Disusun Oleh :
Gebby Febrina
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Gebby Febrina
NIM. P17324121514
Menyetujui,
Pembimbing Klinik
Kokon Wiartin Lestari, SST (.......................................)
NIP. 196903051990122001
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
1.3 Manfaat .......................................................................................... 2
BAB 2 METODOLOGI
2.1 Hasil Telaah Jurnal ......................................................................... 3
2.2 Pembahasan .................................................................................... 4
2.3 Teori............................................................................................... 6
Puji syukur kepada Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Journal Reading yang berjudul “Hubungan IMT dengan kejadian
Anemia pada WUS Pranikah” Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Stase Prakonsepsi pada Prodi Profesi Bidan Poltekkes Bandung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing akademik yaitu ibu Bd.Ferina, SST.,
M.Keb dan pembimbing lahan yaitu ibu Kokon Wiartin Lestari, SST yang telah bersedia
memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan Journal
Reading ini.
Mohon maaf penulis ucapkan jika terdapat kesalahan dalam Journal Reading ini. Kritik
dan saran penulis perlukan demi perbaikan serta tambahan ilmu dalam penyelesaian Journal
Reading ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Journal Reading ini dapat memberikan manfaat dan
menambah ilmu pengetahuan di bidang kebidanan.
Penulis
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Status besi WUS pranikah adalah faktor yang sangat penting untuk
menentukan outcome maternal dan neonatal. Jika seorang wanita sudah
mengalami anemia saat prakonsepsi, maka ia lebih beresiko mengalami
anemia saat kehamilan. Oleh karena itu, pendeteksian anemia harus dilakukan
sedini mungkin dan anemia harus diputus mulai dari masa prakonsepsi
sehingga tidak berlanjut ke tahap siklus kehidupan berikutnya. (Sumarni et al,
2016) Dampak anemia selama kehamilan terhadap outcome maternal adalah
2
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan Indeks Massa Tubuh
dengan kejadian anemia pada WUS pranikah.
C. Metodologi
1. Judul Artikel : Hubungan IMT dengan kejadian Anemia pada
WUS Pranikah
2. Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan
3. Edisi Terbit : 2019
4. Pengarang Artikel : Pasalina, Putri Engla Jurnalis, Yusri Dianne
5. Volume : 10
6. Issue :1
7. DOI : 10.26751/jikk.v10i1.584
8. ISSN : 2088-4451
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
dibandingkan
kelompok tidak
anemia (66,7%).
Namun, hasil uji
statistik
menunjukkan tidak
ada hubungan kedua
karakteristik tersebut
dengan kejadian
anemia (p > 0,05)
-Tabel 4.3
didapatkan bahwa
WUS dengan IMT
berlebih merupakan
persentase terbesar
(66,7%) yang
ditemukan pada
kelompok anemia.
Namun, hasil uji
statistik
menunjukkan tidak
ada hubungan yang
bermakna (p > 0,05).
2.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa WUS dengan IMT berlebih merupakan
persentase terbesar (66,7%) yang ditemukan pada kelompok anemia. Namun, hasil uji
statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna (p > 0,05).
5
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Chang et al (2014) yang menemukan tidak ada
hubungan antara IMT dengan anemia pada wanita usia ≥ 19 tahun di Taiwan. Namun,
peningkatan resiko anemia ditemukan pada wanita overweight/obesitas yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan rendah karbohidrat. Diet tinggi lemak
menginduksi perubahan metabolisme besi yang sebagian disebabkan karena kadar
hepsidin yang tinggi. Kadar hepsidin yang tinggi tersebut menyebabkan penyerapan
zat besi di usus yang berkurang sehingga terjadi hipoferremia. (Chang et al, 2014)
Penelitian Qin et al (2013) juga menemukan tidak ada hubungan antara IMT dengan
anemia pada wanita berusia ≥ 20 tahun di Cina. Namun, terdapat perbedaan yang
ditemukan oleh penelitian Qin et al (2013), yaitu kelompok obesitas memiliki
konsentrasi hemoglobin tertinggi dibandingkan dengan kelompok IMT lainnya.
Perbedaan ini ternyata disebabkan oleh asupan zat besi dan vitamin C wanita Cina
cukup tinggi, meskipun IMT wanita tersebut tidak normal. Asupan zat besi wanita
Cina 20 mg/hari dan vitamin C hadir dalam jumlah yang cukup dalam makanan
wanita Cina (60 mg / hari). Vitamin C membantu mereduksi besi feri menjadi fero
dalam usus halus sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C menghambat faktor
penghambat penyerapan besi, khususnya fitat dan tanin. (Qin et al, 2013; Triyonate
dan Apoina, 2015; Ridwan, 2012)
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian di Meksiko yang menemukan bahwa
prevalensi defisiensi besi lebih tinggi pada wanita overweight dan obesitas
dibandingkan dengan berat badan normal, dengan odds ratio 1,92 (obesitas), 1,27
(overweight) dan 1,00 (normal). Meski asupan zat besi dalam 2 kelompok tersebut
sama, namun konsentrasi besi serum lebih rendah pada wanita gemuk (62,6 ± 29,5 µg
/ dL) daripada wanita dengan berat badan normal (72,4 ± 34,6 µg / dL; P = 0,014).
(Lopez et al, 2011)
Hasil penelitian di Indonesia juga menemukan hal yang sama dengan penelitian ini.
Triyonate (2015) menemukan tidak ada hubungan IMT dengan anemia pada wanita
usia 23-35 tahun. Namun, ditemukan ada hubungan antara asupan besi dengan
anemia.
6
2.3 Teori
Kekurangan zat gizi terutama zat besi (Fe) dapat menyebabkan anemia gizi, yang
merupakan bagian dari molekul hemoglobin. Berkurangnya zat besi dapat
menyebabkan sintesis hemoglobin berkurang sehingga mengakibatkan kadar
hemoglobin turun. Hemoglobin merupakan unsur yang penting bagi tubuh manusia
karena berperan dalam pengangkutan oksigen dan karbondioksida.
Timbunan lemak pada hati juga dapat memicu pembentukan peroksida lipid yang
pada akhirnya akan mempengaruhi proses metabolisme besi sehingga akan terjadi
radikal bebas. Hal ini menyebabkan sintesis Hb tidak dapat berjalan dengan
sempurna. Pada tahap akhir, hemoglobin menurun jumlahnya dan eritrosit mengecil
sehingga terjadi anemia.
7
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Analisa peneliti, anemia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor IMT saja tetapi lebih
dipengaruhi oleh asupan makronutrien dan mikronutrien yang berhubungan dengan anemia,
seperti asupan lemak, zat besi, vitamin C, dan sebagainya. Seseorang dengan IMT tidak
normal (underweight/ overweight/ obesitas), belum tentu asupan zat besi dan asupan
mikronutrien penunjang lainnya tidak memadai. Tidak terdapat hubungan antara Indeks
Massa Tubuh dengan kejadian anemia pada Wanita Usia Subur pranikah. Dilakukannya
penelitian lanjutan mengenai hubungan IMT dan anemia dengan jumlah sampel yang lebih
banyak. Pengukuran IMT dapat dijadikan salah satu penilaian faktor resiko anemia.
3.2 Saran
Literatur yang digunakan sudah tepat. Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal ataupun
naskah ilmiah yang digunakan sebagai referensi atau acuan ditulis pada bagian ini. Referensi
yang dirujuk haruslah yang benar benar mempunyai kontribusi nyata dalam penelitian
tersebut.
8
DAFTAR PUSTAKA
Putri Engla, dkk. (2019). Hubungan IMT dengan kejadian Anemia pada WUS Pranikah.
Abstrak
Wanita Usia Subur (WUS) merupakan kelompok usia dengan prevalensi anemia yang cukup tinggi,
di Indonesia mengalami peningkatan dari 19,7%(2007) menjadi 22,4% (2013). Status besi WUS pranikah
berdampak pada outcome maternal dan neonatal saat kehamilan. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dan anemia masih kontroversial. Berat badan kurus merupakan indikasi rendahnya asupan mikronutrien
yang berhubungan dengan anemia. Pada studi lain, berat badan berlebih/ obesitas meningkatkan resiko
anemia karena peningkatan sitokin inflamasi (Interleukin-6) yang menstimulasi peningkatan hepsidin dan
penurunan penyerapan besi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan Indeks Massa Tubuh
dengan kejadian anemia pada WUS pranikah. Penelitian ini berjenis analitik observasional dengan
metode pendekatan cross sectional dilakukan pada 36 WUS pranikah ( 18 anemia dan 18 tidak anemia)
di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Pengambilan sampel dilakukan
secara consecutive sampling. Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoice dan berat badan
menggunakan timbangan pegas. Pemeriksaan hemoglobin dengan metode sianmethemoglobin di
Laboratorium Biokimia Universitas Andalas. Uji Bivariat dilakukan dengan uji Chi Square.Hasil
penelitian menunjukkanWUS dengan IMT berlebih merupakan persentase terbesar (66,7%) yang
ditemukan pada kelompok anemia. Tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kejadian anemia dengan
nilai p 0,7 (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara IMT dengan
kejadian anemia.
Abstract
Women of Reproductive Age (WRA) are an age group with a fairly high anemia prevalence in
Indonesia, increasing from 19.7% (2007) to 22.4% (2013). Iron status of premarital women affects
maternal and neonatal outcomes during pregnancy. The relationship between the Body Mass Index (BMI)
and anemia is controversial. Underweight indicates of inadequate dietary intake of micronutrients
associated with anemia. In other study, overweight/obesity also increase anemia risk because release of
proinflammatory cytokines (Interleukin-6) and which stimulates release of hepsidin and decrease iron
absorbtion. The purpose of this study was to analyze the relationship between body mass index with the
incidence of anemia in premarital WRA. This research was an observational analytic type with a cross
sectional approach performed on 36 premarital WRA (18 with anemia and 18 without anemia) in Koto
Tangah District, Padang. Sampling was done by consecutive sampling. Body height is measured by
microtoice and body weight is measured by manual scale. Hemoglobin was examined with the
cyanmethemoglobin method at the Andalas University Biochemistry. Bivariate test was carried out by Chi
Square test. The results showed overweight women is the highest percentage (66,7%) in anemia group.
There was no relationship between BMI and the incidence of anemia (p > 0.05). The study concluded that
there was no relationship between BMI and anemia.
pada wanita tidak hamil yang berusia usia 15 Dapatan : Malaria dan gagal ginjal
tahun ke atas. (WHO, 2014) kronis
Mekanisme terjadinya anemia defisiensi Beberapa mikronutrien sangat
besi terjadi melalui 3 tahapan. Tahapan berperan dalam metabolisme besi, yaitu :
pertama yaitu penipisan simpanan besi yang a. Vitamin C
ditandai dengan penurunan kadar ferritin Vitamin C membantu mereduksi besi
serum. Pada tahapan ini, sekresi hepsidin akan feri menjadi fero dalam usus halus
ditekan sehingga terjadi peningkatan sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C
transportasi besi oleh ferroportin ke dalam menghambat faktor penghambat
plasma sehingga cadangan besi akan penyerapan besi, khususnya fitat dan
berkurang. Tahap kedua disebut sebagai tanin. Absorbsi besi dalam bentuk
defisiensi besi pada fase eritropoiesis yang nonheme meningkat empat kali lipat bila
ditandai dengan penurunan indeks saturasi ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam
transferrin (<16%), peningkatan reseptor memindahkan besi dari transferin di
transferrin serum, peningkatan Red Cell dalam plasma ke feritin di hati.
Distribution Width (RDW) dan pengurangan (Triyonate dan Apoina, 2015; Ridwan,
Mean Corpuscular Volume (MCV). Tahapan 2012)
ketiga yaitu anemia defisiensi besi yang b. Vitamin B12 dan Asam Folat
ditandai dengan pengurangan pengiriman besi Vitamin B12 dan asam folat berfungsi
ke sumsum tulang, pengurangan sintesis sebagai koenzim dalam pembentukan
hemoglobin dan isi sel prekursor eritrosit DNA.Defisiensi Vitamin B12 dan asam
sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin. folat menyebabkan anemia megaloblastik,
(Cairo et al, 2014; ed.Gibney, 2009; Kwapisz dimana terlihat disinkronisasi antara
et al, 2009; Ganz and Nemeth, 2012;) pematangan sitoplasma dan inti nuklei
Klasifikasi anemia berdasarkan penyebabnya mengarah ke makrositosis dan inti yang
yaitu : (Sharma,J.B, 2010) belum matang. (Stabler, 2013)
c. Vitamin A
a. Penurunan produksi sel darah merah : Vitamin A dapat mempengaruhi
Nutrisional beberapa tahap metabolisme Fe, yang
- Anemia defisiensi besi termasuk erythropoiesis dan pelepasan Fe
- Anemia megaloblastik : dari tempat simpanan besi (feritin).
Defisiensi asam folat dan Vitamin A membuat Fe mudah larut
defisiensi vitamin B12 dalam intestinal lumen dan mencegah
Non nutrisional faktor penghambat penyerapan Fe. Selain
- Penyakit kronis : HIV, TB, itu, vitamin A juga mencegah terjadinya
Gagal ginjal infeksi yang merupakan salah satu faktor
- Gangguan sumsum tulang : resiko anemia.( Michelazzo et al, 2013)
Anemia aplastik dan infiltrasi d. Zat Besi
sumsum tulang belakang Zat besi penting untuk sintesis
b. Fisiologis hemoglobin oleh eritrosit. Kebutuhan
Selama Kehamilan yang tinggi akan besi pada wanita
c. Perdarahan terutama disebabkan kehilangan zat besi
Akut : APH (Antepartum selama menstruasi. (Triyonate dan
Haemorragic) dan PPH (Post Partum Apoina, 2015)
Haemorragic) e. Zat seng/ Zinc
Kronis : Hemoroid dan Cacingan Zat seng diabsorpsi oleh usus melalui
d. Peningkatan penghancuran eritrosit mekanisme Divalent Metal Transporter-
(Hemolitik) 1(DMT-1)9 yang juga transporter zat besi
Genetik dan mineral lain dalam usus. Adanya
Hemoglobinopati : Gangguan kesamaan transporter antara zat besi dan
sintesis (Thalasemia), Struktural zat seng mengakibatkan absorpsi antara
(Sickle cell/anemia sel sabit) zat besi dan zat seng saling
16 | Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi. / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20
mempengaruhi satu sama lain. (Ridwan, yang datang untuk melakukan sidang nikah di
2012) KUA. Sampel penelitian ini berjumlah 36
f. Tembaga orang (18 tidak anemia dan 18 anemia) yang
Interaksi yang terlihat jelas antara zat memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
besi dan tembaga adalah pada protein Kriteria inklusi diantaranya wanita pranikah
yang mengandung tembaga, yaitu usia 15-49 tahun dan bersedia menjadi subjek
ceruloplasmin. Ceruloplasmin penelitian. Kriteria Eksklusi terdiri dari
merupakan enzim yang disintesis pada perokok, memiliki riwayat diabetes mellitus,
hati dan mengandung 6 atom tembaga riwayat penyakit ginjal, penyakit infeksi dan
pada strukturnya sehingga hamper 90 penyakit keganasan.
persen tembaga yang ada dalam tubuh Pengumpulan data dilakukan di KUA
terkandung pada protein ini. Berdasarkan berupa riwayat penyakit, pengukuran tinggi
penelitian yang telah dilakukan ternyata
badan, berat badan dan pengambilan sampel
ceruloplasmin memiliki fungsi darah. Pengukuran tinggi badan
ferroksidase, yaitu mengubah Fe(II) menggunakan microtoice dan berat badan
menjadi Fe(III) sehingga memudahkan menggunakan timbangan pegas. Sampel
proses absorpsi besi oleh transferrin. darah diambil sebanyak 3 ml pada vena
(Ridwan, 2012) mediana cubiti. dan dimasukkan ke tabung
III. METODE PENELITIAN vacutainer dengan antikoagulan (EDTA).
Penelitian ini merupakan penelitian Pemeriksaan hemoglobin dengan metode
analitik observasional dengan metode sianmethemoglobin di Laboratorium
pendekatan cross sectional study. Penelitian Biokimia Universitas Andalas.
ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Analisis data berupa analisis univariat dan
Kecamatan Koto Tangah Padang dari bulan bivariat. IMT disajikan berupa data kategorik
Maret hingga Mei 2018. Populasi target dalam dalam bentuk frekuensi dan persentase. Uji
penelitian ini adalah semua WUS Pranikah bivariat di lakukan dengan uji Chi Square.
Status Pekerjaan
Bekerja 12 66,7 16 88,9 28 77,8 0,2
Tidak Bekerja 6 33,3 2 11,1 8 22,2
Total 18 100 18 100 36 100
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan subjek penelitian dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi
lebih banyak ditemukan pada kelompok anemia (66,7%) dibandingkan kelompok tidak anemia
(61,2%). Berdasarkan status pekerjaan, didapatkan subjek penelitian yang bekerja lebih banyak
ditemukan pada kelompok anemia (88,9%) dibandingkan kelompok tidak anemia (66,7%).
Namun, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan kedua karakteristik tersebut dengan
kejadian anemia (p > 0,05).
Tabel 4.3
Hubungan IMT dengan Kejadian Anemia
Kelompok
Total
IMT Tidak Anemia Anemia p
f % f % n %
Kurus 3 42,9 4 57,1 7 100 0,7
Normal 14 53,8 12 46,2 26 100
Berlebih 1 33,3 2 66,7 3 100
Total 18 50 18 50 36 100
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa cukup tinggi, meskipun IMT wanita tersebut
WUS dengan IMT berlebih merupakan tidak normal. Asupan zat besi wanita Cina 20
persentase terbesar (66,7%) yang ditemukan mg/hari dan vitamin C hadir dalam jumlah
pada kelompok anemia. Namun, hasil uji yang cukup dalam makanan wanita Cina (60
statistik menunjukkan tidak ada hubungan mg / hari). Vitamin C membantu mereduksi
yang bermakna (p > 0,05). besi feri menjadi fero dalam usus halus
sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
menghambat faktor penghambat penyerapan
Chang et al (2014) yang menemukan tidak ada
besi, khususnya fitat dan tanin. (Qin et al,
hubungan antara IMT dengan anemia pada
2013; Triyonate dan Apoina, 2015; Ridwan,
wanita usia ≥ 19 tahun di Taiwan. Namun,
2012)
peningkatan resiko anemia ditemukan pada
wanita overweight/obesitas yang Penelitian ini juga sejalan dengan
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan penelitian di Meksiko yang menemukan
rendah karbohidrat. Diet tinggi lemak bahwa prevalensi defisiensi besi lebih tinggi
menginduksi perubahan metabolisme besi pada wanita overweight dan obesitas
yang sebagian disebabkan karena kadar dibandingkan dengan berat badan normal,
hepsidin yang tinggi. Kadar hepsidin yang dengan odds ratio 1,92 (obesitas), 1,27
tinggi tersebut menyebabkan penyerapan zat (overweight) dan 1,00 (normal). Meski asupan
besi di usus yang berkurang sehingga terjadi zat besi dalam 2 kelompok tersebut sama,
hipoferremia. (Chang et al, 2014) namun konsentrasi besi serum lebih rendah
pada wanita gemuk (62,6 ± 29,5 µg / dL)
Penelitian Qin et al (2013) juga
daripada wanita dengan berat badan normal
menemukan tidak ada hubungan antara IMT
(72,4 ± 34,6 µg / dL; P = 0,014). (Lopez et al,
dengan anemia pada wanita berusia ≥ 20
2011)
tahun di Cina. Namun, terdapat perbedaan
yang ditemukan oleh penelitian Qin et al Hasil penelitian di Indonesia juga
(2013), yaitu kelompok obesitas memiliki menemukan hal yang sama dengan penelitian
konsentrasi hemoglobin tertinggi ini. Triyonate (2015) menemukan tidak ada
dibandingkan dengan kelompok IMT lainnya. hubungan IMT dengan anemia pada wanita
Perbedaan ini ternyata disebabkan oleh usia 23-35 tahun. Namun, ditemukan ada
asupan zat besi dan vitamin C wanita Cina hubungan antara asupan besi dengan anemia.
18 | Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi. / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20
Sumarni (2016) juga menemukan bahwa berat aktivitas fungsional ferroportin. Hal ini akan
badan kurus tidak berhubungan dengan menghambat penyerapan besi di enterosit dan
anemia (p= 0,06). Namun, dalam penelitian pelepasan besi di makrofag
ini, berat badan kurus berhubungan dengan retikuloendotelial sehingga terjadi
menipisnya jumlah cadangan besi dalam hipoferremia dan metabolisme besi akan
tubuh dan defisiensi besi eritropoiesis. terganggu. Jika metabolisme besi terganggu,
Underweight berhubungan dengan defisiensi maka terjadilah anemia. (Sal et al, 2018;
mikronutrien termasuk zat besi. McClung and Karl, 2008 ; Lopez et al, 2011)
Pada wanita kurus, asupan makronutrien Timbunan lemak pada hati juga dapat
dan mikronutriennya tidak adekuat. memicu pembentukan peroksida lipid yang
Makronutrien utama yang berperan dalam pada akhirnya akan mempengaruhi proses
metabolisme besi adalah protein. Defisiensi metabolisme besi sehingga akan terjadi
protein akan meyebabkan transportasi besi radikal bebas. Hal ini menyebabkan sintesis
terganggu dan meningkatkan resiko infeksi. Hb tidak dapat berjalan dengan sempurna.
Mikronurien yang berperan dalam penyerapan Pada tahap akhir, hemoglobin menurun
dan metabolisme besi diantaranya zat besi, jumlahnya dan eritrosit mengecil sehingga
asam folat, vitamin C, vitamin B12, vitamin A, terjadi anemia . (Triyonate dan Apoina, 2015)
zinc dan tembaga. Kekurangan makronutrien Analisa peneliti, anemia tidak hanya
dan mikronutrien ini menyebabkan dipengaruhi oleh faktor IMT saja tetapi lebih
terganggunya penyerapan dan metabolisme dipengaruhi oleh asupan makronutrien dan
besi karena tidak cukupnya jumlah besi yang mikronutrien yang berhubungan dengan
dibutuhkan, sehingga akan mengganggu anemia, seperti asupan lemak, zat besi,
sintesis hemoglobin. (Sukarno, 2016; vitamin C, dan sebagainya. Seseorang dengan
Sumarni; 2016; Wu, 2016; Triyonate dan
IMT tidak normal (underweight/ overweight/
Apoina, 2015; Ridwan, 2012;Chang et al, obesitas), belum tentu asupan zat besi dan
2014) asupan mikronutrien penunjang lainnya tidak
Kekurangan zat gizi terutama zat besi (Fe) memadai.
dapat menyebabkan anemia gizi, yang
merupakan bagian dari molekul hemoglobin. V. KESIMPULAN
Berkurangnya zat besi dapat menyebabkan Tidak terdapat hubungan antara Indeks
sintesis hemoglobin berkurang sehingga Massa Tubuh dengan kejadian anemia pada
mengakibatkan kadar hemoglobin turun. Wanita Usia Subur pranikah. Dilakukannya
Hemoglobin merupakan unsur yang penting penelitian lanjutan mengenai hubungan IMT
bagi tubuh manusia karena berperan dalam dan anemia dengan jumlah sampel yang lebih
pengangkutan oksigen dan karbondioksida . banyak. Pengukuran IMT dapat dijadikan
(Sukarno et al, 2016) salah satu penilaian faktor resiko anemia.
Overweight/ obesitas juga berkaitan DAFTAR PUSTAKA
dengan anemia karena penimbunan lemak di Ghose, B. Yaya, S. and Tang,S. (2016).
jaringan adiposa. Penimbunan lemak ini dapat Anemia status in relation to body mass
menurunkan penyerapan zat besi. Jaringan index among women of childbearing age
lemak pada obesitas menyebabkan terjadinya in Bangladesh. Asia Pacific Journal of
inflamasi kronik yang mana berhubungan Public Health. doi:
dengan ekspresi sitokin proinflamatory, 10.1177/1010539516660374
diantaranya Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Gibney, MJ (eds). (2009). Gizi Kesehatan
Necrosis Factor-α (TNF-α). Inflamasi Masyarakat (Public Health Nutrition).
sistemik yang terjadi pada obesitas Jakarta : EGC
berhubungan dengan patogenesis penyakit Hall, JE. (2011). Buku ajar fisiologi
metabolik dan penyakit degeneratif. Sitokin kedokteran (Edisi 12). Jakarta : EGC
proinflamatory ini merangsang pelepasan Kementerian Kesehatan RI. (2007). Riset
hepsidin dari hati dan jaringan adiposa. Kesehatan Dasar 2007.
Hepsidin yang tinggi akan menghambat https://www.k4health.org/sites/default/fil
Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20 | 19