Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

FITOKIMIA II
“ISOLASI SENYAWA TANIN DARI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH
(Averrhoa Bilimbi) MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM DAN UJI
KONFIRMASI KLT FRAKSI HASIL DARI KOLOM”

Tanggal praktikum : 13 Maret 2020


Tanggal penyerahan : 18 Mei 2020
Kelompok : 5 (lima)
Penyusun : Lulu Bustani Aminy (066117220)
Anggota : 1. Nur laila (066117211)
2. Hanifah Qulsum (066117231)
3. Ade Rahmawati (066117242)

Dosen Pengampu : 1. Dra. Ike Yulia W, M. Farm., Apt.


2. Yulianita, M. Farm
3. Novi FajarUtami, M. Farm., Apt
4. Marybeth Tri R. H, M.Farm., Apt.
5. Asri Wulandari, S. Farm

Asisten Dosen : 1. AsryWahyuni 6. LiaLuviana


2. DitaShafira 7. NurlaeliAgustina
3. Ivan Pangestu 8. Sri Melia
4. Juju Julianti 9. Tiara Akasi
5. KykyWidayanti 10. Yurena Lina

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujun percobaan


1. Memperkenalkan pemanfaatan KLT dalam standarisasi ekstrak melalui analisis sidik
ragam kromatogram lapis tipisnya
2. Memperkenalkan metode mikroskopik dan KLT untuk mendeteksi adanya
penambahan bahan sintetik dalam sediaan jamu
3. Mendeteksi kemungkinan adanya pemalsuan dalam sediaan jamu yang di beli oleh
praktikan

1.2 Dasar teori


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya (Roy, 1991).
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering
digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai
penyakit seperti batuk, diabetes, rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah,
jerawat, diare sampai tekanan darah tinggi. Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung
flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin (Faharani, 2009; Hayati, et al., 2010).
Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah
tanin. Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar yang terdiri
dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti karboksil untuk
membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa makromolekul
(Horvart, 1981).
Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kedua jenis
tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang paling dominan terdapat dalam tanaman
adalah tanin terkondensasi. Kadar tanin yang tinggi pada daun belimbing wuluh muda
sebesar 10,92% (Ummah, 2010).
Secara kualitatif pengujian fitokimia senyawa tanin terhadap esktrak aseton-air (7:3) daun
belimbing wuluh dengan reagen FeCl3, gelatin dan campuran formalin : HCl menunjukan
adanya golongan senyawa tannin. Ekstrak tannin pada daun belimbing wuluh mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli , Staphylococcus aureus, (Hayati, et al.,
2009) Pseudomonas fluorescens dan Micrococcus luteus (Hayati, et al.,2010).
Adanya potensi aktif terhadap beberapa bakteri dapat dimanfaatkan sebagai obat diare
dan pengawet alami. Tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh menggunakan metode
maserasi, sedangkan salah satu cara untuk memisahkan senyawa tannin adalah dengan
kromatografi lapis tipis preparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eluen terbaik
dalam pemisahan senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) dan mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapatdalam daun belimbing wuluh. Fase
diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin
sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan
resolusinya (Gandjar, 2007).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba
karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran
2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gandjar, 2007)
Metode pemisahan kromatografi kolom ini adalah suatu metode yang memerlukan bahan
kimia yang cukup banyak sebagai fasa diam dan fasa bergerak bergantung pada ukuran
kolom gelas. Untuk melakukan pemisahan campuran dengan metode kromatografi kolom
diperlukan waktu yangcukup lama, bias berjam-jam hanya untuk memisahkan satu campuran.
Selain itu, hasil pemisahan kurang jelas artinya kadang-kadang sukar mendapatkan
pemisahan secara sempurna karena pita komponen yang satu bertumpang tindih dengan
komponen lainnya. Masalah waktu yang lama disebabkan laju alir fasa gerak hanya
dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, ukuran diameter partikel yang cukup besar membuat
luas permukaan fasa diam relative kecil sehingga tempat untuk berinteraksi antara
komponen-komponen dengan fasa diam menjadi terbatas. Apabila ukuran diameter partikel
diperkecil supaya luas permukaan fasa diam bertambah menyebabkan semakin lambatnya
aliran fasa gerak atau fasa gerak tidak mengalir sama sekali. Selain itu fasa diam yang sudah
terpakai tidak dapat digunakan lagi untuk pemisahan campuran yang lain karena sukar
meregenerasi fasa diam. (Hendayana, 2006)
Ada beberapa pembagian kromatgografi, diantaranya kromatografi cair-cair. Dalam
kromatografi partisi cair-cair, suatu pemisahan dipengaruhi oleh distribusi sampel antara fase
cair diam dan fase cair bergerak dengan membatasi kemampuan pencampuran. Jika suatu zat
terlarut dikocok dalam sistem dua pelarut yang tidak bercampur atau saling melarutkan maka
zat terlarut akan terdistribusi di antara ke dua fase (Khopkar, 2008).
BAB II
METODE KERJA
2.1 AlatdanBahan
2.1.1 Alat
1. Batang pengaduk
2. Beaker glass
3. Chamber
4. Kertas saring
5. Kapas
6. Kolom
7. Silica gel
8. Vial

2.1.2 Bahan
1. Ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
2. Etanol
3. Kloroform

2.2 Cara Kerja


A. Kromatografi Kolom
1. Disiapkan statip dan kolom. Kemudian, dipasang kolom pada statip. Dimasukan
kapas ke dalam kolom setelah itu bilas kolom dengan pelarut.
2. Disuspensikan silica gel menggunakan pelarut.
3. Dimasukan suspensi silica kedalam kolom sambil diketuk-ketuk agar tidak ada
gelembung.
4. Dilarutkan sampel dengan pelarut ad larut dan dimasukan kedalam kolom.
5. Dibuka kran kolom sehingga terja dielusi pada kolom.
6. Ditampung fraksi-fraksi yang turun kedalam vial, dipisahkan berdasarkan percobaan
warna.
B. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Dikerok spot pada silica gel kemudian dilarutkan dengan pelarut eluen.
2. Disiapkan eluen dalam chamber bersih.
3. Disiapkan plat silica dengan dibatasi dibagian ujung plat silica 1 cm. Dan ditotolkan ekstrak
pada garis bagian bawah yang sudah dibuat.
4. Dimasukkan kedalam chamber yang bersih, dan eluen jenuh.
5. Ditunggu eluen dan ekstrak naik kebatas bagian atas, dikeringkan.
6. Dilihat pada sinar UV, pada panjang gelombang 254 nm atau 366 nm.
7. Dihitungnilai Rf.
BAB III
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Pengamatan
1. Kromatografi kolom
Fraksi Warna
F1 Kuning (+)
F2 Hijau (+++)
F3 Hijau (+++)
F4 Hijau (+++)
F5 Hijau (+++)
F6 Hijau (+++)
F7 Hijau (+++)
F8 Hijau (+)
F9 Hijau (+)
F10 Hijau (+)
F11 Hijau (+)
F12 Hijau (+)
F13 Kuning (+)
F14 Kuning (+)
F15 Kuning (+)
F16 Kuning (+)
F17 Kuning (+)
F18 Kuning (+)
F19 Kuning (+)
F20 Bening
F21 Bening
2. Uji konfirmasi KLT

Noda Nilai Rf Warna Noda


254 nm 366 nm
1 0,53 Coklat kehijauan Coklat kehijauan

2 0,61 Hijau Ungu kemerahan


3 0,68 Ungu kemerahan

3.2 Pembahasan

Kepolaran fasa diam dan fasa gerak hampir sama, tetapi masih lebih polar fasa gerak
sehingga senyawa tanin yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran eluen, karena senyawa
tanin bersifat polar. Dari ketiga noda yang ada maka noda yang kedua adalah noda yang
diduga senyawa tanin, yang memilik harga Rf sebesar 0,61 dan warna noda saat disinari
dengan lampu UV 366 berwarna
lembayung. Hal ini diperkuat oleh Harborne (1987) bahwa tanin dapat dideteksi dengan sinar
UV pendek berupa noda yang berwarna lembayung, selain itu didukung dengan Rf dari
ekstrak tanaman mimosa (memiliki kadar tanin yang tinggi) yang dielusi dengan eluen yang
sama dengan harga Rf sebesar 0,62. Pemisahan dengan KLT analitik menghasilkan
harga Rf dari noda pertama sebesar 0,53 yang diduga senyawa antosianidin (Olivina, 2005).
Noda kedua dan ketiga dengan harga Rf 0,61 dan 0,68 diduga senyawa tanin terkondensasi.
Senyawa tanin diduga mempunyai nilai Rf 0,61, hal ini didukung dari pengukuran standar
tanin dari tanaman mimosa yang
Isolasi adalah suatu proses pemisahan komponen kimia yang terdapat dalam suatu ekstrak
Prinsip kerja metode kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan daya serap dari
masing-masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di
masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap. Senyawa yang
lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar
terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang di serap dari larutan secara sempurna
oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut / dengan tanpa
tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga
terjadi pemisahan dalam kolom.
Tujuan dari percobaan ini diantaranya memperkenalkan metode kromatografi kolom sebagai
salah satu proses isolasi ekstrak tanaman dan melakukan proses pemisahan senyawa dalam
ekstrak .Daun sukun mengandung beberapa zat yang sangat ampuh menyembuhkan suatu
memiliki kadar tanin yang besar dengan harga Rf sebesar 0,62. Noda-noda hasil KLT
preparatif yang mendekati harga Rf tanin dari tanaman mimosa dan warna yang menunjukkan
tanin dikerok dan dilarutkan dalam pelarut aseton:air (7:3), kemudian diidentifikasi
menggunakan spektrofotometri UV-Vis dan FTIR Berdasarkan hasil identifikasi senyawa
tanin dengan spektrofotometer UV-Vis
menunjukkan panjang gelombang maksimum dari 2 puncak yang diperoleh yang diduga
terdapat senyawa tanin sebesar 331 nm. Hal ini didukung dengan hasil identifikasi senyawa
tanin
dari tanaman mimosa yang sebagai standar dari tanin karena memiliki kadar tanin yang besar
sama-sama memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 318 nm. Senyawa tanin
merupakan senyawa yang termasuk golongan senyawa flavonoid, karena dilihat dari
strukturnya yang memiliki 2 cincin aromatik yang diikat oleh tiga atom karbon. Kedudukan
gugus hidroksil fenol bebas pada inti
flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan
dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Faharani, G. B., 2009, Uji Aktifitas Antibakteri Daun Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri
Streptococcus Aureus dan Achercia Coli secara Bioautografi, FMIPA UI, Jakarta

Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB,
Bandung

Hayati, E. K., Jannah, A., dan Fasya, A. G., 2009, Aktivitas Antibakteri Komponen
Tanin Ekstrak Daun Blimbing Wuluh (Averrhoa Billimbi L) Sebagai Pengawet Alami, Penelitian
Kompetitif Depag. Malang, UIN, Malang

Hayati E. K., Jannah A., dan Mukhlisoh W., 2010, Pengaruh Ekstrak Tunggal dan Gabungan Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Terhadap Efektivitas Antibakteri Secara In Vitro, Kimia,
UIN Malang, Malang

Horvart, 1981, Tannins: Definition. 2001 http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxic


agents/tannin/definition.html. animal science webmaster, Cornert University

Lidyawati, et al., 2006, Karakterisasi Simplisia dan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.). http://bahan-alam.fa.itb. ac.id., 2 Juni 2009

Makkar, H. P. S. dan Becker, K., 1998, Do Tannins In Leaves Of Trees And Shrubs From African
And Himalayan Regions

Anda mungkin juga menyukai