Anda di halaman 1dari 12

Ujian Akhir Semester 1

AUDIT DAN ASURANS


Tahun Akademik Gasal 2020/2021

Hari/Tanggal: Selasa, 2 Maret 2021


Sifat Ujian: Home Exam
Batas Waktu Pengumpulan: 2 Maret 2021, pukul 22.00 WIB

Dosen Penguji: Drs. Sugeng Praptoyo, S.H., M.H., Ak., CA., CPA., S.Pi., SAS
Email: kap_casr.prog@yahoo.com

Nama Mahasiswa : Kenzarah Zhetira Alam


NPM : 20.4.01.28.0341

1. Buatlah makalah secara ringkas terkait Audit Investigatif!


Jawaban:
Terlampir.

2. Kumpulkan jawaban Anda atas 7 pertanyaan dalam kasus pengadaan barang dan jasa yang telah
dibagikan, meliputi:
a. Tentukan 5W dan 2H.
b. Dalam proses tender, terdapat kejanggalan atau rekayasa. Jelaskan adanya tender yang
direkayasa.
c. Dalam Pengadaan Barang & Jasa tersebut, peraturan Per-UU-an yang mana yang
dipergunakan?
d. Dalam menghitung kerugian keuangan, metode apa yang dipakai?
e. Berapa jumlah kerugian keuangan?
f. Apa pengaruh pemeriksaan fisik tanggal 16 November 2016 terhadap perhitungan kerugian
keuangan?
g. Apabila proyek tersebut belum selesai (masih dalam proses), berapa besarnya kerugian
keuangan?
Jawab:
a. 5W 2H dalam kasus pengadaan barang dan jasa:
1) What (Apa – jenis penyimpangan dan dampaknya)
Jenis penyimpangan yang terjadi adalah:
a) Manipulasi lelang;
b) Manipulasi BAST;
c) Indikasi adanya kickback dan gratifikasi kepada pejabat daerah.

2) Who (Siapa – pihak yang terkait)


Pihak-pihak terkait dalam kasus ini diantaranya:

Halaman 1 dari 3
a) Pj Wali Kota
b) Ketua Panitia Lelang
c) PPK
d) Direksi PT. TGU

3) Where (Dimana – tempat terjadinya penyimpangan)


Lokasi terjadinya penyimpangan adalah di Kota Bukit Indah.

4) When (Kapan – waktu terjadinya penyimpangan)


Penyimpangan terjadi diantaranya:
a) Verifikasi terhadap PT TGU dilakukan 10 Januari 2014, padahal pengumuman lelang
untuk ruislag baru disampaikan pada 15 Januari 2014.
b) Tanggal 18 Februari 2014 saat kedua belah pihak menandatangani perjanjian
kerjasama/ruislag. Perjanjian merupakan kondisi hukum yang berdampak pada
konsekuensi terjadinya kerugian daerah;
c) Tanggal 30 Desember 2015 saat BAST ditandatangani yang menyatakan terjadinya
perpindahan hak Tanah dan Bangunan antara Pemko dan Pihak Ketiga;
d) Tanggal 27 September 2016 yang menyatakan bahwa pekerjaan telah selesai. Hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa pekerjaan belum selesai.

5) Why (Mengapa – penyebab terjadinya penyimpangan)


Salah penyebab terjadinya penyimpangan adalah Plt. Walikota yang akan mengikuti
pilkada memanfaatkan kesempatan untuk menggunakan kewenangannya selaku Plt.
Walikota untuk memperoleh keuntungan pribadi.

6) How (Bagaimana – modus penyimpangan)


a) Walikota menerbitkan SK menunjuk tim teknis untuk menilai tanah dan bangunan
yang akan diserahterimakan;
b) Ketua Panitia Lelang melakukan rekayasa lelang dengan cara tidak membuat
pengumuman lelang, melakukan verifikasi penawaran PT TGU sebelum tanggal
lelang, dan menggugurkan peserta lelang lainnya tanpa verifikasi;
c) Berita Acara Serah Terima (BAST) sebagai Kesepakatan Ruislag tanggal 30 Desember
2015 ditandatangani Plt. Walikota Bukit Indah dan John Tjahyadi yang memuat serah
terima kewajiban dan hak para pihak meskipun proses pembangunan oleh PT TGU
belum selesai dan belum siap digunakan;
d) Walikota menerbitkan Surat Perubahan pelepasan hak/ruislag atas tanah yang dikuasai
Pemkot Bukit Indah sehingga proses pelepasan hak berjalan.
e) PT TGU merekayasa dokumen pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan kondisi
senyatanya. PT TGU membuat laporan bahwa pekerjaan telah selesai 16 September
2016 namun berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pekerjaan tersebut belum selesai.

b. Rekayasa lelang dilakukan oleh ketua panitia lelang dengan meminta Sekretaris dan anggota
panitia lelang tidak melaksanakan proses lelang namun diminta oleh ketua panitia untuk

Halaman 2 dari 3
menandatangani dokumen lelang. Rekayasa lelang dibuat agar PT TGU seakan-akan telah
memenangkan proses lelang. Rekayasa lelang dilakukan dengan cara verifikasi terhadap PT
TGU dilakukan 10 Januari 2014, padahal pengumuman lelang untuk ruislag baru
disampaikan pada 15 Januari 2014, menggugurkan peserta lain tanpa proses verifikasi dan
tidak ada pengumuman lelang.

c. Dalam Pengadaan Barang & Jasa tersebut, peraturan Perundang-undangan yang


dipergunakan adalah:
1) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan
Barang Daerah
2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat;
3) Pasal 263 KUHP;
4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Apabila
dalam pengembangan ditemukan adanya Tidnak Pidana Korupsi)

d. Metode yang digunakan untuk menghitung kerugian adalah meteode harga pasar dan harga
riil . Metode ini dilakukan dengan menentukan harga pasar asset pemkot dan harga riil asset
PT TGU yang ditukargulingkan sehingga diperoleh selisih harga sebagai kerugian keuangan.
Untuk kerugian atas penerimaan/denda yang seharusnya menjadi penerimaan pemkot
menggunakan metode opportunity cost.

e. Jumlah kerugian keuangan setelah dilakukan pemeriksaan fisik oleh Ahli Bangunan adalah
sebesar nilai aset yang belum selesai dengan rincian:
1) 6 unit rumah dinas : Rp 3.510.000.000,00
2) 1 unit balai pertemuan : Rp 360.000.000,00
3) 36% peralatan kantor dan rumah dinas : Rp 154.500.000,00
Total : Rp 4.024.500.000,00

f. Perhitungan fisik tanggal 16 November 2016 untuk memperoleh bukti kondisi fisik yang
sebenarnya sehingga diperoleh asset PT TGU yang dapat diperhitungkan untuk dinilai riil
costnya sebagai dasar perhitungan kerugian negara.

g. Bila proyek tersebut masih dalam proses dan dikerjakan oleh PT. TGU, maka Pemerintah
harus mengenakan denda keterlambatan kepada pihak ketiga dan juga memperhitungkan
keuntungan pihak ketiga atas penggunaan tanah Pemda yang telah ditukar gulingkan. Pemda
harus mengadendum perjanjian antara dirinya dengan PT. TGU.

Halaman 3 dari 3
MAKALAH AUDIT INVESTIGATIF

Dosen Pengampu: Drs. Sugeng Praptoyo, SH., MH. MM., Ak., CA., CPA., SPI., SA

MENGENAL DASAR-DASAR AUDIT INVESTIGATIF

Disusun Oleh:
Kenzarah Zhetira Alam
(20.4.01.28.0341)
Kelas PPAk BPK

Disusun dalam rangka memenuhi Ujian Akhir Semester I


MENGENAL DASAR AUDIT INVESTIGATIF

A. Dasar-Dasar Audit Investigatif


1. Pengertian Audit
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
Per/05/M.PAN/03/2008, audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti
yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas, efisiensi, dan keandalan informasi
pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

2. Pengertian Fraud dan Audit Investigatif


Fraud dan audit investigatif merupakan hubungan sebab akibat yang perlu dilakukan APIP
dalam rangka mencegah terjadinya TPK di instansi pemerintah. Fraud memiliki dimensi yang
luas dan berbeda sehingga agak sulit untuk didefinisikan dari segi hukum. Secara umum fraud
merupakan bentuk kejahatan dalam bentuk penggelapan, penipuan, pencurian, pemalsuan,
pembuatan laporan keuangan yang palsu, korupsi, kolusi dan lain sebagainya.
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (TPK) menyebutkan bahwa
koruptor adalah setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang
lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Formula sederhana Korupsi, sesuai buku Executive Roadmap to Fraud Prevention and
Internal Control adalah sebagai berikut:

Association of Certified Fraud Examiner (ACFE)- mendefinisikan fraud sebagai


occupational fraud and abuse yaitu penggunaan kedudukan seseorang untuk memperkaya diri
sendiri melalui penyalahgunaan yang disengaja atau penyalahgunaan sumber daya atau aset
organisasi.

2
Sifat Fraud selalu tersembunyi. Maka dari itu untuk pembuktian terjadinya fraud, perlu
upaya yang sistematis dan mendalam dalam upaya mengungkap kejahatan fraud melalui audit
investigatif.
3. Penyebab Terjadinya Kejahatan Fraud
Seperti tindak kejahatan lain, fraud dapat disebabkan oleh tiga unsur sebagai berikut:
tekanan, kesempatan dan rasionalisasi atau justifikasi pembenaran dari perbuatan itu,
sebagaimana dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

a. Pressure atau Tekanan Hidup


Yang membuat hidup menjadi tertekan adalah adanya kebutuhan mendesak dan pelaku
tidak memiliki jalan untuk keluar dari permasalahan itu. Dari berbagai bentuk tekanan,
ada tiga kategori yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

b. Kesempatan/Opportunity

3
Selain tekanan hidup, kejahatan dalam bentuk fraud bisa disebabkan karena adanya
kesempatan dan peluang atau opportunity. Pelaku berasumsi bahwa fraud yang
dilakukannya, kecil kemungkinan untuk terdeteksi.
1) Kontrol di instansi lemah (Lack of controls)
2) Pelaksanaan kontrol tidak efektif (Ineffectively applied controls)
3) Ketidakmampuan menilai kualitas kerja (Inability to judge the quality of work)
4) Kurang disiplin (Lack of discipline)
5) Kurang transparan (Lack of access to information)
6) Sikap apatis dan masa bodoh (Ignorance or apathy)
7) Tidak ada jejak tindaklanjut dari audit (There is no audit trail)
c. Rationalizations
Pelaku fraud berasumsi bahwa tindakannya bukan fraud, dan berdalih setiap orang
melakukannya, misalnya:
1) Saya hanya meminjam uang dan saya akan mengembalikannya
2) Setiap orang melakukan fraud
3) Saya tidak akan menyakiti setiap orang
4) Dilakukan untuk tujuan yang baik
5) Ini tidak berdampak secara serius
6) Mereka meminjamkan kepada saya dan saya pantas membayar lebih.

B. Merencanakan Audit Investigatif


1. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Merencanakan Audit Investigatif
Seorang pengawas investigatif harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dan sikap yang
memadai dalam merencanakan dan melakukan audit investigatif, mengevaluasi buktibukti
kepatuhan pendokumentasian bukti-bukti dan transaksi yang melanggar hukum terkait dengan
sistem pengelolaan keuangan negara.
Dalam melaksanaan audit investigasi, APIP harus mampu mengarahkan audit ini untuk
menentukan kebenaran permasalahan melalui proses: - pengujian - pengumpulan dan -
pengevaluasian bukti-bukti yang relevan dengan perbuatan fraud/kecurangan guna
mengungkap adanya perbuatan fraud/subyek, identifikasi pelaku fraud/obyek, modus operandi
fraud/modus dan mengkuantifikasi nilai kerugian dan dampak yang ditimbulkan.

4
Pada diagram di bawah, informasi awal berupa dugaan TPK diperoleh melalui hasil audit
kepatuhan yang ditemukan atau yang dilaporkan oleh pihak ketiga. Kemudian APIP melakukan
penelaahan informasi. Apabila terdapat bukti kuat terkait TPK, maka langsung diputuskan
untuk melakukan audit investigatif. Dalam menyusun telaahan informasi awal, APIP perlu
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menyusun gambaran umum organisasi;
b. Menyampaikan indikasi bentuk-bentuk penyimpangan;
c. Membuat estimasi potensi kerugian negara yang terindikasi;
d. Menyusun Hipotesis;
e. Mengidentifikasi pihak-pihak yang diduga terkait;
f. Membuat rekomendasi penanganan;

2. Merumuskan Hipotesis Rinci


Berdasarkan bahan ajar AI BPKP, hipotesis adalah:
a. keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang kompleks.
b. pernyataan sementara yang bersifat prediksi dari hubungan antara dua atau lebih variabel.
Hipotesis yang baik harus menunjukan fakta dan proses kejadian, sebab dan dampak dari
penyimpangan, dan pihak terlibat yang bertanggung jawab. Merumuskan hipotesis dalam audit

5
investigasi merupakan keterampilan wajib karena tanpa adanya hipotesis atau kurang akuratnya
membuat hipotesis awal ini akan menentukan kualitas perencanaan, pelaksanaan dan hasil audit
investigatif.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menghasilkan suatu hipotesis yang
baik. Menurut Moh. Nazir, setidaknya ada 6 ciri-ciri hipotesis yang baik, adalah yaitu harus:
a. Menyatakan hubungan
b. Sesuai dengan fakta
c. Berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan
d. Dapat diuji
e. Sederhana
f. Bisa menerangkan fakta
Dengan demikian, untuk membuat sebuah hipotesis yang baik, seorang penyidik harus
mempertimbangkan fakta-fakta yang relevan, masuk akal dan tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku. Selain itu, hipotesis juga harus bisa diuji sebagai langkah verifikasi dalam
penyelidikan/penyidikan.

3. Menyusun Rencana Program Audit Investigatif


Program audit investigasi disusun berdasarkan dugaan kuat adanya TPK fraud melalui
pengujian hipotesis yang memuat fakta-fakta/bukti-bukti kuat yang mengandung
penyimpangan. Jika ini terjadi, Ketua Tim Auditor harus menanggapi secara tepat dan cepat.
Pada tahap awal, waktu menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa instansi/tim auditor
merespon keras kegiatan yang terkait TPK secara efektif dan efisien dan harus menyusun
rencana jelas yang menekankan pentingnya merespon isu-isu TPK, sehingga menjadi preseden
baik buat upaya pencegahan korupsi.
Rencana AI untuk merespon kecurangan/fraud ini berisi jabaran dari tindakan-tindakan yang
harus diambil oleh setiap pejabat di instansi pemerintah jika ada dugaan fraud muncul. Oleh
karena setiap fraud berbeda, maka rencana untuk meresponnya tidak boleh secara umum
menguraikan bagaiman langkah-langkah pengujiannya,akan tetapi rencana itu harus membantu
organisasi mengelola respon itu dan menciptakan lingkungan untuk mencegah/mengurangi
resiko munculnya fraud dan memaksimalkan potensi setiap pejabat untuk sukses. Selain itu,
recana AI harus mendorong menajemen untuk merespon tindakan-tindakan fraud yang

6
terdeteksi dan dicurigai dengan cara yang konsisten dan komprehensif. Dengan memiliki
Rencana AI yang tertata, manajemen mengirim pesan bahwa fraud akan ditangani secara
serious. Ini juga harus menjadi pedoman pelaksanaan penindakan jika potensi fraud
teridentifikasi dan dilaporkan.
Instansi yang tidak memiliki rencana penanganan fraud mungkin tidak bisa menyelesaikan
masalah itu secara tepat dan malah menyebabkan bahaya yang lebih besar disbanding instansi
yang memiliki rencana. Sebaliknya instansi yang memiliki rencana respon terhadap fraud akan
menempatkan organisasi itu pada posisi terbaik dalam merespon fraud secara efektif dan
efisien.
Masing-masing hipotesis penyimpangan diuraikan lebihlanjut kedalam langkah-langkah
audit yang akan dilaksanakan berikut siapa yang akan melaksanakan dan rencana waktu yang
disediakan untuk pelaksanaannya.
Dalam hipotesis tergambar jenis bukti yang harus diperoleh dan sumber buktinya. Oleh
karena itu, penyusunan program audit diarahkan untuk dapat mengumpulkan bukti-bukti yang
diperlukan dalam mengungkapkan setiap hipotesis penyimpangan.
Keterampilan yang diperlukan dalam merencanakan audit investigatif antara lain adalah:
a. Merumuskan hipotesis rinci.
b. Menyusun Program Audit investigatif.
c. Menyiapkan Kebutuhan sumber daya.
d. Menyiapkan administrasi penugasan.
Sikap yang diperlukan dalam merencanakan audit investigatif antara lain:
a. Menerapkan perumusan Hipotesis rinci sesuai SOP.
b. Menerapkan penyusunan Program Audit investigatif sesuai SOP.
c. Menerapkan penyiapan Kebutuhan sumber daya sesuai SOP.
d. Menerapkan Penyiapan administrasi penugasan sesuai SOP.

C. Melaksanakan Prosedur Audit Investigatif


1. Pemahaman Bukti Audit Investigatif
Dalam melakukan persiapan pengumpulan bukti, penyidik harus mampu menjalankan setiap
langkah kerja sebagai berikut:

7
a. Mengidentifikasi jenis-jenis bukti yang akan dikumpulkan sesuai dengan program audit.
Jenis bukti secara umum dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu bukti dokumen, bukti
kesaksian dan bukti pengakuan.
b. Mengidentifikasi sumber-sumber informasi sesuai permasalahan yang akan dibuktikan.
c. Mencari, menentukan dan menerapkan teknik-teknik pengumpulan bukti yang tepat
sesuai dengan permasalahan yang telah diidentifikasi (sesuai yang dibahas di Subbab
sebelumnya).
d. Menentukan tahapan proses pengumpulan bukti.
2. Teknik Pengumpulan Bukti Audit
Ada tujuh teknik pengumpulan bukti yang lazim diterapkan dalam mengumpulkan bukti:
a. Physical examination (pemeriksaan/pengujian fisik)
Meyakinkan keberadaan atau kondisi suatu benda berwujud atau kertas berharga
sesuai dengan yang seharusnya. Selalu memberikan informasi dengan tidak pernah
berbohong. Teknik audit ini dapat dilakukan terhadap kas, persediaan, aset tetap, kertas
berharga dan lainnya.
b. Confirmation (konfirmasi)
Meminta penegasan dari pihak-pihak yang mengetahui atau relevan untuk meyakinkan
bahwa informasi tertentu yang telah dimiliki auditor forensik benar dan akurat. Informasi
yang diperoleh dari hasil konfirmasi harus diuji silang dengan hasil pengujian lainnya.
c. Documentation (pemeriksaan dokumen)
Documentation adalah pengujian yang dilakukan auditor atas dokumen dan catatan
auditi. Dokumen tersebut bisa berupa bukti-bukti transaksi seperti kuitansi, faktur,
kontrak, berita acara, sertifikat, catatan atau pembukuan dan bukti-bukti tertulis lainnya.
Termasuk catatan dan rekaman komputer atau digital. Vouching yaitu pengujian
keberadaan data transaksi yang ada dalam laporan atau informasi lain atau
catatan/akuntansi dengan dengan bukti-bukti pendukungnya. Tracing (penelusuran) yaitu
dengan menguji apakah setiap transaksi yang ditemukan, berdasarkan dokumen atau data
lainnya, telah dicatat, dilaporkan atau disajikan dalam bentuk informasi lain dengan
lengkap dan benar.
d. Analytical procedures (prosedur analitikal)

8
Prosedur analitik digunakan untuk mencari indikasi adanya kelainan atau
penyimpangan tertentu atau membuat simpulan tentang suatu tindakan, keadaan, kejadian
yang terjadi. Dalam prosedur analisis ini anda dapat menerapkan dua pendekatan yaitu
perbandingan dan penerapan rumus-rumus tertentu. Pembandingan yaitu
membandingkan beberapa data yang sama dari sumber yang berbeda atau data yang
berbeda dari sumber sama atau membandingkan data atau fakta tentang tindakan, keadaan
atau kejadian yang ditemukan dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku. Sedangkan
dalam menerapkan rumus atau formula tertentu, anda harus melihat hubungan antar fakta.
e. Inquiries of the client (wawancara)
Permintaan keterangan/wawancara dilakukan tertulis ataupun lisan. Teknik ini dapat
dilakukan kepada pihak ketiga atau saksi dan bisa juga dilakukan kepada orang yang
diduga terlibat atau pelaku. Keterangan yang diperoleh dari teknik audit ini biasanya tidak
dapat digunakan sebagai simpulan, tapi digunakan sebagai bukti audit untuk memperkuat
bukti yang diperoleh dengan lainnya yang berkesesuaian.
f. Reperformance (penghitungan kembali)
Penghitungan kembali dilakukan berupa pengujian akurasi perhitungan aritmatika
yang dilakukan auditi pada bukti transaksi atau laporan dan informasi lainnya yang dibuat
auditi. Perhitungan aritmatika tersebut berupa hasil kali, bagi, tambah, kurang, dan lain-
lain.
g. Observation (observasi)
1) Observasi sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui sesuatu
seperti menggunakan penglihatan, pendengaran, perabaan dan pemciuman.
2) Kalau kita melakukan kunjungan ke pabrik, kita melihat luasnya pabrik, peralatan yang
ada, kegiatan yang dilakukan, banyaknya dan beragamnya tenaga kerja.
3) Observasi biasanya dilakukan untuk memperoleh indikasi terjadinya penyimpangan
dan tidak digunakan untuk membuat simpulan akhir tentang terjadi atau tidak
terjadinya fraud.

Anda mungkin juga menyukai