Anda di halaman 1dari 11

KORBAN PELECEHAN SEKSUAL

BERPENGARUH DALAM KESEHATAN PSIKIS


Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai

Milad Himapsi

Disusun oleh:
ILMATUS SA’ADAH,08020321047

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA
2021
Formulir Pendaftaran Lomba Esai

MILAD HIMAPSI

Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

1. Nama : Ilmatus Sa’adah

2. Pendidikan : Mahasiswa

3. Nama sekolah : UIN Sunan Ampel Surabaya

4. Jurusan/Prodi/Fakultas : Ekonomi Dan Bisnis Islam

5. Semester :1

6. Alamat Sekolah :Surabaya

7. Alamat Tinggal : JL. Raya Sukowati Rt.05 Rw.02

8. No. HP :085733872151

9. E-mail :ilmatussaadah22@gmail.com

10. Judul Esai : Korban Pelecehan Seksual Berpengaruh dalam Kesehatan


Psikis.

Gresik, 23 Desember 2021


Peserta

ILMATUSSA’ADAH
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA PESERTA

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Peserta :ILMATUS SA’ADAH
Asal Sekolah :UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
NIM/NISN :08020321047
Alamat :Jl. Raya Sukowati Rt.05 Rw.02

dengan ini menyatakan bahwa esai dengan judul Korban Pelecehan seksual berpengaruh
dalam kesehatan psikis.Yang diikutsertakan dalam Lomba Esai Acara Milad Himapsi
adalah benar merupakan karya saya sendiri dan esai tersebut belum pernah menjadi finalis
atau memenangkan perlombaan sejenis di tempat yang lain.Demikian pernyataan ini
dibuat dengan sebenar benarnya. Jika kemudian menyalahi aturan, karya saya berhak
didiskualifikasi dari perlombaan tersebut.

Gresik, 13-Desember-2021
Yang Membuat Pernyataan
Peserta

(Ilmatus Sa’adah)
08020321047
PENDAHULUAN

Setiap tahun kasus kekerasan seksual mengalami peningkatan, korbannya bukan


hanya orang dewasa melainkan terdapat pula anak-anak bahkan balita yang menjadi
sasaran para pelaku kekerasan seksual. Fenomena kekerasan seksual pada anak semakin
sering terjadi bukan hanya terjadi di dalam negeri tetapi terdapat pula di luar negeri. Dari
banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak tragisnya pelaku merupakan kebanyakan
dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada, seperti di dalam
rumahnya sendiri, lingkungan sosial dan juga sekolah. Hal ini dapat dibuktikan dari
maraknya kasus kekerasan seksual dalam keluarga di media sosial. (Utami Zahirah1,
2019)

Menurut data statistik tahun 2021 tercatat sebanyak 9.428 kasus. Mulai dari
kekerasan fisik, psikis, eksploitasi dan lain sebagainya. Semakin banyak pula kasus
kekerasan seksual pada anak di lingkungan keluarga yang kecil kemungkinan untuk
terekpos dan korban tidak berani speak up karena ancaman-ancaman tertentu dan
ketakutan tersendiri dari dalam diri seseorang.

Nah sekarang peran keluarga saja sudah tidak ada bagaimana cara kita untuk
melindungi diri atau sekedar mendapatkan dukungan jika keluarga sendiri malah
menghancurkan mental dan psikis seorang anak,

Pelecehan seksual terhadap anak merupakan contoh pelanggaran Hak Asasi


Manusia (HAM) khususya hak asasi anak (right of child). Fakta mengenai banyaknya
kasus pelecehan seksual yang menimpa anak yang mengindikasikan bahwa mereka
cenderung kurang mendapatkan perhatian, perlindungan, serta seringkali terabaikaan
keberadaannya. Realitas bahwa usia serta faktor kematangan psikologis dan mental
membuatnya kerap kali terpinggirkan dalam proses pengambilan kebijakan. Kedudukan
anak yang kurang menguntungkan ini menjadikan mereka dikualifikasikan sebagai
kelompok rentan atau rawan. (aryani, 2016)

Pada kasus perkosaan, setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan tanpa
mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan. Hal ini senada dengan hasil
penelitian dari Abar & Subardjono (1998), yang mengatakan bahwa berdasarkan data usia
pelaku tindak kejahatan perkosaan, dapat dikatakan bahwa pelaku perkosaan
sesungguhnya tidak mengenal batas usia. Selama individu masih mempunyai daya
seksual, dari anak-anak hingga kakek-kakek masih sangat mungkin untuk dapat
melakukan tindak kejahatan perkosaan. Demikian pula dengan korban. Setiap perempuan
dapat menjadi korban dari kasus perkosaan tanpa mengenal usia, kedudukan, pendidikan,
dan status. (Sulistyaningsih, 2015).

Dampak yang diakibatkan dari pelecehan seksual yang dialami anak dapat
berupa kekerasan fisik, psikis, dan sosial. Namun dampak psikis mengambil peran
lebih besar dari yang lainnya. Jika luka fisik dapat terobati dengan bantuan medis,
berbeda hal dengan psikis yang memerlukan pendampingan psikologis dan
rehabilitasi psikis secara berkesinambungan dan hal itu belum menjamin si korban akan
kembali seperti sedia kala karena setiap kejadian yang menyakitkan pada dasarnya
menyisakan luka batin yang mendalam. (Yusmiati, 2020)
PEMBAHASAN

Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa,
merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu perkosaan sering
dilakukan untuk memperoleh seorang istri. Perkosaan adalah suatu usaha untuk
melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan
dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto dalam
Prasetyo, 1997).

Pelaku umumnya akan memilih korban yang lebih muda, relatif pasif atau kurang
asertif, naive, harga diri rendah, dan hal lain yang membuatnya lebih rentan. Namun tidak
berarti orang yang mem-punyai ciri korban adalah penyebab atau pantas dilecehkan
secara seksual. Pelaku men”test” calon korban dengan pelanggar-an yang minor baik
dalam konteks kerja, sosial, ataupun antarpribadi. Misal melontarkan lelucon, komentar
seks, mengajukan pertanyaan tentang kehidupan seks target, melanggar ruang pribadi
target dengan sentuhan yang dengan ngotot dikatakan tidak ada maksud seksual sama
sekali, meminta atau menyuruh target menemui di luar jam kerja, atau mengadakan per-
temuan tanpa ada orang lain. (Triwijati, 2020)

Faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual, Menurut Hari (1980 dalam


Wickman dan West, 2002) jika dilihat dari sudut pandang pelaku kekerasan seksual dapat
dilihat bahwa terdapat 2 bagian dari faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual pada
anak yaitu faktor internal dan eksternal.

1. Faktor Internal :

Faktor penyebab ini merupakan faktor yang terdapat dalam diri individu. Faktor
ini khusus dapat dilihat pada diri individu dan hubungannya dengan kejahatan seksual.

a. Faktor Biologis, manusia pada dasarnya memiliki berbagai macam kebutuhan


yang harus dipenuhi. Kebutuhan tersebut meliputi, kebutuhan akan makanan,
seksual dan juga proteksi. Masing-masing kebutuhan tersebut masing-masing
menuntut pemenuhan salah satunya kebutuhan seksual.
b. Faktor Moral, faktor ini merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya
kejahatan karena merupakan filter terhadap munculnya perilaku yang
menyimpang.

c. Faktor Kejiwaan, kondisi kejiwaan dari seseorang yang tidak normal dapat
mendorong seorang individu melakukan kejahatan.

2. Faktor Eksternal :

Faktor penyebab eksternal merupakan faktor yang terdapat dari luar sisi pelaku.

a. Faktor Media Massa, media massa yang merupakan sarana informasi dalam
kehidupan seksual. Banyaknya informasi yang dikabarkan oleh media massa
banyak yang diwarnai dramatisasi umumnya digambarkan tentang kepuasan
pelaku. Hal ini pun dapat merangsang para pembaca yang bermental jahat
memperoleh ide untuk melakukan kejahatan seksual.

b. Faktor Ekonomi, faktor ekonomi yang sulit dapat mempengaruhi seseorang


memperoleh pendidikan yang rendah. Secara umum, seseorang yang
berpendidikan rendah cenderung mendapatkan pekerjaan yang tidak layak dan
dengan keadaan perekonomian yang semakin lama mempengaruhi pokok-pokok
kehidupan masyarakat dapat menimbulkan peningkatan kriminalitas termasuk
kasus kejahatan seksual

c. Faktor Sosial Budaya, Meningkatnya kasus kejahatan asusila atau pemerkosaaan


terkait dengan aspek sosial budaya. Akibat dari modernisasi berkembanglah
budaya yang semakin terbuka dan pergaulan yang semakin bebas. (Utami
Zahirah1, 2019)

Dampak pelecehan seksual dapat berbeda -beda, tergantung berat dan lamanya
pelecehan seksual. Dampak psikologisnya serupa dengan korban perkosaan. Balas
dendam pelaku, serangan balasan, atau victim blaming adalah hal yang memperburuk
kondisi psikologis korban. (Triwijati, 2020)

Dampak sosial yang dialami korban adalah menurunnya prestasi sekolah/kerja, lebih
sering absen, tidak mengambil mata kuliah yang diajarkan dosen tertentu, nilai menurun,
mendapat balas dendam dari pelaku atau teman si pelaku, kehilangan kehidupan pribadi
karena menjadi “yang bersalah”, menjadi objek pembicaraan; kehancuran
karakter/reputasi, kehilangan rasa percaya pada orang dengan tipe/posisi yang serupa
pelaku, kehilangan rasa percaya pada lingkungan yang serupa, mengalami stress luar
biasa dalam berelasi dengan partner, dikucilkan, pindah universitas/fakultas; kehilangan
pekerjaan dan kesempatan mendapat referensi, kehilangan karir. Di samping itu juga
terdapat dampak psikologis/fisiologis, yaitu: depresi, serangan panik, kecemasan,
gangguan tidur, penyalahan diri, kesulitan konsentrasi, sakit kepala, kehilangan motivasi,
lupa waktu, merasa dikhianati, kemarahan dan violent pada pelaku, merasa powerles,
helpless, hingga pikiran bunuh diri. (Triwijati, 2020)

Terry E Lawson menyatakan bahwa bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak mulai


dari pengabaian sampai pada pemerkosaan dan pembunuhan dapat diklasifikasikan dalam
4 (empat) macam yaitu:

a. Physical abuse (kekerasan fisik) menunjukkan pada cedera yang ditemukan pada
seseorang anak bukan karena suatu kecelakaan tetapi cedera tersebut hasil dari
pemukulan dengan ben da atau beberapa penyerangan yang diulang-ulang.

b. Physical neglect (pengabaian fisik). Kategori kekerasan ini dapat


diidentifikasikan secara umum dari kelesuan seseorang anak kepucatan dan dalam
keadaan kurang gizi. Anak bi asanya dalam keadaan kotor/tidak sehat, pakaian
yang tidak memadai. Hal itu juga harus dilihatdari keadaan sosialdan ekonomi
dari suatu keluarga.

c. Emotional abuse (kekerasan emosional), menunjukkan kepada kasus dimana


orang tua/wali gagal untuk menyediakan lingkungan yang penuh cinta kasih
kepada seseorang anak untuk bisa bertumbuh, belajar, dan berkembang
Kegagalan-kegagalan tersebut dimanifestasikan dengan tidak memperdulikan,
mendiskriminasikan, meneror, mengancam atau secara terang terangan menolak
anak.

d. Sexual abuse (kekerasan seksual), menunjuk pada setiap aktivitas seksual (aryani,
2016)
Menurut Blair Justice dan Rita Justice dalam bukunya Maidin Gultom, model
penyebab terjadinya kekerasan dapat diidentifikasi sebagai berikut.

a. Psychodynamic model, terjadinya kekerasan disebabkan karena kurangnya


"mothering/Jejak ibu" Seseorang yang tidak pernah dirawat atau diasuh oleh
seorang ibu secara baik, maka dia tidak bisa menjadi ibu dan merawat anaknya
sendiri.

b. Personality or character trait model hampir sama dengan psycodynamic, namun


dalam hal ini tidak terlalu diperhatikan apa yang pernah dialami oleh orang tua
sebagai pelaku kekeras an, tetapi menganggap bahwa ini akibat orang tua si anak
yang belum cukup dewasa, terialu agresit, frustasi/berkarakter buruk,

c. Social learning model, kurangnya kemampuan sosial yang ditunjukkan dengan


perasaan tidak puas karena menjadi orang tua, merasa sangat terganggu dengan
kehadiran anak, menuntut anak untuk selalu bersikap seperti orang dewasa.

d. Family structure model, kurangnya kemampuan sosial yang ditunjukkan pada


dinamika antar keluarga yang memiliki hubungan kausal dengan kekerasan

e. Environmental stress model, yang melihat anak sebagai sebuah multidimensional


dan me nempatkan kehidupan yang menekan sebagai penyebab utamanya. Jika
ada perubahan faktor-faktor yang membentuk lingkungan manusia, seperti
kesejahteraan, pendidikan yang rendah, tidak adanya pekerjaan, maka akan
menimbulkan kekerasan pada anak.

f. Social-psychological model, dalam hal ini "Trustrasi" dan "stress menjadi faktor
utama da lam menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak Stress bisa terjadi
karena berbagai sebab, seperti konflik rumah tangga, isolasi secara sosial, dan
lain-lain,

g. Mental illness model, kekerasan pada anak terjadi karena kelainan saraf atau
penyakit kejiwaan (aryani, 2016).
KESIMPULAN

Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja bahkan bisa saj terjadi dalam lingkup
keluarga, orang yang paling dekat dengan kita. Pelecehan tak hanya menimbulkan luka
fisik namun juga menimbulkan luka psikis misalnya trauma yang mendalam. Bahkan ada
yang percobaan bunuh diri karena kasus pelecehan seksual.

Korban pelecehan seksual tak mengenal usia mulai dari anak-anak, remaja,
maupun dewasa. Trauma yang dapat terjadi karena kasus ini mulai dari depresi, tidak mau
bersosialisasi atau berinteraksi dengan orang lain lagi, menjadi pribadi yang lebih tertutup
atau bahkan resiko yang paling tinggi adalah sudah tidak ingin berada di dunia ini.

Nah, dari kasus diatas dapat kita ambil upaya atau cara agar kita terhindar atau
bahkan kecil kemungkinan untuk terjerumus dalam kasus itu. Pertama, kita harus
menanamkan kepada diri kita sendiri rasa berani, dan percaya diri. Kedua berani melawan
atau melaporkan jika memang terjadi pelecehan seksual. Ketiga mecari pergaulan yang
baik-baik agar tidak terjerumus.
DAFTAR PUSTAKA

aryani, N. M. (2016). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN


SEKSUAL PROVINSI BALI. ARTIKEL , 13.

Sulistyaningsih, E. (2015). DAMPAK SOSIAL PSIKOLOGIS PERKOSAAN . artikel , 15.

Triwijati, N. E. (2020). Pelecehan Seksual: Tinjauan Psikologis. penelitian , 4.

Utami Zahirah1, N. N. (2019). DAMPAK DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL ANAK.


penelitian , 11.

Yusmiati, E. I. (2020). eran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Upaya Penanganan Kasus


Pelecehan Seksual Anak. penelitian , 8.

Anda mungkin juga menyukai