Anda di halaman 1dari 19

UJIAN AKHIR SEMESTER

TEORI PASAR MODAL DAN INVESTASI

Analisis Laporan Keuangan


PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk
PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
Tahun 2016-2020

DISUSUN OLEH:
Herlin Andini – C1C020026

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………… 3
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 5
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………………… 5
1.4. Metodologi Penelitian……………………………………………………… 6

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 6
2.1. Pengambilan Keputusan Yang Efektif Didukung Oleh Informasi
Berkualitas Baik…………………………………………………………… 6
2.2. Pengambilan Keputusan Diinformasikan Oleh Evaluasi Yang
Cermat Dan Cermat Serta Penetapan Biaya Risiko………………………… 9
2.3. Hasil Di Masa Depan Ditingkatkan Dengan Menerapkan Pelajaran
Yang Didapat………………………………………………………………… 11

BAB III PENUTUP............................................................................................. 14


3.1. Kesimpulan……………………………………………………..…………... 14

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… iv


Rasio-rasio Fundamental yang Penting

1.1. Profitability Ratio


Rasio profitabilitas berguna untuk mengukur kemampuan sebuah perusahaan
dalam menghasilkan profit dibandingkan dengan metriks lainnya. Profit sebuah
perusahaan bisa dibandingkan dengan revenue atau pun dibandingkan dengan ekuitas
atau aset yang dimiliki perusahaan. Oleh karena itu, rasio profitabilitasi dibagi
menjadi dua kategori, yaitu margin ratio dan return ratio.
Margin ratio ini penting karena ada perusahaan yang menghasilkan revenue
dalam jumlah besar, namun hanya menghasilkan profit yang kecil. Tentunya revenue
yang besar tidak berarti apapun selama profit yang dihasilkan kecil.
Return ratio memberikan insight yang sama (mengukur profitabilitass
perusahaan) namun dalam perspektif yang berbeda. Jika margin ratio mengukur
profitabilitas dibandingkan dengan revenue. Return ratio mengukur profitabilitas
perusahaan terhadap ekuitas atau aset yang dimiliki. Dengan kata lain, return ratio
mengukur seberapa baik perusahaan bisa memberikan return kepada pemegang
saham.
 Gross Profit Margin
Merupakan perbandingan antara laba kotor dengan penjualan. Gross profit
margin ini penting untuk mengukur apakah perusahaan memiliki kendala dengan
bahan baku atau tidak. Jika gross profit margin perusahaan terus turun selama >1
tahun, maka ada indikasi yang cukup serius bahwa Perusahaan terkendala dengan
Cost Of Good Sold (COGS) atau biaya produksi.
Rumus Gross Profit Margin:
Pada laporan keuangan tahunan PT INKP per 31 Desember tahun 2019, PT
INKP mencatatkan pendapatan sebesar Rp. 44.840,5 milyar dan laba kotor sebesar
Rp. 12.063,3 milyar, maka terhitung gross profit margin PT INKP pada tahun
2019 yakni sebesar 26,9%. Pada periode selanjutnya tahun 2020 PT INKP
mencatatkan pendapatan sebesar Rp. 42.189,7 milyar dan laba kotor sebesar Rp.
12.088,2 milyar, maka gross profit margin PT INKP pada tahun 2020 yakni
menurun menjadi sebesar 28,7%.
Sedangkan, Pada laporan keuangan tahunan PT TKIM per 31 Desember tahun
2019, PT TKIM mencatatkan pendapatan sebesar Rp. 14.567,5 milyar dan laba
kotor sebesar Rp. 1.474,4 milyar, maka terhitung gross profit margin PT TKIM
pada tahun 2019 yakni sebesar 10,1%. Pada periode selanjutnya tahun 2020 PT
TKIM mencatatkan pendapatan sebesar Rp. 12.242,1 milyar menurun dari tahun
sebelumnya, dan mencatatkan laba kotor yang meningkat menjadi sebesar Rp.
1.666,1, maka terhitung gross profit margin PT TKIM pada tahun 2020 yakni
meningkat hingga menjadi 13,6%.
Dari kedua perusahaan pada sektor manufaktur (pulp dan kertas), diperoleh
kesimpulan bahwa gross profit margin pada kedua perusahaan mengalami
kenaikan, untuk PT INKP mengalami kenaikan sebesar 1,8% dan untuk PT TKIM
mengalami kenaikan sebesar 3,5%..
 Net Profit Margin
Merupakan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Net profit
margin ini untuk mengukur apakah secara keseluruhan perusahaan mampu
menghasilkan profit yang cukup baik atau tidak setelah dipotong dengan seluruh
pengeluaran. Net profit margin yang tergolong baik adalah 10% dari penjualan.
Perusahaan yang 1 tahun, maka ada indikasi yang cukup serius bahwa perusahaan
sedang terkendala, baik pada biaya produksi maupun biaya operasionalnya.
Rumus Net Profit Margin:

Diketahui pada laporan keuangan tahunan PT INKP per 31 Desember tahun


2019, PT INKP mencatatkan pendapatan sebesar Rp. 44.840,5 milyar dan laba
bersih sebesar Rp. 3.817,7 milyar, maka dihitung net profit margin PT INKP pada
tahun 2019 yakni hanya sebesar 8,5%. Pada periode selanjutnya per 31 Desember
tahun 2020 PT INKP mencatatkan pendapatan sebesar Rp. 42.189,7 milyar dan
memperoleh laba bersih sebesar Rp. 4.154,7 milyar, maka net profit margin PT
INKP pada tahun 2020 yakni meningkat menjadi 9,8%.
Sedangkan, pada laporan keuangan tahunan PT TKIM per 31 Desember tahun
2019, PT TKIM mencatatkan pendapatan sebesar Rp. 14.567,5 milyar dan laba
bersih sebesar Rp. 2.316,6 milyar, maka net profit margin PT TKIM pada tahun
2019 yakni sebesar 15,9%. Pada periode selanjutnya per 31 Desember tahun 2020
PT TKIM mencatatkan pendapatan sebesar Rp. 12.242,1 milyar menurun dari
tahun sebelumnya, untuk laba bersih juga mengalami penurunan menjadi Rp.
2.095,8 milyar. Maka terhitung net profit margin PT TKIM pada tahun 2020 yakni
mengalami kenaikan menjadi 17,1%.
Dari kedua perusahaan pada sektor manufaktur (pulp dan kertas) tersebut,
diperoleh kesimpulan bahwa net profit margin pada kedua perusahaan sama-sama
mengalami kenaikan di tahun 2020. Kenaikan tersebut membuktikan adanya
perbedaan biaya produksi dan biaya operasional pada masing-masing perusahaan.
Untuk PT INKP pada tahun 2020 memperoleh kenaikan net profit margin sebesar
1,3%, dan untuk PT TKIM mengalami kenaikan sebesar 1,2%, perbedaan
kenaikan antara kedua perusahaan dengan sektor yang sama tersebut tidak terlalu
beda jauh.
 Return on Equity
Retturn on equity menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk
memberikan return kepada pemegang saham dari ekuitas yang dimiliki. Semakin
besar ROE mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba dari ekuitas yang dimiliki juga semakin besar. Jika perusahaan mampu
memberikan ROE > 15% artinya perusahaan telah memberikan return yang
optimal.
Rumus Return on Equity:
Diketahui pada laporan keuangan tahunan per 31 Desember tahun 2019 PT
INKP, mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 3.817 milyar dan shareholders’ equity
sebesar Rp. 54.090.6 milyar, maka terhitung ROE PT INKP pada tahun 2019
yakni hanya sebesar 7,1%. Pada periode selanjutnya per 31 Desember tahun 2020
PT INKP mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 4.154,7 milyar dan memperoleh
shareholders’ equity sebesar Rp. 58.311,8 milyar, maka ROE PT INKP pada tahun
2020 yakni tetap sebesar 7,1%. ROE sebesar 7,1% untuk tahun 2019 dan 2020
menandakan bahwa perusahaan belum mampu memberikan return yang optimal
karena berada di bawah ROE 15%.
Sedangkan, pada laporan keuangan tahunan PT TKIM per 31 Desember tahun
2019, PT TKIM mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 2.316,6 milyar dan
shareholders’ equity sebesar Rp. 18.228,3 milyar, maka terhitung ROE PT TKIM
pada tahun 2019 yakni sebesar 12,7%. Pada periode selanjutnya per 31 Desember
tahun 2020 PT TKIM mencatatkan laba bersih yang berkurang menjadi sebesar
Rp. 2.095,8 milyar, dan memperoleh shareholders’ equity sebesar Rp. 20.471,5
milyar yang artinya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Maka
terhitung ROE PT TKIM pada tahun 2020 menurun yakni menjadi 10,2%. Dari
kedua perusahaan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa PT TKIM mengalami
penurunan nilai ROE sebesar 2,5% dan berada di bawah ROE 15%, yang artinya
perusahaan belum mampu memberikan return yang optimal, hanya saja
perbedaannya tidak sejauh yang dimiliki oleh PT INKP.
Jika dibandingkan antara PT INKP dan PT TKIM, PT TKIM hampir
mendekati ROE 15%, sedangkan PT INKP hanya memperoleh setengah dari ROE
15%.
 Return on Asset
Menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk mengubah
investasi di sejumlah aset menjadi profit. Semakin besar ROA mengindikasikan
bahwa kemampuan perusahaan dapat dikatakan mampu mengubah investasi
menjadi profit yang baik jika perusahaan mampu menghasilkan ROA > 10%.
Rumus Return on Asset:

Diketahui pada laporan keuangan tahunan PT INKP per 31 Desember tahun


2019, PT INKP mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 3.817,3 milyar dan total aset
sebesar Rp. 120.012,3 milyar, maka terhitung ROA PT INKP pada tahun 2019
yakni hanya sebesar 3,2%. Pada periode selanjutnya per 31 Desember tahun 2020
PT INKP mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 4.154,5 milyar dan memperoleh
total aset sebesar Rp. 120.084,7 milyar, maka ROA PT INKP pada tahun 2020
yakni meningkat menjadi 3,5%.
Sedangkan, pada laporan keuangan tahunan PT TKIM per 31 Desember tahun
2019, PT TKIM mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 2.316,6 milyar dan total aset
sebesar Rp. 41.927,1 milyar, maka terhitung ROA PT TKIM pada tahun 2019
yakni sebesar 5,5%. Pada periode selanjutnya per 31 Desember tahun 2020 PT
TKIM mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 2.0958 milyar, dan memperoleh total
aset sebesar Rp. 43.344,2 milyar yang artinya mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya. Maka terhitung ROA PT TKIM pada tahun 2020 yakni menjadi
4,8%.
Dari kedua perusahaan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa PT INKP
mengalami peningkatan ROA sebesar 0,3%, sedangkan PT TKIM mengalami
penurunan ROA sebesar 0,7% dan kedua perusahaan ini masih memiliki ROA
yang berada di bawah 10%, yang artinya perusahaan belum mampu mengubah
investasi menjadi profit yang baik.

1.2. Solvency Ratio


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban atau
utangnya kepada pihak ketiga. Rasio ini sangat penting karena perusahaan sering kali
bukan hanya menggunakan ekuitas, melainkan juga menggunakan liabilitas untuk
membiayai operasianal ataupun ekspansi perusahaan. Seperti yang dijelaskan dalam
bagian sebelumnya, liabilitas di satu sisi dapat membantu perusahaan untuk
bertumbuh lebih cepat, namun di sisi lain, liabilitas yang tidak terkontrol atau tertalu
besar juga dapat menjadi bumerang bagi perusahaan.
 Debt to Equity Ratio
Mengukur sebuah perusahaan dapat dikatakan mampu membayarkan
utangutangnya jika jumlah shareholders’ equity lebih besar dibandingkan dengan
jumlah liabilitasnya. Jika DER > 1.0x, maka bisa dikatakan risiko untuk
perusahaan tersebut dapat membayarkan kewajiban juga tergolong tinggi
begitupun sebaliknya.
Rumus Debt to Equity Ratio:

Diketahui pada laporan keuangan PT INKP per 31 Desember 2019


mencatatkan total liabilitas sebesar Rp. 54.842,8 milyar dan shareholders’ equity
PT INKP per 31 Desember 2019 adalah sebesar Rp. 55.719,1 milyar. Maka,
diperoleh DER PT INKP sebesar 0,98x. Pada tahun selanjutnya, PT INKP per 31
Desember 2020 mencatatkan total liabilitas sebesar Rp. 51.717,5 milyar dan
shareholders equity PT INKP per 31 Desember 2020 adalah sebesar Rp.
60.035,4 milyar. Maka, diperoleh DER PT INKP sebesar 0,86x.
Sedangkan, pada laporan keuangan PT TKIM per 31 Desember 2019
mencatatkan total liabilitas sebesar Rp. 20.688 milyar dan shareholders’ equity
TKIM per 31 Desember 2019 adalah sebesar Rp. 19.272,6 milyar. Maka,
diperoleh DER PT TKIM pada tahun 2019 sebesar 1,07x. Pada tahun
selanjutnya, PT TKIM per 31 Desember 2020 mencatatkan total liabilitas
sebesar Rp. 18.378,6 milyar dan shareholder’s equity TKIM per 31 desember
2020 adalah sebesar Rp. 21.369,8 milyar. Maka, diperoleh DER PT TKIM pada
tahun 2020 sebesar 0,86x.
Dari kedua perusahaan tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa PT INKP dan
TKIM mengalami penuruan DER dari tahun 2019 menuju tahun 2020. Kedua
perusahaan memiliki DER < 1,0x pada tahun 2020. Maka dapat disimpulkan
risiko untuk perusahaan tersebut dapat membayarkan kewajiban juga tergolong
rendah, yang artinya perolehan DER ini baik untuk perusahaan.
 Interest Coverage Ratio
Mengukur kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran atas
beban bunga (interest expense) yang muncul dari sejumlah utang berbunga
(interset-bearing debt) dengan tepat waktu. Interest coverage ratio yang
dikatakan cukup aman bagi sebuah perusahaan adalah > 1.5x. Jika interest
coverage ratio > 1.5x, maka bisa dikatakan beban bunga yang timbul tidak
terlalu mengganggu profitabilitas perusahaan begitu sebaliknya.
Rumus Interest Coverage Ratio:
Pada laporan keuangan per 31 Desember PT INKP mencatatkan operating
profit sebesar Rp. 7.795,8 milyar dan finance cost sebesar Rp. 2.798,1 milyar.
Maka, interest coverage ratio di tahun 2019 adalah sebesar 2,8x. Pada tahun
selanjutnya, PT INKP per 31 Desember 2020, mencatatkan operating profit
sebesar Rp. 7.507,1 milyar dan finance cost sebesar Rp. 2.941,7. Maka, interest
coverage ratio di tahun 2020 adalah menurun menjadi 2,6x.
Sedangkan, pada laporan keuangan per 31 Desember PT TKIM mencatatkan
operating profit sebesar Rp. 364,7 milyar dan finance cost sebesar Rp. 868,8
milyar. Maka, interest coverage ratio di tahun 2019 adalah sebesar 0,4x. Pada
tahun selanjutnya, PT TKIM per 31 Desember 2020, mencatatkan operating
profit sebesar Rp. 567,9 milyar dan finance cost sebesar Rp. 793,3 milyar. Maka,
interest coverage ratio di tahun 2020 adalah meningkat menjadi 0,7x.
Dari kedua perusahaan tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa PT INKP
mengalami penurun ICR dan PT TKIM mengalami kenaikan ICR. Namun PT
INKP yang memiliki interest coverage ratio > 1.5x selama dua tahun terakhir,
maka bisa dikatakan beban bunga yang timbul tidak terlalu mengganggu
profitabilitas perusahaan. Sedangkan PT TKIM yang memiliki interest coverage
ratio < 1.5x, maka bisa dikatakan beban bunga yang timbul mengganggu
profitabilitas perusahaan.
1.3. Liquidity Ratio
Liquidity ratio atau rasio likuiditas memiliki fungsi yang sebenarnya mirip
dengan solvency ratio, yaitu mengetahui apakah perusahaan mampu membayarkan
kewajibannya kepada pihak ketiga. Hanya saja, jika solvency ratio mengukur
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban kepada pihak ketiga secara
umum, liquidity ratio lebih spesifik mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban jangka pendeknya dengan aset-aset lancarnya yang dimitiki.
Dengan kata lain, liquidity ratio menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
mengubah aset yang dimiliki menjadi kas dan setara kas untuk membayarkan seluruh
liabilitas jangka pendek yang akan segera jatuh tempo dan kewajiban finansial
lainnya.
 Current Ratio
Mengukur kemampuan perusahaan untuk membayarkan kewajiban jangka
pendek dengan menggunakan aset lancar. Current Ratio dikatakan cukup aman
bagi sebuah perusahaan adalah > 100%. Artinya, jumlah aset lancar yang
dimiliki perusahaan mampu membayar kewajiban jangka pendek pada saat jatuh
tempo tanpa harus menjual aset jangka panjang yang menghasilkan pendapatan.
Rumus Current Ratio:
Pada laporan keuangan tahunan per 31 Desember 2019, PT INKP
mencatatkan jumlah aset lancar sebesar Rp. 58.636 milyar dan liabilitas jangka
pendek sebesar Rp. 25.500,3 milyar. maka nilai current ratio PT INKP pada
tahun 2019 yaitu sebesar 229%. Pada tahun selanjutnya, laporan keuangan
tahunan per 31 Desember 2020, PT INKP mencatatkan jumlah aset lancar
sebesar Rp. 61.342,4 milyar dan liabilitas jangka pendek sebesar Rp. 27.168,2
milyar. Maka nilai current ratio PT INKP pada tahun 2020 yaitu sebesar 230%.
Sedangkan, pada laporan keuangan tahunan per 31 Desember 2019, PT
TKIM mencatatkan jumlah aset lancar sebesar Rp. 12.229,7 milyar dan liabilitas
jangka pendek sebesar Rp. 7.517,6 milyar. maka nilai current ratio PT TKIM
pada tahun 2019 yaitu sebesar 160%. Pada tahun selanjutnya, laporan keuangan
tahunan per 31 Desember 2020, PT TKIM mencatatkan jumlah aset lancar
sebesar Rp. 11.826,5 milyar dan liabilitas jangka pendek sebesar Rp. 8.555,3
milyar. Maka nilai current ratio PT TKIM pada tahun 2020 yaitu sebesar 140%.
Dari kedua perusahaan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa PT INKP
mengalami kenaikan atau hamper mirip dengan tahun sebelumnya dari 229%
menjadi 230% dan berada di atas threshold current ratio 100%, yang artinya
jumlah aset lancar yang dimiliki perusahaan mampu membayar kewajiban
jangka pendek perusahaan. Jika dibandingkan dengan PT TKIM, terjadi
penurunan nilai current ratio dari 160% menjadi 140% dan berada di atas
threshold current ratio 100%, yang artinya jumlah aset lancar yang dimiliki
perusahaan mampu membayar kewajiban jangka pendek perusahaan.
 Cash Ratio
Mengukur kemampuan perusahaan untuk membayarkan kewajiban jangka
pendek hanya dengan menggunakan kas dan setara kasnya tanpa
memperhitungkan piutang, inventory, dan aset lancar lainnya. Cash Ratio yang
dikatakan cukup aman bagi sebuah perusahaan adalah > 30%. Artinya
perusahaan memiliki likuiditas yang baik untuk membayarkan kewajiban jangka
pendeknya.
Rumus Cash Ratio:
Pada laporan keuangan tahunan per 31 Desember 2019, PT INKP
memperoleh cash ratio sebesar 80%, dan di tahun 2020 memiliki kenaikan cash
ratio menjadi sebesar 90%, nilai tersebut berada di atas threshold cash ratio
30%. Yang berarti PT INKP memiliki likuiditas yang baik untuk membayarkan
kewajiban jangka pendeknya menggunakan kas dan setara kas perusahaan.
Sedangkan pada laporan keuangan tahunan per 31 Desember 2019, PT
TKIM memperoleh cash ratio sebesar 90%, dan di tahun 2020 memiliki
penurunan cash ratio menjadi sebesar 70%, nilai tersebut berada di atas
threshold cash ratio 30%. Yang berarti PT INKP memiliki likuiditas yang baik
untuk membayarkan kewajiban jangka pendeknya menggunakan kas dan setara
kas perusahaan.
Membeli Saham yang Murah Valuasinya Bukan Harganya

2.1. Price to Earning Ratio


Earnings per share (EPS) adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan per
lembar sahamnya. Keuntungan dan kerugian perusahaan langsung tercermin di dalam
EPS ini. Jika EPS positif, maka artinya perusahaan sedang dalam kondisi profit, jika
nilai EPS negatif, maka artinya perusahaan sedang dalam kondisi rugi. Sebelum
menghitung Price to Earning Ratio maka diharuskan mengetahui nilai EPS terlebih
dahulu.
Rumus Price to Earning Ratio:
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa, PT INKP mengalami kenaikan nilai
PER dari tahun 2019 memperoleh PER sebesar 9,8x menjadi 12,5x pada tahun 2020.
Yang berarti pada tahun 2019 dan 2020 PT INKP memiliki profit karena memiliki
nilai PER positif nilai tersebut mendekati threshold 10,0x di tahun 2019 dan
melewati 10,0x di tahun 2020.
Sedangkan, pada PT TKIM mengalami penurunan nilai PER dari 15,3x di tahun
2019 dan menjadi 11,9x di tahun 2020. Yang berarti pada tahun 2019 dan 2020 PT
INKP memiliki profit karena memiliki nilai PER positif nilai tersebut berada di atas
threshold 10,0x di tahun 2019 dan 2020.

2.2. Price to Book Value (PBV)


Pada dasarnya, semakin rendah PBV maka bisa dikatakan semakin murah harga
sahamnya. Sebaliknya, semakin tinggiPBV maka bisa dikatakan semakin mahal harga
sahamnya.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa, PT INKP mengalami kenaikan
nilai PBV dari 0,8x pada tahun 2019 menjadi 0,9 pada tahun 2020 namun nilai
tersebut < 2.0x yang berarti harga saham tersebut masih tergolong murah valuasi
harga sahamnya.
Sedangkan, pada PT TKIM justru mengalami penurunan penurunan harga
saham dari yang membuat nilai PBV dari 1,7x pada tahun 2019 menjadi 1,4 di
tahun 2020. Namun harga saham PT TKIM masih dikategorikan rendah karena <
2.0x, dan justru semakin murah valuasi harga sahamnya di tahun 2020.

2.3. Perusahaan Yang Lebih Unggul untuk Investor Melakukan Penanaman Modal /
Berinvestasi dalam Sektor Manufaktur (Pulp dan Kertas)
Menurut saya, baik itu PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) maupun
PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) keduanya layak untuk investor
jadikan tempat untuk menanamkan modal / melakukan investasi karena berdasarkan
perhitungan Probablity Ratio, Solvency Ratio, Liquidity Ratio, Price Earning Ratio,
dan Price to Book Value kedua perusahaan tersebut mempunyai rasio perusahaan
yang sehat dan memiliki valuasi saham yang murah. Namun PT. Indah Kiat Pulp
and Paper Tbk (INKP) lebih unggul dibandingkan PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia
Tbk (TKIM) pada beberapa rasio.

Anda mungkin juga menyukai