127 226 18.040 181 315.700 64 1.804 361
Pasangan baru 3.687 738 1.536 308 12.292 123
Gali timbun 22.678 4.536
Timbunan pada hilir 96 20
VII ACCESS ROAD (P= 300 m, L = 8
m)
Lapisan sirtu (t = 25 cm) 600 120
Lapisan batu belah (t=7 cm) 576 116
Lapisan sub base coarse (t 7 cm) 168 34
Lapisan sub base coarse (t 3 cm) 72 15
JUMLAH 17.565 3.514 51.593 10.310 44.770 8.958 732.028 7.325 11.347.889 2.273 70.567 14.116 1.636.867 327.382 18.318 3.663
Sumber: Hasil analisa RAB dan BOQ pada Laporan Review Design Rencana Waduk Sadawarna, 2011
Keterangan : *) kendaraan dengan truk 5 m3
Bab 1. Pendahuluan I - 40
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 41
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Jalan akses (access road) akan dibangun dari kedua sisi bendungan sepanjang 3.000meter,
yang terdiri dari :
Jalan masuk dari jalan Desa Sadawarna menuju lokasi bendungan Sadawarna sepanjang
1.640 m dengan lebar 6 meter. Jalan akses tersebut direncanakan akan berpotongan
dengan jalan eksisting yaitu Jalan Dusun Sadawarna di Desa Sadawarna, Kab Subang.
Lokasi rencana Jalan akses ini di eksisting berada di atas lahan PT Dahana.
Jalan masuk ke lokasi bendungan ke jalan kampung Songom sepanjang 1.360 m dengan
lebar 6 meter. Jalan akses tersebut akan berpotongan dengan jalan eksisting yaitu Jalan
Dusun Songgom, Desa Tanjung, Kab Sumedang. Lokasi rencana Jalan akses ini di eksisting
berada di atas Lahan Perhutani.
Jalan akases baru yang akan dibuat ini akan dipakai pada saat konstruksi Bendungan
Sadawarna dan pada tahap operasional akan difungsikan sebagai jalan akses untuk
penduduk yang menghubungkan Desa Tanjung dngan Desa Sadawarna.
Kondisi topografi rencana jalan akses menuju bendungan berada pada kemirigan lereng yang
landai, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.13.
Volume material yang dibutuhkan dari kegiatan pembangunan jalan akses baru ini sudah
termasuk pada volume yang ditunjukan pada Tabel 1.8.
Pembuatan jalan akses baru akan diawali dengan pematangan lahan, berupa pembersihan
vegetasi, pengupasan lahan dan pengurugan tanah. Sebelum pelaksanaan pekerjaan konstruksi,
terlebih dulu lokasi dibersihkan dari pepohonan. Pekerjaan ini disebut grubbing. Setelah
dibersihkan lalu disingkirkan keluar lokasi tapak kegiatan konstruksi. Kegiatan lainnya adalah
pengupasan lapisan tanah permukaan. Tanah hasil pengupasan akan ditempatkan ke
lokasi-lokasi yang rendah atau ke spoilarea.
Dalam melaksanakan pekerjaan pembuatan jalan akses, pengelolaan terhadap dampak-dampak
yang berpotensi timbul akan akan mengacu kepada Pedoman Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departeman Pekerjaan Umum No.010/BM/2009, tentang Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan.
Bab 1. Pendahuluan I - 42
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Gambar 1.13. Kondisi Topografi Rencana Jalan Akses Menuju Bendungan hal II-43
Bab 1. Pendahuluan I - 43
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Pengelak dimaksudkan untuk mengalihkan air sungai pada saat pembangunan tubuh
bendungan utama, sehingga memudahkan pelaksanaan pembangunan bendungan, karena
dilakukan dalam kondisi aliran kering, fungsi bangunan ini juga merupakan pengelolaan
terhadap dampak penurunan kualitas air sungai selama perioda konstruksi. Fasilitas
pengelakan dibuat dengan memindahkan aliran sungai di hulu rencana bendungan utama
melalui terowongan, menuju hilir rencana bendungan utama. Pada prinsipnya bangunan
pengelak untuk suatu bendungan, terdiri dari (1) bendung pembantu (cofferdam) (2)
terowongan pengelak.
Konstruksi dan pengoperasian bendungan pengelak akan berpedoman kepada SNI 03-6456.1-
2000 tentang Metode Pengontrolan Sungai Selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan ;
Bagian 1 Pengendalian Sungai selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan, dan Bagian 2 :
Penutupan Alir Sungai dan Bendungan Pengelak. Pedoman ini menjadi acuan untuk metode
pengontrolan sungai selama pelaksanaan bendungan untuk memberikan ruangan kerja yang
bebas dari air dan aman terhadap banjir. Metode ini mencakup penutupan alur sungai dan tipe-
tipe bendungan pengelak yang berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi dan pengoperasiannya
Bab 1. Pendahuluan I - 44
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Tabel 1.10. Daftar Prosedur Kesehatan dan Keselataman Kerja (K3) untuk Konstruksi
Terowongan pada Bendungan
No Hal yang Diatur Unsur K3 yang Diatur
1 PEKERJAAN Ketentuan Umum
TEROWONGAN Penerangan Keadaan Darurat
Peledakan di Dalam Terowongan
Transportasi Hasil Peledakan Keluar Terowongan
Kesehatan Lingkungan di dalam Terowongan
Galian Terowongan
Disain Penyangga dan Pemasangannya
Pengontrol Debu di dalam Terowongan
Ijin Melaksanakan (Clearance)
Sumber : SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384 Tahun 2004Tentang
Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi
Bendungan
Bab 1. Pendahuluan I - 45
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
1.1.6.2.7. Persiapan Material (Penggalian Bahan Tanah, Pasir dan Kerikil dan
Penggalian Batu (Borrow dan Quarries)
Ketersediaan material tanah, pasir dan batu telah diselidiki dalam Review Desain Waduk
Sadawarna, 2011 dan Penyelidikan Geologi Teknik dan Finalisasi Desain Waduk Sadawarna,
2012, dan telah didapatkan hasil bahwa lokasi yang berpotensi sebagai lokasi material tanah
(borrow area), Quarry dan borrow area akan berlokasi di sekitar rencana lokasi bendungan
Sadawarna. Lokasi material pasir (quarry pasir), dan Lokasi material batu (quarry batu) seperti
yang disajikan pada Tabel 1.11 dan Gambar 1.14.
Bab 1. Pendahuluan I - 46
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 47
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Mutu material urugan dari lokasi yang tersaji di Tabel 1.11 sudah diuji dengan pedoman SNI
03-6465-2000 Tata Cara Pengendalian Mutu Bendungan Urugan, yang memuat memuat
pedoman untuk melaksanakan program mutu selama konstruksi di lokasi konstruksi
bendungan urugan (tanah atau batu) terutama untuk material urugan.
Bab 1. Pendahuluan I - 48
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
fragmen heterogen, terdiri dari mineral-mineral kwarsa, k-feld-spar, biotit, muscovite dan
fragmen mineral lainnya.
Pasir ini ditemukan bercampur dengan kerikil, kerakal, dan bongkah. Panjang penyebaran
endapan pasir diestimasi sekitar 5 km, lebar rata-rata sungai sekitar 20 meter. Kandungan
pasir rata-rata pada endapan dasar sungai 20 % dari tebal rata-rata endapan dasar sungai
sekitar 4 meter. Maka jumlah yang dapat diambil dari endapan Sungai Cipunagara adalah
sekitar 80.000 m3.
Lokasi Borrow Area Tanah B akan berlokasi di daerah Bukit Wado / Dusun Songgom,
Desa Tanjung, Kecamatan Surian, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, di kanan
sungai dengan jarak 1 km dari lokasi rencana bendungan. Dari hasil pemetaan geologi
dan penggalian sumur uji TP - 21, jenis tanah yang ditemukan di lokasi ini adalah tanah
3Berdasarkan Laporan Penyelidikan Geologi Teknik dan Finalisasi Desain Waduk Sadawarna,
2011
Bab 1. Pendahuluan I - 49
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
lempung pasiran dan lempung kerikilan, berwarna coklat konsistensi firm sampai stiff,
plastisitas sedang, kelulusan air rendah sampai sedang.
Tanah di lokasi ini dari hasil pemetaan geologi2 ditafsirkan sebagai endapan lereng yang
bersumber dari pelapukan batuan batupasir yang terdapat di bagian atasnya. Ketebalan
lapisan ini mencapai 9 meter dan luas tanah cadangan sekitar 4 ha. Tebal tanah rata-rata
setelah dikurangi tebal pengupasan tanah pada permukaan diduga sekitar 5 meter.
Dari data diatas, jumlah cadangan material tanah dari lokasi alternative II dapat dihitung
yaitu kurang lebih 200.000 m3.
Lokasi dari sumber bahan bangunan yang meliputi cadangan material batu, material
pasir dan material tanah sebagaimana telah diuraikan diatas dapat ditunjukan dalam
peta seperti pada Gambar 1.14.
Pada kondisi eksisting, sudah banyak terdapat kegiatan pertambangan pasir dan batu Sungai
Cipunegara, dengan jalan masuk areal pertambangan dari Dusun Songgom, Desa Tanjung, Kab
Sumedang. Wilayah areal ini memang sudah tercantum dalam RTRW Kab Sumedang, sebagai
areal pertambangan Pasir, batu andesit, dan bentonit (Perda Kab Sumedang Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011 – 2031).
Pertambangan batuan di quarry dan borrowarea untuk Bendungan Sadawarna akan dilakukan
setelah menempuh proses perizinan yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia N0. 32 Tahun 1991 Tentang : Pedoman Usaha Pertambangan
Bahan Galian Golongan C.
Bab 1. Pendahuluan I - 50
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bendungan Sadawana direncanakan dengan tipe timbunan Earth Fill DamInti Tegak. Adapun
kemiringan lereng udik adalah 1 : 3.00 dan lereng hilir 1 : 2,50. Tinggi bendungan adalah tinggi
total bendungan mulai dari dasar sungai hingga puncak bendungan. Tinggi total tubuh
Bendungan Sadawarna dari dasar sungai yaitu 42,00, meter, dengan Elevasi dasar Sungai As
Dam+ 45,00 m, dengan Elevasi Berm Hulu+ 60.00 m, Elevasi Berm Hilir+ 60.00 m, lebar puncak
12,00 m dan panjang puncak 365,00 m.Green belt ditetapkan sesuai standar yang ditetapkan
oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 63 tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai,
Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai, yaitu 50 meter jarak horizontal dari tinggi
bendungan maksimum.
Bab 1. Pendahuluan I - 51
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 52
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Pelaksanaan bahan batu tergantung dari ukuran batu-batu bahan timbunan yang
dinginkan, maka akan dilaksanakan 2 (dua) metode penggarapannya berdasarkan
ukuran batu, dengan uraian sebagai berikut :
Untuk bahan batu berukuran kecil, sesudah dituang dari alat pengangkut, akan
diaratakan hingga mencapai ketebalan efektif untuk pemadatan, dengan bantuan
Bab 1. Pendahuluan I - 53
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
bulldozer dan kemudian dipadatkan dengan mesin giling, seperti halnya pada
penimbunan bahan-bahan tanah pasir dan kerikil. Apabila bahan terdiri dari batu
belah dan batu berukuran kecil, biasanya dapat diambil ketebalan pelapisan antara
30 s/d 40cm, seperti halnya pada bahan pasir dan kerikil. Sedang untuk bahan batu
yang berukuran lebih besar lagi, biasanya ketebalan pelapisan sekitar 1 s/d 2
meter.
Untuk bahan ukuran berukuran besar, akan dituangkan dengan menuangkan begitu
saja bahan dari bak alat pengangkut pada ketinggian tertentu dan tanpa dipadatkan
lagi. Untuk meningkatkan efektifitas pemadatan, maka sebelum suatu lapisan
digiling, maka supaya disemprot dengan air terlebih dahulu, agar butiran halus
yang terdapat di atas permukaan lapisan batu akan hanyut ke bawah dan mengisi
rongga-rongga yang terdapat di antara bungkalan batubatu lapisan yang
bersangkutan, juga bungkalan-bungkalan batu atau permukaan butiran-butiran
bahan yang lebih halus akan menjadi basah dan licin, sehingga mudah
memadatkannya.
Setelah penimbunan batu untuk lereng udik selesai dilaksanakan, maka hamparan
pelindung batu (rip-rap) dipasang. Hamparan pelindung batu ini dibuat dengan cara
menuangkan langsung bungkalan-bungkalan batu besar di atas permukaan lereng atas
yang telah disiapkan. Pembuatan hamparan pelindung akan dilaksanakan bersamaan
dengan progress penimbunan tubuh bendungan.
Bab 1. Pendahuluan I - 54
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 55
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
(4) Seismometer
Seismometer terutama berfungsi untuk mencatat ketahanan bendungan urugan
terhadap gempa bumi. Adalah suatu kenyataan bahwa, berbagai macam bangunan
termasuk bendungan urugan, sangat menderita kerusakan-kerusakan, akibat
goncangan gempa bumi. Agar dapat diperoleh data-data yang teliti untuk
pembuatan rencana teknis bendungan pada masa-masa yang akan datang, maka
seismometer akan dipasang segera sesudah bendungan, dibangun, agar kelak dapat
diperoleh catatan data yang lebih panjang..
(5) Alat pengamat inklinasi
Peralatan ini dipasang untuk untuk mengamati adanya gejala terjadinya longsoran
lereng tubuh bendungan atau pergeseran-pergeseran lainnya pada bagian tubuh
bendungan yang terletak di dekat tebing sungai untuk mengamati penurunan-
penurunan yang tidak merata.
Upaya pengelolaan minimasi terjadinya erosi pada saat pengerjaan tapak bendungan akan
mengikuti PedomanPelaksanaanKonstruksiBendungan Urugan, yang dikeluarkan oleh
BintekDitjenSD, Dept Pekerjaan Umum, 2004, yang secara garis besar disampaikan sebagai
berikut :
Seluruh pekerjaan tanah akan dikendalikan secara tepat, terutama masa musim
hujan.
Menjaga lereng yang digali-urug tetap stabil setiap waktu dan melaksanakannya
dengan sesedikit mungkin gangguan terhadap daerah di luar batas pekerjaan.
Mencegah pekerjaan tanah yang hanya dikerjakan sebagian sehingga tanah
dibiarkan terbuka lebih lama, terutama selama musim hujan, melalui operasi gali
urug yang dilakukan bertahap, pada satu lokasi akan dikerjakan dalam satu operasi
yang berkesinambungan lalu segera diselesaikan untuk pindah ke lokasi selajutnya.
Pada tahap land clearing, galian atau bahan yang tidak sesuai akan dibuang ke
daerah buangan yang sudah memenuhi syarat : kelerengan stabil, dan diletakkan
serta dibentuk supaya berbaur dengan lingkungan sekitar.
Bab 1. Pendahuluan I - 56
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Penggalian material tanah yang dilakukan adalah secara “back filling” atau gali tutup, disertai
upaya mengembalikan tanah pucuk (top soil) ke bekas galian. Untuk tanah atau batu yang tidak
terpilih sebagai bahan/material kontruksi pada pembangunan Bendungan dan Bangunan
Pelengkapnya yang disebabkan tidak memenuhi persyaratan teknissebagai bahan urugan,
maka bahan tersebut akan dipilah pada lokasi borrow area. Tanah kupasan yang tidak terpilih
akan ditempatkan pada lahan yang cocok dan aman sebagai “dumping area” sementara di
sekitar dekat galian/borrow material.
Untuk tanah atau batu yang tidak terpilih sebagai bahan/material kontruksi pada
pembangunan Bendungan dan Bangunan Pelengkapnya yang disebabkan tidak memenuhi
persyaratan teknissebagai bahan urugan, maka bahan tersebut akan dipilah pada lokasi
borrow area. Tanah kupasan yang tidak terpilih akan ditempatkan pada lahan yang cocok dan
aman sebagai “dumping area” sementara di sekitar dekat galian/borrow material.
Penetapan lokasi dumping, akan dilakukan dalam tahapan terpisah dari studi AMDAL ini.
Kriteria lahan dan cara penanganan yang akan digunakan sebagai berikut :
1. Lokasi dumping area akan berada pada lahan relatip datar, bukan merupakan zona aliran
atau saluran alami, dan zona stabil dari longsor.
2. Penanganan dumping area ini akan mengacupada regulasi setempat yaitu :
a. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor : 13 Tahun 2006 Tentang Ketertiban,
Kebersihan dan Keindahan di Wilayah Kabupaten Subang,
b. Peraturan Daerah Kabupaten. Tingkat II Sumedang Nomor 1 Tahun 1988 tentang
Kebersihan,. Keindahan, dan Ketertiban di Kab Sumedang.
3. Pada dumping area tersebut, lokasi distabilkan dan ditumbuhkan kembali. Jika sesuai, sisa-
sisa organik yang berlebihan akan disebarkan ke seluruh lokasi yang terkena dampak untuk
mendorong penanaman kembali.
Daftar Prosedur Kesehatan dan Keselataman Kerja (K3) untuk Konstruksi Bendungan
berdasarkan SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384 Tahun 2004 yang akan
dijadikan pedoman disajikan pada Tabel 1.12.
Bab 1. Pendahuluan I - 57
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Tabel 1.12. Daftar Prosedur Kesehatan dan Keselataman Kerja (K3) untuk Konstruksi
Bendunganberdasarkan SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
No. 384 Tahun 2004
No Hal yang Diatur Unsur K3 yang diatur
1 PERSYARATAN UMUM Prosedur K3 berlaku bagi seluruh tenaga kerja, umum maupun tamu pada
tempat kegiatan konstruksi pekerjaan.
2 PERSYARATAN PADA Prosedur K3 untuk Pintu Masuk dan Keluar
TEMPAT KERJA Prosedur K3 untuk Lampu Penerangan
Prosedur K3 untukVentilasi / Sirkulasi Udara
Prosedur K3 untuk Alat Pemanas
Prosedur K3 untuk Pencegahan Terhadap Bahaya Kebakaran dan Alat
Pemadam Kebakaran
Prosedur K3 untuk penggunaan dan Penanganan Untuk Lingkungan Bahan –
bahan Yang Mudah Terbakar
Prosedur K3 untuk Penggunaan dan Penanganan Cairan yang Mudah
Terbakar
Prosedur K3 untuk Perlengkapan, Peringatan
Prosedur K3 untuk Perlindungan Pekerja terhadap Benda – Benda Jatuh Dan
Bagian Bangunan Yang Runtuh
Prosedur K3 untuk Perlindungan Tenaga Kerja agar Tidak Jatuh (Teralis
Pengaman dan Pinggir Pengaman)
Prosedur K3 untuk Lantai Terbuka, Lubang pada Lantai
Prosedur K3 untuk Lubang Pada Dinding
Prosedur K3 untuk Tempat–tempat Kerja yang Tinggi
3 PERSYARATAN Kewajiban Penyedia Jasa dalam hal K3
KESEHATAN KERJA Tenaga Kerja Yang Akan Diperiksa Kesehatannya
Pengawasan Kegiatan Kesehatan Kerja
Penanganan Perselisihan
Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Pemeriksaan Khusus
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
Tindakan Pencegahan (Preventif)
Kewajiban Tenaga Kerja dalam Hal K3
Peran Serta Hyperkes dalam Hal K3
Daftar Penyakit – Penyakit Akibat Kerja yang Akan Dilaporkan
4 LINGKUNGAN TEMPAT Prosedur K3 untuk Kebersihan Lokasi Kerja
KEGIATAN KERJA Prosedur K3 untuk Menangani Dampak Kebisingan
BENDUNGAN Prosedur K3 untuk Menangani dampak Getaran ( Vibrasi )
Prosedur K3 untuk Penanganan Keadaan Darurat (Sistem Tanggap Darurat)
Prosedur K3 untuk Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Prosedur K3 dalam Hal Tempat Kerja dan Alat-alat Kerja
Prosedur K3 dalam Hal Kebersihan dan Kerapihan Tempat Kerja
Prosedur K3 untuk Pencegahan Dari Bahaya Kejatuhan Benda
Prosedur K3 dalam hal Larangan Memasuki Lokasi Kerja
Prosedur K3 dalam hal Tanda Peringatan, Rambu-Rambu dan Alat
Pelindung Diri
5 PEKERJAAN Prosedur K3 untuk Pekerjaan Cofferdam
COFFERDAM, Prosedur K3 untuk Pengalihan Aliran Sungai ke Saluran Pengelak
PENGALIHAN ALIRAN Prosedur K3 untuk Pengeringan (Dewatering)
SUNGAI, DAN
PENGERINGAN
(DEWATERING
6 PERSYARATAN Prosedur K3 dalam hal Rencana Tata Letak Pekerjaan Bendungan
RENCANA TATA Prosedur K3 dalam halPersyaratan Tata Letak Material dan Tempat Kerja
LETAK TEMPAT KERJA
7 PEKERJAAN GALIAN Persyaratan Rencana Penggalian
Prosedur K3 dalam hal Pekerjaan Galian dan Timbunan Pada Pondasi
Bab 1. Pendahuluan I - 58
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 59
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Pemanfaatan air yang berlimpah pada musim penghujan ditampung di waduk dan
dipergunakan pada saat-saat kekurangan air. Dengan bertambahnya cadangan air, maka
kegiatan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengembangan air secara optimal dapat dipenuhi
untuk irigasi dan air baku air minum. Bangunan pengambilan berfungsi sebagai bangunan
operasi untuk keperluan irigasi, dan air baku. Kategori standar yang dipergunakan antara lain:
• Pd T-25-2004-A Pedoman Pengoperasian Waduk Tunggal;
• Pd T -02-2005-A Analisis Daya Dukung Tanah Pondasi Dangkal Bangunan Air;
• Pd T-39-2000-A Tata Cara Penggalian pada Pekerjaan Tanah;
• SKSNI T-15-1991-03 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
Struktur bangunan Inlet mempunyai fungsi untuk pengoperasian waduk yang dikendalikan oleh
pintu utama, dalam hal bila terjadi kondisi darurat, struktur bangunan Inlet ini dilengkapi pula
Bab 1. Pendahuluan I - 60
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Spesifikasi Bangunan Pengambilan (Intake)ini seperti yang telah disajikan pada sub bab
2.1.2.1.m dan n. Prosedur pelaksanaan pekerjaan terowongan intake akan memperhatikan
syarat-syarat yang ditetapkan dalam Prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja berdasarkan
SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384 Tahun 2004, khusus untuk
pekerjaan terowongan bendungan, yang disajikan pada Tabel 1.10.
Tahapan sebelum pengisian awal bendungan adalah melampirkan rincian laporan akhir
pelaksanaan konstruksi, rencana pengisian awal waduk, rencana pengelolaan bendungan, dan
Rencana Tindak Darurat (RTD) yang sudah disetujui oleh Komisi Keamanan Bendungan.
Dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum dilakukan pengisian awal waduk, akan
dilakukan pemberitahuan mengenai tanggal pelaksanaan pengisian awal waduk kepada
Gubernur atau Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya, dan memberitahukan kepada
masyarakat sekitar daerah genangan waduk dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari.
Selama pengisian awal waduk, akan dilakukan pemantauan, pengawasan, dan pengendalian
sesuai dengan rencana pengisian awal waduk.
Selanjutnya pengisian Waduk Sadawarna akan mengikuti Pedoman Pengisian Waduk yang
ditetapkan oleh Balai Keamanan Bendungan, Ditjen SDA-DPU 2002 dan Surat Keputusan
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan No. 384 Tahun 2004 sebagai
berikut :
• Sebelum digenangi, kawasan akan dibersihkan dari material, sisa–sisa pohon/kayu dll, yang
dapat hanyut dan merusakkan bangunan air, pintu air, dan bangunan lainnya.
• Di dalam kawasan yang akan digenangi akan dicek lebih lanjut tidak ada tempat
pembuangan limbah kimia dan bahan beracun dan berbahaya yang licit (leachete), yang
dapat mencemari perairan dan membahayakan bangunan (menyebabkan korosi).
Bab 1. Pendahuluan I - 61
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Operasi waduk dapat berjalan setelah muka air waduk mencapai elevasi normal.
Pengoperasian bendungan dilakukan dengan cara mengatur pembukaan dan penutupan pintu
bendungan, termasuk pengendalian daya rusak air yang meliputi aspek sebagai berikut:
a. Pengendalian terhadap keutuhan fisik dan keamanan bendungan; dan
b. Pengendalian terhadap fungsi bendungan beserta waduknya.
Bab 1. Pendahuluan I - 62
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
(BMKG), yang akan dibedakan untuk pola operasi tahun kering, pola operasi tahun normal, dan
pola operasi tahun basah.
Pengoperasian waduk berkaitan erat dengan besarnya kebutuhan air irigasi dan kondisi iklim
yang terjadi, seperti musim penghujan dan musim kemarau. Berdasarkan kondisi yang ada, ada
beberapa kriteria pengoperasian waduk kondisi-kondisi tertentu yaitu :
a. Kondisi Air Normal : Pengoperasian waduk dilakukan dengan cara standar, dimana debit
yang dikeluarkan dari waduk sebesar debit yang dibutuhkan didaerah layanan waduk. Perlu
ditinjau kejadian-kejadian yang ada selama proses berjalan.
b. Kondisi Air Banjir Normal : Pengoperasian waduk dengan membuka pintu pembilas/intake
sesuai dengan kebutuhan di daerah layanan. Air yang berlebih akan melimpah dengan
sendirinya melalui pelimpah. Pada kondisi ini perlu diperhatikan fasilitas pengamatan
waduk, apabila ada perubahan atau pergeseran fasilitas pengamatan, maka perlu diantisipasi
dengan perlahan-lahan menurunkan elevasi muka air banjir dengan membuka pintu intake.
c. Kondisi Air Banjir Abnormal : Pengoperasian waduk dengan membuka pintu intake sesuai
dengan kebutuhan didaerah layanan. Air yang berlebih akan melimpah dengan sendirinya
melalui pelimpah utama (Main Spillway). Pada kondisi ini perlu diperhatikan fasilitas
pengamatan waduk, apabila ada perubahan atau pergeseran fasilitas pengamatan, maka
perlu diantisipasi dengan perlahan-lahan menurunkan elevasi muka air banjir dengan
membuka pintu intake.
d. Kondisi Muka Air Minimum : Pengoperasian waduk dengan membuka pintu intake sesuai
dengan kebutuhan didaerah layanan selama debit yang tersedia nasih cukup. Selama proses
penurunan level muka air akibat kebutuhan debit tidak sebanding dengan debit air yang
masuk, perlu diperhatikan laju penurunan muka air. Penurunan muka air dengan tiba-
tiba/cepat dapat menyebabkan tubuh bendung akan mengalami penurunan mendadak dan
dapat mengalami kelongsoran akibat tekanan pori yang berubah dengan tiba-tiba.
Pengaturan penurunan muka air secara langsung dipengaruhi oleh bukaan pintu intake.
e. Kondisi Gempa : Pengoperasian waduk pada kondisi gempa diatur sedemikian rupa agar
level muka air berada pada kondisi normal dan aman, agar pengaruh gempa terhadap volume
air yang ada tidak terlalu besar dan dapat mengakibatkan tubuh bendung mengalami
kelongsoran.
Bab 1. Pendahuluan I - 63
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
karena bahan timbunannya sangat mudah diperoleh dan pelaksanaan konstruksinya tidak
terlalu rumit. Tanggul sangat mudah untuk menyesuaikan diri dengan lapisan tanah
pondasi yang mendukungnya dan mudah pula menyesuaikan diri terhadap penurunan
yang tidak merata, sehingga perbaikannya juga mudah dikerjakan.
Kestabilan dam perlu dijaga dari kerusakan-kerusakan yang mungkin terjadi. Umumnya
kerusakan tubuh dam yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :
Terbentuknya bidang gelincir yang menerus akibat kemiringan lereng dam terlalu
curam.
Terjadinya keruntuhan lereng dam akibat kejenuhan air dalam tubuh dam yang
disebabkan oleh rembesan air pada saat banjir atau pada saat terjadi hujan yang terus
menerus.
Terjadinya kebocoran-kebocoran pada pondasi dam.
Terjadinya pergeseran pondasi akibat gempa.
Untuk pencegahannya, pemeliharaan tubuh dam secara rutin akan dilakukan minimal
setiap 1 bulan sekali. Pada kejadian-kejadian khusus seperti hujan besar terus menerus,
banjir dan gempa, maka inspeksi terhadap dam akan dilakukan untuk mengecek
kerusakan-kerusakan yang mungkin ditimbulkannya dan kemungkinan pergerakan/
pergeseran tubuh dam. Apabila terjadi kerusakan, maka akan segera diadakan perbaikan.
Untuk mencegah terhadap bahaya kerusakan yang mungkin terjadi, maka akan dilakukan
hal-hal sebagai berikut :
Perkuatan Terhadap Lereng Dam
Permukaan lereng tanggul harus kuat terhadap arus air dan terpaan hujan, karenanya
permukaan lereng akan dilindungi atau diperkuat. Perkuatan yang paling sederhana
adalah dengan memasang gebalan rumput.
Permukaan lereng dam akan senantiasa dirawat, yaitu dengan membebaskan gebalan
dan tumbuhan liar dan apabila terlalu panjang akan dipangkas. Pada waktu musim
kemarau gebalan ini akan disiram. Tumbuhan berakar dalam di tubuh dam akan
dihilangkan, sebab tumbuhan ini dapat mengakibatkan masuknya air pada tubuh dam.
Pelindung Kaki Dam
Untuk melindungi bagian-bagian kaki dam dari kerusakan karena pengusahaan tanah
yang berdekatan tanah yang berdekatan dengan dam atau mencegah melunaknya kaki
dam karena munculnya air rembesan di waktu musim hujan, maka pada bagian sekitar
kaki dam akan dipasang filter berupa pasangan batu kosong untuk perkuatannya dan
juga akan dibuat parit-parit pembuang guna melancarkan aliran air keluar dari daerah
waduk,
Pencegahan Kebocoran pada Tubuh Dam
Bab 1. Pendahuluan I - 64
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Timbulnya kebocoran pada dam umumnya disebabkan adanya air rembesan melalui
tubuh dam atau melalui lapisan pondasi dari kaki depan ke arah kaki belakang pada
saat muka air tinggi. Infiltrasi ke dalam tubuh dam akan meningkat bersamaan dengan
naiknya muka air saat terjadi hujan deras yang menimpa tubuh dam. Oleh karena itu
akan dilakukan usaha-usaha agar infiltrasi air hujan ke dalam tubuh dam dapat
dikurangi, yaitu dengan memperbaiki drainase lereng dam dengan pelindung lereng
dan parit-parit, agar air hujan yang turun di atas tubuh dam segera keluar menjauhi
sebelum meresap ke dalam tubuh dam.
Pencegahan Kebocoran pada Pondasi Tanggul
Kerusakan dam baik kecil maupun besar akan segera di tangani, misalkan suatu
kebocoran yang kecil di tubuh dam dapat berakibat runtuh/jebolnya suatu dam
karena rembesan tersebut jika dibiarkan akan membesar dan lama kelamaan akan
meruntuhkan tubuh dam.
Bab 1. Pendahuluan I - 65
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
4. Pemeliharaan Intake dan Bangunan Pendistribusian Air Baku dan Air Irigasi
Intake, screen dan bangunan pendistribusian air baku dan air irigasi merupakan satu
kesatuan dalam satu unit. Berfungsi untuk mengakseskan air dan mengolah air baku dan
Bab 1. Pendahuluan I - 66
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
air irigasi. Intake terbuat dari kontruksi pasangan batu kali yang dilengkapi dengan pintu
pengatur aliran dan saringan sampah. Screen terbuat dari besi dan ditempatkan di depan
pengambilan untuk mengatisipasi masuknya sampah/kotoran dalam pipa supply. Saluran
intake terbuat dari pasangan batu kali dengan bentuk boks mengalirkan air dari
bendungan ke penenang/hisap. Dalam pemeliharaan fasilitas ini yang akan diperhatikan
adalah :
Pengawasan secara periodik 2 x seminggu terhadap lingkungan intake akan
dilakukan terhadap kemungkinan adanya kotoran, sampah dan sedimen.
Pengawasan terhadap gangguan dari manusia akan diperhatikan dengan seksama,
agar fasilitas tersebut terjaga dari kerusakan/bocor.
Perawatan saluran dilakukan dalam 1 x 2 bulan untuk menjaga saluran dapat
berfungsi dengan baik.
Memberikan pelumas Pintu intake pada setiap bagian mekanis yang bekerja dan
bersentuhan dengan logam.
Screen/saringan sampah akan dichek periodik, apabila sudah berkarat atau rusak
akan segera diganti.
Setelah terjadi gempa, bangunan pembilas akan diperiksa kondisi strukturnya,
apabila terjadi kerusakan akan segera diperbaiki dan segera dilaporkan kepada
penanggungjwab lebih tinggi.
Jika terdapat fraksi-fraksi besar batu, bongkahan batu dan sampah akan segera
disingkirkan untuk keamanan bangunan pelimpas. Apabila sedimentasi yang terjadi
sudah melebihi batasan, maka akan diadakan pembersihan secara mekanis.
Dinding penahan akan dirawat dari kemungkinan adanya tumbuhan air yang tumbuh
di alur saluran, lumut yang tumbuh pada dinding, dengan membersihkannya secara
berkala dan teratur.
Setelah terjadi banjir atau gempa, saluran pengarah akan diperiksa strukturnya dan
apabila terjadi kerusakan perlu segera diadakan perbaikan.
Bab 1. Pendahuluan I - 67
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Pengecekan terhadap dinding dari retakan pada dinding saluran. Apabila terjadi
retakan segera dilakukan perbaikan.
Pembagian dan pengaturan tugas dan wewenang dalam operasional dan perneliharaan akan
dijabarkan dalam suatu struktur organisasi, yang berfungsi untuk :
Melaksanakan kegiatan pekerjaan fisik operasional dan pemeliharaan;
Melaksanakan pengaturan kegiatan operasi dan pemeliharaan;
Mengadakan pengaturan kegiatan operasi dan pemeliharaan;
Mengadakan koordinasi/komunikasi dengan instansi-instansi lainnya yang ada kaitannya
dengan kegiatan O & P
Mengatur dan menyelenggarakan penyuluhan kepada pengguna air dan para petani pemakai
air.
Bab 1. Pendahuluan I - 68
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
1. Distribusi Air dan Operasi Jaringan Air Irigasi dan Air Baku
Sebagaimana telah diuraikan pasa subbab tentang tujuan dan manfaat proyek, bahwa
pembangunan Waduk Sadawarna didasari oleh adanya peningkatan kebutuhan air irigasi
maupun air baku untuk kegiatan domestik dan perkotaan. Oleh karena itu, setelah waduk
ini dioperasikan air yang tersedia di Waduk Sadawarna akan didistribusikan dengan cara
mengoperasikan jaringan air irigasi dan air baku ke daerah-daerah pemanfaat.
Untuk mencegah erosi dan longsor dan menambah estetika lingkungan sekitar waduk maka
setelah pekerjaan konstruksi selesai akan dilakukan rehabilitasi lahan dan penanaman
tanaman penghijauan di sekeliling waduk (sempadan waduk) dan sekitar lokasi
perkantoran/bendungan
Pekerjaan pembuatan buffer zone akan dilakukan secara terpadu dengan kegiatan
penyiapan lahan. Sedangkan pekerjaan penanaman tanaman penghijauan akan dilakukan
segera setelah kegiatan konstruksi dan/atau penggenangan waduk selesai dilakukan.
Bab 1. Pendahuluan I - 69
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Waduk tidak lagi berfungsi jika sebagian besar volumenya terisi sedimen. Perhitungan umur
guna waduk berdasar jumlah potensi sedimen tahunan, efisiensi pengendapan dan sisa
volume waduk ditetapkan 20 % dari kapasitas awal.
Berdasarkan Informasi pada Kajian Teknis Keamanan Bendungan Sadawarna Di Kabupaten
Subang, 2006, oleh Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat, muatan layang di
lokasi rencana Waduk Sadawarna : 49 mg/liter atau dengan debit rata-rata (data hidrologi)
19,845 m3 /det setara dengan 972,405 gram/det. Dengan demikian total Sediment Yield
tahunan adalah 30.665,763 ton/tahun.
Sisa umur waduk diketahui dari jumlah sedimen yang menutupi daya tampungan mati
(dead storage) yang dihitung melalui besarnya kapasitas volume waduk dibagi volume
sedimen yang masuk ke Waduk Sadawarna. Besarnya sedimen yang masuk ke Waduk
Sadawarna diperoleh dari hasil perhitungan total Sediment Yield tahunan yaitu 30.665,763
ton/tahun. Volume sedimen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Berdasarkan studi terdahulu berat jenis sedimen adalah 1,3 ton/m3 maka volume sedimen
adalah:
30.665,763
Volume =
1,3
Berdasarkan desain Waduk pada saat pembangunannya, kapasitas volume waduk kondisi
normal direncanakan mencapai 49.178.000 m3 dan tampungan mati (dead storage) sebesar
828.000 m3 dari tampungan normal. (lihat sub bab 1.1.4.1.d.).
Dead storage (tampungan mati) adalah volume tampungan sedimen yang dipersiapkan
dalam sebuah waduk. Volume tampungan efektif adalah volume tampungan air normal
Bab 1. Pendahuluan I - 70
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
dikurangi dengan dead storage, sehingga volume tampungan efektif adalah 49.178.000 m3-
828.000 m3 = 48.350.000 m3.
Dead storage waduk Sadawarna akan terisi penuh pada jangka waktu :
Setelah jangka waktu 35 tahun, volume waduk perlahan lahan akan berkurang terhadap
kapasitas efektif rencana.
Kerusakan ekosistem yang terjadi pada suatu DAS akibat perubahan fungsi lahan dan
penggunaan lahan seperti perubahan hutan menjadi lahan pertanian, perladangan, dan
permukiman oleh masyarakat berpengaruh terhadap keseimbangan alam daerah itu.
Kerusakan tersebut mengakibatkan perubahan luasan penggunaan lahan sebagai
penyangga air sehingga akan menimbulkan terjadinya erosi dipercepat atau erosi tanah
menuju proses kerusakan tanah. Sehingga menjaga kelestarian daerah tangkapan hujan
terutama daerah hulu sangat penting untuk menghindari kenaikan laju sedimentasi pada
lahan tersebut yang akibatnya dapat mengurangi umur rencana waduk.
BBWS Citarum telah memiliki rencana kegiatan pengelolaan DAS yang tertuang dalam
(1) Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS)
BP Das Ciliwung-Citarum, 2011, dan
(2) (Rencana POLA Pengelolaan Sumber Daya Air 6 CIS,2012, termasuk di dalamnya
pengelolaan DAS Sungai Cipunegara.
Gambar 1.15 menyajikan posisi DAS Waduk Sadawarna terhadap wilayah 6 Cis (Cidanau-
Ciujung-Cidurian-Cisadane- Ciliwung-Citarum).
Identifikasi tingkat kekritisan lahan sudah dipertimbangkan di dalamRTkRHL-DAS
(Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai)serta dalam Rencana
POLA tersebut, melalui perhitungan Tingkat Bahaya Erosi (perhitungan tingkat erosi
menggunakan MetodaUSLE/UniversalSoil LossEquation) serta aspek sosial ekonomi.
Potensi Erosi tanpa pengelolaan disajikan pada Gambar 1.16. Pada gambar tersebutdapat
dilihat bahwa pada kondisi pengelolaan jelek terdapat potensi erosi yang melebihi 300
ton/ha/tahun pada lebih dari 50% dari DAS Sadawarna.
Potensi Erosi setelah pengelolaan disajikan pada Gambar 1.17. Pada gambar tersebut dapat
dilihat bahwa pada kondisi setelah pengelolaan rencanakan potensi erosi yang melebihi 300
Bab 1. Pendahuluan I - 71
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
ton/ha/tahun turun cukup signifikan yaitu menjadi hanya + 5% dari DAS Waduk Sadawarna.
Rencana Pengelolaan Untuk Menurunkan Kekritisan Lahan dari Potensi Bahaya
Erosiadalah berupa :
1. Pelaksanaan RTkRHL (Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan) lahan kritis,
sinkronisasi Gerhan dan GNKPA. Penyusunan RTkRHL sudah dilaksanakan dalam
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS)
BP Das Ciliwung-Citarum, 2011, mengikuti Peraturan Menteri Kehutanan No
32/MenHUt-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi
Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS) yang hasilnya disajikan pada
Gambar 1.18.
2. Penyadaran masyarakat untuk melindungi/memperbaiki lahan (potensial) kritis
3. Melakukan pemetaan detail dan pemasangan tanda batas yang jelas antara lahan
milik Perhutani, lahan kosenrvasi, dan lahan milik masyarakat, serta pengawasan
terhadap perambah hutan.
4. Pertanian pada lahan pegubungan/berlereng mengikuti Permentan No 47 tahun
2006, dan tanaman panjang nilai ekonomi tinggi.
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTK RHL) di WS6 Ci, termasuk di dalamnya
DAS Waduk Sadawarna disajkan pada Gambar 1.18. Pada gambar tersebut dapat dilihat
bahwa bagian dari DAS Waduk Sadawarna yang akan dikelola sebagai kawasan budidaya
(Cultivated Area) , kawasan lindung kawasan Lindung,dan kawasan hutan produksi,
dengan pengkatagorian kegiatan sebagai berikut :
PB-HKB = Pengijauan di Kawasan Budidaya- Kawasan Budidaya di DAS Hulu
PB-LKB= Pengijauan di Kawasan Budidaya- Kawasan Budidaya di DAS Hilir
PB-TKB= Pengijauan di Kawasan Budidaya- Kawasan Budidaya di DAS Tengah
PL-HKL=Penghijauan di Kawasan Lindung –Kawasan Lindung di DAS Hulu
PL-LKL=Penghijauan di Kawasan Lindung –Kawasan Lindung di DAS Hilir
PL-TKL=Penghijauan di Kawasan Lindung –Kawasan Lindung di DAS Tengah
RP-HPP= Reboisasi pada Hutan Produksi – HP Das di Hulu
RP-THP= Reboisasi pada Hutan Produksi – HP Das di Tengah
Bab 1. Pendahuluan I - 72
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna Gambar 1.17.
Posisi Cathment Area
Waduk Sadawarna
Cathment Area
Waduk
Sadawarna
I-73
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Gambar 1.16.
Potensi erosi(ton/ha/thn) pada
Kondisi Pengelolaan
Burukpada Cathment Area
Waduk Sadawarna
Sumber : Rencana POLA Pengelolaan
Sumber Daya Air 6 CIS,2012, Direktorat
Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan
Umum.
Bab 1. Pendahuluan I - 74
I-74
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Gambar 1.17.
Potensi Erosi (ton/ha/thn)
pada Kondisi Pengelolaan
Baik pada Cathment Area
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 75
I- 75
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Cathment
Area Waduk
Sadawarna
PB-HKB PB-HKB
(1) (1)
PB-LKB
(2) PB-LKB
(2)
PB-TKB
RL-HHL (3)
(9)
RL-LHL
(10)
PL-HKL
RL-THL (1)
(11)
PL-LKL
RP-HPP (2)
(12)
RP-THP PL-TKL
(13) (3)
Gambar 1.18.
Rencana Teknik
RehabilitasiHutandan Lahan(RTK
RHL)
Sumber : Rencana POLA Pengelolaan
Sumber Daya Air 6 CIS,2012, Direktorat
Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan
Umum.
Bab 1. Pendahuluan I - 76
I- 76
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Setelah waduk dinyatakan tidak beroperasi secara efektif maka bangunan bendungan dan
pelengkapnya akan tetap dipertahankan untuk menjaga agar sedimen yang tertampung di dasar
waduk tidak mengalir ke hilir Sungai Cipunagara.
Daerah genangan waduk setelah mengalami pendangkalan dan menjadi daratan akan
dimanfaatkan untuk areal pertanian.
Kegiatan lain yang ada di sekitar rencana tapak bendungan dan genangan (waduk) Sadawarna
adalah sebagai berikut:
Kawasan katagori pertanian di wilayah studi (Desa Sadawarna, Desa Cibalandong-jaya (Kec
Cibogo Kabupaten Subang), Desa Surian, Desa Suriamedal, Desa Tanjung (Kec Surian
Kabupaten Sumedang), meliputi persawahan tadah hujan dan 1/2 teknis (10,54%), tegalan
(0,81%) (Tabel 2.5).
Bab 1. Pendahuluan I - 77
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Terdapat lahan PT Perhutani di wilayah studi. Jenis tanaman hutan produksi yang dikelola
PT Perhutani di adalah 80% Jati dan 20% kayu putih.
1. Pusat riset bahan berenergi tinggi yang terintegrasi dan memiliki konsep ramah
lingkungan dan dikenal dengan nama “Kampus Dahana”, meliputi :
Pusat riset dan pengembangan (R&D)
Blasting – Demolition Training Centre
Laboratorium
Bab 1. Pendahuluan I - 78
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
5. Pusat pelatihan
Lahan yang dikuasai PT. Dahana terbagi dalam 3 zonasi berdasarkan tingkat keamanan
kegiatan tersebut baik pengaruh dari luar ke dalam, maupun sebaliknya. Zonasi tersebut
meliputi zona merah, kuning, dan hijau. Wilayah laboratorium berupa bunker uji untuk
quality control bahan peledak, gudang bahan berenergi tinggi/bahan peledak/magazine dan
pabrik bahan-bahan berenergi tinggi, ditempatkan dalam zona merah, yang terisolasi pada
radius +5 km dari kegiatan luar, dan dikelilingi oleh pelindung vegetasi. Kantor utama PT
Dahana dan mess karyawan termasuk zona kuning, sedangkan wilayah lainnya adalah zona
hijau, atau disebut zona cakar budaya. Jalan raya, dan jalan yang dibangun untuk warga
Kecamatan Cibogo, ditempatkan pada zona hijau dengan radius lebih dari 5 km. Rencana
Waduk Sadawarna, walaupun sebagian berada di atas lahan PT Dahana, berada dalam zona
hijau, sehingga diprediksi tidak memberikan dampak penting terhadap keberadaan
bendungan. Kampus Dahana telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Green Building
Council Indonesia (GBCI), terkait pemenuhan standar Green Concept, termasuk seperti
standar tahan gempa dan manajemen resiko dalam mengambil langkah-langkah antisipatif
dan pengendalian terhadap berbagai resiko yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan.
Kajian mengenai Waduk Sadawarna sudah melewati beberapa tahapan kajian kelayakan teknik
dan ekonomi yang membahas alternatif-alternatif dari posisi waduk, dan pemilihan alternatif
sudah dilakukan pada tahapan tersebut, bahkan Desain bendungan sudah difinalkan pada
Tahun 2012 melalui kegiatan “Kajian Geologi Teknik dan Finalisasi Desain Waduk Sadawarna”.
Dengan demikian lingkup Studi AMDAL adalah mengaji kelayakan lingkungan dari alternatif
terpilih tersebut, sehingga dalam kajian studi AMDAL ini hanya akan membahas satu alternatif
saja.
Bab 1. Pendahuluan I - 79
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 80
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
TAHAP KONSTRUKSI
A. Mobilisasi Tenaga Kerja Konstruksi
B. Kantor Lapangan dan Base Camp
C. Mobilisasi Alat dan Material
Konstruksi
D. Pembangunan Jalan Akses Baru
E. Eksplotasi Quarry dan Borrow Area
F. Pembuatan Tubuh Bendungan,
Bangunan Pelengkap (Bangunan
Pelimpah, Bangunan Pengelak, dan
Bangunan Pengambilan) :
1. Pengalihan Aliran Sungai
Galian dan timbunan Terowongan
Pengelak
Pekerjaan Beton: Inlet &
Terowongan Pengelak
Penutupan Pintu Pengelak, Pek.
Beton Tertutup
2. Bangunan Pelimpah
Galian Pondasi: Weir/Bendung
Pekerjaan Beton: Beton & Inlet
Dinding Terowongan Vertikal
Dinding Terowongan Horizontal
Flip Block
3. Bangunan Intake dan Saluran
Penghantar
Galian Pondasi:
Bangunan Intake
Terowongan Waterway
Saluran Pipa Pesat
Pekerjaan Beton:
Bangunan Menara Intake
Terowongan Waterway
Surge Tank
Bab 1. Pendahuluan I - 81
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Bab 1. Pendahuluan I - 82
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Tahapan yang akan ditempuh untuk mengetahui dampak penting hipotetik adalah :
a. Tahap Identifikasi Dampak Potensial, dilakukan dengan menginventarisasi dampak
potensial yang mungkin akan timbul, tanpa memperhatikan besar/kecilnya dampak, atau
penting tidaknya dampak. Pada tahap ini belum ada upaya untuk menilai apakah dampak
potensial tersebut merupakan dampak penting.
b. Tahap Evaluasi Dampak Potensial, dilakukan dengan memilah dampak potensial yang
dianggap tidak relevan atau tidak penting agar dapat dihilangkan/ditiadakan, sehingga
diperoleh daftar dampak penting hipotetik, berdasarkan pertimbangan hasil konsultasi
publik, diskusi dengan instansi yang bertanggung jawab, data rona lingkungan awal, serta
penelaahan mengenai kegiatan yang ada di sekitar wilayah studi. Dampak penting hipotetik
yang masuk disini adalah dampak yang dipandang penting dan relevan untuk ditelaah
secara mendalam dalam studi ANDAL
c. Tahap Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting, dilakukan dengan mengelompokkan
dampak penting hipotetik agar diperoleh prioritas dampak penting hipotetik yang
mencerminkan keterkaitan rencana usaha/ kegiatan dengan komponen lingkungan hidup,
dan keterkaitan antara berbagai komponen dampak penting. Prioritas dampak penting
tersebut dirumuskan dengan cara mengelompokkan dampak penting menjadi beberapa
kelompok menurut keterkaitannya satu sama lain, kemudian diurut berdasarkan
kepentingannya baik dari ekonomi, sosial maupun ekologis, sehingga diperoleh urutan
dampak menurut tingkat kepentingannya sehingga prioritas penggunaan energi, dana, dan
waktu dapat disesuaikan dengan urutan prioritas dampak tersebut.
Ringkasan proses pelingkupan Tahap Identifikasi Dampak Potensial dapat dilihat pada bagan
alir di pada Gambar 1.19 sampai dengan Gambar 1.21.
Ringkasan proses pelingkupan Tahap Evaluasi Dampak Hipotetik dapat dilihat pada bagan
alir di pada Tabel 1.14 serta Gambar 1.22.
Bab 1. Pendahuluan I - 83
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
KERESAHAN MASYARAKAT
Gambar 1.19. Diagram Alir Prakiraan Dampak Hipotetik Tahap Pra Konstruksi
Bab 1. Pendahuluan I - 84
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
TAHAP KONSTRUKSI
Bab 1. Pendahuluan I - 85
AnalisisDampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
TAHAP OPERASIONAL
Bab 1. Pendahuluan I - 86
AnalisisDampak Lingkungan Hidup Waduk Sadawarna
Tabel 1.14. Ringkasan Pelingkupan Dampak Penting Hipotetik dari Rencana Pembangunan Waduk Sadawarna serta Batas
Waktu Kajian
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
TAHAP PRA KONSTRUKSI
1 Survei dan Tidak Ada Pendapatan Peningkatan Pada kegiatan survei lapangan, beberapa penduduk lokal dimanfaatkan Bukan
Pengukuran Penduduk Pendapatan sebagai enumerator ataupun guide pada kegiatan survei topografi, merupakan
Penduduk geologi dan lingkungan.Banyaknya tenaga kerja lokal yang dilibatkan dampak
untuk kegiatan survei lapangan diperkirakan mencapai 10 orang yang potenisal
berlangsung (sekitar 6 bulan). Sedikitnya penduduk setempat yang yang harus
terlibat dinilai tidak signifikan untuk menjadi DPH dikaji lebih
Tidak Tidak Tidak Tidak lanjut.
2 Pembebasan Peraturan Menteri Sosial Penurunan Kepemilikan lahan yang akan menjadi daerah terendam sebanyak Merupakan Kab. Subang : 1,5 tahun
Lahan Pekerjaan Umum No. 03 Ekonomi pendapata 47,74% merupakan lahan masyarakat. dampak Desa Sadawarna Masa
tahun 2009, tentang n petani Mata pencaharian pokok penduduk yang lahannya akan terbebaskan potenisal dan Desa pembebasa
Rekayasa Sosial sebagian besar (72,49%) adalah bertani dengan pendapatan Rp. yang harus Cibalandong n lahan
Bendungan 9.724.250,- per tahun (Berdasarkan hasil hasil Laporan Studi Rencana dikaji. Jaya Kec. selama 1,5
Peraturan Presiden Tindak Pembebasan Lahan Waduk Sadawarna, 2012). Cibogo tahun
Nomor 71 Tahun 2012 Dari perhitungan tersebut didapatkan data bahwa besarnya penghasilan DPH Kab. Sumedang :
tentang Pengadaan awal 72,49% masyarakat berada dalam golongan pendapatan perbulan Desa Tanjung,
Tanah Bagi Pelaksanaan dibawah Rp 1.000.000, artinya masih di bawah garis kemiskinan menurut Desa Surian, dan
Pembangunan Untuk Bank Dunia, di mana garis kemiskinan ditetapkan $ 1 /orang/hari Desa Suriamedal
Kepentingan Umum. (Ravallion, Chen, dan Sangraula. 2008). Dengan demikian dinilai beban Kec. Surian
Hasil studi Rencana sosial sudah tinggi.
Tindak Pembebasan Ya Tidak Tidak Tidak
Lahan dan Pemukiman Sosial Keresahan Dampak ini merupakan dampak sekunder dari penurunan pendapatan Merupakan
Kembali (LARAP), Dinas budaya masyarakat petani, akibat pembebasan lahan. Pada saat tersebut akan terjadi dampak
PSDA Prov. Jawa Barat, pengalihan kepemilikan atau penguasaan atas lahan, dan akan potenisal
2012 meresahkan masyarakat terutama berkaitan dengan masalah ganti rugi yang harus
Hasil Studi Rekayasa atau relokasi penduduk dan relokasi lahan pertanian. Dampak primernya dikaji.
seperti yang diutarakan di atas sudah memiliki beban yang tinggi DPH
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Sosial pada Tahap Pra (masyaralat terkatagori miskin). Adapun pendapatan memegang peranan
Konstruksi penting dalam kehidupan masyarakat. Dari konsultasi publik terungkap
PembangunanWaduk adanya kekhawatiran masyarakat yang tinggi tentang penurunan
Pembebasan Sadawarna, Dinas PSDA pendapatan dari pembebasan lahan.
Lahan Prov. Jawa Barat, 2009 Ya Ya Ya Tidak
Tidak ada Sosial Konflik Penamaan Bendungan Sadawarna yang merupakan nomenklatur nama Merupakan Kab. Sumedang : 2 tahun
budaya sosial berdasarkan administrasi dari pemrakarsa. Hal ini ternyata menimbulkan dampak Ds.Tanjung, Ds.
(karena dampak konflik pemberian nama, yaitu ketidaksetujuan masayarakat dari potenisal Surian dan Ds Masa
nama Kec. Surian Kabupaten Sumedang, atas nama bendungan, yang terlalu yang harus Suriamedal Kec. pembebasa
bendungan) menonjolkan nama desa Sadawarna yang terletak di Kab . Subang. dikaji. Surian n lahan
Menurut penduduk Kecamatan Surian, dampak terbesar menurut versi akan
mereka adalah di wilayah mereka, sementara wilayah Kabupaten DPH berjalan
Sumedang dalam perencanaan Waduk ini bukan termasuk wilayah yang selama 2
menerima manfaat. tahun.
Ya Ya Ya Tidak
Tidak ada Sosial Konflik sosial Konflik sosial berpotensi terjadi dari kegiatan pembebasan makam Merupakan Desa Sadawarna 2 tahun
budaya (Pembebas- keramat, yang berada pada Desa Sadawarna. Saat ini masih banyak dampak Kec. Cibogo Masa
an Makam sekelompok masyarakat yang rutin menziarahi makam tersebut. Makan potenisal pembebasa
Keramat) tersebut merupakan makam seseorang yang dianggap sebagai perintis yang harus n lahan
dan nenek moyang (ancestor) masyarakat di desa Sadwarna dan desa- dikaji. akan
desa lainnya, terletak di Dusun Sadawarna sebelah utara lokasi berjalan
rencana bendungan. Dari papan nama situs makam tersebut DPH selama 2
merupakan situs makam yang tercatat di Balai Pelestarian Sejarah dan tahun.
Nilai-nilai Tradisional Bandung. Jika level air bendungan Sadwarna
dibangun sesusia dengan rencana genangan yang maksimal, maka
makam tersebut termasuk yang akan tergenang. Konflik sosial dapat
terjadi dari masyarakat yang biasa menziarahi makam tersebut, baik itu
penduduk lokal maupun masyarakat di luar wilayah Desa, karena mereka
tidak setuju makan tersebut akan tergenanang air waduk. Makam
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
tersebut memegang peranan penting bagi peziarah yang
mempercayainya, dan adanya kekhawatiran masyarakat jika
ditenggelamkan akan menimbulkan bencana.
Pembebasan Tidak Ya Ya Tidak
Lahan Untuk pembebasan lahan Produktivitas Penurunan Luas hutan produksi PT Perhutani yang terbebaskan adalah 314,436 ha Bukan
yang merupakan lahan budi Produksi (45,3 % dari total lahan terbebaskan), merupakan hutan produksi kayu merupakan
kawasan hutan : PP No. daya Hutan dan jati (80%) dan kayu putih (20%). sementara Luas lahan perkebunan dampak
10/2010 tentang Perkebuna (penghijauan di zona aman) milik PT Dahana adalah sebesar 76,741 ha potenisal
Penggunaan Kawasan n milik (11,1% dari total lahan terbebaskan), merupakan perkebunan campuran. yang harus
Hutan dan PP No BUMN Kegiatan ini sudah memiliki rencana pengelolaan yang sudah dikaji lebih
24/2010 tentang direncanakan sejak awal sbg bag.dari rencana kegiatan. Dalam lanjut.
Penggunaan Kawasan pelaksanaan pembebasan lahan milik BUMN ini, terdapat prosedur yang
Hutan. akan ditempuh berdasarkan pedoman yang berlaku (sub bab
1.1.6.1.2.e).,
Tidak Tidak Tidak Tidak
TAHAP KONSTRUKSI
1. Mobilisasi Tidak Ada Sosial Peningkat- Penerimaan tenaga kerja untuk kegiatan tahap kontruksi berpotensi Merupakan Kab. Subang : 2,5 tahun
Tenaga Ekonomi an membuka kesempatan kerja dan berusaha secara langsung maupun dampak Desa Sadawarna
Kerja pendapat- tidak langsung sebagai multiplier effect dan akan mempengaruhi potenisal dan Desa Dampak
Konstruksi an tenaga meningkatkan pendapatan penduduk. Peluang kerja yang diciptakan dari yang harus Cibalandong terjadi
kerja kegiatan mobilisasi tenaga kerja tahap konstruksi dengan Rencana dikaji. Jaya Kec. selama 2,5
kebutuhan tenaga kerja tahap kontruksi sekitar 429 orang (lihat Tabel Cibogo tahun masa
1.6.) dengan komposisi memungkinkan untuk 34,63 % tenaga pendatang DPH Kab. Sumedang : konstruksi
(148 orang) dan 66 % tenaga lokal (281 orang). merupakan dampak Ds.Tanjung, Ds.
hipotetik bagi tenaga kerja lokal. Selain itu adanya tenaga kerja proyek Surian dan Ds
akan tumbuh kegiatan multiplier effect berupa warung-warung untuk uriamedal Kec.
memenuhi kebutuhan sehari-hari para pekerja, disamping untuk Surian
memenuhi kebutuhan bahan/material konstruksi.
Tidak Ya TIdak Tidak
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
2 Aktivitas Pengelolaan Kesehatan Penurunan Adanya peningkatan jumlah manusia yang bermukim di sekitar tapak Merupakan Kab. Subang : 2,5 tahun
Kantor material/bahan di stock masyarakat Kualitas proyek khususnya pada base camp dari 429 orang pekerja akan dampak Desa Sadawarna Masa
Lapangan pile disajikanpada Sanitasi menghasilkan buangan sampah dan cair yang perlu dikelola agar tidak potenisal Kec. Cibogo konstruk-
dan Lampiran 6. Lingkungan menurunkan kualitas sanitasi setempat yang harus Kab. Sumedang : si Bendungan
Basecamp (sampah Tidak Ya Tidak Ya dikaji. Kec. Surian Sadawar-na
dan limbah DPH Desa Tanjung adalah 2,5
cair) tahun
Aktivitas Tidak ada Kesehatan Peningkat- Dampak ini merupakan dampak sekunder dari penurunan kualitasi sanitasi Merupakan Kab. Subang: 2,5 tahun
Kantor masyarakat an lingkungan akibat aktivitas domestik pekerja karena menimbulkan limbah dampak Desa
Lapangan Prevalensi padat dan limbah cair.Pengelolaan yang tidak memadai berpotensi potenisal Sadawarna Kec. Masa
dan Penyakit mencemari sumber air minum dan terjadi pemindah/penularan penyakit yang harus Cibogo konstruk-
Basecamp Bawaan Air atau sebagai vehicle. Dalam hal ini air berperan dalam menularkan dikaji. Kab. Sumedang : si Bendung-
(Water penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan. Air membawa penyebab Kec. Surian an Sadawar-
Borne penyakit dari kotoran (faeces) penderita, kemudian sampai ke tubuh orang DPH Desa na adalah 2,5
Deseases) lain melalui makanan, dan minuman Tanjung tahun
Tidak Ya Tidak Ya
3 Mobilisasi Tidak ada Kualitas Penurunan Mobilisasi alat dan material akan berlangsung pada ruas jalan antara Untuk jalan Ruas jalan 2,5 tahun
Alat udara kualitas quarry dan borrow area sampai lokasi as bendungan. Lokasi quarry dan akses segmen 1
dan Material udara borrow area adalah seperti yang disajikan pada Gambar 1.14. segmen 1 (Dusun Masa
Konstruksi (parameter Jalan akses menuju tapak proyek akan dibuat terutama untuk merupakan Songom - konstruksi
debu) menghubungkan Borrow area I dan II, lokasi quarry pasir, dan lokasi dampak Jalan Desa Bendungan
quarry batu (lihat Gambar 1.14), lokasi quarry dan borrow area) menuju potenisal Tanjung Kec. Sadawarna
tapak bendungan. Jumlah ritasi kendaraan yang akan melalui jalan akses yang harus Cobogo, Kab adalah 2,5
eksisting yang digunakan oleh masyarakat disajikan pada Tabel 1.9. dikaji. Subang) tahun
Penurunan kualitas udara dari parameter gas tidak teridentifikasi
sebagai dampak potensial mengingat lalu lalang kendaraan pada jalan DPH
akses 1, 2, dan 3 (Tabel 1.9) kualitas udara ambien masih baik (data
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
pada Tabel 2.4), dengan demikian penambahan (dispersi) emisi gas dari
kendaraan pengangkut material konstruksi dapat terencerkan (dilluted) di
udara.
Sedangkan penurunan kualitas udara untuk parameter debu masih
mungkin terjadi karena adanya resuspensi debu di udara dikarenakan
tapak jalan akses eksisting belum dilapisi aspal (masih jalan batu).
Dampak akan dirasakan terutama jalan akses pada segmen 1 akan
melalui beberapa titik permukiman penduduk di Dusun Songgom, Desa
Tanjung, Kec. Surian, Kab Sumedang.
Sementara jalan akses segmen 2 (Desa Sadawarna) tidak melewati
permukiman penduduk.
Tidak Ya Ya Ya
4 Mobilisasi Tidak ada Kesehatan Peningkatan Penurunan kesehatan masyarakat merupakan dampak sekunder dari Merupakan Ruas jalan 2,5 tahun
Alat masyarakat prevelensi dampak primer berupa penurunan kualitas udara (peningkatan parameter dampak segmen 1 (Masa
dan Material penyakit debu/TSP) pada udara ambien. potenisal (DusunSongom - konstruksi
Konstruksi (ISPA) Tidak Ya Ya Tidak yang harus Jalan Desa Bendungan
dikaji.DPH Tanjung Kec. Sadawarna)
Cobogo, Kab
Subang)
Tidak Ada Kebisingan Peningkat- Dampak peningkatan kebisingan berasal dari lalu lalang kendaraan Untuk jalan Ruas jalan 2,5 tahun
an dump truck kapasitas 5m3 pengangkut alat dan material. Dampak akan akses segmen 1
Intensitas dirasakan terutama jalan akses pada segmen 2 yg melalui beberapa titik segmen 1 (Dusun Masa
Kebisingan permukiman penduduk di Segmen 1 : di Dusun Songgom, Desa merupakan Songom - konstruksi
Tanjung, Kab Sumedang. Material yang diangkut kendaraan terutama dampak Jalan Desa Bendungan
adalah material batu, pasir, dan tanah urug. potenisal Tanjung Kec. Sadawarna
Adapun pada ruas jalan bagian barat bendungan (Segmen 2 : Lokasi yang harus Cobogo, Kab adalah 2,5
borrow area 2– Jalan PT Dahana di Dusun Dukuh satu, Desa dikaji. Subang) tahun
Sadawarna, Kec. Cobogo, Kab Subang – Jalan akses baru langsung ke
as bendungan), yang menguhubungkan lokasi quarry dan borrow area DPH
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
tidak terdapat permukiman sehingga dampak kebisingan tidak akan
dirasakan oleh masyarakat di sana.
Tidak Ya Ya Ya
Tidak Ada Transportasi/ Kerusakan Dampak terhadap kualitas jalan yang bersumber ritasi kendaraan Untuk jalan Segmen 1 2,5 tahun
Mobilisasi kondisi jalan jalan pengangkut material yang akan melalui jalan akses berupa jalan raya akses (Dusun
Alat (pengurang eksisting yang sehari-hari digunakan masyarakat sebagai sarana segmen 1 dan Songom - Masa
dan Material -an masa aksesibilitas seperti yang tercantum pada Tabel 1.9. 2,merupakan Jalan Desa konstruksi
Konstruksi layan jalan)
Dari hasil observasi awal di lapangan, kualitas jalan segmen 1 (Dusun dampak Tanjung Kec. Bendungan
Songgom, Desa Tanjung, Kec Surian, Kab Sumedang), yang selama 2,5 potenisal Cobogo, Kab Sadawarna
tahun akan dilalui rata-rata sebanyak 224 ritasi /hari, semula adalah jalan yang harus Subang). adalah 2,5
perkesaran batu dengan kualitas rusak, beberapa bagian baru saja dikaji. Segmen 2 : tahun
ditingkatkan melalui pengaspalan dengan kualitas kelas 3. Adapun DPH Lokasi borrow
kondisi jalan di segmen 2 (Dusun Dukuh satu, Desa Sadawarna, Kec area 2– Jalan
Cibogo, Kab Subang), yang selama 2,5 tahun akan dilalui rata-rata PT Dahana di
sebanyak 201 ritasi/hari, merupakan jalan perkerasan batu dengan Dusun Dukuh
kualitas rusak. satu, Desa
Sedangkan pada Segmen 3 (Jalan Subang-Cikamurang (atau Jl Raya Sadawarna,
Subang-Tomo) – ke segmen 2 – ke Jalan akses baru ke as bendungan), Kec. Cobogo,
jumlah ritasi rerata per hari hanya 11 ritasi, untuk truk 5m3 yang Kab Subang
mengangkut semen, besi, dan alat berat. Kondisi kualitas jalan provinsi
kelas 1, yang memang dipersiapkan mampu melayani kendaraan berat.
Ya Ya Ya Ya
Tidak Ada Transportasi/ Perubahan Pada deskripsi kegiatan sub bab1.1.6.2.3.,telah dijelaskan bahwa Bukan - -
pola pola semua kebutuhan material dapat dipenuhi oleh sumberdaya setempat, merupakan
pelayanan pelayanan sehingga sebagian besar tidak akan melalui jalan raya provinsi Subang- dampak
lalulintas lalulintas Cikamurang (Tomo) (Segmen 3). Meskipun demikian, alat berat dan potenisal
semen akan didatangkan dari luar daerah sehingga tetap ada volume yang harus
kendaraan berat yang akan melalui jalan ini dengan jumlah ritasi rerata dikaji lebih
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
11 ritasi per hari selama 2,5 tahun. lanjut.
Sementara jalan pada Segmen 1 merupakan merupakan jalan desa
dengan beban lalu litas yang rendah, demikian pula segmen 2,
merupakan jalan yang berada di atas lahan PT Dahana dengan beban
lalu litas yang rendah pula.
Mobilisasi Tidak Tidak Tidak Tidak
Alat Tidak ada Sosial Keresahan Dampak terhadap keresahan masyarakat merupakan dampak tersier tiga Merupakan Segmen 1 2,5 tahun.
dan Material budaya masyarakat aliran dampak penting hipotetik primer yaitu (1) penurunan kualitas udara dampak (Dusun Masa
Konstruksi (peningkatan debu), (2) dampak sekunder dari peningkatan prevalensi potenisal Songom - konstruksi
penyakit ISPA, ( 3) peningkatan kebisingan, (4) kerusakan jalan. yang harus Jalan Desa Bendungan
Dampak-dampak primernya merupakan dampak penting hipotetik dikaji. Tanjung Kec. Sadawarna
DPH Cobogo, Kab adalah 2,5
Tidak Ya Ya Ya Subang). tahun
Segmen 2 :
Lokasi borrow
area 2– Jalan
PT Dahana di
Dusun Dukuh
satu, Desa
Sadawarna,
Kec. Cobogo,
Kab Subang
5 Pembangun- Tidak ada kualitas Penurunan Penurunan kualitas udara berupa resuspensi debu diidentifikasikan Bukan - -
an Jalan udara kualitas bersumber dari debu akibat pekerjaan tanah, pekerjaan badan jalan. Dari dampak
Akses Baru udara hasil pengamatan survei awal, lokasi akses jalan baru tidak berada pada potenisal
(debu) daerah permukiman penduduk (lihat Gambar.1.3). yang harus
Tidak Tidak Tidak Tidak dikaji lebih
lanjut
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Tidak Ada Kebisingan Peningkat- Peningkatan kebisingan diidentifikasikan sebagai dampak potensial Bukan - -
an bersumber dari pekerjaan land clearing untuk pembangunan jalan akses. merupakan
Intensitas Dari hasil pengamatan survei awal di lokasi rencana jalan, lokasi akses dampak
Kebisingan jalan baru tidak berada pada daerah permukiman penduduk (lihat potenisal
Gambar 1.3). yang harus
dikaji lebih
Tidak Tidak Tidak Tidak lanjut.
Pembangun Pedoman Direktorat Sanitasi Timbulnya Upaya-upaya untuk mengelola limbah konstruksi dari kegiatan land Bukan - -
an Jalan Jenderal Bina Marga, lingkungan limbah clearingsudah direncanakan (dalam deskripsi kegiatan sub bab merupakan
Akses Baru Departemen Pekerjaan padat 1.1.6.2.8.e. dan Lampiran 6, dalam bentuk pengelolaan terhadap dampak
Umum No.010/BM/2009, konstruksi keamanan teknis serta estetika lingkungan. potenisal
tentang Pelaksanaan yang harus
Pengelolaan Lingkungan Tidak Tidak Tidak Tidak dikaji lebih
Hidup Bidang Jalan lanjut..
6 Konstruksi SNI 03-6456.1-2000 Kestabilan Gangguan Dari data yang tercantum pada rona lingkungan awal sub bab Bukan
Bangunan tentang Metode lereng kestabilan 2.5.1.6.(4) (Bor Inti Sepanjang As Rencana Terowongan Pengelak) dan merupakan
Pengelak. Pengontrolan Sungai lereng (5) kondisi geologi dan hasil pemboran inti di rencana terowongan dampak
Selama Pelaksanaan pada bukit pengelak ; didapatkan analisis bahwa berdasarkan litologi yang potenisal
Konstruksi Bendungan; kiri tersingkap di lokasi rencana terowongan pengelak terdiri dari 3 lapisan yang harus
Bagian 1 Pengendalian tumpuan batuan, yaitu lanau lempung pasiran, breksi tufaan dan batu lempung, dikaji lebih
Sungai selama bendungan dengan data data pemboran di 3 titik pada as rencana terowongan lanjut.
Pelaksanaan pengelak yang menunjukkan nilai permeabilitas dan nilai SPT yang
Konstruksi Bendungan. memenuhi persyaratan teknis bahwa lokasi rencana terowongan
SK Menteri Kimpraswil pengelak layak untuk menerima rekayasa pembuatan terowongan.
No. 384 Tahun Rencana pembangunan terowongan akan mengacu kepada SNI 03-
2004Tentang Pedo- 6456.1-2000 dan SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
man Teknis Keselamat- 384 Tahun 2004.
an dan Kesehatan
Kerja pada Tempat Tidak Tidak Tidak Tidak
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Kegiatan Konstruksi
Bendungan (hal Daftar
Prosedur (K3) untuk
Konstruksi Terowongan
pada Bendungan
Konstruksi
Bangunan Tidak ada Hidrogeologi Terpotong- Kegiatan penggalian terowongan pembuatan terowongan pengelak dapat Merupakan
Pengelak. nya lapisan saja memotong lapisan batuan yang bertindak sebagai pembawa air dampak
akifer air (akifer), baik berupa lapisan akifer dangkal ataupun lapisan akifer dalam. potenisal
tanah Pada tataan satuan hidrogeologi (Peta hidrogeologi Lembar Cirebon, yang harus
Sutrisno 1983), daerah rencana kegiatan disusun oleh satuan air tanah dikaji.
dengan akifer produktif rendah dan daerah langka air. Hasil uji
permeabilitas terhadap lapisan-lapisan batuan yang dilakukan pada DPH
penyelidikan geologi teknik (sub bab 2.1.5.6.)umumnya menunjukkan
nilai koefisien permeabilitas rendah yaitu 1.10-4 s/d 1.10-5 cm/det.
Berdasarkan uraian di atas, maka aktivitas penggalian untuk rencana
terowongan pengelak tidak memberikan dampak penurunan muka air
tanah yang berarti, penurunan muka air tanah hanya terjadi pada
lingkupan terbatas atau bersifat lokal di sekitar penggalian.
Tidak Tidak Tidak Tidak
7. Pengoperasi- Pengoperasian Biota Air Gangguan Adanya kegiatan pengalihan aliran air sungai melalui terowongan Bukan - -
an Bangun- bendungan pengelak Biota Air pengelak pada saat pembangunan tubuh bendungan utama pada tahap merupakan
an Pengelak. akan berpedoman konstruksi diprakirakan dapat berpengaruh terhadap kondisi biota air dampak
kepada SNI 03-6456.1- yang terdapat di dasar sungai. Biota air yang dimaksud adalah perifiton potenisal
2000 tentang Metode yang menempel di bebatuan maupun benthos yang terdapat di dasar yang harus
Pengontrolan Sungai sungai. Selain itu habitat bersarang dari nekton juga akan hilang dikaji lebih
Selama Pelaksanaan dikarenakan sungai akan menjadi kering di lokasi pembangunan tubuh lanjut.
Konstruksi Bendungan ; bendungan utama. Di lokasi studi tidak ditemukan biota air yang
Bagian 2 : Penutupan Alir dilindungi termasuk jenis nektonnya. Demikian juga plankton/perifiton
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Sungai dan Bendungan maupun benthosnya diprakirakan hilang. Tetapi gangguan ekosistem
Pengelak. tersebut terjadi hanya di sekitar lokasi pembangunan tubuh bendungan
utama saja (+ 260 meter).
Tidak Tidak Tidak Tidak
8 Persiapan Pedoman Direktorat kualitas Penurunan Penurunan kualitas udara diidentifikasikan bersumber dari tempat Bukan
material Jenderal Bina Marga, udara kualitas bongkar muat, stockpiles, tumpukan dalam truk pengangkut, alat merupakan
(penggalian Departemen Pekerjaan udara penghancur batu. Upaya-upaya untuk mengantisipasi dampak dampak
bahan Umum No.010/BM/ 2009, (parameter resuspensi debu ke udara ambien dari kegiatan ini sudah direncanakan potenisal
tanah, pasir ttg Pelaksanaan debu) (dalam deskripsi kegiatan sub bab 1.1.6.2.7.d. dan Lampiran6.),dalam yang harus
dan kerikil Pengelolaan Lingkungan bentuk pengelolaan lingkungan. Disamping itu lokasi quarry dan borrow dikaji lebih
dan Hidup Bidang Jalan area tidak berada pada permukiman penduduk. lanjut.
penggalian Tidak Tidak Tidak Tidak
batu (borrow Tidak ada Flora Gangguan Gangguan/penurunan keanekaragaman flora diidentifikasikan sebagai Bukan - -
dan /Penurunan dampak potensial bersumber dari debu akibat pekerjaan pekerjaan merupakan
quarries) Kerapatan pengambilan material pada borrow area 1 dan 2, di lahan seluas + 8 ha, dampak
Flora Luas wilayah penyebaran dampak tersebut tidak besar (setempat), dan potenisal
dari hasil observasi lapangan tidak ditemukan jenis flora yang langka yang harus
yang dilindungi pada daerah tersebut dikaji lebih
Tidak Tidak Tidak Tidak lanjut.
Tidak ada Fauna Migrasi Migrasi fauna yang terjadi karena pembukaan lahan untuk borrow area di Bukan - -
teresterial Fauna Dusun Songgom, Desa Tanjung, Kab Sumedang dan di perbukitan merupakan
Teresterial Dusun Sadawarna, Desa Sadawarna, Kab Subang, dapat menyebabkan dampak
tertekannya jenis-jenis satwa yang peka terhadap gangguan sehingga potenisal
akan bermigrasi ke tempat yang lebih aman. Dampak dinilai sebagai yang harus
dampak tidak penting hipotetikdengan pertimbangan sebagai berikut : dikaji lebih
lanjut.
Pada kondisi eksisting, rencana lokasi borrow area dan quarry sudah
menjadi lahan pertambangan galian C, sesuai RTRW Kab Sumedang
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sumedang, Desa Tanjung sebagai areal pertambangan galian C Pasir,
batu andesit, dan bentonit. Rona lingkungan awal menunjukkan sebagian
Persiapan besar wilayah tersebut sudah di-land clearing sehingga habitat satwa
material sudah hilang.
(penggalian Adanya tipe vegetasi yang serupa dengan lokasi di luar lokasi land
bahan clearing rencana tapak borrow area menjadikan banyaknya tipe habitat
tanah, pasir yang cocok bagi fauna untuk berpindah.
dan kerikil Berbeda dengan dampak migrasi satwa karena keberadaan waduk
dan (693,943 ha), migrasi satwa pada tapak land celaring tahap konstruksi ini
penggalian hanya untuk luas tapak borrow area saja dengan total luas +8 ha, serta
batu (borrow di kondisi eksisting lahan ini sudah menjadi areal pertambangan,
dan sehingga diprakirakan perpindahan tidak akan jauh karena tipe habitat di
quarries) sekitar lokasi borrow area homogen.
Tidak Tidak Tidak Tidak
Upaya-upaya untuk Kebisingan Peningkat- Kegiatan penambangan di quarry dan borrow area diidentifikasikan Bukan - -
mengantisipasi dampak an intesitas sebagai dampak potensial terutama yang bersumber dari aktivitas merupakan
peningkatan kebisingan Kebisingan penghancuran batu serta peledakan bukit/batuan. Luas wilayah dampak
dari kegiatan ini sudah penyebaran dampak tidak besar (setempat) dan rencana pengelolaan potenisal
direncanakan (dalam sudah diantisipasi pada rencana kegiatan (dalam deskripsi kegiatan yang harus
deskripsi kegiatan sub sub bab 1.1.6.2.7.d..dan Lampiran6), dalam bentuk pengelolaan dikaji lebih
bab 2.1.4.2.7 dan lingkungan. Disamping itu lokasi quarry dan borrow area tidak berada lanjut.
Lampiran 6 bagian pada permukiman penduduk
L.6.1.11 Tidak Tidak Tidak Tidak
Keputusan Direktur Erosi dan Peningkat- Erosi dan sedimentasi pada kegiatan penambangan di quarry dan borrow Bukan - -
Jendral Pertambangan Sedimentasi an Erosi area diidentifikasikan sebagai dampak potensial akibat pembukaan areal merupakan
Umum No. dan vegetasi untuk areal timbunan (stockpiles) dan areal galian (borrow pit). dampak
693.K/008/DJP/1996 Sedimen- potenisal
Upaya-upaya untuk mengantisipasi dampak erosi dan sedimentasi dari
tentang Pedoman Teknis tasi yang harus
kegiatan ini sudah direncanakan (dalam deskripsi kegiatan sub bab
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Pengendalian Erosi Pada 1.1.6.2.8.d danLampiran 6 bagian L.6.1.2), dalam bentuk pengelolaan dikaji lebih
Kegiatan Pertambangan lingkungan, mengacu kepada Keputusan Direktur Jendral Pertambangan lanjut.
Umum Umum No. 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Erosi Pada Kegiatan Pertambangan Umum.
Tidak Tidak Tidak Tidak
Persiapan Kualitas Air Penurunan Peningkatan konsentrasi padatan terlarut /total suspended solids (TSS) Bukan - -
material Kualitas Air pada air Sungai Cipunegara disebabkan oleh dampak primer erosi dan merupakan
(penggalian Sungai sedimentasi akibat kegiatan penambangan pda quarry dan borrow area. dampak
bahan (Parameter Upaya-upaya untuk mengantisipasi dampak erosi dan sedimentasi yang potenisal
tanah, pasir TSS) merupakan dampak primer dari penurunan kualitas air (TSS) sudah yang harus
dan kerikil direncanakan (dalam deskripsi kegiatan sub bab 1.1.6.2.8.d dikaji lebih
dan danLampiran 6, bagianL.6.1.2.) dalam bentuk pengelolaan lingkungan, lanjut.
penggalian mengacu kepada Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No.
batu (borrow 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Erosi Pada
dan Kegiatan Pertambangan Umum.
quarries) Tidak Tidak Tidak Tidak
Kep men ESDM no 18 th Sanitasi Timbulnya Bersumber dari sisa pembersihan lahan, serta limbah galian berupa Bukan - -
2008 ttg Reklamasi dan lingkungan Limbah timbunan tanah yang tidak terpakai dari pekerjaan tanah (galian).Upaya- merupakan
Penutupan Tambang Padat upaya untuk mengelola limbah konstruksi dari kegiatan ini sudah dampak
Konstruksi direncanakan dalam deskripsi kegiatan sub bab 1.1.6.2.8.f. dan potenisal
Lampiran6, mengacu kepada Kep men ESDM no 18 th 2008 ttg yang harus
Reklamasi dan Penutupan Tambang. dikaji lebih
lanjut.
Tidak Tidak Tidak Tidak
9 Konstruksi Tidak ada Flora Gangguan/ Gangguan/ penurunan keanekaragaman flora di tapak as bendungan, Bukan
Bendungan teresterial Penurunan bangunan pelimpah, bangunan pengelak, dan bangunan pengambilan, merupakan
Utama dan Kerapatan diidentifikasikan sebagai dampak potensial bersumber dari hilangnya dampak
Bangunan Flora flora di bukit tumpuan kiri dan kanan bendungan, sepanjang @ + 360 m. potenisal
Pelengkap Tersterial Jika diperkirakan, dua sisi bendungan dengan tapak yang terganggu yang harus
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
masing-masing 100 m, maka luasnya adalah 7,2 ha atau dapat dikatakan dikaji lebih
setempat dan tidak signifikan. Dari hasil observasi lapangan juga tidak lanjut.
ditemukan jenis flora yang langka yang dilindungi
Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak ada Fauna Migrasi Migrasi fauna terjadi karena pembukaan lahan di tapak as bendungan, Bukan
Teresterial Fauna bangunan pelimpah, bangunan pengelak, dan bangunan pengambilan, merupakan
Teresterial menyebabkan tertekannya jenis-jenis satwa yang peka terhadap dampak
Konstruksi gangguan sehingga akan bermigrasi ke tempat yang lebih aman. potenisal
Bendungan Berdasarkan observasi di lapangan (sub bab 2.2.1. dan2.2.2.), adanya yang harus
Utama dan tipe vegetasi yang serupa dengan lokasi di luar lokasi tapak as dikaji lebih
Bangunan bendungan, bangunan pelimpah, bangunan pengelak, dan bangunan lanjut.
Pelengkap pengambilan, menjadikan banyaknya tipe habitat yang cocok bagi fauna
untuk berpindah. Berbeda dengan migrasi satwa ketika pengisian awal
waduk (693,943 ha), migrasi satwa pada tahap konstruksi ini hanya
untuk luas tapak di tapak as bendungan bangunan pelimpah, bangunan
pengelak, dan bangunan pengambilan saja (+ 2 ha), serta perpindahan
tidak akan jauh karena tipe habitat di sekitar lokasi tersebuthomogen
Tidak Tidak Tidak Tidak
Pedoman Pelaksanaan Erosi dan Erosi dan Erosi dan sedimentasi diidentifikasikan sebagai dampak potensial Bukan
Konstruksi Bendungan Sedimentasi Sedimenta bersumber dari aktivitas pekerjaan tanah. Upaya-upaya untuk merupakan
Urugan, yang dikeluarkan si mengantisipasi dampak erosi dan sedimentasi dari kegiatan ini sudah dampak
oleh Bintek Ditjen SD Air, direncanakan (dalam deskripsi kegiatan sub bab 2.1.4.2.8), mengacu potenisal
Dept Pekerjaan Umum, kepada Pedoman Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Urugan, yang yang harus
2004. dikeluarkan oleh Bintek Ditjen SD Air, Dept Pekerjaan Umum, 2004. dikaji lebih
Tidak Tidak Tidak Tidak lanjut.
SNI 03-6456.2-2000 Kualitas Air Penurunan Peningkatan konsentrasi padatan terlarut /total suspended solids (TSS) Bukan
Metode Pengontrolan Kualitas Air pada air Sungai Cipunegara disebabkan oleh dampak primererosi dan merupakan
Sungai Selama (Parameter sedimentasi akibat aktivitas pekerjaan tanah. Upaya-upaya untuk dampak
Pelaksanaan Konstruksi TSS) mengantisipasi dampak erosi dan sedimentasi yang merupakan dampak potenisal
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Bendungan primernya sudah direncanakan (dalam deskripsi kegiatan sub bab yang harus
Konstruksi Bagian 1 : Pengen- 1.1.6.2.8.ddanLampiran 6 pada L.6.2.1.), mengacu kepada Pedoman dikaji lebih
Bendungan dalian Sungai selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Urugan, yang dikeluarkan oleh lanjut.
Utama dan Pelaksanaan Kons- Bintek Ditjen SD, Dept Pekerjaan Umum, 2004.
Bangunan truksi Bendungan
Pelengkap Khusus saat pelaksanaan konstruksi bendungan, sudah direncanakan
Bagian 2 : Penutupan
pembuatan bangunan pengelak sehingga aliran air sungai ke hilir akan
Alir Sungai dan
dialihkan melalui jalur khusus (terowongan pengelak) sehingga tidak
Bendungan Pengelak
melalui area konstruksi bendungan. Hal ini mengacu kepada SNI 03-
6456.1-2000 dan SNI 03-6456.2-2000
Tidak Tidak Tidak Tidak
Peraturan Daerah Limbah Padat Timbulnya Kegiatan konstruksi bendungan dan bangunan pelengkapnya Bukan - -
Kabupaten Subang Limbah menghasilkan buangan konstruksi berupa tanah yang tidak dapat merupakan
Nomor : 13 Tahun 2006 Padat digunakan kembali karena tidak memenuhi persyaratan teknis. dampak
Tentang K3 di Wilayah Konstruksi Penyimpanan yang kurang tepat dapat menurunkan keamanan teknis potenisal
Kabupaten Subang. dan estetika lingkungan. yang harus
Peraturan Daerah Upaya-upaya untuk mengelola limbah konstruksi dari kegiatan ini sudah dikaji lebih
Kabupaten. Tingkat II direncanakan (dalam deskripsi deskripsi kegiatan sub bab lanjut.
Sumedang Nomor 1 2.1.4.2.8.),dalam bentuk pengelolaan lingkungan, mengacu kepada
Tahun 1988 tentang K3 Peraturan Daerah Tentang K3 yang berlaku.
di Kab Sumedang Tidak Tidak Tidak Tidak
TAHAP OPERASIONAL
1 Pengisian Tidak ada Flora Penurunan Penurunan keanekaragaman jenis tumbuhan diidentifikasikan sebagai Merupakan Area genangan 1,5 tahun
Awal Waduk teresterial Kerapatan dampak potensial bersumber dari adanya bangunan bendungan di dampak Waduk Masa
Flora Sungai Cijolang membuat areal sekitarnya tergenang menjadi sebuah potenisal Sadawarna, penggenang
Teresterial waduk seluas 693,943 ha. Disamping hilangnya tanaman pekarangan, yang harus meliputi : an
dan hutan produksi milik PT Perhutani, kegiatan ini dapat menurunkan dikaji. bendungan
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
jumlah populasi dan jenis tumbuhan riparian. Walaupun hasil observasi Kab. Subang : adalah 1,5
awal sudah dilakukan dan sebagian besar lahan merupakan tanaman DPH Desa tahun
budi daya, tetapi ada kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya Sadawarna sampai
tanaman yang ada pada daftar yang dilindungi pada area genangan dan Desa ekosistem
(waduk). Cibalandong stabil
Jaya Kec. kembali.
Tidak Tidak Ya Ya Cibogo
Tidak ada Fauna Migrasi Penggenangan yang merubah ekosistem hutan produksi/kebun Merupakan Kab. 1,5 tahun
Pengisian teresterial Fauna campuran menjadi ekosistem akuatik akan berpengaruh terhadap dampak Sumedang Masa
Awal Waduk Teresterial populasi fauna. Fauna yang biasa menjadikan hutan dan atau vegetasi potenisal Ds.Tanjung, pengge-
riparian untuk mencari makan akan kehilangan tempat tersebut dan yang harus Ds.Surian, dan nangan
berpindah ke hutan di sekitarnya yang elevasinya lebih tinggi. ada dikaji. Ds. Suriamedal bendungan
kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya satwa yang ada pada Kec. Surian adalah 1,5
daftar satwa langkaygdilindungi, serta pola migrasi yang dapat dilaku- DPH tahun
kannya, dikaitkan pula terhadap keselamatan masyarakat di wilayah sampai
studi selama proses mi grasi hewan tersebut. ekosistem
stabil
Tidak Tidak Ya Tidak kembali.
Pedoman Analisis Stabilitas Penurunan Pada tahap operasional, sejak dimulainya penggenangan waduk sampai Bukan - -
Stabilitas Bendungan Lereng Stabilitas beroperasionalnya waduk/bendungan, dapat terjadi resiko merupakan
Tipe Urugan Akibat Lereng ketidakstabilan kelerengan akibat aliran rembesan dan filtrasi, kegagalan dampak
Beban Gempa Kepmen Bendungan hidrolik, dan kegagalan struktural. potenisal
Kompraswil No. Analisis stabilitas lereng bendungan sudah diantisipasi sebelumnya oleh yang harus
360/KPTS/M/2004 pemrakarsa melalui analisis menggunakan metoda Modifikasi Bishop dikaji.
Panduan Perencanaan (Simplified Bishop Methode) sesuai Pedoman Analisis Stabilitas
Bendungan Dept PU, Bendungan Tipe Urugan Akibat Beban Gempa Kepmen Kompraswil No.
Dirjen Pengairan Direktorat 360/KPTS/M/2004. Hasil analisa sudah disampaikan dalam sub bab
Bina Teknik, 1999 2.1.5.8 dan Lampiran 5, yang menyebutkan bahwa faktor keamanan
dari simulasi 12 kondisi waduk yang meliputi kondisi kondisi selesai
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
konstruksi, waduk terisi penuh, air surut tiba-tiba, baik dalam kondisi
gempa dan tidak gempa, masing-masing pada kedua sisi upstream dan
downstream, semua memenuhi Faktor Keamanan yang disyaratkan
dalam Panduan Perencanaan Bendungan Dept PU, Dirjen Pengairan
Direktorat Bina Teknik, 1999 (Tabel 2.7).
Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Ada Stabilitas Penurunan Pada saat proses penggenangan waduk dilaksanakan, yaitu setelah Merupakan Area sempadan 2 tahun
Pengisian Lereng Stabilitas tubuh bendungan dan bangunan pelengkap lainnya selesai dibangun, dampak Waduk Sadawarna,Dua tahun
Awal Waduk Lereng diprakirakan akan menimbulkan dampak terhadap perubahan kondisi potenisal meliputi : masa
(kelongsor-tanah yang memicu terjadinya longsoran di seputar bibir waduk terutama yang harus Kab. Subang: Ds penyesuaian
an) dibagian yang peka terhadap kelongsoran. Tanah penyusun lahan dikaji. Sadawarna dan kemantapan
Sempadan permukaan di area rencana pembangunan waduk Sadawarna umumnya Desa lereng di
Waduk berupa lempung, lempung lanauan mengandung kerikil dan lanau DPH Cibalandong zona
pasiran hasil pelapukan endapan volkanik Kuarter dan batuan sedimen Jaya Kec. Cibogo sempadan
klastika halus – sangat kasar dengan ketebalan pelapukan 0,5 – sampai Kab.Sumedang: waduk
5 meter. Sifat fisik tanah permukaan ini bersifat lunak, mudah lepas, di Desa Tanjung, antara garis
beberapa bagian dengan plastisitas sedang – tinggi. Desa Surian, dan muka air
Potensi longsor sebagai dampak penggenangan terhadap kemantapan Desa Suriamedal genangan
lereng di zona sempadan waduk antara garis muka air genangan Kec. Surian maksimum
maksimum hingga zona tanah tersaturasi (saturated zone) berpotensi hingga
terjadi. saturated
Tidak Tidak Ya Tidak zone
Pedoman Kriteria Tanah Penurunan Penurunan tanah dapat disebabkan oleh suatu keruntuhan tanah atau Bukan - -
Umum Desain tanah(Kons massa batuan (soil/rock failure) pendukung/fondasi jika pergerakan yang merupakan
Bendungan yang oli-dasi) terjadi akibat tegangan-tegangan geser telah melampui batas dampak
dikeluarkan oleh kekuatannya sehingga menyebabkan kerusakan dan membahayakan potenisal
bangunan di atasnya. Penurunan atau keruntuhan massa tanah/batuan yang harus
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
KomisiKeamanan biasanya terjadi pada tanah/batuan dasar yang memiliki kompresibilatas dikaji.
BendunganOktober200 tinggi misalnya jenis lempung atau lanau bersifat lunak dan plastisitas
2 tinggi. Didasarkan data pemboran Penyelidikan Geologi Teknik dan
KepMenPermukinanDa Finalisasi Desain dari Waduk Sadawarna di Kabupaten Subang (2012)
n menunjukkan bahwa susunan batuan pada tapak rencana pembangunan
PrasaranaWilayahNom as bendung tersusun oleh lapisan batuan dengan sifat kekerasan yang
or296/KPTS/M/2001 dimiliki dari urutan teratas ke bawah yaitu: Batulempung lanauan bersifat
TentangPerubahanPer lunak – teguh dengan N (SPT): 10/30; Batulanau berselingan batupasir
aturanMenteriPekerjaa dan batulempung bersifat lunak – agak padat dengan nilai N (SPT);
nUmumNomor72/PRT/ 17/30; Batupasir lanauan bersifat kaku dan keras dengan N (SPT): > 50;
1997 Batulempung kenyal – keras.
TentangKeamananBen Hasil analisis yang dilakukan pada dokumen Penyelidikan Geologi
dungan Teknik dan Finalisasi Desain Waduk Sadawarna (2012) bahwa
SNI 03-6465-2000 keruntuhan lereng dan dasar pondasi (penurunan tanah) terkait adanya
tentang Tata Cara pembebanan bangunan tubuh bendungantelah diantisipasi dan dinilai
Pengendalian Mutu aman.
Bendungan Urugan Tidak Tidak Tidak Tidak
Pengisian PP RI No. 37 /2010 Aksesibiltas Terputusnya Daerah yang akan tergenang menjadi waduk meliputi juga 5,5 km jalan Merupakan Wilayah yang 1 tahun
Awal Waduk Tentang Bendungan Masyarakat Aksesibiltas raya dan 2 buah jembatan, sehingga aksesibilitas masyarakat akan dampak ruas jalannya
Peraturan Menteri Masyarakat terganggu. potenisal terputus : Lama
Pekerjaan Umum No. Ruas jalan yang terputus adalah sebagai berikut : yang harus Desa Sadawarna dampak
03 tahun 2009 tentang Sebagian Jalan Desa Sadawarna – Desa Cibalandong Jaya, Kec. dikaji. – Desa akan
Pedoman Rekayasa Cibogo, Kab Subang sepanjang 3,25 km dengan lebar 3 meter yang Cibalandong Jaya, dirasakan
Sosial Pembangunan tergenang akan memutus hubungan antara Desa Sadawarna dengan DPH Kec. Cibogo, Kab selama 1
Bendungan Desa Cibalandong Jaya utara. Subang tahun
Sebagian Jalan Desa Tanjung – Desa Suriamedal - Desa Surian, Desa Tanjung – sampai
Kec. Surian, Kab Sumedang, sepanjang 2,25 km 2 buah jembatan Desa Suriamedal dengan
(Jembatan Cijujung dan jembatan Cijuray) dengan lebar 3 meter - Desa Surian, dibuat jalan
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
yang tergenang akan memutuskan hubungan antara Kec. Surian, Kab akses baru
- Desa Tanjung– Desa Suriamedal Sumedang, melingkari
- Desa Suriamedal - Desa Surian sepanjang 2,25 areal
Pengisian km 2 buah waduk
Awal Waduk Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.03 tahun 2009 jembatan
Pedoman Rekayasa Sosial Bendungan, fasilitas umum yang terendam dengan lebar 3
oleh waduk perlu diganti sehingga fungsi aksesibilitas masyarakat tidak meter
terganggu oleh keberadaan waduk.
Tidak Ya Ya Tidak
PP RI No. 37 /2010 Kuantitas air Berkurang- Selama kegiatan penggenangan area Waduk Sadawarna terutama di Merupakan Saluran induk 1,5 tahun.
Tentang Bendungan S. nya musim kemarau akan menyebabkan berkurangnya kuantitas air Sungai dampak irigasi tarum Masa
Cipunagara Kuantitas Cipunagara bagian hilir bendungan. Berkurangnya pasokan air ini akan potenisal timur jatiluhur. penggenang-
di hilir Aliran Air di mempengaruhi pasokan irigasi yang ada di Sungai Cipunegara di bagian yang harus an waduk
bendung-an Hilir hilir lokasi Bendungan Sadawarna yaitu Suplesi dari Sungai Cipunegara dikaji. diperkirakan
Bendungan untuk Saluran irigasi Tarum Timur yang mensuplai saluran irigasi untuk DPH 1,5 tahun.
Kab Indramayu.
Ya Ya Ya Tidak
PP No.37/2010 ttg Kualitas air Penurunan Kualitas air pada penggenangan awal waduk akan meningkatkan Bukan - -
Bendungan Waduk Kualitas Air kandungan organik (BOD dan COD) dikarenakan fase pembusukan merupakan
Pedoman Pengisian (BOD / sisa-sisa makhluk hidup yang terendam. Kandungan organik perlahan- dampak
Waduk yang ditetapkan COD dan lahan akan turun seiring dengan pemulihan sendiri (self purification) dari potenisal
oleh Balai Keamanan H2S) waduk, kemudian berangsur-angsur tercapai fase stabillisasi. yang harus
Bendungan, Ditjen SDA- Selama tahap degradasi organik tersebut, secara estetika akan dikaji.
DPU 2002 menimbulkan perubahan warna dan akan berbau (karena kandungan
SK Menteri No. 384 2004 H2S). Pengelolaan terhadap dampak ini dampaknya sudah diantisipasi
Permukiman dan dan direncanakan dalam deskripsi kegiatan sesuai pedoman yang
Prasarana Wilayah ttg berlaku.
Pedoman Teknis K3 pada
Tempat Kegiatan Tidak Tidak Tidak Tidak
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Konstruksi Bendungan
2 Operasional Tidak ada Biota air Perubahan Waduk Sadawarna dengan luas genangan 693,943 ha dengan volume Merupakan Area Waduk 35 tahun
dan Komposisi 72,881 m3akan merubah ekosistem air mengalir menjadi air tidak dampak Sadawarna.
Pemeliharaan Biota Air mengalir serta terjadinya stratifikasi air berdasarkan kedalaman. Dasar potenisal Umur
Bendungan bendungan diperkirakan akan dihuni oleh benthos yang tahan terhadap yang harus efektif
dan Fasilitas kondisi mikroaerofil hingga anaerob, dan yang tidak tahan terhadap dikaji. waduk
Penunjangnya kondisi demikian akan berada di tepi bendungan yang dangkal. Analogi rencana
dengan bendungan lain di Indonesia, populasi ikan juga akan meningkat DPH adalah 35
secara signifikan sehingga dapat menimbulkan dampak turunan yaitu tahun
keuntungan bagi masyarakat setempat sebagai peluang berusaha. Hal
ini menyebabkan potensi budidaya perikanan jaring terapung sangat
mungkin untuk berkembang sesuai analogi dengan waduk/situ di daerah
lain di Indonesia, sementara penurunan kualitas air waduk akibat
pemberian pakan ikan akan menjadi ancaman bagi kualitas air waduk.
Tidak Ya Tidak Tidak
Operasional Tidak ada Perkembang Perkemban 1.Analogi dengan bendungan lain di Indonesia, keberadaan waduk dapat Merupakan Batas administrasi 35 tahun
dan an wilayah gan memicu adanya usaha pertanian ikan berupa Keramba Jaring Apung dampak kecamatan
Pemeliharaan wilayah (KJA), sementara keberadaan KJA ini pada perencanaan Waduk potenisal dimana Waduk Umur
Bendungan Sadawarna akan dilarang keberadaannya oleh pengelola waduk, karena yang harus Sadawarna efektif
dan Fasilitas akan mengancam kualitas air waduk dan juga mengancam operasional dikaji. berada: waduk
Penunjangnya infrastuktur waduk. Dampak ini memerlukan antisipasi dalam bentuk Kab. Subang : rencana
pengelolaan dampak. DPH Kec. Cibogo adalah 35
2.Daerah genangan dari Bendungan Sadawarna seluas 693,943 ha Kab. tahun
dengan elevasi normal +80 meter, dapat meningkatkan estetika Sumedang :
lingkungan. Analogi dengan bendungan lain di Indonesia, adanya Kec. Surian
bendungan dapat menjadi daya tarik wisata daerah setempat sehingga
dapat berdampak terhadap pengembangan wilayah, yang kemudian
menimbulkan dampak keuntungan bagi masyarakat sebagai peluang
bekerja/berusaha baik dibidang jasa, barang, maupun investasi. Daerah
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
yang diperkirakan akan mengalami peningkatan aktivitas wisata adalah
areal sekitar sempadan waduk Sadawarna yaitu (1) Desa Sadawarna
dan Desa Cibalandong Jaya Kec. Cibogo, Kab. Subang, dan (2) Desa
Tanjung, Desa Surian, dan Desa Suriamedal Kec. Surian, Kab.
Sumedang.
Tidak Ya Tidak Ya
Tidak ada Keamanan Gangguan Di Desa Sadawarna, Kecamatan Cobogo, Kabupaten Subang, terdapat Merupakan Lahan PT 35 tahun
lingkungan keamanan fasilitas riset dan pengembangan, manufaktur, dan pergudangan bahan dampak Dahana di
Operasional
untuk berenergi tinggi terbesar di ASEAN, yang dinamakan Energetic Material potenisal Desa Umur
dan
Centre (EMC) yang menempati areal seluas 600 ha. Kegiatan PT yang harus Sadawarna, efektif
Pemeliharaan kegiatan
Dahana dibagi menjadi 5 zona, mulai dari zona terisolasi, sampai dengan dikaji. Kecamatan waduk
Bendungan PT Dahana zona aman, dan PT Dahana sangat ketat menjaga sistem keamanan Cobogo, rencana
dan Fasilitas
terutama untuk zona-zona yang tidak dapat dimasuki oleh pihak yang DPH Kabupaten adalah 35
Penunjangnya
tidak berpentingan. Walaupun Tapak Rencana Waduk Sadawarna Subang. tahun
berikut green beltnya berada pada zona aman, tetapi bila dampak
pengembangan wilayahnya akibat keberadaan waduk ini tidak dapat
dikendalikan dan dikelola dengan baik, aktivitas PT Dahana dapat
terganggu, terutama zona-zona bahaya dapat dimasuki oleh pihak yang
tidak berpentingan.
Tidak Tidak Ya Tidak
Tidak ada Produktivitas Peningkatan Produktivitas pertanian di Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang, Merupakan Pemanfaat waduk 35 tahun
Pertanian Produktivitas Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang, Kecamatan Cipunagara dampak (KecCibogo Kab.
Pertanian Kabupaten Subang, dan Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu, potenisal Subang, Kec. Umur
sebagai daerah penerima manfaat, yang semula merupakan persawahan yang harus Pagaden efektif
tadah hujan, akan ditingkatkan menjadi persawahan irigasi teknis, yang dikaji. Kab.Subang, Kec. waduk
airnya disuplai dari Waduk Sadawarna. Dengan demikian akan menjadi Cipunagara Kab. rencana
dampak penting hipotetik. DPH Subang,Kec.Haur adalah 35
geulis Kab. tahun
PELINGKUPAN
DESKRIPSI PENGELOLAAN EVALUASI DAN KRITERIA
RENCANA LINGKUNGAN YANG KOMPONEN APAKAH KOMPONEN
APAKAH APAKAH ADA
KEGIATAN LINGKUNGAN APAKAH ADA
SUDAH LINGKUNG- BEBAN KEBIJAKAN DAN/ DAMPAK BATAS
YANG DAMPAK TERSEBUT KEKHAWATIRAN WILAYAH
DIRENCANAKAN AN TERHADAP ATAU PERATURAN PENTING WAKTU
No BERPOTENSI
POTEN- MEMEGANG YANG TINGGI STUDI
KOMPONEN YANG AKAN
MENIMBUL- SEJAK AWAL SEBAGAI TERKENA PERANAN PENTING TENTANG HIPOTETIK KAJIAN
SIAL LINGKUNG-AN DILANGGAR DAN/
BAGIAN DARI DAMPAK DALAM KEHIDUPAN KOMPONEN (DPH)
KAN DAMPAK TERSEBUT ATAU DILAMPAUI
SEHARI-HARI LINGKUNGAN TSB
LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN SUDAH OLEH DAMPAK TSB
MASYARAKAT ?
TINGGI ? ?
SEKITAR ?
Tidak Ya Tidak Tidak Indramayu).
Operasional Tidak ada Sosial Konflik Sesuai studi Studi Potensi Pengembangan Air Baku di DAS Merupakan Kecamatan 35 tahun
dan Kepenting-Cipunegara, 2010 yang diacu oleh Review Desain Rencana Waduk dampak Surian,
Pemeliharaan an Peman- Sadawarna pada Tahun 2011, wilayah pemanfaat Waduk Sadawarna potenisal Kabupaten Umur
Bendungan faatan Airhanya untuk Wilayah Kabupaten Subang dan Indramayu saja. Adapun yang harus Sumedang efektif
dan Fasilitas Waduk*) wilayah Kabupaten Sumedang tidak menjadi wilayah pemanfaat dari dikaji.*) waduk
Penunjangnya Waduk Sadawarna. rencana
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 DPH adalah 35
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun tahun
2011 – 2031,, Waduk Sadawarna sudah direncanakan sebagai salah
satu jaringan prasarana air baku air minum untuk wilayah pelayanan
Sumedang (dalam RTRW tersebut disebutkan pula pemanfaatan air
baku dari Waduk Sadawarna bersama dengan untuk wilayah Kab
Subang dan Kab. Indramayu). Adapun untuk irigasi dari Sadawarna
memang tidak disebutkan untuk peruntukan Sumedang.
Dengan demikian terdapat kesenjangan antara perencanaan Waduk
Sadawarna di Kementerian PU dan Pemerintah Kabupaten Sumedang.
Sementara dari hasil konsultasi publik teridentifikasi pula adanya
kekecewaan masyarakat terbebaskan di wilayah Sumedang karena
wilayah Sumedang tidak diproyeksikan untuk menerima manfaat
langsung dari keberadaan Waduk Sadawarna, dan hal ini akan
memancing adanya keresahan masyarakat.
Ya Ya Ya Ya
Keterangan : *) Dampak ditambahkan (di luar Kerangka Acuan), merupakan pengembangan hasil masukan dari Sidang Komisi ANDAL RKL RPL
Tabel 1.15. Hasil Evaluasi Dampak Penting Hipotetik dari Rencana Pembangunan
Waduk Sadawarna
Pra
Kegiatan Konstruksi Operasional
Konstruksi
Pengoperasian Bangunan
Pemeliharaan Bendungan
Utama dan dan Bangunan
Pembangunan Jalan-jalan
Mobilisasi alat berat dan
Mobilisasi Tenaga Kerja
Survai dan pengukuran
Konstruksi Bendungan
Persiapan material
Pembebasan lahan
Operasional dan
Pelengkap ,*)
Akses Baru
Konstruksi
Pengelak
Pengelak
Komponen lingkungan
No
I Komponen Fisik – Kimia
1 Kualitas Udara :
- Partikulat/debu DPH
2 Kebisingan DPH
3 Kestabilan Lereng
bendungan
4 Kestabilan Lereng DPH
sempadan waduk
5 Erosi dan Sedimentasi
6 Penurunan Tanah (Land
Subsidence)
7 Kuantitas Air Sungai DPH
/Waduk
8 Kualitas Air Sungai /Waduk
9 Hidrogeologi
10 Kerusakan Jalan DPH
11 Aksesibilitas masyarakat DPH
12 Pola Pelayanan Lalu Lintas
II Komponen Biologi
14 Kerapatan Flora DPH
15 Migrasi Fauna DPH
16 Biota Air DPH
III Komponen Sosekbud
17 Pendapatan DPH
18 Peningkatan Pendapatan DPH
19 Sosial budaya (keresahan, DPH DPH DPH
konflik)
20 Produktivitas DPH
Pertanian/Lahan Budi Daya
21 Perkembangan Wilayah DPH
22 Keamanan Lingkungan DPH
IV Kesehatan Masyarakat
23 Sanitasi Lingkungan DPH
24 Prevalensi Penyakit Bawaan DPH
Air
25 Prevalensi Penyakit ISPA DPH
Keterangan :
*) Bangunan Pelengkap: Bangunan Pelimpah, Bangunan Pengelak, dan Bangunan Pengambilan
Keterangan : +DPH : Dampak Penting Hipotetik
Batas wilayah studi ANDAL Waduk Sadawarna ditentukan oleh empat faktor penentu yaitu
batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi. Ruang atau wilayah dengan
batas-batas tersebut disajikan pada sub bab 1.4.1..sampai dengan 1.4.5.
Batas proyek AMDAL Waduk Sadawarna yaitu ruang/lahan lokasi tapak pembangunan waduk
Sadawarna berikut fasilitas penunjangnya. Lahan tersebut merupakan tempat berlangsungnya
kegiatan baik tahap pra konstruksi, konstrusi dan operasi. Batas Proyek dapat dilihat pada
Gambar 1.23.
Berdasarkan hasil pelingkupan, batas proyek pembangunan Waduk Sadawarna yaitu :
1. Lokasi tapak rencara bangunan pengelak
2. Lokasi tapak rencara bendungan Sadawarna dan bangunan pelengkapnya, yang meliputi
Bangunan Pelimpah (Spillway), Bangunan Saluran Pengarah, Pengatur Aliran, Saluran
Transisi, Peluncur dan Peredam Energi dan Bangunan Pengeluaran untuk Air Baku dan
Irigasi;
2. Lokasi genangan Waduk Sadawarna meliputi areal genangan Waduk Sadawarna yaitu
wilayah dari dasar Sungai Cipunagara hingga elevasi + 85 m dpl dengan luas genangan
+green belt area sehuas 693,943.
Batas ekologis ditentukan berdasarkan luas persebaran dampak dari suatu rencana kegiatan
melalui media transportasi berupa air atau udara dimana proses alami yang berlangsung di
dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar.
Batas ekologis berdasarkan persebaran dampak mempertimbangkan dampak sebagai berikut :
a. Dampak migrasi fauna teresterial :Batas ekologis pada daerah sempadan waduk sejauh 1
km dari elevasi genangan tertinggi karena dipertimbangan intensitas tinggi dampak terjadi
pada daerah tersebut.
b. Dampak kerusakan jalan: Batas ekologis pada tapak jalan yang terkena dampak adalah
sebagai berikut:
Segmen 1. Lokasi Quarry pasir dan Batu/borrow area 1 - Jalan Dusun Songom, Desa
Tanjung Kec. Surian , Kab Sumedang – Jalan akses baru langsung ke as bendungan
Segmen 2. Lokasi borrow area 2– Jalan PT Dahana di Dusun Dukuh satu, Desa
Sadawarna, Kec. Cobogo, Kab Subang
Pertimbangannya adalah karena segmen tersebut dilewati kendaraan pengangkut material
dengan ritasi yang tinggi, dan kualitas jalan hanya kelas III.
c. Dampak berkurangnya kuantitas aliran air sungai di hilir bendungan : Batas ekologis pada
1,5 km dari tapak Bendungan Sadawarna ke bagian hilir Sungai Cipunagara yang menuju ke
waduk Cipancuh. Pertimbangannya adalah karena merupakan sumber air Daerah Irigasi
bagian hilir yaitu Daerah Irigasi Cipancuh, Kandang Haur, dan Cilamatan Hilir.
d. Penurunan kerapatan flora teresterial :Batas ekologis pada tapak waduk Sadawarna,
Pertimbangannya adalah karena merupakan area land clearing vegetasi.
e. Dampak penurunan kualitas udara (debu) dan kebisingan batas ekologis pada ruas jalan
berikut ini :
Segmen 1. Lokasi Quarry pasir dan Batu/borrow area 1 - Jalan Dusun Songom, Desa
Tanjung Kec. Surian , Kab Sumedang – Jalan akses baru langsung ke as bendungan
Segmen 2. Lokasi borrow area 2– Jalan PT Dahana di Dusun Dukuh satu, Desa
Sadawarna, Kec. Cobogo, Kab Subang
Pertimbangannya adalah karena segmen tersebut dilewati kendaraan pengangkut material
dengan ritasi yang tinggi, dan kualitas jalan hanya kelas III yang rawan mengalami kerusakan
jalan sehingga potensi resuspensi debu akan cukup tinggi.
f. Penurunan kualitas sanitasi lingkungan adalah pada radius 500 meter dari lokasi tapak
rencana bendungan, dengan pertimbangan dimana basecamp pekerja tidak akan jauh
ditempatkan dari lokasi bendungan yang sedang dibangun.
g. Peningkatan prevalensi penyakit bawaan air adalah pada radius 1 km dari lokasi tapak
bendungan, Pertimbangannya adalah karena basecamp tidak akan jauh ditempatkan dari
lokasi bendungan, dan juga prediksi jauhnya dispersi pencemar dalam air tanah dan
kapasitas alam dalam memurnikan diri sendiri (self purification).
h. Gangguan biota air adalah pada radius 1 km dari outlet terowongan pengelak bagian hilir.
Pertimbangannya adalah pada jarak 1 km ekkosistem air diprediksi sudah dapat stabil
kembali.
i. Batas ekologi dampak peningkatan produksi pertanian adalah pada wilayah pemanfaat
waduk (Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang, Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang,
Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang, dan Kecamatan Haurgeulis Kabupaten
Indramayu).
Batas -batas ekologis tersebut di atas disajikan pada Gambar 1.24.
Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya
berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan
(termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok
masyarakat yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat rencana kegiatan
tersebut.
Batas sosial berdasarkan persebaran dampak mempertimbangkan dampak sebagai berikut:
b. Batas sosial dari dampak kesempatan kerja dan berusaha, penurunan/ kenaikan
pendapatan, dan keresahan masyarakat, adalah pada sebagian daerah yang terkena
pembebasan lahan yang berada pada wilayah sebagai berikut :
a.1. Kec. Cobogo Kabupaten Subang :
Desa Cibalandong Jaya
Desa Sadawarna
a.2. Kec. Surian Kabupaten Sumedang :
Desa Surian
Desa Suriamedal
Desa Tanjung
a.3. Batas sosial dari dampak hipotetik peningkatan produksi pertanian di wilayah
penerima manfaat , yaitu :
Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang,
Kecamatan Pagaden, Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu
c. Batas sosial dari dampak konflik sosial akibat pembebasan makam keramat, adalah di
Desa Sadawarna.
d. Batas sosial dari dampak konflik sosial karena nama bendungan, adalah pada Desa
Tanjung, desa Surian, dan Desa Suriamedal, Kecamatan Surian, Kabupaten Sumedang.
e. Batas sosial dari dampak terputusnya aksesibiltas masyarakat, adalah pada masyarakat
yang tinggal pada desa-desa yang terletak pada:
c.1. Kec. Cobogo Kabupaten Subang :
Desa Cibalandong Jaya
Desa Sadawarna
c.2. Kec. Surian Kabupaten Sumedang :
Desa Surian
Desa Suriamedal
Desa Tanjung
f. Batas sosial dari dampak keresahan masyarakat akibat penurunan kualitas udara (debu)
dan kebisingan akibat lalu lalang kendaraan pengangkut alat material konstruksi, adalah
masyarakat yang tinggal pada ruas jalan Cijambe – Songom - Jalan Desa Tanjung Kec.
Cobogo, Kab Subang.
g. Batas sosial dari dampak keresahan masyarakat akibat migrasi fauna berbahaya pada saat
tahap awal penggenangan wadukadalah masyarakat yang bermukim pada radius 1 km
sempadan waduk Sadawarna, secra umum adalah :
f.1. Desa-desa yang terdapat pada Kec. Cobogo Kabupaten Subang : Desa Cibalandong Jaya
dan Desa Sadawarna
f.2. Desa-desa yang terdapat pada Kec. Surian Kabupaten Sumedang : Desa Surian, Desa
Suriamedal, dan Desa Tanjung
Batas administrasi adalah ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa melakukan kegiatan
sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di dalam ruang tersebut.
Batas ruang tersebut dapat berupa batas administrasi yang ditetapkan berdasarkan skala
kegiatan sosial-ekonomi dan sosial-budaya di seluruh daerah proyek dan lokasi sekitarnya
dengan pendekatan administrasi pada wilayah dampak (sumber dampak, daerah yang terkena
dampak dan lokasi pengelolaan dampak). Ketiganya berada dan tercakup dalam wilayah
administratif terkait dengan lokasi rencana pembangunan Waduk Sadawarna.
a. Lokasi genangan Waduk Sadawarna meliputi :
a.1. Kec. Cobogo Kabupaten Subang :
Desa Cibalandong Jaya
Desa Sadawarna
a.2. Kec. Surian Kabupaten Sumedang :
Desa Surian
Desa Suriamedal
Desa Tanjung
b. Batas administratif dari dampak keresahan masyarakat akibat migrasi fauna berbahaya pada
saat tahap awal penggenangan wadukadalah masyarakat yang bermukim pada radius 1 km
sempadan waduk Sadawarna, secra umum adalah :
Desa-desa yang terdapat pada Kec. Cobogo Kabupaten Subang :
Bab 1. Pendahuluan I-113
AnalisisDampak Lingkungan Hidup Waduk Sadawarna
Batas wilayah studi AMDAL merupakan resultante dari batas proyek, batas ekologis, batas
sosial dan batas administrasi. Batas wilayah studi AMDAL disajikan pada Gambar 1.27.
BAB II
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Data iklim dan kondisi meteorologis yang ditelaah dalam studi AMDAL adalah yang berkaitan
dengan jumlah hari hujan serta data arah dan kecepatan angin, untuk keperluan prediksi
dampak resuspensi debu akibat kegiatan mobilisasi alat berat dan material pada tahap
konstruksi.
Iklim
Terdapat banyak stasiun meteorologi di Subang, Sekitar 100 stasiun curah hujan dioperasikan
oleh PJT-II dan satu stasiun meteorologi oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi
(BBPTP Sukamandi). Data meterologi kemudian dilengkapi dengan data arah dan kecepatan
angin dari Lanud Suryadarma Kalijati Subang. Stasiun meteorologi yang dipilih dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Stasiun Meteorologi yang Dipilih sebagai Sumber Pengambilan Data Iklim
Dari analisis curah hujan di Stasiun Pusat Penelitian Padi Sukamandi (pemilihan stasiun
berdasarkan pertimbangan bahwa stasiun ini terletak di dalam lokasi proyek dengan kuantitas
data yang memadai) dapat dilakukan perhitungan rata-rata hari hujan seperti yang dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Karakteristik Meteorologi
Iklim pada area irigasi Jatiluhur, dikarakterisasi dengan temperatur tinggi dan periode cahaya
matahari dengan curah hujan rendah. Iklim kawasan dipengaruhi adanya lautan di balik
pegunungan. Iklim kawasan irigasi Jatiluhur memiliki karakter 2 musim berbeda: musim hujan
dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan November s.d. April, sedangkan musim
kemarau terjadi pada bulan-bulan lainnya. Februari adalah bulan paling basah, sedangkan
Agustus adalah bulan paling kering.
Curah hujan rata-rata tahunan adalah 1,453 mm. Hampir sebanyak 83% dari curah hujan
tahunan terjadi pada musim hujan. Ciri-ciri iklim seperti temperatur, kelembaban relatif,
periode cahaya matahari dan kecepatan angin pada wilayah pengerjaan proyek ditunjukkan
pada Tabel 2.2.
Parameter Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Rata-
rata
temperatur (0C) 26,4 26,2 27 27,6 27,7 27 26,5 26,7 27,5 28 27,7 27,1 27,3
Kelembaban (%) 87,1 87,7 84,4 82,4 80,9 81,1 80,3 76,7 74,4 76,1 80,4 83,2 80,9
Kecerahan (jam/ 4,8 4,7 5,7 6 6,7 6,5 7,1 7,7 8,1 7,2 5,8 5,3 6,2
hari)
Kecepatan (meter/ 2,4 2,5 2,1 1,7 1,7 1,7 1,9 2,4 2,5 2,3 2,1 2,3 1,5
angin detik)
Sumber: Laporan Jatiluhur Irrigation Management Improvement, 2010
Analisis dari rata-rata temperatur tahunan selama periode (1991-2009) menunjukkan rata-rata
temperatur tahunan mengalami peningkatan perlahan dengan kenaikan sekitar 0,8oC selama 19
tahun (1991-2009).
Data rona awal kualitas udara dan kebisingan dikumpulkan untuk menunjang analisa terhadap
prediksi dampak kualitas udara dan kebisingan dari kegiatan pengangkutan alat berat dan
material pada tahap konstruksi.
Dari data kualitas udara ambien di lokasi yang mewakili permukiman (yaitu titik sampling
1,2,dan 3) yang dilalui oleh kendaraan pengangkut material konstruksi dan alat berat (Tabel
2.4.), menunjukkan bahwa pada umumnya konsentrasi debu memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan oleh PP RI No. 41 Tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Angka kebisingan hasil pengukuran yang akan dibandingkan dengan baku tingkat kebisingan
dikondisikan/dikonversikan untuk kebisingan pada jarak 50 ft dari sumber (15,24 m thd ruas
jalan), karena mulai pada jarak tersebut aktivitas masyarakat banyak dilakukan (teras rumah,
atau teras /halaman bangunan untuk aktvitas lainnya).
Dari Tabel 2.4. dapat dlihat bahwa kebisingan pada lokasi yang mewakili permukiman
penduduk yang dilalui oleh kendaraan pengangkut material (yaitu titik sampling 1,2, dan 3),
memenuhi baku tingkat kebisingan yang ditetapkan berdasarkan Kep Men LH No
48/MENLH/11/1996 untuk kawasan perumahan dan permukiman. Sedangkan untuk titik
sampling di samping jalan raya provinsi dianggap menggunakan baku mutu perdagangan dan
jasa, karena sepanjang jalan tersebut tidak diperuntukkan untuk permukiman. Berdasarkan
baku tingkat peruntukan tersebut, kebisingan pada wilayah ini memenuhi baku tingkat
kebisingan.
Tabel 2.4. Hasil Uji Kualitas Udara dan Kebisingan di Lokasi Studi
Uraian rona lingkungan awal dari tata guna lahan diperlukan untuk memprediksi dampak
perkembangan wilayah.
Kecenderungan Perkembangan Perubahan Penggunaan Lahan
Peta penggunaan lahan di wilayah studi disajikan ada Gambar 2.2. Perkembangan perubahan
penggunaan lahan di wilayah ini tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun. Sebagian besar
(80,99%) penguasaan lahan di wilayah studi merupakan daerah hutan produksi yang dikelola
leh PT Perhutani (Persero).
Lahan masyarakat yang ada di wilayah studi yang terdiri dari lahan pertanian sawah, sebagian
lagi merupakan areal pemukiman penduduk. Kawasan katagori permukiman di wilayah studi
hanya menempati 0,25 % (Tabel 2.5) dari total luas wilayah tersebut. Lahan berkatagori
pertanian di wilayah studi (Desa Sadawarna, Desa Cibalandong-jaya (Kec Cibogo Kabupaten
Subang), Desa Surian, Desa Suriamedal, Desa Tanjung (Kec Surian Kabupaten Sumedang),
meliputi persawahan tadah hujan dan 1/2 teknis (10,54%), tegalan (0,81%).
Berdasarkan data profil desa dan Kecamatan Surian dalam angka, tata guna lahan di wilayah
studi disajikan pada Tabel 2.5, ada lahan pekarangan berdiri bangunan-bangunan berupa
rumah, sekolah dan fasilitas umum lainnya dengan bangunan permanen, semi permanen
maupun tidak permanen.
Dalam Rencana Struktur Ruang Wilayah Di Kabupten Subang (Gambar 2.4), wilayah studi
(Kecamatan Cibogo), termasuk ke dalam salah satu sistem pusat kegiatan perkotaan berupa
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).
Arah pengembangan di kecamatan tersebut adalah penyedia prasarana energi (Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi), sistem jaringan prasarana sumberdaya air, Sistem jaringan
persampahan, Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas, hutan rakyat, pertanian lahan
basah dan lahan kering, peternakan, industri, dan permukiman perkotaan.
Rencana Waduk
Sadawarna
GAMBAR 2.3. PETA RENCANA POLA RUANG KABUPATEN SUBANG
Rencana Waduk
Sadawarna
2.1.4. Aksesilibitas
Analisis rona lingkungan awal mengenai aspek aksesibilitas terutama diperlukan untuk
pelingkupan dan prediksi dampak yang berkaitan dengan gangguan aksesibilitas masyarakat
akibat mobilisasi kendaraan pengangkut material konstruksi dan relokasi jalan yang terkena
pembebasan akibat keberadaan rencana waduk Sadawarna.
Kondisi jalan propinsi / jalan kolektor primer Subang-Indramayu-Sumedang (Tomo) saat ini
kondisinya sangat baik dengan kualitas jalan kelas 1, dan dapat dilalui semua jenis kendaraan.
Jalan penghubung desa-desa/perkampungan-perkampungan di wilayah studi berupa jalan
aspal. Ruas Jalan Tanjung dan Desa Surian yaitu jalan Kecamatan/jalan desa dengan jalan
masuk dari Kampung Cijambe Desa Bantarwaru Indramayu-Kampung Songom-Salawirta Kaler-
Babakan Salawiru-Sandangasih-Babakan rancakeong-Salawiru Kidul-Ceuri-Surian eksisting
adalah jalan batu yang yang kondisinya sebagian baik, namun sebagian telah mengalami
kerusakan.
Adapun jalan desa Kampung Sadawarna satu-Kampung Bakung-Kampung Pangadungan-
Kampung Cibalandong Hilir-Kampung Cibalandong Girang-Kampung Cibakom-Kampung
Cimanggu saat ini sebagian baik, namun sebagian telah mengalami kerusakan. Kualitas jalan
sebagian berbatu, namun sebagian sudah beraspal.
Jembatan yang terdapat pada jalan desa-desa di wilayah Kecamatan Cibogo dan
Cijambe/Cibalandong sebanyak dua buah yaitu Jembatan Sungai Cipangadungan dan Jembatan
Sungai Cisadawarna. Kondisinya masih cukup baik dan dapat dilalui kendaraan.
Jembatan yang terdapat pada jalan desa-desa di wilayah Kecamatan Surian sebanyak tiga buah
yaitu Jembatan Sungai Cijujung, Jembatan Sungai Pasanggrahan dan Jembatan Sungai Cijurey.
Jembatan Sungai Cjurai saat ini dalam kondisi rusak berat dan tidak dapat dilalui kendaraan,
sehingga hanya dapat digunakan pada musim kemarau dengan kendaraan melintas di dasar
sungai.
Hasil pengamatan di lapangan pada jalan akses yang menuju ke lokasi kegiatan Pembangunan
Waduk Sadawarna disampaikan pada Tabel 2.6.
2.1.5. Geologi
Pembahasan mengenai geologi wilayah studi adalah berkaitan dengan analisis pelingkupan dan
prediksi dampak dari potensi land subsidence akibat keberadaan bendungan, potensi
kelongsoran (stabilitas lereng di sempadan waduk), kestabilan lereng, dan dampak dari
kegempaan.
2.1.5.1. Fisiografi
Berdasarkan pembagian Zona Fisiografi Jawa bagian barat (Bemmelen, 1949), daerah studi
terletak pada transisi antara Zona Bogor dan Pedataran Pantai Jakarta (Gambar 2.5.) yang
dapat diuraikan sebagai berikut:
Zona ini merupakan dataran pantai utara Jawa Barat memanjang dari Serang sampai
Cirebon. Endapan di daerah ini terdiri dari endapan sungai, endapan banjir, endapan
pantai, serta aliran lumpur dari hasil gunung api Kwarter. Ketebalan mencapai 300 m.
No Ritasi
Pan-
titik kenda-
Ruas Jalan jang Jenis Perkerasan Foto
tin- raan truk
jalan
jau 8 ton
Titik Lokasi borrow Mewakili segmen 2 2 km 190 (dari Jalan perkerasan
2 area 2– Jalan Jalan akses pengangkutan : borrow batu/pasir, 20%
PT Dahana di tanah urug dari borrow area 2) + sudah beraspal,
Dusun Dukuh area 1 , 11 (dari 80% Kondisi
dua, Desa alat berat , dan material segmen 3) rusak
Sadawarna, dari luar (besi,semen) = 201
yang bersumber dari luar
Kec. Cibogo, ritasi per
wilayah studi
Kab Subang (Bandung/Cirebon) hari
Lebar jalan 7
– Jalan akses Dengan jumlah ritasi 190/hari selama 2,5
meter
baru langsung tahun
ke as
bendungan
No Ritasi
Pan-
titik kenda- Jenis
Ruas Jalan jang Foto
tin- raan truk Perkerasan
ja-lan
jau 8 ton
Titik Jalan Subang- Mewakili segmen 3 Titik 11 ritasi Aspal kelas 1
3 Cikamurang Jalan akses pengangkut yang per hari Kualitas baik
(atau Jl Raya alat berat , dan material dari ditinjau selama 2,5
Subang-Tomo) luar (besi,semen) yang 5 km tahun
– ke segmen 2 bersumber dari luar wilayah sebe-
studi (Bandung/Cirebon),
– ke Jalan akses lum
Dengan jumlah ritasi 11/hari
baru ke as jalan
bendungan masuk
waduk
No Ritasi
Pan-
titik kenda-
Ruas Jalan jang Jenis Perkerasan Foto
tin- raan truk
jalan
jau 8 ton
Titik jaringan jalan Sebagai bahan analisa untuk 20 km - Sebagian
4 pada memberikan perkerasan batu,
Kecamatan pertimbangan/rekomendasi sebagian sudah
Cibogo Kab akses jalan pengganti beraspal
Subang dan
Kecamatan
Surian
Sumedang
Daerah studi
- Zona Bogor
Zona ini merupakan antiklinorium yang memanjang dari Rangkas Bitung (di bagian
barat) sampai Majenang/Bumiayu (di bagian timur), membentuk suatu rangkaian
perbukitan yang disusun oleh sedimen marin Neogen yang terlipat kuat dan tersesarkan.
2.1.5.2. Geomorfologi
Didasarkan keregaman topografi, kerapatan kontur dan elevasi, daerah studi dapat
dibedakan atas 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu:
kemiringan lereng berkisar < 8% dan 8 – 15%, elevasi berkisar 50 – 79 m dpl. Pola
aliran sungai tidak jauh berbeda dengan satuan di atas yaitu sub meander dan sub
paralel, setempat sub-dendritik.
Berdasarkan Peta Geologi Bersistim Lembar Bandung, Jawa (Silitonga, 1973), stratigrafi
yang menyusun daerah studi terdiri dari beberapa satuan batuan dari umur paling tua ke
muda adalah seperti berikut:
Anggota Batulempung – Formasi Subang (Msc)
Batu lempung terkadang mengandung lapisan-lapisan batu gamping napalan, napal dan
lapisan-lapisan batugamping kelabu tua, sisipan batu pasir glaukonit hijau mengandung
Foraminifera. Satuan ini menempati kawasan perbukitan selatan, berumur satuan ini
Miosen.
Formasi Kaliwangu (PK)
Terdiri atas batupasir tufa, konglomerat, batulempung dan kadang-kadang batupasir
gampingan dan batugamping, serta lapisan-lapisan tipis gambut dan lignit. Pada
batupasir dan konglomerat sering terdapat kandungan Moluska. Formasi ini menindih
Anggota Batulempung Formasi Subang secara tidak selaras, berumur Mio-Pliosen.
Formasi Citalang (Pt)
Tersusun atas lapisan-lapisan napal tufaan yang diselingi oleh batupasir tufaan dan
konglomerat. Formasi Citalang menindih Formasi Kaliwangu secara selaras, berumur
Pliosen.
Batupasir tufaan, Lempung dan Konglomerat (Qos)
Batupasir tufa kadang-kadang berbatuapung, lempung mengandung sisa-sisa tumbuhan,
konglomerat, breksidan pasir halus, berlapis mendatar dan hampir rata di bagian utara.
Satuan ini ditafsirkan sebagai endapan lahar gunungapi, menempati pedataran landai
dengan pelamparan luas, berumur Pliosen.
Struktur geologi yang terdapat di daerah studi umumnya berupa sesar, yaitu sesar naik dan
sesar geser.
Sesar naik (up thrust)
Sesar ini memotong Formasi Subang dengan arah lintasan hampir sejajar dengan arah
strike perlapisan batuan yaitu hampir barat – timur. Genesa sesar ini sangat erat
kaitannya dengan pembentukan perlipatan (antiklinorium) Zona Bogor.
Sesar geser (wrench fault)
Sesar ini memiliki arah utara – selatan dan memotong strike dari struktur perlapisan
batuan Formasi Subang dan Formasi Kaliwangu. Pembentukan sesar geser ini sangat
berkaitan dengan pembentukan sesar naik. Terdapat 4 sesar geser yang melitas di dekat
daerah studi.
Lokasi tapak bangunan Bendungan Sadawarna terutama terletak pada Formasi Citalang dan
Satuan Batupasir Tufaan, Batulempung dan Konglomerat dari Formasi Citalang (Qos) yang di
bagian bawahnya dialasi oleh Batulempung Bersisik dari Formasi Subang (Msc).
Analisa di atas didasarkan atas pertimbangan bahwa dari hasil Pemetaan Geologi Permukaan
dapat diketahui bahwa litologi penyusun di lokasi tapak bendungan terdiri dari 3 lapisan
batuan, yaitu :
di daerah alur dan bantaran sungai Cipunagara beserta anak – anak sungainya.
Penyebarannya menempati bagian tengah As Dam dan sekitarnya dengan prakiraan luas
lebih kurang 30 %.
2. Satuan Lanau Lempung Pasiran
Satuan Lanau Lempung Pasiran, lapisan ini merupakan penyebaran cukup luas dan
menempati bagian perbukitan yang berada pada kiri dan kanan alur sungai Cipunagara
dengan prakiraan luas lebih kurang 50 %.
3. Satuan Batuan Breksi Tufaan
Satuan Breksi Tufaan, lapisan ini merupakan satuan batuan dari kelompok Batu Pasir
Tufaan dan Breksi Tufaan (Formasi Citalang/Pt). Tersingkap secara graded dengan
dominasi lapisan Breksi Tufaan. Penyebarannya menempati pada bagian alur sungai
Cipunagara bagian As dan alur anak sungai Cicadas dengan singkapan cukup luas kemudian
menyempit pada tebing – tebing bagian hilir maupun hulunya dengan perkiraan luas lebih
kurang 20 %.
A. Morfologi
Morfologi yang diperlihatkan dari daerah genangan adalah suatu pemandangan (bentang alam)
daerah lembah sungai yang cukup luas dan relatif cukup datar dengan dikelilingi oleh suatu
perbukitan gelombang rendah sampai bergelombang tinggi. Sungai utama adalah Sungai
Cipunagara, yang mengalir sepanjang tahun ke arah utara di Kabupaten Subang dengan hulu di
Gunung Tangkubanparahu, ke arah timur laut sampai Gunung Putri, Gunung Parongpong, dan
Gunung Kodaka di Kabupaten Sumedang, bermuara di Laut Jawa Kabupaten Indramayu.
Gosong-gosong sungai (maendering) banyak dijumpai dan menandakan walaupun daerah ini
merupakan daerah hulu, tetapi umur sungai (stadium) sudah termasuk dewasa, sehingga
kondisi seperti ini sangan cocok sebagai daerah kom waduk.
B. Statigrafi
Dari hasil pemetaan geologi permukaan, dapat diketahui bahwa litologi penyusun daerah ini
terdiri dari 5 kelompok satuan lapisan tanah/batuan (formasi) yang termuda sampai yang
tertua, yaitu :
1. Satuan Endapan Aluvial
Merupakan lapisan muda (pengendapannya berlangsung sampai sekarang), terdiri dari
campuran material-material batuan berbagai ukuran butir, yang dimulai dari lempung pasir,
kerikil, sampai yang berukuran butir bongkah yang diendapkan di daerah alur dan buntaran
Sungai Cipunagara, serta beberapa anak sungainya (S. Cicadas, S. Cijunjung, S. Cijurai, dll).
Penyebarannya menempati bagian tengah daerah genangan, membentang ke arah utara-
selatan, dengan prakiraan luas kurang dari 20%.
Sedangkan konglomerat secara umum berwarna abu-abu kehitaman, keras dan kompak,
fragmen batuan andesit berukuran kerikil-kerikil, kemas terbuka, tersingkap pada tebing
jalan Kampung Songgom. Satuan batuan ini pada sebagian telah berubah menjadi lempung
lanauan.
Breksi tufaan, umumnya berwarna abu-abu kehitaman, keras, kompak, terdiri dari fragmen
batuan andesit berukuran kerakal bongkah, bentuk menyudut tanggung, kemas terbuka,
pemilahan buruk-sedang, matrik terdiri dari pasir tufaan, tersemen baik. Batupasir tufaan
umumnta berwarna abu-abu kekuningan, berbutir halus, agak keras-keras dan masih. Satuan
batuan ini pada bagian atas telah mengalami pelapukan tingkat sedang-tinggi (MW -HW),
sehingga sebagian telah berubah menjadi lempungan.
Lapisan ini telah tersingkap secara dominan dan setempat-setempat, terdapat sisipan
batupasir, napal tipis-tipis (0,10 - 0,20 meter), dengan kedudukan N 102o. Penyebarannya
Batu lempung bersisik berwarna abu-abu kehitaman, keras dan masif tetapi pada bagian
atas umumnya telah mengalami pelapukan sampai tingkat sempurna (CW), sehingga
berubah menjadi lempung lanauan yang mempunyai sifat lunak dan berplastis tinggi,
sedangkan batupasir dan napal karena sifatnya setempat-setempat (hancur-hancuran)
dan tipis-tipis, maka tidak terdeskripsi.
Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa kontak antar lapisan batuan (batas litologi) pada
satuan batu lempung gampingan (F. Kaliwungu), satuan batupasir tufaan (F. Citalang) dan
satuan breksi tufaan adalah selalu miring ke arah selatan dengan kedidukan (strike/dip) : N
126o E/25o - N 148OE/14o, sedangkan terhadap satuan endapan aluvial merupakan kontak
ketidakselarasan dan terhadap satuan batulempung bersisik. Batas litologi tersebut
diperkirakan merupakan kontak sesar dengan kedudukan N 102oE/62o (bidang sesar).
2. Terdapatnya zona hancuran pada satuan batulempung gampingan formasi kaliwungu, yang
tercermin oleh adanya gerakan/longsoran tanah pada tebing bagian kanan Sungai
Cipunagara.
Gerakan (longsoran tanah) yang teridentifikasi, berada pada daerah genangan berjumlah 2
buah, yang mana keduanya dijumpai pada tebing sebelah kanan Sungai Cipunagara, tepatnya :
Longsoran ini dapat terjadi di kaki lereng, dengan dimensi panjang 20-30 meter, lebr 10 - 15
meter, dalam 2-4 meter. Longsoran bersifat lokal, setempat dan tidak akan membahayakan
konstruksi bendungan.
Kegiatan pemboran inti telah dilaksanakan pada tahap DED untuk mengetahui kondisi geologi
di baah permukaan tanah, khususnya di bawah permukaan lokasi as bendungan dan bangunan
pelengkapnya. Peta lokasi titik pemboran inti dan profil geologi teknik sejumlah 17 titik
disajikan pada Lampiran 8.
Di lokasi perencanaan, dijumpai 7 satuan lapisan tanah/batuan secara vertikal sampai pada
kedalaman 70 meter. Uraian masing-masing lapisan dengan urutan mulai yang berumur
termuda sampai yang tertua adalah sebagai berikut :
- Satuan tanah penutup, terdiri dari lempung lanauan sampai pasiran, berwarna cokelat
kehitaman. linak dan bercampur dengan akar-akar tumbuhan, ketebalan 0,5 - 1,0 meter.
- Satuan Endapan Aluvian (A), terdiri dari campuran material-material batuan berbagai
ukuran butir, yang dimulai dari lempung, pasir, kerikil, sampai berukuran bongkah yang
tersingkap sebagai point bar di bagian hilir, dengan dominasi batuan andesit berukuran
kerikil-kerakal, dengan perkiraan ketebalan anatar 1-2 meter.
- Satuan Lempung Lanauan (B), terdiri dari lempung, lanauan sampai pasiran, berwarna
merah kecoklatan, lunak-agak teduh dan kenyal, plastisitas sedang, ketebalan 5-10 meter.
- Satuan Lanau lempung Pasiran (C), terdiri dari lanau yang berselang seling dengan lempung
pasiran, berwarna coklat kekuningan, lunak sampai agak padat, plastisitas sedang-tinggi
dengan nilai permeabilitas 2,65 x 10 -4 - 8,34 x 10-5 dan nilai N (SPT): 10/30, ketebalan
maksimum lebih dari 12 meter.
- Satuan Pasir Lanauan (D), terdiri dari pasir bersifat lanauan, tufaan, ataupun lempungan
dengan fragmen lepas sampai padat dari batuan andesit berukuran kerikil-kerakal sampai
boulder, berwarna abu-abu kecoklatan dengan nilai permeabilitas 1,94 x 10-4 dan nilai N
(SPT): 25/30, ketebalan lebih dari 7-10 meter.
- Satuan Breksi (E), Breksi vulkanik berwarna abu-abu keputihan sampai kecoklatan, agak
keras-keras. Fragmen batuan andesit (pecah-pecah), kemas terbuka, tersemen lemah-kuat,
lapuk, sedang-tinggi (MW-HW), dengan nilai permeabilitas 1,4 x 10-4 - 6,1 x 10-5 dan nilai N
(SPT) : 17/30 . 50, ketebalan lebih dari 20 meter.
Semua tahapan kajian keamanan bendungan sudah dilakukan dalam tahap Detailed Engineering
Design (DED), dan ditampilkan pada Lampiran 5.
Analisis stabilitas lereng bendungan dilakukan dengan Metoda Modifikasi Bishop (Simplified
Bishop Methode), sesuai pedoman Analisis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan Akibat Beban
Gempa Kepmen Kompraswil No. 360/KPTS/M/2004. Analisi ini menggunakan program
komputer SLOPE/W dilakukan potongan yang paling kritis. Hasil uji menunjukkan bahwa faktor
keamanan dari simulasi 12 kondisi waduk yang meliputi kondisi selesai konstruksi, waduk terisi
penuh air, air surut tiba-tiba, baik dalam kondisi gempa maupun tidak gempa, masing-masing
(ada kedua sisi upstream dan downstream), semua di atas Faktor Kemanan yang disyaratkan
oleh Panduan Perencanaan Bendungan Dept. PU, Dirjen pengairan Direktorat Bina Teknik, 1999.
Hasil evaluasi kestabilan lereng Bendungan Sadawarna pada waktu selesai konstruksi, pada sisi
upstream dan downstream, baik waduk terisi penuh maupun surut tiba-tiba, pada kondisi
normal dan kondisi gempa, dinyatakan memenuhi faktor keamanan yang disyaratkan oleh
pedoman tersebut (Tabel 2.7). Laporan analisis keamanan bendungan dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Analisis dan perhitungan kestabilan lereng bendungan dilakukan pada potongan paling kritis
(dapat dilihat pada Lampiran 5). Dengan membandingkan hasil kestabilan lereng pada potongan
BH-01 dan besarnya angka faktor keamanan ijin (ultimate) yang diperoleh maka dapat
diketahui tingkat sekuritas bendungan dunilai aman. Kestabilan lereng Bandungan Sadawarna
disajikan pada Tabel 2.7.
Analisa rembesan (seepage) bendungan diperlukan untuk pelingkupan dari analisis dampak
penurunan kestabilan lereng bendungan. Analisis rembesan ini dilakukan pada tahap Studi
Penyelidikan Geologi Teknik dan Finalisasi Desain tahun 2012. Analisis rembesan ini dilakukan
dengan perhitungan berbasis metode elemen hingga (Finite Element Method), menggunakan
program "Seep W".
Lebih lanjut mengenai persamaan anaisis rembesan (seepage) bendungan dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Hasil analisis rembesan menunjukkan bahwa bendungan dinyatakan aman secara hidrolisis, bila
landaian (gradient) hidrolisis pada timbunan tanah yang mengisi kaki lereng bendungan bagian
hilir tidak melampauai landaian hidrolisis kritis. Landaian hidrolisis kritis adalah perbandingan
antara berat isi tanah terendam air (y'), terhadap berat isi air yw (icr = y'/y). Selain itu, jumlah
volume rembesan dalam tubuh bendungan , 0.1% dari volume tampungan bendungan.
Berdasarkan data pengujian pemadatan tanah di laboratorium, harga berat isi tanah terendam
air rata-rata = 0.7 ton/m3. Bila berat isi air 1 ton/ m3, maka landaan hidrolisis kritis adalah 0,7.
Faktor keamanan terhadap boilling serendah-rendahnya = 5.
Hasil analisis yang dilakukan pada dokumen Penyelidikan Geologi Teknik dan Finalisasi Desain
Waduk Sadawarna (2012), bahwa keruntuhan lereng dan dasar pondasi (penurunan tanah)
telah diantisipasi dan dinilai aman.
Dalam kaitannya dengan syarat bendungan agar aman dan stabil terhadao kegagalan hidrolik,
maka perhitungan tinggi tubuh bendungan (yang meliputi tinggi jagaan, gelombang akibat
angin, rayapan gelombang dan gempa, dan pertimbangan kondisi tanah akibat bendungan
trhadap elevasi puncak bendungan disajikan pada Lampiran 5.
2.1.6. Hidrogeologi
Kajian hidrogeologi adalah untuk mengetahui tatanan akifer dan kaitannya keperluan analisa
dampak kemungkinan terpotongnya lapisan akifer terkait adanya rencana penggalian
terowongan pengelak dan pembangunan bendungan.
Menurut pembagian satuan Peta Hidrogeologi Lembar Cirebon (Pusat Sumber Daya Air Tanah
dan Geologi Lingkungan Bandung, 1983), kondisi hidrogeologi daerah rencana kegiatan
(Gambar 2.7.) adalah sebagai berikut;
- Setempat dengan akifer produktif sedang menempati daerah pedataran yang dibentuk oleh
aluvium sungai dengan penyebaran terbatas di bagian hilir Sungai Cilamatan dan Sungai
Cipunegara.
- Wilayah dengan akifer produktifvitas rendah setempat berarti menempati daerah pedataran
yang dibentuk oleh endapan volkanik muda (batupasir tufaan, lempung, lanau tufaan dan
breksi tufaan).
- Wilayah dengan akifer produktifvitas rendah setempat berarti menempati daerah
perbukitan yang dibentuk oleh endapan volkanik tua.
- Daerah air tanah langka atau tak berarti.
Berdasarkan uraian kondisi hidrogeologi di atas, daerah rencana pembangunan waduk
Sadawarna termasuk pada satuan hidrogeologi dengan akiferberpotensi rendah sampai daerah
langka air. Hasil pengamatan lapangan terhadap singkapan-singkapan batuan di sekitar rencana
pembangunan bendungan diperoleh beberapa struktur perlapisan batuan yang mewakili.
Kedudukan perlapisan batuan umumnya berkemiringan ke arah hulu aliran sungai (up stream)
dengan jurus/kemiringan yaitu: N 1400E/430 dan N. 1500E/350.
Hasil uji permeabilitas terhadap lapisan-lapisan batuan yang dilakukan pada penyelidikan
geologi teknik umumnya menunjukkan nilai koefisien permeabilitas rendah yaitu 10-4 cm/det.
s/d 10-5 cm/det.
Berdasarkan uraian di atas, maka keberadaan bendungan dan terowongan pengelak tidak
memberikan dampak penurunan muka air tanah karena masukan air tanah di hilir tidak berasal
dari suplesi air sungai Cipunegara yang berarti termasuk ke hilir bendungan.
Di daerah studi terdapat potensi sumber daya bahan galian jenis pasir, batuan dan tanah urug
yang dimungkinkan dapat dimanfaatkan sebagai material kontruksi pembangunan Bendungan
Sadawarna .Kajian terhadap potensi sumber daya tersebut telah dilakukan sebagaimana
dilaporkan dalam “Review Desain Waduk Sadawarna, 2011” dan “Penyelidikan Geologi Teknik
dan Finalisasi Desain Waduk Sadawarna, 2012”, termasuk pengujian mutu material urugan yang
berpedoman pada SNI 03-6465-2000 tentang Tata Cara Pengendalian Mutu Bendungan
Urugan. Informasi sumber daya material galian dan cadangan yang tersedia disajikan pada
Tabel 1.11. Uraian masing-masing material galian dapat dikemukakan seperti berikut:
a) Material Batuan
Material batuan yang terdapat di daerah studi merupakan endapan aluvial dari Sungai
Cipunagara, terutama sebagai endapan gosong sungai (point bar) yang tersusun atas
percampuran material pasir, kerikil (gravel), kerakal (peble) dan bongkah (boulder), bersifat
lepas. Pada komponen lebih besar (kerakal – bongkah) umumnya membundar tanggung –
membundar, terdiri dari batu andesit, basalt, breksi, metasedimen, keras - sangat keras.
Endapan gosong sungai ini terdapat di dua tempat dengan tebal endapan berkisar 0,5 – 2 m,
Keterangan:
Daerah studi
Luas rata-rata Sungai Cipunagara diperkirakan 40 m2 dan panjang Sungai Cipunagara yang
ditaksir dapat diambil bongkah-bongkahnya untuk material batuan dari hilir poros rencana
bendungan sampai ke hulu daerah genangan adalah 2 km dan tebal lapisan endapan aluvial
1,5 – 2,0 meter. Maka perkiraan jumlah sumber daya batuan yang berupa kerikil, kerakal dan
bongkah adalah 160.000 m3.
b) Material Pasir
Material pasir seperti disinggung di atas adaah 20%, pelamparan endapan pasir terdapat
pada radius 2 – 3 km dari lokasi poros rencana bendungan. Endapan pasir yang dapat
diambil yaitu pasir endapan aluvial di dasar (river bed) Sungai Cipunagara terletak di
sebelah hilir. Pasir yang dijumpai berwarna abu-abu kehitaman, bersifat mudah lepas, butir
halus sampai kasar , bentuk menyudut tanggung, fragmen heterogen, terdiri dari mineral-
mineral kwarsa, k-feld-spar, biotit, muscovite dan fragmen mineral lainnya.
Panjang penyebaran endapan pasir diestimasi sekitar 5 km, lebar rata-rata sungai sekitar
20 meter, kandungan pasir 20 %, dan prakiraan tebal rata-rata endapan dasar sungai
sekitar 4 meter, maka jumlah sumber daya pasir adalah 80.000 m3.
c) Material Tanah
Material tanah yang dijumpai terdapat di dua tempat yaitu di Dusun Sadawarna, Desa
Sadawarna, Kecamatan Cibogo dan Bukit Wado, Desa Tanjung, Kecamatan Surian (Gambar
1.3) yang berpotensi sebagai lokasi galian tanah urug (borrow area) untuk bahan timbunan
bagi pembangunan Bendungan Sadawarna. Berdasarkan laporan Penyelidikan Geologi
Teknik dan Finalisas Desain Waduk Sadawarna (2011), uraian potensi material tanah urug
di masing-masing lokasi dapat dikemukakan berikut ini:
2.1.8. Hidrologi
Data rona awal debit sungai diperlukan dalam kaitannya dengan analisis dampak dari
penggenangan awal waduk, umtuk memprakiraan berapa lama waktu terjadinya dampak
penurunan kuantitas air selama masa impounding pada bagian hilir bendungan. Untuk itu perlu
disajikan perhitungan unit hidrograf untuk DAS Cipunagara.
Hidrograf dalam hidrologi menggambarkan tentang prediksi debit banjir dalam periode ulang
tertentu. Untuk periode ulang 2 tahun merupakan debit banjir kondisi rata-rata tahunan,
Berdasarkan laporan Penyelidikan Geologi Teknik dan Finalisas Desain Waduk Sadawarna (2011)
sedangkan periode ulang 100 tahun menggambarkan kondisi banjir terbesar yang mungkin
terjadi dalam kurun waktu 100 tahun, sedangkan PMF menggambarkan kondisi paling besar
yang mungkin terjadi dalam DAS tersebut. Dalam perhitungan dampak untuk Bendungan
sebagai bangunan air digunakan perencanaan debit banjir 100 tahun, debit banjir 100 tahun
dalam perencaan bangunan air berarti bangunan yang didesain dapat menampung beban debit
banjir 100 tahun yang masih ditambah dengan freeboard 0,2-1 m (tergantung bangunan airnya)
diatas elevasi debit banjir 100 tahun. Desain ini diharapkan dapat menanggulangi dampak
banjir akibat debit banjir periode ulang 100 tahunan. Selain itu hidograf banjir ini juga
digunakan untuk merencanakan jenis material bangunan, karena dalam kondisi banjir
bangunan harus menanggung beban air yang cukup besar sehingga stabilitas bangunan perlu
diperhitungkan dalam kondisi banjir dalam periode ulang tertentu. Sehingga dalam kondisi
banjir selain bangunan tersebut mampu menahan aliran dalam kondisi banjir, tidak meluap dari
bangunan rencana, juga stabil menahan bebannya tidak mengalami kerusakan.
Resume debit puncak hidrograph banjir hasil perhitungan program HEC-HMS jika dibandingkan
dengan hasil perhitungan metoda Nakayasu, Snyder-Alexeyev, Snyder-SCS, Gama-1, ITB-1 dan
ITB-2 ditunjukan pada Tabel 2.8 dan Gambar 2.8. sampai dengan Gambar 2.11.
Tabel 2.8. Resume Debit Puncak Hidrograph Banjir Hasil Perhitungan Berbagai Metoda
Snyder-
Jam Nakayasu Snyder-SCS Gama-1 ITB-1 ITB-2 HEC-HMS
Alexeyev
Sumber
Sumber: :Hasil analisa
Review 2009
Desain Waduk Sadawarna,2011,
7000 0
Infiltrasi
Hujan effektif
SCS
HEC-HMS (Snyder)
6000 Snyder-Alexeyev 100
ITB-1
ITB-2
Nakayasu
Gama-1
5000 200
4000 300
3
H (mm)
Q(m /sec)
3000 400
2000 500
1000 600
0 700
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0 54.0 60.0 66.0
T (jam)
II - 34
Gambar 2.9. Hidrograph DAS Cipunagara di lokasi Rencana Bendungan (Tr= 1000)
Infiltrasi
Hujan effektif
SCS
HEC-HMS (Snyder)
6000 Snyder-Alexeyev 100
ITB-1
ITB-2
Nakayasu
Gama-1
5000 200
4000 300
H (mm)
Q(m3/sec)
3000 400
2000 500
1000 600
0 700
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0 54.0 60.0 66.0
T (jam)
II - 35
Gambar 2.10. Hidrograph DAS Cipunagara di lokasi Rencana Bendungan (Tr=100)
7000 0
Infiltrasi
HEC-HMS (Snyder)
6000 Snyder-Alexeyev 100
ITB-1
ITB-2
Nakayasu
Gama-1
5000 200
4000 300
3
H (mm)
Q(m /sec)
3000 400
2000 500
1000 600
0 700
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0 54.0 60.0 66.0
T (jam)
II - 36
Gambar 2.11. Hidrograph DAS Cipunagara di lokasi Rencana Bendungan (Tr=2)
7000 0
Infiltrasi
HEC-HMS (Snyder)
6000 Snyder-Alexeyev 100
ITB-1
ITB-2
Nakayasu
Gama-1
5000 200
4000 300
H (mm)
Q(m3/sec)
3000 400
2000 500
1000 600
0 700
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0 54.0 60.0 66.0
T (jam)
II - 37
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Data kualitas air Sungai Cipunegara diperlukan untuk menunjang analisis dampak penurunan
sanitasi lingkungan akibat kegiatan domestik pekerja proyek bendungan, dan juga menunjang
tolok ukur dampak untuk penurunan kualitas air saat penggenangan awal waduk.
Data kualitas air tanah diperlukan untuk menunjang analisis dampak penurunan sanitasi
lingkungan akibat kegiatan domestik pekerja proyek bendungan.
Kualitas Air S.Cipunegara di wilayah studi pada Pengukuran November 2013, disajikan pada
Tabel 2.9.
Analisis hasil pengujian dibandingkan terhadap baku mutu air perairan Kelas 2 (yang
peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut).
Untuk parameter Kimia, terdapat konsentrasi parameter BOD5 (Biological Oxygen Demand) yang
melebihi baku mutu di semua titik sampling (hulu rencana bendungan, sekitar as rencana
bendungan, dan hilir rencana bendungan). Nilai di semua titik sampling telah melampaui baku
mutu kelas 2 yaitu maksimal 3 mg/L. Nilai BOD5 tertinggi ada di titik sampling 2 yaitu di sekitar
rencana as bendungan sebesar 20 mg/L. Konsentrasi nilai COD di titik-titik sampling tersebut
juga sudah melampauai baku mutu yang seharusnya di bawah 10 mg/L. Nilai COD tertinggi ada
di titik sampling 2 yaitu di sekitar rencana as bendungan sebesar 56,63 mg/L.
Parameter nitrit, sulfida, dan Cr+6 melebihi baku mutu air perairan kelas 2. Tingginya parameter
nitrit dan sulfida dapat disebabkan oleh kegiatan pertanian, industri, atau limbah domestik di
hulu Sungai Cipunegara.
Adapun Tingginya parameter Cr+6 dapat disebabkan oleh :
1. Secara alami sebagai kandungan batuan yang ada di Sungai Cipunegara. Kegiatan yang ada
di tapak proyek dimana sampel air diambil adalah penambagan batu dari dasar Sungai dan
di sisi sungai dilakukan penghancuran batuan menjadi batu ukuran lebih kecil bahkan
seukuran pasir. Kemungkinan batuan tersebut mengandung kromit (FeCr2O3) sehingga
ketika ditambang terlepas ke lingkungan. Walaupun demikian kemungkinan ini kecil terjadi
karena wilayah Jawa sebetulnya tidak tercatat sebagai wilayah yang memiiki potensi kromit
yang besar, karena potensi batuan kromit di Indonesia berdasarkan penelitian dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005, banyak terdapat di
pada Sumatera, Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Papua.
Tabel 2.9. Kualitas Air Permukaan S.Cipunegara di Wilayah Studi AMDAL Waduk Sadawarna
BAKU
NO PARAMETER SATUAN MUTU HASIL PENGUJIAN METODA ACUAN
I II III
FISIKA
Padatan Terlarut Total
1 mg/L 1.000 85,00 199,00 89,50 SNI 06-6989.27-2005
(TDS)
Padatan Tersuspensi Total
2 mg/L 50 42 66 30 SNI 06-6989.3-2004
(TSS)
Deviasi
3 Suhu oC 28,2 27,7 27,5 SNI 06-6989.23-2005
3
KIMIA ANORGANIK
1 Arsen (As)* mg/L 1 < 0,005 < 0,005 < 0,005 Std Method 3114-C 2005
2 BOD5* mg/L 3 14,5^ 20^ 12,2^ SNI 6989.72:2009
3 COD* mg/L 25 39,33^ 56,63^ 32,50^ SNI 6989.2:2009
4 Boron (B)* mg/L 1 0,40 0,60 0,50 Hach Methode 8015
5 Derajat Keasaman (pH) * - 6,0 - 9,0 6,87 7,01 6,99 SNI 06-6989.11-2004
6 Deterjen (MBAS) * mg/L 0,2 < 0,01 < 0,01 < 0,01 SNI 06-6989.51-2005
7 Fenol* mg/L 0,001 < 0,005 < 0,005 < 0,005 SNI 06-6989.21-2004
8 Fluorida (F-)* mg/L 1,5 < 0,02 < 0,02 < 0,02 SNI 06-6989.29-2005
9 Fosfat (PO4) * mg/L 0,2 < 0,01 0,12 0,12 Std Method4500-P.D 2005
10 Kadmium (Cd) * mg/L 0,01 < 0,02 < 0,02 < 0,02 SNI 6989.16:2009
11 Krom Heksavalen (Cr-VI)** mg/L 0,05 0,05 0,15^ 0,09^ APHA 3500 d 2005
12 Klorida (Cl-)* mg/L - 11,99 7,40 12,51 SNI 6989.19:2009
13 Kobal (Co) )** mg/L 0,2 <0,12 <0,12 <0,12 APHA 3111 B 2005
14 Minyak Dan Lemak)** mg/L 1 <1,0 <1,0 <1,0 SNI 06-6989.10-2011
15 Nitrat (NO3-N) * mg/L 10 2,32 6,91 2,50 SNI 6989.79:2011
16 Nitrit (NO2-N) )** mg/L 0,06 0,26^ 0,29^ 0,28^ SNI 06-6989.9-2004
17 Oksigen Terlarut)** mg/L >4 >4 4,6 4,6 APHA 4500 0-g 2005
18 Raksa (Hg)* mg/L 0,002 < 0,001 < 0,001 < 0,001 SNI 6989.78:2011
19 Selenium (Se)* mg/L 0,05 < 0,01 < 0,01 < 0,01 Std Method 3114-C 2005
20 Seng (Zn) )** mg/L 0,05 0,03 <0,02 0,02 APHA 3111 B 2005
21 Sianida (CN-)* mg/L 0,02 < 0,01 < 0,01 < 0,01 SNI 6989.77:2011
22 Sulfida (S2-))** mg/L 0,002 < 0,01 < 0,01 <0,01 APHA 4500-S2 D 2005
23 Tembaga (Cu) )** mg/L 0,02 0,02 <0,02 <0,02 APHA 3111 B 2005
24 Timbal (Pb) )** mg/L 0,03 < 0,03 < 0,03 <0,03 APHA 3111 B 2005
MIKROBIOLOGI
jml/100
1 Coliform 5.000 1100 460 210 SM 9221 B **
mL
jml/100
2 E. Coli 1.000 460 240 120 Std Method 9221E 2005
mL
Sumber :
*Pengukuran oleh Laboratorium Pengukuran Kualitas LingkunganPDAM Tirtawening Kota
Bandung (LPKL), 2013.
** Pengukuran oleh Bina Lab, 2015
Keterangan :
Suhu Udara Ambien Pada Saat Pengambilan Contoh Uji: 30,5oC
(^) Tidak memenuhi Baku Mutu yang dipersyaratkan
2. Aktivitas industri di DAS Waduk Sadawarna. Dari hasil telaahan jenis dan lokasi industri-
industri di Kabupaten Subang yang terletak di catchment area Waduk Sadawarna
(catchment area disajikan pada Gambar 2.12), hanya ditemukan satu industri yaitu
industri bahan peledak PT Dahana yang terletak di Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai kemungkinan limbah Cr+6 dikeluarkan oleh PT
Dahana ke Sungai Cipunegara, perlu penelaahan khusus yang melibatkan Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Subang.
Air Sumur
Selain pengujian terhadap 33 parameter kualitas air permukaan, dilakukan juga pengujian
terhadap 17 parameter kualitas air tanah (air sumur penduduk) di wilayah studi AMDAL
Waduk Sadawarna (Tabel 2.10). Setelah itu, dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian dengan
baku mutu air yang ditetapkan oleh Permenkes No 416 tahun 1990 tentang Syarat –syarat dan
Pengawasan Kualitas Air.
Pada daerah sekitar hulu dan hilir rencana bendungan Sadawarna, secara umum kualitas air
sumur penduduk sudah memenuhi baku mutu air bersih, kecuali pada air sumur penduduk di
Kp. Songgom Desa Tanjung Kec. Surian Kab. Sumedang (S 06o 35' 24,4'' & E 1070 51' 29,7''),
parameter mangan sebesar 0,81 mg/l, tidak memenuhi baku mutu air bersih yang ditetapkan
yaitu 0,5 mg/L. Tingginya konsentrasi Mangan (Mn) pada Air tanah sebetulnya merupakan
fenomena umum yang secara alami sering terjadi disebabkan karakteristik akifer yang
dilaluinya, dianggap impurities alami dari air tanah tersebut dan menyebabkan kesadahan
dalam air.
Data biologi (flora fauna teresterial dan perairan) diperlukan untuk menunjang pelingkupan
dan prediksi dampak berkaitan dengan migrasi fauna dan perubahan komposisi biota air.
Berdasarkan jenis penggunaan lahannya, lokasi tapak proyek yang meliputi : jalan masuk, lokasi
rencana tapak bendungan dan fasilitas pelengkap serta lokasi rencana genangan waduk dan
quarry area secara berturut-turut yaitu : Kebun jati 39,48 %, Sawah 33,11 %, Semak belukar
alang-alang 10,41 %, Kebun/talun 9,94, dan Sungai 7,06 %.
Bagian tepi Sungai Cipunagara merupakan habitat peralihan antara habitat perairan dan habitat
darat. Pada bagian tepi sungai yang terjal tumbuh bermacam-macam tumbuhan terna, perdu
dan semak sedangkan pada tepi sungai yang landai dan masih terpengaruh banjir didominasi
oleh jenis rumput-rumputan. Lebar tepi sungai Cipunagara yang masih alami berkisar antara 50
s/d 100 meter.
Tabel 2.10. Kualitas Air Tanah di Sekitar Rencana As Bendungan Sadawarna di S.Cipunegara
BAKU HASIL PENGUJIAN METODA ACUAN
NO
PARAMETER SATUAN MUTU***) 1 2 3
FISIKA
1 Bau* - Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Organoleptik
2 Kekeruhan* NTU 25 0,95 4,41 0,85 SNI 06-6989.25-2005
3 Padatan Terlarut Total (TDS) * mg/L 1.500 140,00 122,00 105,00 SNI 06-6989.27-2005
4 Suhu* oC Suhu udara + 3 27,9 28,2 28,3 SNI 06-6989.23-2005
5 Warna* PtCo 50 7,5 12,5 7,5 SNI 06-6989.24-2005
KIMIA
1 Aluminium (Al)* mg/L - < 0,02 < 0,02 < 0,02 SNI 06-6989.35-2005
2 Besi (Fe)* mg/L 1 < 0,05 0,20 0,06 SNI 6989.4:2009
3 Derajat Keasaman (pH)* - 6,5 - 9,0 6,91 6,92 6,97 SNI 06-6989.11-2004
4 Fluorida (F-) mg/L 1,5 0,04 0,13 0,04 SNI 06-6989.29-2005
5 Kadmium (Cd)* mg/L 0,005 < 0,02 < 0,02 < 0,02 SNI 6989.16:2009
6 Kesadahan Total (CaCO3) * mg/L 500 100,88 110,88 85,36 SNI 06-6989.12-2004
7 Klorida (Cl-)* mg/L 600 24,59 13,98 4,82 SNI 6989.19:2009
8 Krom Heksavalen (Cr-VI)** mg/L 0,05 < 0,04 <0,04 < 0,02 APHA 3500 D 2005
9 Mangan (Mn)** mg/L 0,5 0,5 0,81 0,14 APHA 3111 B 2005
10 Nilai Permanganat (KMnO4) * mg/L 10 0,15 0,31 0,31 SNI 06-6989.22-2004
11 Nitrat (NO3-N ) * mg/L 10 0,26 0,37 0,69 SNI 6989.79:2011
12 Nitrit (NO2-N) * mg/L 1 0,01 < 0,005 < 0,005 SNI 06-6989.9-2004
13 Seng (Zn)* mg/L 15 < 0,009 < 0,009 0,02 SNI 6989.7:2009
14 Sianida (CN-)* mg/L 0,1 < 0,01 < 0,01 < 0,02 SNI 6989.77:2011
15 Sulfat (SO42-)* mg/L 400 1,64 2,51 2,01 SNI 6989.20:2009
MIKROBIOLOGI
1 Coliform jml/100 mL 50 15 21 20 SM 9221 B **
Keterangan : Sumber data :
*)Pengukuran oleh Laboratorium Pengukuran Kualitas Lingkungan PDAM Tirtawening Kota Bandung (LPKL), 2013.
**) Pengukuran oleh Bina Lab, 2015
***)Baku mutu Permenkes No 416 tahun 1990 tentang Syarat –syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Suhu Udara Ambien Pada Saat Pengambilan Contoh Uji: 30,5 oC
Lokasi titik sampling
1. Kp. Sadawarna Desa Dusun I Kec. Cibogo Kab. Subang (S 06o 35' 12,0'' & E 107o 50' 33,6'')
2. Kp. Songgom Desa Tanjung Kec. Surian Kab. Sumedang (S 06o 35' 24,4'' & E 107o 51' 29,7'')
3. Dusun Cijambe Desa Bantar Waru Kec. Gantar Kab. Indramayu (S 06o 34' 34,8'' & E 107o 51' 50,7'')
Bab II. Rona Lingkungan Awal II - 42
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Habitat darat daerah rencana genangan waduk merupakan daerah perlembahan dan
perbukitan. Pada bagian perlembahan yang masih ada air dan sepanjang tepi Sungai Cipunagara
yang datar dimanfaatkan penduduk sebagai areal persawahan, sedangkan bagian perbukitan
yang kering dimanfaatkan sebagai areal kebun campuran dan kebun jati.
A. Kebun Jati
Kebun jatiyang terdapat di wilayah studi merupakan kawasan yang dibudidayakan sebagai
hutan produksi yang menempati areal seluas 3.659,18 ha. Kawasan tersebut bekas tebangan
tahun 2007 yang ditanam pada awal tahun 2008 sehingga umur tanaman berkisar antara 3 s/d
5 tahun. Pengelola hutan jati rencana daerah genangan Waduk Sadawarna yaitu Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten, RPH Nangerang, BKPH Songom.
Penanaman jati dilakukan secara tumpang sari dimana tanaman musiman ditanam antara jalur-
jalur pohon jati sampai pohon tersebut cukup besar dan tajuknya menutup lahan di
bawahnya.Pola tanam tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat
sekitar kawasan untuk menggarap lahan.
Jenis-jenis tanaman semusim yang ditanam terutama jagung (Zea mays), ketela pohon (Manihot
utilissima), pisang (Musaparadisiaca), dan lain-lain.Pada bagian yang terjal/batas kawasan
ditanam macam-macam tanaman pagar seperti bambu (Bambusa sp.), pohon penghasil kayu
bakar seperti lamtoro (Leucaena glauca), akasia (Acacia auriculiformis), dan lain-lain.
Selain jenis-jenis tanaman budidaya, pada lantai hutan tumbuh bermacam-macam tumbuhan
liar baik berupa semak, terna, perdu, herba maupun tanaman rumput-rumputan.
Gambar 2.13. Kondisi Vegetasi Kebun Jati di Daerah Rencana Genangan dan Sekitar
Waduk Sadawarna
Berdasarkan Evans 1992, dibandingkan dengan hutan alam, hutan tanaman jati memiliki
kekayaan yang rendah, keanekaragamannya rendah, distribusi kelas umur dan ukurannya
rendah, dengan lapisan tajuk satu, ruang untuk perakaran cukup tersedia, produksi total
rendah, pemakaian haranya bervariasi menurut umur tegakan tetapi tidak begitu efisien karena
ada beberapa akar di dekat permukaan tanah dan organisme pengurainya sedikit,
keseimbangan haranya banyak hilang ketika pohon ditebang, dan memiliki serasah yang
cenderung menumpuk.
Tabel 2.11. Keanekaragaman Vegetasi Kebun Jati di Daerah Rencana Genangan dan
Sekitar DaerahRencana Genangan Waduk Sadawarna
Nama Jenis
No Manfaat tanaman
Lokal Ilmiah
A TANAMAN
Tanaman Pokok
1 Jati Tectona grandis Bahan bangunan
Tanaman Tumpang Sari
1 Jagung Zea mays Pangan
2 Ketela pohon Manihot utilissima Pangan
3 Ketela rambat Ipomoea batatas Pangan
4 Talas Colocasia esculenta Pangan
5 Terung Solanum melongena Sayur
6 Kacang panjang Vigna unguiculata Sayur
7 Pisang Musa paradisiaca Buah
8 Pepaya Carica papaya Buah
B TUMBUHAN LIAR/GULMA
1 Jukut pait Axonopus compressus Pakan ternak
2 Gelagah Saccharum spontaneum Kayu Bakar, P.ternak
3 Alang-alang Imperata cylindrica Obat, P.ternak
4 Kirinyuh Eupathorium innulifolium K. Bakar, pupuk
5 Teklan Eupatorium riparium Pupuk
6 Seruni Wedelia biflora Lalab, obat, pupuk
8 Harendong leutik Clidemia hirta k.bakar, makanan
9 Harendong gede Melastoma polyanthum k.bakar, makanan
10 Saliara Lantana camara k.bakar, makanan
11 Jotang Cyathula prostrate Obat murus
12 Alimusa Mimosa invisa P.ternak, pupuk
13 Jarong Stachytarpheta indica Obat, lalab
14 Hahayaman Paspalum conjugatum P.Ternak
15 papayungan Cyperus cyperoides P.Ternak
16 Tumbaran Fimbristylis littoralis P.Ternak
17 Paku resam Gleichenia linearis kerajinan
18 Paku tanah Nephrolevis exaltata P.ternak
Sumber : Data Primer, 2013
B. Vegetasi Sawah
Sistem ini menggunakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan
pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas yang tinggi.Dalam sistem sawah kesuburan tanah
dapat dipertahankan, ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase yang
lambat. Komoditas utama yang dibudidayakan dalam sistem sawah terutama yaitu : padi dan
palawija.
Gambar 2.14. Kondisi Vegetasi Sawah di Daerah Rencana Genangan Waduk Sadawarna
Sumber : Data Primer, 2013
Hasil inventarisasi jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan di sawah yaitu padi (Oryza sativa),
jagung (Zea mays) dan kedelai (Soja max), dsb. Pada pematang sawah dijumpai beberapa jenis
tanaman pangan seperti : ketela pohon (Manihot utilissima), ketela rambat (Ipomoea batatas),
talas (Colocasia esculenta), terung (Solanum melongena) dan kacang panjang (Vigna
unguiculata). Pada pematang sawah yang berbatasan dengan kebun campuran ditanam
tanaman buah-buahan seperti mangga (Mangifera indica), pisang (Musa paradisiaca), pepaya
(Carica papaya), kelapa (Cocos nucifera) dan lain-lain
Tanaman liar yang tumbuh di areal persawahan diantaranya yaitu : pada bagian yang
berair : Eceng gondok (Eichhornia crassipes), Eceng (Limnocharis flava), dan kayambang
(Salvinia molesta), sedangkan pada bagian yang kering di pematang sawah yaitu : Jukut pait
(Axonopus compressus), Teki (Cyperus rotundus), jampang piit (Digitaria adscendens),
jajagoan leutik (Echinochloa colona), dan lain-lain. Hasil inventarisasi jenis-jenis tanaman
yang dibudidayakan pada areal persawahan di wilayah studi tersaji pada Tabel 2.15.
Kebun campuran atau talun adalah kebun campuran di luar daerah permukiman yang terdiri
dari tanaman keras (tahunan) yaitu talun, yang dipadukan dengan tanaman musiman atau
kebun. Tanaman tahunan yang ditanam meliputi : pohon buah-buahan, bambu, albasiah atau
pohon-pohon sejenisnya, tanaman bahan baku industri dan lain-lain.Tanaman musiman yang
ditanam meliputi tanaman pangan, palawija dan sebagainya.
Nama Jenis
No Manfaat
Lokal Ilmiah
A TANAMAN MUSIMAN
Tanaman Pokok
1 Padi Oryza sativa pangan
2 Jagung Zea mays pangan
3 Kedelai Soja max pangan
Ditanam di Pematang Sawah
1 Ketela pohon Manihot utilissima Pangan
2 Ketela rambat Ipomea batatas Pangan
3 Talas Colocasia esculenta Pangan
4 Terung Solanum melongena Sayur
5 Kacang panjang Vigna unguiculata Sayur
6 Pisang Musa paradisiaca Buah
7 Pepaya Carica papaya Buah
Tumbuhan Liar
1 Eceng gondok Eichhornia crassipes pupuk, kerajinan
2 Eceng Limnocharis flava Sayur
3 Kayambang Salvinia molesta Kompos
4 Jukut pait Axonopus sp. Pakan ternak
5 Teki Cyperus rotundus Obat, m.ternak
6 Jampang piit Digitaria adscendens Pakan ternak
7 Jajagoan leutik Echinochloa colona Pakan ternak
B TANAMAN KERAS
1 Mangga Mangifera indica Buah
2 Kelapa Cocos nucifera Bumbu
3 Petai Parkia speciosa Sayur
Sumber : Data Primer, 2013
C TUMBUHAN LIAR
1 Jukut pait Axonopus compressus +++ +++ Pakan ternak
2 Alang-alang Imperata cylindrica +++ +++ Pakan ternak
3 Kirinyuh Eupathorium innulifolium ++ ++ K. Bakar, pupuk
4 Teklan Eupatorium riparium ++ ++ Pupuk
5 Seruni Wedelia biflora ++ ++ obat, pupuk
6 Harendong leutik Clidemia hirta ++ ++ k.bakar
7 Harendong gede Melastoma polyanthum + + k.bakar
8 Saliara Lantana camara + + k.bakar
9 Jotang Cyathula prostrate + + Obat murus
10 Alimusa Mimosa invisa + + Ternak, pupuk
11 Jarong Stachytarpheta indica + + Obat, lalab
12 Hahayaman Paspalum conjugatum + + Ternak
Untuk tingkat Pancang, jenis pohon kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) mendominasi, setelah
jabon kemudian jenis Albasiah (Falcataria moluccana) yang berasosiasi dengan mangium
(Acacia mangium), dan Tisuk (Hibiscus macrophyllus). Secara rinci, hasil perhitungan analisis
vegetasi di kebun jatiuntuk tingkat pancang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
D. Vegetasi Pekarangan
Pekarangan adalah lahan yang terdapat di sekitar pemukiman penduduk yang letaknya masih
dalam satu lokasi dengan pemukiman.Pada umumnya lahan pekarangan yang terdapat di desa-
desa lokasi rencana genangan waduk Sadawarna ditumbuhi oleh vegetasi yang bervariasi
jenisnya. Sebagian besar vegetasi pekarangan adalah tanaman buah-buahan, dan sebagian kecil
diantaranya tanaman sayuran dan tanaman hias.
Bab II. Rona Lingkungan Awal II - 51
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Pekarangan penduduk yang berlahan sempit di wilayah studi minimal ditanami oleh satu pohon
buah-buahan, sedangkan pekarangan penduduk yang luas ditanami oleh beberapa jenis pohon
buah-buahan yang paling digemari penduduk diantaranya yaitu mangga (Mangifera indica),
selain itu juga dijumpai pohon nangka (Artocarpus heterophyllus), kelapa (Cocos nucifera), petai
(Parkia speciosa), jengkol (Pithecelobium jiringa) dan lain-lain. Di bagian bawah pekarangan
ditanam bermacam-macam tanaman pangan dan sayuran, seperti cengek (Capsicum frutescen),
terong (Solanum melongena), talas (Colocasia esculenta) dan singkong (Manihot
utilissima).Selain tanaman pangan dan sayuran juga ditanam tanaman hias seperti kembang
sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), kembang kertas (Bougenvilea spectabilis), ki asahan
(Stobilanthus crispus) dan lain-lain.
Vegetasi tepi sungai merupakan vegetasi alami yang terdapat di tepi Sungai Sadawarna yang
tersisa karena tidak diubah menjadi areal budidaya baik hutan tanaman, sawah maupun kebun
campuran. Keberadaanya sekitar 10 s/d 50 meter sangat penting sebagai penyangga antara
lingkungan perairan sungai dan lingkungan darat.
Tepi sungai yang terjal ditumbuhi bermacam-macam pohon alami diantaranya yaitu : Bambu
(Bambusa sp), Tiup-tiup (Adinandra dumosa), tisuk (Hibiscus heterophyllus), mahang
(Macaranga tiloba), Kuray (Trema orientale), Dadap Cangkring (Erythrina sp.), putat
(Planchonia valida), ki seureuh (Piper aduncum), kareumbi (Homalanthus sp), Kiciat (Ficus
septica) dan lain-lain.
Struktur vegetasi tepi sungai yang terjal menyerupai struktur vegetasi alami memiliki kekayaan
yang relatif tinggi, dengan keanekaragamannya yang tinggi, distribusi kelas umur dan
ukurannya lebar, setelah terjadi gangguan berat distribusinya bisa menjadi sempit, lapisan
tajuknya banyak kecuali pada suksesi awal, penggunaan tanah untuk perakarannya terbatas,
produksi totalnya tinggi tetapi sebagian dikonsumsi oleh binatang dan organisme pengurai,
keseimbangan haranya dalam keseimbangan, dan serasahnya cenderung cepat terurai.
Pada tepi sungai yang bertanggul dijumpai jenis-jenis tumbuhan terna dan perdu diantaranya
yaitu :Kirinyuh (Eupathorium innulifolium), Teklan (Eupatorium riparium), seruni (Wedelia
biflora), bambu (Bambusasp.), Harendong leutik (Clidemia hirta), harendong gede (Melastoma
polyanthum), Saliara (Lantana camara), jotang (Cyathula prostrate), Alimusa (Mimosa invisa),
Jarong (Stachytarpheta indica) dan lain-lain.
Tabel 2.21. Vegetasi Tepi Sungai di Daerah Rencana Genangan dan Sekitar
DaerahRencana Genangan Waduk Sadawarna
Pada bagian tepi sungai yang datar dan basah serta delta muara sungai dijumpai tumbuhan
rumput-rumputan diantaranya yaitu :Gelagah (Saccharum spontaneum), Alang-alang (Imperata
cylindrica ), Hahayaman (Paspalum conjugatum), papayungan (Cyperus cyperoides), Jukut pait
(Axonopus compressus), tumbaran/panon munding (Fimbristylis littoralis), paku-pakuan
diantaranya yaitu : Paku resam (Gleichenia linearis), Paku tanah (Nephrolevis exaltata) danPakis
rawa (Ceratopteris thalictroides).
Struktur vegetasi tepi sungai yang datar dan basah hanya ditutupi oleh jenis-jenis vegetasi
penutup tanah hingga semak. Hal ini disebabkan yang secara berkala akan berubah karena
merupakan daerah banjir sungai.
Berdasarkan habitatnya, jenis dan komunitas fauna yang terdapat di wilayah studi, fauna dapat
dibedakan menjadi hewan peliharaan/ternak dan satwa liar.
Hewan ternak yang umum dipelihara di wilayah studi diantaranya adalah sapi (Bos domestica),
kambing (Capra sp.), domba (Ovis aries), kerbau (Bubalus bubalis), itik (Anas sp.), angsa (Cygnus
sp), Bebek (Cairina moschata), Ayam (Gallus sp), dan merpati (Columba livia). Masyarakat
membudidayakan beberapa hewan ternak hanya untuk konsumsi skala kecil dan untuk
kebutuhan hidup sehari-hari (subsisten).
B. Satwa Liar
B.1. Avifauna
Avifauna adalah sekelompok burung yang hidup pada suatu periode, daerah atau lingkungan
tertentu (Lincoln dkk, 1993).
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di wilayah studi, telah ditemukan sebanyak 45
jenis avifauna dari 24 suku dengan jenis terbanyak berasal dari famili Cuculidae sebanyak 5
jenis, disusul kemudian oleh suku silviidae, dan Alcedinidae masing-masing sebanyak empat
jenis. Data selengkapnya terdapat pada Tabel di bawah ini.
Berdasarkan status perlindungannya maka terdapat beberapa jenis avifauna yang memiliki nilai
konservasi yang tinggi, baik secara nasional maupun secara internasional sehingga jenis-jenis
tersebut tergolong jenis penting.
Jenis-jenis avifauna penting secara nasional mengacu kepada perundang-undangan Indonesia.
Jenis-jenis avifauna tersebut dilindungi berdasarkan perundang-undangan Indonesia terutama
UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, jenis-jenis ini
tercantum dalam Noerdjito dan Maryanto (2001) Jenis-jenis Hayati yang dilindungi Perundang-
undangan Indonesia.
Sedangkan secara internasional jenis-jenis avifauna penting tersebut mengacu kepada kriteria
keterancaman dari IUCN (International Union for Nature Conservation) dan status
Bab II. Rona Lingkungan Awal II - 56
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Berdasarkan status pemanfaatannya menurut CITES, terdapat tiga kategori jenis-jenis avifauna
penting, yaitu :
o Apendiks I : Kategori ini memuat jenis-jenis avifauna yang dianggap sangat langka, sehingga
pemanfaatannya hanya pada hal-hal yang luar biasa sifatnya (bukan untuk kepentingan
komersial) dan pengaturan mengenai perdagangan pada kategori ini diatur oleh pengaturan
yang ketat. Peranan pemegang otoritas keilmuan dalam proses pemberian ijin ekspor dan
impor sangat penting.
o Apendiks II : Kategori ini memuat jenis-jenis avifauna yang dianggap langka, tetapi masih
dapat dimanfaatkan secara terbatas, antara lain melalui sistem penjatahan (kuota) dan
pengawasan. Dalam kategori ini otoritas keilmuan dan otoritas manajemen berperan besar
dalam proses perizinan.
o Apendiks III : Kategori ini memuat jenis-jenis avifauna yang dianggap sangat langka bagi
negara/kawasan tertentu sehingga perlu dilindungi dari eksploitasi.
Struktur Avifauna
Pada tabel di atas tercatat nilai indeks keanekaan Shannon-Wieners (H’) yaitu sebesar 3,57, nilai
ini cukup besar dan mengindikasikan bahwa populasi avifauna di lokasi penelitian cukup besar
dan tersebar secara merata, nilai ini juga menunjukkan bahwa lokasi penelitian mempunyai
kualitas yang baik bagi habitat avifauna.
Berdasarkan kelimpahannya terdapat sebanyak 5 jenis avifauna yang termasuk jenis dominan
yaitu Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides)dengan nilai KR sebesar 14,44%, Burunggereja
Erasia (Passer montanus) sebesar 8,56%,Walet Linci (Collocalia linchi) sebesar 6,95%, Tekukur
Biasa (Streptopelia chinensis) sebesar 5,88%.Sebanyak 7 jenis termasuk jenis sub dominan dan
sisanya sebanyak 34 jenis termasuk jenis yang tidak dominan.
Jenis avifauna dominan yang berjumlah 4 jenis jauh lebih sedikit daripada jenis avifauna yang
tidak dominan yang berjumlah 34 jenis, hal ini sesuai dengan pernyataan Odum (1998) yang
menyatakan bahwa jumlah jenis yang mempunyai nilai kelimpahan relatif (KR) besar biasanya
ditemukan dalam jumlah yang sedikit sedangkan jenis yang mempunyai nilai kelimpahan relatif
(KR) kecil biasanya ditemukan dalam jumlah banyak. Adanya jenis-jenis yang dominan
terhadap jenis-jenis lainnya menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut relatif lebih adaptif
terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Jenis-jenis dominan ini mengendalikan ruang dan arus
energi yang kuat dan mempengaruhi lingkungan jenis-jenis lainnya.
Berdasarkan nilai frekunsi relatifnya (FR), jenis-jenis dominan tersebut juga mempunyai nilai
FR yang besar, hal ini mengindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut selain memiliki kelimpahan
yang tinggi juga tersebar secara merata di seluruh blok lokasi penelitian. Jenis-jenis lain yang
mempunyai penyebaran yang merata terdapat sebanyak 8 jenis dengan nilai FR sebesar 4,35%
(dapat dilihat pada tabel di atas).
Bab II. Rona Lingkungan Awal II - 58
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
1 Passeriformes Aegithinidae Aegithina tiphia (Linnaeus, 1758) Cipoh Kacat Common Iora
2 Passeriformes Nectariniidae Aethopyga siparaja (Raffles, 1822) Burungmadu Sepah-raja Crimson Sunbird XY
3 Coraciiformes Alcedinidae Alcedo coerulescens Vieillot, 1818 Rajaudang Biru Cerulean Kingfisher E XY
4 Coraciiformes Alcedinidae Alcedo meninting Horsfield, 1821 Rajaudang Meninting Blue-eared Kingfisher XY
5 Gruiformes Rallidae Amaurornis phoenicurus (Pennant, 1769) Kareo Padi White-breasted Waterhen
6 Passeriformes Nectariniidae Anthreptes malacensis (Scopoli, 1786) Burungmadu Kelapa Brown-throated Sunbird XY
7 Apodiformes Apodidae Apus nipalensis (Hodgson, 1837) Kapinis Rumah House Swift
8 Ciconiiformes Ardeidae Ardeola speciosa (Horsfield, 1821) Blekok Sawah Javan Pond Heron Y
9 Passeriformes Artamidae Artamus leucorynchus (Linnaeus, 1771) Kekep Babi White-breasted Woodswallow
10 Ciconiiformes Ardeidae Bubulcus ibis (Linnaeus, 1758) Kuntul Kerbau Cattle Egret XY
11 Cuculiformes Cuculidae Cacomantis merulinus (Scopoli, 1786) Wiwik Kelabu Plaintive Cuckoo
12 Caprimulgiformes Caprimulgidae Caprimulgus affinis (Horsfield, 1821) Cabak Kota Savanna Nightjar
13 Cuculiformes Cuculidae Centropus bengalensis Gmelin, 1788 Bubut Alang-alang Lesser Coucal
14 Cuculiformes Cuculidae Centropus sinensis Stephens, 1815 Bubut Besar Greater Coucal
15 Passeriformes Nectariniidae Cinnyris jugularis (Linnaeus, 1766) Burungmadu Sriganti Olive-backed Sunbird XY
16 Passeriformes Sylviidae Cisticola juncidis (Rafinesque, 1810) Cici Padi Zitting Cisticola
17 Apodiformes Apodidae Collocalia linchi (Horsfield & F. Moore, 1854) Walet Linci Cave Swiftlet
18 Piciformes Picidae Dendrocopos macei Vieillot, 1818 Caladi Ulam Fulvous-breasted Woodpecker
19 Piciformes Picidae Dendrocopos moluccensis Gmelin, 1788 Caladi Tilik Sunda Pygmy Woodpecker
20 Passeriformes Dicaeidae Dicaeum trochileum (Sparrman, 1789) Cabai Jawa Scarlet-headed Flowerpecker
21 Passeriformes Acanthizidae Gerygone sulphurea Wallace, 1864 Remetuk Laut Golden-bellied Geryone
22 Coraciiformes Alcedinidae Halcyon chloris Boddaert, 1783 Cekakak Sungai Collared Kingfisher XY
23 Coraciiformes Alcedinidae Halcyon cyanoventris (Vieillot, 1818) Cekakak Jawa Javan Kingfisher E XY
24 Passeriformes Hirundinidae Hirundo rustica Linnaeus, 1758 Layanglayang Asia Barn Swallow
25 Passeriformes Hirundinidae Hirundo striolata Temminck & Schlegel, 1847 Layanglayang Loreng Striated Swallow
26 Passeriformes Hirundinidae Hirundo tahitica Gmelin, 1789 Layanglayang Batu Pacific Swallow
27 Falconiformes Accipitridae Ictinaetus malayensis (Temminck, 1822) Elang Hitam Black Eagle II XY
28 Ciconiiformes Ardeidae Ixobrychus cinnamomeus (Gmelin, 1789) Bambangan Merah Cinnamon Bittern M
29 Passeriformes Laniidae Lanius schach Linnaeus, 1758 Bentet Kelabu Long-tailed Shrike
No Jenis Burung Nama Lokal Nama Inggris KR/Di (%) FR (%) H' D
1 Lonchura leucogastroides (Horsfield & Moore, 1858) Bondol Jawa Javan Munia 14,44 4,35 0,28 Dominan
2 Passer montanus (Linnaeus, 1758) Burunggereja Erasia Eurasian Tree Sparrow 8,56 4,35 0,21 Dominan
3 Collocalia linchi (Horsfield & F. Moore, 1854) Walet Linci Cave Swiftlet 6,95 4,35 0,19 Dominan
4 Streptopelia chinensis (Scopoli, 1786) Tekukur Biasa Spotted Dove 5,88 4,35 0,17 Dominan
5 Lonchura punctulata (Linnaeus, 1758) Bondol Peking Scaly-breasted Munia 5,35 3,26 0,16 Sub Dominan
6 Cinnyris jugularis (Linnaeus, 1766) Burungmadu Sriganti Olive-backed Sunbird 4,81 4,35 0,15 Sub Dominan
7 Orthotomus sepium Horsfield, 1821 Cinenen Jawa Olive-backed Tailorbird 4,28 4,35 0,13 Sub Dominan
8 Pycnonotus aurigaster (Jardine & Selby, 1837) Cucak Kutilang Sooty-headed Bulbul 3,74 4,35 0,12 Sub Dominan
9 Dicaeum trochileum (Sparrman, 1789) Cabai Jawa Scarlet-headed Flowerpecker 3,21 4,35 0,11 Sub Dominan
10 Hirundo tahitica Gmelin, 1789 Layanglayang Batu Pacific Swallow 3,21 4,35 0,11 Sub Dominan
11 Prinia familiaris Horsfield, 1821 Perenjak Jawa Bar-winged Prinia 3,21 4,35 0,11 Sub Dominan
12 Halcyon chloris Boddaert, 1783 Cekakak Sungai Collared Kingfisher 2,67 4,35 0,10 Tidak Dominan
13 Aegithina tiphia (Linnaeus, 1758) Cipoh Kacat Common Iora 2,14 2,17 0,08 Tidak Dominan
14 Cacomantis merulinus (Scopoli, 1786) Wiwik Kelabu Plaintive Cuckoo 2,14 4,35 0,08 Tidak Dominan
15 Hirundo rustica Linnaeus, 1758 Layanglayang Asia Barn Swallow 2,14 2,17 0,08 Tidak Dominan
16 Hirundo striolata Temminck & Schlegel, 1847 Layanglayang Loreng Striated Swallow 2,14 3,26 0,08 Tidak Dominan
17 Zosterops palpebrosus (Temminck, 1824) Kacamata Biasa Oriental White-eye 2,14 2,17 0,08 Tidak Dominan
18 Ardeola speciosa (Horsfield, 1821) Blekok Sawah Javan Pond Heron 1,60 2,17 0,07 Tidak Dominan
19 Bubulcus ibis (Linnaeus, 1758) Kuntul Kerbau Cattle Egret 1,60 1,09 0,07 Tidak Dominan
20 Halcyon cyanoventris (Vieillot, 1818) Cekakak Jawa Javan Kingfisher 1,60 3,26 0,07 Tidak Dominan
21 Orthotomus sutorius (Pennant, 1769) Cinenen Pisang Common Tailorbird 1,60 2,17 0,07 Tidak Dominan
22 Apus nipalensis (Hodgson, 1837) Kapinis Rumah House Swift 1,07 1,09 0,05 Tidak Dominan
23 Artamus leucorynchus (Linnaeus, 1771) Kekep Babi White-breasted Woodswallow 1,07 1,09 0,05 Tidak Dominan
24 Cisticola juncidis (Rafinesque, 1810) Cici Padi Zitting Cisticola 1,07 1,09 0,05 Tidak Dominan
25 Pycnonotus goiavier (Scopoli, 1786) Merbah Cerukcuk Yellow-vented Bulbul 1,07 1,09 0,05 Tidak Dominan
26 Stachyris melanothorax (Temminck, 1823) Tepus Pipi-perak Crescent-chested Babbler 1,07 1,09 0,05 Tidak Dominan
27 Surniculus lugubris (Horsfield, 1821) Kedasi Hitam Asian Drongo-Cuckoo 1,07 1,09 0,05 Tidak Dominan
28 Zanclostomus javanicus Horsfield, 1821 Kadalan Kembang Red-billed Malkoha 1,07 1,09 0,05 Tidak Dominan
29 Aethopyga siparaja (Raffles, 1822) Burungmadu Sepah-raja Crimson Sunbird 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
No Jenis Burung Nama Lokal Nama Inggris KR/Di (%) FR (%) H' D
30 Alcedo coerulescens Vieillot, 1818 Rajaudang Biru Cerulean Kingfisher 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
31 Alcedo meninting Horsfield, 1821 Rajaudang Meninting Blue-eared Kingfisher 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
32 Amaurornis phoenicurus (Pennant, 1769) Kareo Padi White-breasted Waterhen 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
33 Anthreptes malacensis (Scopoli, 1786) Burungmadu Kelapa Brown-throated Sunbird 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
34 Caprimulgus affinis Horsfield, 1821 Cabak Kota Savanna Nightjar 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
35 Centropus bengalensis Gmelin, 1788 Bubut Alang-alang Lesser Coucal 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
36 Centropus sinensis Stephens, 1815 Bubut Besar Greater Coucal 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
37 Dendrocopos macei Vieillot, 1818 Caladi Ulam Fulvous-breasted Woodpecker 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
38 Dendrocopos moluccensis Gmelin, 1788 Caladi Tilik Sunda Pygmy Woodpecker 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
39 Gerygone sulphurea Wallace, 1864 Remetuk Laut Golden-bellied Geryone 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
40 Ictinaetus malayensis (Temminck, 1822) Elang Hitam Black Eagle 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
41 Ixobrychus cinnamomeus (Gmelin, 1789) Bambangan Merah Cinnamon Bittern 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
42 Lanius schach Linnaeus, 1758 Bentet Kelabu Long-tailed Shrike 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
43 Rhipidura javanica (Sparrman, 1788) Kipasan Belang Pied Fantail 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
44 Spilornis cheela (Latham, 1790) Elangular Bido Crested Serpent Eagle 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
45 Turnix suscitator (Gmelin, 1789) Gemak Loreng Barred Buttonquail 0,53 1,09 0,03 Tidak Dominan
100,00 100,00 3,32
B.2. Mammalia
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara selama survai tercatat sebanyak 8 jenis mammalia
dari di lokasi penelitian.
Berdasarkan status perlindungannya baik secara nasional maupun internasional terdapat
sebanyak dua jenis mammalia yang memiliki nilai konservasi sangat penting, yaitu Berang-
berang cakar kecil (Aonyx cinerea) dan Berang-berang bulu licin (Lutrogale perspicillata)
yangtermasuk kategori Vulnerable (VU) IUCN artinya jenis-jenis rentan akan kepunahan, dan
termasuk dalam apendiks II CITES artinya jenis ini dianggap langka, tetapi masih dapat
dimanfaatkan secara terbatas, antara lain melalui sistem penjatahan (kuota) dan pengawasan,
serta termasuk jenis yang dilindungi oleh perundang-undangan Republik Indonesia.
B.3. Herpetofauna
Selama survai di lokasi penelitian ditemukan sebanyak 17 jenis herpetofauna yang terdiri dari
14 jenis reptil (6 jenis cecak dan kadal, 1 jenis kura-kura serta 7 jenis ular) dan tiga jenis amfibi.
Reptil
Kelompok hewan berdarah dingin ini menempati kawasan arboreal dan sepanjang aliran air
sungai sebagai habitat utamanya. Sebagian besar jenis yang ditemukan adalah arboreal (hidup
pada pepohonan/tumbuhan) seperti hap-hap atau cicak terbang (Draco volans) dan Ular hijau
(Ahaetulla prasina), dan sebagian lagi hidup di batuan dan lubang-lubang tanah atau dinding
yang berlubang seperti Kadal (Eutropis multifasciata) dan Ular sawah (Natrix vittatus).
Keberadaan reptil di wilayah studi berfungsi sebagai pemangsa konsumen tingkat pertama atau
juga sebagai pemangsa puncak (top predator).
Amfibi
Terdapat sebanyak tiga jenis amfibi selama survai di lokasi penelitian, ketiga jenis amfibi
tersebut tercatat melalui observasi langsung. Dari ketiga jenis amfibi tersebut tidak ada satu
pun yang memiliki nilai konservasi yang tinggi seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini.
Jenis Amfibia yang jumlahnya melimpah di wilayah studi adalah jenis Katak sawah (Fejervarya
cancrivora). Katak jenis ini sering ditemukan di sawah dan sungai.
A. Plankton
Plankton dibedakan atas plankton nabati (phytoplankton) dan plankton hewani (zooplanklon).
Dalam ekosistem perairan, phytoplankton berperan sebagai produser primer dalam jaringan
rantai makanan, yang menentukan produktivitas perairan. Phytoplankton meliputi organisme
nabati perairan yang biasanya bersifat uniseluler dan autotropik dan mampu merubah materi
anorganik menjadi organik. Phytoplanktondapat juga dipakai sebagai indikator adanya
perubahan kondisi lingkungan perairan, misalnya masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam
perairan yang dapat menimbulkan dampak. Demikian juga halnya dengan zooplankton.
Zooplankton adalah plankton hewani sebagai konsumen pertama sekaligus sebagai penghubung
dalam rantai makanan kepada organisme yang mempunyai tingkat tropik yang lebih tinggi.
Pertumbuhan dan pembelahan sel plankton sangat tergantung pada nutrisi, antara lain nitrat,
fosfat dan silikat. Di perairan sebagian besar oksigen dihasilkan oleh phytoplankton, sehingga
keberadaan plankton memegang peranan penting di dalam ekosistem akuatik baik sebagai
makanan biota air maupun sebagai penghasil oksigen untuk organisme hidup lainnya.
Kehadiran jenis zooplankton di perairan menunjukan kondisi perairan yang sehat. Zooplankton
berfungsi untuk menekan pertumbuhan phytoplankton sehingga selalu dalam kondisi
seimbang, dan tidak mengakibatkan pertumbuhan phytoplankton (blooming) berlebih yang
dapat mengakibatkan penurunan kualitas air dan mempengaruhi organisme akuatik lainnya.
Kelimpahan organisme tertinggi untuk phytoplanktondan zooplankton ditemukan di Stasiun 3
(As Bendung) dengan kelimpahan populasi sebanyak 1.881 individu/liter, sedangkan untuk
zooplankton kelimpahan populasinya sebanyak 429 individu/liter.
Stasiun
No. Organisme
I II III
21 Trachellomonas sp. 33
Total Phytoplankton (ind/L) 1551 1782 1881
ID Simpson 0,804 0,792 0,79
ID Shannon & Wiener 2,166 2,079 2,028
Zooplankton
1 Arcella sp. 33 99 33
2 Brachionus sp. 33
3 Centropyxis aculeata 33 66
4 Centropyxis sp. 66 33 99
5 Cephalodella sp. 33 33
6 Cyclops sp. 33
7 Difflugia sp. 33
8 Nauplii 33
9 Notholca sp. 33
10 Phylodina sp. 33
11 Platyias sp. 33 33
12 Plumatella sp. 33
13 Rhabdolaimus sp. 33 33 33
14 Vorticella sp. 33
Total Zooplankton (ind/L) 264 264 429
ID Simpson 0,844 0,781 0,876
ID Shannon & Wiener 1,906 1,667 2,205
Total Plankton (ind/L) 1815 2046 2310
ID Simpson Plankton 0,854 0,839 0,856
ID Shannon & Wiener 2,543 2,411 2,541
Indeks keanekaragaman jenis Simpson plankton di perairan wilayah studi berkisar antara 0,790
(Stasiun 2) sampai dengan 0,804 (Stasiun 1). Kelimpahan individu dan keanekaan jenis
plankton di suatu perairan, secara kuantitatif sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan fisika-kimia antara lain arus air, kecerahan, dan kualitas air. Berdasarkan Odum
(1975) bahwa perairan yang nilai indeks keanekaragaman jenis planktonnya di bawah 0,6 maka
perairan tersebut telah mendapat energi atau zat pencemar. Indeks keanekaragaman jenis
Shannon & Wiener plankton di wilayah studi dapat dikategorikan sebagai perairan yang cukup
memiliki daya dukung bagi kelangsungan keberadaan biota perairan (plankton).
B. Benthos
Benthos mencakup biota yang menempel, merayap atau membuat lubang di dasar perairan.
Benthos merupakan kelompok hewan penting yang menghubungkan transportasi energi
ekosistem akuatik dan bentik. Komposisi dan kerapatan makrobenthos di badan air biasanya
stabil dari tahun ke tahun. Beberapa komunitas memberikan respon terhadap perubahan
kualitas habitat dengan cara penyesuaian struktur komunitasnya.
Terdapat tiga kondisi yang menyebabkan perubahan struktur komunitas, yaitu materi organik,
perubahan substrat, dan pencemaran oleh zat kimia toksik. Respon komunitas
makrozoobenthos sangat diperlukan untuk dapat memperkirakan besarnya dampak suatu
kegiatan terhadap suatu badan perairan. Hasil identifikasi organisme benthos di wilayah studi
disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.29. Keanekaragaman Jenis Benthos di Wilayah Studi
Stasiun
No. Organisme
I II III
1 Baetis sp. 2
2 Chironomus sp. 2
3 Gomphus sp. 6 6
4 Helobdella sp. 2
5 Macrobrachium sp. 10 8 8
6 Melanoides sp. 2
7 Paratelphusa sp. 2
8 Pomacea sp. 2 4
9 Tarebia sp. 16 2
Total Benthos
34 18 20
(ind/m2)
ID Simpson 0,657 0,716 0,72
ID Shannon & Wiener 1,187 1,427 1,418
Kehadiran benthos, selain berasosiasi dengan materi sedimen, juga ikut dipengaruhi oleh
kualitas air di sekitarnya. Jenis-jenis benthos di sekitar lokasi kegiatan merupakan family
gastropoda dan bivalvia yang biasa hidup sebagai filtering feeder. Jenis benthos yang ditemukan
terdiri dari 9 jenis. Kelimpahan tertinggi spesies benthos ditemukan di Stasiun 1 (Hulu Sungai
Cipunagara) sebanyak 34 individu/m2.
C. Nekton
Nekton disebut juga dengan ikan. Nekton merupakan konsumen dari plankton dan benthos di
dalam rantai makanan. Adanya vegetasi yang hidup di air menjadikan sungai menjadi habitat
plankton, perifiton, dan benthos yang sangat disukai beberapa jenis ikan. Selain itu juga
berbagai jenis invertebrata dari kelompok serangga air yang menjadi sumber makanan ikan
jumlahnya melimpah pada vegetasi tersebut. Semakin banyak vegetasinya maka akan semakin
banyak jumlah invertebrata air yang masuk ke sungai.
Adanya berbagai jenis ikan yang terdapat di sungai menjadi sumber daya biologi di wilayah
studi yang memiliki nilai ekonomis dan dapat memberikan konstribusi bagi peningkatan
pendapatan masyarakat.
Pengumpulan data jenis ikan yang berada di lokasi studi dilakukan secara langsung
(penangkapan di sungai) dan juga secara tidak langsung (wawancara dengan penduduk). Data
ikan yang didapatkan secara langsung dilakukan dengan langsung mencari ikan diSungai
Cipunagara dengantiga cara, yaitu dengan menyetrum ikan menggunakan alat setrum (electro
fishing method), dengan cara menggunakan jaring ikan (kecrik), dan dengan cara memancing.
Sedangkan cara yang tidak langsung diperoleh dengan cara wawancara dengan penduduk
mengenai ikan apa saja yang terdapat di sungai tersebut.
Dari hasil pengambilan data ikan secara langsung, di dapatkan 7 jenis ikanair tawar. Sedangkan
dari hasil wawancara didapatkan 23 jenis ikanair tawar (ikan budidaya dan ikan liar). Terdapat
beberapa kesamaan dari jenis ikan yang di dapatkan dari hasil wawancara dan dari hasil
penangkapan secara langsung, seperti ikan senggal, nila, hampal dan sebagainya. Berikut data
hasil Penangkapan dan wawancara jenis ikan di Sungai Cipunagara tersaji pada Tabel 2.31.
Nama Jenis
No Dokumentasi
Indonesia Ilmiah
1 Senggal Hemibagrus nemurus
4 Ceperan
2.3.1. Kependudukan
Dari 4.810 hektar luas wilayah lima desa, sebagian besar lahan yang mencapai 3.895 ha atau
sekitar 80,99 % merupakan area penggunaan di luar pertanian dan pemukiman , yaitu lahan
hutan produksi. Hal ini dapat dipahami karena desa-desa wilayah studi merupakan enclave
dari kawasan hutan produksi peninggalan zaman Belanda sehingga wilayah desanya didominasi
oleh kawasan hutan jati.
Tabel 2.32.
Luas dan Kepadatan Penduduk
Luas Jumlah Penduduk Jumlah Jumlah
N Kepadatan
Nama Desa Wilayah Laki- Rumah anggota
o. Perempuan Jumlah (jiwa/km2)
(km2) laki Tangga keluarga
1. Sadawarna 11,31 2455 2482 4.937 437 1.662 3
2. Cibalandongjaya 9,69 888 849 1.737 179 445 4
Jumlah di Kab
21 3.343 3.331 6.674 318 2.107
Subang
Tabel 2.33
Luas Pemanfaatan Lahan
Berdasarkan catatan monografi kependudukan kecamatan Surian dan Kec. Cibogo, angkatan
kerja /uisa produktif mencapai 9.903 jiwa atau 79% dari seluruh penduduk. Dari jumlah
tersebut, maka, jenis –jenis pekerjaan penduduk di empat desa wilayah studi, minimal terdapat
tujuh jenis pekerjaan dan yang paling banyak adalah penduduk yang bekerja sebagai petani
(31,34%) dan penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah 18,76%.Jenis pekerjaan lain
yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan adalah kelompok peternak
(kurang dari 1%). Jumlah penduduk yang mengandalkan kegiatan pertanian dari berbagai jenis
pekerjaan mencapai 51,28%.
Untuk pekerjaan- pekerjaan di luar pertanian, paling banyak adalah penduduk yang bekerja
sebagai buruh konstruksi (4,62%). Jenis pekerjaan lainnya adalah pedagang dan montir
(masing –masing kurang dari 1% saja). Pekerjaan non –pertanian , sebagian dilakukan di luar
desa, yang didapatkan dikota –kota besar seperti Bandung dan wilayah Jabodetabek.
sarana transportasi, serta hubungan sosial penduduk dengan komunitas di luar desa (kerabat
atau atasan). Terganggunya faktor–faktor pendukung tersebut dapat menghambat moblitas
sosial keluar desa, yang akhirnya menghambat tujuannya.
Tabel 2.35.
Kondisi Pendidikan Penduduk
Tingkat Sada- Cibalan- Suria
No. Surian Tanjung Jml %
Pendidikan warna dong Jaya Medal
Sedang
1 976 388 674 499 109 2.646 21,17
sekolah
2 Tamat SD 1.347 771 813 1.002 366 4.299 34,40
3. Tamat SMP 473 178 238 184 185 1.258 10,07
4. Tanat SMA 2.035 328 762 481 323 3.929 31,44
Tamat
5. 61 36 49 37 13 196 1,57
Diploma
Tamat
5. Perguruan 32 22 21 23 9 107 0,86
Tinggi
Tidak pernah
6. 13 14 14 14 7 62 0,50
sekolah
Jumlah 4.937 1.737 2.571 2.240 1.012 12.497 100
Sumber : Kecamatan Cibogo dalam angka 2013 dan Kec, Surian Dalam Angka,2013
Data yang disajikan pada Tabel 2.36, yang merupakan hasil wawancara terhadap 193
responden di lima desa, menunjukkan bahwa sebagian besar responden (86,5%) mempunyai
pola mobilitas ke luar desa, dan sisanya sebanyak 13,47% mengaku tidak mempunyai mobilitas
ke luar desa.
Tabel 2.36.
Pola Mobilitas Penduduk Ke Luar Desa
Mobilitas ke Cibalandong Suria
No. Sadawarna Tanjung Surian Jml %
luar Desa Jaya Medal
Responden
1. mempunyai pola 78 17 16 27 29 167 86,53
mobilitas keluar desa
Responden tidak
2. mempunyai mobilitas 6 5 2 6 7 26 13,47
keluar desa
Jumlah 84 22 18 33 36 193 100
Sumber : Data Primer, 2013
Tujuan mobilitas responden ke luar desa antara terdiri dari lima jenis, dan sebagian besar
untuk bepergian keluar desa, dan segaian besar adalah untuk tujuan sekolah (26,35%). Hal ini
menunjukkan bahwa orientasi tempat pendidikan sebagian berada diluar desa. Kemudian
tujuan pergi untuk bekerja (23,35%) dan berbelanja, baik untuk keperluan pertanian, untuk
keprluan konsumsi sehari –hari maupun untuk barang dagangan. Ada pula keperluan penduduk
untuk menengok kerabat. (lihat Tabel 2.38).
Kemudian, frekuensi bepergian ke luar desa sebagian besar dilakukan setiap hari (49,70%).
Kelompok ini diidentifkasi sebagai kelompok pelajar dan pekerja harian, yang bekerja di luar
desa. Kemudian ada yang dilakukan seminggu sekali dan sebulan sekali (masing–masing
sebanyak 23,56%). Mereka adalah kelompok yang melakukan kegian belanja, baik untuk
keperluan konsumsi, belanja untuk keperluan usaha seperti membeli pupuk, bibit dan alat –alat
pertanian, maupun bahan untuk konsumsi. Gejala tersebut menunjukkan bahwa desa-desa di
wilayah studi tergantung kepada pasar dan bahan –bahan dari luar desa.
Tabel 2.37
Tujuan dan Frekuensi Serta Penggunaan Sarana untuk Mobilitas ke Luar Desa
Tujuan Pergi Sada- Cibalan- Suria-
No. Tanjung Surian Jumlah %
ke luar Desa warna dong Jaya Medal
1 Bekerja 17 4 5 7 6 39 23,35
2 Sekolah 23 5 4 6 6 44 26,35
Belanja untuk
11 2 1 3 5 22 13,17
3. keperluan pertanian
Belanja barang untuk
12 2 2 4 6 26 15,57
4. pemenuhan konsumsi
Belanja untuk barang
11 3 2 4 5 25 14,97
5. dagangan
6. Menengok kerabat 4 2 1 3 1 11 6,59
Jumlah 78 18 15 27 29 167 100
Frekuensi Bepegian :
1 Setiap hari 40 9 9 13 12 83 49,70
2 seminggu sekali 14 4 3 11 7 39 23,35
3 Sebulan sekali 21 4 3 1 7 36 21,56
4 Tidak tentu 3 1 0 2 3 9 5,39
Jumlah 78 18 15 27 29 167 100
Sarana kendaraan yang digunakan :
Kendaraan pribadi
37 10 8 13 13 81 48,50
1 (sepeda motor)
Kendaraan pribadi
4 1 0 2 2 9 5,39
2 (mobil)
3 Ojeg sepeda motor 14 4 6 7 9 40 23,95
Angkutan umum
21 0 1 5 4 31 18,56
4 lainnya
5 Berjalan kaki 2 3 0 0 1 6 3,59
Jumlah 78 18 15 27 29 167 100
Sumber : Data Primer, 2013
Keterangan : n= 167 , dihitung dari jumlah responden yang melakukan mobilitas ke luar desa
Untuk melakukan kegiata mobilitas yang cukup intensif, tentu saja diperlukan kendaraan yang
handal. Kendaraan yang paling banyak digunakan adalah sepeda motor (48,50%), ojeg sepeda
motor (23,95%), angkutan umum lainya (18,56%), mobil pribadi (5,39%), dan bahkan
ditempuh dengan berjalan kaki (3,59%). Penduduk Desa Cibalandong Jaya , memanfaatkan jalan
desa sepanjang 9 km, menuju mulut jalan raya propinsi, yang ada di pusat Desa Sadawarna,
sedangkan desa-desa yang ada di Kab. Sumedang yaitu Desa Tanjung , Suria Medal dan Surian,
dihubungkan oleh jalan kabupaten menuju Jalan Raya Subang –Kadipaten, dan ke arah Selatan
menuju pusat Kab. Sumedang. Saat survei ini dilakukan, kondisi jalan ini sedang mengalami
kerusakan, terutama di wilaya Desa Tanjung. Hal ini diduga akibat banyaknya truk bermuatan
pasir dan batu melebihi kapasitas angkut .
tanah). Pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman dilakukan seadanya ,
walau beberapa petani telah melakukan pemupukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Tabel 2.38.
Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Budidaya Tanaman Padi Sawah
di Desa-desa Wilayah Studi
C. Pendapatan Petani
Pendapatan petani sangat tergantung dari kepemilikan lahan petani. Berdasarkan hasil
wawancara, rata-rata kepemilikan lahan petani yaitu sekitar 0,67 ha/KK, terdiri dari 0,33 ha
sawah, 0,27 ha kebun/tegalan dan 0,07 ha pekarangan dan bangunan.
Dari ketiga sumber utama pendapatan petani tersebut, maka pendapatan petani di wilayah
studi per tahun yaitu sekitar Rp. 9.724.250,00 per tahun, Rp. 810.354,17 per bulan atau Rp.
26.641,78 per hari.
Sebelum dilakukan kegiatan pembebasan lahan, diperlukan data yang mencakup luas tanah,
status tanah, kelas tanah dan pemilikan tanah. Inventarisasi dilakukan oleh pemrakarsa serta
pemilik tanah, dan kepala desa yang kemudian dilegalisir oleh Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Kabupaten Subang dan Sumedang, melalui kepanitiaan pengadaan tanah (P2T).
Berdasarkan data tersebut, selanjutnya diadakan musyawarah ganti rugi tanah dengan
mempertimbangkan harga pasar dan harga tanah yang ditetapkan oleh bupati.
Luas dan penduduk tersebut meliputi 4 (empat) desa pada 2 (dua) kecamatan di Kabupaten
Subang, Provinsi Jawa Barat, yaitu Desa Sadawarna, Desa Cibalandong Jaya, Kecamatan Cibogo,
dan 3 (tiga) desa di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, yaitu Desa Surian, Desa Suria
Medal, dan Desa Tanjung, Kecamatan Surian.
Tabel 2.39. Perkiraan Luas dan Jenis Lahan Milik Masyarakat untuk Waduk Sadawarna
Luas (Ha)
No Alamat Desa Kec Kab Total
Sawah Kebun Pekarangan
1 Desa Cibalandong Jaya 86,87 57,44 12,62 156,93
Cibogo Subang
2 Desa Sadawarna 42,01 15,79 1,15 58,95
3 Desa Surian 20,60 0,84 0 21,44
4 Desa Suriamedal Surian Sumedang 20,90 0 0,85 21,74
5 Desa Tanjung 8,09 0,66 0 8,75
Total 178,49 74,73 14,62 267,83
Sumber : Studi Rencana Tindak Pembebasan Lahan WadukSadawarna, 2012
Letak lahan yang akan terkena rencana Waduk Sadawarna, terletak cukup dekat dari
pemukiman warga. Selain lahan pertanian sawah dan kebun, terdapat lahan pemukiman atau
pekarangan yang terkena rencana pembangunan Waduk Sadawarna, Tabel 2.40.
memperlihatkan data kategori OTD, berdasarkan jenis asset tanah yang terkena.
Tabel 2.40. Kategori OTD, Berdasarkan Jenis Asset Tanah yang Terkena.
Dari total OTD 789 orang, 423 orang (54,24 %) diantaranya terkena lahan pemukimannya, dari
jumlah tersebut di peroleh data jumlah dan luas bangunan yang diperkirakan akan terkena
rencana pembangunan. Berdasarkan survai terhadap penduduk, jenis bangunan yang
diperkirakan terkena rencana pembangunan adalah bangunan rumah, kandang, saung, dan
mushola, berjumlah 794 unit bangunan, dengan total luas bangunan 42.819 m2, dengan rata-
rata luas bangunan 53,92 m2 tiap unit bangunan.
Jenis bangunan rumah tinggal memiliki jumlah paling banyak (501 unit) dibandingkan jenis
bangunan lainnya, hal ini karena sebagian besar masyarakat di desa Cibalandong Jaya terkena
lahan pemukimannya. Jumlah bangunan rumah tersebut dimiliki oleh 423 KK, sehingga
beberapa diantaranya yang terkenan proyek memiliki lebih dari satu buah rumah.
Tabel 2.41.
Jumlah Bidang dan Luas Bangunan Yang Dimiliki OTD Waduk Sadawarna
Jumlah Bangunan
Luas Bangunan (m2)
No Jenis Bangunan (unit)
Jumlah % Luas %
1 Rumah Permanen 259 32.62 20.666 48.26
2 Rumah Semi Permanen 143 18.01 11.735 27.41
3 Rumah Non Permanen 99 12.47 4.106 9.59
4 Mushola 11 1.39 261 0.61
4 Kandang 183 23.05 3.796 8.87
6 Saung 99 12.47 2.255 5.27
Jumlah Total 794 100 42.819 100
Sumber : Studi Rencana Tindak Pembebasan Lahan, 2012
Anggota Jumlah
Kepala Keluarga
Keluarga (Angg. Kel)
Kelompok Umur
Jumlah
L P Jml % L P %
(Angg. Kel)
0 -14 tahun 0 0 0 0,00 31 43 74 23,71
15 - 64 tahun 64 0 64 71,91 99 121 220 70,51
lebih dari 64 Tahun 18 7 25 28,09 3 15 18 5,76
Jumlah 82 7 89 100 133 179 312 100
Sumber : Data Primer, 2013
Kemudian, untuk kelompok kepala keluarga, nampak bahwa sebagian besar adalah kelompok
usia produktif (70,51%), dan kelompok non-poduktif sebanyak 29,49%. Apabila
menggabungkan jumlah penduduk dari kelompok kepala keluarga dan anggota keluarga, maka
jumlah penduduk produktif adalah 284 jiwa dan penduduk non- produktif 117 jiwa. Dengan
perbandingan tersebut , maka angka ketergantungan adalah 41, yang berarti setiap seratus
penduduk dari kelompok produktif, akan menanggung beban empat puluh satu penduduk dari
kelompok usia non-produktif.
Laki-
No. Tingkat Pendidikan Perempuan Jumlah %
laki
2 Tamat SD 50 3 53 59,55
3. Tamat SMP 9 0 9 10,11
4. Tamat SMA 19 1 20 22,47
5. Tamat Diploma 1 0 1 1,12
5. Tamat Perguruan Tinggi 1 0 1 1,12
6. Tidak pernah sekolah 2 3 5 5,62
Jumlah 82 7 89 100
Sumber : Data Primer, 2013
dari Rp. 294.750,- dikategorikan Kelompok Miskin, dan pendapatan lebih dari Rp. 294.750,-
dikategorikan Kelompok Cukup (lihat Tabel 2.45).
Berdasarkan Standar tersebut maka diketahui bahwa sebanyak 10,11% kelompok penduduk
yang lahannya sudah dibebaskan tregolong penduduk miskin dan sebagian besar sebanyak
89,88% berada dalam kelompok cukup .
Berkaitan dengan rencana pembebasan lahan dan aset rumahtagga lainnya untuk pembangunan
bendungan dan waduk Sadawarna., maka kelompok yang tregolong miskin akan mengalami
hambata untuk menata kembali perekonomian rumahtangga bila sumberdaya yang diandalkan
hilang. Dari jenis–jenis pekerjaan penduduk, maka diperkirakan bahwa jenis –jenis mata
pencaharian petani, buruh tani, dan buruh konstruksimerupakan sumber penghasilan yang
rawan. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerawanan tersebut apabila sumber
matapencaharian penduduk terganggu, maka dapat diperhitungkan dari jumlah kontribusi
masing masing sumber penghasilan.
Data yang disajikan pada Tabel 2.46 menunjukkan, minimal terdapat sepuluh jenis sumber
penghasilan kelompok penduduk yang tergolong cukup. Bagi kelompok tersebut, sektor
pertanian merupakan sumber yang sedkit lebih besar ( 52,20%), dibandingkan denga sumber
non–pertanian (47,80%).
Bagi kelompok yang tergolong miskin, maka sumber-sumber penghasilan nampak lebih sedikit
(lima sumber saja), yaitu sumber pertanian sebanyak 60% dan non pertanian sebanyak 40%.
Dari sumber pertanian, hasil pertanian menunjukkan 30,67%, dan hasil berburuh tani
sebanyak 18,67%. Kemudian, dari sumber –sumber non pertanian kontribusi yang paling besar
justru dari kiriman anak dan kerabat. yaitu sebanyak 19,60%, disusul sumber penghasilan dari
buruh bangunan.
B. Penyiapan Relokasi
Unsur –unsur penting dalam pemukiman kembali ditempuh dengan memerhatikan apsirasi dari
masyarakat yang akan dipindahkan sesuai dengan UU no 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan
Tanah untuk Kepentingan Umum, aka Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk
uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan sahan atau bentuk lain yang disetujui
oleh kedua pihak..
Kebijaksanaan kepada kelompok rentan, selaian fasilitas pemukian kembali juga akan diberikan
fasilitas berupa peluang untiuk mendapatakan penghasilan/usaha dan kemudahan untuk
mengakses sumber-sumber penghidupan.
Pemilihan lokasi baru akan memerhatikan hal –hal sebagai berikut :
Perumahan hunian pengganti senilai dengan lokasi yang alma
Lokasi baru akan memiliki infrastriuktur dasar seperti jalan akses, tenaga listrik dan
drainase serta pembuangan limbah serta ketersediaan air bersih
Lokasi baru juga memiliki kemudahan akses terhadap transportasi publik, pelayanan
kesehatan dan pendididikan, ke tempat bekerja , fasilitas ibadah dan olahraga.
Berdasarkan hasil penelitain dalam studi Rencana Tindak Pembebasan Lahan Waduk
Sadawarna, menunjukkan bahwa kelompok OTD berkeinginan pindah ke sekitar lokasi tempat
tinggal mereka saat ini. Hal tersebut karena yang terkena kegiatan proyek aset rumah saja,
sedangkan lingkungan sosial mereka seperti kekerabatan, maupun lingkungan kerja masih
tetap. Lokasi yang ideal menurut penduduk adalah lokasi lahan dalam kawasan departemen
Kehutanan yang berstatus Area Penggunaan Lain di desa Cibalandong Jaya , Kec, Cibogo, Kab.
Subang.
kerabat, dengan tujuan tertentu. Survei yang dilakukan pada studi sebelumnya mengenai hal ini
(tahun 2007), menunjukkan bahwa saling berkunjung kepada kepada tetangga dan kerabat
menunjukkan frekuensi yang tinggi. Kondisi saat ini yang ditunjukkan pada Tabel 2.47
menunjukkan, bahwa freksni saling berkunjung tidak berubah. Sebanyak 84,97% responden
menyatakan sering berkunjung kepada kerabat dan tetangga, sedangkan sebanyak 15,03%
menyatkan tidak penah berkunjung kepada tetangga.
Nama Desa
Frekuensi Kunjungan Cibalandong Suria Jml %
Sadawarna Surian Tanjung
Jaya Medal
Penduduk berkunjung
kepada kerabat dan 76 15 14 28 31 64 84,97
tetangga
Penduduk tidak
berkunjung kepada 8 7 4 5 5 9 15,03
kerabat/ tetangga
Jumlah 84 22 18 33 36 193 100
Sumber : Data Primer, 2013
Kestabilan ikatan sosial yang diwujudkan dalam kegiata saling berkunjung tersebut merupakan
indkasi kuat hubungan sosial antar penduduk yang merupakan elemen mendasar dalam
membentuk paguyuban masyarakat. Alasan penduduk untuk berkunjung kepada tetangga
minimal terdiri dari lima hal, yaitu bersilaturahmi, yang diperlukan untuk memperkuat
komitmen hubungan kerjsama dan ikatan emosional, maupun keperluan lainnya seperti
mencari infromasi pekerjaan, menonton acara TV bersama, dan minta pinjaman modal usaha.
(lihat Tabel 2.48).
Sebalikanya, bagi kelompok responden yang tidak melakukan kegiatan saling mengunjungi,
sebagian besar (86,21%) beralasan bahwa mereka disibukkan oleh pekerjaan, sehingga tidak
lagi sempat melakukan kunjungan kepada tetangga untuk berbagai alasan. Adanya gejala sosial
tersebut diduga merupakan indikasi, adanya kelompok penduduk yag tidak lagi bergantung
kepada kegiatan pengolahan sumber daya pertanian. Mereka adalah buruh konstruksi dan
pedagang, yang lebih banyak melakukan aktivitas di luar desa. Kegiatan pengelolaan
sumberdaya pertanian di wilayah studi mencirikan perlunya kerjasama antar penduduk, baik
saat pengadaan faktor produksi seperti bibit, pupuk dan peralatan, pengaturan air, maupun
untuk pemasaran, dan menghadapi pihak luar seperti perushaan yang mempromosikan bibit,
maupun pihak pemerintah sebagai pembimbing.
Tabel 2.49. Alasan Responden Tidak Saling Berkunjung Kepada Tetangga atau Kerabat
Wujud kerjasama dalam kelembagan masyarakat, ditunjukkan dari berbagai organisasi sosial
yang diikuti oleh respoden. Organisasi sosial yang paling banyak diikuti adalah pengajian
(42,86%). Kegiatan ini adalah kegiatan pendukung keagamaan (Islam). Melalui kegiatan ini,
penduduk mendapatkan pengetahuan mengenai kewajiban sebagai penganut agama, moral, dan
tatacara beribadah. Basis kegiatan pengajian cukup beragam, mulai dari tingkat Rukun
Tetangga (RT), Dusun sampai tingkat yang lebih tinggi. Demikian pula kelompok perempuan
mempunyai kelompok pengajian tersendiri. Berlangsungnya kegiatan ini, didukung oleh
sumberdaya yang luas, yaitu jaringan organisasi pesantren dan tokoh –tokoh ulama yang rajin
memberikan nasihat dan pengetahuannya kepada anggota kelompok pengajian.
Ada pula organisasi yang bermotif ekonomi dan sifat kegiatannya adalah kesejahteraan anggota
yaitu arisan, dan kelompok usaha binaan PNPM. Arisan adalah kerjasama dalam pengumpulan
dana secara kolektif dan rutin, dan diberikan secara bergiliran. Kelompok binaan PNPM dalah
organisasi sosial ekonomi, yang berdiri atas prakarsa dari program pemberdayaan masyarkat
yang diselenggarakan pemerintah. Program tersebut adalah Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandir- Perkotaan (PNPM Mandiri).
Tabel 2.50. Jenis -jenis Organisasi Sosial yang Diikuti Oleh Penduduk
Nama Desa
No. Luas Lahan Cibalandong Suria Jml %
Sadawarna Surian Tanjung
Jaya Medal
1 Pengajian 31 7 6 11 15 70 36,27
2 Arisan 11 4 0 2 3 20 10,36
3 Kelompok binaan PNPM 6 3 0 2 1 12 6,22
4 PKK 7 2 2 4 3 18 9,33
5 Partai Politik 4 1 2 3 2 12 6,22
6 Kesenian/Kebudayaan 4 1 3 2 2 12 6,22
7 Linmas 2 2 1 2 3 10 5,18
Tidak mengikuti
8
kelembagaan 19 2 4 7 7 39 20,21
Jumlah 84 22 18 33 36 193 100
sumber : Data Primer, 2014
Ada pula organisasi penduduk yang bergerak dalam bidang kesenian tradisioal dan kebudyaaan,
yag mencoba ‘melestarikan’ warisan budaya lokal dari para leluhur. Meneurut keterangan dari
tokoh masyarakat di desa Surian (Kab Sumedang), pelestarian kesenian dan upacara
penghormatan kepada para leluhur diperlukan untuk mengingatkan seluruh anggota
masyarakat terhadap identitas sosial sebagai keluraga besar (genealgi), ikata kampung, dan
desa. Hal ini diperlukan agar sumberdaya alam yag terdiri dari hutan, tanah dan air tidak
terbengkalai atau bahkan jatuh kepada pihak dari luar komunitas yang tidak bertanggungjawab.
Salah satu upaya untuk menjaga keutuhan identitas sosial dan penguasaaan sumber daya alam
tersebut, adalah dengan cara meneruskan tradisi lisan, mengenai pesan–pesan para leluhur,
yang memang disampaikan sebagai pedoman untuk mengetahui perubahan ligkungan hidup
(uga). Salah satu tradisi lisan yang ada adalah pesan (uga) dari para leluhur dahulu, bahwa
pada suatu saat sekitar aliran S. Cipunagara akan tergenang menjadi danau yang bernana Situ
Cipatahunan/Sipatahunan. Pada saat itulah kemakmuran bagi masyarakat disekitar Situ
Cipatahunan akan terwujud.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka peninggalan bersejarah yang ada dilokasi adalah situs
makam dari beberapa orang yang dianggap sebagai leluhur, yang berjasa mendirikan wilayah
dan mempunyai kelebihan –kelebihan pengetahuan dan kesaktian. Identifikasi terhadap situs
makam para leluhur, menunjukkan bahwa di setiap desa studi terdapat makam para leluhur,
namun berkaitan dengan rencana bendungan dan genangan Sadawarna, maka diketahui
terdapat situs makam Eyang Kaputihan, yang terletak di Desa Sadawarna, sekitar 500 meter
sebelah selatan-barat as bendung.
Walaupu telah meninggal, bagi sebagian orang yang mempercayai, spirit dari Eyang Kaputihan
masih ada di sekitar makam dan dapat menolong manusia yang masih hidup. Hal itu dapat
dilihat dari kelompok peziarah, terutama dari luar desa Sadawarna, yang berdo’a di makam
tersebut.
Hasil wawancara dengan seorang pezairah yang berasal dari Kab. Indramayu, mengatakan
sengaja berziarah dan berdo’a di makam Eyang Kaputihan untuk melengkapi ritual do’a kepada
leluhur, yang berpatokan empat tempat sesuai madzhab. Bagi orang tersebut, berziarah ke
situs makam Eyang Kaputihan merupakan bagian dari ziarah ke arah selatan dari tempat
asalnya.
Bagi penduduk yang setuju, sebanyak 20,21% berpendapat bahwa pembangunan Waduk
Sadawarna akan menimbulkan peluang pekerjaan. Peluang kerja dimaksud adalah jenis
pekerjaan pada saat konstruksi, baik sebagai tenaga kerja kasar maupun yang memerlukan
keterampilan.
Pendapat lainnya adalah bahwa keberadaan bendungan ini akan meningkatakan kegiatan
usaha penduduk (19,17%). Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa keberadaan
Bendungan Sadawarna pada saat sudah jadi, akan menambah daya tarik wisata daerah ini,
termasuk desa-desa yang tereltak di Kab. Sumedang, yaitu Desa Tanjung, Surian dan Suria
Medal . Kedatangan wisatawan merupakan keuntungan bagi penduduk yang berkiprah pada
usaha menjual makanan, dan jasa wisata lainnya (yaitu tranpsortasi). Selian itu, ada pula
peluang mengembangkan budidaya ikan air tawar di jaring terapung.
Sebanyak 26,42% penduduk yang menyatakan setuju, beralasan bahwa pembangunan ini akan
memperbaiki dan menambah sawah irigasi bagi masyarakat yang berkiprah dalam kegiatan
pertanian.
Tabel 2.51.
Persepsi Masyarkat Terhadap Rencana Pembangunan Bendungan Sadawarna
Nama Desa
No. Jenis Pendapat Cibalandong Suria Jml %
Sadawarna Surian Tanjung
Jaya Medal
Alasan Pendapat Setuju :
Peluang mendapat
1. 17 3 3 8 8 39 20,21
pekerjaan
Peluang mendaapatkan
2. 18 4 3 4 8 37 19,17
usaha
Mendapatkan sarana
3. 21 8 4 13 5 51 26,42
irigasi
Peluang mendapatkan
5. 3 1 2 0 3 9 4,66
bantuan pembangunan
Jumlah Pendapat setuju 59 16 12 25 24 136 70,47
Alasan Pendapat Setuju dengan Syarat :
Harus mengutamakan
6. 4 2 0 2 3 11 5,70
tenaga local
Penggantian lahan dan
7. 11 1 2 1 1 16 8,29
tanaman harus jelas
Harus menggunakan
8. nama Bendungaan 3 1 0 2 2 8 4,15
Sipatahunan
Jumlah pendapat Setuju
18 4 2 5 6 35 18,13
dengan syarat
Alasan Pendapat Tdk Setuju :
Merugikan kelompok
9. 4 2 0 1 3 10 5,18
petani
Desa terdampak tidak
11. 0 0 2 2 3 7 3,63
mendapatkan manfaat
Informasi kegiatan
14. 1 0 2 0 0 3 1,55
pembangunan tidak jelas
Dampak getaran dari
14. 2 0 0 0 0 2 1,04
kegiatan PT. Dahana
Jumlah Pendapat Tdk Setuju 7 2 4 3 6 22 11,40
Total (pendapat Setuju,
Setuju dengan syarat dan 84 22 18 33 36 193 100
Tidak Setuju )
Sumber : Data Primer, 2013
Bagi penduduk yang setuju dengan syarat, sebanyak 8,29% respnden menyatakan bahwa jika
ada lahan dan tanam penduduk yang terendam, harus diganti dengan dengan setara harga
yang jelas. Hal ini berkaitan dengan informasi bahwa keberadaan bendungan akan
menggenangi lahan mili k penduduk di lima desa , yang diduga merupakan lahan perkebunan
dan sawah .
Bagi kelompok lainnya, sebanyak 8,29% menyatakan bahwa pembangunan bendungan ini,
proses pengerjaannya harus mengutamakan penduduk lokal. Hal ini berkaitan dengan potensi
tenaga lokal, yang memerlukan pekerjaan sebagai sumber pendapatan rumah tangga.
Terakhir adalah syarat yang diajukan penduduk untuk memakai nama Bendungan
Sipatahunan bagi bendugan ini (4,25%). Hal ini sesuai dengan kepercayaaan spiritual dan
keyakinan terhadap eksistensi identits sosial penduduk, yang bukan hanya berada di desa
Sadawarna.
Bagi penduduk yang tidak setuju, antara lain adalah mengkhawatirkan bahwa penggenangan
air akan merugikan kelompok petaniayang lahannya tergenang, karena uang penggantian
tidak akan sepadan (5,18%).
Kemudian, sebanyak 3,6% penduduk tidak setuju karena berpendapat bahwa desa mereka
tidak akan mendapatkan manfaat dari keberada bendungan ini, karena bendungan ini akan
mengairi lahan –lahan yang berada jauh di sebelah hilir kampung mereka.
Berkaitan dengan kondisi sekitar bendungan yang sudah ada sebelumnya, maka sebanyak
1,04% penduduk tidak setuju, karena kegiatan percobaan peledakan oleh PT. Dahana,
dikhawatirkan dapat menimbukan getaran, yang menimbukan kerusakan pada tubuh
bendungan, sehingga dapat menimbulkan bencana banjir.
Data kesehatan masyarakat diperlukan untuk melakukan pelingkupan dan analisa dampak
hipotetik penurunan kesehatan masyarakat, akibat penurunan kualitas sanitasi lingkungan dari
aktivitas domestik pekerja, dan peningkatan penyakit ISPA akibat dampak penting hipotetik
peningkatan resuspensi debu, dari aktivitas mobilisasi alat dan material konstruksi yang
melalui permukiman penduduk.
Berdasarkan data dari Puskesmas Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang, Selama tahun 2012,
penyakit yang paling banyak diderita adalah penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
sejumlah 22,78%. Kemudian menempati peringkat kedua dan ketiga adalah infeksi pernapasan
lain sebanyak 13,88%, dan demam dengan penyebab berbagai kemungkinan sebanyak10,89%
(lihat Tabel 2.52).
Tabel 2.52.
Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Cibogo Tahun 2012
Tabel 2.53.
Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Surian Tahun 2013
Sepuluh penyakit tertinggi yang diderita masyarakat Kecamatan Surian, berdasarkan data dari
Puskesmas Kecamatan Surian Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, dari hasil rekapitulasi
Tahun 2013 disajikan pada Tabel 2.52. Penyakit yang paling banyak diderita adalah gejala dan
tanda umum (29%), menyusul Nasofaringitis akut (Common Cold) (16%), Gastroduodentis tidak
spesifik 13%.
Kondisi sanitasi penduduk di wilayah studi AMDAL disajikan pada Tabel 2.54. Sebagian besar
warga (55,96%) memperoleh sumber air bersih untuk minum dari air sumur, namun ada juga
yang menggunakan mata air, dan air mineral. Air bersih untuk keperluan domestik diperoleh
warga yang paling banyak juga dari air sumur (55,96%), sisanya dari mata air dan air sungai.
Untuk orientasi penggunaan kakus, sebagian besar warga telah memiliki WC/jamban pribadi
(55,96%), namun ada juga warga yang masih menggunakan WC umum, sungai, dan semak-
semak. Pola pengelolaan sampah warga yang terbanyak adalah dengan cara dibuang ke lubang
khusus (lombang) yaitu sebesar 46,63 %, dan sisanya mengelola sampah dengan cara dibakar
secara rutin, dibuang ke lubang lalu dibakar, dibuang ke pinggir sungai, dan diserahkan ke
pemulung.
BAB III
PRAKIRAAN DAMPAK
3.1. Umum
Prakiraan dampak merupakan kajian mengenai besarnya dampak dan derajat penting dampak
potensial dari rencana kegiatan terhadap komponen lingkungan, yang dinyatakan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
Secara kuantitatif, besarnya dampak yang dinyatakan dalam dimensi masing-masing dampak
sesuai dengan metodologi yang disajikan dalam dokumen kerangka acuan, demikian pula jika
penentuan besarnya dampak secara kualitatif dilakukan dengan cara deskriptif.
Rencana pembangunan Waduk Sadawarna diperkirakan akan menimbulkan dampak baik
positif maupun negatif terhadap lingkungan. Uraian pada bab I telah membahas proses
pelingkupan dampak penting, sehingga diperoleh suatu prioritas dampak penting. Perkiraan
dampak potensial kegiatan pembangunan Waduk Sadawarna tersebut diidentifikasikan
menggunakan bagan alir vertikal. Bagan alir tersebut menunjukkan terjadinya dampak yang
diakibatkan oleh komponen-komponen kegiatan proyek, baik pada tahap konstruksi, operasi,
maupun pasca operasional seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.19 sampai dengan
Gambar 1.22 pada Bab I.
Pada Bab III ini memuat:
1. Perkiraan secara cermat besaran dampak untuk menilai seberapa besar rencana
pembangunan Waduk Sadawarna pada saat prakonstruksi, konstruksi, dan operasional
dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup. Telaahan ini dilakukan
dengan cara menganalisis perbedaan antara kondisi kualitas lingkungan hidup yang
diprakirakan dengan adanya usaha dan/atau kegiatan, dan kondisi kualitas lingkungan hidup
yang diperkirakan tanpa adanya pembangunan Waduk Sadawarna dalam batas waktu yang
telah ditetapkan, dengan menggunakan metode perkiraan dampak. Dalam melakukan
analisis perkiraan besaran dampak penting, digunakan metode-metode formal secara
matematis dan metoda non formal untuk prakiraan dampak yang tidak tersedia formula-
formula matematis atau hanya dapat didekati dengan metode non formal.
2. Penentuan sifat penting dampak mengacu pada pedoman penentuan dampak penting sesuai
Keputusan Kepala Bapedal No. 56 tahun 1994 tentang Pedoman Penentuan Mengenai
Ukuran Dampak Penting. Menurut keputusan tersebut dampak penting suatu usaha atau
Bab 3. Prakiraan Dampak III - 1
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
kegiatan ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut: jumlah manusia yang terkena
dampak, luas wilayah persebaran dampak, lamanya dampak berlangsung, intensitas dampak,
banyaknya komponen lain yang terkena dampak, sifat kumulatif dampak dan berbalik/tidak
berbaliknya dampak.
Dalam melakukan telaahan prakiraan secara cermat besaran dampak dan penentuan sifat
penting dampak, akan diperhatikan dampak yang bersifat langsung dan atau tidak langsung.
Dampak langsung adalah dampak yang ditimbulkan secara langsung oleh adanya usaha
dan/atau kegiatan. Sedang dampak tidak langsung adalah dampak yang timbul sebagai akibat
berubahnya suatu komponen lingkungan hidup dan/atau usaha atau kegiatan primer oleh
adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.
Oleh karena itu untuk menyempurnakan penyampaian, pembahasan dilakukan tidak
berdasarkan pembagian jenis komponen lingkungan seperti fisik-kimia-biologi-sosial ekonomi
budaya-kesehatan masyarakat, melainkan berdasarkan sumber kegiatan penyebab dampak,
karena akan memudahkan melihat keterkaitan antara aliran dampak primer–sekunder, sampai
tersier (bila ada).
Lahan yang terbebaskan meliputi 5 (lima ) desa pada 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Subang,
Provinsi Jawa Barat, yaitu Desa Sadawarna, Desa Suriamedal, Desa Cibalandong Jaya,
Kecamatan Cibogo dan 3 (tiga) desa di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, yaitu Desa
Surian, Desa Suria Medal, dan Desa Tanjung, Kecamatan Surian.
Berdasarkan jenis mata pencaharian penduduk, maka diketahui dari 695 KK kelompok orang
terkena dampak sebanyak 88,21% mempunyai matapencaharian di bidang pertanian,sehingga
dapat disimpulkan bahwa jumlah petani yang terkena dampak adalah 695 KK (Tabel 2.42).
Untuk mengetahui besarnya kerugian materiil penurunan pendapatan dari kegiatan budi daya
lahan yang diderita oleh masyarakat yang terkena pembebasan lahan, dengan
memperhitungkan kepemilikan jenis lahan pertanian ganda (dari sektor pertanian : sawah,
kebun, dan pekarangan) yang dimiliki oleh 789 KK (Tabel 2.40), tetapi yang bermata
pencaharian utama sebagai petani adalah 695 KK (Tabel 2.42), Bila memperhitungkan data
luas garapan rata-rata, per hektar, dapat diambil analisis sebagai berikut (Tabel 3.1.):
- Sebanyak 4561 KK rata-rata akan kehilangan pendapatan sebesar Rp 5.445.000,00 per tahun
dari kegiatan budidaya lahan sawah.
- Sebanyak 611 KK rata-rata akan kehilangan pendapatan sebesar Rp 3.898.800,00 per tahun
dari kegiatan budidaya lahan kebun/tegalan.
- Sebanyak 4231 KK rata-rata akan kehilangan pendapatan sebesar Rp. 2.934.900,00 per tahun
dari kegiatan budidaya lahan pekarangan.
Kriteria kelompok rentan berdasarkan keriteria Bank Dunia dan Asian Development Bank
(ADB) yang digunakan dalam Studi Rencana Tindak Pembebasan Lahan Waduk Sadawarna
adalah a) Aspek demografi yaitu warga lanjut usia lebih dari 70 tahun. b) Perempuan berstatus
kepala rumahtangga. c) Aspek ekonomi yatu kelompok miskin dan d) penyandang cacat.
1
Jumlah KK terkena dampak 789 KK, tetapi banyak yang memiliki jenis lahan budi daya lebih dari satu
Bab 3. Prakiraan Dampak III - 3
Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Waduk Sadawarna
Tabel 3.2. Analisis Perbandingan Dampak Positif dan Dampak Negatif dari
Kegiatan Pertanian
Di wilayah terkena dampak pembebasan untuk waduk : 178,46 Ha sawah, 74,73 ha kebun,
dan 14,62 ha pekarangandibebaskan melalui pengadaan lahan. Total sawah, kebun, dan
pekarangan yang dubebaskan adalah 267,83 Ha. Total kehilangan pendapatan dari hasil
budidaya pada lahan tersebut adalah Rp 5,024 milyar/ tahun. Jumlah masyarakat terkena
dampak adalah 695 KK.
Di wilayah penerima manfaat waduk : dapat mengairi pertanian irigasi teknis seluas 6.000
hektar, di Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang, Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang,
Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang, dan Kecamatan Haurgeulis Kabupaten
Indramayu. Produktivitas tahunannya pada wilayah ini diprediksi meningkat dari semula
rata-rata 1,5 kali panen pertahun menjadi tiga kali panen pertahun. Jumlah petani yang
terkena damapk adalah 19.800 KK, dan Total pendapatan dari kegiatan budidaya sawah di
wilayah pemanfaat adalah Rp 148,5 milyar / tahun.
Besar ganti rugi yang diinginkan masyarakat adalah mengikuti harga pasaran, yaitu berkisar
antara Rp. 10.000,- /m2 sampai dengan Rp. 1.000.000,-/m2.
Selain merujuk pada pesan leluhur, terutama bagi penduduk yang bermukim di desa-desa
wilayah studi yang ada di Kab. Sumedang (Surian, Suria Medal dan Tanjung), penamaan nama
Bendung Sadawarna dianggap mengecilkan peran pengorbanan mereka yag telah “merelakan”
sebagian lahan mereka tergenang untuk terwujudnya genangan ini. Penamaan Situ
Sipatahunan merapkan nama yag netral namun akan memperkuat identitas sosial meraka
sebagai ‘penduduk asli ‘(pituin) yang eksis dalam lingkaran kosmologi hutan, taah dan air
yang ada di sekitar mereka.
Selama tahap perencanaan pekerjaan, nama Bendungan/ Waduk “Sadawarna” perlu terus
dipertahankan karena penggantian nama akan menyulitkan birokrasi kajian/penganggaran
selanjutnya di timgkat pemerintahan/kementerian karena mengesankan waduk baru/waduk
yang berbeda, sementara serangkaian studi-studi sebelumnya sudah dilakukan mengguankan
nama Waduk Sadawarna. Dengan demikian pemrakarsa baru dapat memenuhi harapan
penggantian nama bendungan setelah bendungan selesai dibangun dan memasuki tahap
operasional.
Tabel 3.3. Prediksi Jumlah Peziarah Dengan dan Tanpa Keberadaan Bendungan
Sadawarna
Dengan dan Tanpa
Tanpa Keberadaan
Parameter Keberadaan Bendungan
Bendungan Sadawarna
Sadawarna
Jumlah peziarah per bulan 50 orang*) 0 orang
Sumber : *) hasil wawancara dengan Kuncen Makam Sadawarna, 2014
Indramayu, Majalengka dan Cirebon. Tidak ada data tertulis mengenai jumlah pengunjung
makam, tetapi dapat diperkirakan jumlahnya sekitar 50 orang dalam setiap bulannya.
Dengan demikian dampak ini adalah dampak negatif penting (-P).
b. Luas wilayah penyebaran dampak
Luas wilayah makam yang dibebaskan adalah sekitar 500 m2. Luasan tersebut dinilai kecil
sehingga luas wilayah penyebaran dampaknyabersifat negatif tidak penting (-TP).
c. Intensitas dampak dan lamanya dampak berlangsung
Waktu berlangsungnya kegiatan pembebasan lahan dapat berlangsung sampai tahap
operasional, dengan demikian dampak ini juga merupakan dampak negatif penting (-P).
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
Komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak adalah timbulnya konflik sosial
dan gangguan kamtibmas, dengan demikian dinilai sebagai dampak negatif penting (P).
e. Sifat kumulatif dampak
Dampak berupa keresahan masyarakat dan konflik sosial bersifat kumulatif, dengan
demikian dampak dinilai sebagai dampak negatif penting (-P).
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Dampak konflik sosial dapat berbalikmelalui pengelolaan, dengan demikian termasuk
dampak negatif penting yang perlu dikelola (-P).
Dengan demikian ditinjau dari 5 komponen penentu sifat dampak, maka dampak konflik sosial
merupakan dampak negatif penting (-P)
Dari hasil survei mengenai pesepsi masyarakat, bagi penduduk yang mendukung kegiatan
pembangunan Bendungan Sadawarna, sebanyak 20,21% berpendapat bahwa pembangunan
Sadawarna akan menimbulkan peluang pekerjaan. Peluang kerja dimaksud adalah jenis
pekerjaan pada saat konstruksi, baik sebagai tenaga kerja kasar maupun yang memerlukan
keterampilan khusus.
Berdasarkan Tabel 2.34. yang memuat jenis pekerjaan penduduk di wilayah studi, kebutuhan
proyek untuk keahlian pertukangan lokal (keahlian bangunan/tukang) tersedia sejumlah 577
KK, sementara yang dibutuhkan proyek adalah dari 281 orang. Sementara potensi buruh tani
yang kehilangan pekerjaan karena lahannya terbebaskan sebanyak 124 KK.Dengan demikian
kebutuhan proyek untuk tenaga kerja lokal memungkinkan untuk terpenuhi dari masyarakat di
wilayah studi.
Analisis kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Adapun terkait dengan adanya tenaga kerja proyek akan tumbuh kegiatan multiplier effect
berupa warung-warung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ataupun makaman/minuman
bagi para pekerja, disamping untuk memenuhi kebutuhan bahan/material konstruksi. Hal ini
berdampak penting bagi kegiatan ekonomi masyarakat karena jumlah tenaga kerja
proyek/konstruksi cukup besar (429 orang).
Berdasarkan hasil survey kuesioner (325 responden atau Kepala Keluarga), peminatan
responden terhadap peluang usaha/kerja yang terbuka pada masa kegiatan konstruksi sangat
tinggi (61%), sementara sisanya menyatakan tidak berminat (23%) dan bersikap ragu-ragu
(8%). Dari responden yang menyatakan berminat terhadap terbukanya peluang usaha,
mayoritas (60%) berminat untuk usaha warung makan, usaha jasa kontrakan rumah bagi
pekerja konstruksi (15%) dan usaha jasa angkutan ojeg (7%)serta usaha lainnya (17%).
Berdasarkan hasl survei Tingkat kesejahteraan rumahtangga yang mengacu pada standar
kemiskinan darai Badan Pusat Statistik, maka diketahui bahwa sebanyak 10,11% kelompok
penduduk yang lahannya sudah dibebaskan tregolong penduduk miskin dan sebagian besar
sebanyak 89,88% berada dalam kelompok cukup .
Berdasarkan hasl survei tingkat kesejahteraan rumahtangga yang mengacu pada standar
kemiskinan darai Badan Pusat Statistik, maka diketahui bahwa sebanyak 10,67% penduduk
terkatagori buruh bangunan dengan penghasilan rendah (pendapatan perkapita perbulan
dibawah Rp. 294.750,- (Tabel 2.45),dan dapat dikatagorikan sebagai kelompok miskin.
Prakiraan besarnya pendapatan dari kegiatan ini adalah berdasarkan standar upah satuan
Provinsi Jawa Barat tahun 2012 seperti yang disajikan pada Tabel 3.5.
A. Besaran Dampak
Adanya peningkatan jumlah manusia yang bermukim di sekitar tapak proyek khususnya pada
base camp pekerja akan menghasilkan buangan limbah padat dan cair yang perlu dikelola agar
tidak menurunkan kulitas sanitasi lingkungan berupa pencemaran tanah, pencemaran air tanah,
dan pencemaran air sungai. Prediksi dampak dihitung berdasarkan asumsi adanya buangan cair
Limbah Padat
Aktivitas domestik pekerja akan menimbulkan limbah padat yang perlu dikelola agar tidak
menurunkan kulitas sanitasi lingkungan berupa pencemaran tanah, pencemaran air tanah, dan
pencemaran air sungai. Prediksi dampak dihitung berdasarkan asumsi 1 orang pekerja
menimbulkan limbah padat sebesar 2 liter/hari, maka kuantitas limbah padat yang dihasilkan
dari aktivitas pekerja adalah 2 liter/hari x 429 pekerja = 858 liter/hari, atau 0,858 m3/hari.
Dengan demikian maka adanya proyek pembanguan Waduk Sadawarna akan memberikan
tambahan limbah padat domestik sebesar 0,858 m3/hari di wilayah studi.
Air tanah yang menjadi sumber air minum penduduk diprediksi tidak akan mengalami
pencemaran yang signifikan, karena muka air tanah cukup dalam (35–50 meter),
memungkinkan tanah setempat mengadsorpsi pencemar organik tersebut. Sedangkan air
Sungai Cipunegara berpotensi tercemar, terutama intake air baku air minum perumahan
karyawan PT Dahana yang terletak + 800 meter dari rencana lokasi basecamp pekerja
konstruksi bendungan, berpotensi mengalami peningkatan konsentrasi organik (BOD dan COD),
fosfat, NO3-N (Tabel 3.6). Peningkatan konsentrasi parameter tersebut disimulasikan untuk
kondisi debit rata-rata (19,845m3/dt ) dan debit minimum (Q 80% sebesar 5,779m3/dt dan Q
90% sebesar 3,532m3/dt).Akibat peningkatan konsentrasi BOD, fosfat dan NO3-N, pada musin
kemarau (Q 90%) konsentrasi BOD akan meningkat menjadi 22,36 mg/l, fosfat menjadi sebesar
0,25 mg/l, NO3-N sebesar 3,15 mg/l.
Pada kondisi dengan proyek, konsentrasi BOD akan tetap melampaui baku mutu, sementara
fosfat yang semula (tanpa proyek) tidak melampaui baku mutu, maka selama tahap konstruksi,
di musim kemaran, akan melampaui baku mutu perairan kelas 2. Sementara NO3-N tdak akan
melampaui baku mutu baik pada kondisi debit rerata maupun debit minimum (kemarau).
Selain penigkatan BOD, NH3-N, dan fosfat, limbah domestik juga diprediksi akan meningkatkan
jumlah coliform/ coli fecal dalam badan air sebagai indikator keberadaan mokroorganisma
patogen.
Tabel 3.6. Potensi Beban dan Debit Limbah Cair Domestik yang dihasilkan Pekerja Konstruksi Bendungan Sadawarna
S 365 w
E (0,81s)
30 365
Dimana :
E : Faktor emisi dari resuspensi debu
s : Silt content ( dimasukkan angka 20 % untuk kondisi jalan tidak beraspal, dengan
pertimbangan memperhitungkan risiko tertinggi ketika jalan sudah rusak)
w : Jumlah hari tidak hujan dalam satu tahun, diambil angka 125 hari sesuai informasi pada
rona lingkungan awal di Tabel 2.2.
S : Kecepatan kendaraan, diambil asumsi 20 km/jam
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa faktor emisi debu (E) adalah 0,071. Untuk
menghitung konsentrasi debu di udara ambien, maka faktor emisi tersebut dimasukkan ke
dalam persamaan Gaussian sebagai berikut :
2
=
Dimana :
2 , . . Q = laju emisi , yang didapat dari Faktor Emisi x
(jumlah kendaraan/jam/kecepatan kendaraan)
σy = koefisien disversi horizontal (m)
σy = koefisien disversi vertikal(m)
Prediksi peningkatan konsentrasi debu pada tahap konstruksi masui memenuhi baku mutu
udara ambien yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No No 41 tahun 1999tentang
Pengendalian Pencemaran Udarauntuk parameter debu sebesar 230 g/Nm3 untuk lama
pemaparan 24 jam dan 90 g/Nm3 untuk lama pemaparan 1 tahun,
Tabel 3.7. Prediksi Peningkatan Konsentrasi Partikulat (TSP) dari KendaraanPengangkut Material Pada Tahap Konstruksi
JUMLAH 4 km
Dengan demikian ditinjau dari 6 komponen penentu sifat dampak, maka dampak penuruan
kualitas udara dari parameter debu merupakan dampaknegatif tidak penting (-TP).
Dengan demikian ditinjau dari 6 komponen penentu sifat dampak, maka dampak peningkatan
prevalensi penyakit ISPAmerupakan dampak negatif tidak penting (-TP).
kebisingan di atas. Ldn adalah nilai rerata kebisingan dalam satu hari. Rumus mencari Ldn adalah
sebagai berikut (Lord, Gatley and Evenson):
∑ 10 ,
= 10 log × $%
86400
dimana:
Wi = faktor bobot
LAi = Kebisingan rata-rata (dBA)
T = waktu interval: (detik/jam)
Pada kajian ini nilai untuk faktor bobot adalah sebesar 12/24 atau 0,66. Dengan asumsi
pengoperasian kendaraan penyebab bising sebesar 12 jam dalam satu hari kerja. Sedangkan
waktu interval adalah waktu terjadinya kebisingan dalam rentang 12 jam tersebut. Asumsi yang
digunakan adalah untuk satu kali ritasi membutuhkan waktu 1 menit, sehingga untuk 190 – 224
ritasi dibutuhkan waktu 190 – 224 menit. Total waktu kendaraan beroperasi per hari adalah 12
jam sehingga diperoleh total waktu terjadinya kebisingan sebesar 950 detik/jam sampai dengan
1.120 detik/jam.
Persamaan perjumlahan tingkat bising dari latar belakang/rona lingkungan awal tanpa proyek
dengan penambahan kebisingan dari kendaraan dengan menggunakan persamaan:
10P1 P2
10
P 10 log 10 10
Dimana:
P = Kebisingan total
P1 =Kebisingan 1 (rona lingkungan awal)
P2 =Kebisingan 2 (kontribusi kebisingan dari proyek)
Maka dari penggunaan persamaan tersebut diperoleh bahwa nilai kebisingan di ruas jalan
terkena dampak tersebut seperti yang digambarkan pada Tabel 3.8.
Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat bising yang diperkenankan KEP-
48/MENLH/11/1996 adalah + 3 dBA dari nilai tingkat bising yang tercantum dalam tabel Baku
Tingkat Kebisingan di peraturan tersebut, maka kebisingan setelah proyek yang bernilai 55,22
dBA - 55,30dBA (lihat Tabel 3.8.) masih memenuhi baku tingkat bising untuk lingkungan
permukiman (55 dBA).
Jumlah Ruas Jalan Panjang Kelas Jalan Tingkat waktu Kebisingan Kebisingan Dengan Baku tingkat
Ritasi Jalan bising interval Tanpa Proyek Proyek kebisingan
kendaraan (detik/ Kebisingan Kontribusi Kontribusi Angka
(sumber jam) Rona kebisingan kebisingan Kebisingan
bising)dBA Lingkungan kendaraan(L kendaraan Total *)
Awal*) dn) **) (Ldn) *)
224 per Segmen A. 2 km Jalan sebagian 80 1120 46,29 58,12 55,30 55 dBA
hari Cijambe – batu dan 50% peruntukan
selama Songom - Jalan sebagian sudah perumahan
2,5 th Desa Tanjung beraspal. 50% dan
Kec. Cibogo, kondisi rusak permukiman.
Kab Subang 54,71922 Berdasarkan
190 per Segmen B. 2 km Jalan perkerasan 80 950 50,16 56,99 55,22 Kep-
hari Jalan Desa batu/pasir, 20% 48/MENLH/1
selama Sadawarna, sudah beraspal, 1/1996
Kec. Surian , 80% tentang Baku
2,5 th
Kab Sumedang Tingkat
53,59726 Kebisingan
*) Kebisingan yang terdengar dari jarak 50 ft (15,24 meter) dari ruas jalan
**) Kebisingan yang terdengar dari jarak 50 ft (15,24 meter) dari ruas jalan
Dengan demikian ditinjau dari 6 komponen penentu sifat dampak, maka dampak
peningkatan kebisingan merupakan dampaknegatif tidak penting (-TP).
Dampak terhadap kualitas jalan bersumber dari ritasi kendaraan pengangkut material yang
akan melalui jalan akses berupa jalan raya eksisting yang sehari-hari digunakan masyarakat
sebagai sarana aksesibilitas seperti yang tercantum pada Tabel 1.9.
Perhitungan sisa umur rencana jalan didasarkan padafaktor perusak beban sumbu
kendaraan (vechicle damage factor). Beban lalu lintas yang diperlukan dalam merencanakan
struktur perkerasan jalan adalah jumlah total pengulangan beban sumbu standar ekivalen
yang akan diperkirakan akan lewat pada jalur rencana yang sedang direncanakan selama
masa layan. Konstruksi perkerasan jalan direncanakan dengan sejumlah repetisi beban
kendaraan dalam satuan Standard Axle Load (SAL) sebesar 18.000 lbs atau 8,16 ton untuk As
tunggal roda ganda (singel axle dual wheel) (Sukirman, 1999).
Formulasi perhitungan angka ekuivalen (E) yang diberikan oleh Bina Marga adalah sebagai
berikut.
Sisa umur rencana adalah konsep kerusakan yang diakibatkan oleh jumlah repetisi beban lalu
lintas dalam satuansatuan Equivalent Standard Load (ESAL) yang diperkirakan akan melintas
dalam kurun waktu tertentu (AASHTO,1993). Perhitungan persentase umur sisa rencana
menggunakan rumus :
Adapun jaringan jalan yang ditinjau dampak terhadap sisa umur rencana adalah sebagai
berikut :
1. Segmen A : Kp. Songom Desa Tanjung Kec. Surian Kab. Sumedang, dengan pertimbangan
ruas jalan tersebut merupakan akses pengangkutan :
batu kali, pasir beton, split, rip rap (Dari Sungai Cipunegara)
tanah urug dari borrow area 1
Dengan jumlah ritasi 224/hari
2. Segmen B : Jalan PT Dahana di Dusun Dukuh dua Kec. Cibogo Kab. Subang, dengan
pertimbangan ruas jalan tersebut merupakan akses pengangkutan :
Dari hasil observasi awal di lapangan, kondisi jalan di Segmen B (Dusun Dukuh satu, Desa
Sadawarna, Kec Cibogo, Kab Subang), yang selama 2,5 tahun akan dilalui rata-rata sebanyak
190 ritasi /hari, merupakan jalan perkerasan batu dengan kualitas rusak.
Sedangkan kualitas jalan Segmen A (Dusun Songgom, Desa Tanjung, Kec Surian, Kab
Sumedang), yang selama 2,5 tahun akan dilalui rata-rata sebanyak 224 ritasi/hari,
merupakan jalan perkesaran batu dengan kondisi rusak, hanya beberapa bagian yang
ditingkatkan perkerasannya.
Sementara kualitas jalan segmen 1 dan 2 belum dipersiapkan untuk kendaraan berat (dump
truck 5m3), dan kegiatan akan berjalan dalam jangka waktu 2,5 tahun dengan ritasi tinggi
(190 s/d 224 ritasi/per hari), maka akan banyak mempengaruhi penurunan kualitas jalan,
sehingga dampak terhadap kerusakan jalan memiliki magnitude yang besar.
Gambaran dampak terhadap sisa umur rencana pada jalan yang akan dilalui kendaraan
pengangkut alat dan material konstruksi disampaikan pada Tabel 3.9. Dalam perhitungan
sisa umur rencana ini dapat dilihat untuk Segmen 1 dan Segmen 2 tidak memiliki sisa umur
rencana hal ini disebabkan kondisi jalan saat ini yang dalam kondisi rusak dengan perkerasan
yang sebagian aspal dan sebagian lagi jalan batu.
Tabel 3.9. Perhitungan Sisa Umur Rencana Ruas Jalan di Sekitar Lokasi Bendungan
Pada Tabel 3.9.dapat dilihat bahwa dengan adanya ritasi bahan bangunan bendungan terjadi
penurunan masa layan dari jalan provinsi dimana % Sisa Umur Rencana sebesar 48,1%.
Sedangkan pada jalan segmen 1 dan segmen 2 saat ini sudah tidak memiliki sisa umur
rencana disebabkan jalan dan pada saat masa konstruksi sisa umur rencana negatif (-).Agar
jalan tersebut dapat tetap mantap kondisinya perlu dilakukan penanganan (selama masa
konstruksi).
menyebabkan kerusakan jalan sepanjng 4 km, sehingga dampak untuk segmen ini
merupakan dampak negatif penting (-P).
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Lama berlangsung dan intesitas dampak adalah selama tahap konstruksi
(2,5tahun).Dengan demikian dampak dikategorikan sebagai dampak negatif penting (-P).
A. Besaran Dampak
Dampak terhadap keresahan masyarakat merupakan dampak sekunder/tersier daritiga
aliran dampak primer yaitu penurunan kualitas udara (peningkatan debu), kerusakan jalan,
kebisingan.
Hasil prediksi dampak dari dampak-dampak primer dan sekunder tersebut memberikan hasil
sebagai berikut :
a. Penurunan kualitas udara (peningkatan debu) merupakan dampak tidak penting
b. Kebisingan merupakan dampak tidak penting
c. Peningkatan prevalensi penyakit ISPA dari dampak primer penurunan kualitas udara
merupakan dampak tidak penting
d. Kerusakan jalan merupakan dampak penting untuk ruas sebagai berikut :
Segmen A : Kp. Songom Desa Tanjung Kec. Surian Kab. Sumedang,
Segmen B : Jalan PT Dahana di Dusun Dukuh dua Kec. Cibogo Kab. Subang,
Dengan demikian, sumber dari keresahan masyarakat terutama adalah dari dampak
kerusakan jalan.
Hasil telaahan melalui kuesioner mengenai kecemasan masyarakat mengenai proyek, hanya
2% responden yang mencemaskan timbul polusi udara dan bising akibat lalu lalang
kendaraan pengangkut material dan alat berat. Sebagian besar kecemasan masyarakat lebih
berfokus kepada proses ganti rugi lahan terbebaskan. Tetapi walaupun demikian, dampak
keresahan masyarakat akibat kerusakan jalan, yang bersumber dari dampak primer berupa
kebisingan akibat lalu lalang kendaraan pengangkut alat berat dan material akan
mempengaruhi sikap dan persepsi negatif masyarakat terhadap proyek.
Di kebun jati untuk kategori pohon didominasi oleh Jati (Tectona grandis), jenis pohon
lainnya adalah termasuk ke dalam jenis penghasil kayu, yaitu Albasiah (Paraserianthes
Falcataria) yang berasosiasi dengan Lamtoro (Leucaena glauca). Sedangkan jenis-jenis
tanaman yang dibudidayakan di sawah yaitu padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays) dan
kedelai (Soja max), dsb. Pada pematang sawah dijumpai beberapa jenis tanaman pangan
seperti : ketela pohon (Manihot utilissima), ketela rambat (Ipomoea batatas), talas (Colocasia
esculenta), terung (Solanum melongena) dan kacang panjang (Vigna unguiculata).
Untuk kategori pohon di tipologi kebun campuran dan pekarangan didominasi oleh mangga
(mangifera indica), Nangka (Artocarpus heterophyllus), pisang (Musa paradisiaca), pepaya
(Carica papaya), kelapa (Cocos nucifera), dan Albasiah (Paraserianthes Falcataria).
Bagian tepi Sungai Cipunagara merupakan habitat peralihan antara habitat perairan dan
habitat darat. Pada bagian tepi sungai yang terjal tumbuh bermacam-macam tumbuhan
terna, perdu dan semak sedangkan pada tepi sungai yang landai dan masih terpengaruh
banjir didominasi oleh jenis rumput-rumputan. Pada tepi sungai yang bertanggul dijumpai
jenis-jenis tumbuhan semak, terna dan perdu diantaranya yaitu :Kirinyuh (Eupathorium
innulifolium), Teklan (Eupatorium riparium), seruni (Wedelia biflora), Harendong (Clidemia
hirta), Saliara (Lantana camara), Alimusa (Mimosa invisa), Jarong (Stachytarpheta indica)
dan lain-lain.Pada bagian tepi sungai yang datar dan basah serta delta muara sungai
dijumpai tumbuhan rumput-rumputan diantaranya yaitu :Gelagah (Saccharum spontaneum),
Alang-alang (Imperata cylindrica), Hahayaman (Paspalum conjugatum), papayungan
(Cyperus cyperoides), Jukut pait (Axonopus compressus), tumbaran/panon munding
(Fimbristylis littoralis), paku-pakuan diantaranya yaitu : Paku resam (Gleichenia linearis),
Paku tanah (Nephrolevis exaltata) danPakis rawa (Ceratopteris thalictroides).
Dari hasil pengamatan di wilayah studi tidak ditemukan adanya jenis tumbuhan yang
dilindungi berdasarkan peraturan perundangan baik nasional maupun internasional.
Flora teresterial di wilayah studi merupakan habitat utama bagi fauna teresterial, baik di
dalam mencari makan, tempat berkembang biak, dan berlindung. Dengan hilangnya habitat
tersebut, maka akan menyebabkan terganggunya fauna teresterial.
Jumlah penduduk yang akan terkena dampak kerapatan flora teresterial terutama adalah
adalah masyarakat yang berada pada wilayah studi yang jumlahnya 2.895 orang (Tabel
1.3). Dengan demikian dampak dikategorikan sebagai dampak penting (P).
b. Luas wilayah penyebaran dampak
Dampak terhadap penurunan kerapatan jenis flora teresterial akibat kegiatan pengisian
awal bendungan cukup luas yakni sebesar 693,943 ha, sehingga luas wilayah penyebaran
dampak cukup signifikan maka dampak dinyatakan sebagai dampak negatif penting (P).
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Dampak berlangsungnya kegiatan yaitu selamakegiatan operasional berlangsung dan
intensitas dampak tinggi, dengan demikian dampak dikategorikan sebagai dampak
penting (P).
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
Dampak terhadap hilangnya vegetasi di tapak genangan (waduk) yang merupakan habitat
utama bagi fauna teresterial akan menyebabkan terganggunya habitat fauna teresterial.
Berdasarkan data yang diperoleh dari rona lingkungan, terdapat fauna teresterial yang
statusnya dilindungi berdasarkan peraturan perundangan nasional maupun internasional.
Dengan demikian dampak dikategorikan sebagai dampak negatif penting (-P).
e. Sifat kumulatif dampak
Kehilangan tegakan ini dampaknya bersifat kumulatif sehingga dampak dikategorikan
negatif penting (-P).
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Kehilangan tegakan ini dampaknya bersifat tak terbalikkan sehingga dampak
dikategorikan negatif penting.(-P).
Berdasarkan uraian di atas maka dampak kegiatan penggenangan awal bendungan terhadap
penurunan keanekaan jenis flora dikategorikan sebagai dampak negatif penting (-P).
Hilangnya habitat eksisting dari satwa liar yang menghuni tapak bendung akan menurunkan
jumlah populasi jenis di wilayah studi. Terdapat sebanyak 13 jenis avifauna yang dilindungi
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia dan sebanyak 2 jenis termasuk dalam
apendik II CITES(Tabel 2.23). Sebanyak 2 jenis mammalia yang memiliki nilai konservasi
sangat penting(Tabel 2.25), yaitu Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinerea) dan jenis
Berang-berang bulu licin (Lutrogale perspicillata).Sebanyak 1 jenis reptil mempunyai nilai
konservasi, yaitu ular sanca kembang (Python reticulatus) yang termasuk dalam apendiks II
CITES, artinya jenis ini dianggap langka, tetapi masih dapat dimanfaatkan secara terbatas,
antara lain melalui sistem penjatahan (kuota) dan pengawasan.
Walaupun dapat berpindah ke lokasi yang lebih tinggi, aman, dan sama tipe habitatnya akan
tetapi tidak mudah bagi beberapa jenis satwa liar untuk beradaptasi di lokasi yang baru.
Hilangnya habitat bersarang satwa liar akibat dari adanya genangan akan sangat
berpengaruh terhadap ekosistem secara keseluruhan, sehingga terjadi penurunan populasi
jenis satwa liar.
Dengan berpindahnya fauna ke tempat yang lebih tinggi maka kelimpahan populasi dan
keanekaragaman jenis di luar area genangan akan meningkat, sehingga tingkat kompetisi di
area tersebut akan semakin tinggi, baik di dalam mencari makan, bersarang atau
berkembangbiak, dan berlindung.
Berdasarkan uraian di atas maka dampak penurunan stabilitas lereng akibat penggenangan
waduk dikategorikan sebagai dampak negatif penting (-P).
Tujuan/keperluan bepergian ke luar desa sebagian besar (67 %) adalah untuk kepentingan
ekonomi, yang terdiri dari bekerja (23,35 %), Belanja untuk keperluan pertanian (13,17 %),
Belanja untuk barang dagangan (14,97 %), Belanja barang untuk pemenuhan konsumsi
(15,57 %). Sementara sisanya adalah untuk sekolah dan kepentingan sosial.
Dengan demikian dampak terputusnya aksesibiltas masyarakat akibat tergenangnya akses
jalan dan jempatan memiliki magnitude yang besar.
A. Besaran Dampak
Kegiatan penggenangan area Waduk Sadawarna akan menyebabkan berkurangnya sebagian
air Sungai Cipunagara ke bagian hilir karena digunakan untuk mengisi waduk, sehingga
berpengaruh kepada pasokan air irigasi di daerah hilir.
Saat pengisian awal waduk, air Sungai Cipunagara akan tertahan pada Waduk Sadawarna
sampai dengan ketinggian air melebihi ketinggian mercu bendung pada elevasi +87 meter.
Tetapi debit untuk maintenance tetap akan dialirkan ke bagian hilir bendungan melalui
terowongan pengelak, yaitu sebesar 5% dari debit rata-rata, dengan debit rata-rta sebesar
19, 845 m3/dt., maka debit untuk maintenance adalah 0,992 m3/dt. Debit tersebut berasal
dari DAS Cipunegara Hulu.
Berdasarkan gambar DAS Cipunagara memiliki luas total 1203,14 km2 dengan panjang
sungai Cipunegara 147,285 km. DAS Cipunegara memiliki 5 sub DAS (Tabel 3.12).
Waduk Sadawarna berada pada DAS Cipunegara Hulu. Di bagian hililr waduk Sadawarna,
Sungai Cipunegara diisi oleh 4 DAS yaitu DAS Cipunegara Hilir, DAS Cigadung, DAS Cilamatan,
dan DAS Cikandung.
Beberapa kegiatan yang akan memerlukan air baku yang berasal dari DAS Cipunegara antara
lain adalah :
a) Kebutuhan air domestic, perkotaan dan industri (DPI)
Beberapa daerah yang Kebutuhan Air Bakunya berasal dari dari Sungai Cipunegara
akan terganggu akibat terputusnya pasokan selama pengggenangan awal Waduk
Sadawarna.
Data pengambilan air baku dari Sungai Cipunegara yang tercatat dalam data BBWS
Citarum adalah pada Bendungan Sadawarna, sebesar 0,62 m3/dt, pada Bendung
Salamdarma. Diluar data tersebut kemungkin ada pengambilan air baku oleh
masyarakat , yang tidak tercatat. Beberapa kecamatan yang berada pada sisi
Cungai Cipunegara adalah sebagai berikut :
5 Kecamatan di Kab Subang, yaitu :
- Kec Cibogo
- Kec Cipunegara
- Kec Compreng
- Kec Pusakajaya
- Kec Pusakanegara
-
Dan 4 Kecamatan di kab indramayu, yaitu :
- Kec. Sukra
- Kec. Anjatan
- Kec. Haurgeulis
- Kec. Gantar
b) Kebutuhan air irigasi
Sungai Cipunegara mensuplesi Saluran Irigasi Tarum Timur pada Bendung
Salamdarma untuk mengairi areal irigasi teknis sebesar 38.188 Ha di wilayah
Indramayu.
c) Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai
Debit untuk maintenance tetap akan dialirkan ke bagian hilir waduk melalui terowongan
pengelak, yaitu sebesar 5% dari debit rata-rata, dengan debit rata-rta sebesar 19 m3/dt.,
maka debit untuk maintenance adalah 0,992 m3/dt. Debit sebesar itu akan mengalir ke
bagian hilir sampai dengan pertemuan dengan anak sungai lainnya (Sungai Cikandung,
Sungai Cigadung, Sungai Cilamatan, Sungai Cipunagara hilir, dan Sungai Cikandung).
dengan Gambar 2.11. Resume debit puncak hidrograph banjir hasil perhitungan program
HEC-HMS jika dibandingkan dengan hasil perhitungan metoda Nakayasu, Snyder-Alexeyev,
Snyder-SCS, Gama-1, ITB-1 dan ITB-2 ditunjukan pada Tabel 2.8.
Berdasarkan data bendungan yang disajikan pada bab 1, diketahui bahwa volume bruto
waduk dengan elevasi pelimpah (Full Supply Level) kondisi normal pada + 87 m adalah
49.178 juta m3
Sehingga perkiraan lamanya penggenangan dengan perhitungan menggunakan data debit
rata-rata atau debit periode ulang 2 tahun dan volume bruto waduk di atas adalah 1,65
tahun atau 19,8 bulan. Dengan demikian dapat disimpulkan lamanya penggenangan akan
memakan waktu kurang lebih 20 bulan. Jadi selama kurang lebih 20 bulan tersebut, aliran
Sungai Cipunegara yang dikeluarkan oleh terowongan pengelak adalah sebesar 3,532m3/dt
debit andalan 90%.
DAS CIPUNAGARA
HILIR KABUATEN SUBANG
KABUATEN SUBANG
Ka ra n g te n g a h
Saluran Irigasi
Tarum Timur
G
UN
AD
IG
S. C
DAS CIGADUNG
Intake air baku
AN
AT
PT Dahana
AM
IL
S. C
C
A
AR
S.
AG
IKA
U N Lokasi Waduk
IP
ND
S. C
Sadawarna
UN
G
DAS CILAMATAN
S. C
IG A
E
AM
L
IL
AGA
C
S.
DAS CIKANDUNG
180
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Probability (%)
120.00
Qav-Comp
Qav-Obs
100.00
80.00
Qave (m3/s)
60.00
40.00
20.00
0.00
Jan-1
Jan-2
Feb-1
Feb-2
Mar-1
Mar-2
Apr-1
Apr-2
Mei-1
Mei-2
Jun-1
Jun-2
Jul-1
Jul-2
Ags-1
Ags-2
Sep-1
Sep-2
Nop-1
Nop-2
Des-1
Des-2
Okt-1
Okt-2
120.00
Q80-Comp
Q80-Obs
100.00
80.00
Qave (m3/s)
60.00
40.00
20.00
0.00
Jan-1
Jan-2
Feb-1
Feb-2
Mar-1
Mar-2
Apr-1
Apr-2
Mei-1
Mei-2
Jun-1
Jun-2
Jul-1
Jul-2
Ags-1
Ags-2
Sep-1
Sep-2
Nop-1
Nop-2
Des-1
Des-2
Okt-1
Okt-2
Gambar 3.4. Q80 Perhitungan dan Pengamatan di AWLR Kiara Payung
Sumber : Finalisasi Desain dan Penyelidikan Geologi Teknik Waduk Sadawarna, 2012
120.00
Q90-Comp
Q90-Obs
100.00
80.00
Qave (m3/s)
60.00
40.00
20.00
0.00
Jul-1
Jul-2
Sep-1
Sep-2
Jan-1
Jan-2
Feb-1
Feb-2
Mar-1
Mar-2
Apr-1
Apr-2
Mei-1
Mei-2
Jun-1
Jun-2
Ags-1
Ags-2
Okt-1
Okt-2
Nop-1
Nop-2
Des-1
Des-2
Analisis besarnya debit sungai yang tetap akan dialirkan untuk maintenance sungai
disajikan pada uraian berikut : Gambar 3.2. sampai dengan Gambar 3.5. menggambarkan
hasil perhitungan debit andalan yang merupakan interprestasi data ketersediaan air pada
sungai utama baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
Qrata-rata menunjukkan rata-rata debit aliran yang terjadi di hulu waduk dalam satu tahun,
Q 80% merupakan besarnya 80 % debit yang terpenuhi dalam sungai tersebut dalam satu
tahun, Q 90% merupakan besarnya 90 % debit yang terpenuhi dalam sungai tersebut dalam
satu tahun.
Resume debit ketersediaan / debit andalan berdasarkan grafik pada Gambar 3.2. sampai
dengan Gambar 3.5 adalah sebagai berikut:
Di hilir waduk, untuk maintenance sungai ditetapkan sebesar 5% dari debit rata-rata yaitu
sebesar 0,992 m3/s. Maintenance ini untuk pemeliharaan biota di sekitar sungai. Dengan
demikian magnitude dampak untuk biota sungai kecil.
Penggenangan kawasan bendungan seluas 693,943ha dengan volume 72,881 m3, akan
merubah ekosistem air mengalir menjadi ekosistem air tidak mengalir, serta terjadinya
stratifikasi air berdasarkan kedalaman. Dasar bendungan diprakirakan akan dihuni oleh
benthos yang tahan terhadap kondisi mikroaerofil hingga anaerob, dan yang tidak tahan
terhadap kondisi demikian akan berada di tepi waduk yang relatif dangkal.
Untuk plankton dengan aerasi yang kecil, yang bertahan adalah yang toleran terhadap
kandungan DO yang rendah. Perubahan ini akan mempengaruhi populasi dan komposisi jenis
pada trofi diatasnya seperti ikan.
Berdasarkan data primer tahun 2014 hasil analisis plankton benthos yang dilakukan
Laboratorium Ekologi PPSDAL Unpad, di perairan lokasi studi telah ditemukan sebanyak 35
jenis plankton yang terdiri dari 21 jenis fitoplankton dan 14 jenis zooplankton. Sedangkan
untuk jenis benthos ditemukan sebanyak 9 jenis. Indeks keanekaragaman jenis Simpson
untuk plankton di perairan wilayah studi berkisar antara 0,790 (Stasiun 2) sampai dengan
0,804 (Stasiun 1). Sedangkan indeks keanekaragaman jenis Simpson untuk benthos berkisar
antara 0,657 (Stasiun 1) sampai dengan 0,720 (Stasiun 3). Berdasarkan indeks
keanekaragaman jenis Shannon & Wiener, plankton dan benthos di wilayah studi dapat
dikategorikan sebagai perairan yang cukup memiliki daya dukung bagi kelangsungan
keberadaan biota perairan. Dengan adanya kegiatan operasional dan pemeliharaan
bendungan serta fasilitas penunjangnya diperkirakan akan merubah komposisi penyusun
biota air baik plankton, benthos, maupun nekton (ikan) sebagai konsumen perairan tertinggi.
Pembendungan aliran sungai akan membentuk ekosistem baru yang sangat berlainan dengan
ekosistem sungai. Sungai yang merupakan perairan mengalir sebagai habitat ikan sungai,
akan mengalami perubahan menjadi perairan waduk dan mungkin hanya beberapa jenis ikan
saja yang mampu menyesuaikan diri untuk hidup dan berkembangbiak dalam menyelesaikan
daur hidupnya.
Perairan waduk yang terbentuk mungkin hanya cocok sebagai daerah pertumbuhan, tetapi
tidak sebagai daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan asli sungai, sehingga ikan tersebut
hanya dapat tumbuh namun tidak dapat melanjutkan keturunannya. Berdasarkan hasil
pengambilan data ikan secara langsung maupun wawancara dengan penduduk di wilayah
studi, terdapat sebanyak 23 jenis ikan(Tabel 2.31).
Perubahan ekosistem sungai menjadi ekosistem waduk akan berpengaruh terhadap populasi
ikan. Pada awal penggenangan, siklus hidup ikan akan terganggu. Jenis ikan yang dapat
beradaptasi dengan lingkungan waduk akan tumbuh dan berkembang biak serta biasanya
merupakan ikan yang mendominasi. Sebaliknya, jenis ikan yang kurang atau tidak mampu
beradaptasi, pada jangka panjang akan menghilang meskipun mungkin pada tahun pertama
penggenangan jumlahnya melimpah. Ukuran populasi ikan ditentukan oleh laju peremajaan
dan pertumbuhan. Apabila ketersediaan daerah pemijahan dan daerah makanan ikan
terbatas maka ukuran populasi akan semakin menurun. Penurunan tersebut akan dipercepat
dengan meningkatnya upaya penangkapan.
untuk pertumbuhan dan perkembangan populasi ikan yang diharapkan. Dengan demikian
adanya kegiatan operasional dan pemeliharaan waduk akan berdampak positif terhadap
perubahan komposisi penyusun komunitas biota air.
Potensi budidaya perikanan jaring terapung sangat mungkin untuk berkembang sesuai
analogi dengan waduk/situ di daerah lain di Indonesia. Akan tetapi apabila tidak dibatasi
penggunaannya dikhawatirkan dapat menjadi sumber penyebab terjadinya penurunan
kualitas air waduk akibat pemberian pakan ikan, sehingga akan menjadi ancaman bagi
kualitas air waduk.
Berdasarkan uraian di atas maka dampak kegiatan operasional dan pemeliharaan waduk
terhadap perubahan komposisi penyusun komunitas biota air dikategorikan sebagai dampak
positif penting (+P).
A. Besaran Dampak
Dampak perubahan penggunaan lahan dari pelaksanaan pembangunan Bendungan
Sadawarna merupakan dampak primer akibat dari berubahnya penggunaan lahan sawah,
kebun dan permukiman menjadi kawasan genangan.
Lahan yang digunakan sebagai bendungan seluas seluas 693,943 ha pada elevasi + 80 meter
maka akan bermanfaat bagi irigasi dan air baku yang sebagai berikut :
1. Sebagai penyediaan air irigasi pertanian di Kecamatan Cibogo, Kecamatan Pagaden, dan
Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ; serta Kecamatan Haurgeulis Kabupaten
Indramayu, (meliputii DI Sadawarna Kiri (+3000 ha), DI Sadawarna Kanan (+2000 ha),
DI Cikadung (+1000 ha))
2. Memasok air untuk Waduk Cipancuh dari sisa buangan air irigasi (return flow). Air yang
diginakan untuk memasok Waduk Cipancuh adalah sebanyak +20% dari total pasokan
untuk DI Cikadung.
3. Sebagai penyediaan air baku untuk perkotaan/permukiman : Kab Subang (untuk 1,078
juta orang, meliputi Kecamatan Cibogo, Kecamatan Pagaden, dan Kecamatan Cipunagara
Kabupaten Subang), DPI Kab Indramayu (untuk 0,723 juta orang, meliputi Kecamatan
Haurgeulis Kabupaten Indramayu).
Ditinjau dari aspek tata ruang, maka perubahan tata guna lahan ini sudah sesuai dengan
peraturan daerah yang ada mulai dari Perda RTRW Jawa Barat, RTRW Subang dan Perda
RTRW Sumedang dimana peraturan tersebut Adalah:
perda RTRW Provinsi Jawa Barat : Bagian Kedua, WP Purwasuka, Pasal 55 ayat 3 huruf (d).
pengembanganinfrastruktur sumberdaya air, meliputi :
1. Pembangunan Waduk Sadawarna, Cilame, Talagaherang, Cipunagara, Kandung dan Bodas
di Kabupaten Subang;
Sedangkan dari Ranperda RTRW Kabupaten Sumedang pada pasal 12 ayat 1 huruf (d):
RTRW Kabupaten Subang No 03 tahun 2014 pasal 21 Sistem jaringan prasarana sumberdaya
air, dalam pasal 5 menyebutkan bahwa Waduk Sadawarna di Kecamatan Cibogo merupakan
salah satu waduk yang akan dibangun.
Potensi perkembangan yang dapat timbul akibat keberadaan Waduk Sadawarna, selain
manfaat yang direncanakan yaitu penyedia air baku dan irigasi, adalah sebagai berikut :
1. Analisis Perkembangan Wilayah karena Keramba Jaring Apung
Analogi dengan bendungan lain di Indonesia, keberadaan waduk dapat memicu adanya
usaha pertanian ikan berupa Keramba Jaring Apung (KJA), sementara keberadaan KJA ini
pada perencanaan Waduk Sadawarna akan dilarang keberadaannya oleh pengelola
waduk (dapat dilihat pada sub bab 1.1.6.3.2.b. Pemeliharaan Waduk dan Bangunan
Pelengkap, point 7. Pelarangan Pertanian Ikan pada Waduk), karena berpotensi
menurunkan kualitas air waduk dan juga mengancam operasional infrastuktur waduk.
mengartikan bahwa ada pembatasan pemberian ijin untuk mendirikan sarana dan
prasarana wisata agar tidak akan merubah fungsi kawasan tersebut.
Dengan demikian perkembangan wilayah wisata di sempadan waduk Sadawarna
diprediksi hanya setempat (lokal) dan memiliki magnitude yang kecil.
B. Sifat Penting Dampak
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
Karena ada pelarangan keramba jaring apung, maka jumlah penduduk yang terkena
dampak tidak ada. Sementara untuk perkembangan wisata, karena dampak potensi wisata
hanya setempat (lokal) dan ijin mendirikan kegiatan penunjang wisata akan dibatasi
(karena tidak sesuai peuntukan wilayah dalam RTRW), maka jumlah penduduk yang akan
terkena dampak tidak signifikan. Dengan demikian dampak dikategorikan sebagai dampak
tidak penting (TP).
b. Luas wilayah penyebaran dampak
Karena akan ada pelarangan keramba jaring apung, maka tidak ada luas wilayah
penyebaran dampak perkembangan wilayah karena kegatan Keramba Jaring Apung.
Sementara untuk perkembangan wisata, karena dampak potensi wisata hanya setempat
(lokal) dan ijin mendirikan kegiatan penunjang wisata akan dibatasi (karena tidak sesuai
peuntukan wilayah dalam RTRW), maka luas wilayah penyebaran dampak tidak signifikan
Dengan demikian dampak dikategorikan sebagai dampak tidak penting (TP).
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Karena akan ada pelarangan keramba jaring apung serta perkembangan wisata diprediksi
hanya bersifat setempat (lokal), maka wlaupun lamanya dampak berlangsung selama
tahap operasional, tetapi intensitas dampak tidak tinggi. Dengan demikian dampak
dikategorikan sebagai dampak tidak penting (TP).
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
Dampak terhadap perkembangan wilayah memiliki intensitas yang tidak akan terlalu
besar karena akan ada pelarangan keramba jaring apung serta perkembangan wisata
diprediksi hanya bersifat setempat (lokal) disebabkan tidak sesuai peruntukan wisata
dalam RTRW. Dengan demikian komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak tidak akan signifikan, dengan demikian dampak dikategorikan sebagai dampak
tidak penting (TP).
e. Sifat kumulatif dampak
Karena akan ada pelarangan keramba jaring apung, serta perkembangan wisata diprediksi
hanya bersifat setempat (lokal), maka dampak pengembangan wilayah tidak bersifat
kumulatif, sehingga dinilai sebagai dampak tidak penting (TP).
A. Besaran Dampak
Dampak gangguan keamanan untuk Kegiatan PT Dahana merupakan dampak sekunder dari
dampak primer perkembangan wilayah. Di Desa Sadawarna, Kecamatan Cibogo, Kabupaten
Subang, terdapat fasilitas riset dan pengembangan, manufaktur, dan pergudangan bahan
berenergi tinggi terbesar di ASEAN, yang dinamakan Energetic Material Centre (EMC) yang
menempati areal seluas 600 ha (sub bab 1.1.7.4). Kegiatan PT Dahana dibagi menjadi 5
zona, mulai dari zona terisolasi, sampai dengan zona aman, dan untuk keamanan dan
keselamatan, PT Dahana sangat menjaga zona-zona tertentu yang tidak dapat dimasuki oleh
pihak yang tidak berpentingan.
Bagian lokasi PT Dahana yang bersinggungan dengan kepentingan Waduk Sadawarna yaitu,
jalan masuk menuju Waduk Sadawarna berada di atas lahan PT Dahana, pada wilayah
penyangga yang terkatagori zona aman. Bahkan jalan masuk menuju lokasi Waduk
Sadawarna pada kondisi eksisting dipakai sebagai jalan akses masyarakat menuju desa-desa
yang ada di wilayah studi, di Kecamatan Cibogo.Guna lahan jalan masuk tersebut pada
kondisi eksisting adalah guna lahan mess karyawan serta perkebunan campuran yang
menjadi area perlindungan /green beltdari zona bahaya pada PT Dahana. Di sepanjang jalan
tersebut diberikan pagar kawat dan tanda-tanda peringatan dilarang masuk, tanda
kepemilikan PT Dahana, serta peringatan bahaya agar tidak ada orang yang masuk ke
wilayah PT Dahana.
Terutama dampak yang dikhawatirkan pada kawasan adalah kemungkinan berkembangnya
kegiatan wisata, sehingga wilayah menjadi ramai pengunjung dan aktivitas multiplier
effectnya seperti rumah makan, dan fasilitas akomodasi lainnya, sehingga zona-zona bahaya
di PT Dahana dapat dimasuki oleh pihak yang tidak berpentingan.
Pada pembahasan sebelumnya (sub bab 3.4.2.2. Perkembangan Wilayah, magnitude dampak
primer ‘Perkembangan Wilayah” penyebab aliran dampak sekunder ini tidak besar karena
Dari hasil observasi di lapangan tidak ada objek wisata eksisting yang ada pada wilayah
studi. Pada RTRW Kabupaten Subang dan Sumedang, wilayah studi bukan merupakan daerah
yang dikembangkan sebagai kawasan peruntukan pariwisata, melainkan hutan produksi
terbatas, hutan peruntukan rakyat, pertanian lahan basah dan lahan kering, sawah tadah
hujan, perkebunan, peternakan. Untuk peruntukan kegiatan tersebut kegatan wisata alam
masih boleh dilakukan tetapi secara terbatas. Dalam hal ini akan ada pembatasan pemberian
ijin untuk mendirikan sarana dan prasarana wisata agar tidak akan merubah fungsi kawasan
tersebut.
Dengan demikian, potensi wisata pada sempadan Waduk Sadawarna akan bersifat lokal
(Setempat) sehingga katagori magnitude kecil, dengan demikiantidak berpotensi
mengganggu kegiatan PT Dahana.
Prediksi produksi padi sebelum dan sesudah proyek disajikan pada Tabel 3.13. Karena tidak
tersedia untuk produktivitas pertanian eksisting di kawasan pemanfaat, maka analisis
produktivitas (ton/ha) eksisting (tanpa proyek) di wilayah pemanfaat diambil berdasarkan
asumsi (professional judgement). Kondisi lahan pertanian yang ada umumnya persawahan
tadah hujan dan sebagian kecil irigasi desa. Dengan mengambil asumsi tingkat produktivitas
eksisting (tadah hujan) sebesaradalah 2,7 ton/ha/tahun, untuk jumlah panen 1 kali dalam
setahun, maka sebagai perbandingan dalam luas lahan sawah yang sama (6000 ha), maka
produksi padi eksisting adalah 16.200 ton/ha/tahun.
Perkiraan perkembangan manfaat pengairan melalui peningkatan luas panen sawah 2 kali
dalam setahun pada lahan sawah seluas 6000 Ha dengan air irigasi dari Waduk Sadawarna
terhitung pada tahun ke-12 dihitung dengan tingkat produktivitas sebesar 5,559 ton
beras/ha/tahun (2 kali panen), adalah 33.354 ton/ tahun (Tabel 3.14).
Harga Beras
Produksi
Tahun kualitas
% Luas (Ha) Beras Nilai (Rp)
Ke medium per
(Ton)
Ton (Rp)
1 5 300 8,800,000 1,667.70 14,675,760,000
2 10 600 9,482,000 3,335.40 31,626,262,800
3 15 900 10,216,855 5,003.10 51,115,947,251
4 20 1200 11,008,661 6,670.80 73,436,577,550
5 30 1800 11,861,833 10,006.20 118,691,868,465
6 40 2400 12,781,125 13,341.60 170,520,651,028
7 50 3000 13,771,662 16,677.00 229,670,001,853
8 60 3600 14,838,965 20,012.40 296,963,312,396
9 70 4200 15,988,985 23,347.80 373,307,630,625
10 80 4800 17,228,132 26,683.20 459,701,682,284
11 90 5400 18,563,312 30,018.60 557,244,632,994
12 100 6000 20,001,969 33,354.00 667,145,657,834
Sumber : Hasil Analisis, 2014
Keterangan :
Produktivitas sawah mengacu pada publikasi-publikasi data BPS relevan Tahun 2013 untuk
hasil dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG) yang disesuaikan dengan hasil survey
(sampling) tahun 2014 untuk GKG dengan rendemen 82% (1 ton GKG menjadi 820 kg beras);
dalam hal ini hasil hitungan rata-rata produksi sawah di daerah penerima manfaat waduk
Sadawarna adalah setara 5,559 ton beras kualitas medium perhektar pertahun (dua kali
panen pertahun)
Harga beras didasarkan pada rata-rata harga beras kualitas medium tahun 2014 yang
bersumber pada data dari Kementerian Perdagangan (Maret 2014)
Perkembangan harga-harga tahunan nantinya akan mengacu pada perkiraan tertinggi rata-
rata inflasi periode 2012-2013 yang dipublikasi Bank Indonesia (BI) yaitu 7,75%
PTT : Pengelolaan Tanaman Terpadu, SRI : Metoda Tanam Padi ramah lingkungan , GP3K :
Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi.
Produktivitas 2 kali lipat ini diasumsikan, selain karena keberadaan air irigasi teknis dari
Waduk Sadawarna, juga mendapat pengaruh juga dari perbaikan secara bertahap terhadap
faktor produksi (pengetahuan petani, pemupukan, obat-obatan, peningkatan mutu varietas
padi, dll) dan juga menerapkan teknologi pertanianmelalui SL PTT, SRI, Legowo dll.
Kenaikan produksi padi di daerah pemanfaat, dengan adanya proyek adalah 17.334 ton per
tahun pada tahun ke-12. Bila diasumsikan jumlah garapan petani adalah 1 hektar digarap
oleh 3,3 petani (diolah dari Indramayu dalam Angka, 2012), maka jumlah petani pada 6000
hektar areal persawahan pemanfaat yang akan terkena dampak positif adalah19.800 orang
petani.
Berdasarkan Studi Potensi Pengembangan Air Baku di DAS Cipunegara, 2010 yang diacu
dalam Laporan Review Desain Rencana Waduk Sadawarna pada Tahun 2011, wilayah
pemanfaat Waduk Sadawarna hanya untuk Wilayah Kabupaten Subang dan Indramayu saja.
Adapun wilayah Kabupaten Sumedang tidak menjadi wilayah pemanfaat dari Waduk
Sadawarna.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011 – 2031, dalam pasal 19 ayat 2, yang
menyebutkan bahwa Waduk Sadawarna merupakan salah satu pengembangan prasarana
waduk dan bendung di Kabupaten Sumedang. Waduk Sadawarna direncanakan dalam RTRW
Kab Sumedang sebagai salah satu sistem jaringan sumber daya air kabupaten (dalam RTRW
tersebut disebutkan pula pemanfaatan air baku dari Waduk Sadawarna untuk Kabupaten
Sumedang, bersama dengan Kab Subang dan Kab Indramayu). Adapun untuk irigasi dari
Sadawarna memang tidak disebutkan untuk peruntukan Kabupaten Sumedang, melainkan
hanya untuk Kab Subang dan Kab Indramayu.
Hal ini disebabkan ketinggian wilayah Kabupaten Sumedang secara umum lebih tinggi dari
pada intake Bendungan sehingga secara teknis tidak memungkinkan pembagian air baku ke
wilayah yang luas di Kabupaten Sumedang secara gravitasi ; apalagi untuk air irigasi
persawahan.
Dari hasil konsultasi publik dan Pembahasan Kerangka Acuan, teridentifikasi pula adanya
kekecewaan masyarakat terbebaskan di wilayah Sumedang, dan dari Pemerintah Kabupaten
Sumedang, karena wilayah Sumedang tidak diproyeksikan untuk menerima manfaat air baku
langsung dari keberadaan Waduk Sadawarna, sementara mereka merasa berhak
mendapatkan manfaatnya karena sudah melakukan pengorbanan dalam proses pembebasan
lahan.
Dari hasil diskusi dengan Pemerintah Kabupaten Sumedang, tertangkap potensi wilayah
Sumedang yang memungkinkan menjadi pemanfaat air baku dengan pangaliran gravitasi,
yaitu sebagian kecil wilayah di Kecamatan Surian, satu Desa di bagian utara yaitu Desa
Tanjung. Hal ini kemudian disepakati oleh pemrakarsa bahwa akan ada wilayah di Kabupaten
Sumedang yang akan diproyeksikan sebagai pemerima manfaat air baku, sehingga dituliskan
dalam deskripsi kegiatan dalam Dokumen ANDAL (bab 1.1.1, sub bab 1.1.2. dan 1.1.4.) bahwa
Wilayah Kabupaten Sumedang menjadi salah satu pemanfaat air baku.
Dari uraian di atas, karena sudah ada kesepakatan penyelesaian masalah mengenai
pemanfaatan waduk untuk Kabupaten Sumedang, maka magnitude dampak menjadi kecil.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
TAHAP PRA KONSTRUKSI
1 Penurunan Berdasarkan jenis mata pencaharian Besaran Dampak
pendapat- penduduk, maka diketahui dari 789 KK Berdasarkan jenis mata pencaharian penduduk, maka DPH 1, DPH 2, DPH 3, dan
an petani. kelompok orang terkena dampak diketahui dari 789 KK kelompok orang terkena dampak dan DPH 4 bertemu pada
sebanyak 88,21% mempunyai sebanyak 88,21% yang bermatapencaharian di bidang ruang dan waktu yang sama.
(Merupa- matapencaharian di bidang pertanian, pertanian akan kehilangan pendapatan. Karena kegiatan yang
kan yaitu sebagai petani pemilik sebanyak menyebabkan DPH 1, DPH 3,
dampak 59,06%, Petani penggarap sebanyak Dengan memperhitungkan kepemilikan jenis lahan dan DPH 4 dilakukan secara
primer) 12,80% dan Buruhtani sebanyak pertanian ganda (dari sektor pertanian (sawah, kebun, bersamaan, sehingga
15,72%, dengan sebaran jenis garapan dan pekarangan) (Tabel 2.40) ; serta asumsi data luas intensitas DPH 2 lebih tinggi.
sebagai berikut (catatan : ada yang garapan rata-rata, per hektar, dapat diambil analisis Dengan demikian ada
memiliki jenis lahan ganda) : sebagai berikut : potensi Penurunan
- Yang membudidayakan lahan sawah, pendapatan petani akan
yang lahan sawahnya hilang karena - Sebanyak 456 KK rata-rata akan kehilangan berinteraksi dengan konflik
ada dalam rencana rendaman adalah pendapatan sebesar Rp. 5.445.000,00 per tahun dari sosial (karena nama
338 KK+118 KK =456 KK (Tabel kegiatan budidaya lahan sawah. bendungan) dan konflik
2.40). Pendapatan rata-rata petani - Sebanyak 61 KK rata-rata akan kehilangan pendapatan sosial (pembebasan makam
dari kegiatan budidaya lahan sawah sebesar 3.898.800,00 per tahun dari kegiatan budidaya keramat), dapat
:Rata-rata petani memiliki lahan lahan kebun/tegalan. mempertajam keresahan
sawah sekitar 0,33 ha maka - Sebanyak 423 KK rata-rata akan kehilangan masyarakat yang berujung
pendapatan rata-rata petani di pendapatan sebesar Rp. 2.934.900,00 per tahun dari terhadap persepsi
wilayah studi dari bersawah yaitu Rp. kegiatan budidaya lahan pekarangan. masyarakat yang negatif
5.445.000,00 per tahun. (Catatan : terhadap proyek yang
hasil hitungan pendapatan lahan Di wilayah terkena dampak pembebasan untuk waduk : menimbulkan hambatan
sawah per hektar adalah Rp. 178,46 Ha sawah, 74,73 ha kebun, dan 14,62 ha terhadap kelancaran proyek.
8.250.000,00 per musim tanam atau pekarangan dibebaskan melalui pengadaan lahan. Total Maka dari analisis ini, DPH
Rp. 16.500.000,00 per tahun) sawah, kebun, dan pekarangan yang dubebaskan adalah 1,2,3 dam 4 menjadi dampak
- Yang membudidayakan lahan 267,83 Ha. Total kehilangan pendapatan dari hasil penting.
kebun/tegalan, yang lahannya hilang budidaya pada lahan tersebut adalah Rp 5,024 milyar/
karena ada dalam rencana rendaman tahun. Jumlah petani terkena dampak adalah 695 KK.
adalah 27 KK + 34 KK = 61 KK (Tabel Di wilayah penerima manfaat waduk : dapat mengairi
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
2.40). Pendapatan rata-rata petani pertanian irigasi teknis seluas 6.000 hektar, di
dari kegiatan budidaya lahan Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang, Kecamatan
kebun/tegalan adlah Rp. Pagaden Kabupaten Subang, Kecamatan Cipunagara
3.898.800,00 per tahun karena rata- Kabupaten Subang, dan Kecamatan Haurgeulis DPH 1, DPH 2, DPH 3, dan
rata petani memiliki lahan sawah Kabupaten Indramayu. Produktivitas tahunannya pada dan DPH 4 bertemu pada
sekitar 0,27 ha (Catatan : hasil wilayah ini diprediksi meningkat dari semula rata-rata ruang dan waktu yang sama.
hitungan pendapatan per hektar 1,5 kali panen pertahun menjadi tiga kali panen Karena kegiatan yang
budidaya lahan kebun/tegalan adalah pertahun. Jumlah petani yang terkena damapk adalah menyebabkan DPH 1, DPH 3,
Rp. 14.440.000 per tahun) 19.800 KK, dan Total pendapatan dari kegiatan dan DPH 4 dilakukan secara
- Yang membudidayakan lahan budidaya sawah di wilayah pemanfaat adalah Rp 148,5 bersamaan, sehingga
pekarangan, yang lahannya hilang milyar / tahun. intensitas DPH 2 lebih tinggi.
karena ada dalam rencana rendaman Dengan demikian ada
adalah 214 KK+57 KK+34 KK+118KK Sifat Penting Dampak potensi penurunan
= 423 KK (Tabel 2.40). Pendapatan Dilihat dari jumlah pentani yang terkena dampak, pendapatan petani akan
rata-rata petani dari kegiatan walaupun jumlah penerima manfaat (dampak positif) berinteraksi dengan konflik
budidaya lahan pekarangan yaitu Rp. lebih besar dari jumlah penerima dampak negatif, tetapi sosial (karena nama
2.934.900,00 per tahun karena rata- tetap dikatagorikan sebagai damapk penting karena bendungan) dan konflik
rata petani hanya memiliki lahan lamanya dampak negatif berlangsung memiliki sosial (pembebasan makam
sawah sekitar 0,07 ha. (Catatan : hasil intensitas tinggi dan selama tahap operasional. keramat), dapat
hitungan pendapatan per hektar mempertajam keresahan
budidaya lahan pekarangan adalah masyarakat yang berujung
Rp. 5.435.000,00 per tahun) terhadap persepsi
masyarakat yang negatif
terhadap proyek yang
Dari ketiga sumber utama pendapatan menimbulkan hambatan
petani tersebut, maka pendapatan terhadap kelancaran proyek.
petani di wilayah studi per tahun yaitu Maka dari analisis ini, DPH
sekitar Rp. 9.724.250,00 per tahun, 1,2,3 dam 4 menjadi dampak
2 Keresahan Berdasarkan hasil kuesioner, mayoritas Besaran Dampak penting.
masyara- responden (61%) menyatakan Keresahan masyarakat merupakan dampak dari
kat. kesetujuannya terhadap rencana kegiatan pembebasan lahan. Pada saat tersebut akan
pembangunan bendungan Sadawarna, terjadi pengalihan kepemilikan atau penguasaan atas
(Merupakan sisanya menyatakan ragu-ragu (22%) lahan, dan akan meresahan masyarakat terutama
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
dampak dan tidak setuju (11%) serta tidak berkaitan dengan masalah ganti rugi atau relokasi
sekunder menyatakan pendapat atau tidak penduduk dan relokasi lahan pertanian.
dari menjawab (8%).
dampak Data (yang telah mengakomodir kepemilikan DPH 1, DPH 2, DPH 3, dan
Penurunan Alasan responden yang menyatakan lahan/bangunan ganda) menyebutkan bahwa dan DPH 4 bertemu pada
pendapatan tidak setuju dengan rencana keberadaan waduk Sadawarna akan menyebabkan 423 ruang dan waktu yang sama.
petani) pembangunan bendungan yang paling KK harus merelakan rumahnya terbebaskan, 456 KK Karena kegiatan yang
dominan adalah kekhawatiran lahan lahan sawahnya terbebaskan, 61 KK lahan menyebabkan DPH 1, DPH 3,
milik terendam bendungan (46%), kebun/tegalannya terbebaskan, dan 423 KK lahan dan DPH 4 dilakukan secara
diikuti oleh alasan "Khawatir relokasi pekarangannya terbebaskan. bersamaan, sehingga
lahan terendam tidak pada lahan yang intensitas DPH 2 lebih tinggi.
lebih baik dari sebelumnya" (42%), Proses pembebasan lahan/relokasi lahan yang tidak Dengan demikian ada
"Khawatir konstruksi bendungan tidak sesuai harapan (yang jaraknya tidak terlalu jauh dari potensi Penurunan
kuatsehingga jebol" (5%), dan "Saat tempat tinggal sekarang / ganti rugi tidak layak), pendapatan petani akan
konstruksi timbul polusi udara dan merupakan alasan yang dikhawatirkan oleh 46% berinteraksi dengan konflik
bising akibat lalu lalang kendaraan responden dari 22 % responsen yang tidak setuju atas sosial (karena nama
pengangkut material dan alat berat" keberadaan Waduk Sadawarna. bendungan) dan konflik
(2%), dan alasan lainnya (5%). Sifat Penting Dampak sosial (pembebasan makam
Merupakan dampak penting terutama karena jumlah keramat), dapat
manusia terena dampak besar, dampak dapat mempertajam keresahan
berakumulatif, dan berpotensi menimbulkan gangguan masyarakat yang berujung
kamtibmas yang menghambat kelancaran proyek. terhadap persepsi
masyarakat yang negatif
3 Konflik Besaran Dampak terhadap proyek yang
sosial Harapan yang diajukan penduduk Selama tahap perencanaan pekerjaan, nama Bendungan menimbulkan hambatan
(karena Kabupaten Sumedang untuk memakai / Waduk “Sadawarna” perlu terus dipertahankan karena terhadap kelancaran proyek.
nama nama Bendungan Sipatahunan bagi penggantian nama akan menyulitkan birokrasi Maka dari analisis ini, DPH
bendung- bendungan ini. Hal ini sesuai dengan kajian/penganggaran selanjutnya di tingkat 1,2,3 dam 4 menjadi dampak
an). kepercayaaan spiritual dan pengakuan pemerintahan/kementerian karena mengesankan penting
terhadap eksistensi identitas sosial waduk baru/waduk yang berbeda, sementara
(Merupa- penduduk yang bukan hanya berada serangkaian studi-studi sebelumnya sudah dilakukan
kan di desa Sadawarna. mengguankan nama Waduk Sadawarna. Dengan
dampak demikian harapan penggantian nama bendungan
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
primer) penduduk baru dapat terpenuhi setelah bendungan
selesai dibangun dan memasuki tahap operasional. DPH 1, DPH 2, DPH 3, dan
dan DPH 4 bertemu pada
ruang dan waktu yang sama.
Sifat penting dampak Karena kegiatan yang
Dampak penting terutama karena merupakan aspirasi menyebabkan DPH 1, DPH 3,
masyarakat wilayah studi yang ada di Kab Sumedang dan DPH 4 dilakukan secara
(meliputi tiga desa dengan prosentase 45 % terhadap bersamaan, sehingga
total jumlah penduduk di wilayah studi) intensitas DPH 2 lebih tinggi.
4 Konflik Di areal rencana genangan waduk Besaran Dampak Dengan demikian ada
sosial Sadawarna, terdapat situs makam Makam keramat Eyang Kaputihan potensi Penurunan
(Karena Eyang Kaputihan yang terletak Desa yang terletak Desa Sadawarna akan terendam oleh pendapatan petani akan
pembebas- Sadawarna, sekitar 500 meter sebelah kebaradaan bendungan Sadawarna. Maka jumlah berinteraksi dengan konflik
an Makam selatan-barat as bendung. Peziarah peziarah per bulan menjadi 0 (tidak ada). sosial (karena nama
Keramat) mempercayai, spirit dari Eyang bendungan) dan konflik
(Merupakan Kaputihan masih ada disekitar makam sosial (pembebasan makam
dampak dan dapat menolong manusia yang keramat), dapat
primer) masih hidup. Kelompok peziarah Sifat penting dampak mempertajam keresahan
terutama berasal dari luar desa Walaupun relatif tidak ada masyarakat di wilayah studi masyarakat yang berujung
Sadawarna, untuk melengkapi ritual yang menjadi peziarah makam yang terkena dampak, terhadap persepsi
do’a kepada leluhur yang berpatokan tetapi potensi konflik yang terjadi dari para peziarah masyarakat yang negatif
empat tempat sesuai madzhab (utara- dapat menimbulkan gangguan kamtibmas. Dengan terhadap proyek yang
timur-selatan-barat) dari tempat demikian merupakan dampak penting. menimbulkan hambatan
tinggalnya. terhadap kelancaran proyek.
Jumlah peziarah rata-rata adalah 50 Maka dari analisis ini, DPH
orang per bulan. 1,2,3 dan 4 menjadi dampak
penting
TAHAP KONSTRUKSI
5 Peningkat- Dari hasil survei sebanyak 20,21% Besaran Dampak Pengelolaan dampak
an berpendapat bahwa pembangunan Pekerjaan Konstruksi Bendungan Sadawarna terhadap DPH 5 dapat
pendapatan Sadawarna akan menimbulkan membutuhkan tenaga kerja sejumlah 429 orang (lihat berintegrasi dengan
tenaga kerja peluang pekerjaan, dan 61,6 % Tabel 1.6.) dengan komposisi memungkinkan untuk 34 pengelolaan dampak untuk
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
masyarakat berminat untuk bekerja % tenaga temporer atau sekitar 148 orang (dari luar DPH 2, DPH3, dan DPH 4.
(Merupa- atau ikut serta memanfaatkan wilayah studi ) dan 66% tenaga lokal atau sekitar 281 Pengelolaan terhadap DPH 5
kan multiplier effect dari keberadaan orang. Perektrutan tenaga kerja untuk jenis pekerjaan ini dapat menimbulkan efek
dampak kegiatan konstruksi bendungan, untuk security, office boy, mekanik, tukang, pekerja, driver, dampak balik DPH 2, DPH3,
primer) meningkatkan pendapatan mereka. dan kernek akan memebrdayakan tenaga kerja lokal dan DPH 4.yang semula
dengan memprioritaskan penduduk terdekat dengan berujung pada berpersepsi
Berdasarkan Tabel 2.34 yang memuat rencana kegiatan. negatif terhadap kegiatan
jenis pekerjaan penduduk di wilayah Dari jumlah ketersediaan tenagak kerja pada rona sehingga terjadi keresahan,
studi, kebutuhan proyek untuk lingkungan awal, dapat dilihat bahwa kebutuhan proyek bila masyarakat diberikan
keahlian pertukangan lokal (keahlian untuk tenaga kerja lokal memungkinkan untuk kesempatan untuk
bangunan/tukang) tersedia sejumlah terpenuhi dari masyarakat di wilayah studi. memanfaatkan DPH 5
454 orang. berupa multiplier effect dari
Pendapatan perkapita dari penduduk yang kepala peluang mendapatkan
Berdasarkan hasl survei Tingkat keluarganya bekerja di proyek berkisar antara Rp penghasilan pengganti,
kesejahteraan rumahtangga yang 505.493,- sampai denagn Rp 722.133,-, dan masuk ke dengan bekerja di proyek
mengacu pada standar kemiskinan dalam katagori cukup. atau berjualan.
darai Badan Pusat Statistik, maka Dengan demikian dinilai
diketahui bahwa sebanyak 10,67% Sifat penting dampak sebagai dampak penting
penduduk terkatagori buruh bangunan Dampak penting karena mempengaruhi 10,67% KK
dengan penghasilan rendah yang masuk katagori miskin
(pendapatan perkapita perbulan
dibawah Rp 294 750,- (tabel 2.44) dan
dapat dikatagorikan sebagai kelompok
miskin.
6 Penurunan Lokasi sekitar 500 meter di radius Besaran dampak DPH 6 terjadi pada Sungai
Kualitas tapak bendungan yang diperkirakan Potensi kontribusi konsentrasi limbah organik dalam Cipunegara yang sudah
Sanitasi menjadi tempat basecamp pekerja parameter BOD dari limbah cair domestik pekerja dari memiliki beban BOD yang
Lingkung- konstruksi belum ada kegiatan apapun urin, tinja, mandi, cuci, dapur adalah 16.455 mg/hari, cukup tinggi pada kondisi
an selain perkebunan. Fosfat 725 mg/hari, NO3 sebagai N sebesar 5.785 mg/L, tanpa proyek,
(sampah dengan debit kotor sebesar 57.486 L/hari. DPH 6 juga akan
dan limbah Permukiman terdekat dengan rencana berlangsung berantai
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
cair) as bendungan adalah + 1 km, Kuantitas limbah padat yang dihasilkan dari aktivitas kepada komponen
merupakan permukiman pada pekerja adalah 2 liter/hari x 429 pekerja = 858 kesehatan masyarakat
(Merupa- Kampung Songgom Desa Tanjung liter/hari, atau 0,858 m3/hari. (DPH 7)
kan Kecamatan Surian, dan Desa Sadawarna Dengan demikian dinilai
dampak Kabupaten Subang. Akibat peningkatan konsentrasi BOD, fosfat dan NO3-N, sebagai dampak penting.
primer) Kondisi sanitasi (pengelolaan limbah pada di Sungai Cipunegara pada musim kemarau (Q
cair dan limbah padat) pada 90%) konsentrasi BOD akan meningkat menjadi 22,36
permukiman tersebut cukup memadai. mg/l, fosfat menjadi sebesar 0,25 mg/l, NO3-N sebesar
Muka air tanah di permukiman 3,15 mg/l. Selain itu, limbah domestik juga diprediksi
terdekat ada pada kedalaman cukup akan meningkatkan jumlah coliform/ coli fecal dalam
dalam, sekitar 35 meter pada musim badan air sebagai indikator keberadaan
hujan, dan kedalman 50 meter pada mokroorganisma patogen.
musim kemarau. Kualitas air tanah dari Pada kondisi dengan proyek, konsentrasi BOD akan
parameter organik (BOD dan COD), tetap melampaui baku mutu, sementara fosfat yang
serta mikrobiologi, memenuhi baku semula (tanpa proyek) tidak melampaui baku mutu,
mutu air bersih, tetapi untuk parameter maka selama tahap konstruksi, di musim kemaran, akan
kimia dari Cr+6 dan Mn melampaui baku melampaui bau mutu perairan kelas 2. Sementara NO3-N
mutu tersebut. tdak akan melampaui baku mutu baik pada kondisi
debit rerata maupun debit minimum (kemarau).
Adapun kualitas air sungai Cipunegara
untuk parameter BOD sudah Sifat penting dampak
melampaui baku mutu perairan kelas 2 Penting, terutama karena menyebabkan dampak
untuk parameter BOD yaitu 20 mg/l. turunan kepada komponen kesehatan masyarakat yang
Sementara kosentrasi fosfat dan NO3-N menggunakan air Sungai Cipunegara bagian hilir
masih memenuhi baku mutu, yaitu rencana bendungan sebagai sumber air baku air minum
fosfat sebesar 0,12 mg/l, NO3-N sebesar
2.32 mg/l.
7 Peningkat- Penyakit bawaan air bukan merupakan Besaran dampak DPH 7 merupakan dampak
an penyakit pada urutan 3 besar atas dari Dampak ini merupakan dampak sekunder dari semunder dari DPH 6 yang
Prevalensi komposisi 10 penyakit terbanyak di penurunan kualitasi sanitasi lingkungan akibat aktivitas merupakan dampak penting.
Penyakit wilayah studi. domestik pekerja. Penyakit bawaan air dapat berpotensi Dengan demikian dinilai
Bawaan Air menjadi urutan 3 besar dari 10 penyakit terbanyak di sebagai dampak penting
(Water wilayah studi.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
Borne
Deseases) Sifat penting dampak
Penting, karena jumlah manusia terkena dampak cukup
(Merupa- besar yaitu masyarakat kampung Songgom Desa
kan Tanjung Kab Subang dan karyawan PT Dahana yang
dampak tinggal di mess karyawan.
sekunder)
8 Penurunan Konsentrasi debu di lokasi yang Besaran dampak DPH 8, DPH 10, DPH 11, dan
kualitas mewakili permukiman : Peningkatan konsentrasi debu di lokasi yang mewakili DPH 12 bertemu pada ruang
udara Segmen A : Cijambe – Songom - Jalan permukiman : dan waktu yang sama,
(parame- Desa Tanjung Kec. Cobogo, Kab Segmen A (Cijambe – Songom - Jalan Desa Tanjung Kec. karena kegiatan yang
ter debu) Subang 42,45 µg/Nm3 Cobogo, Kab Subang) : lalu lalang kendaraan truk 5 ton menyebabkan DPH 8, DPH
Segmen B : Jalan Desa Sadawarna, sebesar 224/hari mengakibatkan penambahan 10, dan DPH 11 dilakukan
(Merupa- Kec. Surian , Kab Sumedang : dan 7,04 partikulat pada sebesar 47,02 µg/Nm3. Kosentrasi secara bersamaan.
kan µg/Nm3 debu di siang hari menjadi 89,47 µg/Nm3 Dengan demikian ada
dampak kemungkinan bahwa
primer) Catatan : Baku mutu udara ambien Segmen B (Jalan Desa Sadawarna, Kec. Surian , Kab walaupun magnitude
untuk parameter debu (TSP) : Sumedang : dan 7,04 µg/Nm3) : lalu lalang kendaraan dampak kecil untuk
230 g/Nm3 untuk lama pemaparan truk 5 ton sebesar 190/hari mengakibatkan peningkatan debu dan
24 jam penambahan partikulat pada sebesar 39,88 µg/Nm3. kebisingan, tetapi akan
90 g/Nm3 untuk lama pemaparan 1 Kosentrasi debu di siang hari menjadi 46,92 µg/Nm3 berinteraksi dengan
tahun kerusakan jalan yang
Sifat penting dampak memiliki magnitude dampak
Sesuai Peraturan Pemerintah No No 41 Dampak tidak penting karena kosentrasi debu masih besar sehingga
tahun 1999tentang Pengendalian memenuhi baku mutu udara ambien dapat mempertajam
Pencemaran Udara ketidaknyamanan
masyarakat yang berujung
terhadap persepsi
masyarakat yang negatif
terhadap proyek.
Maka dari analisis ini, DPH 8,
DPH 10, dan DPH 11
menjadi dampak penting
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
9 Peningkat- Penyakit ISPA merupakan penyakit Besaran dampak DPH 9 bukan merupakan
an pada urutan 3 besar atas dari Peningkatan penyakit ISPA tidak signifikan terkadi dampak penting karena
prevelensi komposisi 10 penyakit terbanyak di karena kosentrasi debu masih memenuhi baku mutu magnitude dampak
penyakit wilayah studi. udara ambien. primernya (DPH 8) kecil.
(ISPA)
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
masa layan bagian yang ditingkatkan Sisa Umur Rencana menjadi sebesar – 70,3%. Angka Maka dari analisis ini, DPH 8,
jalan) perkerasannya. Nilai Equivalent yang bernilai minus menandakan bahwa jakan akan DPH 10, dan DPH 11
Standard Load (ESAL) sebesar 489,10. dalam kondisi rusak. menjadi dampak penting
(Merupa- Segmen B (Dusun Dukuh satu, Desa Segmen B (Jalan PT. Dahana di Dusun Dukuh Satu,
kan Sadawarna, Kec Cibogo, Kab Subang) Desa Sadawarna, Kecamatan Cibogo Kab. Subang),
dampak merupakan jalan perkerasan batu sebesar 49.016,18, menyebabkan % Sisa Umur
primer) dengan kualitas rusak. Nilai Equivalent Rencana menjadi sebesar – 61,3%. Angka yang
Standard Load (ESAL) sebesar 485,45. bernilai minus menandakan bahwa jakan akan dalam
Sedangkan pada Segmen C (Jalan kondisi rusak.
Subang-Cikamurang (atau Jl Raya Segmen C (Jalan Subang-Cikamurang (Jl. Raya Subang-
Subang-Tomo) – ke segmen A, kualitas Tomo), sebesar 7.094,36, menyebabkan % Sisa Umur
jalan provinsi kelas 3 yang Rencana menjadi sebesar – 48,1%. Angka ini
dipersiapkan mampu melayani menandakan penurunan sisa umur rencana, tetapi
kendaraan berat. Nilai Equivalent masih dalam batas yang wajar.
Standard Load (ESAL) sebesar 978,2
12 Keresahan Berdasarkan hasil kuesioner, 2% Besaran dampak
masyara- responden yang mencemaskan timbul Keresahan masyarakat merupakan dampak
kat polusi udara dan bising akibat lalu sekunder/tersier tiga aliran dampak primer yaitu
lalang kendaraan pengangkut material penurunan kualitas udara (peningkatan debu),
(Merupa- dan alat berat. kerusakan jalan, kebisingan, yang berdasarkan prediksi
kan dampaknya adalah sebagai berikut :
dampak a. penurunan kualitas udara (peningkatan debu)
sekunder) merupakan dampak tidak penting
b. kerusakan jalan merupakan dampak penting
c. kebisingan merupakan dampak tidak penting
d. Peningkatan prevalensi penyakit ISPA dari dampak
primer penurunan kualitas udara merupakan
dampak tidak penting
Sifat Penting Dampak
Merupakan dampak penting dari dampak primer
kerusakan jalan (pengurangan umur layan jalan),
karena jumlah manusia terena dampak besar, dampak
dapat berakumulatif.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
TAHAP OPERASIONAL
13 Penurunan Di kebun jati untuk kategori pohon Besaran dampak DPH 13, DPH 14, DPH 15,
kerapatan didominasi oleh Jati (Tectona grandis), Penurunan keanekaan jenis tumbuhan diidentifikasikan sebagai dan DPH 16 bertemu pada
flora jenis pohon lainnya adalah Albasiah dampak potensial bersumber dari penggenangan bendungan ruang dan waktu yang sama,
teresterial (Paraserianthes Falcataria) dan seluas 693,943 ha, yang jumlahnya lebih besar dari kehilangan karena kegiatan yang
Lamtoro (Leucaena glauca) flora teresterial di tapak bendung saja (pada tahap konstruksi). menyebabkan DPH 13, DPH
(Merupa- denganindeks nilai penting masing- Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ini dapat menurunkan 14, DPH 15, dan DPH 16
kan masing jenis yaitu 171,9 ; 66,4 ; dan jumlah populasi dan jenis tumbuhan riparian, tanaman dilakukan secara bersamaan.
dampak 61,6. Sedangkan jenis-jenis tanaman budidaya termasuk kebun campuran, tanaman pekarangan,
primer) yang dibudidayakan di sawah yaitu areal persawahan, termasuk kebun jati yang dibudidayakan Maka dari analisis ini, DPH
padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), oleh Perhutani. 13, DPH 14, DPH 15, dan
dsb. Pada pematang sawah dijumpai Flora teresterial di wilayah studi juga merupakan habitat utama DPH 16 menjadi dampak
beberapa jenis tanaman pangan seperti bagi fauna teresterial, baik di dalam mencari makan, tempat penting
: ketela pohon (Manihot utilissima), berkembang biak, dan berlindung. Dengan hilangnya habitat
ketela rambat (Ipomoea batatas), talas tersebut, maka akan menyebabkan terganggunya fauna
(Colocasia esculenta), terung (Solanum teresterial.
melongena) dan kacang panjang (Vigna
unguiculata). Sifat Penting Dampak
Untuk kategori pohon di tipologi kebun Dampak kegiatan penggenangan awal bendungan terhadap
campuran dan pekarangan didominasi penurunan keanekaan jenis flora dikategorikan sebagai dampak
oleh mangga (mangifera indica), negatif penting karena besarnya jumlah penduduk yang akan
Nangka (Artocarpus heterophyllus), terkena dampak, luasnya wilayah penyebaran dampak,
pisang (Musa paradisiaca), dsb. intensitas dampaknya yang tinggi, tapak proyek merupakan
Bagian tepi Sungai Cipunagara habitat utama bagi fauna teresterial akan menyebabkan
didominasi tumbuhan terna, perdu dan terganggunya habitat fauna teresterial, sifat dampak yang
semak sedangkan pada tepi sungai yang kumulatif, serta sifat dampaknya yang tak terbalikkan.
landai dan masih terpengaruh banjir
didominasi oleh jenis rumput-
rumputan. Pada tepi sungai yang
bertanggul dijumpai jenis-jenis
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
Kirinyuh (Eupathorium innulifolium),
Teklan (Eupatorium riparium), seruni
(Wedelia biflora), Harendong (Clidemia
hirta), Saliara (Lantana camara),
Alimusa (Mimosa invisa), Jarong
(Stachytarpheta indica),dsb. Pada
bagian tepi sungai yang datar dan
basah serta delta muara sungai
didominasi tumbuhan rumput-
rumputan: Gelagah (Saccharum
spontaneum), Alang-alang (Imperata
cylindrica), papayungan (Cyperus
cyperoides), Jukut pait (Axonopus
compressus), paku-pakuan yaitu : Paku
resam (Gleichenia linearis), dsb.
Dari hasil pengamatan di wilayah studi
tidak ditemukan adanya jenis
tumbuhan yang dilindungi berdasarkan
peraturan perundangan baik nasional
maupun internasional.
14 Migrasi Di daerah rencana genangan, terdapat Besaran Dampak DPH 13, DPH 14, DPH 15,
fauna sebanyak 45 jenis avifauna (burung), 8 Dampak ini merupakan dampak sekunder dari penurunan dan DPH 16 bertemu pada
teresterial jenis mammalia, dan 17 jenis kerapatan flora teresterial akibat penggenangan Waduk ruang dan waktu yang sama,
herpetofauna (amfibia dan reptilia). Sadawarna seluas 693,943 ha. Penggenangan yang merubah karena kegiatan yang
(Merupa- Terdapat sebanyak 13 jenis avifauna sebagian ekosistem hutan produksi (jati), kebun campuran, menyebabkan DPH 13, DPH
kan yang dilindungi berdasarkan Undang- riparian, pekarangan, dan areal persawahan menjadi ekosistem 14, DPH 15, dan DPH 16
dampak Undang Republik Indonesia dan akuatik akan berpengaruh terhadap populasi fauna.Hilangnya dilakukan secara bersamaan.
sekunder) sebanyak 2 jenis termasuk dalam habitat eksisting dari satwa liar yang menghuni tapak bendung
apendik II CITES. Sebanyak 2 jenis akan menurunkan jumlah populasi jenis di wilayah studi. Maka dari analisis ini, DPH
mammalia yang memiliki nilai Selain itu, fauna teresterial/satwa liar yang biasa menjadikan 13, DPH 14, DPH 15, dan
konservasi sangat penting, yaitu ekosistem di sekitar tapak proyek untuk mencari makan, DPH 16 menjadi dampak
Berang-berang cakar kecil (Aonyx bersarang, dan berlindung akan kehilangan tempat tersebut penting
cinerea) dan jenis Berang-berang bulu dan berpindah ke tipe habitat di sekitarnya yang elevasinya
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
licin (Lutrogale perspicillata). lebih tinggi.
Sebanyak 1 jenis reptil mempunyai Walaupun dapat berpindah ke lokasi yang lebih tinggi, aman,
nilai konservasi, yaitu ular sanca dan sama tipe habitatnya akan tetapi tidak mudah bagi
kembang (Python reticulatus) yang beberapa jenis satwa liar untuk beradaptasi di lokasi yang baru.
termasuk dalam apendiks II CITES Hilangnya habitat bersarang satwa liar akibat dari adanya
artinya jenis ini dianggap langka, tetapi genangan akan sangat berpengaruh terhadap ekosistem secara
masih dapat dimanfaatkan secara keseluruhan, sehingga terjadi penurunan populasi jenis satwa
terbatas, antara lain melalui sistem liar.
penjatahan (kuota) dan pengawasan. Dengan berpindahnya fauna ke tempat yang lebih tinggi maka
kelimpahan populasi dan keanekaragaman jenis di luar area
genangan akan meningkat, sehingga tingkat kompetisi di area
tersebut akan semakin tinggi, baik di dalam mencari makan,
bersarang atau berkembang biak, dan berlindung.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
permukaan ini cukup lunak, mudah Perubahan dan kerusakan struktur tanah karena aktivitas
lepas, di beberapa bagian memiliki konstruksi.
plastisitas antara sedang – tinggi. Terpicu aktivitas gempa bumi. DPH 13, DPH 14, DPH 15,
(b) Faktor Internal. dan DPH 16 bertemu pada
Penjenuhan massa tanah akan menyebabkan perlemahan ruang dan waktu yang sama,
atau pelepasan ikatan material antar butir tanah/massa karena kegiatan yang
batuan. menyebabkan DPH 13, DPH
Terjadinya tegangan air pori oleh penjenuhan massa 14, DPH 15, dan DPH 16
tanah/batuan yang menurunkaan kuat geser (shear dilakukan secara bersamaan.
strength) tanah.
Adanya diskontinuitas geologi antar jenis batuan penyusun Maka dari analisis ini, DPH
yang berbeda atau bidang perlapisan, bidang hancuran, 13, DPH 14, DPH 15, dan
sesar dan perubahan sifat fisik tanah akibat pelapukan yang DPH 16 menjadi dampak
ditemui di beberapa tempat sekitar rencana area waduk. penting
Bidang-bidang ini akan menjadi tidak stabil pada saat
penggenangan.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
primer) menggunakan jalan akses sehari- hubungan antara
hari berupa Jalan Desa Tanjung – - Desa Tanjung bagian selatan – Desa Suriamedal
Jalan Desa Suriamedal - Jalan Desa - Desa Suriamedal - Desa Surian bagian utara. DPH 13, DPH 14, DPH 15,
Surian. Permasuk 2 buah jembatan dan DPH 16 bertemu pada
pada ruas jalan tersebut. Sifat Penting Dampak ruang dan waktu yang sama,
Merupakan dampak penting karena daerah masyarakat yang karena kegiatan yang
merasakan dampak cukup banyak, meliputi masyarakat di menyebabkan DPH 13, DPH
wilayah studi yaitu Desa Sadawarna dengan Desa Cibalandong 14, DPH 15, dan DPH 16
Jaya, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang; Desa Tanjung dan dilakukan secara bersamaan.
Desa Desa Suriamedal, dan Desa Surian, di Kecamatan Surian,
Kabupaten Sumedang. Maka dari analisis ini, DPH
13, DPH 14, DPH 15, dan
DPH 16 menjadi dampak
penting
17 Berkurang Debit andalan selama musim kering 5 Besaran Dampak Merupakan dampak penting
-nya tahunan atau Q80%, pada posisi as Karena adanya kegiatan pengisian awal waduk, maka akan terutama karena luas
kuantitas bendungan adalah 5,779 m3/detik, terjadi pengurangan debit andalan selama 20 bulan. wilayah yang terkena
aliran air diisi oleh DAS Cipunegara Hulu. Untuk maintenance tetap akan dialirkan air sungai ke bagian dampak cukup besar. daerah
Sungai hilir bendungan melalui terowongan pengelak, yaitu sebesar irigasi seluas total 38.188 ha,
Cipunega- 5% dari debit rata-rata. Dengan debit rata-rata sebesar 19,845 danPT Dahana seluas + 600
ra di hilir m3/dt., maka debit untuk maintenance adalah 0,992 m3/dt. ha.
rencana Daerah yang akan terkena dampak penting dari keringnya
bendungan Sungai Cipunegara pada saat pengisian waduk adalah daerah
sebelum pertemuan Sungai Cikandung dengan Sungai
(Merupa- Cipunegara. Lokasi intake air baku PT Dahana akan terkena
kan dampak kekeringan selama 20 bulan. Selebihnya setelah ada
dampak pertemuan dengan Sungai Cikandung, Sungai Cilamatan,
primer) Sungai Cigadung, dan Sungai Cipunegara Hilir, maka ada
tambahan debit Sungai Cipunegara, sehingga Bendung
Salamdarma pada SaluranTarun Timur masih mendapat suplai
air irigasi.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
Sifat Penting Dampak
Merupakan dampak penting terutama karena luas wilayah
yang terkena dampak cukup besar. daerah irigasi seluas total
38.188 ha, danPT Dahana seluas + 600 ha.
18 Perubahan Berdasarkan data primer tahun 2014 Besaran Dampak DPH 18 dan DPH 19,
komposisi hasil analisis plankton benthos yang Penggenangan kawasan bendungan seluas 693,943 ha dengan bertemu pada ruang dan
biota air dilakukan Laboratorium Ekologi volume 72,881 m3, akan merubah ekosistem air mengalir waktu yang sama, karena
PPSDAL Unpad, di perairan lokasi studi menjadi ekosistem air tidak mengalir, serta terjadinya Perubahan komposisi biota
(Merupa- telah ditemukan sebanyak 35 jenis stratifikasi air berdasarkan kedalaman. Dasar bendungan air (DPH 19) menyebabkan
kan plankton yang terdiri dari 21 jenis diprakirakan akan dihuni oleh benthos yang tahan terhadap ptensi berkembangnya
dampak fitoplankton dan 14 jenis zooplankton. kondisi mikroaerofil hingga anaerob, dan yang tidak tahan Keramba Jaring Apung (salah
primer) Sedangkan untuk jenis benthos terhadap kondisi demikian akan berada di tepi waduk yang satu penyebab DPH 19)
ditemukan sebanyak 9 jenis. relatif dangkal.
Indeks keanekaragaman jenis Simpson Untuk plankton dengan aerasi yang kecil, yang bertahanadalah Maka dari analisis ini, DPH
untuk plankton di perairan wilayah yang toleran terhadap kandungan DO yang rendah. Perubahan 18 dan DPH 19 merupakan
studi berkisar antara 0,790 (Stasiun 2) ini akan mempengaruhi populasi dan komposisi jenis pada trofi dampak penting
sampai dengan 0,804 (Stasiun 1). diatasnya seperti ikan.
Sedangkan indeks keanekaragaman Dengan adanya kegiatan operasional dan pemeliharaan
jenis Simpson untuk benthos berkisar bendungan serta fasilitas penunjangnya diperkirakan akan
antara 0,657 (Stasiun 1) sampai dengan merubah komposisi penyusun biota air baik plankton, benthos,
0,720 (Stasiun 3). Berdasarkan indeks maupun nekton (ikan) sebagai konsumen perairan tertinggi.
keanekaragaman jenis Shannon & Pembendungan aliran sungai akan membentuk ekosistem baru
Wiener, plankton dan benthos di yang sangat berlainan dengan ekosistem sungai. Sungai yang
wilayah studi dapat dikategorikan merupakan perairan mengalir sebagai habitat ikan sungai, akan
sebagai perairan yang cukup memiliki mengalami perubahan menjadi perairan waduk dan mungkin
daya dukung bagi kelangsungan hanya beberapa jenis ikan saja yang mampu menyesuaikan diri
keberadaan biota perairan. untuk hidup dan berkembangbiak dalam menyelesaikan daur
Berdasarkan hasil pengambilan data hidupnya.
ikan secara langsung maupun Perubahan ekosistem sungai menjadi ekosistem waduk akan
wawancara dengan penduduk di berpengaruh terhadap populasi ikan. Jenis ikan yang dapat
wilayah studi, terdapat sebanyak 23 beradaptasi dengan lingkungan waduk akan tumbuh dan
jenis ikan. berkembang biak serta biasanya merupakan ikan yang
mendominasi. Sebaliknya, jenis ikan yang kurang atau tidak
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
mampu beradaptasi, pada jangka panjang akan menghilang
meskipun mungkin pada tahun pertama penggenangan
jumlahnya melimpah. Dengan demikian adanya kegiatan
operasional dan pemeliharaan waduk akan berdampak positif
terhadap perubahan komposisi penyusun komunitas biota air.
Potensi budidaya perikanan jaring terapung sangat mungkin
untuk berkembang sesuai analogi dengan waduk/situ di daerah
lain di Indonesia. Akan tetapi apabila tidak dibatasi
penggunaannya dikhawatirkan dapat menjadi sumber
penyebab terjadinya penurunan kualitas air waduk akibat
pemberian pakan ikan, sehingga akan menjadi ancaman bagi
kualitas air waduk.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
Analisis Perkembangan Wilayah karena Daya Tarik Wisata wisata yang merupakan
Daerah genangan dari Bendungan Sadawarna dapat salah satu DPH 19,
meningkatkan estetika lingkungan. Analogi dengan bendungan walaupun perkembangan
lain di Indonesia, adanya bendungan dapat menjadi daya tarik diprediksi tidak signifikan
wisata daerah setempat sehingga dapat berdampak terhadap sehingga dinilai tidak
pengembangan wilayah, yang kemudian menimbulkan dampak sampai dapat memicu
keuntungan bagi masyarakat sebagai peluang bekerja/berusaha terjadinya DPH 20
baik dibidang jasa, barang, maupun investasi. (gangguan kepada PT
Dari hasil observasi di lapangan maupun penelaahan di materi Dahana), tetapi sebetulnya
teknis RTRW, tidak ada objek wisata eksisting yang ada pada dapat memberikan
wilayah studi. Wilayah studi juga bukan merupakan daerah dampak balik bagi DPH 1
yang dikembangkan sebagai kawasan peruntukan pariwisata (penurunan pendapatan
baik dalam RTRW Kabupaten Subang maupun RTRW petani), karena kegiatan
Kabupaten Sumedang, melainkan hutan produksi terbatas, potensi wisata dapat
hutan peruntukan rakyat, pertanian lahan basah dan lahan memicu multiplier effect
kering, sawah tadah hujan, perkebunan, peternakan. Dalam berupa peluang
peruntukan ruang tersebut, wisata alam masih boleh dilakukan meingkatkan pendapatan
tetapi tetapi secara terbatas, dalam arti akan ada pembatasan masyarakat termasuk OTD,
pemberian ijin untuk mendirikan sarana dan prasarana wisata, dalam hal pelayanan
dengan tujuan agar tidak akan merubah fungsi kawasan wisata, baik sebagai
tersebut. Dengan demikian diprediksi kegiatan wisata tidak penghasilan utama
memiliki magnitude yang besar karena hanya akan bersifat maupun penunjang.
setempat (lokal). Dengan demikian dinilai
sebagai dampak penting.
Sifat penting dampak
Karena akan ada pelarangan terhadap aktivitas KJA, serta
potensi wisata hanya setempat (lokal), maka dari sisi jumlah
penduduk yang akan terkena dampak, luas wilayah penyebaran
dampak, Intensitas dan lamanya dampak berlangsung,
komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak,
dan sifat kumulatif dampak dikatagorikan kecil. Tetapi dampak
memungkinkan untuk berbalik tanpa pengelolaan, sehingga
dari pertimbangan ini dikatagorikan sebagai dampak penting.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
20 Gangguan Bagian lokasi PT Dahana yang Besaran dampak Perkembangan wilayah
keamanan bersinggungan dengan kepentingan Dampak ini merupakan dampak sekunder dari dampak menjadi lokasi wisata yang
untuk Waduk Sadawarna yaitu, jalan masuk ’Perkembangan Wilayah’. Terutama dampak kawasan ini yang merupakan salah satu DPH
kegiatan menuju Waduk Sadawarna berada di kemungkinan dapat berkembangan menjadi kawasan wisata, 19 memicu terjadinya DPH
PT Dahana atas lahan PT Dahana, tetapi pada dikhawatirkan kawasan menjadi ramai pengunjung dan 20, dinilai tidak signifikan
wilayah yang terkatagori zona aman. aktivitas multiplier effectnya seperti rumah makan, penginapan, dalam memicu terjadinya
(dampak Bahkan jalan masuk menuju lokasi dan fasilitas akomodasi lainnya, sehingga zona-zona bahaya di dampak ini, dikarenakan
sekunder Waduk Sadawarna pada kondisi PT Dahana dapat dimasuki oleh pihak yang tidak berpentingan. magnitude dampak potensi
dari eksisting dipakai sebagai jalan akses wisata hanya bersifat lokal ,
perkemba masyarakat menuju desa-desa yang Karena dampak primernya yaitu potensi perkembangan sehingga DPH 20 merupakan
ngan ada di wilayah studi, di Kecamatan wilayah memiliki magnitude yang kecil, karena pada RTRW dampak tidak penting.
wilayah) Cibogo.Guna lahan jalan masuk Kabupaten Subang dan Sumedang, wilayah studi bukan
tersebut pada kondisi eksisting adalah merupakan daerah yang dikembangkan sebagai kawasan
(Merupa- guna lahan mess karyawan serta peruntukan pariwisata, maka perkembangan wilayah wisata
kan perkebunan campuran yang menjadi diprediksi hanya setempat (lokal) dan memiliki magnitude yang
dampak area perlindungan /green belt dari kecil. Dengan demikian Gangguan keamanan untuk kegiatan PT
sekunder) zona bahaya pada PT Dahana. Di Dahana
sepanjang jalan tersebut diberikan Juag memiliki dampak yang kecil.
pagar kawat dan tanda-tanda
peringatan dilarang masuk, tanda Sifat penting dampak
kepemilikan PT Dahana, serta Dinilai tidak penting karena magnitude dampak potensi wisata
peringatan-peringatan bahaya agar hanya bersifat lokal , sehingga merupakan dampak tidak
tidak ada orang yang masuk ke wilayah penting.
PT Dahana.
21 Peningkat- Daerah penerima manfaat, semula Besaran dampak DPH 21 dapat berinteraksi
an merupakan persawahan tadah hujan Produktivitas rata-rata naik menjadi 5,559 ton/ha/tahun dengan DPH 1 (penurunan
produktivi atau irigasi sederhana, dengan karena jumlah panen meningkat menjadi 2 kali dalam setahun pendapatan petani).
-tas produktivitas rata-rata adalah 2,7 (sumsi disertai pula peningkatan faktor produksi dan aplikasi Jumlah petani yang terkena
pertanian ton/ha/tahun, produksi padi adalah teknologi pertanian).Di tahun ke-12, besarnya kenaikan dampak positif lebih besar
16.200 ton per tahun. produksi padi di daerah pemanfaat dengan adanya proyek dari petani yang merasakan
adalah 17.174 ton per tahun, atau produksi padi menjadi dampak negatif. Dengan
33.354 ton per tahun. demikian dinilai sebagai
dampak penting.
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
Sifat penting dampak
Dikatagorikan sebagai dampak penting karena wilayah
penyebaran dampak yang luas (6000 Ha)
22 Konflik Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Besaran dampak
Kepenting- Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 Ada kesenjangan mengenai rencana pemanfaatan waduk, DPH 22 dapat berinteraksi
an Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah antara Kementerian PU dan Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan DPH 1 (penurunan
Pemanfaat Kabupaten Sumedang Tahun 2011 – dalam hal manfaat air baku. pendapatan petani) dan DPH
an Air 2031, Waduk Sadawarna direncanakan 2 (keresahan masyarakat),
Studi Potensi Pengembangan Air Baku di DAS Cipunegara, 2010
Waduk sebagai salah satupenyedia air baku dan DPH 3 (Konflik karena
yang diacu dalam Laporan Review Desain Rencana Waduk
untuk pemanfaatan air baku untuk Penamaan Bendungan) .
Sadawarna pada Tahun 2011, menyebutkan bahwa wilayah
Kabupaten Sumedang, bersama dengan Karena wujud
pemanfaat Waduk Sadawarna hanya untuk Wilayah Kabupaten
Kab Subang dan Kab Indramayu. pengelolaannya telah
Subang dan Indramayu saja. Adapun wilayah Kabupaten
ditetapkan dalam deskripsi
Sumedang tidak menjadi wilayah pemanfaat dari Waduk
kegiatan bahwa wilayah
Sadawarna.
Kabupaten Sumedang juga
Dari hasil konsultasi publik teridentifikasi pula adanya sebagai wilayah pemanfaat
kekecewaan masyarakat terbebaskan di wilayah Sumedang air baku, sebetulnya
karena wilayah Sumedang tidak diproyeksikan untuk menerima magnitude dampak menjadi
manfaat langsung dari keberadaan Waduk Sadawarna, berkurang, tetapi karena
sementara mereka merasa berhak mendapatkan manfaatnya berinteraksi dalam ruang
karena sudah melakukan pengorbanan dalam proses dan waktu yang sama, maka
pembebasan lahan; dan hal ini akan memancing adanya dampak ini menjadi
keresahan masyarakat. penting..
Dari hasil diskusi dengan Pemerintah Kabupaten Sumedang,
tertangkap potensi wilayah Sumedang yang memungkinkan
menjadi pemanfaat air baku dengan pangaliran gravitasi, yaitu
sebagian kecil wilayah di Kecamatan Surian, satu Desa di
bagian utara yaitu Desa Tanjung. Hal ini kemudian disepakati
oleh pemrakarsa bahwa akan ada wilayah di Kabupaten
Sumedang yang akan diproyeksikan sebagai pemerima manfaat
air baku, sehingga dituliskan dalam deskripsi kegiatan dalam
Dokumen ANDAL (bab 1.1.1, sub bab 1.1.2. dan 1.1.4.) bahwa
Wilayah Kabupaten Sumedang menjadi salah satu pemanfaat
NO DPH RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL HASIL PRAKIRAAN DAMPAK HASIL EVALUASI DAMPAK
air baku. Dari uraian di atas, karena sudah ada kesepakatan
penyelesaian masalah mengenai pemanfaatan waduk untuk
Kabupaten Sumedang, maka magnitude dampak berkurang.
BAB IV
Berdasarkan Per Men LH No 16 tahun 2012, dalam evaluasi dampak, telaahan yang perlu
dilakukan meliputi :
a. Bentuk hubungan keterkaitan dan interaksi DPH beserta karakteristiknya antara lain
seperti frekuensi terjadi dampak, durasi dan intensitas dampak, yang pada akhirnya
dapat digunakan untuk menentukan sifat penting dan besaran dari dampak-dampak
yang telah berinteraksi pada ruang dan waktu yang sama.
b. Komponen-komponen rencana pembangunan/ keberadaan Waduk Sadawarna yang
paling banyak menimbulkan dampak lingkungan.
c. Area-area yang perlu mendapat perhatian penting (area of concerns), beserta
luasannya (lokal, regional, nasional, atau bahkan internasional lintas batas negara),
antara lain sebagai contoh seperti:
1) Area yang mendapat paparan dari beberapa dampak sekaligus dan banyak
dihuni oleh berbagai kelompok masyarakat;
2) Area yang rentan/rawan bencana yang paling banyak terkena berbagai dampak
lingkungan; dan/atau
3) Kombinasi dari are sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b atau
lainnya
d. Menganalisis Arahan Pengelolaan
Berdasarkan informasi hasil telaahan seperti di atas, maka selanjutnya akan dilakukan
telahaan atas berbaga opsi pengelolaan dampak lingkungan yang mungkin dilakukan,
ditinjau dari ketersediaan opsi pengelolaan terbaik (best available technology),
kemampuan pemrakarsa untuk melakukan opsi pengelolaan terbaik (best achievable
technology) dan relevansi opsi pengelolaan yang tersedia dengan kondisi lokal. Dari
hasil telaahan ini, akan dirumuskan arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup yang menjadi dasar bagi penyusunan RKL-RPL yang lebih detail/rinci dan
operasional.
Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi
Keberadaan Waduk Sadawarna, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan
daya tampung lingkungan dimaksud.
Evaluasi tahap ini dimaksudkan untuk menelaah bentuk hubungan keterkaitan dan
interaksi dampak penting beserta karakteristiknya. Dalam hal ini metoda bagan alir
(flowchart) dampak digunakan untuk memberikan gambaran hubungan keterkaitan antar
dampak. Sedangkan metoda simple checklist digunakan untuk memetakan dampak penting,
komponen kegiatan penyebab dampak, dan komponen lingkungan yang terkena dampak,
ditujukan untuk melihat beban komponen lingkungan yang terkena dampak yang terjadi
pada waktu yang bersamaan.
Tabel 4.1. memetakan kegiatan penyebab dampak dengan komponen lingkungan yang
terkena dampak.
Gambar 4.1. sampai dengan Gambar 4.3. memetakan hubungan keterkaitan antar
dampak dalam bentuk bagan alir (flowchart).
Dampak yang ditampilkan adalah dampak yang sudah ditapis dalam tahap pelingkupan
menjadi dampak penting hipotetik, lebih lanjut penetapan menjadi dampak positif/negatif
penting atau tidak penting telah melalui ‘telaahan dampak penting’ dalam bab 3 dokumen
ini.
Pra
Kegiatan Konstruksi Operasional
Konstruksi
Pengoperasian Bangunan
Pemeliharaan Bendungan
Utama dan dan Bangunan
Pembangunan Jalan-jalan
Mobilisasi alat berat dan
Mobilisasi Tenaga Kerja
Survai dan pengukuran
Konstruksi Bendungan
Persiapan material
Pembebasan lahan
Operasional dan
Pelengkap ,*)
Akses Baru
Konstruksi
Pengelak
Pengelak
Komponen lingkungan
No
I Komponen Fisik – Kimia
1 Kualitas Udara :
- Partikulat/debu -TP
2 Kebisingan -TP
3 Kestabilan Lereng
bendungan
4 Kestabilan Lereng -P
sempadan waduk
5 Erosi dan Sedimentasi
6 Penurunan Tanah (Land
Subsidence)
7 Kuantitas Air Sungai -P
/Waduk
8 Kualitas Air Sungai /Waduk
9 Hidrogeologi
10 Kerusakan Jalan -P
11 Aksesibilitas masyarakat -P
12 Pola Pelayanan Lalu Lintas
II Komponen Biologi
14 Kerapatan Flora -P
15 Migrasi Fauna -P
16 Biota Air -P
III Komponen Sosekbud
17 Pendapatan petani -P
18 Peningkatan Pendapatan +p
tenaga kerja
19 Sosial budaya (keresahan, -P -P -TP
konflik)
20 Produktivitas -P
Pertanian/Lahan Budi Daya
21 Perkembangan Wilayah -/+
P/TP
22 Keamanan Lingkungan -TP
(PT Dahana)
IV Kesehatan Masyarakat
23 Sanitasi Lingkungan -P
24 Prevalensi Penyakit Bawaan -P
Air
25 Prevalensi Penyakit ISPA -TP
Keterangan : + P : Dampak Positif Penting - P : Dampak Negatif Penting
+ TP : Dampak Positif Tidak Penting - TP : Dampak Negatif Tidak Penting
K = Kegiatan penyebab dampak
L = Parameter lingkungan yang terkena dampak
PEMBEBASAN LAHAN
KERESAHAN MASYARAKAT -P
Dari Gambar 4.1. dapat dilihat bahwa pada tahap pra konstruksi, ada 3 (tiga) dampak
penting hipotetik primer dan 1 (satu) dampak penting sekunder yang dianalisis dalam
tahap ANDAL, dan keempatnya dikatagorikan sebagai dampak negatif penting.
Dari Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa pada tahap konstruksi ada 5 (lima) dampak penting
hipotetik primer dan 3 (tiga) dampak penting hipotetik sekunder yang dianalisis dalam
tahap ANDAL. Dari delapan dampak tersebut, 1 dampak dikatagorikan sebagai dampak
positif penting, 4 dampak dikatagorikan sebagai dampak negatif penting, sementara 3
dampak dikatagorikan sebagai dampak negatif tidak penting.
Dapat dilihat pula pada Gambar 4.2. dan Tabel 4.1. bahwa tidak ada Dampak Penting
Hipotetik dari 5 kegiatan di tahap konstruksi, yaitu (1) Pembuatan bangunan pengelak,
(2) Pengoperasian bangunan pengelak, (3) Persiapan material (penggalian bahan tanah,
pasir dan kerikil dan penggalian batu (borrow dan quarries), (4) Pembangunan jalan-
jalan akses baru, dan (5) Konstruksi bendungan utama.
Hal tersebut dikarenakan dampak pada kegiatan-kegiatan tersebut sudah memiliki
pengelolaan yang telah diantisipasi pemrakarsa sebagai bagian dari rencana kegiatan,
mengacu kepada SOP, panduan teknis pemerintah, standar internasional, yang telah
dijelaskan sebelumnya pada Tabel 1.12, Ringkasan Pelingkupan Dampak Penting
Hipotetik, dan sub bab lainnya di bab 1 yang membahas kegiatan yang dimaksud di atas.
Untuk selanjutnya, pengelolaan dan pemantauan untuk dampak dari 5 kegiatan tersebut
akan diuraikan kembali dalam bab 2 dokumen RKL-RPL dalam pembahasan mengenai
“Dampak Lingkungan Lainnya yang perlu dikelola (Pengelolaan lingkungannya telah
direncanakan sejak awal sebagai bagian dari rencana kegiatan, atau mengacu kepada SOP,
panduan teknis pemerintah, standar internasional, dll)”.
TAHAP KONSTRUKSI
TAHAP OPERASIONAL
GANGGUAN
MIGRASI FAUNA KEAMANAN
TERESTERIAL UNTUK KEGIATAN
-P PT DAHANA
-TP
Dari Gambar 4.3. dapat dilihat bahwa pada tahap operasional ada 8 (delapan) dampak
penting hipotetik primer dan 2 (dua) dampak penting hipotetik sekunder yang dianalisis
dalam tahap ANDAL. Dari sepuluh dampak tersebut, 7 dampak dikatagorikan sebagai dampak
negatif penting, 2 dampak dikatagorikan sebagai dampak negatif tidak penting, dan 1 dampak,
yaitu perkembangan wilayah, memiliki dua sisi antara negatif tidak penting dan positif
penting.
Dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. sampai dengan Gambar 4.3. dapat dilihat bahwa komponen
lingkungan yang diprakirakan paling banyak terkena dampak negatif penting adalah
keresahan masyarakat.
Dari uraian tersebut tampak bahwa komponen sosial (berupa keresahan masyarakat dan
konflik sosial), dapat dikategorikan sebagai komponen lingkungan yang paling sensitif
terkena dampak negatif penting dari rencana kegiatan pembangunan Waduk Sadawarna,
karena ada 3 kegiatan penyebab dampak yang berujung pada dampak sosial ini.
Komponen lingkungan yang diprakirakan terkena dampak positif penting di tahap konstruksi
adalah kesempatan bekerja/berusaha yang dipengaruhi oleh 1 komponen kegiatan, serta di
tahap operasional, perkembangan wilayah, dan produktivitas lahan pertanian di wilayah
pemanfaat. Komponen lingkungan sosial merupakan komponen lingkungan yang sensitif
untuk memperoleh manfaat dari pembangunan Waduk Sadawarna.
Komponen kegiatan pada tahap pra konstruksi yang banyak berdampak negatif penting
terhadap lingkungan pembebasan lahan, yang berdampak penting terhadap 2 komponen
lingkungan.
Komponen kegiatan pada tahap konstruksi yang paling banyak menimbulkan dampak negatif
penting terhadap komponen lingkungan adalah aktivitas kantor dan basecamp, terhadap 2
komponen lingkungan, mobilisasi alat dan material konstruksi terhadap 2 komponen
lingkungan, sementara kegiatan konstruksi yang lainnya sebagian besar telah memiliki
pengelolaan yang telah diantisipasi pemrakarsa sebagai bagian dari rencana kegiatan,
mengacu kepada SOP, panduan teknis pemerintah, standar internasional, yang telah
dijelaskan sebelumnya pada Tabel 1.12.
Secara umum 2 buah kegiatan pada tahap operasional banyak menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan. Kegiatan pengisian awal waduk menyebabkan 6 komponen lingkungan
terkena dampak negatif, sementara dampak positif akan dirasakan pada kegiatan operasional
dan pemeliharaan bendungan terhadap 2 komponen lingkungan, dan dampak negatif
terhadap 1 komponen lingkungan.
3). Komponen-komponen lingkungan yang dinilai paling sensitif terhadap adanya kegiatan di
sekitarnya dapat dilihat dari banyaknya komponen kegiatan yang mempengaruhinya
secara signifikan.
4). Makin banyak komponen lingkungan yang terkena dampak penting, maka makin besar
pula kebutuhan penanganan komponen lingkungan hidup.
Untuk menganalisa area-area yang perlu mendapat perhatian penting (area of concerns),
maka diperlukan analisis dampak-dampak penting hipotetik yang terjadi pada ruang dan
waktu yang sama. Untuk dampak demikian, walaupun besaran dampak tunggal tidak besar,
dan sifatnya tidak penting, tetapi dapat menjadi dampak penting karena berinteraksi dengan
dampak yang lainnya yang terjadi ruang dan waktu yang sama, sehingga memerlukan
pengelolaan yang terpadu.
Analisis terhadap dampak yang berinteraksi dalam ruang dan waktu yang sama dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Dari uraian mengenai komponen kegiatan yang paling banyak menimbulkan dampak dan
komponen lingkungan yang paling sensitif terkena dampak, maka dapat disimpulkan bahwa
area-area yang perlu mendapat perhatian penting (area of concerns) adalah :
(1) Penduduk lahannya terbebaskan,
(2) Penduduk di wilayah studi yang aksesibilitasnya terganggu,
(3) Penduduk yang bermukim di sisi jalan raya yang terlalui kendaraan pengangkut material.
(4) Penduduk di Kabupaten Sumedang yang tidak dialokasikan mendapat manfaat langsung
(air baku, irigasi) dari keberadaan waduk.
(5) PT Dahana terutama sumber air bakunya (intake di Sungai Cipunagara)
(6) Waduk Sadawarna termasuk sempadan waduknya,
(7) Cathment Area Waduk.
Tabel 4.2. Analisis Dampak Yang Berinteraksi Dalam Ruang Dan Waktu
NO Dampak penting DAMPAK YANG BERINTERAKSI DALAM RUANG DAN WAKTU YANG SAMA Kesimpulan
DPH Hipotetik (DPH)
TAHAP PRA KONSTRUKSI
1 Penurunan DPH 1, DPH 2, DPH 3, dan dan DPH 4 bertemu pada ruang dan waktu yang sama. -P
pendapatan petani. Karena kegiatan yang menyebabkan DPH 1, DPH 3, dan DPH 4 dilakukan secara Penduduk lahannya terbebaskan
(Merupakan bersamaan, sehingga intensitas DPH 2 lebih tinggi. termasuk dalam area of concern
dampak primer) Dengan demikian ada potensi Penurunan pendapatan petani akan berinteraksi karena banyak dampak penting
2 Keresahan dengan konflik sosial (karena nama bendungan) dan konflik sosial (pembebasan yang bertemu pada ruang dan
masyarakat. makam keramat), dapat mempertajam keresahan masyarakat yang berujung waktu yang sama
(Merupakan terhadap persepsi masyarakat yang negatif terhadap proyek yang menimbulkan
dampak sekunder hambatan terhadap kelancaran proyek.
dari dampak Maka dari analisis ini, DPH 1,2,3 dan 4 menjadi dampak penting
Penurunan
pendapatan petani)
3 Konflik sosial
(karena nama
bendungan).
(Merupakan
dampak primer)
4 Konflik sosial
(Karena pembebasan
Makam Keramat)
(Merupakan dampak
primer)
TAHAP PRA KONSTRUKSI
5 Peningkatan Pengelolaan dampak terhadap DPH 5 dapat berintegrasi dengan pengelolaan Wilayah studi terutama area yang
pendapatan tenaga dampak untuk DPH 2, DPH3, dan DPH 4. Pengelolaan terhadap DPH 5 ini dapat lahannya terbebaskan termasuk
kerja menimbulkan efek dampak balik DPH 2, DPH3, dan DPH 4, yang semula berujung area of concern karena banyak
pada berpersepsi negatif terhadap kegiatan sehingga terjadi keresahan, bila dampak penting yang bertemu
NO Dampak penting DAMPAK YANG BERINTERAKSI DALAM RUANG DAN WAKTU YANG SAMA Kesimpulan
DPH Hipotetik (DPH)
(Merupakan masyarakat diberikan kesempatan untuk memanfaatkan DPH 5 berupa multiplier pada ruang dan waktu yang sama
dampak primer) effect dari peluang mendapatkan penghasilan pengganti, dengan bekerja di
proyek atau berjualan.
Dengan demikian dinilai sebagai dampak penting
6 Penurunan Kualitas DPH 6 terjadi pada Sungai Cipunagara yang sudah memiliki beban BOD yang Intake air baku PT Dahana
Sanitasi Lingkungan sudah tinggi pada kondisi tanpa proyek, termasuk dalam area of concern
(sampah dan DPH 6 juga akan berlangsung berantai kepada komponen kesehatan masyarakat karena banyak dampak penting
limbah cair) (DPH 7). Dampak terjadi pada intake air baku PT Dahana yang bertemu pada ruang dan
Dengan demikian dinilai sebagai dampak penting. waktu yang sama
(Merupakan
dampak primer)
7 Peningkatan DPH 7 merupakan dampak sekunder dari DPH 6 yang merupakan dampak
Prevalensi Penyakit penting.
Bawaan Air (Water Dengan demikian dinilai sebagai dampak penting
Borne Deseases)
(Merupakan
dampak sekunder)
8 Penurunan kualitas DPH 8, DPH 10, DPH 11, dan DPH 12 bertemu pada ruang dan waktu yang sama, Penduduk yang aksesibilitasnya
udara (parameter karena kegiatan yang menyebabkan DPH 8, DPH 10, dan DPH 11 dilakukan secara terganggu, dan penduduk yang
debu) bersamaan. bermukim di sisi jalan raya yang
Dengan demikian ada kemungkinan bahwa walaupun magnitude DPH 8 kecil terlalui kendaraan pengangkut
(Merupakan (resuspensi debu), dan magnitude DPH 10 kecil (kebisingan), tetapi akan material termasuk area of
dampak primer) berinteraksi dengan kerusakan jalan yang memiliki magnitude dampak besar concern karena banyak dampak
sehingga dapat mempertajam ketidaknyamanan masyarakat yang berujung penting yang bertemu pada ruang
terhadap persepsi masyarakat yang negatif terhadap proyek. dan waktu yang sama
Maka dari analisis ini, DPH 8, DPH 10, dan DPH 11 menjadi dampak penting
10 Peningkatan DPH 8, DPH 10, DPH 11, dan DPH 12 bertemu pada ruang dan waktu yang sama,
Intensitas karena kegiatan yang menyebabkan DPH 8, DPH 10, dan DPH 11 dilakukan secara
NO Dampak penting DAMPAK YANG BERINTERAKSI DALAM RUANG DAN WAKTU YANG SAMA Kesimpulan
DPH Hipotetik (DPH)
Kebisingan bersamaan.
Dengan demikian ada kemungkinan bahwa walaupun magnitude dampak kecil
(Merupakan untuk peningkatan debu dan kebisingan, tetapi akan berinteraksi dengan
dampak primer) kerusakan jalan yang memiliki magnitude dampak besar sehingga
dapat mempertajam ketidaknyamanan masyarakat yang berujung terhadap
persepsi masyarakat yang negatif terhadap proyek.
Maka dari analisis ini, DPH 8, DPH 10, dan DPH 11 menjadi dampak penting
11 Kerusakan jalan DPH 8, DPH 10, DPH 11, dan DPH 12 bertemu pada ruang dan waktu yang sama, Penduduk yang aksesibilitasnya
(pengurangan masa karena kegiatan yang menyebabkan DPH 8, DPH 10, dan DPH 11 dilakukan secara terganggu, dan penduduk yang
layan jalan) bersamaan. bermukim di sisi jalan raya yang
(dampak primer) Dengan demikian ada kemungkinan bahwa walaupun magnitude dampak kecil terlalui kendaraan pengangkut
12 Keresahan untuk peningkatan debu dan kebisingan, tetapi akan berinteraksi dengan material termasuk area of
masyarakat kerusakan jalan yang memiliki magnitude dampak besar sehingga concern karena banyak dampak
dapat mempertajam ketidaknyamanan masyarakat yang berujung terhadap penting yang bertemu pada ruang
(Merupakan persepsi masyarakat yang negatif terhadap proyek. dan waktu yang sama
dampak sekunder) Maka dari analisis ini, DPH 8, DPH 10, dan DPH 11 menjadi dampak penting
TAHAP OPERASIONAL
13 Penurunan DPH 13, DPH 14, DPH 15, dan DPH 16 bertemu pada ruang dan waktu yang sama, Penduduk di radius 1 km dari
kerapatan flora karena kegiatan yang menyebabkan DPH 13, DPH 14, DPH 15, dan DPH 16 sempada waduk termasuk dan
teresterial dilakukan secara bersamaan. yang yang aksesibilitasnya
terganggu, termasuk area of
(Merupakan
Maka dari analisis ini, DPH 13, DPH 14, DPH 15, dan DPH 16 menjadi dampak concern area of concern karena
dampak primer)
penting banyak dampak penting yang
14 Migrasi fauna
bertemu pada ruang dan waktu
teresterial
yang sama
(Merupakan
dampak sekunder)
15 Penurunan
stabilitas lereng
NO Dampak penting DAMPAK YANG BERINTERAKSI DALAM RUANG DAN WAKTU YANG SAMA Kesimpulan
DPH Hipotetik (DPH)
sempadan waduk
(Merupakan
dampak primer)
16 Terputusnya jalan
dan jembatan
(aksesibiltas masya-
rakat)
(Merupakan
dampak primer)
17 Berkurangnya - PT Dahana yang intake air
kuantitas aliran air bakunya terganggu secara
Sungai Cipunagara intensif termasuk area of concern
di hilir rencana
bendungan
(Merupakan
dampak primer)
18 Perubahan DPH 18 dan DPH 19, bertemu pada ruang dan waktu yang sama, karena Waduk Sadawarna termasuk
komposisi biota air perubahan komposisi biota air (DPH 19) menyebabkan ptensi berkembangnya area of concern dari ancaman
Keramba Jaring Apung (salah satu penyebab DPH 19) keberadaan tumbuhnya KJA
(Merupakan
yang dapat menurunkan
dampak primer) Maka dari analisis ini, DPH 18 dan DPH 19 merupakan dampak penting
19 Perkembangan kualitas air dan percepatan
Potensi berkembangnya Keramba Jaring Apung (salah satu DPH 19), yang dipicu
wilayah oleh DPH 18, dapat mengancam kelangsungan kegiatan operasinal bendungan, pendangkalan waduk.
Sehingga diaktagorikan sebagai dampak penting. Sempadan waduk termasuk
(Merupakan Sedangkan Perkembangan wilayah menjadi lokasi wisata yang merupakan salah area of concern dari keberadaan
dampak satu DPH 19, walaupun perkembangan diprediksi tidak signifikan sehingga aktivitas wisata yang
primer/sekunder) dinilai tidak sampai dapat memicu terjadinya DPH 20 (gangguan kepada PT berpotensi multiplier effect
Dahana), tetapi sebetulnya dapat memberikan dampak balik bagi DPH 1
sebagai sumber penghasilan
(penurunan pendapatan petani), karena kegiatan potensi wisata dapat memicu
NO Dampak penting DAMPAK YANG BERINTERAKSI DALAM RUANG DAN WAKTU YANG SAMA Kesimpulan
DPH Hipotetik (DPH)
multiplier effect berupa peluang meingkatkan pendapatan masyarakat termasuk masyarakat.
OTD, dalam hal pelayanan wisata, baik sebagai penghasilan utama maupun
penunjang. Dengan demikian dinilai sebagai dampak penting.
21 Peningkatan DPH 21 dapat berinteraksi dengan DPH 1 (penurunan pendapatan petani). Cathment area termasuk area of
produktivitas Jumlah petani yang terkena dampak positif lebih besar dari petani yang concern untuk mengelola
pertanian merasakan dampak negatif. Dengan demikian dinilai sebagai dampak penting. keberlangsungan kuantitas air
waduk agar manfaat waduk
efektif.
Telahaan atas berbagai opsi pengelolaan dampak lingkungan yang mungkin dilakukan,
ditinjau dari ketersediaan opsi pengelolaan terbaik (best available technology),
kemampuan pemrakarsa untuk melakukan opsi pengelolaan terbaik (best achievable
technology), dan relevansi opsi pengelolaan yang tersedia dengan kondisi lokal akan
dianalisis dalam tahap ini, untuk merumuskan arahan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup yang menjadi dasarbagi penyusunan RKL-RPL yang lebih detail/rinci
dan operasional.
b. Saat selesainya pekerjaan (pasca konstruksi), seluruh fasilitas akan dikembalikan sesuai
kondisi seperti semula atau dengan kondisi yang disetujui pemilik lahan.
Migrasi fauna terseterial diidentifikasikan sebagai dampak sekunder dari dampak primer
berupa Penurunan Kerapatan Flora, yang terjadi karena kegiatan pengisian awal waduk.
Penggenangan yang merubah sebagian ekosistem hutan produksi (jati), kebun campuran,
riparian, pekarangan, dan areal persawahan menjadi ekosistem akuatik akan berpengaruh
terhadap populasi fauna. Selain itu, fauna teresterial/satwa liar yang biasa menjadikan
ekosistem di sekitar tapak proyek untuk mencari makan, bersarang, dan berlindung akan
kehilangan tempat tersebut dan berpindah ke tipe habitat di sekitarnya yang elevasinya
lebih tinggi.
Pengelolaan dampak akan dilakukan dengan pendekatan teknologi (selain juga dengan
pendekatan sosial), yang tujuannya akan difokuskan untuk meminimalisasi dampak
terhadap penurunan keanekaragaman jenis flora terestrial dan jenis-jenis fauna yang
dilindungi.
Pengelolaan teknologi yang akan dilakukakan antara lain :
a. Penyediaan dan pemindahan bibit vegetasi yang merupakan jenis ekonomis dan
memiliki kekhasan untuk ditebar di luar area rencana genangan (green belt)
b. Untuk meminimasi dampak hilangnya fauna teresterial dilindungi yaitu
1. Untuk katagori Reptil : Sanca kembang (Python reticulatus)
2. Untuk jenis mammalia yaitu Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinerea) dan jenis
Berang-berang bulu licin (Lutrogale perspicillata)
Maka akan dilakukan pemindahan jenis-jenis fauna tersebut ke daerah hulu dengan
cara melakukan penangkapan (trapping) kemudian dilepasliarkan di kawasan hulu
c. Untuk meminimasi dampak hilangnya 13 jenis avifauna yang dilindungi maka akan
dilakukan pemindahan habitat pada daerah konservasi di cathment area waduk
Sadawarna dengan cara melakukan penanaman jenis-jenis pohon yang disukai oleh
avifauna tersebut untuk mencari makan, bersarang dan berlindung.
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalah keberadaan flora dan fauna yang
dilindungi sekitar Waduk Sadawarna
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalah apabila pemanfaat air Sungai Cipunagara
di hilir bendungan Sadawarna sudah mempersiapkan antisipasi dari dampak berkurang-
nya debit air Sungai Cipunagara selama masa penggenangan awal waduk.
Pendekatan ini adalah langkah-langkah yang akan ditempuh pemrakarsa dalam upaya
menanggulangi dampak penting, melalui tindakan-tindakan yang berlandaskan pada
interaksi sosial dan bantuan peran pemerintah jika diperlukan.
4.5.2.1. Pendekatan Sosial Ekonomi yang perlu Dilakukan pada Tahap Pra
Konstruksi
4.5.2.1.1. Dampak penting yang dikelola : Penurunan Pendapatan Petani -
Terputusnya Aksesibiltas Masyarakat - Keresahan Masyarakat
Meminimasi terjadinya penurunan tingkat pendapatan petani akibat lahan sawah yang
dibebaskan untuk pembangunan bendungandan penggenangan waduk dan mencegah
petani menjadi menganggur akibat berkurangnya lahan pertanian untuk kepentingan
pembangunan bendungandan penggenangan waduk.
Meminimasi terjadinya kerawanan sosial akibat nilai kompensasi pembebasan lahan
yang tidak layak, baik berupa lokasi relokasi maupun ganti rugi, berikut kelayakan
tinggal di tempat relokasi penduduk.
Meminimisasi dampak keresahan masyarakat akibat ancaman kehilangan
infrastrukstur aksesibilitas masyarakat (jalan dan jembatan).
Bentuk pendekatan sosial ekonomi pada intinya terdiri dari kegiatan sebagai berikut :
Memberikan kompensasi lahan garapan yang digunakan untuk kegiatan pembangunan.
Memfasilitasi kelompok penduduk ini untuk bermusyawarah untuk menggali gagasan
dengan tujuan membuat daftar kebutuhan prioritas setelah hilangnya sumber mata
pencaharian dari lahan garapan.
Menyusun program pemulihan pendapatan dan membuat lokakarya yang dihadiri oleh
instansi terkait dan pemangku kepentingan, untuk mendapatkan saran tanggapan
rencana program.
Melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai rencana pembuatan jalan akses
pengganti, serta berapa lama jalan tersebut dibangun.
Dampak berupa konflik sosial dalam penanganan pembebasan makam keramat Eyang
Kaputihan akan terjadi pada tahap pembebasan lahan dari keturunan maupun komunitas
masyarakat yang mengunjungi makam keramat Eyang Kaputihan.
Pengelolaan dampak akan dilakukan melalui pendekatan sosial (selain dapat juga dengan
pendekatan teknologi), dengan tujuan yang akan difokuskan kepada minimasi potensi
terjadinya konflik sosial antara pemrakarsa, masyarakat setempat, dan dengan keturunan
Eyang Kaputihan maupun pihak yang biasa menziarahi makam tersebut, akibat
penanganan dalam relokasi makam Eyang Kaputihan.
Bentuk pendekatan sosial adalah dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan
memberikan informasi kepada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai –nilai Tradisional Jawa
Barat, Banten dan Lampung, untuk menjelaskan rencana pergeseran as bendungan
sehingga tidak ada dampak terhadap tergenangnya makam keramat.
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalah tidak terjadinya gangguan kamtibmas yang
bersumber dari pembebasan makam keramat.
4.5.2.1.3. Dampak penting yang dikelola : Konflik Sosial dalam Penetapan Nama
Bendungan
Dampak berupa konflik sosial dalam penetapan nama bendunganakan terjadi pada tahap
pembebasan lahan. Potensi konflik terjadi dari masyarakat Kebupaten Sumedang, karena
penamaan ‘Bendungan/Waduk Sawadawarna’ dirasakan tidak memenuhi aspirasi
masyarakat Sumedang yang menginginkan nama bendungan/waduk adalah “ Waduk
Sipatahunan”.
Pengelolaan dampak yang dilakukan melalui pendekatan sosial akan dilakukan dengan
tujuan mencegah terjadinya konflik sosial antara pemrakarsa dan masyarakat setempat.
Bentuk pendekatan sosial adalah melalui musyawarah menyetujui nama bendungan, dan
sosialisasi intensif untuk memberikan pengertian bahwa dalam tahap perencanaan dan
konstruksi pekerjaan, sementara nama “Sadawarna’ masih perlu terus dipertahankan.
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalahtercapainya kesepakan dengan masyarakat
atas penamaan bendungan.
Dampak terciptanya kesempatan kerja dan usaha pada tahap konstruksi yang
menimbulkan dampak sekunder berupa peningkatan pendapatan akan terjadi karena
adanya kebutuhan tenaga kerja lokal pada tahap konstruksi Bendungan Sadawarna
sebanyak 281 orang. Pengelolaan dampak akan dilakukan melalui pendekatan sosial
ekonomi (selain juga pendekatan institusi), dengan tujuan pengelolaan dampak yang akan
difokuskan kepada optimalisasi dampak peningkatan pendapatan dari penyerapan tenaga
kerja lokal.
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalahpendapatan pekerja di wilayah studi sesuai
dengan Upah Minimum Regional yang ditetapkan Gubernur Provinsi Jawa Barat.
Pengelolaan dampak akan dilakukan melalui pendekatan sosial (selain juga pendekatan
teknologi), dengan tujuan pengelolaan dampak yang akan difokuskan kepada minimasi
terjadinya keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh ketiga dampak primer tersebut.
Bentuk pendekatan sosial adalah sosialisasi kepada masyarakat sekitar tentang rute yang
akan dilewati, lamanya kegiatan berlangsung, dan dampak yang ditimbulkan.
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalah:
a. Tidak adanya keluhan masyarakat akibat kerusakan jalan
b. Angka kebisingan memenuhi batas + 3 dBA dari baku tingkat kebisingan ekivalen
sebesar 55dBA, untuk guna lahan permukiman, berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/XI/1996, tentang Baku Tingkat
Kebisingan.
c. Kadar debu di udara ambien mengikuti baku mutu udara ambien untuk parameter
debu, menurut Peraturan Pemerintah No No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
Pengelolaan sosial pada yang akan dilakukan berupa sosialisasi kepada masyarakat
sebelum penggenangan dilakukan, yang memberikan informasi mengenai dampak
kemungkinan migrasi fauna terutama fauna kelompok reptilia yang dapat melintasi
wilayah permukiman penduduk, dan memberikan penyuluhan mengenai peningkatan
kewaspadaan serta tindakan untuk mengatasi keadaan tersebut.
Dampak perubahan komposisi penyusun komunitas biota air akan terjadi akibat
penggenangan kawasan waduk, akan merubah ekosistem air mengalir menjadi ekosistem
air tidak mengalir, serta membentuk ekosistem baru yang sangat berlainan dengan
ekosistem sungai. Berdasarkan studi kasus pada bendungan/waduk lain yang ada di
Indonesia, salah satu dampak dari perubahan ekosistem tersebut adalah munculnya
budidaya ikan dalam bentuk keramba jaring apung yang selanjutnya berdampak terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat dan perkembangan wilayah, padahal dalam rencana
kegiatan, keramba jaring apung ini akan dilarang keberadaannya oleh pemrakarsa karena
dampak lanjutan yang ditimbulkannya berpotensi besar menurunkan kualitas air waduk
dan menimbulkan kerusakan waduk dan mempersingkat umur waduk.
Pendekatan secara sosial dilakukan untuk mengelola dampak tersebut yaitu melakukan
sosialisasi kepada masyarakat sekitar waduk mengenai pelarangan kegiatan keramba
jaring apung.
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalah tidak ada aktivitas keramba jaring apung
pada waduk, dan kualitas air waduk memenuhi peruntukan baku mutu air perairan kelas
2 (PP 81 tahun 2001).
Dampak berkurangnya kuantitas aliran air di hilir bendungan merupakan dampak dari
kegiatan penggenangan area waduk Sadawarna yang menyebabkan air Sungai Cipunagara
tertahan pada waduk sehingga pasokan untuk bagian hilir berkurang selama kurang lebih
20 bulan, menyebabkan pasokan air baku di intake PT Dahana terganggu.
Pengelolaan dampak diarahkan melalui pendekatan institusional (selain juga pendekatan
sosial), yang ditujukan untuk meminimasi dampak ke hilir kegiatan penggenangan.
Bentuk pendekatan institusi adalah mensosialisasikan dampak penurunan debit air
sementara kepada PT Dahana, agar BUMN ini dapat mengantisipasi sumber intake air
baku alternatif selama pengisian awal waduk.
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalah Pemanfaat air Sungai Cipunagaradi hilir
bendungan Sadawarna sudah mempersiapkan antisipasi dari dampak berkurangnya
debit air Sungai Cipunagara.
Salah satu bentuk perkembangan wilayah yang diprediksi terjadi dari keberadaan Waduk
Sadawarna yang merupakan dampak penting adalah berkembangnya kegiatan wisata
(skala lokal) dan keberadaan masyarakat yang masih melakukan kegiatan petani ikan
dalam keramba jaring apung sekalipun dilarang.
Pengelolaan dampak ditujukan untuk mengoptimalkan dampak positif bagi masyarakat
setempat untuk menambah penghasilan dari penyediaan jasa/akomodasi wisata, tanpa
menimbulkan dampak negatif terhadap penurunan kualitas air yang dapat ditimbulkan
akibat perkembangan wilayah.
Pengelolaan dilakukan melalui pendekatan institusi melalui koordinasi aparat
pemerintahan setempat, agar bersama dengan pihak pengelola bendungan dapat
mengendalikan perkembangan wilayah melalui sosialisasi pelarangan KJA dan penetapan
rambu-rambu zona wisata.
Ukuran efektifitas pengelolaan dampak adalah :
Kualitas air waduk memenuhi peruntukan baku mutu air perairan kelas 2 (PP 81
tahun 2001)
Buffer zone/ sempadan waduk terjagasebagai kawasan perlindungan setempat
Waduk Sadawarna
Peningkatan produktivitas pertanian merupakan dampak positif yang akan dirasakan oleh
wllayah pemanfaat Waduk Sadawarna yaitu Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang,
Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang, Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang, dan
Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu.
Oleh karena itu pengelolaan ditujukan untuk memaksimalkan dampak positif tersebut
melalui pendekatan institusi guna peningkatan pengawasan terhadap kesesuaian
penggunaan lahan antara kondisi di lapangan dengan peruntukan wilayah hulu DAS yang
telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kab Subang dan Sumedang sebagai
cathment area (daerah tangkapan air), sehingga sehingga kontinuitas debit Sadawarna
waduk terjaga sesuai dengan rencana umur efektif guna waduk.
Atas dasar tersebut maka Kegiatan Waduk Sadawarna dinilai layak dari segi lingkungan
dengan memperhatikan segala pertimbangan teknis dan arahan pengelolaan dan
pemantauan yang diusulkan dalam dokumen AMDAL.