DI SUSUN OLEH :
DIANA P. KURNIASARI 2019008424
GRATSIA Y.K.J. JEHADUT 2019008114
PASKALIS K.D. HURINT 2019008271
HIDIYA ADI M 2017008272
MATAKULIAH : BISNIS INTERNASIONAL
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah matakuliah Bisnis Internasional dengan tepat
waktu. Penulisan makalah ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap
makalah ini dapat menjadi refrensi bagi pembaca.
Kami menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, maka dari itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya kami ucapkan terimakasih.
Kelompok 6
BAB 1
PENDAHULUAN
Bisnis internasional adalah bisnis yang kegiatannya melewati batas-batas negara. Definisi ini
termasuk perdagangan internasional, pemfakturan di luar negri, serta industri jasa-jasa seperti
transportasi, perbankan, pariwisata, konstruksi, hiburan, dll.
Latar belakang terjadinya bisnis internasional adalah keterbatasan komoditas suatu negara
mengakibatkan terjadinya kegiatan bisnis antar negara. Era globalisasi serta kemajuan teknologi
berkontribusi terhadap peningkatan kegiatan bisnis internasional. Secara sederhana etika bisnis
dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karenabukan hukum. Tetapi harus
diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadibatasan bagi aktivitas bisnis
yang dijalankan.Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-
elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Bisnis tidakhanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum
sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain. Di dalam era globalisasi bisnis yang
makin lama makin terbuka dan tanpa batas, dan bukan sajadilakukan oleh dua negara tetapi
banyak dilakukan oleh beberapa Negara baik Negara maju atauNegara yang sedang berkembang.
Dalam hal ini tentu saja akan mambawa dampak, baik dampakpositif maupun dampak negative
bagai suatu Negara.Disatu fihak globalisasi bisnis dapat membawa persaudaran, hubungan
bilateral yang salingmenguntungkan, difihak lain dapat membawa petaka bagi sebuah negara,
permusuhan, konfrontasi,bahkan sampai menaruhkan kepentingan-kepantingan yang lebih
besar.Dalam bisnis internasional yang semakin rumit ini juga perlu menampilkan aspek-aspek
etis. Banyakperusahaan yang dalam menjalankan bisnisnya dengan Negara-negara lain
diharapkanmemperhatikan moralitas.Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok
masyarakat akan dapat membimbing danmengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang
terpuji (good conduct ) yang harus selaludipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis dunia
internasional sudah tentu harus disepakatioleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis
serta kelompok yang terkait lainnya.Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang
ini menampilkan juga aspek etis yangbaru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun
terakhir ini diberi perhatian khusus kepadaaspek-aspek etis dalam bisnis internasional.
BAB 2
ISI
A. ISU-ISU ETIS DALAM BISNIS INTERNASIONAL
Dalam pelaksanaan bisnis yang melibatkan bisnis internasional, akan selalu ada kendala
dalam bentuk munculnya isu-isu. Isu-isu etis yang paling sering terjadi terkait
ketenagakerjaan, hak asasi manusia (HAM), lingkungan, korupsi, dan tanggung jawab sosial
perusahaan. Mengetahui isu apa yang sering muncul dapat menjadikan perusahaan lebih
waspada dapat melakukan strategi untuk menghindari terjadinya isu tersebut demi kelancaran
bisnis di perusahaan.
1. Ketenagakerjaan
Isu yang sering muncul dalam kategori ini adalah mempekerjakan karyawan tanpa
kontrak yang jelas dan mendetail, mempekerjakan SDM di bawah umur, gaji atau
bayaran yang jauh di bawah standar, kondisi dan lingkungan kerja yang buruk atau tidak
mendukung, kebersihan lingkungan kerja, keselamatan kerja tidak terjamin, dan
kurangnya perlindungan karyawan. Dalam melaksanakan praktek kerja yang melibatkan
pihak ketiga, perusahaan sebaiknya meninjau kelayakan pihak ketiga sebelum
memutuskan bekerja sama. Untuk tindakan berikutnya, perusahaan bisa mengambil
tindakan monitoring dan tetap mengaudit secara berkala agar perusahaan terhindar dari
munculnya isu etis.
2. Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.
Perusahaan yang berskala multinasional seringkali melibatkan SDM dari berbagai latar
belakang dan budaya. Karena hal tersebut, perusahaan dilarang melakukan diskriminasi
dalam bentuk apapun. Pegawai akan diperlakukan sesuai dengan posisi, tanggung jawab,
kewajiban, dan haknya masing-masing.
3. Lingkungan
Bagi negara berkembang yang sedang memperluas bisnisnya menjadi perusahaan
multinasional hingga ke perusahaan maju harus memperhatikan dengan baik isu terkait
lingkungan. Perusahaan di negara maju seringkali sangat ketat dalam penerapan
kebijakan lingkungan seperti polusi, pembuangan bahan kimia pabrik, penggunaan
bahan-bahan kimia berbahaya, dampak pada hutan, dan sebagainya. Ketika perusahaan
tidak memperhatikan isu lingkungan dan bersifat abai, maka perusahaan akan
dihadapkan pada risiko menerima protes, kecaman dari pemerhati lingkungan hingga
pemerintah, protes masyarakat sekitar, hingga pemboikotan. Semua risiko tersebut
berpotensi menghentikan operasional perusahaan bahkan berujung di kerugian besar
perusahaan dalam waktu singkat.
4. Korupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain. Praktek korupsi adalah salah satu kegiatan tidak etis
yang sebaiknya diberantas hingga ke akar-akarnya. Hal ini menyebabkan berbagai
dampak negatif bagi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perusahaan yang sedang bergerak menuju skala multinasional akan dihadapkan pada
risiko terjadinya korupsi baik di dalam maupun melibatkan pihak luar perusahaan.
Untuk mendapatkan izin dan berbagai urusan administrasi di negara asing, seringkali
perusahaan akan menghadapi kemungkinan praktek korupsi. Namun saat ini, kebijakan
dan hukuman terkait korupsi sudah banyak diterapkan di berbagai negara sehingga
membantu praktek sehat dalam bisnis internasional.
5. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah
tindakan memedulikan lingkungan sosial sekitar perusahaan melalui pembangunan
fasilitas, beasiswa pendidikan, pinjaman modal pada UMKM dengan angsuran ringan,
dan lain sebagainya. Dengan melaksanakan CSR, perusahaan sudah melakukan
tanggung jawabnya dalam porsi masyarakat. Demikian juga sebaliknya, jika
mengabaikan kegiatan CSR, maka perusahaan telah menghadirkan isu yang dampaknya
bisa merugikan perusahan secara finansial atau non-finansial.
B. DILEMA ETIS
Pengertian dilema etika adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus
membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya. Para auditor,
akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis
mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang
auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa
syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa
syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan
berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan
departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat
menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian
manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya
dengan tidak layak atau melayani para pelanggannya secara tidak jujur merupakan suatu
dilema moral, khususnya jika ia memiliki keluarga yang harus dibiayai serta terdapat
persaingan yang sangat ketat dalam lapangan pekerjaan. Terdapat banyak alternatif untuk
menyelesaikan dilema-dilema etika tetapi perhatin yang serius harus diberikan untuk
menghindari terlaksananya metode-metode yang merasionalisasikan perilaku tidak etis.
Metode-metode rasionalisasi yang digunakan yang dengan mudah dapat menghasilkan
tindakan tidak etis diantaranya :
Sehingga dapat dikatakan bahwa, Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang
dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Contoh sederhananya adalah
jika seseorang menemukan cincin berlian, ia harus memutuskan untuk mencari pemilik cincin
atau mengambil cincin tersebut. Sebagai contoh :
Para auditor, akuntan, dan pebisnis lainnya, menghadapi banyak dilema etika dalam
karier bisnis mereka. Terlibat dengan klien yang mengancam akan mencari auditor baru
jika tidak diberikan opini unqualified akan menimbulkan dilema jika opini unqualified
tersebut ternyata tidak tepat untuk diberikan.
C. PENYEBAB SIKAP TIDAK ETIS MENEJER
Banyak contoh manajer internasional yang berperilaku dengan cara yang mungkin
dinilai tidak etis dalam pengaturan bisnis internasional,oleh karena itu terdapat 6 akar faktor
penentu perilaku etis menejer
1. Etika pribadi
merupakan prinsip yang berlaku umum tentang benar dan salah yang mengatur perilaku
individu. Kode etik pribadi yang memandu perilaku kita berasal dari sejumlah sumber, termasuk
orang tua kita, sekolah kita, agama kita, dan media. Kode etik pribadi kita memberikan pengaruh
besar pada cara kita berperilaku sebagai orang bisnis. Seorang individu dengan rasa etika pribadi
yang kuat cenderung tidak berperilaku dengan cara yang tidak etis dalam lingkungan bisnis. Oleh
karena itu, langkah pertama untuk membangun rasa etika bisnis yang kuat adalah bagi
masyarakat untuk menekankan etika pribadi yang kuat.
3. Budaya organisasi
Budaya di beberapa bisnis tidak mendorong orang untuk memikirkan konsekuensi etis
dari keputusan bisnis.budaya organisasi yang tidak menekankan etika bisnis, mengurangi
semua keputusan menjadi murni ekonomi. Istilah budaya organisasi mengacu pada nilai-
nilai dan norma-norma yang dianut bersama di antara karyawan organisasi.bahwa nilai
adalah gagasan abstrak tentang apa yang diyakini kelompok sebagai baik, benar, dan
diinginkan,sedangkan norma adalah aturan dan pedoman sosial yang menentukan perilaku
yang sesuai dalam situasi tertentu.
5. Kepemimpinan
Pemimpin membantu membangun budaya organisasi, dan mereka memberi contoh, aturan, dan
pedoman yang diikuti orang lain serta struktur dan proses untuk mengoperasikan keduanya
strategis dan dalam operasi sehari-hari. Karyawan sering beroperasi dan bekerja dalam batasan
yang ditentukan struktur dengan pola pikir yang sangat mirip dengan keseluruhan budaya
organisasi yang mempekerjakan mereka.
6. Budaya masyarakat
Budaya masyarakat mungkin berdampak pada kecenderungan orang dan organisasi untuk
berperilaku tidak etis. Satu studi terhadap 2.700 perusahaan di 24 negara menemukan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara kebijakan etika perusahaan yang berkantor pusat dinegara
- Doktrin Friedman
Ekonom pemenang Hadiah Nobel Milton Friedman menulis sebuah artikel di The New York
Kali pada tahun 1970 yang telah menjadi contoh klasik manusia jerami bahwa etika bisnis
sarjana menguraikan hanya untuk kemudian meruntuhkan.Posisi dasar Friedman adalah
bahwa "tanggung jawab sosial bisnis adalah untuk meningkatkan keuntungan," selama
perusahaan tetap dalam
aturan hukum. Dia secara eksplisit menolak gagasan bahwa bisnis harus melakukan
pengeluaran sosial di luar yang diamanatkan oleh undang-undang dan diperlukan untuk
menjalankan bisnis secara efisien. Misalnya, argumennya menunjukkan bahwa memperbaiki
kondisi kerja di luar
- Relativisme budaya
Orang jerami lain yang sering diangkat oleh para sarjana etika bisnis adalah relativisme
budaya, yang adalah keyakinan bahwa etika tidak lebih dari cerminan budaya.
semua etika adalah ditentukan secara budaya — dan karenanya, perusahaan harus mengadopsi
etika budaya di mana ia beroperasi