Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN JIWA

“TREND DAN ISU KEPERAWATAN JIWA”

Disusun oleh :
Kelompok 3 :
Irza Septiyadi
Firi Mardatillah Rinyani
Liokta Lanima
Rahmat Nursyamli
Widya Destriyana putri

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN DIII KEPERAWATAN
T.A 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun tugas ini yang berjudul
" Trend dan Issue Keperawatan Jiwa" tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Bengkulu ,       Agustus 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1.Konsep Teori Lansia................................................................................


2.2.Teori Kejiwaan Lansia.............................................................................
2.3.Masalah Kesehatan Lansia.......................................................................
2.4.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia....................
2.5.Penyakit Psikiatris....................................................................................
2.6.Teori Psikososial Lansia..........................................................................
2.7.Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi dan Psikososial..........

BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan ..............................................................................................................

4.2 Saran .........................................................................................................................


DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada
tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan
masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola
kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi
masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek
kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi,
pencemaran, kecelakaan, banyak tindakan kekerasan, kenakalan remaja, penyalahgunaan
NAPZA, tauran, penggangguran, tindak penyaluran agresifitas atau anarkis, putus sekolah, PHK,
disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi,
kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam
keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang
berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif. Dengan banyaknya masalah-
masalah yang ada dalam keperawatan jiwa yang kini kita hadapi, maka kita perlu mengkaji ulang
faktor yang mempengaruhi masalah-masalah keperawatan jiwa
Telah terbukti bahwa upaya pencegahan jauh lebih baik daripada upaya pengobatan.
Untuk itu masyarakat luas perlu diberikan informasi tentang kesehatan jiwa beserta
permasalahan, pencegahan dan penanganannya. Upaya pelayanan kesehatan jiwa terhadap
masyarakat pada saat ini tidak mungkin dilaksanakan oleh petugas kesehatan saja, tetapi perlu
peran serta seluruh masyarakat dan keluarga klien untuk memfasilitasi peran aktif dari kader
kesehatan dalam upaya kesehatan jiwa.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kecenderungan Trend dan Issue Keperawatan Jiwa

Trend dan issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang hangat
dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau
tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional
maupun global.

1. Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi


Di Indonesia banyak gangguan jiwa terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita
jarang sekali melihat fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan terkini
menyimpulkan bahwa berbicara masalah kesehatan jiwa harus dimulai dari masa
konsepsi atau bahkan harus dimulai dari masa pranikah. Banyak penelitian yang
menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan kesehatan fisik dan
mental seseorang di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian berikut membuktikan
bahwa kesehatan mental seseorang dimulai pada masa konsepsi. Diantara hasil
penelitian:
Marc Lehrer ( 300 bayi yg diteliti): stimulasi dini ( berupa suara, musik, getaran,
sentuhan ) setelah dewasa memiliki perkembangan fisik, mental dan emosional yg lebih
baik.
Mednick : ada hubungan skizofrenia dengan infeksi virus dalam kandungan.
Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi sedang berada pada
trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita
skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini menunjukkan bahwa lingkungan luar
yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam kandungan dapat meningkatkan risiko
menderita skizofrenia. Mednick menghidupkan kembali teori perkembangan
neurokognitif, yang menyebutkan bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan
perkembangan neurokognitif sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif
seperti berkurangnya kemampuan dalam mempertahankan perhatian, membedakan suara
rangsang yang berurutan, working memory, dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai
pada penderita skizofrenia. Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam
kandungan dan dalam kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya,
tekanan berat dalam kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang
mempengaruhi fungsi otak seperti narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah
berkembang ini menjadi dasar dari gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan
proses pikir, waham/delusi, perilaku yang aneh dan gangguan emosi.
2. Trend Peningkatan Masalah Kesehatan Jiwa
Masalah kesehatan jiwa akan meningkat di era globalisasi, sudah terbukti dua
tahun terakhir, hal ini dikarenakan beban hidup yang semakin berat. Klien gangguan jiwa
tidak lagi didominasi kalangan bawah tetapi kalangan mahasiswa, PNS, pegawai swasta,
kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga tersentuh gangguan
psikotik dan depresif. Penyebab dikalangan menengah ke atas sebagian besar akibat tidak
mampu mengelola stress dan ada juga akibat post power syndrome atau mutasi jabatan.
Kasus-kasus gangguan kejiwaan yang ditangani oleh para psikiater dan dokter di RSJ
menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal baik strata sosial maupun usia. Ada
orang kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah kehilangan semua harta bendanya
akibat kebakaran. Selain itu kasus neurosis pada anak dan remaja, juga menunjukkan
kecenderungan meningkat. Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang
mengakibatkan penderitanya mengalami stress, kecemasan yang berlebihan, gangguan
tidur, dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Neurosis menyebabkan
merosotnya kinerja individu. Mereka yang sebelumnya rajin bekerja, rajin belajar
menjadi lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat kecenderungan penyakit jiwa pada
anak dan remaja kebanyakan adalah kasus trauma fisik dan nonfisik. Trauma nonfisik
bisa berbentuk musibah, kehilangan orang tua, atau masalah keluarga.
Tipe gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang
menunjukkan gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap
mengoceh tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan
orang lain, seperti mengamuk.

3. Kecenderungan Faktor Penyebab Gangguan Jiwa


Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan
salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan
jiwa pada manusia. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius.
WHO (2001) menyataan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Bukti lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan
jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang
mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh
diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri
dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.
Adanya gangguan kesehatan jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun,
menurut Aris Sudiyanto, (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan penyebab
gangguan jiwa ini. Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya antara
lain berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis,
malaria dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua, gangguan
mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan
(pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota keluarga disebabkan
frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan sosial aau lingkungan.
Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan, problem orangtua, hubungan
antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah
keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain).

4. Kecenderungan Situasi di Era Globalisasi


Perkembangan IPTEK yg begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri
globalisasi, akan berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan. Perawat dituntut
mampu m’berikan askep yg profesional dan dpt m’pertanggung jawabkan secara ilmiah.
Perawat dituntut senantiasa m’kembangkan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan
khususnya keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus membekali diri dgn
bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan teknologi komunikasi,
skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.

5. Globalisasi dan Perubahan Orientasi Sehat


Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan yankes termasuk keperawatan
adalah tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan penyelenggaraan pelayanan.
(persaingan kualitas). Tenaga kesehatan (perawat “jiwa” ) hrs mempunyai standar global
dalam memberikan pelayanan kesehatan, jika tdk ingin ketinggalan. Fenomena masalah
kesehatan jiwa, indicator keswa di masa mendatang bukan lagi masalah klinis spt
prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pd konteks kehidupan sosial. Fokus
kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit, melainkan pada peningkatan kualitas
hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa buka lagi sehat atau sakit, tetapi kondisi optimal yang
ideal dalam perilaku dan kemampuan fungsi social Paradigma sehat Depkes, lebih
menekankan upaya proaktif untuk pencegahan daripada menunggu di RS, orientasi upaya
kesehatan jiwa lebih pada pencegahan (preventif) dan promotif. Penangan kesehatan jiwa
bergeser dari hospital base menjadi community base.
Empat Ciri Pembentuk Struktur Masyarakat Yang Sehat :
a) Suatu masyarakat yang di dalamnya tak ada seorang manusia pun yg diperalat oleh
orang lain. Oleh karena itu seharusnya tidak ada yang diperalat/ memperalat diri
sendiri, diman manusia itu mjd pusat dari semua aktivitas ekonomi maupun politik
diturunkan pada tujuan perkembangan diri manusia.
b) Mendorong aktivitas produktif setiap warganya dalam pekerjaannya, merangsang
perkembangan akal budi dan lebih jauh lagi, mampu membuat manusia untuk
mengungkapkan kebutuhan batinnya berupa seni dan perilaku normatif kolektif.
c) Masyarakat terhindar dari sifat2 rakus, eksploitatif, pemilikan berlebihan, narsisme,
tidak mendapatkan kesempatan meraup keuntungan material tanpa batas.
d) Kondisi masyarakat yang memungkinkan orang bertindak dalam dimensi2 yang dpt
dipimpin dan diobservasi. Partisipasi aktif dan bertanggung jawab dalam kehidupan
masyarakat. Untuk mewujudkan struktur masyarakat sehat, kuncinya : Setiap org
harus meningkatkan kualitas hidup yang dpt menjamin terciptanya kondisi sehat yang
sesungguhnya. Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain merupakan orientasi
paradigma kesehatan jiwa.

6. Kecenderungan Penyakit
Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “The global burdan of disease“ (Michard &
Chaterina, 1999). Hal ini akan menjadi tantangan bagi ”Public Health Policy” yang
secara tradisional memberi perhatian yang lebih pada penyakit infeksi. Standar
pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara tradisional adalah angka kematian
akibat penyakit. Ini telah menyebabkan gangguan jiwa seolah-olah bukan masalah.
Dengan adanya indikator baru, yaitu DALY (Disabilitty Adjusted Life Year) diketahuilah
bahwa gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan utama secara internasional.
Perubahan sosial ekonomi yang amat cepat dan situasi sosial politik yang tidak menentu
menyebabkan semakin tigginya angka pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan, situasi
ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan jiwa dalam kehidupan
manusia ( Antai Otong, 1994).
Untuk menjawab tantangan ini diperlukan tenaga-tenaga- kesehatan seperti
psikiater, psilolog, social Worker, dan perawat psikiatri yang memadai baik dari segi
kuantitas. Saat terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang yang terpapar dengan kejadian
Traumatis, yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian yang berupa ancaman
kematian atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera serta yang dalam
ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain. Respons yang terjadi berupa
rasa takut yang kuat serta tidak berdaya, sedangkan bagi anak-anak apa yang
menghadapinya akan dieksperikan dengan perilaku yang kacau
Trauma itu merupakan sesuatu yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang.
Pengalaman trauma yang umum dialami manusia dalam kejadian sehari-hari. Pengalaman
katastropik dalam berbagai bentuk, baik peperangan (memang sedang terjadi),
pemerkosaan (banyak dialami sebagian wanita di Aceh), maupun bencana alam, (gempa
dan bencana tsunami), sungguh mengerikan. Ini akan membuat mereka dalam keadaan
stress berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang sedemikian.
Dalam kriteria klinik seperti yang disusun dalam Diagnostic and Statical Manual Of
Mental Disorder lll dan Lv serta Pedoman Pengggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa
lll di Indonesia menyatakan, gejala yang ditemukan pada mereka itu menggambarkan
suatu yang stress yang terjadi berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Dengan demikian
mereka menjadi manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat dan
resultante akhir penderita ini akan menjadi tidak produktif. Padahal seperti diketahui ada
diantara mereka yang berkali-kali telah mengalami pengalaman katastropik yaitu saat
daerah tersebut ada dalam kondisi berlangsungnya Daerah Operasi Militer dan peristiwa-
peristiwa sesudahnya. Kondisi itu memang amat melumpuhkan tidak hanya ragawi, tetapi
juga kondisi kejadian masyarakat di daerah NAD. Di kemudian hari, mereka menjadi
manusia yang tanpa alasan selalu berusaha menghindar terhadap kejadian yang mirip,
terutama terhadap kekerasan yang sebernarnya tidak akan terjadi. Mereka juga menjadi
manusia yang selalu bermimpi menakutkan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya,
tidur yang seharusnya kan membuat restorasi terhadap kondisi tubuh, namun yang terjadi
adalah sebaliknya. Mereka berada dalam keadaan lelah dan seakan berada dalam kondisi
depresi. Mungkin saja mereka kan berperilaku atau merasa seakan-akan kejadian
traumatis itu terjadi kmbaki, termasuk pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas
balik dalam bentuk disosiatif. Penelitian mutakhir tentang kajian trauma (trauma studies)
mulai memahami bahwa trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat
individual. Trauma muncul sebagai akibat dari saling keterkaitan antara ingatan sosial
dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan. Dalam
konteks tsunami Aceh dan bencana-bencana besar lainnya di Indonesia, kompleksitas
sosial dan kultural sangat penting mengingat bahwa masyarakat telah mengalami dan
menjadi saksi berbagai macam kekerasan sejak berlangsungnya operasi keamanan di
daerah ini. Oleh karena itu, pemahaman tentang trauma sebagai proses sosial dan
sekaligus proses kejiwaan yang bersifat personal mutlak diperlukan untuk mencari jalan
keluar dari lingkaran ingatan traumatis yang dialami oleh klien-klien yang mengalami
yang mengalami bencana di seluruh penjuru Indonesia. Menariknya, Sigmund Freud
sendiri pernah mengemukakan bahwa trauma adalah suatu ingatan yang direpresi. Dan,
karena direpresi itulah maka trauma sering berlangsung secara tidak sadar dalam periode
yang cukup lama. Guncangan psikologis yang disebabkan oleh ingatan mengerikan
tentang gelombang tsunami, tentang mayat-mayat yang berserakan, dan tentang
kehilangan banyak anggota keluarga sekaligus berpotensi untuk membentuk ingatan yang
traumatis. Perawat jiwa pada masa akan datang penting untuk menekuni kajian trauma,
juga menggarisbawahi proses yang dalam studi psikologi sering disebut sebagai
transference. Istilah ini merujuk pada ‚“transfer“ pengalaman traumatis yang terjadi dari
orang yang secara fisik langsung mengalami peristiwa yang mengerikan kepada orang
lain yang tak secara langsung mengalaminya. Freud memberi contoh bahwa psikoanalis
juga dapat mengalami proses transference saat ia secara tak sadar melakukan identifikasi
dengan korban trauma tersebut. Dori Laub, psikiater yang terlibat dalam pembuatan
Shoah, mengatakan bahwa transference itu bisa terjadi saat psikoanalis, atau siapapun
juga yang melakukan wawancara dengan korban.

7. Meningkatknya Post Traumatic Syndrome Disorder


Trauma yang katastropik, yaitu trauma di luar rentang pengalaman trauma yang
umum di alami manusia dlm kejadian sehari-hari. Mengakibatkan keadaan stress
berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang demikian. Mereka
menjdi manusia yang invalid dlam kondisi kejiwaan dengan akibat akhir menjadi tidak
produktif. Trauma bukan semata2 gejala kejiwaan yang bersifat individual, trauma
muncul sebagai akibat saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang
peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan.

8. Meningkatnya Masalah psikososial


Lingkup kesehatan jiwa sangat luas dan kompleks, juga saling berhubungan dengan
segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pd UU No. 23 1992 tentang Kesehatan Dan
Ilmu Psikiatri, masalah kesehatan jiwa secara garis besar digolongkan menjadi :
a) Masalah perkembangan manusia yg harmonis dan peningkatan kualitas hidup, yaitu
masalah kejiwaan yang berkaitan dengan makna dan nilai-nilai kehidupan manusia.
Misalnya:
 Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan lifecycle kehidupan manusia,
mulai dari persiapan pranikah, anak dalam kandungan, balita, anak, remaja,
dewasa, usia lanjut.
 Dampak dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas.
 Pemukiman yang sehat.
 Pemindahan tempat tinggal.
b) Masalah psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul akibat terjadinya
perubahan sosial, meliputi :
 Psikotik gelandangan (seseorang yang berkeliaran di tempat umum dan
diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik dan dianggap mengganggu
ketertiban/keamanan lingkungan).
 Pemasungan penderita gangguan jiwa
 Masalah anak jalanan
 Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan)
 Penyalaggunaan Narkotik dan psikotropik
 Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual dll)
 Tindak kekerasan sosial (kemiskinan, penelantaran tdk diberi nafkah, korban
kekerasan pd anak, dll) Stress pasca trauma (ansietas, gangguan emosional,
berulang kali merasakan kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam,
ledakan, kekerasan, penyerangan/ penganiayaan fisik/ seksual, termasuk
pemerkosaan, terorisme, dll)
 Stress pascatrauma (ansietas, gangguan emosional, berulangkali merasakan
kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam, ledakan, kekerasaan,
penyerangan/penganiyaan secara fisik atau seksual, termasuk pemerkosaan,
terorisme dan lain-lain).
 Migrasi ( masalah psikis/ kejiwaan akibat perubahan sosial, spt cemas,
depresi, stress pasca trauma, dll)
 Masalah usia lanjut yang terisolasi (penelataran, penyalahgunaan fisik,
gangguan psikologis, gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan,
perubahan minat, gangguan tidur, kecemasan, depresi, gangguan pada daya
ingat, dll).
 Masalah kesehatan tenaga kerja di tempat kerja (penurunan produktivitas,
stress di tempat kerja, dll).

9. Trend Bunuh Diri pada Anak dan Remaja
Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam, angka
kejadian terus meningkat dan sangat mengancam Sejak tahun 1958, dari 100.000
penduduk Jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk
negara Austria, Denmark, dan Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama diduduki
Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24 menit seorang
meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya 10 kali lebih
besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan trend bunuh
diri mulai tampak meningkat terjadi pada anak-anak dan remaja. Di Benua Asia, Jepang
dan Korea termasuk Negara yang sering diberitakan bahwa warganya melakukan bunuh
diri. Di Jepang, harakiri (menikam atau merobek perut sendiri) sering dilakukan bawahan
untuk melindungi nama baik atasannya. Sebagai contoh, sekretaris pribadi mantan
Perdana Menteri Takeshita melakukan bunuh diri, ketika skandal suap perusahaan
Recruits Cosmos terbongkar pada tahun 1984 atau yang paling terkenal kasus bunuh
dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri Tanaka, ketika skandal suap Lockheed
terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya, demi menjaga kehormatan pimpinannya.  Data
dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu juta
orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau terjadi dalam seiap 40 detiknya. Bunuh diri
juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain
faktor kecelakaan. Metode yg paling disukai = menggunakan pistol, menggantung diri
dan minum racun. Keberhasilan BD pd pria lebih banyak 3 x dr wanita. Bunuh diri :
suatu tindakan mencabut nyawa sendiri dengan sengaja (jalan pntas yang dikutuk Tuhan).
Latar belakangnya beragam : asmara, pekerjaan, cek-cok rmh tangga, ekonomi, perasaan
malu dan terlilit utang.

10. Masalah Napza dan HIV/ AIDS


Gangguan penggunaan zat adiktif ini sangat berkaitan dan merupakan dampak
dari pembangunan serta teknologi dari suatu negara yang semakin maju. Hal terpenting
yang mendukung merebaknya NAPZA di negara kita adalah perangkat hukum yang
lemah bahkan terkadang oknum aparat hukum seringkali menjadi backing, ditambah
dengan keragu-raguan penentuan hukuman bagi pengedar dan pemakai, sehingga
dampaknya SDM Indonesia kalah dengan Malaysia yang lebih bertindak tegas terhadap
pengedar dan pemakai NAPZA. Kondisi ini akan semakin menigkat untuk masa yang
akan datang khususnya dalam era globalisasi. Dalam era globalisasi tersebut terdapat
gerakan yang sangat besar yang disebut dengan istilah “Gerakan Kafirisasi“. Bila
beberapa dekade yang lalu kita mengenal istilah zionisme, maka dengan ini sejalan
dengan globalisasi kita berhadapan dengan dengan ideologi kafirisasi yang disebut
dengan Neozionisme, sebuah ideologi yang ingin menciptakan tatanan dunia global yang
sekuler dan terlepas sama sekali dari ajaran agama yang mereka anggap sebagai
kepalsuan, racun, dan dogmatis fundamentalis.
Gerakan konspirasi mereka telah membuat carut marut dan tercabiknya wajah
kaum beragama, utamanya umat muslim, mereka menuduh umat islam sebagai
fundamentalis, ekstrimis, dan tiran. Bahkan Hungtington (Misionaris Yahudi) pernah
mengatakan : “Musuh Barat terbesar setelah Rusia hancur adalah Islam“. Salah satu
program mereka adalah menghancurkan islam melalui penghancuran generasi mudanya
dengan cara menebarkan narkotik dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
Sekarang para imperalis dan konspirasi Yahudi telah memanfaatkan energi
yang tersimpan dalam generasi negeri ini (1,3 juta orang pemuda) yang berusia 15-25
tahun melalui NAPZA (Narkotik dan Zat Adikif lainnya) dan telah membunuh 30 orang
perbulannya. Masalah lainnya muncul seiring dengan merebaknya pemakaian NAPZA.
Menjelang tahun 2008 pertumbuhan HIV AIDS di dunia dapat mencapai 4 orang
permenit. Ini merupakan ancaman hilangnya kehidupan dan runtuhnya peradaban.
Kita semua, khususnya tim kesehatan harus merasa terpanggil menyelamatkan
generasi penerus bangsa dari cangkraman NAPZA (Narkotika, Alkohol, psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnya). Perawat merupakan komponen terbesar dari seluruh tim
kesehatan, maka upaya-upaya pengcegahan dan penatalaksanaan keperawatan menjadi
hal yang sangat penting karena perawat senantiasa berada di sisi klien dalam rentang
waktu yang lama di banding tim kesehatan lainnya. Melalui forum presentasi orientasi
keperawatan jiwa kami berusaha memaparkan suatu topic dengan tema Asuhan
Keperawatan pada Pengguna NAPZA.

11. Paterrn of Parenting dalam Kep. Jiwa


Dengan banyaknya kasus bunuh diri dan depresi pd anak, maka pola asuh
keluarga kembali menjadi sorotan Pola asuh yang baik adalah pola asuh dimana orang tua
menerapkan kehangatan yang tinggi disertai dengan kontrol yang tinggi. Kehangatan
adalah Bagaimana orang tua menjadi teman curhat, teman bermain, teman yang
menyenangkan bagi anak terutama saat rekreasi, belajar dan berkomunikasi. Berbagai
upaya agar anak dekat dan berani bicara pada ortunya saat punya masalah. Ortu menjadi
teman dalam ekspresi feeling anak sehingga anak menjadi sehat jiwanya. Kontrol yg
tinggi ad. Bagaimana anak dilatih mandiri dan mengenal disiplin di rumahnya.
Kemandirian mjd hal yg sangat penting dalam kesehatan jiwa, karena akan memiliki self
confidence yang cukup. Orang tua juga melatih anak bertanggung jawab mengerjakan
tugas2 di rumah spt. Mencuci, menyiram bunga dll.
Tipe Pola Asuh :
Autoratif = kontrol tinggi & kehangatan tinggi
Otoriter = kontrol tinggi, kehangatan rendah
Permisif = kontrol rendah, kehangatan tinggi
Neglected = kontrol rendah, kehangatan Rendah

12. Masalah Ekonomi dan Kemiskinan


Pengangguran telah menybabkan rakyat indonesia semakin terpuruk. Daya beli
lemah, pendidikan rendah, lingkungan buruk, kurang gizi, mudah teragitasi, kekebalan
menurun dan infrastruktur yg masih rendah menyebabkan banyak rakyat mengalami
gangguan jiwa. Masalah ekonomi paling dominan menjadi pencetus gangguan jiwa di
Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan bahwa saat terjadi kenaikan BBM selalu dsertai dengan
peningkatan dua kali lipat angka gangguan jiwa. Hal ini diperparah dengan biaya sekolah
yang mahal, biaya pengobatan tak terjangkau dan penggusuran yang kerap terjadi.

B. Trend dalam pelayanan keperawatan mental psikiatri


 Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan pelayanan kesehatan jiwa secara
global, maka fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas
(community based care) yang member penekanan pada preventif dan promotif.
 Sehubungan dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,
perlu peningkatan dalam bidang ilmu pengetahuan dengan cara mengembangkan institusi
pendidikan yang telah ada dan mengadakan program spesialisasi keperawatan jiwa.
 Dalam rangka menjaga mutu pelayanan yang diberikan dan untuk melindungi konsumen,
sudah saatnya ada “licence” bagi perawat yang bekerja di pelayanan.
 Sehubungan dengan adanya perbedaan latar belakang budaya kita dengan narasumber,
yang dalam hal ini kita masih mengacu pada Negara-negara Barat terutama Amerika,
maka perlu untuk menyaring konsep-konsep keperawatan mental psikiatri yang
didapatkan dari luar.

C. Trend Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri di Era Globalisasi


D. Issue Seputar Yankep Mental Psikiatri
a) Pelayanan kep. Mental Psikiatri, kurang dpt dipertanggung jawabkan karena masih
kurangnya hasil2 riset keperawatan Jiwa Klinik.
b) Perawat Psikiatri, kurang siap menghadapi pasar bebas karena pendidikan yg rendah dan
belum adanya licence untuk praktek yang diakui secara internasional.
c) Pembedaan peran perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman sering kali tdk
jelas “Position description.” job responsibility dan sistem reward di dlm pelayanan.
d) Menjadi perawat psikiatri bukanlah pilihan bagi peserta didik (mahasiswa keperawatan).

E. Isu Keperawatan Jiwa Terbaru


Menjadikan kesehatan jiwa sebagai prioritas global dengan cara meningkatkan
pelayanan kesehatan jiwa melalui advokasi dan aksi masyarakatPerkembangan teknologi
digital membuat dunia terasa semakin sempit, informasi dari berbagai belahan dunia mampu
di akses dalam waktu yang sangat cepat, perkembangan pengetahuan, perkembangan terapi
menjadi sebuah media perubahan dalam proses penatalaksanaan gangguan jiwa, berdasarkan
isu diatas maka advokasi dan aksi masyarakat menjadi salah satu langkah awal untuk
menekan penderita gangguan jiwa di indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya,
Dua tindakan nyata diatas menjadi tanggung jawab kita semua, tuntutan material,
tuntutan hedonisme dan kesenangan duniawi mampu membuat beberapa orang mengalami
goncangan dalam kehidupannya, ketika agama tidak lagi menjadi pegangan, ketika nafsu
duniawi menjadi tuhan maka akan banyak perilaku tidak wajar yang muncul, tekanan
ekonomi, tekanan sosial, tekanan psikologis dan tekanan - tekanan yang lain mampu
membuat ego defence mechanisme seseorang menjadi terganggu. Seseorang pada intinya
ingin dianggap penting, perilaku agar dianggap atau terlihat penting ini yang terkadang
merusak integritas pribadinya sendiri, contoh : "agar kelihatan kaya melakukan hutang
dengan beban angsuran diluar kemampuan, akhirnya harus gerilya dengan debt collector,
setiap debt collector datang harus bersembunyi atau bahkan melarikan diri agar hutangnya
tidak ditagih, jika perlu pindah rumah kontrakan". Kejaran dari debt collector bisa membuat
seseorang menjadi tertekan secara psikologis.
Kehidupan sebenarnya bermuara pada dua hal keinginan dan kebutuhan, jika
orang berorientasi pada pemenuhan keinginan maka dia tidak akan mampu melawan
keserakahan yang sudah menguasai hati dan kehidupannya, nafsu menjadi yang terbaik
membuat orang menghalalkan segala cara untuk menang, sebuah kemenangan seorang
pecundang sama buruknya dengan kekalahan pecundang yang sebenarnya, cara menang
sebagai pecundang ini adalah dengan cara sikat kanan, sikat kiri, injak bawah dan menjilat
atasan menjadi sebuah pilihan pahit yang diambil oleh para hedonis ini. Jika saja mutiara
kebajikan "siapa menanam benih maka dia akan menuai, atau setiap perbuatan baik sekecil
apapun ada balasannya dan setiap perbuatan buruk sekecil apapun akan ada balasannya".
Manusia harus mampu menekan keinginan dan memprioritaskan pada pemenuhan
kebutuhan, jika kita memiliki keinginan maka mempertahankan melakukan segala sesuatu
dengan cara baik adalah sebuah keharusan, alam, manusia dan semua ciptaan tuhan sudah
diatur oleh sang pencipta dan manusia tidak perlu ikut membuat aturan yang sudah
digariskan oleh tuhan, ketika manusia melalaikan janji maka sifat manusia sebagai tempat
salah dan lupa bisa menjadi faktor pemakluman terhadap situasi tersebut, tetapi janji tuhan
bukanlah faktor yang dapat ditawar, jika kita berbuat baik maka pasti akan menuai kebaikan
jika kita berbuat buruk akan menuai hal buruk pula.
Manusia bisa membuat sebuah hukum, sebuah aturan dalam bentuk undang -
undang dan berbentuk peraturan, isi aturan dan undang - undang bisa memiliki dua sisi,
mengikuti kepentingan penguasa atau memang undang - undang tersebut memang untuk
membuat sebuah keteraturan, ketika raja firaun berkuasa maka dia membuat sebuah undang
- undang bahwa setiap warga yang memiliki anak laki - laki maka anak laki - lakinya
tersebut harus dibunuh. Undang - undang ini tentu untuk kepentingan penguasa karena
berdasarkan ramalan salah satu bayi laki - laki tersebut yang akan mengakhiri kisah
kediktaktoran sang raja. Ketika akhirnya tuhan memberikan sebuah pembalasan dengan
sangat kejam dengan cara menghanyutkan firaun dan semua pengikutnya ditengah lautan
maka musnahlah kesombongan penguasa diktator tersebut.
Kisah - kisah teladan telah banyak yang diceritakan dalam kitab suci, jika
manusia meresapi cerita - cerita tersebut kemudian memperkuat fondasi spiritualitasnya,
melakukan komunikasi dengan pencipta lewat ibadah maka kehidupan akan menuju sebuah
keteraturan, dunia diciptakan dalam bentuk aneka warna dan hitam putih sehingga muncul
siang dan malam, gelap dan terang, mengembalikan manusia ke hakikat diri mereka yang
sebenarnya akan membuat seseorang menemukan dirinya, mereka menerima semua
kelebihan dan kekurangan dan secara sehat menerima setiap perbedaan sebagai sebuah paket
utuh dari adanya persamaan, jika dunia berwarna putih semua maka akan monoton, bahkan
asal mula kejahatan bermula dari rasa iri iblis terhadap adam sehingga adam terbuang dari
surga, manusia pilihan yang diciptakan pertama kali sudah mampu disesatkan oleh iblis
maka akan berapa banyak keturunan adam yang juga mampu disesatkan oleh iblis dengan
iming - iming kenikmatan dunia.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa masalah ekonomi merupakan salah satu
masalah yang paling sering menyebabkan gangguan jiwa di Indonesia. Himpitan ekonomi
yang semakin besar dikarenakan penghasilan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dapat menjadi salah satu pencetus untuk seseorang bunuh diri. Saat ini masalah
ganguan jiwa semakin meningkat. Beban hidup yang semakin berat, diperkirakan menjadi
salah satu penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa. Terutama karena meningkatnya
harga-harga semua bahan pokok, BBM dan adanya era globalisasi.
Pada kasus diatas, klien yang bunuh diri tersebut, penyebabnya adalah karena gangguan
sosial atau lingkungan yang berupa stressor psikososial yaitu masalah keuangan. Gangguan
jiwa saat ini tidak hanya mengenai orang-orang yang merupakan kalangan kelas bawah, tapi
sekarang gangguan jiwa dapat menyerang baik itu orang kalangan bawah, menengah maupun
kelas atas. Jika seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik dalam lingkungan dan tidak
dapat berusaha menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya maka seseorang akan
cenderung untuk mengalami gangguan jiwa.
Dari berbagai penyebab itulah maka satu demi satu akan muncul tindakan-tindakan yang
dapat dikatakan sebagai suatu penyelewengan atau pengingkaran diri akan kondisi atau
kenyataan yang ada. Pasien cenderung tidak mampu menerima kondisi yang ada sehingga
muncul suatu keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab tersebut. Dan
dalam kasus ini pun cenderung akhir dari segala pengingkaran diri pasien adalah dengan
melakukan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu tindakan yang menjadi trend issue
dalam keperawatan jiwa. Tanpa dibatasi umur, status ekonomi, tingkat pendidikan bahkan
beban kerja yang dipikul bunuh diri menjadi suatu alternatif terakhir dalam menyelesaikan
masalah yang dianggap berat untuk dihadapi. Pola pikir inilah yang seharusnya menjadi pusat
garapan perawat-perawat jiwa untuk meluruskan kembali persepsi yang berkembang di
masyarakat mengenai tindakan bunuh diri. Hal ini berguna untuk rehabilitasi pasien yang
pernah mencoba untuk melakukan tindakan tersebut dan juga untuk pencegahan terjadinya
tindakan ini yang semakin marak. Segala tindakan pencegahan dan rehabilitasi ini tentu akan
terlaksana dengan dukungan dari segala pihak baik pemerintah maupun bidang kesehatan
lainnya.

B. Saran
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu
keperawatan jiwa di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Yosep Iyus, S.Kp, M.Si. 2009. Keperawatan Jiwa,Edisi Revisi.Bandung. PT. Refika Aditama.
https://www.scribd.com/doc/306386056/Trend-Dan-Issue-Keperawatan-Jiwa

Anda mungkin juga menyukai