Anda di halaman 1dari 5

DAMPAK DISLEKSIA TERHADAP SELF-ESTEEM ANAK DI DESA SAMBIREJO

KABUPATEN WONOGIRI
Nopita Ramadani.1, Murfiah Dewi Wulandari 2
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Pabelan, Kec. Kartasura , Kab. Sukoharjo,
Prov. Jawa Tengah 57102
1
nopitaramadani23@gmail.com, 2 mdw278@ums.ac.id

Abstrak :
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dampak disleksia terhadap self-esteem pada anak
di Desa Sambirejo Kabupaten Wonogiri. Penelitian langsung dilakukan di Desa Sambirejo
dengan subjek penelitian yaitu 7 anak yang memiliki hambatan disleksia di 2 Sekolah Dasar
yaitu SD N Mojoroto dan SD N 2 Sambirejo. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode
kualitatif deskriptif yang bersifat studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan
analisis interaktif Miles dan Huberman (reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan)
Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data dan teknik . Berdasarkan hasil
observasi terhadap siswa dan hasil wawancara terhadap orang tua/wali dan guru/wali kelas,
diperoleh kesimpulan hasil penelitian yaitu dampak disleksia terhadap self-esteem pada aspek
competence dan power memiliki gambaran tingkat self-esteem yang rendah, namun pada aspek
significance dan virtue dengan gambaran tingkat self-esteem yang tinggi.
Kata Kunci : Disleksia, Self-Esteem, Anak

Abstract :
The purpose of this study was to determine the impact of dyslexia on self-esteem in children
in Sambirejo Village, Wonogiri Regency. The direct research was conducted in Sambirejo
Village with the research subjects, namely 7 children who have dyslexia in 2 elementary
schools, namely SD N Mojoroto and SD N 2 Sambirejo. The research method used is
descriptive qualitative method which is a case study. Data was collected using the method of
interview, observation, and documentation. Data analysis used interactive analysis by Miles
and Huberman (data reduction, data display, and conclusion drawing). Test the validity of the
data using triangulation of data sources and techniques. Based on the results of observations of
students and the results of interviews with parents/guardians and teachers/homeroom teachers,
it was concluded that the results of the study concluded that the impact of dyslexia on self-
esteem in aspects of competence and power has a low level of self-esteem, but on the aspects
of significance and virtue. with a high level of self-esteem.
Keywords: Dyslexia, Self-Esteem, Children
PENDAHULUAN Anak disleksia akan terlihat
terlambat berbicara, tidak belajar huruf di
Setiap orang pasti mengharapkan Taman Kanak-Kanak dan tidak belajar
usaha belajar yang dilakukannya berjalan membaca di Sekolah Dasar. Tentunya,
dengan lancar tanpa mengalami kesulitan. Anak tersebut akan semakin ketinggalan
Akan tetapi, kenyataannya dalam belajar dalam hal pelajaran sedangkan guru dan
ada yang berjalan lancar atau berhasil orangtua merasa semakin heran mengapa
dengan baik, disamping itu tidak sedikit anak dengan tingkat kepandaian yang
yang mengalami kesulitan dalam belajar, cukup baik mengalami kesulitan membaca.
sehingga hasilnya buruk atau tidak sesuai Walaupun anak telah diajarkan secara
dengan yang diharapkan. Ketika anak tidak khusus, namun anak tersebut membaca
mampu berprestasi dengan baik dan dengan lebih lambat. Ia mengalami
gangguan dalam membaca bahkan bingung
memuaskan berdasarkan kecerdasan yang
mengenali huruf dan angka yang mirip.
dimiliki, maka anak tersebut dikatakan
Selain itu penderita disleksia akan
sebagai anak bermasalah dalam belajar atau mengalami gangguan kepercayaan diri atau
kesulitan belajar. self-esteem.
Kesulitan belajar juga dapat Self-esteem yaitu evaluasi yang
diartikan sebagai ketidakmampuan anak dibuat seseorang untuk menilai dirinya
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terutama mengenai sikap menerima atau
diberikan oleh guru. Menurut Masroza menolak, dengan indikasi tingginya
(2013), kesulitan belajar ini merupakan kepercayaan dirinya terhadap
gangguan yang secara nyata ada pada anak kemampuannya, keberartian, kesuksesan
yang terkait dengan tugas umum maupun dan keberhargaan (Coopersmith, 1967).
khusus, yang diduga disebabkan karena Menurut Branden (1994, hlm. 27) self-
faktor disfungsi neurologis, proses esteem merupakan disposisi individu untuk
psikologis maupun sebab-sebab lainnya mengalami dirinya sebagai orang yang
sehingga anak yang berkesulitan belajar kompeten dalam menghadapi tantangan-
dalam suatu kelas menunjukkan prestasi tantangan dasar kehidupan dan merasa
belajar rendah. layak untuk bahagia.

Salah satu kesulitan belajar yang Brisset (1972) mengungkapkan


sering ditemui yaitu disleksia. Disleksia bahwa self-esteem mencakup dua proses
adalah hilangnya kemampuan untuk yaitu proses dari evaluasi diri dan proses
membaca dan menulis. Hilangnya dari penghargaan diri. Proses evaluasi diri
kemampuan untuk membaca disebut berhubungan dengan tiga faktor utama,
Aleksia dan hilangnya kemampuan untuk salah satunya yaitu adanya perbandingan
menulis disebut Agrafia ( Dardjowidjojo, self-image dengan ideal image. Menurut
2008: 216). Disleksia merupakan sebuah Cooley (1974) bahwa proses
kondisi ketidakmampuan belajar pada perkembangan self-image yaitu adanya
seseorang yang disebabkan oleh kesulitan interaksi individu dengan lingkungannya,
dalam melakukan aktivitas membaca dan kemudian individu tersebut mendapat
menulis. Gangguan ini bukan bentuk dari feedback dan pengesahan mengenai
ketidakmampuan fisik, seperti masalah perilakunya dari orang-orang
penglihatan, tetapi mengarah pada otak dilingkungannya. Berdasarkan feedback,
yang telah mengolah dan memproses individu melakukan interpretasi terhadap
informasi yang sedang dibaca. penilaian lingkungannya, dan hal tersebut
akan membentuk self-esteem. Seseorang
yang memiliki self-esteem tinggi akan mereka terbata-bata saat berbicara tidak
terlihat dari kepercayaan diri, penerimaan seperti anak seusianya.
diri, menghargai diri sendiri, memiliki
Kesimpulan : Dari pernyataan yang
perasaan mampu dan lebih produktif.
disampaikan oleh orang tua/wali anak
Namun sebaliknya, seseorang yang
disleksia, gejala awal yang dirasakan yaitu
memiliki self-esteem yang rendah akan
ketika anak-anak terbata-bata saat berbicara
cenderung merasa rendah diri, tidak
dibandingkan anak diusianya.
percaya diri, tidak berdaya, kehilangan
inisiatif dan kebutuhan berpikir (Ali & Penanya : Bagaimana keseharian anak di
Asroni, 2006, hlm. 72). rumah apakah mau bermain dengan
temannya?
Informan : Ketika di rumah bermain
METODE
bersama teman-temannya dirumah seperti
Penelitian ini merupakan bentuk biasa, namun ada kalanya mereka hanya
penelitian deskriptif kualitatif untuk berdiam di rumah. Dalam keseharaiannya
mengetahui dampak disabilitas pada self- anak memiliki sifat pemalu dan menjadi
esteem anak di Desa Sambirejo. Data pendiam.
diperoleh melalui studi kasus dengan
Menurut Cooley (dalam
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Coopersmith, 1967) proses mendasar
Wawancara dilakukan bersa orang tua/wali
pembentukan self-esteem salah satunya
anak dan guru/wali kelas anak disleksia.
yaitu proses evaluasi diri (self-evaluation),
Dalam pengumpulan sumber data, peneliti
dimana individu mendapat feedback dan
melakukan pengumpulan sumber data
pengesahan mengenai perilakunya dari
dalam wujud data primer. Penelitian ini
orang-orang sekitarnya. Evaluasi terhadap
dilaksanakan di Desa Sambirejo,
kesuksesan dan kegagalan dalam
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten
melakukan sesuatu sebagai bagian dari
Wonogiri, Jawa Tengah. Subjek penelitian
identitas diri, hal ini tidak hanya individu
yang diambil yaitu 7 anak disleksia dengan
melakukan sesuatu dari apa yang membuat
rincian 4 perempuan dan 3 laki-laki yang
dirinya merasa berarti tetapi juga secara
bersekolah di 2 Sekolah Dasar yang
sosial, hal ini memberikan suatu kekuatan
berbeda yaitu SD N Mojoroto dan SD N 2
yang dapat meningkatkan rasa penghargaan
Sambirejo.
terhadap diri.
Deskripsi wawancara yang saya dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan guru/wali kelas anak disleksia di
Desa Sambirejo :
Deskripsi wawancara yang saya dapat
dengan orang tua/wali anak disleksia di Penanya : Bagaimana guru/wali kelas anak
Desa Sambirejo : menyadari bahwa anak yang bersangkutan
mengalami kesulitan belajar disleksia?
Penanya : Bagaimana orang tua/wali anak
menyadari bahwa anak yang bersangkutan Informan : Kami mulai menyadarinya saat
mengalami kesulitan belajar disleksia? kami meminta anak untuk membaca sebuah
bacaan. Dimana terdapat kata “Babakan”
Informan : Awalnya kami menyadari
dan dia membacanya menjadi “Papakan”
bahwa anak mengalami disleksia ketika
kata “lewat” jadi “lawat”, kakek jadi
“kakeu”, menandakan jadi “menanamkan”.
Kemudian ketika diminta menjelaskan KESIMPULAN
paragraph yang sudah dibacanya, dia
Berdasarkan hasil wawancara dan
menjawab sesuatu yang tidak ada
observasi, diperoleh kesimpulan bahwa
hubungannya dengan bacaan tersebut.
dampak disleksia terhadap self-esteem
Kesimpulan : Dari pernyataan yang yaitu terutama pada aspek power dan
disampaikan oleh guru/wali kelas anak competence memiliki gambaran tingkat
disleksia, kesulitan belajar dapat terlihat self-esteem yang rendah. Anak pasif ketika
ketika anak membaca sebuah bacaan, proses pembalajaran dan kurang optimal
dimana anak tidak bisa membaca dengan dalam belajar. Hal ini karena anak
benar, dan tidak mampu memahami bacaan terhambat dalam membaca, sehingga
yang dimaksudkan kemampuan membacanya lambat dan
kurang memahami konten yang dia baca.
Penanya : Bagaimana dengan tingkat suara
Anak disleksia belum menampilkan tingkat
dan waktu yang anak butuhkan untuk
kinerja yang tinggi dalam belajar dan
membaca?
kemampuan untuk menyelesaikan tugas
Informan : Untuk membaca anak
Adapun dampak hambatan disleksia
memerlukan waktu yang lebih lama
anak terhadap self-esteem pada aspek
dibandingan dengan anak yang seumuran
significance dan virtue memiliki gambaran
dengannya. Suara yang dibunyikan pun
tingkat self-esteem yang tinggi karena
juga tergolong pelan dan tidak jelas.
lingkungan sekolah sudah inklusi. Anak
Kesimpulan : Anak dengan disleksia ketika disleksia bisa bersosialisasi dan mendapat
membaca waktu yang dibutuhkan lebih penerimaan yang baik dilingkungan
lama, suara lebih pelan dan tidak jelas. sekolah oleh teman dan guru-gurunya.

Penanya : Dengan keterbatasan tersebut


bagaimana minat anak untuk belajar di
REFERENSI
sekolah?
Ali, M., & Asroni, M. (2004). Psikologi
Informan : Anak anak masih berminat
remaja: Perkembangan peserta
untuk belajar di sekolah, mereka tetap
didik. Jakarta: Raja Grafindo
mengikuti pembelajaran dengan
Persada.
keterbatasan mereka namun tetap dalam
jangkauan guru. Saat pembelajaran anak Baddeley, A., Gathercole, S., & Papagno,
disleksia memiliki keterlambatan dalam C. (1998). The phonological loop as
pembelajaran dibanding anak lainnya, a language learning device.
mereka juga susah untuk menghafalkan PSYCHOLOGICAL Review,
sesuatu, dan tidak mudah menerima bahasa 105(1), 158.
yang disampaikan guru atau teman-
Banai, K., & Ahissar, M. (2004). Poor
temannya, sehingga harus
frequency discrimination probes
menyampaikannya secara berulang-ulang.
dyslexics with particularly impaired
Kesimpulan : Anak disleksia masih working memory. Audiology And
memiliki minat untuk belajar. Namun Neuro-Otology, 9(6), 328–340
ketika pembelajaran anak dengan disleksia
Barwick, M., & Siegel, L. (1996). Learning
kurang optimal.
difficulties in adolescent clients of a
shelter for runaway homeless street
youths. Journal of Research on
Adolescence, 6(4), 649–670.
Branden, N. (1994). Six pillars of self-
esteem. Newyork: Bantam.
Coopeersmith, S. (1967). The antecendents
of self-esteem. San Fransisco:
Freemab Press.
Crombie, M. (2002). Dyslexia: The New
Dawn. Unpublished doctoral thesis,
Glasgow, Strathclyde University.
Denhart, H. (2008). Deconstructing
barriers: Perceptions of students
labeled with learning disabilities in
higher education. Journal of
Learning Disabilities, 41(6), 483–
497.
Doyle, J. (1996) Dyslexia: An Introductory
Guide. London: Whurr Publishers.
Elbro, C., Nieslen, I., & Petersen, D. K.
(1994). Dyslexia in adults:
Evidence for deficits in non-word
reading and in the phonological
representation of lexical items.
Annal of Dislexia. 44, 203– 226.

Anda mungkin juga menyukai