Anda di halaman 1dari 1

Bacaan: Markus 14:32-36

“TERUS MAJU WALAU GENTAR”

Kisah dalam perikop Markus 14:32-36 menggambarkan bagaimana Tuhan Yesus memasuki salah
satu fase paling sulit dalam hidup-Nya. Tuhan Yesus merasa gundah menjelang kematian-Nya.
Bahkan perikop tersebut menyebut dua kata: sangat takut dan gentar (ay. 33).
Nampaknya, dua kata itu dipakai oleh Injil Markus untuk menggambarkan bahwa ketakutan dan
kecemasan yang dialami Tuhan Yesus bukanlah pengalaman biasa melainkan perasaan yang sangat
mendalam. Ditambah lagi pada ayat 34 di mana Tuhan Yesus berkata bahwa hatiNya sangat sedih
dan mau mati rasanya. Sungguh gambaran yang kuat tentang ketakutan dan kesedihan yang
dahsyat. Kita tahu bahwa di tengah kegentaran-Nya, Tuhan Yesus akhirnya berserah pada kehendak
Bapa.

Ia tidak memilih untuk mengedepankan ego atau keinginan sendiri, melainkan menempatkan
keinginan- Nya dalam kepasrahan kepada Allah (ayat 36). Tuhan Yesus pun tidak memilih lari dari
masalah atau menyerah dari perjuangan yang telah Ia jalani. Tuhan Yesus terus maju meski gentar.

Dari kisah Tuhan Yesus kita dapat belajar tentang kegigihan berjuang.
Bukankah kegigihan berjuang adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan kita?
Kita diajak untuk berkaca, khususnya di saat pandemi Covid-19 yang sama-sama sedang kita alami.
Pada masa pandemi sekarang ini kita dapat merasakan betul kegigihan semua pihak dan betapa
besar jasa mereka. Di sisi lain masih banyak diantara kita yang menyepelekan pandemi ini sehingga
sekadar menerapkan protokol kesehatan saja masih enggan.
Dalam kehidupan kita ke depan pergumulan akan terus ada. Meski pergumulan itu kelak akan
membuat kita gentar, janganlah kita mudah menyerah atau lari dari masalah. Salah satu kelemahan
manusia adalah kurangnya kegigihan dalam berjuang. Sebaliknya, orang- orang yang dapat bertahan
adalah orang-orang yang gigih. Hadapilah persoalan hidup kita, termasuk pergumulan dalam
keluarga kita masing-masing, dengan kesetiaan pada kehendak Allah.

Belajar dari Tuhan Yesus, doanya kepada Allah bukanlah doa fatalistik atau pasrah bongkokan dalam
arti meminta Allah Bapa melenyapkan masalah atau rasa takut itu. Di dalam doa-Nya, Tuhan Yesus
memang memiliki harapan dan permintaan. Namun pada akhirnya Ia sadar bahwa perjuangan hidup
harus terus dilaksanakan meski berat. Pun demikian dengan doa kita, semoga bukan sekadar media
untuk “lari dari masalah” atau “menyerahkan tanggung jawab” kepada Allah. Doa kita hendaknya
juga dihayati sebagai media untuk melangkah dengan mantap karena Allah senantiasa menyertai
dan menguatkan kita.

Bahan diskusi
1. Ceritakan salah satu pengalaman, khususnya di masa pandemi saat ini, yang paling membuat
Anda merasa takut dan gentar. Bagaimana sikap Anda menghadapi ketakutan itu?
2. Setelah kita bersama membaca bahan PA kali ini tentang menghadapi rasa takut dan gentar,
apa yang dapat kita pelajari untuk menghadapi berbagai pergumulan hidup?
3. Akhirnya, komitmen apa yang dapat kita bagikan kepada keluarga, teman seiman, tapi juga
kepada teman lainnya, tetangga dan banyak orang lain, dalam rangka mewujudkan
kesetiaan kita sebagai umat jemaat Allah meskipun gentar?

Anda mungkin juga menyukai