Anda di halaman 1dari 2

Materi SKU Bantara No.

 4
 

Agama adalah elemen fundamental hidup dan kehidupan manusia, oleh sebab itu, kebebasan
untuk beragama [dan tidak beragama, serta berpindah agama] harus dihargai dan dijamin.
Ungkapan kebebasan beragamamemberikan arti luas yang meliputi membangun rumah ibadah dan
berkumpul, menyembah; membentuk institusi sosial; publikasi; dan kontak dengan individu dan
institusi dalam masalah agama pada tingkat nasional atau internasional.

Kebebasan beragama, menjadikan seseorang mampu meniadakan diskriminasi berdasarkan


agama; pelanggaran terhadap hak untuk beragama; paksaan yang akan mengganggu kebebasan
seseorang untuk mempunyai agama atau kepercayaan. Termasuk dalam pergaulan sosial setiap hari,
yang menunjukkan saling pengertian, toleransi, persahabatan dengan semua orang, perdamaian dan
persaudaraan universal, menghargai kebebasan, kepercayaan dan kepercayaan dari yang lain dan
kesadaran penuh bahwa agama diberikan untuk melayani para pengikut-pengikutnya. Jadi, toleransi
(tasamuh) beragama adalah menghargai dengan sabar, menghormati keyakinan atau kepercayaan
seseorang atau kelompok lain.

Termasuk agama Islam. Islam mengajarkan betapa pentingnya toleransi. Nabi Muhammad
SAW. mengajarkan Islam sebagai agama kasih sayang dan menolak kekerasan yang dapat memicu
konflik. Nabi juga melindungi minoritas dalam melaksanakan ibadah sesuai keyakinannya. K.H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah mengatakan bahwa Nabi Muhammad pun pernah meminta tiga
orang Pendeta Kristiani yang datang dari Najran (provinsi timur di Arab Saudi) untuk beribadah
menurut agama mereka di Masjid. Pernah juga diceritakan pada suatu hari ada orang Arab pedalaman
kencing di masjid Nabi di Madinah. Terang saja para sahabat geram dan ingin memukul orang itu.
Namun, Rasulullah SAW mencegahnya, dan kemudian menyuruh para sahabat ‘kerja bakti’ menyiram
dan membersihkan air seni laki-laki tak kenal sopan santun itu. (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, pengarang Kitab Fath al-Bari, riwayat ini memperlihatkan dengan jelas
sikap toleransi Nabi SAW dan keluhuran budi pekertinya.

Contoh lain tentang perlakuan Islam terhadap non-Islam adalah kemurahan hati yang
diperlihatkan oleh Salahuddin al-Ayyubi pada tahun 1188 M saat dia berhasil merebut kembali
Yerussalem dari tentara salib. Ketika Salahuddin tiba ia menyaksikan pasukan salib sedang mengotori
masjid dengan menyimpan babi di dalamnya. Bahkan para ahli sejarah Eropa pun mengakui bahwa
Salahuddin tidak membalas dendam, melainkan memberikan maaf kepada pasukan salib, dengan
pengecualian segelintir individu yang memang berprilaku sadis dan kejam.

Sekali lagi perbedaan atau pluralisme adalah anugerah terbesar dan terindah dari Tuhan YME
kepada kita. Demikian pula dengan toleransi, “Toleration is the greatest gift of the mind,…- Toleransi
adalah anugrah dari pikiran yang paling luar biasa,” ucap Helen Keller. Dan pemahaman yang terbuka
terhadap yang-lain itulah yang dikenal dengan istilah toleransi. “Toleransi itu berarti saya tidak akan
membuang engkau keluar dari komunitas saya, saya tidak akan berhenti berinteraksi dengan kamu
sekalipun kamu berbeda, saya tidak akan melarang kamu untuk menjadi tetangga saya,” begitulah John
E. Esposito menggambarkannya.

Pentingnya Kerukunan Antar Umat Beragama

Menurut Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Somantri (Rektor UI Jakarta), modus hubungan antar
manusia di bumi ini hanya ada dua: Konflik dan Harmoni. Konflik dimotori oleh egoism baik individu
maupun kelompok yang berujung pada keengganan untuk berdialog. Dengan karakteristiknya yang
egoism maka perilaku ini akan mengerdilkan kemanusiaan sekaligus membuat kebudayaan menjadi
statis. Individu atau kelompok menjadi eksklusif satu sama lain sehingga tidak dapat melihat sisi
manusiawi individu atau kelompok lain. Yang lain hanya akan dicap sebagai “musuh” yang harus
segera diwaspadai dan apabila perlu dihancurkan. Sedangkan harmoni, sebaliknya, bekerja dengan
relasi resiprokal antar individu atau kelompok berbasis toleransi, kepercayaan dan harga diri.

Dengan begitu Perdamaian hanya akan terjadi jika segala jenis konflik baik Ideologi, Politik,
Ekonomi, Sosial dan Budaya (IPOLEKSOSBUD) yang mengarah pada disintegrasi kerukunan antar
umat beragama di minimalisir sedini mungkin untuk kemudian di tiadakan. Dengan begitu diharapkan
terciptanya kerukunan umat. Pada akhirnya dengan kerukunan tersebut akan melahirkan harmonisasi
yang penuh toleransi dan perdamaian dapat terwujud.

Toleransi dan kerukunan antar umat beragama bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa
dipisahkan satu sama lain. Kerukunan berdampak pada toleransi; atau sebaliknya toleransi
menghasilkan kerukunan; keduanya menyangkut hubungan antar sesama manusia. Jika tri
kerukunan [antar umat beragama, intern umat seagama, dan umat beragama dengan pemerintah]
terbangun serta diaplikasikan pada hidup dan kehidupan sehari-hari, maka akan muncul toleransi antar
umat beragama. Atau, jika toleransi antar umat beragama dapat terjalin dengan baik dan benar, maka
akan menghasilkan masyarakat yang rukun satu sama lain.

Toleransi antar umat beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang
menunjukkan umat saling menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan lain-lain. Termasuk di
dalamnya menghormati agama dan iman orang lain; menghormati ibadah yang dijalankan oleh orang
lain; tidak merusak tempat ibadah; tidak menghina ajaran agama orang lain; serta memberi kesempatan
kepada pemeluk agama menjalankan ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan mampu
untuk melayani dan menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptanya suasana rukun
dalam hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa. Jika semua orang menjalankan agamanya
masing-masing dengan sebenar-benarnya, maka sudah pasti akan melahirkan kedamaian, ketentraman
hidup dan kerjasama sosial yang sehat.

Toleransi dan pluralisme tidak perlu disikapi sebagai ancaman akidah, karena setiap orang
memiliki preferensinya sendiri-sendiri. Sebagaimana baju yang saya pakai, belum tentu nyaman
dipakai oleh orang lain. Berdakwah kepada non muslim dalam rumusan ini, tidak lagi identik dengan
mengkonversi iman mereka, tapi cukup mengajak mereka melakukan kerjasama sosial yang sehat.
Inilah toleransi yang benar dan sehat, yang semestinya dijadikan rujukan dakwah oleh para da’i dan
ulama-ulama di nusantara.  Di atas segala perbedaan yang ada, dengan semangat toleransi kita akan
mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dan kemampuan meningkatkan nilai diri kita sebagai
manusia yang berakal dan berhati nurani.

Anda mungkin juga menyukai