Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENEMUAN OBAT DARI TANAMAN


(ARTEMISININ DARI TANAMAN ARTEMISIA ANNUA)

Disusun oleh:
Sri Arwini Bahrun
21308251003

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “Penemuan Obat Dari Tanaman
(Artemisinin Dari Tanaman Artemisia Annua)” dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat oleh
pihak penulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Tanaman Obat.
Dalam makalah ini, penulis membahas mengenai penemuan obat artemisinin dari
tanaman Artemisia annua.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah ini dan terima kasih juga penulis ucapkan kepada orang tua, keluarga,
dan teman-teman yang telah memberikan motivasi kepada penulis.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Olehnya itu, saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak senantiasa penulis harapkan dalam menyempurnakan makalah
ini agar lebih baik lagi. Harapannya semoga makalah ini bermanfaat dan menambahkan hasanah
ilmu khususnya di bidang tanaman obat. Aamiin Allahumma Aamiin...

Yogyakarta, 6 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR. ......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................2
C. Tujuan ...................................................................................................................................2
D. Manfaat .................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Artemisinin (Artemisia annua)............................................................................3
B. Sejarah Artemisinin...............................................................................................................4
C. Sifat Fisika dan Kimia Artemisinin.......................................................................................6
D. Biosintesis Senyawa Artemisinin..........................................................................................6
E. Perkembangan Produksi Artemisinin....................................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................10

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daun Artemisia annua.....................................................................................................5


Gambar 2. Bunga Artemisia annua....................................................................................................5
Gambar 3. Kristal Artemisinin...........................................................................................................6
Gambar 4. Struktur Artemisinin...........................................................................................................6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pengobatan tradisional sering
disebut juga etnomedisin didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan, keterampilan dan
praktik berdasarkan pada teori, keyakinan dan pengalaman adat budaya yang digunakan
dalam pemeliharaan Kesehatan, pencegahan penyakit dan peningkatan performa fisik
dan mental, yang telah digunakan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi
selanjutnya (WHO, 2000)
Setiap masyarakat atau suku bangsa yang mendiami suatu wilayah tertentu
memiliki pengetahuan lokal (local knowledge) sendiri dalam hal pemanfaatan bahan
alam (tumbuhan, hewan, mineral) yang ada di sekitarnya untuk mendukung kehidupan
dan kelangsungan hidup mereka. Pengetahuan dan kearifan lokal tentang pemnafaatan
bahan-bahan alam ini berbeda-beda sesuai dengan tempat tinggal, etnisitas, kepercayaan
asli, hubungan dengan kelompok masyarakat lain, dan agama.
Tumbuhan obat juga merupakan sumber yang sangat potensial untuk menghasilkan
obat-obat modern. Banyak obat modern saat ini dihasilkan dari tumbuhan-tumbuhan obat
yang dipakai dalam berbagai sistem pengobatan tradisional di Asia, Afrika dan
Mediterania/Eropa. Pada beberapa dasawarsa terakhir ini, senyawa-senyawa bahan alam
yang diisolasi dari tumbuhan telah menjadi suatu sumber senyawa obat dan senyawa
penuntun (lead compounds) yang sangat berharga untuk menghasilkan senyawa-senyawa
obat baru untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi maupun noninfeksi (Schwikward
and Van Heerden, 2002).
Studi tentang pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan oleh masyarakat tradisional yang
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fitokimia, uji praklinis dan uji klinis,
merupakan pendekatan penting untung menemukan dan mengembangkan obat-obatan
baru dari sumber tradisional. Penemuan senyawa murni sebagai senyawa aktif dalam
tumbuhan pertama kali dilakukan pada awal abad ke-19, dan sejak itu, seni
memanfaatkan senyawa bahan alam telah menjadi bagian penting dari ilmu kimia bio-
organik. Sebagai contoh, sejumlah senyawa antimalaria berguna yang berbasis
aminokuinolin kemudian berhasil disintesis, seperti pamakuin, klorokuin, amodiakuin,
pentakuin, primakuin, dan meflokuin. Hal yang sama terjadi Ketika berhasil diisolasi
senyawa artemisinin, senyawa aktif antimalaria dari tumbuhan Artemisia annua, yang

1
telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional di Cina. Sama halnya dengan kuinin,
setelah struktur dasar senyawa aktif ini diidentifikasi, kemudian dengan segera senyawa
ini dikembangkan menjadi senyawa-senyawa turunannya yang lebih aktif atau lebih
aman, seperti artemeter, arteether, dan natrium artesunate (WHO, 2012).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut;
1. Apa pengertian dari artemisinin?
2. Bagaimana sejarah penemuan obat artemisinin?
3. Bagaimana sifat fisika dan kimia artemisinin?
4. Bagaimana biosintesis senyawa artemisinin?
5. Bagaimana perkembangan produksi artemisinin?

C. Tujuan
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui;
1. Pengertian dari artemisinin
2. Sejarah penemuan obat artemisinin
3. Sifat fisika dan kimia artemisinin
4. Biosintesis senyawa artemisinin
5. Perkembangan produksi artemisinin

D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu:
1. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi para pembaca mengenai penemuan
obat yang berasal dari tanaman
2. Untuk bekal bagi para mahasiswa dalam pembelajaran mereka.
3. Untuk menambah minat banyak masyarakat mempelajari tentang tanaman obat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Artemisinin (Artemisia annua)


Artemisia merupakan tanaman obat yang berasal dari famili Asteraceae yang
sudah lama digunakan di Cina sebagai obat anti malaria (Klayman, 1985). Tanaman
Artemisia mengandung senyawa terpenoid komplek, antara lain senyawa seskuiterpen
lakton yang dikenal dengan artemisinin. Obat anti malaria yang pertama kali
ditemukan pada tahun 1820 adalah quinine yang berasal dari tanaman kina
(Rubiaceae) dan obat sintesis klorokuin (Namdeo, Mahadik, dan Kadam, 2006). Pil
kina yang selama ini menjadi obat andalan untuk mengatasi penyakit malaria ini telah
resisten terhadap Plasmodium falciparum, sehingga diupayakan untuk mencari
alternatif tanaman lain yang mampu untuk mengatasi penyakit tersebut. Penelitian
mengenai hal ini telah dilakukan dan hasil dari penelitian tersebut merekomendasikan
tanaman Artemisia sebagai tanaman obat untuk mengatasi penyakit malaria secara
efektif.
Salah satu alternatif tanaman yang digunakan adalah tanaman Artemisia
vulgaris (WHO, 2004). Artemisia merupakan tanaman yang mengandung senyawa
artemisinin. Artemisinin merupakan senyawa yang seskuiterpen lakton yang sangat
efektif untuk membunuh Plasmodium falciparum. Saat ini tanaman obat yang
digunakan sebagai obat malaria adalah A. annua, namun tanaman ini merupakan
tanaman subtropis sehingga tidak sesuai apabila dibudidayakan di daerah tropis.
Meskipun demikian terdapat jenis Artemisia lain yang tumbuh di daerah tropis
Indonesia seperti Artemisia vulgaris. A. vulgaris merupakan tanaman yang dapat
hidup pada ketinggian 1000-1500 mdpl dan juga mengandung senyawa artemisinin
(Judzentiene dan Buzelyte, 2006).
Artemisinin adalah sebuah senyawa alam heterosiklik yang termasuk dalam
golongan terpenoid dengan substruktur 1,2,4 trioxane yang tidak lazim. Saat ini
artemisinin merupakan salah satu obat antimalaria terpenting di dunia karena aktivitas
biologinya yang tinggi. Senyawa artemisinin diisolasi dari tanaman Artemisia annua
yang di China tanaman ini disebut sebagai qinghao atau dikenal juga sebagai sweet
wormwood atau annual wormwood. Selama ribuan tahun yang lalu herbalis China
telah menggunakan tanaman ini untuk mengatasi gejala demam dengan cara
meminum hasil rebusannya. Pada tahun 1960 pemerintah Republik Rakyat China

3
mencanangkan program untuk menguji kembali ramuan-ramuan tradisional China
yang ada secara empiris termasuk tanaman Qinghao ini.

B. Sejarah Artemisinin
Selama Perang Vietnam, banyak sekali tentara Amerika Serikat dan Vietnam
yang mengalami serangan penyakit malaria. Obat antimalaria utama pada saat itu,
Chloroquine, tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut setelah diketahui bahwa
parasit genus Plasmodium telah resisten terhadap chloroquine. Penemuan obat
antimalaria yang memiliki efektifitas tinggi menjadi sangat strategis bagi kedua belah
pihak. Pada saat itu, Amerika Serikat gagal menemukan obat antimalaria yang
diinginkan. Sementara itu Vietnam meminta bantuan kepada China untuk dapat
memberikan obat antimalaria yang efektif.
Sejak munculnya resistensi parasite Plasmodium falciparum terhadap
chloroquine sebagai obat utama antimalaria, Pemerintah China mencanangkan projek
riset nasional terkait dengan penemuan antimalaria baru yang mampu melawan
resistensi Plasmodium. Pada tahun 1967, ratusan peneliti China memulai eksplorasi
terhadap tumbuhan tradisional China. Lebih dari ribuan tahun China dikenal sebagai
bangsa yang telah mengembangkan pengobatan tradisional (Tradisional China
Medicine-TCM). Lebih dari 40.000 TCM telah diteliti aktivitas antimalarianya
terhadap hewan uji menggunakan peralatan dan isntrumentasi yang modern. Dari
eksplorasi ini beberapa tumbuhan yang diteliti diantaranya adalah Changshan
(Dichroa febrifuga L.), Qinghao (Artemisia annua L.), Yingzhua (Artabotrys
hexapetalu (LF) Bhand, Xianhecao (Agrimonia pilosa L.), Dayean (Eucalyptus
robusta Sm), Nantianzu (Nandina domestica T.), Yadanzi (Brucea javanica (L)
Merr), Lingshuianluo (Polyalthia nemoralis A. (DC)). Hasil uji menunjukkan bahwa
senyawa qinghaosu (Artemisinin) dalam tumbuhan Qinghao (Artemisia annua L.)
merupakan senyawa yang paling menjanjikan karena aktivitasnya yang tinggi dengan
toksisitas yang paling rendah.
Qinghao (Artemisia annua L.) merupakan tumbuhan lokal China yang tumbuh
berlimpah. Secara alamiah tumbuhan ini sangat mudah untuk diperoleh dan
digunakan sebagai obat. Artemisia annua tumbuh dalam iklim yang hangat dan paling
banyak tersebar di China dan Vietnam. Tumbuhan ini juga ditemukan dan tumbuh di
Afrika Timur, Amerika Serikat, Rusia, India dan Brasil. Artemisia annua dapat
tumbuh sampai tinggi sekitar dua meter, memiliki single stem dengan cabang

4
alternatif, daun yang berbentuk seperti daun pakis, bunga berwarna kuning terang dan
memilki bau mirip kampfor.

Gambar 1. Daun Artemisia annua

Gambar 2. Bunga Artemisia annua


Untuk pertama kalinya, Qinghao dilaporkan dapat mengatasi gejala demam
dalam “The Handbook of Prescriptions for Emergency Treatments” yang ditulis oleh
Ge Hong (281-340 Masehi) pada masa Dinasti Jin Timur. Li Shizhen yang hidup pada
masa Dinasti Ming menggunakan Qinghao untuk mengatasi gejala menggigil/
demam, tercatat dalam bukunya “Compendium of Medical Herbs” yang diterbitkan
pada tahun 1596.
Pada tahun 1971, ilmuwan China berhasil memperoleh ekstrak Qinghao
setelah melakukan isolasi menggunakan pelarut dietil eter dalam temperatur rendah.
Pada saat diuji aktivitasnya terhadap Plasmodium berghei secara in vivo, ternyata
ekstrak Qinghao ini memiliki aktivitas yang tinggi dalam melawan parasit yang
diinfeksikan dalam tikus. Akhirya pada tahun 1972, struktur senyawa aktif dalam
ekstrak Qinghao ditemukan dan di China dikenal sebagai qinghaosu atau arteannuin
dan di negara barat disebut sebagai artemisinin (Ryden and Kayser, 2007).

5
C. Sifat Fisika dan Kimia Artemisinin
Artemisinin merupakan senyawa kristal yang berbentuk jarum dan memiliki
titik leleh antara 156-157˚C. Senyawa ini tidak menyerap cahaya pada daerah
ultraviolet (UV) dan memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air (8,4 ug.mL -1
pada 25oC) dan minyak. Artemisinin stabil dalam pelarut netral namun sensitif
terhadap perlakuan asam dan basa (Hadanu, 2004).

Gambar 3. Kristal Artemisinin


Struktur artemisinin adalah sebuah lakton sesquiterpen yang mengandung satu
gugus peroksida yang berbeda dari kebanyakan senyawa antimalaria lainnya. Adanya
gugus peroksil ketal asetal lakton menjadikan struktur artemisinin sangat unik.
Artemisinin memiliki sistem 1,2,4-trioksan yang mengandung sebuah jembatan
peroksida dengan dua atom oksigen yang saling terikat melalui atom karbon kepada
atom oksigen ketiga non peroksida.

Gambar 4. Struktur Artemisinin

D. Biosintesis Senyawa Artemisinin


Biosintesis artemisinin terbagi menjadi tiga fase, yaitu pertama pembentukan
amoorfa-4,11-diene, kedua pembentukan asam dihidroartemisinin dan ketiga

6
pembentukan artemisinin. Berdasarkan penelitian, proses biosintesis artemisinin
terjadi pada bagian tanaman trikoma glandular.
Fase 1 yaitu mekanisme pembentukan artemisinin pada fase 1 masih
merupakan kontroversi. Pada fase ini terjadi pembentukan amorfa-4,11-diene dari
senyawa isopentil pirofosfat (IPP) dan isomernya dimetilallil pirofosfat (DMAPP).
IPP pada fase ini berasal dari jalur biosintesis mevalonat. Sebelum menjadi senyawa
amorfa-4,11-diene, IPP dan DMAPP membentuk senyawa perantara , yaitu farnesil
pirofosfat (FPP) melalui bantuan enzim farnesil difosfat sintase (FPPS). Dua molekul
FPP akan membentuk rantai seskuiterpen, yaitu bisiklik seskuiterpen amorfa-4,11-
diene melalui bantuan enzim amorfa-4,11-diene sintase (ADS). Pada tahap ini juga
terbantuk beberapa senyawa seskuiterpen yang lain, yaitu bisabolan, bisabilatriene,
zingiberenol.
Fase 2, Pada tahap dua terjadi modifikasi struktur amorfa-4,11- diene pada
gugus isopropilen (C-11,C-12,C-13) menghasilkan senyawa pre-kursor artemisinin,
yaitu asam dihidroertemisinin dan asam artemisinin. Proses transformasi pada cincin
11,12,13 melibatkan reaksi reduksi-oksidasi dari amorfa-4,11-diene. Selain itu,
beberapa penelitian telah mampu melakukan isolasi terhadap enzim rekombinan
DBR2 yang mampu mengubah amorfa-4,11-diene menjadi asam dihidroartemisinin.
Fase 3, Perubahan asam dihidroartemisinin menjadi artemisinin terjdai secara
spontan melalui reaksi oksidasi, dan merupakan reaksi non-enzimatik. Sedangkan
asam artemisinin akan mengalami oksidasi menjadi arteannuin B dan
dihidroarteannuin B. Asam artemisinin tidak dapat diubah secara lenagsung menjadis
enyawa artemisinin, setelah menjadi arteannuin B dan dihidroarteannuin B, maka
akan terbentuk epi-Deoksiarteannuin B dan Dihidroepi-deoksiarteannuin B. Pada
beberapa penelitian dilakukan pemberian senyawa dihidro-epi deoksiarteannuin B
yang berlabel isotop pada tanaman A. Annua, dan hasil penelitian menunjukkan
bahwa dihidroepi-deaoksiartenuin tidak membentuk artemisinin, tapi menjadi
senyawa artemisinin terhidroksi.

E. Pengembangan Produksi Artemisinin


Meskipun artemisinin bisa diproduksi secara sintesis, akan tetapi struktur
yang kompleks menyebabkan tahapan sintesis yang panjang, sehingga meningkatkan
biaya produksi sintesis. Sedangkan kebutuhan terhadap artemisinin sampai saat ini
masih sangat tinggi terutama di negara berkembang yang memiliki angka prevalensi

7
malaria cukup tinggi. Hingga saat ini ada tiga strategi untuk meningkatkan produksi
artemisinin, yaitu rekayasa biokimia, rekayasa genetik, dan pemberian komponen
organik yang dibutuhkan tanaman melalui percobaan trial and error.
Artemisinin saat ini masih terlalu mahal untuk memenuhi kebutuhan dunia.
Selain itu, gangguan panen yang disebabkan oleh bencana alam, perencanaan yang
buruk, dan peristiwa geopolitik telah menyebabkan kekurangan dan fluktuasi harga.
Dalam 20 tahun terakhir, ada dua pendekatan utama untuk memerangi masalah ini
yaitu menggunakan biologi sintetis untuk menghasilkan prekursor kimia artemisinin
menggunakan mikroorganisme dan pemuliaan varietas baru Artemisia annua dengan
meningkatkan pertumbuhan dan/atau produksinya.
Sementara kemajuan telah dibuat di kedua pendekatan tadi, namun pada
kenyataannya strategi ini belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk
memenuhi kebutuhan artemisinin dunia. Menariknya, beberapa literatur
mengungkapkan bahwa selama dua dekade terakhir menunjukkan kurang
memuaskannya upaya dalam menemukan metode sintesis de novoartemisinin dan
turunannya dari bahan kimia yang murah, mudah diperoleh dan banyak
ketersediannya.
Setelah diketahui tingginya aktivitas antimalaria dan struktur artemisinin,
para ahli kimia mulai bekerja mencari dan menemukan metode sintesis yang efisien.
Sampai saat ini artemisinin masih diproduksi melalui proses isolasi tanaman
Artemisia annua. Rendemen artemisinin dalam Artemisia annua sangat sedikit yaitu
antara 0,01% - 0,04 % dari berat kering. Selain itu butuh waktu sekitar 8 bulan untuk
mendapat tinggi tanaman yang optimal berproduksi. Faktor kerusakan tanaman oleh
bencana alam, perencanaan penanaman yang tidak matang, faktor geografis juga
menjadi kelemahan produksi artemisinin melalui proses isolasi sehingga berpengaruh
terhadap mahalnya artemisinin. Selain melalui isolasi, artemisinin juga dapat
diproduksi melalui pengembangan bioteknologi untuk memperoleh prekursor
artemisinin menggunakan mikroba, namun sampai saat ini belum pernah diterapkan
oleh industri (Zhu and Cook, 2012).
Metode lain untuk memproduksi artemisinin adalah melalui metode sintesis.
Pada tahun 1983, Hofheinz dan Schmidt, telah melakukan sintesis artemisinin
menggunakan bahan dasar (-)-isopulegol. Rendemen artemisinin yang diperoleh
sebanyak 30%.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Artemisinin adalah sebuah senyawa alam heterosiklik yang termasuk dalam
golongan terpenoid dengan substruktur 1,2,4 trioxane yang tidak lazim. Saat ini
artemisinin merupakan salah satu obat antimalaria terpenting di dunia karena aktivitas
biologinya yang tinggi. Senyawa artemisinin diisolasi dari tanaman Artemisia annua
yang di China tanaman ini disebut sebagai qinghao atau dikenal juga sebagai sweet
wormwood atau annual wormwood. Meskipun artemisinin bisa diproduksi secara
sintesis, akan tetapi struktur yang kompleks menyebabkan tahapan sintesis yang
panjang, sehingga meningkatkan biaya produksi sintesis.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan
baik dalam hal isi ataupun dalam hal lain sebagainya. Sehingga penulis sangat
mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun agar penulis semakin
beproses menjadi lebih baik kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hadanu, R. (2004). Sintesis Senyawa Antimalaria (1)-N-alkil-1,10-fenantrolinium dan 3-(2-


hidroksietil)-2-metil-1,10-fenantrolin-4-ol, Tesis, Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, Jogjakarta.
Judžentienė, A., & Buzelytė, J. (2006). Chemical composition of essential oils of Artemisia
vulgaris L.(mugwort) from North Lithuania. Chemija, 17(1).
Klayman, D. L. (1985). Qinghaosu (artemisinin): an antimalarial drug from
China. Science, 228(4703), 1049-1055.
Namdeo, A. G., Mahadik, K. R., & Kadam, S. S. (2006). Antimalarial drug-Artemisia
annua. Pharmacognosy Magazine, 2(6), 106.
Rydén, A. M., & Kayser, O. (2007). Chemistry, biosynthesis and biological activity of
artemisinin and related natural peroxides. Bioactive Heterocycles III, 1-31.
Schwikkard, S., & van Heerden, F. R. (2002). Antimalarial activity of plant metabolites.
Natural Product Reports, 19(6), 675-692.
World Health Organization. Development of National Policy on Traditional Medicine
Manila, compiled from government reports. 2000 (cited 2012 Aug).
World Health Organization. (2012). World malaria report: 2012. World Health Organization.
World Health Organization. (2004). World malaria report: 2012. World Health Organization.
Zhu, C., & Cook, S. P. (2012). A concise synthesis of (+)-artemisinin. Journal of the
American Chemical Society, 134(33), 13577-13579.

10

Anda mungkin juga menyukai