Broken Home itu Menyakitkan : Rumah bagi Korban Broken Home untuk pencarian jati diri
dalam pergaulan yang positif.
1. PENDAHULUAN
a. Pentingnya kondisi ideal
Interaksi social anak baik
Kesehatan psikologi baik
Pencarian jati diri yang positif
Pergaulan positif
b. Bahayanya jika tidak kondisi ideal
Interaksi social anak tidak baik
Kesehatan psikologi menurun
Pencarian jati diri yang negative (buruk)
Pergaulan negative
c. Kondisi kenyataan di lapangan (masalah)
Perceraian menjadi sesuatu yang biasa terjadi
Korban perceraian kesulitan dalam pencarian jati dirinya
Broken Home menjadikan kebanyakan orang memasuki zona pergaulan negatif
d. Data-data lapangan
Per bulan Agustus 2020 kasus perceraian mencapai 306.688 kasus.
Pulau Jawa menjadi pulau dengan kasus perceraian paling tinggi
e. Tujuan yang ingin dicapai
Menguraikan gagasan tempat bagi anak broken home dalam pencarian jati diri
Menguraikan pergaulan positif bagi anak broken home
Menguraikan prediksi keberhasilan program baru
Meguraikan pihak-pihak yang dapat membantu
f. Manfaat yang ingin dicapai.
Memberikan tempat pencarian jati diri anak broken home
Membantu pergaulan anak broken home
Menurunkan tingkat perceraian di Indonesia
2. GAGASAN
a. Kondisi terkini pencetus gagasan (masalah)
Perceraian sebagai sesuatu yang biasa terjadi
Korban perceraian kesulitan dalam pencarian jati dirinya
Anak broken home banyak yang terjerumus pada pergaulan yang negatif
b. Gagasan lama yang pernah diterapkan
Adolescent Resilience Model
Pendidikan Agama
Konseling
Story Telling
Emoticon focused coping
c. Kelemahan gagasan lama (weakness)
Model ini sukar diterapkan
Sulit berkonsentrasi terhadap materi tersebut
Konselor harus benar-benar memahami tentang masalah individu
Anak belum bisa mengutarakan kembali cerita
Pengendalian masalah emosional yang kurang efektif
d. Gagasan baru yang ditawarkan
Broken Home itu Menyakitkan : Rumah bagi Korban Broken Home untuk
pencarian jati diri dalam pergaulan yang positif.
e. Seberapa jauh masalah dapat diperbaiki dengan gagasan baru
Pencarian jati diri anak yang positif
Pergaulan anak yang positif
f. Pihak-pihak yang dapat membantu mengimplementasikan gagasan baru
Kepala Desa
Sahabat / teman
Konselor
Dinas Pendidikan
Orang tua
g. Peran atau kontribusi masing-masing pihak tersebut
Kepala Desa : Mendukung program
Sahabat / teman : memberikan dukungan pada subjek
Konselor : memberikan pendampingan dalam keberlangsungan program
Dinas Pendidikan: Mensosialisasikan ke pihak sekolah
Orang tua: mendukung program
h. Langkah-langkahnya (How)
Kepala Desa memberikan dukungan tempat sebagai untuk berlangsungnya
program
Menjaring korban perceraian
Skenario perbaikan sistem
Pembelajaran
Berdiskusi
Menyampaikan berita yang tentang perceraian.
menyampaikan Pencarian jati diri yang benar.
menyampaikan edukasi masyarakat umum berupa gambar yang terkait dengan
perceraian.
Subjek menyampaikan masalah yang dialami
3. KESIMPULAN
a. Resume gagasan baru yang diajukan
Gagasan ini dibuat dengan membuat semacam “sekolah” khusus untuk korban
broken home agar bisa mencari jati dirinya dalam pergaulan yang positif. Seperti yang
kita ketahui bahwa anak broken home rata rata kemampuan yang dimilikinya tidak dapat
muncul akibat pendampingan orang tua yang kurang baik selain itu anak broken home
lebih condong memasuki zona zona negative apabila tidak diberi pendampingan dengan
baik dan benar Dalam program tersebut anak diberikan pendampingan dan dukungan
penuh untuk melakukan apa saja dalam pencarian jati dirinya. Disini kami memfasilitasi
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan anak dalam menggali kemampuan dirinya.
Gagasan ini kami ajukan karena sekolah yang ada pada umumnya tidak terlalu
memfokuskan kemampuan anak broken home, sehingga pada gagasan ini kami ingin
memfokuskan kemampuan kemampuan yang dimiliki anak broken home.. Dengan
kemampuan anak yang dapat diasah disini, maka akan memunculkan anak broken home
yang dapat mencari jati dirinya tentunya dalam pergaulan yang positif
b. Resume langkah-langkah
Dalam gagasan ini kami memerlukan tempat untuk pelaksanaan program. Tempat ini
akan kami jadikan sebagai tempat berkumpul anak broken home. Kami akan melakukan
pendekatan kepada setiap subjek dengan menggali kemampuan-kemampuan yang
dimiliki subjek. Kami juga akan menggali latar belakang keluarga subjek agar dapat
memperlakukan subjek dengan baik. Dalam pelaksanaannya kami memfasilitasi kegiatan
kegiatan yang dapat mengasah kemampuan subjek. Disini subjek akan bebas melakukan
apa saja dalam kegiatan yang positif, subjek bisa mencurahkan keluh kesahnya dalam
menghadapi perceraian orang tua yang mereka alami. Mereka juga bisa menambah
pertemanan dalam kegitan ini saling berbagi pengalaman satu sama lain.
c. Resume prediksi manfaat dan dampak yang akan diperoleh
Manfaat yang akan diperoleh yaitu anak tidak akan merasa kesepian dalam kehidupannya
karena memiliki teman yang sama dengannya, kemudian anak dapat mengasah
kemampuannya lebih dalam melalui program ini, selain itu anak dapat memasuki
lingkungan pergaulan yang positif. Adapun dampak yang mungkin muncul yaitu
meningkatkan kemampuan anak broken home dalam pencarian jati diri dalam lingkungan
positif.
4. DAFTAR PUSTAKA (Minimal 15)
a. Semua sumber yang dikutip dengan format Harvard style
Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi remaja: petunjuk bagi guru dan orang tua.
Bandung: Pustaka Setia.
Bird, G. W., Stith, S. M., & Schladale, J. (1991). Psychological resources, coping
strategies, and negotiation styles as discriminators of violence in dating relationships.
Family Relations, 45-50.
Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi (terjemahan Kartini Kartono).
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Dariyo, A. (2007). Psikologi Perkembangan, Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung:
PT. Refina Aditama.
Folkman, S., & Lazarus, R. S. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York:
Springer Publishing Company.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (terjemahan Istiwidayanti). Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B. (2004). Developmental Psychology: Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Littauer, F. (1996). Personality Plus. Jakarta: Bi-narupa Aksara.
Miles, M. B. & Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis (terjemahan
Tjetjep Ro-hendi Rohidi). Jakarta: UI Press.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal. Jakarta:
Erlangga.
Primadi, A., & Lasmono, H. (2003). Koping Stres pada Etnis Bali, Jawa, dan Sunda.
Jurnal Anima, 18 (4), 326-360.
Radley. A. (1994). Making sense of illness. The social Psychology of health and
disease. Lon-don: Sage Publication.
Robinson, J. P., & Shaver, P. R. (1974). Measure of Social Psychological Attitudes.
Michigan: In-stitude for Social Research.
Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jilid 2 Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sarafino, E. P. (1998). Health Psychology Biopsychosocial Interaction (Third
edition). New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sarwono, W. S. (2011). Psikologi Remaja (Edisi Revisi Cetakan 14). Jakarta: PT.
Rajawali Grafindo Persada.
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.