Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEOLOGI PERJANJIAN LAMA 2

“Pengkhotbah 3:1-15 (Untuk segala sesuatu ada waktunya)”

Oleh:

Nama : Yannaningsih Nasir

Kelas : C (Teologi)

Nirm : 2020164572

SekolahTinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Toraja

Tahun Akademik 2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kitab Pengkhotbah mendapatkan namanya dari Alkitab Versi
Yunani, yang judulnya adalah ekklesiastes, “sidang”. Secara harafiah
nama tersebut dalam bahasa Ibrani adalah qohelet, “orang yang
bersidang/berhimpun. Ini dianggap mempunyai arti: 1. Orang yang
berhimpun, amsal-amsal bijak (bdg. 12:9, 10), atau 2. Orang yang
berbicara dihadapan sidang/perhimpunan,” yaitu seorang
pengkhotbah atau pembicara, dengan pengertian bahwa orang
menghimpun suatu kelompok orang untuk untuk berbicara kepada
mereka. Pengertian umum dari masing-masing hal itu adalah bahwa
kata tersebut merupakan suatu jenis teknis untuk menunjukkan suatu
jabatan. Tujuan dan maksud utama sang penulis ialah menunjukkan
berdasarkan pengalaman pribadi bahwa apabila semua tujuan dan
berkat-berkat duniawi itu sendiri dijadikan tujuan akhir, akan
membawa kepada kekecewaan dan kehampaan. Kebajikan paling
mulia dalam hidup ini ialah menghormati dan mematuhi Allah, dan
menikmati hidup ini sepanjang orang dapat melakukannya 1 semua
tujuan Kalangan penafsir Yahudi tradisional mengganggap bahwa
pengarang Kitab Pengkhotbah adalah raja Salomo. Hal ini katanya
dapat di usut di dalam kitab itu sendiri, misalnya dalam 1:1 “ inilah
perkataan Kohelet, anak Daut raja Yerusalem” dan 1 :12 “ Aku,Kohelet
adalah raja atas Israel di Yerusalem.” Siapa anak Daud yang jadi raja di
Yerusalem kalau bukan Salomo? Kitab pengkhotbah juga banyak
menyinggung mengenai hikmat dan kekayaan. 2 Bahasa PL banyak
langgamnya. Hampir semua gaya ada. Mulai dari gaya khotbah para
1
Charless F. PFEIFFER,TAFSIRAN ALKITAB WYCLIFFE,(Malang: Gandum mas:
2014)hlm 377.
2
Pdt Emanuel Gerrit Singgih,HIDUP DIBAWAH BAYANG-BAYANG MAUT,(Jakarta: Gunung
mulia, 2009) hlm 1.
nabi yang berkoar-koar dan penuh semangat, sampai kepada ajaran
orang bijaksana yang tenang dan dalam dan satu perbendaraan penuh
dengan sajak, hukum, cerita, mazmur, dan penglihatan di sela-selanya.
Tapi tidak ada satu pun seperti Kohelet (judul asli kitab Pkh yang
tidak dapat diterjemahkan); dalam segenap Alkitab tidak ada satu
kitab pun yang berbicara dengan gaya atau cara Pkh. Tempatnya
diantara orang-orang bijak, mengajar kita menggunakan baik mata
maupun telinga, agar dapat mempelajari cara-cara Allah bertindak,
juga tingkah laku manusia.3
Hal tersebut juga dapat di lihat dari teks Alkitab Perjanjian
Lama khususnya kitab Pengkhotbah yang menjelaskan tentang waktu
yang tertuang dalam Pengkhotbah 3:1-15. Penulis juga melihat ada
beberapa hal yang perlu dikaji kembali misalnya apa yang
dimaksudkan dengan ada waktu untuk membunuh, ada waktu
mengumpulkan batu, dan ada waktu untuk merobek. Untuk itu
penulis tertarik mengkaji menyeluruh makna yang terkandung di
dalam perikop tersebut dan untuk mengetahui maksud dan tujuan
dari penulis kitab Pengkhotbah dengan harapan melalui perikop
tersebut jemaat masa kini bisa menghidupi dan merefleksikan pesan
yang terkandung dari perikop tersebut dan melalui teks tersebut
penulis juga akan berusaha untuk membangun konsep teologi waktu
berdasarkan kitab Pengkhotbah.

B. RUMUSAN MASALAH
A. Struktur kitab Pengkhotbah
B. Tema dalam Pengkhotbah 3:1-15
C. Tafsiran Pengkhotbah 3:1-15
D. Implikasi dalam konteks masa kini

3
Derek Kidner,PENGKHOTBAH,(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,2005, Cetakan
ke-3) hlm 11.
C. TUJUAN PENULISAN
A. Untuk mengetahui struktur kitab Pengkhotbah
B. Untuk mengetahui Tema dalam Pengkhotbah 3:1-15
C. Untuk mengetahui tafsiran Pengkhotbah 3:1-15
D. Untuk Implikasi dalam konteks masa kini
BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur kitab Pengkhotbah


Metode Qohelet yang unik dalam berargumentasi hampir tidak
memungkinkan adanya garis besar yang koheren.kitab ini lebih merupakan
kumpulan pikran-pikiran yang terpisah dari segala argumentasi terpadu
yang dapat diikuti secara sistematis dari awal sampai akhir. Mungkin
masalah itu timbul karena kita memaksakan definisi kitab sebagai suatu
kesatuan yang seluruhya difikirkan dan dibentuk secara logis. (Good
1965:hlm 171).
Kitab Qohelet telah dianalisis dengan banyak cara. Analisis yang dipilih
di sini mengakui adanya dua pokok penting dalam metode Qohelet, yakni
sifat pengulangan yang khas Semit untuk memperlihatkan temanya; dan
penggunaan sekumpulan amsal, kata-kata nasihat untuk memperjelas atau
memperkuat argumentasinya. Yang terakhir ini adalah penting mengingat
keinginan Qohelet untuk memperbaiki orang-orang bijak yang lebih
tradisional.4
Di dalam buku tafsirnya mengenai Pengkhotbah, Murphy memanfaatkan
pandangan A.G.Wright yang membagi kitab Pengkhotbah atas pengulangan
kata-kata kunci dan pola penomoran ayat-ayat. Para penafsir sesudah tahun
1970 umumnya menerima pembagian Wright.Beginilah pembagian Murphy:
I.Pendauluan (1:1-11). Ayat 1 merupakan judul dari kitab ini. Kalimat dalam
1:2 diulangi dalam 12:8 sebagai suatu “inclusio” dan mengungkapkan tema
kitab Pengkhotbah. Setelah pendahuluan menyusul II. Bagian pertama (1:12-
6:9). Bagian ini pun dapat dibagi atas pendahuluan (1:12-18), uraian
mengenai kegembiraan (2:1-11) dan apa untungnya hikmat? (2:11-17).
Disusun dengan kesia-sian pekerjaan manusia (2:18-23) dan ajakan untuk

4
W.S.Lasor,D.A.Hubband, Pengantar Perjanjian lama 2,(Jakarta: Gunung Mulia, 2007)
hlm 150-151.
makan dan minum (1:24-26). Setelah itu bagian yang termasyhur mengenai
waktu dan pekerjaan (3:1-4:6).
Renungan mengenai “berdua” (4:7-16) disusul dengan variasi beberapa
topik (4:17-6:9). III. Bagian kedua mulai dari 6:10-11:6. Juga memakai
pendahuluan (6:10-12), kemudian bagian kedua A (7:1-8:17) yang dibagi
atas: a) Empat sorotan atas hikmat tradisional (7:5-7); b)Renungan (7:15-18)
mengenai kegagalan hukum pembalasan; c) Renungan mengenai keadilan
manusia (7:25-29); d) Dua soprotan atas hikmat (8:1-17). Lalu bagian kedua
B (9:1-11:6) yang terdiri dari a) Renungan (9:1-6), kesimpulan mengenai
kenikmatan hidup (9:7-10) dan pengamatan mengenai waktu yang tidak baik
(9:11-12); b) Cerita sebgai contoh (9:13-17), perkataan perkataan (9:18-
10:1), serangkaian perkataan lagi (10:2-15); c) lagi satu koleksi perkataan-
perkataan (10:16-17, 18,19, 20; 11:1-2; d) serangkaian kata-kata (11:3-4),
amanat (11:5) dan perintah (11:6). IV.Syair mengenai masa muda dan masa
tua (11:7-12:7).V. Inclusio (12:8) dan VI. Epilog (12:9-14). 5 Adapun strukur
kitab pengkhotbah yaitu :
1. Pembukaan (Pkh 1:1-3)
Judul (Pkh 1:1)
Tema (Pkh 1:2-3)
2. Temanya diperlihatkan I (Pkh 1:4-2:26)
Oleh kehidupan manusia secara umum (Pkh 1:4-11)
Oleh pengetahuan (Pkh 1:12-18)
Oleh kesenangan (Pkh 2: 1-11)
Oleh nasib semua manusia (Pkh 2:12-17)
Oleh jerih payah manusia (Pkh 2:18-23)
Kesimpulan menikmati kehidupan sekarang
sebagaimana telah diberikan Allah (Pkh 2:24-26)
3. Temanya diperlihatkan II ( Pkh 3:1-4:16)
Oleh pengendalian Allah atas peristiwa (Pkh 3:1-11)

5
Emanuel Gerrit Singgih,HIDUP DI BAWAH BAYANG-BAYANG MAUT,
(Jakarta:Gunung Mulia,2009), hlm 11
Kesimpulan : Nikmati kehidupan sekarang sebagaimana telah
diberikan Allah
(Pkh 2:24-26)
Oleh kurangnya kekekalan (Pkh 3:1-4:16)
Kesimpulan: Nikmati kehidupan sekarang sebagaimana telah
diberikan Allah (Pkh 3:22).
Oleh penindasan (Pkh 4:1-3)
Oleh pekerjaan (Pkh 4:4-6)
Oleh timbunan kekayaan secara kikir (Pkh 4:7-12)
Oleh sifat ketenaran yang cepat berlalu (Pkh 4:13-16)
4. Kata-kata nasihat A (Pkh 4:17-5:11)
Hormati Allah dalam ibadatmu (Pkh 4:17-5:2)
Bayarlah nazarmu (Pkh 5:3-6)
Pasti ada ktidakadilan dalam pemerintahan (Pkh 5:7-8)
Jangan mencintai kekayaan (Pkh 5:9-11)
5. Temanya diperlihatkan III (Pkh 5:12-6:12)

Oleh kekayaan yang hilang dalam usaha (Pkh 5:12-6:12)

Kesimpulan: Nikmati kehidupan sekarang

Sebagaimana telah diberikan Allah (Pkh 5:17-19)

Oleh kekayaan yang tidak dapat dinikmati (Pkh 6:1-9)

Oleh ketetapan takdir (Pkh 6:10-12)

6. Kata- kata nasihat B (Pkh 7:1-8:9)


Kehormatan lebih baik daripada kemewahan (Pkh 7:1)
Ketenangan lebih baik daripada kesembronoan (Pkh 7:2-7)
Waspada lebih baik daripada tergesa-gesa (Pkh 7:8-10)
Hikmat dan kekayaan lebih baik daripada hilmat saja (Pkh 7:11-12)
Kesabaran lebih baik daripada amarah (Pkh 7:13-14)
Keterbatasan lebih baik daripada melampaui batas (Pkh 7:15-22)
Laki-laki lebih baik daripada perempuan (Pkh 7:23-29)
Kompromi kadang-kadang lebih baik daripada bertindak benar (Pkh
8:1-9).
7. Tema yang diperlihatkan IV (Pkh 8:10-9:12)
Oleh ketidakpastian dalam keadilan (Pkh 8:10-14)
Kesimpulan : Nikmati kehidupan sekarang sebagaimana telah
diberikan Allah (Pkh 8:15)

Oleh rahasia karya Allah (Pkh 8:16-17)

Oleh kematian, nasib yang sama bagi semua orang (Pkh 9:1-6)

Kesimpulan : Nikmati hidup sekarang sebagaimana telah diberikan


Allah (Pkh 9:7-10).

Oleh ketidaktentuan hidup (Pkh 9:11,12)

8. Kata-kata nasehat C (Pkh 9:13-12:8)


Pembukaan : cerita tentang nilai hikmat (Pkh 9:13-16)
Hikmat dan kebodohan (Pkh 9:17-10:15)
Pemerintahan raja-raja (Pkh 10:16-20)
Cara-cara usaha yang baik (Pkh 11:1-8)
Nikmati hidup sebelum datang hari tua (Pkh 11:9 – 12:8)
9. Penutup (Pkh 12:9-14)
Tujuan Pengkhotbah (Pkh 12:9-10)
Pujian atas ajarannya (Pkh 121:11-12)
Kesimpulan masalah (Pkh 12:13-14)6.

B. Tema dalam Pengkhotbah 3:1-15


a Melalui hukum-hukum Allah (3:1-15). Seluruh kehidupan,
termasuk aktivitas manusia, adalah bagian dari sebuah siklus yang
sudah ditentukan. Walaupun manusia merindukan sesuatu yang

6
Ibid, W.S Lasor, hlm 151-152.
lebih daripada itu, dia tifdak dapat berbuat apa-apa. Dia harus
puas mendapat sedikit kebahagiaan yang bisa diperolehnya
sementara dia terlibat dalam siklus kejadian-kejadian yang tak ada
henti-hentinya.
b Untuk segala sesuatu. Segala sesuatu dalam alam ini dan dalam
kehidupan manusia berada di bawah satu rangkaian rencana. Ada
masa (suatu periode yang ditetapkan) dan waktu (kejadian yang
ditentukan sebelumnya) untuk semua yang terjadi di bawah
matahari. Kejadian-kejadian yang kelihatannya kebetulan,
semuanya merupakan bagian dari rencana sangat besar.
c Ada waktu untuk membunuh. Pembunuhan yang terjadi dalam
peperangan, dalam membela diri, dan dalam eksekusi hukuman
tidak pernah terjadi secara kebetulan. Ini terlihat gaungnya dalam
gaya bercakap modern yaitu, “sudah waktunya untuk pergi”.
d Ada waktu untuk membuang batu. Mengingat bagian selebihnya
dari ayat ini, tafsiran orang Yahudi tampaknya adalah yang paling
baik, yaitu bahwa itu adalah metafora untuk tindakan pernikahan.
e Ada waktu untuk merobek. Ini menunjuk pada kebiasaaan
merobek atau mengoyakkan pakaian sebagai tanda kesedihan
karena kehilangan seseorang yang dikasihi (lih. Kej. 37:29; Ayb.
1:20). Waktu untuk menjahit yaitu ketika kesedihan seseorang
telah menyusut. Dengan demikian, ini pararel dengan bagian
terakhir ayat tersebut menunjukkan bahwa waktu untuk
berdiam diri mengacu pada saat yang melibatkan perasaan yang
dalam (bdg. Im 10:3).
f Segala sesuatu indah. Walaupun Perjanjian lama umumnya
memakai kata Indah dalam arti keindahan fisik, tampaknya ini
adalah kiasan untuk konsep seperti dalam Kejadian 1:31, bahwa
keadaan semua ciptaan adalah “baik”. Segala sesuatu adalah
tepat seperti yang Allah inginkan. Frasa Ia memberikan
kekekalan dalam hati mereka (AV he hath set the world in their
heart) memiliki banyak tafsiran. Terjemahan AV, world (dunia),
agak kaku dalam konteksnya dan bertentangan dengan pemakaian
kata itu di tempat lain. Ayat-ayat sebelumnya kelihatannya
mengharuskan kata itu diterjemahkan dengan arti sebelumnya
lazimnya yaitu “kekekalan”. Penulis menunjukkan perbedaan
antara waktu (kejadian-kejadian tersendiri) dengan kekekalan
(kesinambungan waktu yang tidak dapat diketahui batas-
batasnya). Allah telah mengatur segala kejadian dalam hidup ini
menurut kehendakNya. Dia juga telah memberi manusia akal budi
atau pikiran yang bisa melihat di luar Kejadian-kejadian sehari-
hari, bahkan saampai kehidupan yang luas. Meskipun demikian,
akal budi manusia terbatas, sehingga tidak dapat menyelami
pekerjaan yang dilakukan Allah; manusia tidak pernah dpat
menjawab semua paradoks kehidupan. Allah telah memberi
manusia daya nalar, tetapi Dia tidak memberi cukup bagi manusia
untuk dapat membuka semua misteri.
g Allah mencari yang sudah lalu. Harafiahnya, Allah mencari yang
dikejar. Maksudnya, Allah telah menetapkan siklus kejadian yang
terus menerus dalam hidup ini, sehingga masing-masing memiliki
masa yang sudah ditentukan sebelumnya. Itu adalah gambaran
mengenai Allah yang terus mencari hal-hal yang telah lalu untuk
melihatnya dan membuatnya kembali terjadi. 7

C. Tafsiran kitab Pengkhotbah 3:1-15


3:1-8: Syair yang terkenal ini merayakan tak terhindarinya
kehidupan. Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di
bawah langit ada waktunya. Ini bukan suatu penilaian moral, mana
waktu yang bagus dan mana waktu yang buruk. Melainkan penilaian

7
Charless F. PFEIFFER, hlm 377-378.
yang paling buruk ialah bahwa semua itu semua tak terhindarkan.
Kelahiran dan kematian, menanam dan menuai, membunuh dan
menyembuhkan, itu semua terus berlangsung tanpa peduli pada apa
yang kita lakukan. Akhirnya sampailah pada alternatif-alternatif di
mana kita memihak: ada waktu untuk memgasihi, ada waktu untuk
membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. Itu seua
terjadi begitu saja.
3:9-15 : syair mengantar pada perenungan mengenai apa yang
kita semua pikirkan: mengapa? Hanya mengusahakan damai atau
mengasihi tampaknya tidak sangat mempengaruhi, meskipun ada
cerita-cerita bagus mengenai bgaimana seseorang mengubah dunia.
Bagaimanapun juga, Allah tekah menempatkan kita di sini, di dalam
situasi yang tak dapat dikembalikan, yang menyibukkan kita namun
tanpa mendekatkan kita pada kesimpulan atau menyatakan mengenai
apa ini semua. Apa yang kita ketahui adalah waktu yang mendesak,
yang tidak membiarkan kita beristirahat dengan hal baik yang kita
ingini. Tradisi dari saga menyatakan bahwa segala sesuatu ada
waktunya. Tidak ada yang terjadi secara serampangan atau diluar
waktunya. Tetapi kita tidak tahu apa atau mengapa waktu yang tepat.
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan ia
memberikan kekekalan dalam hati mereka.tetapi manusia tidak dapat
menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (ay.11).

Kemungkinan terjemahan yang lain: Ia meletakkan cinta dunia ke


dalam hati mereka. Jika demikian, masalahnya ialah bahwa semua terikat
dengan dunia. Syair terakhir (lih. 12:7) tampaknya memperkuat
kemungkinan ini. Pengkhotbah kemudian kembali pada refreinnya mengenai
makan dan minum. Sekarang, pikirannya berjalan terus. Semua hal terjadi
karena Allah telah melakukannya; ini tetap, dan tak suatu pun dapat
ditambahkan atau diambil dari padanya. Hanya Allah yang dapat
mengembalikan pada tempatnya; Allah mencari (membangun) yang sudah
lalu (ay. 15). Makna sesungguhnya tidak begitu jelas.8

D. Implikasi dari Pengkhotbah 3:1-15

8
Dianne Bergant,CSA,Tafsir Alkitab Perjanjian Lama,(Yogyakarta:KANISIUS,2002),hlm 496-
497.
Walaupun orang mungkin melihat dalam daftar ini alasan untuk memahami
bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu semua ada masanya, namun itu bukanlah
tujuan yang dimaksudkan oleh sang pengarang. Melainkan, berdasarkan uraian
perikop ini bagian bersifat tafsiran tersebut (ay.9-15), dia mencoba atau ingin sekali
mengatakan bahwa Allah telah menetapkan masa yang tepat untuk setiap hal.
Dengan mengikuti pandangan para ahli yang berpendapat bahwa kitab
Pengkhotbah ditulis sekitar abad 3 atau 2 sM, maka konteks sejarah dari kitab
itu dapat ditelusuri lebih lanjut untuk dapat memperoleh maksud dan makna
yang terkandung di dalamnya. Pada waktu itu, orang Yahudi berhadapan
dengan sebuah budaya baru yaitu Helenisme (budaya Yunani). Berhadapan
dengan budaya yang baru itu, sebagian orang Yahudi menolak mentah-mentah
sementara sebagian yang lain menerimanya. Berhadapan dengan hal tersebut,
pengkhotbah mengambil keputusan. Memilih yang satu bukan berarti
melepaskan yang lain. Apakah ini berarti mengambil kedua-duanya? Apakah hal
tersebut menjadi tipikal manusia (termasuk orang Indonesia)? Mengambil
kedua-duanya dapat berarti dua hal: bingung dalam menentukan pilihan atau
tamak, tidak mau rugi. Akan tetapi, menariknya, pengkhotbah tidak termasuk di
antara keduanya. Ia memilih untuk melihat keduanya secara kritis dan membuka
peluang untuk menerima atau menolak serta mengkritisinya. 9 Siklus pengalaman
manusia yang tak putus-putus bukanlah kebetulan atau tergantung kepada manusia.
Sebaliknya, itu direncanakan dan dilaksanakan oleh Allah sendiri (ay.11).
selanjutnya kohelet yakin bahwa karya dan rencana Allah adalah serba (maha)
cukup (ay.14), dan bahwa itu semua dirancang sedemikian supaya menimbulkan
rasa takut dan hormat dalam diri manusia: “Allah berbuat demikian, supaya
manusia takut akan Dia”(ay.14). Gagasan teologis ini tidak berlaku dalam kitab
Pengkhotbah. Dalam kitab Pengkhotbah ‘penciptaan’ bermakna sederhana, yaitu
terbentuknya pada awal mula hal-hal fisis (alam semesta) yang tak dapat diubah lagi
dan penempatan sementara kehidupan generasi manusia yang terus berlanjut (“All
the world’s a stage,/ And all the men and women merely players (seluruh dunia
adalah sebuah panggung,/ Dan semua laki-laki dan perempuan sekadar pemain-

9
Susanta, Yohanes Krismantyo. “Memahami Kesia-sian dalam Kitab Pengkhotbah.”
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2. 1 (2017)82-83.
pemain).”Dengan demikian bagi Pengkhotbah doktrin divine providence
(pemeliharaan Allah yang baik dan tak terbatas) bersifat ‘sewenang-wenang’
terserah Allah. Dalam hal ini apa yang Allah sedang kerjakan adalah dalam rahasia-
Nya. Dia mengatur dengan baik atau buruk, dan manusia tidak dapat
mengetahuinya.10 Jadi, karena Allah telah menetapkan segala sesuatunya
abadi/kekal, (tidak berubah), dan usaha manusia untuk mengubahnya adalah sia-sia
(ay.9), maka kohelet menemukan dua pelajaran dalam kenyataan ini, kedua-duanya
didahului dengan kata-kata “aku tahu” (ay.12,14): 1) bagian manusia ialah
menikmati apa yang telah disediakan Allah bagi mereka (ay.12; juga 2:24 dan 3:22)
dan 2) perbuatan Allah adalah kekal dan serba cukup (ay.14). manusia tidak dapat
menambah ataupun menguranginya.11

A.

10
Andre Putranto Nursantosa, “KAPAN ALLAH MEMBUAT SEGALANYA INDAH: MISTERI
WAKTU DALAM PENGKHOTBAH 3:11”, MELINTAS, 32.2. 17. Hlm 168

11
Hassel Bullock, KITAB-KITAB PUISI DALAM PERJANJIAN LAMA,(Malang:Gandum
mas,2014),hlm 268.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari seluruh pembahasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa


perikop ini mau menunjukkan otoritas Allah di dalam kehidupan
manusia. Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia dalam
kitab Pengkhotbah 3:1-15 sudah diatur sedemikian rupa agar manusia
mengetahui maksud Allah dalam kehidupan manusia dengan memahami
dan melihat perkataan Pengkhotbah dalam pasal 3:1-15. Walaupun dalam
perikop tersebut seolah-olah waktu yang dijelaskan belum pasti namun
perikop ini mau menunjukkan Kekekalan Allah yang ada didalamnya.

Anda mungkin juga menyukai