Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIK JURNAL READING

HUBUNGAN IMT DENGAN KEJADIAN ANEMIA

PADA WUS PRANIKAH

Disusun Oleh :

Gebby Febrina

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK JURNAL READING

Oleh:
Gebby Febrina
NIM. P17324121514

Menyetujui,

Pembimbing Klinik
Kokon Wiartin Lestari, SST (.......................................)
NIP. 196903051990122001

Pembimbing Akademik (.......................................)


Bd.Ferina, SST., M.Keb__
NIP.198102282002122001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Bd. Diyan I, SST.,M.Keb


NIP.198106092002122001

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
1.3 Manfaat .......................................................................................... 2

BAB 2 METODOLOGI
2.1 Hasil Telaah Jurnal ......................................................................... 3
2.2 Pembahasan .................................................................................... 4
2.3 Teori............................................................................................... 6

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan .................................................................................... 7
3.2 Saran .............................................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 10


LAMPIRAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Journal Reading yang berjudul “Hubungan IMT dengan kejadian
Anemia pada WUS Pranikah” Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Stase Prakonsepsi pada Prodi Profesi Bidan Poltekkes Bandung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing akademik yaitu ibu Bd.Ferina, SST.,
M.Keb dan pembimbing lahan yaitu ibu Kokon Wiartin Lestari, SST yang telah bersedia
memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan Journal
Reading ini.
Mohon maaf penulis ucapkan jika terdapat kesalahan dalam Journal Reading ini. Kritik
dan saran penulis perlukan demi perbaikan serta tambahan ilmu dalam penyelesaian Journal
Reading ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Journal Reading ini dapat memberikan manfaat dan
menambah ilmu pengetahuan di bidang kebidanan.

Bandung, Februari 2022

Penulis

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


A. Latar belakang
Anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global. World
Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita anemia di
seluruh dunia sekitar dua miliar. Wanita Usia Subur (WUS) yang tidak hamil
merupakan kelompok usia dengan prevalensi anemia yang cukup tinggi pada
tahun 2011, yaitu sebesar 29% di dunia, 31,6% di Asia ( peringkat kedua di
dunia). Di Indonesia, prevalensi anemia pada WUS juga mengalami
peningkatan, 19,7% pada tahun 2007 menjadi 22,4% pada tahun 2013 (World
Health Organization, 2015; Wirth et al, 2017; Kementerian Kesehatan, 2007;
Kemenkes, 2013).

WUS termasuk kelompok usia yang sangat beresiko mengalami anemia


karena mengalami kehilangan besi sebesar 1,3 mg/hari setiap menstruasi,
ditambah lagi jika asupan besi yang dikonsumsi tidak memadai. Anemia dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya : defisiensi besi, defisiensi
mikronutrien lainnya (folat, riboflavin, vitamin A dan vitamin B12), infeksi
akut dan kronik (malaria, TBC, HIV dan kanker) dan kelainan bawaan yang
mengganggu sintesis hemoglobin serta produksi sel darah merah
(hemoglobinopati). Namun, penyebab terbesar dari semua anemia di dunia
adalah defisiensi besi (sebesar 50%). (WHO,2011; WHO,2015; Hall, 2011)

Status besi WUS pranikah adalah faktor yang sangat penting untuk
menentukan outcome maternal dan neonatal. Jika seorang wanita sudah
mengalami anemia saat prakonsepsi, maka ia lebih beresiko mengalami
anemia saat kehamilan. Oleh karena itu, pendeteksian anemia harus dilakukan
sedini mungkin dan anemia harus diputus mulai dari masa prakonsepsi
sehingga tidak berlanjut ke tahap siklus kehidupan berikutnya. (Sumarni et al,
2016) Dampak anemia selama kehamilan terhadap outcome maternal adalah
2

terjadinya perdarahan antepartum, perdarahan post partum, infeksi


puerperium, dan meningkatkan angka kematian ibu. Anemia berkontribusi atas
20% kematian ibu di dunia. Selain itu, anemia juga menimbulkan resiko bagi
bayi, diantaranya meningkatnya kejadian kelahiran prematur, bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), gangguan pertumbuhan dan
perkembangan intrauterin serta meningkatnya kematian perinatal. (Bansal et
al, 2016)

B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan Indeks Massa Tubuh
dengan kejadian anemia pada WUS pranikah.

C. Metodologi
1. Judul Artikel : Hubungan IMT dengan kejadian Anemia pada
WUS Pranikah
2. Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan
3. Edisi Terbit : 2019
4. Pengarang Artikel : Pasalina, Putri Engla Jurnalis, Yusri Dianne
5. Volume : 10
6. Issue :1
7. DOI : 10.26751/jikk.v10i1.584
8. ISSN : 2088-4451

Judul Populasi Intervensi Comparasion Outcome Time


Hubungan 36 WUS Indeks Massa Anemia Menganalisis Bulan
Indeks Massa pranikah ( 18 Tubuh. hubungan IMT Maret
Tubuh anemia dan dengan kejadian hingga
18 tidak Anemia pada Mei 2018
dengan
anemia) WUS pranikah.
kejadian
Anemia pada
Wanita Usia
Subur
Pranikah
3

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil Telaah Jurnal

No Jurnal Validity Important Aplicable


1 Judul Artikel : Hubungan Penelitian ini merupakan - Tabel 4.1 Tidak terdapat
IMT dengan kejadian Anemia penelitian analitik menunjukkan rerata hubungan
pada WUS Pranikah observasional dengan umur subjek antara Indeks
1. Nama Jurnal : Massa Tubuh
metode pendekatan cross penelitian pada
Jurnal Ilmu Keperawatan dengan
sectional study. kelompok tidak kejadian
dan Kebidanan
Penelitian ini dilakukan anemia (27,4 ± 2,9 anemia pada
2. Edisi Terbit :
di Kantor Urusan Agama tahun) lebih tinggi Wanita Usia
2019 Subur
(KUA) Kecamatan Koto dibandingkan rerata
3. Pengarang Artikel : pranikah.
Tangah Padang dari umur kelompok
Pasalina, Putri Engla Dilakukannya
bulan Maret hingga Mei anemia (26,7 ± 3.4
Jurnalis, Yusri Dianne penelitian
2018. Populasi target tahun). Namun,
4. Volume : 10 lanjutan
dalam penelitian ini tidak terdapat mengenai
5. Issue :1
adalah semua WUS hubungan antara hubungan IMT
6. DOI :
Pranikah. Pengambilan umur dan anemia. dan anemia
10.26751/jikk.v10i1.584 dengan jumlah
sampel dilakukan secara (p>0,05)
7. ISSN : sampel yang
consecutive sampling.
2088-4451 lebih banyak.
Pengukuran tinggi badan -Tabel 4.2
didapatkan subjek Pengukuran
menggunakan microtoice IMT dapat
dan berat badan penelitian dengan
tingkat pendidikan dijadikan salah
menggunakan timbangan satu penilaian
perguruan tinggi
pegas. Pemeriksaan lebih banyak faktor resiko
hemoglobin dengan anemia.
ditemukan pada
metode kelompok anemia
sianmethemoglobin di (66,7%)
Laboratorium Biokimia dibandingkan
Universitas Andalas kelompok tidak
anemia (61,2%).
Berdasarkan status
pekerjaan,
didapatkan subjek
penelitian yang
bekerja lebih banyak
ditemukan pada
kelompok anemia
(88,9%)
4

dibandingkan
kelompok tidak
anemia (66,7%).
Namun, hasil uji
statistik
menunjukkan tidak
ada hubungan kedua
karakteristik tersebut
dengan kejadian
anemia (p > 0,05)

-Tabel 4.3
didapatkan bahwa
WUS dengan IMT
berlebih merupakan
persentase terbesar
(66,7%) yang
ditemukan pada
kelompok anemia.
Namun, hasil uji
statistik
menunjukkan tidak
ada hubungan yang
bermakna (p > 0,05).

2.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa WUS dengan IMT berlebih merupakan
persentase terbesar (66,7%) yang ditemukan pada kelompok anemia. Namun, hasil uji
statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna (p > 0,05).
5

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Chang et al (2014) yang menemukan tidak ada
hubungan antara IMT dengan anemia pada wanita usia ≥ 19 tahun di Taiwan. Namun,
peningkatan resiko anemia ditemukan pada wanita overweight/obesitas yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan rendah karbohidrat. Diet tinggi lemak
menginduksi perubahan metabolisme besi yang sebagian disebabkan karena kadar
hepsidin yang tinggi. Kadar hepsidin yang tinggi tersebut menyebabkan penyerapan
zat besi di usus yang berkurang sehingga terjadi hipoferremia. (Chang et al, 2014)

Penelitian Qin et al (2013) juga menemukan tidak ada hubungan antara IMT dengan
anemia pada wanita berusia ≥ 20 tahun di Cina. Namun, terdapat perbedaan yang
ditemukan oleh penelitian Qin et al (2013), yaitu kelompok obesitas memiliki
konsentrasi hemoglobin tertinggi dibandingkan dengan kelompok IMT lainnya.
Perbedaan ini ternyata disebabkan oleh asupan zat besi dan vitamin C wanita Cina
cukup tinggi, meskipun IMT wanita tersebut tidak normal. Asupan zat besi wanita
Cina 20 mg/hari dan vitamin C hadir dalam jumlah yang cukup dalam makanan
wanita Cina (60 mg / hari). Vitamin C membantu mereduksi besi feri menjadi fero
dalam usus halus sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C menghambat faktor
penghambat penyerapan besi, khususnya fitat dan tanin. (Qin et al, 2013; Triyonate
dan Apoina, 2015; Ridwan, 2012)

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian di Meksiko yang menemukan bahwa
prevalensi defisiensi besi lebih tinggi pada wanita overweight dan obesitas
dibandingkan dengan berat badan normal, dengan odds ratio 1,92 (obesitas), 1,27
(overweight) dan 1,00 (normal). Meski asupan zat besi dalam 2 kelompok tersebut
sama, namun konsentrasi besi serum lebih rendah pada wanita gemuk (62,6 ± 29,5 µg
/ dL) daripada wanita dengan berat badan normal (72,4 ± 34,6 µg / dL; P = 0,014).
(Lopez et al, 2011)

Hasil penelitian di Indonesia juga menemukan hal yang sama dengan penelitian ini.
Triyonate (2015) menemukan tidak ada hubungan IMT dengan anemia pada wanita
usia 23-35 tahun. Namun, ditemukan ada hubungan antara asupan besi dengan
anemia.
6

2.3 Teori

Pada wanita kurus, asupan makronutrien dan mikronutriennya tidak adekuat.


Makronutrien utama yang berperan dalam metabolisme besi adalah protein. Defisiensi
protein akan meyebabkan transportasi besi terganggu dan meningkatkan resiko
infeksi. Mikronurien yang berperan dalam penyerapan dan metabolisme besi
diantaranya zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin B12, vitamin A, zinc dan
tembaga. Kekurangan makronutrien dan mikronutrien ini menyebabkan terganggunya
penyerapan dan metabolisme besi karena tidak cukupnya jumlah besi yang
dibutuhkan, sehingga akan mengganggu sintesis hemoglobin.

Kekurangan zat gizi terutama zat besi (Fe) dapat menyebabkan anemia gizi, yang
merupakan bagian dari molekul hemoglobin. Berkurangnya zat besi dapat
menyebabkan sintesis hemoglobin berkurang sehingga mengakibatkan kadar
hemoglobin turun. Hemoglobin merupakan unsur yang penting bagi tubuh manusia
karena berperan dalam pengangkutan oksigen dan karbondioksida.

Overweight/ obesitas juga berkaitan dengan anemia karena penimbunan lemak di


jaringan adiposa. Penimbunan lemak ini dapat menurunkan penyerapan zat besi.
Jaringan lemak pada obesitas menyebabkan terjadinya inflamasi kronik yang mana
berhubungan dengan ekspresi sitokin proinflamatory, diantaranya Interleukin-6 (IL-6)
dan Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α). Inflamasi sistemik yang terjadi pada obesitas
berhubungan dengan patogenesis penyakit metabolik dan penyakit degeneratif.
Sitokin proinflamatory ini merangsang pelepasan hepsidin dari hati dan jaringan
adiposa. Hepsidin yang tinggi akan menghambat aktivitas aktivitas fungsional
ferroportin. Hal ini akan menghambat penyerapan besi di enterosit dan pelepasan besi
di makrofag retikuloendotelial sehingga terjadi hipoferremia dan metabolisme besi
akan terganggu. Jika metabolisme besi terganggu, maka terjadilah anemia.

Timbunan lemak pada hati juga dapat memicu pembentukan peroksida lipid yang
pada akhirnya akan mempengaruhi proses metabolisme besi sehingga akan terjadi
radikal bebas. Hal ini menyebabkan sintesis Hb tidak dapat berjalan dengan
sempurna. Pada tahap akhir, hemoglobin menurun jumlahnya dan eritrosit mengecil
sehingga terjadi anemia.
7

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Analisa peneliti, anemia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor IMT saja tetapi lebih
dipengaruhi oleh asupan makronutrien dan mikronutrien yang berhubungan dengan anemia,
seperti asupan lemak, zat besi, vitamin C, dan sebagainya. Seseorang dengan IMT tidak
normal (underweight/ overweight/ obesitas), belum tentu asupan zat besi dan asupan
mikronutrien penunjang lainnya tidak memadai. Tidak terdapat hubungan antara Indeks
Massa Tubuh dengan kejadian anemia pada Wanita Usia Subur pranikah. Dilakukannya
penelitian lanjutan mengenai hubungan IMT dan anemia dengan jumlah sampel yang lebih
banyak. Pengukuran IMT dapat dijadikan salah satu penilaian faktor resiko anemia.

3.2 Saran

Literatur yang digunakan sudah tepat. Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal ataupun

naskah ilmiah yang digunakan sebagai referensi atau acuan ditulis pada bagian ini. Referensi

yang dirujuk haruslah yang benar benar mempunyai kontribusi nyata dalam penelitian

tersebut.
8

DAFTAR PUSTAKA

Putri Engla, dkk. (2019). Hubungan IMT dengan kejadian Anemia pada WUS Pranikah.

Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1, 12-20.


12 | Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi. / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN ANEMIA


PADA WANITA USIA SUBUR PRANIKAH
Putri Engla Pasalinaa,*, Yusri Dianne Jurnalisb Ariadic
Jurusan Kebidanan Universitas Baiturrahmah Padang
b
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
c
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
a
putripasalina@yahoo.co.id* byusridianne12@gmail.com cbelantiraya@yahoo.com

Abstrak

Wanita Usia Subur (WUS) merupakan kelompok usia dengan prevalensi anemia yang cukup tinggi,
di Indonesia mengalami peningkatan dari 19,7%(2007) menjadi 22,4% (2013). Status besi WUS pranikah
berdampak pada outcome maternal dan neonatal saat kehamilan. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dan anemia masih kontroversial. Berat badan kurus merupakan indikasi rendahnya asupan mikronutrien
yang berhubungan dengan anemia. Pada studi lain, berat badan berlebih/ obesitas meningkatkan resiko
anemia karena peningkatan sitokin inflamasi (Interleukin-6) yang menstimulasi peningkatan hepsidin dan
penurunan penyerapan besi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan Indeks Massa Tubuh
dengan kejadian anemia pada WUS pranikah. Penelitian ini berjenis analitik observasional dengan
metode pendekatan cross sectional dilakukan pada 36 WUS pranikah ( 18 anemia dan 18 tidak anemia)
di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Pengambilan sampel dilakukan
secara consecutive sampling. Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoice dan berat badan
menggunakan timbangan pegas. Pemeriksaan hemoglobin dengan metode sianmethemoglobin di
Laboratorium Biokimia Universitas Andalas. Uji Bivariat dilakukan dengan uji Chi Square.Hasil
penelitian menunjukkanWUS dengan IMT berlebih merupakan persentase terbesar (66,7%) yang
ditemukan pada kelompok anemia. Tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kejadian anemia dengan
nilai p 0,7 (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara IMT dengan
kejadian anemia.

Kata Kunci : Indeks Massa Tubuh, Kejadian Anemia

Abstract

Women of Reproductive Age (WRA) are an age group with a fairly high anemia prevalence in
Indonesia, increasing from 19.7% (2007) to 22.4% (2013). Iron status of premarital women affects
maternal and neonatal outcomes during pregnancy. The relationship between the Body Mass Index (BMI)
and anemia is controversial. Underweight indicates of inadequate dietary intake of micronutrients
associated with anemia. In other study, overweight/obesity also increase anemia risk because release of
proinflammatory cytokines (Interleukin-6) and which stimulates release of hepsidin and decrease iron
absorbtion. The purpose of this study was to analyze the relationship between body mass index with the
incidence of anemia in premarital WRA. This research was an observational analytic type with a cross
sectional approach performed on 36 premarital WRA (18 with anemia and 18 without anemia) in Koto
Tangah District, Padang. Sampling was done by consecutive sampling. Body height is measured by
microtoice and body weight is measured by manual scale. Hemoglobin was examined with the
cyanmethemoglobin method at the Andalas University Biochemistry. Bivariate test was carried out by Chi
Square test. The results showed overweight women is the highest percentage (66,7%) in anemia group.
There was no relationship between BMI and the incidence of anemia (p > 0.05). The study concluded that
there was no relationship between BMI and anemia.

Keywords : Body Mass Index, Anemia


Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20 | 13

bagi bayi, diantaranya meningkatnya kejadian


I. PENDAHULUAN kelahiran prematur, bayi dengan Berat Badan
Anemia masih menjadi masalah kesehatan Lahir Rendah (BBLR), gangguan
masyarakat secara global. World Health pertumbuhan dan perkembangan intrauterin
Organization (WHO) memperkirakan jumlah serta meningkatnya kematian perinatal.
penderita anemia di seluruh dunia sekitar dua (Bansal et al, 2016)
miliar. Wanita Usia Subur (WUS) yang tidak
hamil merupakan kelompok usia dengan Penelitian sebelumnya telah menunjukkan
prevalensi anemia yang cukup tinggi pada kekurangan dan kelebihan gizi merupakan
tahun 2011, yaitu sebesar 29% di dunia, salah satu faktor resiko anemia. Underweight
31,6% di Asia ( peringkat kedua di dunia). Di merupakan indikasi rendahnya asupan
Indonesia, prevalensi anemia pada WUS juga mikronutrien yang berhubungan dengan
mengalami peningkatan, 19,7% pada tahun metabolisme besi. Overweight dan obesitas
2007 menjadi 22,4% pada tahun 2013 juga meningkatkan resiko anemia karena
(World Health Organization, 2015; Wirth et terjadinya penimbunan lemak. Penimbunan
al, 2017; Kementerian Kesehatan, 2007; lemak pada orang overweight/obesitas
Kemenkes, 2013). menimbulkan reaksi inflamasi dan
peningkatan sitokin (IL-6) sehingga
WUS termasuk kelompok usia yang sangat menstimulasi peningkatan hepsidin dan
beresiko mengalami anemia karena menurunkan penyerapan zat besi di usus.
mengalami kehilangan besi sebesar 1,3 Selain itu, timbunan lemak pada hati dapat
mg/hari setiap menstruasi, ditambah lagi jika memicu pembentukan peroksida lipid yang
asupan besi yang dikonsumsi tidak memadai. merusak membran sel darah merah dan
Anemia dapat disebabkan oleh berbagai mengganggu sintesis hemoglobin. (Lopez et
faktor, diantaranya : defisiensi besi, defisiensi al, 2011; Triyonate dan Apoina, 2015;
mikronutrien lainnya (folat, riboflavin, Ugwuja et al, 2015; Ghose et al, 2015)
vitamin A dan vitamin B12), infeksi akut dan
kronik (malaria, TBC, HIV dan kanker) dan Hal tersebut sejalan dengan penelitian
kelainan bawaan yang mengganggu sintesis Permaesih yang menemukan terdapat
hemoglobin serta produksi sel darah merah hubungan bermakna antara Indeks Massa
(hemoglobinopati). Namun, penyebab Tubuh (IMT) dengan anemia. IMT kurang/
terbesar dari semua anemia di dunia adalah tubuh kurus mempunyai risiko 1,4 kali untuk
defisiensi besi (sebesar 50%). (WHO,2011; menjadi anemia (OR 1,4; 95% CI 1-1,6).
WHO,2015; Hall, 2011) Sementara itu, Lopez menemukan terdapat
hubungan antara obesitas dengan defisiensi
Status besi WUS pranikah adalah faktor besi. Prevalensi defisiensi besi secara
yang sangat penting untuk menentukan signifikan lebih tinggi pada wanita overweight
outcome maternal dan neonatal. Jika seorang dibandingkan dengan berat badan normal
wanita sudah mengalami anemia saat dengan odds ratio 1,92 (1,23, 3,01). (CI 95%)
prakonsepsi, maka ia lebih beresiko (Permaesih dan Herman, 2005; Lopez et al,
mengalami anemia saat kehamilan. Oleh 2011)
karena itu, pendeteksian anemia harus
dilakukan sedini mungkin dan anemia harus Hubungan antara IMT dan anemia masih
diputus mulai dari masa prakonsepsi sehingga kontroversial, padahal underweight dan
tidak berlanjut ke tahap siklus kehidupan overweigth adalah salah satu faktor resiko
berikutnya. (Sumarni et al, 2016) anemia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
meneliti tentang hubungan IMT dengan
Dampak anemia selama kehamilan kejadian anemia pada WUS pranikah di
terhadap outcome maternal adalah terjadinya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun
perdarahan antepartum, perdarahan post 2018.
partum, infeksi puerperium, dan
meningkatkan angka kematian ibu. Anemia
berkontribusi atas 20% kematian ibu di dunia.
Selain itu, anemia juga menimbulkan resiko
14 | Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi. / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20

II. LANDASAN TEORI penimbunan lemak di jaringan adiposa.


A. Indeks Massa Tubuh Penimbunan lemak ini yang dapat
menurunkan penyerapan zat besi. Jaringan
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indeks
lemak pada obesitas menyebabkan terjadinya
sederhana dari perhitungan antara berat dan
inflamasi kronik yang mana berhubungan
tinggi badan yang biasa digunakan untuk
dengan ekspresi sitokin proinflamatory,
mengklasifikasikan status gizi seseorang.
diantaranya Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat
Necrosis Factor-α (TNF-α). ( McClung and
dihitung dengan rumus berikut: (Romero et al,
Karl, 2008 ; Lopez et al, 2011)
2012)
Sitokin proinflamatory ini merangsang
Berat badan (Kg)
pelepasan hepsidin dari hati dan jaringan
IMT= -----------------------------------
adiposa. Hepsidin adalah regulator utama dari
[Tinggi badan (m)] 2 homeostasis besi. Hepsidin yang tinggi akan
menghambat aktivitas fungsional ferroportin.
Klasifikasi IMT menurut WHO yaitu kurus Kemudian, ferroportin akan menghambat
(<18,5 kg/m2), normal(18,5-24,99 kg/m2), penyerapan besi di enterosit dan pelepasan
besi di makrofag retikuloendotelial sehingga
berlebih (25-29,99 kg/m2 ) dan obesitas(≥30 terjadi hipoferremia dan metabolisme besi
kg/ m2). (WHO, 2006) akan terganggu. Jika metabolisme besi
terganggu, maka terjadilah defisiensi besi.
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan (McClung and Karl, 2008 ; Lopez et al, 2011)
alat ukur yang sederhana untuk memantau
status gizi . Menurut Thompson, status gizi Timbunan lemak pada hati dapat memicu
mempunyai korelasi positif dengan pembentukan peroksida lipid yang pada
konsentrasi hemoglobin, artinya semakin akhirnya akan mempengaruhi proses
buruk status gizi seseorang maka semakin metabolisme besi sehingga akan terjadi
rendah kadar haemoglobin orang tersebut. radikal bebas. Hal ini menyebabkan sintesis
(Permaesih dan Herman, 2005) Hb tidak dapat berjalan dengan sempurna.
Pada tahap akhir, hemoglobin menurun
Underweight berhubungan dengan jumlahnya dan eritrosit mengecil sehingga
defisiensi makronutrien dan mikronutrien dapat terjadilah anemia . (Triyonate dan
termasuk zat besi. Pada wanita dengan IMT Apoina, 2015)
kurang, asupan makronutrien dan
mikronutriennya tidak adekuat. Makronutrien Peningkatan stres oksidatif selama anemia
utama yang berperan dalam metabolisme besi didukung oleh peningkatan peroksidasi lipid.
adalah protein. Defisiensi protein akan Stres oksidatif ini terutama terbentuk pada
meyebabkan transportasi besi terganggu dan membran. Spesies oksigen reaktif ini dapat
meningkatkan resiko infeksi. Mikronurien bisa merusak membran sel darah merah dan
yang berperan dalam penyerapan dan melepaskan spesies oksigen reaktif ke
metabolisme besi diantaranya protein, zat besi, pembuluh darah. Kerusakan membran sel
asam folat, vitamin C, vitamin B12, vitamin A, darah merah menyebabkan terganggunya
zinc dan tembaga. Kekurangan makronutrien sintesis hemoglobin dan terjadinya anemia.
dan mikronutrien ini menyebabkan (Nagababu et al, 2009)
terganggunya penyerapan dan metabolisme B. Anemia
besi karena tidak cukupnya jumlah besi yang
Anemia adalah suatu kondisi dimana
dibutuhkan, sehingga akan mengganggu
jumlah dan ukuran sel darah merah, atau
sintesis hemoglobin. (Sukarno, 2016;
konsentrasi hemoglobin, turun di bawah nilai
Sumarni; 2016; Wu,2016; Triyonate dan
cut-off (batas) yang telah ditetapkan,
Apoina, 2015; Ridwan, 2012)
akibatnya mengganggu kapasitas darah untuk
Selain itu, overweight dan obesitas juga mengangkut oksigen di sekitar tubuh. WHO
berkaitan dengan anemia. Overweight/ mendefinisikan anemia sebagai Hb <12 g / dL
obesitas berkaitan dengan anemia karena
Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20 | 15

pada wanita tidak hamil yang berusia usia 15  Dapatan : Malaria dan gagal ginjal
tahun ke atas. (WHO, 2014) kronis
Mekanisme terjadinya anemia defisiensi Beberapa mikronutrien sangat
besi terjadi melalui 3 tahapan. Tahapan berperan dalam metabolisme besi, yaitu :
pertama yaitu penipisan simpanan besi yang a. Vitamin C
ditandai dengan penurunan kadar ferritin Vitamin C membantu mereduksi besi
serum. Pada tahapan ini, sekresi hepsidin akan feri menjadi fero dalam usus halus
ditekan sehingga terjadi peningkatan sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C
transportasi besi oleh ferroportin ke dalam menghambat faktor penghambat
plasma sehingga cadangan besi akan penyerapan besi, khususnya fitat dan
berkurang. Tahap kedua disebut sebagai tanin. Absorbsi besi dalam bentuk
defisiensi besi pada fase eritropoiesis yang nonheme meningkat empat kali lipat bila
ditandai dengan penurunan indeks saturasi ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam
transferrin (<16%), peningkatan reseptor memindahkan besi dari transferin di
transferrin serum, peningkatan Red Cell dalam plasma ke feritin di hati.
Distribution Width (RDW) dan pengurangan (Triyonate dan Apoina, 2015; Ridwan,
Mean Corpuscular Volume (MCV). Tahapan 2012)
ketiga yaitu anemia defisiensi besi yang b. Vitamin B12 dan Asam Folat
ditandai dengan pengurangan pengiriman besi Vitamin B12 dan asam folat berfungsi
ke sumsum tulang, pengurangan sintesis sebagai koenzim dalam pembentukan
hemoglobin dan isi sel prekursor eritrosit DNA.Defisiensi Vitamin B12 dan asam
sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin. folat menyebabkan anemia megaloblastik,
(Cairo et al, 2014; ed.Gibney, 2009; Kwapisz dimana terlihat disinkronisasi antara
et al, 2009; Ganz and Nemeth, 2012;) pematangan sitoplasma dan inti nuklei
Klasifikasi anemia berdasarkan penyebabnya mengarah ke makrositosis dan inti yang
yaitu : (Sharma,J.B, 2010) belum matang. (Stabler, 2013)
c. Vitamin A
a. Penurunan produksi sel darah merah : Vitamin A dapat mempengaruhi
 Nutrisional beberapa tahap metabolisme Fe, yang
- Anemia defisiensi besi termasuk erythropoiesis dan pelepasan Fe
- Anemia megaloblastik : dari tempat simpanan besi (feritin).
Defisiensi asam folat dan Vitamin A membuat Fe mudah larut
defisiensi vitamin B12 dalam intestinal lumen dan mencegah
 Non nutrisional faktor penghambat penyerapan Fe. Selain
- Penyakit kronis : HIV, TB, itu, vitamin A juga mencegah terjadinya
Gagal ginjal infeksi yang merupakan salah satu faktor
- Gangguan sumsum tulang : resiko anemia.( Michelazzo et al, 2013)
Anemia aplastik dan infiltrasi d. Zat Besi
sumsum tulang belakang Zat besi penting untuk sintesis
b. Fisiologis hemoglobin oleh eritrosit. Kebutuhan
 Selama Kehamilan yang tinggi akan besi pada wanita
c. Perdarahan terutama disebabkan kehilangan zat besi
 Akut : APH (Antepartum selama menstruasi. (Triyonate dan
Haemorragic) dan PPH (Post Partum Apoina, 2015)
Haemorragic) e. Zat seng/ Zinc
 Kronis : Hemoroid dan Cacingan Zat seng diabsorpsi oleh usus melalui
d. Peningkatan penghancuran eritrosit mekanisme Divalent Metal Transporter-
(Hemolitik) 1(DMT-1)9 yang juga transporter zat besi
 Genetik dan mineral lain dalam usus. Adanya
 Hemoglobinopati : Gangguan kesamaan transporter antara zat besi dan
sintesis (Thalasemia), Struktural zat seng mengakibatkan absorpsi antara
(Sickle cell/anemia sel sabit) zat besi dan zat seng saling
16 | Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi. / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20
mempengaruhi satu sama lain. (Ridwan, yang datang untuk melakukan sidang nikah di
2012) KUA. Sampel penelitian ini berjumlah 36
f. Tembaga orang (18 tidak anemia dan 18 anemia) yang
Interaksi yang terlihat jelas antara zat memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
besi dan tembaga adalah pada protein Kriteria inklusi diantaranya wanita pranikah
yang mengandung tembaga, yaitu usia 15-49 tahun dan bersedia menjadi subjek
ceruloplasmin. Ceruloplasmin penelitian. Kriteria Eksklusi terdiri dari
merupakan enzim yang disintesis pada perokok, memiliki riwayat diabetes mellitus,
hati dan mengandung 6 atom tembaga riwayat penyakit ginjal, penyakit infeksi dan
pada strukturnya sehingga hamper 90 penyakit keganasan.
persen tembaga yang ada dalam tubuh Pengumpulan data dilakukan di KUA
terkandung pada protein ini. Berdasarkan berupa riwayat penyakit, pengukuran tinggi
penelitian yang telah dilakukan ternyata
badan, berat badan dan pengambilan sampel
ceruloplasmin memiliki fungsi darah. Pengukuran tinggi badan
ferroksidase, yaitu mengubah Fe(II) menggunakan microtoice dan berat badan
menjadi Fe(III) sehingga memudahkan menggunakan timbangan pegas. Sampel
proses absorpsi besi oleh transferrin. darah diambil sebanyak 3 ml pada vena
(Ridwan, 2012) mediana cubiti. dan dimasukkan ke tabung
III. METODE PENELITIAN vacutainer dengan antikoagulan (EDTA).
Penelitian ini merupakan penelitian Pemeriksaan hemoglobin dengan metode
analitik observasional dengan metode sianmethemoglobin di Laboratorium
pendekatan cross sectional study. Penelitian Biokimia Universitas Andalas.
ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Analisis data berupa analisis univariat dan
Kecamatan Koto Tangah Padang dari bulan bivariat. IMT disajikan berupa data kategorik
Maret hingga Mei 2018. Populasi target dalam dalam bentuk frekuensi dan persentase. Uji
penelitian ini adalah semua WUS Pranikah bivariat di lakukan dengan uji Chi Square.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 4.1
Karakteristik Responden BerdasarkanUmur
Kelompok
Total
Karak- Tidak Anemia Anemia
p
teristik Mean Mean
f f n %
± SD ±SD
Umur 18 27,4 18 26,7 36 100 0,5
± 2,9 ± 3.4
Tabel 4.1 menunjukkan rerata umur subjek penelitian pada kelompok tidak anemia (27,4 ± 2,9
tahun) lebih tinggi dibandingkan rerata umur kelompok anemia (26,7 ± 3.4 tahun). Namun, tidak
terdapat hubungan antara umur dan anemia. (p>0,05)
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Status Pekerjaan
Kelompok
Total p
Karakte-ristik Tidak Anemia Anemia
f % f % n %
Tingkat Pendidikan
SD 0 0 0 0 0,8
SMP 1 5,6 1 5,6 2 5,6
SMA 5 27,8 6 33,3 11 30,6
PT 12 66,7 11 61,1 23 63,8
Total 18 100 18 100 36 100
Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20 | 17

Status Pekerjaan
Bekerja 12 66,7 16 88,9 28 77,8 0,2
Tidak Bekerja 6 33,3 2 11,1 8 22,2
Total 18 100 18 100 36 100

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan subjek penelitian dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi
lebih banyak ditemukan pada kelompok anemia (66,7%) dibandingkan kelompok tidak anemia
(61,2%). Berdasarkan status pekerjaan, didapatkan subjek penelitian yang bekerja lebih banyak
ditemukan pada kelompok anemia (88,9%) dibandingkan kelompok tidak anemia (66,7%).
Namun, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan kedua karakteristik tersebut dengan
kejadian anemia (p > 0,05).
Tabel 4.3
Hubungan IMT dengan Kejadian Anemia
Kelompok
Total
IMT Tidak Anemia Anemia p
f % f % n %
Kurus 3 42,9 4 57,1 7 100 0,7
Normal 14 53,8 12 46,2 26 100
Berlebih 1 33,3 2 66,7 3 100
Total 18 50 18 50 36 100

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa cukup tinggi, meskipun IMT wanita tersebut
WUS dengan IMT berlebih merupakan tidak normal. Asupan zat besi wanita Cina 20
persentase terbesar (66,7%) yang ditemukan mg/hari dan vitamin C hadir dalam jumlah
pada kelompok anemia. Namun, hasil uji yang cukup dalam makanan wanita Cina (60
statistik menunjukkan tidak ada hubungan mg / hari). Vitamin C membantu mereduksi
yang bermakna (p > 0,05). besi feri menjadi fero dalam usus halus
sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
menghambat faktor penghambat penyerapan
Chang et al (2014) yang menemukan tidak ada
besi, khususnya fitat dan tanin. (Qin et al,
hubungan antara IMT dengan anemia pada
2013; Triyonate dan Apoina, 2015; Ridwan,
wanita usia ≥ 19 tahun di Taiwan. Namun,
2012)
peningkatan resiko anemia ditemukan pada
wanita overweight/obesitas yang Penelitian ini juga sejalan dengan
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan penelitian di Meksiko yang menemukan
rendah karbohidrat. Diet tinggi lemak bahwa prevalensi defisiensi besi lebih tinggi
menginduksi perubahan metabolisme besi pada wanita overweight dan obesitas
yang sebagian disebabkan karena kadar dibandingkan dengan berat badan normal,
hepsidin yang tinggi. Kadar hepsidin yang dengan odds ratio 1,92 (obesitas), 1,27
tinggi tersebut menyebabkan penyerapan zat (overweight) dan 1,00 (normal). Meski asupan
besi di usus yang berkurang sehingga terjadi zat besi dalam 2 kelompok tersebut sama,
hipoferremia. (Chang et al, 2014) namun konsentrasi besi serum lebih rendah
pada wanita gemuk (62,6 ± 29,5 µg / dL)
Penelitian Qin et al (2013) juga
daripada wanita dengan berat badan normal
menemukan tidak ada hubungan antara IMT
(72,4 ± 34,6 µg / dL; P = 0,014). (Lopez et al,
dengan anemia pada wanita berusia ≥ 20
2011)
tahun di Cina. Namun, terdapat perbedaan
yang ditemukan oleh penelitian Qin et al Hasil penelitian di Indonesia juga
(2013), yaitu kelompok obesitas memiliki menemukan hal yang sama dengan penelitian
konsentrasi hemoglobin tertinggi ini. Triyonate (2015) menemukan tidak ada
dibandingkan dengan kelompok IMT lainnya. hubungan IMT dengan anemia pada wanita
Perbedaan ini ternyata disebabkan oleh usia 23-35 tahun. Namun, ditemukan ada
asupan zat besi dan vitamin C wanita Cina hubungan antara asupan besi dengan anemia.
18 | Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi. / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20
Sumarni (2016) juga menemukan bahwa berat aktivitas fungsional ferroportin. Hal ini akan
badan kurus tidak berhubungan dengan menghambat penyerapan besi di enterosit dan
anemia (p= 0,06). Namun, dalam penelitian pelepasan besi di makrofag
ini, berat badan kurus berhubungan dengan retikuloendotelial sehingga terjadi
menipisnya jumlah cadangan besi dalam hipoferremia dan metabolisme besi akan
tubuh dan defisiensi besi eritropoiesis. terganggu. Jika metabolisme besi terganggu,
Underweight berhubungan dengan defisiensi maka terjadilah anemia. (Sal et al, 2018;
mikronutrien termasuk zat besi. McClung and Karl, 2008 ; Lopez et al, 2011)
Pada wanita kurus, asupan makronutrien Timbunan lemak pada hati juga dapat
dan mikronutriennya tidak adekuat. memicu pembentukan peroksida lipid yang
Makronutrien utama yang berperan dalam pada akhirnya akan mempengaruhi proses
metabolisme besi adalah protein. Defisiensi metabolisme besi sehingga akan terjadi
protein akan meyebabkan transportasi besi radikal bebas. Hal ini menyebabkan sintesis
terganggu dan meningkatkan resiko infeksi. Hb tidak dapat berjalan dengan sempurna.
Mikronurien yang berperan dalam penyerapan Pada tahap akhir, hemoglobin menurun
dan metabolisme besi diantaranya zat besi, jumlahnya dan eritrosit mengecil sehingga
asam folat, vitamin C, vitamin B12, vitamin A, terjadi anemia . (Triyonate dan Apoina, 2015)
zinc dan tembaga. Kekurangan makronutrien Analisa peneliti, anemia tidak hanya
dan mikronutrien ini menyebabkan dipengaruhi oleh faktor IMT saja tetapi lebih
terganggunya penyerapan dan metabolisme dipengaruhi oleh asupan makronutrien dan
besi karena tidak cukupnya jumlah besi yang mikronutrien yang berhubungan dengan
dibutuhkan, sehingga akan mengganggu anemia, seperti asupan lemak, zat besi,
sintesis hemoglobin. (Sukarno, 2016; vitamin C, dan sebagainya. Seseorang dengan
Sumarni; 2016; Wu, 2016; Triyonate dan
IMT tidak normal (underweight/ overweight/
Apoina, 2015; Ridwan, 2012;Chang et al, obesitas), belum tentu asupan zat besi dan
2014) asupan mikronutrien penunjang lainnya tidak
Kekurangan zat gizi terutama zat besi (Fe) memadai.
dapat menyebabkan anemia gizi, yang
merupakan bagian dari molekul hemoglobin. V. KESIMPULAN
Berkurangnya zat besi dapat menyebabkan Tidak terdapat hubungan antara Indeks
sintesis hemoglobin berkurang sehingga Massa Tubuh dengan kejadian anemia pada
mengakibatkan kadar hemoglobin turun. Wanita Usia Subur pranikah. Dilakukannya
Hemoglobin merupakan unsur yang penting penelitian lanjutan mengenai hubungan IMT
bagi tubuh manusia karena berperan dalam dan anemia dengan jumlah sampel yang lebih
pengangkutan oksigen dan karbondioksida . banyak. Pengukuran IMT dapat dijadikan
(Sukarno et al, 2016) salah satu penilaian faktor resiko anemia.
Overweight/ obesitas juga berkaitan DAFTAR PUSTAKA
dengan anemia karena penimbunan lemak di Ghose, B. Yaya, S. and Tang,S. (2016).
jaringan adiposa. Penimbunan lemak ini dapat Anemia status in relation to body mass
menurunkan penyerapan zat besi. Jaringan index among women of childbearing age
lemak pada obesitas menyebabkan terjadinya in Bangladesh. Asia Pacific Journal of
inflamasi kronik yang mana berhubungan Public Health. doi:
dengan ekspresi sitokin proinflamatory, 10.1177/1010539516660374
diantaranya Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Gibney, MJ (eds). (2009). Gizi Kesehatan
Necrosis Factor-α (TNF-α). Inflamasi Masyarakat (Public Health Nutrition).
sistemik yang terjadi pada obesitas Jakarta : EGC
berhubungan dengan patogenesis penyakit Hall, JE. (2011). Buku ajar fisiologi
metabolik dan penyakit degeneratif. Sitokin kedokteran (Edisi 12). Jakarta : EGC
proinflamatory ini merangsang pelepasan Kementerian Kesehatan RI. (2007). Riset
hepsidin dari hati dan jaringan adiposa. Kesehatan Dasar 2007.
Hepsidin yang tinggi akan menghambat https://www.k4health.org/sites/default/fil
Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20 | 19

es/laporanNasional%20Riskesdas%2020 Romero, MM. Flores, RJ. Molina, RV. Ramos,


07.pdf MI. Reali, JY. Sigrist-Flores, SC. et al.
Kemenkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar (2012). The body mass index (BMI) as a
2013. www.depkes.go.id/ public health tool to predict metabolic
resources/download/general/Hasil%20R syndrome. Journal of Preventive
iskesdas%202013.pd Medicine. Vol.2, No.1, pp.59-66 (2012)
Kwapisz,J. Slomka, Zekanowska,E. (2009). http://dx.doi.org/10.4236/ojpm.2012.210
Hepcidin and its role in iron homeostasis. 09
The Journal of The International Sal, E. Yenicesu,I. Celik,N. Pasaoglu,H.
Federation of Clinical Chemistry and Celik, B.Pasaoglu,OT. (2018).
Laboratory Medicine .Vol 20. No 2. Relationship between obesity and iron
pp.124-128 deficiency anemia: is there a role of
Lopez, AC. Osendarp, SJM. Boonstra, AM. hepcidin?. Hematology. DOI:
Aeberli, I. Salazar,FG. Feskens, E. et al. 10.1080/10245332.2018.1423671
(2011). Sharply higher rates of iron Sharma ,J.B. Shankar, M. (2010). Anemia
deficiency in obese Mexican women and in Pregnancy. JIMSA. Vol. 23. No. 4
children are predicted by obesity-related Stabler,SP. 2013. Vitamin B12 Deficiency.
inflammation rather than by differences The new engl and journal of medicine.
in dietary iron intake. American Journal Vol. 368. Pp.149-60. DOI:
Clinical Nutrition. Vol. 93. No. pp. 975- 10.1056/NEJMcp1113996
983. doi: 10.3945/ajcn.110.005439 Sukarno, KJ. Marunduh, SR. Pangemanan,
McClung, JP. Karl, JP. (2008). Iron DH. (2016). Hubungan indeks massa
deficiency and obesity: the contribution tubuh dengan kadar hemoglobin pada
of inflammation and diminished iron remaja di Kecamatan Bolangitang Barat
absorption. Nutrition Reviews. Vol. Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
67.pp.100- 104. doi:10.1111/j.1753- Jurnal Kedokteran Klinik . Vol. . No 1
4887.2008.00145.x Sumarmi, S. Puspitasari,N. Handajani,R.
Nagababu, E. Gulyani,S. Earley,CJ. Wirjatmadi, B.(2016). Underweight as a
Cutler,RG. Mattson,MP. Rifkind,JM. Risk Factor for Iron Depletion and Iron-
(2008). Iron-Deficiency Anemia Deficient Erythropoiesis among Young
Enhances Red Blood Cell Oxidative Women in Rural Areas of East Java,
Stress. Free Radical Research. Vol.42. Indonesia. Malaysian Journal of
No.9. pp.824–829. Nutrition. Vol.22. No.2. pp.219-23
doi:10.1080/10715760802459879. Triyonate, EM. Kartini,A. (2015). Faktor
Permaesih,D. Herman,S. (2005). Faktor- determinan anemia pada wanita dewasa
faktor yang mempengaruhi anemia pada usia 23-35 tahun. Journal of Nutrition
remaja. Buletin Penelitian Kesehatan. College. Vol. 4, No. 2. Pp. 259-263
Vol. 33. No. 4. Pp.162-171 Ugwuja, EU. Ogbonnaya,L. Obuna,AJ.
Qin, Y. Boonstra, A. Pan, X. Yuan, B. Dai, Y. Femiawelegbe, Henry, UC. (2015).
Zhao, J .et al .(2013). Anemia in relation Anaemia in relation to body mass index
to body mass index and waist (bmi) and socio-demographic
circumference among chinese women. characteristics in adult nigerians in
Nutrition Journal. Vol. 12. Ebonyi State. Vol.9. No.1. pp.LC04-
http://www.nutritionj.com/content/12/1/ LC07. doi: 10.7860/jcdr/2015/9811.5485
10 WHO. (2015). The global prevalence of
Ridwan, Endi. (2012). Kajian Interaksi Zat anaemia in 2011.
Besi Dengan Zat Gizi Mikro Lain Dalam www.who.int/.../global_prevalence_anae
Suplementasi (Review Of Interactions mia_2011/en/
Between Iron And Other Micronutrients WHO. (2014). Anemia Policy Brief.
In Supplementation). Penel Gizi Makan . www.who.int/.../globaltargets
Vol.35. No. 1. Pp. 49-54 _anaemia_policybrief.pdf
20 | Putri Engla Pasalina, Yusri Dianne Jurnalis, Ariadi. / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 12-20
WHO.(2011). Haemoglobin concentrations Gastroenterology . Vol.4. No.3 pp.177-
for the diagnosis of anaemia and 184. DOI: 10.1177/1756283X11398736
assessment of severity. Wirth, JP. Woodruff, BA. Stone, RE. Namaste,
www.who.int/vmnis/indicators/haemoglo SML. (2014). Predictors of anemia in
bin/en women of reproductive age: Biomarkers
WHO. (2011). Prevention of iron deficiency Reflecting Inflammation and Nutritional
anaemia in adolescents. Determinants of Anemia (BRINDA)
http://www.who.int/iris/handle/10665/20 project. American Journal Clinical
5656 Nutrition. pp.16S–27S
WHO. (2006). Global Database on Body Wu, Guoyao. Dietary protein intake and
Mass Index. human health. (2016). Food Funct. Vol.7.
http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introP pp.1251-1265. DOI: 10.1039/c5fo01530h
age=intro_3.html Zhao,N. Zhang, A. Enns, CA. (2013). Iron
Wimbley, TD. Graham, DY. (2011). regulation by hepcidin. Science in
Diagnosis and management of iron medicine.
deficiency anemia in the 21st century. https://doi.org/10.1172/JCI67225.
Therapeutic Advances in

Anda mungkin juga menyukai