IRSYADUL IKHWAN
Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Hukmi Syurb al-Qahwah wa ad-Dukhan (adaptasi puitik plus syarah dari
kitab Tadzkirah al-Ikhwan fi Bayani al-Qahwah wa ad-Dukhan karya KH. Ahmad Dahlan Semarang),
merupakan karya monumental lainnya dari KH. Ihsan Dahlan Al-Jampesy, tebalnya ± 50 halaman.
Buku ini berbicara tentang polemik hukum merokok dan minum kopi.
Sejarah Irsyadul Ikhwan
Menurut sejarahnya, kitab Irsyad al-Ikhwan ini ditulis untuk menjawab “sindiran” salah seorang kyai
lantaran ia terlalu banyak merokok dan hobi meminum kopi, yang menurut kyai tersebut hukumnya
haram. Maklum, bagi kyai Ihsan, rokok dan kopi ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Irsyad al-Ikhwan merupakan komentar (syarah) atas syair (pusi) yang ditulis Kyai Ihsan sendiri yang
diadaptasi dari kitab Tadzkirah al-Ikhwan fi Bayan al-Qahwah wa al-Dukhan yang ditulis Kyai Dahlan,
Semarang, yang menjelaskan seputar rokok dan kopi. Kyai Ihsan menamai kitab syarh-nya ini agak
mirip dengan kitab induknya (matan).
Kandungan Kitab Irsyadul Ikhwan
Kitab ini terdiri atas Muqodimah dan empat bab: bab pertama (hal. 1-9) berisi pembukaan, harapan,
serta penjelasan penulisnya seputar kandungan kitab ini. Bab dua (hal. 9-19) menjelaskan tentang
rokok dan kopi, sejarahnya, berikut sepintas pendapat-pendapat ulama seputar hukum keduanya.
Begitu juga dengan kopi. Kopi baru dikenalkan pada Dunia Arab, Asia dan Afrika
pada sekitar 1600 M/1017 H. Tentang hukum kopi, di antara ulama masih berbeda
pendapat.
Bab tiga (hal. 19-26) berisi penjelasan seputar pendapat beberapa ulama yang
mengharamkan rokok. Sejumlah ulama seperti Syihabuddin al-Qulyubi, Ibrahim al-
Luqani, Hasan al-Syarnabila, al-Tarabisyi, memilih untuk menghukumi haram.
Alasannya, rokok dapat mendatangkan bahaya, pemakainya akan mudah terserang
penyakit, merusak otak, dan mengganggu kesadaran. Karena itu, merokok sama
dengan menyakiti diri sendiri, di mana tindakan tersebut sangat-sangat dilarang oleh
agama.
Sedangkan Bab empat (hal. 26-41) berisi pendapat ulama yang membolehkan rokok sekaligus memuat
bantahan (counter) terhadap ulama yang mengharamkannya. Bagi ulama yang membolehkan, seperti
Abdul Ghani al-Nabulusi dan Ali al-Syibramilisi, pengaharam rokok tidak berdasar sama sekali, karena
tidak ada satupun hadis ataupun ayat al-Quran yang secara tegas melarangnya. Menurutnya, hukum
haram hanya berlaku bagi mereka yang sakit, mudah terserang penyakit, yang apabila merokok maka
akan membahayakan, bahkan memperparah sakitnya. Sementara pendapat yang mu’tamad memilih
hukum makruh. Pendapat ini disinyalir oleh al-Bajuri didalam kitabnya. Menurut al-Bajuri, pendapat yang
mengharamkan rokok berasal dari qaul dha’if (lemah). Pendapat al-Bajuri ini didukung Muhammad Said
dan Muhammad Ibnu Musa.
Dalam kaidah fiqh dikenal “al-Ashl baqa’u ma kaana ala ma kana” (hukum asal
sesuatu tergantung pada awal penciptaannya). Ada dua pendapat soal hukum
asal sesuatu. Yang pertama mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah
boleh (al-ashlu al-ibahah), kecuali terdapat dalil-dalil (nash) yang menyatakan
sebaliknya. Sedangkan yang kedua mengatakan asal segala sesuatu adalah
tidak boleh (al-ashlu al-tahrim). Pendapat yang pertama lebih unggul.
Uniknya, dari sekian pendapat yang ada, baik pro maupun kontra, tidak
satupun yang mengungkapkan berdasarkan alasan-alasan keagamaan.
Semuanya bermuara pada satu pertanyaan: apakah rokok berbahaya?
Jawaban dari pertanyaan ini akan menentukan status hukum rokok. Seperti
kita ketahui, ulama yang mengharamkan rokok berpegang dan didasarkan
pada pertimbangan dan temuan medis: rokok berbahaya bagi kesehatan.
Sementara bagi yang menolak tidak percaya begitu saja terhadap pendapat
tersebut.
Pertanyaan:
Jawaban:
Ada hadits yang menyatakan secara umum larangan merokok walaupun tidak
dengan lafazh ‘rokok’. Diantaranya adalah hadits yang shahih dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi,
“Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak boleh membahayakan (orang
lain).” (HR. Ibnu Majah, kitab al-Ahkam, no. 2340).
Jika ada orang yang berkilah, “inikan bukan nash yang melarang merokok itu
sendiri.”
Hadits di atas termasuk dalil jenis pertama, karena bersifat umum mencakup rokok
dan segala hal yang bisa menimbulkan bahaya. Semoga bermanfaat.
Allah Ta’ala berfirman,
رار
َ ِ ض4ض َر َر وال
َ 4ال
“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain,
begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77,
Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain
dan rokok termasuk dalam larangan ini.
Perlu diketahui bahwa merokok pernah dilarang oleh Khalifah Utsmani pada
abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok
yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama
mengharamkan merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu
yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan
tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit
aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan
kematian mendadak.
“Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu“. (QS. Al Baqarah: 29).
Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan
Allah hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak.
Sedangkan tembakau mengandung nikotin yang secara ilmiah telah
terbukti merusak kesehatan dan membunuh penggunanya secara
perlahan, padahal Allah telah berfirman:
َي َتَأ َّذى ِم ْن ُه َب ُنو آ َد َم4 َفِإنَّ ْال َماَل ِئ َك َة َت َتَأ َّذى ِم َّما،ج َد َنا َ ل ْال َب4َ َمنْ َأ َك
ُّ ل َو4َ ص
َ َّالثو َم َو ْال ُكر
ِ ْاث َفاَل َي ْق َر َبنَّ َمس
“Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan
karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat
terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap)“.
(HR. Muslim no. 564).
Dalil ini juga tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya
sekedar bau tidak sedap, lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit
berbahaya di antaranya kanker paru-paru. Dan Allah Ta’ala berfirman,
Jika rokok itu haram, maka jual belinya pun haram. Ibnu ‘Abbas berkata
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Andai komentar ini berasal dari non muslim mungkin permasalahan tidak
terlalu besar karena mereka memang tidak mau mengerti bahwa rezeki
mereka berasal dari Allah.
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi?
… Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu
tidak bertakwa kepada-Nya?”. (QS. Yunus: 31).
Apakah mereka tidak yakin bahwa yang memberi rizki pada para petani itu
Allah?
Apakah mereka tidak percaya bahwa yang memberi makan pada para buruh
pabrik juga Allah?
Kenapa mesti ragu? Kenapa tidak yakin dengan Allah yang Maha Memberi
Rizki kepada siapa saja dari makhluk-Nya? Lantas kenapa masih cari
penghidupan dari yang haram?