Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FARMAKOLOGI SISTEM PERNAPASAN

Dosen Pengampu:

Ns. Marlin sutristna S.kep M.kep

Disusun Oleh Kelompok II:


 Adhe Okta Riana : 20230041
 Parisa Apriwiyanti : 20230002
 Elpina : 20230011
 Rahma Kamila : 20230005
 Weni Royana : 20230042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TAHUN PELAJARAN
2021/2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saluran pernafasan terdiri atas saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan
bawah. Saluran pernafasan atas tersusun atas lubang hidung, rongga hidung, faring,
dan laring. Saluran pernafasan bawah tersusun atas trakea, bronkus, bronkiolus,
alveolus, dan membrane alveoli kapiler.
Gangguan saluran pernapasan atas juga sering disebut dengan infeksi saluran
pernafasan atas. Gangguan saluran pernafasan atas yang umum terjadi antara lain
pilek, rhinitis akut, sinusitis, tonsillitis akut, dan laringitis akut. Biasanya bisa diobati
dengan antihistamin, dekongestan, antitusif, dan ekspetoran.
Gangguan saluran pernapasan bawah merupakan kondisi yang menghambat
pembuh trakeobronkial dalam melakukan pertukaran gas di dalam paru- paru.
Gangguan saluran pernafasan bawah juga disebut dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK). Gangguan yang termasuk dalam golongan ini antara lain bronchitis
kronis, bronkiekstasis, emfisema, dan asma
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat menyimpulkan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Farmakologi Pada Sistem Pernafasan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui farmakologi pada sistem pernafasan.
Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui bagaimana farmakologi pada sistem pernafasan.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas penulis dapat menyimpulkan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi institusi pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan
di bidang kesehatan sebagai bahan informasi.
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi tentang
farmakologi sistem pernafasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Farmakologi Sistem Pernafasan


Gangguan saluran pernafasan atas
Gangguan saluran pernafasan atas juga sering disebut dengan infeksi saluran
pernafasan atas. Gangguan saluran pernafasan atas yang umum terjadi, antara lain
pilek, rhinitis akut, sinusitis, tonsillitis akut, dan laryngitis akut.
1. Pilek
Pilek disebut oleh rhinovirus. Serangan rhinovirus adalah pada bagian
nasofaring. Serangan rhinovirus tersebut sering mengakibatkan peradangan akut
pada selaput lendir hidung sehingga mengakibatkan sekresi oleh hidung. Kondisi
demikian juga dikenal sebagai rhinitis akut.
Rhinovirus dapat menular dari satu individu yang sedang terinfeksi ke
individu lain yang sehat. Penularan terjadi melalui kontak individu sehat dengan
cairan individu terinfeksi. Cairan tersebut dapat berupa tetesan air bersih, kontak
melalui udara, atau melalui akibat cairan batuk. Rhinovirus dapat menular satu
sampai empat sebelum seorang penderita menunjukkan gejala sakit. Masa ini
disebut sebagai masa inkubasi.
Seseorang penderitaa infeksi rhinovirus bukan untuk mengalami gejala pilek
setelah masa inkubasi selesai. Metode yang dapat digunakan untuk meredakan
gejala pilek, antara lain istirahat cukup, minum vitamin C, atau mengkonsumsi
vitamin dengan dosis tinggi. Namun demikian, cara-cara tersebut belum terbukti
efek dalam meredakan pilek.
Rhinovirus umumnya aktif menyerang pada musim dingin atau hujan. Pada
kondisi demikian, dimungkinkan rhinovirus dapat berkembang dengan baik. Anak-
anak lebih rentang terserang rhinivius dibandingkan orang dewasa.
Serangan rhinovirus umumnya tidak memberikan dampak serius. Namun
demikian, kondisi pilek dianggap mengganggu dalam menjalankan aktivitas sehari-
hari. Pilek diobati dengan beberapa macam obat, seperti antihistamin, dekongestan,
dan ekspenktoran. Pilek sering kali disertai dengan batuk. Ekspektoran biasanya
digunakan sebagai obat batuk.

3
a. Antihistamin
Histamine diproduksi sebagai respons terhadap reaksi alergi atau
kerusakan jaringan. Sebagai contoh, adanya zat asing seperti rhinovirus.
Histamine bekerja pada daerah seperti sistem vaskuler dan otot halus, yang
mengakibatkan dilatasi arteri dan peningkatan permeabilitas kapiler dan vena.
Dilatasi pada arteri mengakibatkan kemerahan pada daerah tersebut.
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah kecil mengakibatkan cairan keluar
dari pembuluh menuju jaringan di sekitar sehingga pembuluh darah bengkak.
Selain itu, pelepasan histamine juga mengakibatkan inflamasi.

Reseptor histamine dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut.

1) Reseptor histamine tipe 1 (H1), yaitu reseptor yang berkontraksi pada otot
harus dan mengakibatkan dilatasi pada kapiler,
2) Reseptor H2, yaitu reseptor yang mengakibatkan peningkatan detak jantung
dan sekresi lambung ketika diaktifkan,
3) Reseptor H3, yaitu reseptor yang yang terletak di sepanjang sistem saraf.
Antihistamin merupakan obat yang digunakan untuk menghambat
resepptor sel, sehingga menghasilkan efek histamine pada organ dan struktur
tubuh. Antihistamin bekerja dengan menghambat hamper semua, namun tidak
semua, efek histamin. Antihistamin berkompetisi dengan histamine untuk
mencapai situs reseptor histamine diseluruh tubuh. Dengan demikian,
menghambat atau mencegah histamine masuk ke situs reseptor.
Antihistamin generasi pertama mengikat reseptor H1 pada saraf pusat dan
sarap tepi sehingga mengakibatkan sedasi. Saat ini telah terdapat antihistamin
generasi kedua, yang mengikat reseptor H1 perifer sehingga efek sedasi
berkurang.
Penggunaan umum dari antihistamin dari antihistamin antara lain adalah
untuk meringankan gejala alergi musiman, meringankan rhinitis alergi dan
vasomotor, dan konjungtivitas alergi.
Cara kerja obat antihistamin dan indikasi terapeutik
Cara kerja obat antihistamine secara selektif menghambat efek histamin
ditempat resptor histamine-I, menurunkan respons alergi. Obat ini juga
memiliki efek antikolinergik (seperti atropine) dan antripruritik. Antihistamin ini
digunakan untuk meredakan gejala yang terkait dengan rhinitis alergi musiman
dan tahunan, konjungtivis alergi, urtikaria tanpa komplikasi, dan angioedema.
4
Obat ini juga digunakan untuk mengurangi reaksi alergi terhadap darah atau
produk darah; meredakan ketidaknyamanan yang berkaitan dengan
dermatografi; dan sebagai terapi tambahan pada keadaan reaksi anafilaktik.
Penggunaan lain yang sedang digali adalah meredakan asma akibat histamine
pada kondisi status asmatikus. Obat ini paling efektif bila digunakan sebelum
awitan gejala.
Farmakokinetik
Obat antihistamin oral dapat diabsopsi denagn baik secara oral, dengan
awitan kerja berkisar dari 1 sampai 3 jam. Obat ini umumnya dimetabolisme
dalam hati, dan dieksresi melelui feses serta urine. Obat ini menembus plasenta
dan diekskresikan melalui feses dan urine. Obat ini menembus plasenta dan
masuk ke ASI sehingga wanita waktu hamil dan menyusui harus menghindari
penggunaan obat ini kecuali manfaatnya pada ibu lebih besar daripada ressiko
potensial pada janin atau bayi.
Kontraindikasi
Obat antihistamin dikontraindikasikan selama kehamilan atau
menyusui. Obat ini harus kewaspadaan tinggi pada pasien yang mengalami
kerusakan ginjal atau hati, yang dapat mengubah metabolisme dan ekskresi obat.
Efek Merugikan
Efek merugikan yang paling sering terjadi adalah rasa mengantuk dan
sedasi, ketidaknyamanan pada GI dan mual, aritmia, disuria, hesistensi urine dan
kerusakan kulit serta gatal-gatal akibat kekeringan.
b. Dekongestan
Pasien umumnya umumnya mengalami hidung berair ketika terserang
flu. Kondisi ini disebut sebagai hidung tersumbat. Hidung tersumbat merupakan
akibat dari selaput lendir membengkak akibat serangan rhinovirus.
Dekongestan digunakan untuk mengurangi pembekakan saluran hidung
dengan membuka saluran hidung dengan membuka saluran hidung yang
tersumbat dan meningkatkan pengeringan sinus. Dekongestan umumnya
digunakan dalam meringankan hidung tersumbat yang disebabkan oleh udara
dingin, demam, sinusitis, dan alergis pernafasan secara sementara.
Dekongestan menghasilkan vasokonstriksi local apad pembuluh darah
kecil membrane hidung seperti obat menghambat adrenergic. Vosokontriksi
mengurangi pembekakan pada jalur hidunga. Dekongestan dapat diberikan
secara topical dan secara oral. Dekongestan tersedia dalam bentuk semrot
5
hidung, tetes, tablet, kapsul, atau cairan. Penggunaan dekongestan secara terus
menerus mengakibatkan pasien toleran terhadap obet. Oleh karenanya,
dekongestan tidak boleh digunakan lebih dari 5 hari.
Dekongestan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu dekongestan hidung yang
berperan memberikan pertolongan pertama pada pasien, dekongestan sistemik
yang meredakan penyumbatan hidung lebih lama, serta dekongestan
glukokortikoid yang dapat digunakan untuk mengobatkan terhadap rhinitis.
2. Batuk
Batuk merupakan salah satu gangguan pada saluran pernafasan atas. Batuk
adalah pengeluaran udara dari paru-paru dengan penekanan. Batuk dibedakaan
menjadi dua, yaitu batuk berdahak dan batuk kering. Batuk berdahak juga disebut
sebagai batuk produktif karena dapat mengeluarkan cairan pengganggu melalui
dahak. Sebaiknya, batuk kering disebut sebagai batuk tidak produktif karena tidak
menyekresikan apa pun.
a. Antitusif
Antitusif merupakan obat pereda batuk tidak produktif. Antitusif
bekerja dengan menekan pusat batuk dalam mendua dan disebut sebagai oabat
yang bekerja secara pusat. Salah satu contoh antitusif adalah kodein dan
dekstrometorpan. Keduanya bekerja secara perifer dengan memberi anestesi
pada reseptor peregang dalam jalur pernafasan, sehingga menurunkan batuk.
Apabila batuk mengatasi dahak, maka pemberian antitusif kurang
efektif. Sebaiknya individu yang mengalami batuk mendatangi dokter atau
layanan kesehatan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
Antitusif yang digunakan sejak dahulu, termasuk kodein (hanya genetic)
hidrokodon (Hyeodan), dan dekstrome-torfan (Benylin dan jenis yang lain),
bekerja secara langsung pada pusat batuk dimedula otak untuk menekan refleks
batuk. Karena bekerja di pusat, obat ini bukan obat pilihan bagi mereka yang
mengalami cedera kepada atau yang mengalami kerusakan sistem saraf pusat
(SSP). Obat ini diabsorpsi dengan cepat, dimetabolisme dalam hati, dan
diekskresikan melalui urine. Obat ini dapat menembus plasenta dan masuk ke
ASI sehingga wanita yabg sedang hamil atau menyusui seharusnya tidak
menggunakan obat-obatan ini karena kemungkinan adanya efek penekanan SSP
janin atau neonates.
Kontraindikasi dan peringatan
6
Antitusif dikontraindikasikan pada pasien yang memerlukan refleks
bantu untuk mempertahankan jalan nafas (misalnya pasien pascaoperasi dan
pasien yang baru menjalani pembedahan abdomen dan toraks). Pasien yang
mengalami asam dan emfisema disarankan untuk berhati-hati dalam
menggunakan obat ni, karena penekanan refleks batuk pada pasien dapat
mengakibatkan akumulasi secret dan hilangnya cadangan pernafasan. Tindakan
kewaspadaan perlu diterapkan pada pasien yang hipersensitif atau memiliki
riwayat ketergantungan narkotika (kodein hidrokodom). Kodein merupakan
narkotika dan berkemungkinan menimbulkan ketergantungan obat. Pasien yang
mengendarai kendaraan atau selalu terjaga, harus menggunakan kodein,
hidrokodon, dari dekstrometorfan dengn kewaspadaan yang tinggi, karena obat
ini dapat mengakibatkan sedasi dan rasa kantuk.
Efek merugikan
Antitusif tradisional memiliki efek mengeringkanmembran mukosa dan
dapat meningkatkan kekentalan secret saluran pernafasan. Karena antitusif
memengaruhi bagian pusat otaak, obat ini dikaitkan dengan efek merugikan pada
SSP termasuk rasa kantuk dan sedasi. Efek yang mengeringkan mukosa dapat
mengakibatkan mual, konsipasi, dan keluhan mulut kering, antitusif yang
bekerja secara lokal dikaitkan dengan ketidak nyamanan pada IG, sakit kepala,
hidung tersumbat, dan terkadang pusing.
b. Ekspektoran
Ekspektoran biasanya diberikan bersama dengan mokolitik. Mokolitik
akan memecahkan mucus dalam paru-paru, sedangkan ekspektoran dapat
mengeluarkannya melalui saluran pernafasan dengan mudah. Salah satu contoh
mukolik adalah asetilsistein (mucomyst) dan alfa dornase (polmozyme).
Cara kerja obat dan indikasi terapiotik
Buaifenesin meningkatkaan keluarnya cairan dari saluran pernafasan
dengan cara mengurangi kelekatan dan tegangan permukaan cairan,
mempermudah pergerakan secret yang telah berkurang keketalannya hasil dari
pengenceran kekentalan ini adalah pasien akan mengalami batuk produktif
sehingga mengurangi frekuensi batuk. Expentoran juga digunakan untuk
mengurangi gejala pada kondisi pernafasan dengan batuk kering non produktif,
untuk mengatasi penyakit seresma, bronchitis akut, dan influenza.
Efek merugikan

7
Efek merugikan yang biasa terjadi pada penggunaan expentoran adalah
adanya gejala GI (Miss, kual muntah anoreksia). Beberapa pasien mengalami
sakit kepala, pusing, atau keduanya terkadang muncul ruam ringan. Obat ini tidak
boleh digunakan lebih dari satu minggu apabila batuk menetap, sedangkan pasien
untuk memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan.
3. Sinusitis
Sinusitis merupakan kondisi peredangan atau infeksi dari selaput lendir sinus
maksila, frontal, etmoid, atau sphenoid. Sinusitis terjadi karena obstruksi dari
mekanisme drainase normal. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut (gejala
kurang dari 3 minggu), sinusitis subakat (gejala 3 minggu sampai 3 bulan), dan
sinusitis kronik.
Sinusitis dapat diredakan dengan penggunaan dekongestan sistemik atau
dekongestan nhidung oleh individu penderita. Selain itu, individu penderita
sebaiknya beristirahat, banyak minum, mengkonsumsi asetaminofen (Tylenol) atau
ibuprofen. Apabila kondisi cukup serius, dokter juga dapat memberikan antibiotic
untuk melawan infekksi.
4. Faringitis akut
Faringitis akut juga dikenal sebagai radang tenggorokan. Pasien penderita
firingitis akut dapat mengalami peradangan, demem, nyeri ketika menelan.
Faringitis seringkali disertai pilek dan batuk. Kondisi demikian dapat disebabkan
oleh bakteri atau virus. Bakteri yang dapat menyebabkan faringitis adalah
streptokokus beta-hemolitik.
Seorang pasien yang disebabkan oleh bakteri diberikan terapi dengan
antibiotic. Namun demikian, pemberian antibiotic hanya dilakukan apabila hasil uji
kultur tenggorokan menunjukkan bahwa faringitis benar-benar disebabkan oleh
bakteri. Selain itu, baik pada kasus faringitis yang disebabkan bakteri maupun
virus. Pasien diberikan obat seperti asetaminofen dan ibuprofen. Tujuan pemberian
kedua obat tersebut adalah untuk menurunkan suhu tubuh dan mengurangi
ketidaknyamanan.
5. Tonsilitas akut
Tonsilitas akut merupakan peradangan pada tonsil atau amandel oleh bakteri
streptokokus. Gejala yang ditunjukkan oleh tonsillitis akut, antara lain sakit
tenggorokan, demam, menggigil, nyeri otot, dan sakit pada saat menelan.
Penanganan pada tonsillitis akut mirip dengan faringitis yang disebabkan oleh
bakteri. Seorang pasien tonsillitis diberikan terapi dengan antibiotic. Namun
8
demikian, pemberian antibiotic hanya dilakukan apabila hasil uji kultur
tenggorokan menunjukkan bahwa tonsillitis benar-benar disebabkan oleh bakteri.
Pasien disarankan untuk berkumur dengan air garam, mengkonsumsi tablet hisap,
dan mengkonsumsi cairan lebih banyak agar meredahkan nyeri.
6. Laryngitis akut
Laryngitis merupakan kondisi pembekakan atau edema pada pita suara, akibat
pita suara menjadi lemah dan suara menjadi serak. Laryngitis dapat disebabkan oleh
virus atau penggunaan pita suara secara berlebihan. Penderita laryngitis sebaiknya
menahan diri untuk berbicara hingga kondisinya cukup normal. Selain itu, penderita
juga harus menghidari paparan zat kimia yang mengakibatkan efek yang tidak
kehendaki, seperti rokok.

Obat Untuk Gangguan Saluran Pernapasan Bawah

1. Bronkodilator
Bronkodilator merupakan obat untuk berbagai gangguan pulmonari kronis.
Bronkodilator agonis beta-2 serangan pendek (SABA) digunakan untuk
meringankan bronkospasma yang berkaitan denan pernapasan, seperti asma
bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema. Gangguan tersebut mengakibatkan
penurunan kapasitas inspirasi dan ekspirasi paru-paru.
Contoh bronkilator agonis β2 mencakup albutarol, apinfrin, salmeterol, dan
terbutalin. Bronkodilator biasanya diberikan bersama denagn beberapa obat,
sehingga efektif dalam meringankan gejala asma. Brokodilator dibedakan menjadi
2, yaitu bronkodilator adrenargis, dan bronkodilator turunan xantin.
a. Bronkodilator adrenargis
Dalam sistem pernapasan dikenal istilah bronkokonstriksi dan
bronkodilatasi. Bronkokontriksi terjadi ketika respon (α)-adrenargis dalam
paru-paru terstimulasi, sebaliknya bronkodilatasi terjadi ketika respon (β)-
adrenargis terstimulasi. Beberapa teori mengatakan baha gangguan asma
terjadi karna kekurangan stimulasi respon (β)-adrenargis
Ketika bronkospasma terjadi, terjadi penurunan lumen atau diameter
dalam bronkus yang selanjutnya menurukan jumlah udara yang masuk
kedalam paru-paru. Penurunan tersebut mengakibatkan tekanan pada sistem
pernapasan. Obat bronkodilator berfungsi untuk membuka bronkus dan
merelaksasi otot halus, shingga memungkinkan masuknya udara keparu-paru,

9
yang lebih lanjut mengurangi atau menghilangkan tekanan pada sistem
pernapasan.
b. Bronkodilator turunan xantin
Beberapa obat turunan xantin antara lain teofilin dan aminofilin.
Turunan xantin merupakan obat yang menstimulasi sistem syaraf pusat untuk
mendorong bronkodilatasi turunan xantin mengakibatkan reaksi langsung
pada otot halus bronkus.
Turunan xantin digunakan untukmaringankan dan mencegah asma
bronkial serta mengobatan bronkospasma yang berkaitan dengan bronkitis
kronis dan emfisema. Xantin termasuk kafaid dan toefilin, berasal dari
berbagai sumber alami. Sumber alami. Obat ini dahulu merupakan obat pilihan
untuk mengatasi asma dan bronkospasme. Xantin yang digunakan untuk
mengatasi penyakit saluran pernafasan adalah aminofilin (truphyilline), kafein
(caffedrine dan obat-obat lain), difilin (dilor dan obat lain, oxtrifilin (choledyl
Sa), dan teofilin (slotresbid, theostretdur)
Cara kerja obat dan indikasi terapiotik
Xantin memiliki efek langsung pada otot polos disaluran pernafasan,
baik pada brohkus maupun pembuluh darah. Walaupun mekanisme cara kerja
yang pasti masih belum diketahui, satu teori menyatakan, xantin bekerja
dengan cara memengaruhi langsung pergerakan kalsium didalam sel. Hal
tersebut dilakukan dengan cara menstimulasi dengan dua prostaglandin,
sehingga menyebabkan relaksasi otot polos. Xantin juga menghambat
pelepasan zat anafilaxis bekerja lambat (SRSA) dan histamine, yang
mengurangi pembekakan dan penyempitan bronkus akibat kerja dari kedua zat
kimia ini. Xantin di indikasi untuk meredakan gejala atau mencegah asma
bronchial dan mengatasi bronkospasme yang terkait dengan PPOK.
Farmakokinetik
Xantin di absorsi dengan cepat dalam saluran cerna (GI) dan mencapai
kadar puncaknya dalam 2 jam. Obat ini di distribusikan secara luas dan
dimetabolisme dalam hati. Exkresi terjadi melalui urin. Xantin dapat
menembus plasenta dan masuk ke ASI.
Krontaindikasi dan peringatan
Obat ini perlu di gunakan dengan hati-hati pada pasien yang mengalami
ketidak nyamanan pada GI penyakit koroner, disfungsi pernafasan, penyakit

10
ginjal atau hati alkoholisme, atau hipertiroidisme, karna semua kondisi ini
dapat diperparah dengan adanya efek sistemik xantin.
2. Obat Asma
Obat asma dibedakan menjadi dua, yaitu pengobatan konstrol jangka
panjang dan pengobatan meringankangejala asma dengan cepat. Terapi untuk
meringankan gejala asma dengan cepat dan dapat menggunakan obat
bronkodilator. Obat antiasmadigunakan sehari hari untuk pengobtan kontrol asma
yang persiapan dapat dicapai. Obat antiasma menunjukan aksi yang efektif yang
menurunkan inflamasi asma.
Obat antiasma dapat dibdakan menjadi berapa jenis sebagai berikut
a. Kortikosteroid yang di hirup
Kortikosteroid yang dihirup merupakan pengobatan kontrol yang
panjangcukup efektif pada semua tahapan perawatan asma yang persisten.
Kortikosteroid dapat dapat dikombinasi dengan obat agonis beta-2 jangka
panjang agar mengakibatkan efek yang baik.
Kortikosteroid yang dihirup digunakan untukpengobatan inflamasi
yang berkaitan dengan asma kronis. Ia diberikan dengan inhalasi. Obat ini
bekerja sebagai antiinflamasi dengan mengurangi respon hiperresponsivitas
jalur pernapasan, menurunkan sel mest dalam jalur peraasan, menghambat
reaksi terhadap alergi, dan meningkatkan sensitivitas reseptor β 2 hingga
meningkatkan efektivitas reseptor β2. Contoh kortikostiroid yang dihirup antara
lain beklometason, flunisolida, dan triomkinolon.
b. Penstabil sel mast
Penstabil mast digunakan untuk menstabilkan mebran sel mast,
kemungkinan denagn mencegah ion kalsium masuk kedalam sel mast sehingga
mencegah pelepasan mediator inflamasi seperti histamin leukotrien.
Penstabil sel mast diindikasikan untuk mencegah bronkospasma dan
serangan asma bronkial, yang diberikan melalui aerosol inhalasi. Namun
demikian aksi spesifik dari penstabil sel mast belum diketahui.Contoh obat
penstabil sel mast antara lain cromolin (intal) dan nedokromil (tilade).
c. Pemodifikasi leukotriana dan imonomodulator
Serangan asma sering kali dipicu oleh alergi dan kegiatan fisik yang
berlebihan. Leukotriena merupakan zat inflamatori yang merupakan salah satu
zat yang dilepaskan oleh sel mast selama seangan asma. Leukotriena dianggap

11
sebagai penyebab brokokonstriksi. Dengan demikian apabila produksi
leukotriena dihambat bronko dilatasi dapat berjalan dengan baik.
Antagonis reseptor leukotriena mencakup zieluton, montelukast, dan
zafirlikast. Zileuton merupakan suatu indikator yang bekerja menurunkan
pembentukan bekerja dengan menurunkan oembentukan leukotriena.
Montelikest dan zafirlukest juga menurunkan pembentukan leukotriena namun
dengan cara yang sedikit berbeda dengan zileuton. Keduanya menginhibidi
situs reseptor leukotriena dalam saluran pernapasan, shingga mencegah edema
pada saluran pernapasan dan memudahkan terjadonya bronkodilatasi. Selain
obat-obatan yang diatas, juga terdapat omalizumab yang bekefja dengan
memodulasi respon imun dengan cara mencegah ikatan imunoglobulin dan
reseptor pada besofil dan sel mast sehingga membatasi reaksi alegi.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obat gangguan saluran pernafasan atas terdiri dari antihistamin yang berfungsi
untuk meringankan gejala alergi musiman, meringankan rhinitis alergi dan vasomotor,
dan konjungtivitas alergi. Dekongestan digunakan untuk mengurangi pembekakan
saluran hidung dengan membuka saluran hidung dengan membuka saluran hidung
yang tersumbat dan meningkatkan pengeringan sinus. Antitusif merupakan obat
pereda batuk tidak produktif. Antitusif bekerja dengan menekan pusat batuk dalam
mendua dan disebut sebagai oabat yang bekerja secara pusat. Expentoran juga
digunakan untuk mengurangi gejala pada kondisi pernafasan dengan batuk kering non
produktif, untuk mengatasi penyakit seresma, bronchitis akut, dan influenza.
Obat untuk gangguan saluran pernapasan bawah terdiri dari bronkodilator
merupakan obat untuk berbagai gangguan pulmonari kronis. Bronkodilator agonis
beta-2 serangan pendek (SABA) digunakan untuk meringankan bronkospasma yang
berkaitan denan pernapasan, seperti asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema.
Xantin juga menghambat pelepasan zat anafilaxis bekerja lambat (SRSA) dan
histamine, yang mengurangi pembekakan dan penyempitan bronkus akibat kerja dari
kedua zat kimia ini. Xantin di indikasi untuk meredakan gejala atau mencegah asma
bronchial dan mengatasi bronkospasme yang terkait dengan PPOK. Obat asma
dibedakan menjadi dua, yaitu pengobatan konstrol jangka panjang dan pengobatan
meringankangejala asma dengan cepat. Terapi untuk meringankan gejala asma dengan
cepat dan dapat menggunakan obat bronkodilator.
3.2 Saran
1) Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang
lebih mengenai farmakologi sistem pernafasan
2) Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak
lengkapan materi mengenai farmakologi sistem pernafasan. Kami mohon maaf,
kamipun sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu
kami mengharap kritik dan saran yang membangun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Karch., Amy M., 2010. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Ed.2.Jakarta: EGC
Jitiwiyono, Sugeng. Farmakologi Pendekatan Perawatan.Yogyakarta:Pustaka Baru
L.K.Joice & R.H Evelyn,. 1996. Farmakologi Pendekatan Dalam Proses Perawatan. Jakarta:
EGC

14

Anda mungkin juga menyukai