Anda di halaman 1dari 3

Sesungguhnya masyarakat dunia mengenal rokok. Menurut catatan, asal usul rokok dimulai sejak 4.

000 tahun
Sebelum Masehi (SM) di Amerika Selatan. Saat itu, mengunyah tembakau merupakan bagian dari ritual spiritual. Cristopher
Colombus sebagai orang Eropa pertama yang menemukan tumbuhan tembakau akhirnya turut memperkenalkan tembakau ke
daratan Eropa. Setelah itu, orang-orang Eropa membawa tembakau ke berbagai tempat dengan berjelajah menggunakan
kapal laut. Lalu, para pelaut meniru kebiasaan suku Aborigin yang menggunakan tembakau untuk merokok dengan cara
dipadatkan ke dalam pipa atau cerutu dan dibakar. Bahkan, dengan cara dihirup, orang-orang meyakini jika cara tersebut
lebih ramah lingkungan karena menghasilkan lebih sedikit asap rokok. Bahkan saat itu menghirup tembakau diyakini dapat
menyembuhkan beberapa penyakit seperti pilek dan radang hidung. Teori tersebut dipercayai oleh orang-orang Asia,
Amerika, Afrika dan sebagian Eropa.

Pada 1830 tembakau yang dilinting di dalam kertas tiba di Prancis dan negeri ini pula istilah sigaret atau rokok
pertama kali ditemukan. Namun, untuk mesin pembuat rokok pertama yang dipatenkan adalah buatan Juan Nepomuceno
Adorno asal Meksiko pada tahun 1847. Namun, produksi rokok benar-benar meroket setelah mesin baru dikembangkan
James Albert Bonsack dari Amerika Serikat pada tahun 1880-an. Mesin buatan Bonsack ini bisa memproduksi rokok dari
hanya 40.000 batang menjadi sekitar 4 juta batang dalam sehari.

Merokok adalah metode yang paling umum untuk mengkonsumsi tembakau, dan tembakau adalah zat yang paling
umum dihisap. Produk pertanian sering dicampur dengan aditif dan kemudian dibakar. Asap yang dihasilkan kemudian
dihirup dan zat aktifnya diserap melalui alveoli di paru-paru atau mukosa mulut. Banyak zat dalam asap rokok memicu
reaksi kimia di ujung saraf, yang antara lain meningkatkan detak jantung, kewaspadaan dan waktu reaksi. Dopamin dan
endorfin dilepaskan, yang sering dikaitkan dengan kesenangan.

Ilmuwan Jerman mengidentifikasi hubungan antara merokok dan kanker paru-paru pada akhir 1920-an, yang
mengarah ke kampanye anti-merokok pertama dalam sejarah modern, meskipun terpotong oleh runtuhnya Nazi Jerman pada
akhir Perang Dunia II. Pada tahun 1950, peneliti Inggris menunjukkan hubungan yang jelas antara merokok dan kanker.
Bukti terus meningkat pada 1980-an, yang mendorong tindakan politik melawan praktik tersebut. Tingkat konsumsi sejak
tahun 1965 di negara maju telah mencapai puncaknya atau menurun. Namun, mereka terus menanjak di negara berkembang.

Rokok tidak dikenal di masa Rasulullah ‫ﷺ‬. Bahkan juga belum dikenal di era para sahabat, tabiin, tabi’
tabiin, maupun ulama penulis hadis setelahnya. Merokok pernah dilarang di era Khalifah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah.
Orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama
mengharamkan merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya
terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan
tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.

Perbedaan Pendapat Soal Hukum Rokok

Semenjak tembakau dikenal, dan digunakan untuk pembuatan rokok, para ulama Islam telah berbeda pendapat
tentang kebolehannya. Ulama yang berpendapat merokok hukumnya haram, di antaranya oleh Qalyubi (Ulama Mazhab
Syafii wafat: 1069 H), beliau berkata,

“Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi, oleh karena itu para syaikh kami berpendapat rokok
hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya.” (Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al
Mahalli juz-l hal: 69).

lbnu Allan (Ulama Mazhab Syafii wafat: 1057 Hijriyah) As Sanhury (Mufti Mazhab Maliki di Mesir wafat: 1015
Hijriyah), Al Buhuty (Ulama mazhab Hanbali wafat: 1051 Hijriyah), Assurunbulaly (Ulama Mazhab Hanafi wafat: 1069
Hijriyah) juga menfatwakan haram hukumnya merokok. (Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al-Kuwaytiyyah). Ulama madzhab
lainnya dari Malikiyah, Hanafiyah dan Hambali pun mengharamkannya. Artinya para ulama madzhab menyatakan rokok itu
haram. Di antara alasan haramnya rokok adalah dalil-dalil berikut ini. Allah Ta’ala berfirman,

‫َواَل تُ ْلقُوا بَِأ ْي ِدي ُك ْم ِإلَى التَّ ْهلُ َك ِة‬


“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.“ (QS. Al Baqarah: 195).
Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit
kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem
reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang atau haram. Rasulullah Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

‫رار‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ض َر َر وال‬
َ ‫ال‬

“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya.” (HR: Ibnu Majah
no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66).

Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain. Sering orang berkomentar, “Jika rokok
diharamkan, Ialu bagaimana nasib jutaan rakyat Indonesia yang hidup bergantung dari rokok, para petani tembakau, para
pedagang dan para buruh di pabrik rokok, apakah ulama bisa memberi mereka makan? Dengan adanya perbedaan pendapat
para ulama tentang hukum merokok maka mereka juga berbeda pendapat tentang hukum menjualnya. Bagi ulama yang
menghalalkan merokok maka hukum menjual dan mendapat keuntungan dari rokok adalah halal.

Dan berdasarkan pendapat yang terkuat yang mengharamkan merokok, maka haram menanam dan menjual
tembakau, begitu juga haram hukumnya menjual rokok serta keuntungan dari penjualannya merupakan harta haram. Dari
Ibnu ‘Abbas, Nabi ‫ ﷺ‬bersabda,

َ ‫ِإنَّ هَّللا َ تَ َعالَى ِإ َذا َح َّر َم‬


ُ‫ش ْيًئا َح َّر َم ثَ َمنَه‬

“Sesungguhnya jika Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu, maka Allah mengharamkan upah (hasil jual belinya).” [HR: Ad-
Daruqutni]

Dalam lafazh Musnad Imam Ahmad disebutkan,

ُ‫ َح َّر َم ثَ َمنَه‬، ‫َوِإنَّ هَّللا َ َع َّز َو َج َّل ِإ َذا َح َّر َم َأ ْك َل ش َْي ٍء‬

“Sesungguhnya jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia pun melarang upah (hasil
penjualannya).”[HR: Ahmad]

Berikut ini kutipan dari kitab Bughyatul Mustarsyidin

Rokok termasuk benda yang memabukkan. Kalau ada yang mengatakan jarang sekali terdapat orang mabuk karena menghisap rokok, maka jawabannya
disaat seseorang merokok sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupannya, maka rokok sudah seperti makanan kebutuhan baginya. Walhasil, sehingga
tidak heran rokok tidak berpengaruh mabuk baginya sebagaimana halnya orang yang sudah terbiasa mengkonsumsi minum keras yang memabukkan.
Hadits Nabi SAW yang secara khusus mengindikasikan keharaman rokok, berbunyi :

Berkata al-Hasawi dalam Tatsbitul Fuad min Kalami al-Quthub al-Hadad : Aku berkata: aku telah melihat Mu’ziwan litafsir al-Muqna’ al-Kabir berkata
Nabi SAW :

Hai Abu Hurairah, akan datang suatu kaum pada akhir zaman yang selalu berkekalan dengan ini dukhan (asap), mereka berkata : “kami adalah umat
Muhammad”, padahal mereka tidak termasuk umatku dan tidak akan aku katakan pada mereka sebagai umat, tetapi mereka adalah golongan binatang
yang makan rumput di tempat gembalaan.

Abu Hurairah berkata : “Aku tanyai Nabi SAW: bagaimana dia tumbuh?”, Nabi SAW menjawab : “ Dukhan itu tumbuh dari dari kencing iblis, maka
adakah sama iman dalam hati orang-orang yang meminum kencing syaithan, padahal telah dilaknat orang-orang yang menanam, memindah dan
menjualnya”. Bersabda Nabi SAW : : Allah akan memasukkan mereka dalam api neraka dan sesungguhnya dia (dukhan) itu tumbuhan yang keji

Berkata Sayyed Abdurrahman bin Muhammad A’lawy, tembakau itu dikenal sebagai seburuk-buruk dari yang keji karena padanya menghilangkan
marwah dan harta dan orang-orang yang mempunyai marwah tidak akan memilih menggunakan tembakau, baik untuk dimakan, dimasukkan dalam
rongga hidung ataupun dihisap. Sesungguhnya para imam yang sudah sampai tingkat kesempurnaan telah mengifta’ dengan haramnya seperti al-Quthub
Sayyidina Abdullah al-Hadad dan Alamah Ahmad al-Hadwaan sebagaimana telah menyebut oleh al-Quthub Ahmad bin Umar bin Samith dari keduanya
dan dari lainnya ulama-ulama yang setingkat mereka.

Al-Habib al-Imam al-Husain ibnu asy-Syaikh Abi Bakar bin Salim telah membahas dengan panjang lebar terhadap pelarangannya, beliau berkata : “Aku
kuatir atas orang-orang yang yang tidak taubat dari tembakau sebelum matinya bahwa dia mati dengan su-i khatimah, mudah-mudahan perlindungan
Allah darinya”.
Alamah Abdullah Basudan telah membahas dengan rinci dengan melakukan mengutip riwayat-riwayat tentang tembakau dalam kitab Faidhul Asrar dan
Syarah al-Khutbah dan beliau menyebut ulama-ulama yang mengarang tentang pengharaman tembakau seperti al-Qalyubi dan Ibnu ‘Alan. Beliau juga
mendatang hadits tentangnya.

Pendapat Halal

Kata yang digunakan dalam kitab-kitab fiqih klasik untuk mengacu pada rokok yaitu ‘tabagh’, yang bermakna
tembakau. Jadi bukan ‘dukhan’ yang bermakna ‘rokok’. Ulama-ulama dari empat mazhab populer ada yang berpendapat
tembakau itu halal. Siapa saja ulama-ulama itu? Ulama bermazhab Hanafiyah yang menghalalkan tembakau, yaitu Abdul
Ghani An Nablusy (w 1143 H), Al Hashkafi (w 1088 H), dan Al Hamawi (w 1056 H). Sedangkan ulama bermazhab
Malikiyah, yakni Ali Al Ajhuri (w. 1066 H), Ad Dasuqi (w. 1230 H), Ash Shawi (w 1241 H), Al Amir (w 1232 H), dan
Muhammad bin Ali bin Al Husain (w 1114 H). Kemudian, ulama bermazhab Syafi’iyah yang menghalalkan tembakau ialah
Ar-Rasyidi (w 1096 H), Asy-Syubramalisi (w 1087 H), dan Al Babili (w 1077 H). Dan satu ulama dari mazhab Hanabilah
yaitu Mar’i Al Karimi (w 1033 H). Selain ulama tersebut, ulama kondang seperti Imam Asy-Syaukani (w. 1250 H), yang
dikenal melalui kitab Nailul Authar dan Tafsir Fathul Qadir, pun termasuk yang menghalalkan tembakau. Lantas apa
argumentasi ulama yang menghalalkan tembakau? Ulama penghalal tembakau mengacu pada kaidah fiqih yaitu hukum asal
segala sesuatu adalah boleh, sampai datangnya nash yang mengharamkan. Dalam hal ini, tidak ada nash yang
mengharamkan tembakau, kecuali ijtihad sebagian kalangan. Dan ijtihad, menurut ulama-ulama klasik penghalal tembakau,
bukan nash syariah.

Asap tembakau bagi ulama yang mengharamkannya mengandung mudharat dan berbahaya. Namun, bagi ulama
yang menghalalkan, mudharat dan berbahayanya asap tembakau itu tidak bersifat massal. Dengan demikian, menurut
mereka, boleh diharamkan untuk orang-orang yang bermasalah dengan asapnya. Tetapi, untuk yang tidak terkena
dampaknya, tidak bisa diharamkan.Kendati demikian, semua ulama telah menyepakati, bahwa orang yang setelah menghisap
tembakau hukumnya makruh mendatangi masjid. Karena asap bau rokok menimbulkan bau tak sedap. Makruh adalah
sesuatu yang jika ditinggalkan lebih baik daripada dilakukan. Para ulama sangat menjaga diri dari hal-hal makruh. Jangankan
yang haram, yang makruh saja mereka tinggalkan.

Perokok di dunia menghabiskan sekitar 5,7 triliun batang rokok setiap tahun, demikian data yang dihimpun The
Tobacco Atlas. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet pada April 2017 mengatakan persentase
orang yang menggunakan tembakau setiap hari telah menurun dalam 25 tahun. Satu dari empat pria dan satu dari 20
perempuan merokok setiap hari pada tahun 2015. Angka itu turun dari jumlah sebelumnya, satu dari tiga pria dan satu dari
12 perempuan pada 1990.

Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa soal rokok. Dalam Ijtima` Ulama Komisi
Fatwa MUI ke III, 24-26 Januari 2009 di Sumatera Barat, ditetapkan bahwa merokok adalah haram bagi anak-anak, ibu
hamil, dan merokok di tempat-tempat umum. Sebagai bentuk keteladanan, diharamkan bagi pengurus MUI untuk merokok
dalam kondisi yang bagaimanapun. Alasan pengharaman ini karena merokok termasuk perbuatan mencelakakan diri sendiri.
Merokok lebih banyak madaratnya ketimbang manfaatnya (muhakbaru min naf`ih).

Anda mungkin juga menyukai