Anda di halaman 1dari 13

KEKUASAAN PERANCIS DI MAROKO

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salahsatu Tugas


Mata Kuliah Sejarah Afrika

Disusun oleh :

Aldi Cahya Maulidan 192171010


Linda Nur Sukma 192171034
Annisa Nurul Fadilah 192171040
Choerunisa Nabilah Ibrahim 192171064
Faris Ihsan J.M 192171076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR
Segala pujian hanya bagi Allah Swt, Tuhan semseta alam yang Maha Kuasa. Atas
berkat karunia dan nikmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas Makalah Kekuasaan
Perancis di Maroko. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada
junjungan alam, habibana wa nabiana Muhammad Saw. Begitu pula para keluarga dan
sahabatnya, berkat perjuangan mereka dalam menyebarkan Islam kita dapat merasakan
nikmatnya iman dan Islam. Semoga pengikutnya yang setia pada ajarannya dapat
memperoleh pertolongannya di hari akhir.
Ucapan terima kasih banyak kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Afrika,
Yth. Bapak Ilham Rohman Ramadhan., M.Pd. yang telah berkenan memberikan arahan,
bimbingan serta memberikan wawasan yang dapat membuka jendela pikiran kami. Kami
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam tugas makalah ini. Namun,
terlepas dari segala kekurangannya kami berharap semoga tugas makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca. Hanya kepada Allah-lah kami semua kembali dan
semua kesempurnaan hanya milik-Nya.

Maret, 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penelitian 2
D. Manfaat dan Kegunaan Makalah 2
E. Prosedur Makalah 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Latar belakang Perancis melakukan kolonialisme di Maroko 3


B. Proses penerapan kolonialisme Perancis di Maroko 4
C. Perlawanan Maroko dalam melawan penjajahan 6
D. Proses kemerdekaan Maroko atas Perancis 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 9

DAFTAR PUSTAKA 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benua Afrika merupakan benua terbesar kedua di dunia setelah benua Asia. Letak
geografis benua Afrika berada di antara Samudera Atlantik dan Samudera Hindia, serta
berada di sebelah Selatannya Benua Eropa. Sedangkan, Benua Afrika terletak pada lintang
37°LU-34°LS dan bujur 17°BB-51°BT. Benua afrika terdiri dari negara Tunisia, Aljazair,
Maroko, Mauritania, Mali, Nigeria, Uganda, Burundi, Ruanda, Ruanda, Malagasi, Zambia,
Mesir, Afrika Selatan, Libya, Ghana, Angola, Kenya, Zimbabwe, Ethiopia, Kongo, Kenya,
Sahara, dsb. Bisa dikatakan bahwa Benua Afrika ini mempunyai sumber daya alam yang
begitu melimpah. Perancis menjadi salah satu negara yang berhasil menguasai Afrika.
Khususnya adalah afrika abagian utara dimana didalamnya terdapat beberapa negara yang
biasa disebut wilayah Maghribi yaitu Aljazair, Maroko dan Tunisia.
Awalnya, perancis hanya menduduki wilayah Aljazair saja namun semakin lama
semakin luas hingga Maroko dan Tunisia. Perancis menguasai wilayah yang disebut maghribi
ini untuk melaksanakan politik kolonialnya dalam menguasai dunia, kepentingan ekonomi
untuk mendapatkan wilayah pemasaran sekaligus mencari sumber tenaga kerja murah atau
buruh sebagai dampak revolusi Industri sebagaimana negara Inggris dan Jerman. Tidak hanya
itu, sebagai negara yang aktif dalam Perang Dunia II otomatis Perancis harus mendapatkan
lebih banyak pasukan perang sebagai sistem pertahanan maka dari itu Perancis membutuhkan
pemuda Afrika. Maka kemudian akhirnya perancis melakukan politik kolonialnya khususnya
di Maroko.
Banyak hal yang terjadi ketika Maroko dikuasai oleh Perancis. Kegiatan politik,
semuanya diatur oleh penguasanya tentunya membuat negara Maroko harus tunduk dan patuh
hingga sampailah ke tahap timbulnya rasa nasionalisme agar bebas dan merdeka dari
kolonialisme negara Perancis. Sehingga dengan begitu permasalahan ini dapat menjadi
sebuah pembahasan yang layak dijadikan bahan tulisan dalam makalah ini dan diharapkan
agar pembaca dapat memahami mengenai Kekuasaan Perancis di tanah Maroko.
B. Rumusan Masalah
Penulis telah menyusun sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini.
Ada pula sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam karya tulis ini antara lain:
1. Apa latarbelakangi Perancis melakukan kolonialisme di Maroko?
2. Bagaimana proses penerapan kolonialisme Perancis di Maroko?
3. Bagaimana perlawanan Maroko dalam melawan penjajah?
1
4. Bagaimana proses kemerdekaan Maroko atas Perancis?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan permasalahan di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis beberapa pembahasan antara lain,
1. Mengetahui latar belakang Perancis melakukan kolonialisme di Maroko.
2. Mengetahui proses penerapan kolonialisme Perancis di Maroko.
3. Mengetahui perlawanan Maroko dalam melawan penjajahan.
4. Mengetahui proses kemerdekaan Maroko atas Perancis.
D. Manfaat dan Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis.
Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep deduktif dimana
makalah ini didasarkan pada kajian teoritis yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.
Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Menambah wawasan penulis.
2. Pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai kolonialisme Perancis di Maroko.
E. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang
digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan
permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini
dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data
melalui kegiatan membaca berbagai literature yang relevan dengan tema makalah. Data
tersebut diolah dengan teknik analisis melalui kegiatan mengeksposisikan data serta
mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Perancis Menjajah Maroko


Maroko merupakan wilayah yang memiliki peradaban panjang yang terletak di Afrika
bagian utara wilayah ini pernah dikuasai oleh Khartago,Romawi, bani Ummayah, dan Bani
Abbasiah. Setelah terpisah dari Bani Abbasiah wilayah Maroko menjadi wilayah yang
independen dan diperintah oleh seorang Sultan dengan sebutan Sherif. Wilayah Maroko yang
strategi yaitu sebagai wilayah penghubung benua Afrika dan Eropa, membuat bangsa barat
saling bersaing untuk memperebutkan Maroko. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
diadakanlah suatu Konferensi yang bernama Konferensi Algeciras/ Konferensi Greenland
pada tanggal 7 April 1906 M yang terdiri dari 14 negara termasuk Amerika Serikat. Tujuan
konferensi tersebut adalah untuk menemukan solusi untuk Krisis Maroko pertama tahun 1905
antara Perancis dan Jerman, yang muncul ketika Jerman menanggapi upaya Perancis untuk
membentuk protektorat atas negara merdeka Maroko.(Darsiti Soeratman 1969)
  Maka hasil dari Konferensi Algeciras adalah membagi-bagi wilayah Maroko dan
wilayah Afrika lainnya yaitu Perancis menguasai wilayah selatan Maroko hingga terpisahlah
Mauritania dari Maroko, sementara Spanyol menguasai bagian Utara yang wilayahnya
dinamakan Sahara Barat, Perancis juga menguasai sisi utara Sahara Barat (wilayah Maroko
saat ini) tidak mau ketinggalan Spanyol juga menguasai pesisir utara Maroko yaitu wilayah
Rif di Maroko. Disamping itu juga Inggris, Italy, Jerman juga menguasaai wilayah Afrika
yang lainnnya berdasarkan Konferensi Algeciras tersebut.
Setelah Konferensi Algeciras diadakan pada tahun 1906 M terjadilah berbagai konflik
antara tentara Perancis dan penduduk Maroko.(Darsiti Soeratman 2019) Pengaruh Perancis di
Maroko semakin kuat akan tetapi perekonomiannya terancam disebabkan adanya
pemberontakan-pemberontakan di bergai wilayah Maroko termasuk di ibu kota Maroko yaitu
Fez. Kemudia pada tahun 1911 pemerintah Perancis mengerahkan kekuatan penuh armada
tempurnya ke Maroko dan pada tanggal 21 Mei 1911 tentara Perancis berhasil menguasai ibu
kota Maroko yaitu Fez. Maka secara resmi pada tanggal 30 Maret 1912 Sultan Abdul al-
Hafid menandatangani perjanjian fez yang menjadikan penyerahan kedaulatan Maroko pada
Perancis.(Darsiti Soeratman 1969).

3
B. Penerapan Kolonialisme Perancis di Maroko
Sejak tahun 1912 setelah diadakannya perjanjian Fez, yang ditanda-tangani oleh Sultan
Maroko dan pemerintah Perancis, Maroko menjadi wilayah protektorat(bagian kekuasaan)
Perancis, Sultan Maroko masih tetap menjadi kepala negara walaupun hanya sebatas
lambang/simbolis saja dan pemerintahan Maroko dipegang oleh residen Jendral Perancis
serta bertindak atas nama pemerintah Perancis. Residen Jendral Perancis yang pertama
menjabat adalah Hubert Lyautey. Banyak pengaruh kebijakan-kebijakan Perancis terhadap
masyarakat Maroko yaitu sebagai berikut:(Darsiti Soeratman 2019).
1. Penerapan Kolonialisme Perancis Dalam Bidang Politik
Sebelum Perang Dunia II, politik kolonial Perancis yang dijalankan di daerah-daerah
koloninya berdasarkan suatu doktrin "asimilasi". Teori ini didasarkan pada dugaan bahwa
orang-orang Afrika termasuk Maroko dapat dijadikan sebagai warga negara Perancis. Prinsip
asimilasi tersebut mengandung gagasan yang tercetus dalam zaman revolusi "equality dan
"fraternity"; disamping itu juga mengandung filsafat politik yang kemudian dianut oleh
Imperium Perancis yang disebut "paternalisme". Tujuan politik asimilasi tersebut ialah
mengintegrasi daerah milik di seberang lautan dengan Perancis, mengasimilasi penduduk
Maroko dengan Perancis baik politik, sosial, ekonomi, etnis, religius, maupun kultural.
(Darsiti Soeratman 2019)
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, bahasa-bahasa Maroko dan kebudayaannya tidak
diberikan dalam pendidikan kolonial Perancis. Hal ini dikaitkan dengan anggapan bahwa
setiap orang Perancis percaya akan misi kultur Perancis yang universal dan sah sebagai
pemberian terbesar Perancis kepada dunia.' Jadi, dalam khayalan Perancis, merupakan satu
blok daerah yang berpenduduk orang-orang dengan berbagai macam warna kulit dan dengan
agama yang bcrbeda-beda, tetapi tanpa memandang apakah ia tinggal di Paris atau Fez;
mereka semua berbahasa dan berkultur Perancis dan semuanya akan diwakili di dalam
Parlemen di Paris.(Darsiti Soeratman 2019)
Cita-cita membentuk bloc francais tersebut berarti bahwa politik kolonial Perancis
tidak pernah memiliki suatu program untuk memajukan koloni tersebut menuju ke arah
pemerintahan sendiri. Sistem pemerintahan Perancis yang disebut "direct rule" sesungguhnya
adalah pemerintahan oleh pegawai-pegawai dari pemerintah metropolitan yang menentukan
politik berdasarkan gagasan-gagasan metropolitan atau berdasarkan kepentingan-
kepentingan metropolitan. Dalam pemerintahan tersebut beberapa orang dari daerah koloni
seperti Maroko ikut mengambil bagian. Dengan tujuan mengasimilasi penduduk, maka di tiap
koloni sangat diperlukan munculnya kelompok-kelompok yang berpendidikan dan berbudaya
4
Perancis serta pemimpin-pemimpin politik. Politik Asimilasi yang terjadi pada Maroko
merupakann salah satu perwujudan dari paham Liberalisme yang diterapkan oleh
pemerintahan Perancis. Akan tetapi sebaik-baiknya Kolonialisme tetap tindakan
Kolonialisme itu memberikan penderitaan pada masyarakat yang terjajah termasuk Maroko.
Selain Politik Asimilasi dalam bidang pemerintahan juga kenyataannya Sultan mempunyai
kekuasaan, eksistensi lembaga-lembaga bumi putera dibarkan terus berlangsung dan
disampingnya dimasukan lembaga-lembaga pemerintah yang berasal dari Perancis sehingga
antara lembaga yang di kelola Bumi putera bisa beriringan dengan lembaga pemerintah
Perancis. Sekolah-sekolah dibuka, baik untuk anak-anak Perancis maupun anak-anak
Maroko, sedangkan pendidikan untuk anak-anak suku Berber dikhususkan karena
disesuaikan dengan kebudayaanya dan ancamannya. Akan tetapi sedikit sekali anak-anak
bumi putera khususnya yang beragama islam tertarik akan pendidikan kolonial tersebut.
(Darsiti Soeratman 2019)
2. Penerapan Kolonialisme Perancis Dalam Bidang Ekonomi
Seluruh kebijakan ekonomil seharusnya didasarkan atas tujuan untuk memajukan
masyarakat bumiputera. Penduduk bumiputra tidak boleh diancam, tidak boleh diperintah
untuk kepentingan ekploitasi. Koloni adalah tempat tinggal bagi penduduk bumiputra dan
orang-orang Eropa Walaupun politik pemerintah ditujukan untuk kemajuan penduduk
bumiputra, namun pada kenyataannya Tujuan kebijakan ekonomi kolonial adalah untuk
memajukan produksi dan membawa kemakmuran bagi penduduk di seberang lautan
(Perancis). Caranya adalah dengan menaikkan standar hidup penduduk daerah Maroko.
Pemerintah menganjurkan adanya industrialisasi di tanah-tanah koloni dan kerja penelítian
untuk memperbaiki kualitas pertanian atau hasil lainnya.(Darsiti Soeratman 2019)
Selain tanahnya yang subur, sumber kekayaan alamnya juga menarik modal asing untuk
masuk ke Maroko. Krisis Maroko yang terjadi hingga dua kali membuktikan adanya
persaingan di antara negara-negara kapitalis Barat untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya dinegeri tersebut. Akan tetapi, sejak 1912, setelah Maroko menjadi daerah
protektorat Perancis, maka pengusaha-pengusaha dan modal Perancislah yang memperoleh
banyak kesempatan untuk melakukan eksploitasi di daerah tersebut. Hasil pertambangan
yang menduduki tempat tertinggi adalah fosfat, kemudian di susul oleh batubara, besi,
mangan, timah hitam, seng dan kobal. Pertambangan fosfat dikuasai oleh perusahaan Office
Cherifien des Phosphates, yang didirikan pada 1920. Pertambangan lainnya juga dikerjakan
oleh kongsi-kongsi dagang swasta. Industri yang telah ada juga dikembangkan seperti
industri kulit, barang pecah belah dan permadani. industri-industri tersebut masih dikerjakan
5
Tetapi, pada umumnya secara tradisional. Disamping itu, didirikan pula industri modern
dengan mendatangkan tenaga-tenaga ahli dari Perancis. Jadi pada intinya kebijakan untuk
menaikan taraf hidup masyarakat Maroko oleh Perancis adalah supaya masyarakat Maroko
bisa menghasilkan produksi barang yang lebih berkualitas untuk masyarakat Perancis.(Darsiti
Soeratman 2019)
C. Perlawanan Maroko Dalam Melawan Penjajah
Perlawanan Maroko dalam melawan penjajah tidak akan terlepas dari tokoh yang
bernama Muhammad bin Abdul Karim Khitabi. Setelah bebas dari penjara Muhammad bin
Abdul Karim Khitabi langsung mengumpulkan orang-orang Riff Maroko yang berjumlah
3.000 personil. Dengan kecerdasannya dan talenta keperwiraannya, Muhammad bin Abdul
Karim Khitabi kemudian menemukan strategi baru guna melawan penjajah Spanyol yang
diberi nama Hard al-Ashabat/ Perang Gerilya, Muhammad bin Abdul Karim Khitabi
merupakan penemu taktik Gerilya dalam perang. Selain itu Syekh Muhammad bin Abdul
Karim Khitabi juga menerapkan strategi penggalian membuat sebuah terowongan hingga ke
musuh. Maka untuk melawan pemberontak di Riff Raja Spanyol yaitu Alfonso XII
mengirimkan sejumlah pasukan besar yang dipimpin oleh Jendral Silvestre dengan 60.000
tentara untuk melawan pasukan muslim yang berjumlah 3.000 personil. Maka pada tanggal
22 Juli 1921 terjadilah pertempuran yang dikenal dengan pertempuran Annual. Pertempuran
tersebut dimenangkan oleh kaum Muslimin pimpinan Muhammad bin Abdul Karim Khitabi,
dengan taktik Gerilya dan pembuatan terowongan hingga ke musuh,membuat tentara Spanyol
yang jumlahnya besar tidak berdaya. Lebih dari 20 ribu orang tentara Spanyol tewas
sedangkan dipihak Muslimin adalah 1 ribu orang tentara yang gugur.Kelahan tersebut
menjadikan Spanyol mengalami krisis di negaranya bahkan menjadi sebab runtuhnya
kerajaan Spanyol dan dibentuknya Republik Spanyol.(Er, Social, and Studies 2020)
Setelah mengalahkan Spanyol Syekh Muhammad bin Abdul Karim Khitabi beserta
pasukannya menghadapi tantangan baru yaitu melawan Perancis, karena Perancis menilai
bahwa pemberontak yang berasal dari Riff Maroko ini merupakan ancaman besar dan
membangkitkan semangat Nasionalisme Islam di Maroko. Maka pada tahun 1926 M Perancis
mengirikm marsekal Petain ke Maroko dengan jumlah pasukan sebesar 500 ribu tentara guna
melawan pasukan pimpinan Syekh Muhammad bin Abdul Karim Khitabi yang berjumlah 20
ribu.
Pertempuran tersebut berhasil dimenangkan oleh kaum Muslimin dan membuat Perancis
menjadi geram. Maka untuk melemahkan kaum muslimin Perancis melakukan siasat dengan
melakukan perundingan dengan Syekh Muhammad bin Abdul Karim Khitabi, Perancis
6
memberikan angan-angan bahwa memberikan jaminan kepada kaum muslimin dan memberi
kehidupan yang aman serta merdeka pada penduduk Maroko. Akan tetapi Perancis
mengingkari janjinya bahkan menculik Syekh Muhammad bin Abdul Karim Khitabi ketika
perundingan dan dibuang kepulauan Samudra Hindia. Akibat diculiknya Syekh Muhammad
bin Abdul Karim Khitabi oleh Perancis,perlawanan melawan Perancis pun berakhir karena
tidak ada sosok pemimpin yang disegani oleh kaum muslimin Maroko.(Er et al. 2020)
Selain perjuangan Syekh Muhammad bin Abdul Karim Khitabi dalam melawan penjajah,
di kota Fez juga muncul organisasi yang berdasarkan agama Islam, dipimpin oleh Allal al
Fassi. Selain itu, di Rabat juga berdiri organisasi yang dipengaruhi oleh Balafrej, seorang
cendekiawan lulusan Universitas Fuad di Kairo dan Fakultas Sastra serta Hukum di Paris.
Pada 1927, kedua organisasi tersebut bersatu membentuk Liga Maroko, vang menuntut
pembaharuan dan kemajuan bagi Maroko. Liga Maroko tersebut mempunyai cabang- cabang
dikota-kota lain. Walaupun demikian, sebelum 1930, gerakan rakyat di Maroko belum
memiliki garis perjuangan yang tegas dan jelas.(Darsiti Soeratman 2019)
D. Proses Kemerdekaan Maroko Atas Perancis
Proses perjuangan kemerdekaan Maroko atas Perancis berawal kita terjadinya perang
Dunia II yang melanda Eropa. jatuhnya kekuasaan Perancis oleh Jerman, pendaratan tentara
Inggris-Amerika di Maroko dan pertemuan Sultan dengan presiden Franklin Roosevelt,
disambut gembira oleh kaum nasionalis dan mereka mulai menghentikan pertentangan-
pertentangan yang bersifat pribadi.Mereka berjuang menuntut kemerdekaan tetapi ditentang
keras oleh pemerintah Perancis yang berpegang pada ketentuan perjanjian Fez yang
menyatakan bahwa status Maroko adalah protektorat yang "tidak dapat dipisahkan dari
Perancis". Maka, Residen Jenderal Gabriel Pauax melakukan penangkapan terhadap
pemimpin-pemimpin Istiqlal dengan tuduhan melakukan kolaborasi dengan Jerman.
Akibatnya, timbul demontrasi di Rabat dan Fez yang disertai pembunuhan dan penahanan.
(Darsiti Soeratman 2019)
Walaupun mengalami banyak rintangan, perjuangan untuk mencapai cita-cita
kemerdekaan negerinya tetap dijalankan. Di Maroko, organisasi partai diperkuat; cabang-
cabang baru yang dibentuk tersebar di seluruh negeri. Di samping itu, perjuangan di luar
negeri juga dilakukan dengan menghubungi Perserikatan Bangsa-Bangsa, pembentukan Liga
Arab dan hubungan dengan kaum nasionalis Aljazair dan Tunisia. Sultan Maroko juga
memihak kaum nasionalis. Oleh sebab itu, maka ketika Perancis menerima Konstitusi baru
(1946), di mana daerah seberang lautan dapat mengirimkan wakil-wakilnya ke lembaga-

7
lembaga legislatif di Paris, penduduk bumiputera Maroko tidak menyambutnya dengan penuh
kegembiraan.(Darsiti Soeratman 2019)
Mereka tidak dapat percaya, bahwa pemerintah Perancis akan membawa perbaikan bagi
negerinya. mengunjungi Tangier, kota internasional. Sejak 1899, tidak ada Sultan di Maroko
yang mengunjungi kota tersebut. Sultan mengucapkan pidato dan Sultan Maroko memegang
peranan yang penting. Pada 1947, ia berbicara tentang "hak-hak yang sah milik penduduk
Maroko", Kemudian Sultan menyatakan kepada pers tentang penggabungan Maroko kepada
Liga Arab dan dunia di Laut Tengah bagian timur. Pada akhir 1955 Sultan Muhammad V
berhasil menegosiasikan pemulihan bertahap kemerdekaan Maroko dalam rangka saling
ketergantungan antra Perancis dan Maroko. Sultan setuju untuk melembagakan reformasi
yang akan merubah Maroko menjadi monarkik konstitusional dengan bentuk pemerintahan
yang demokratis. Sehingga pada tangga 7 April 1956 Perancis secara resmi mengakhiri
protektoratnya diwiyalah Maroko yang menandai kemerdekaan dari negara Maroko. (Darsiti
Soeratman 2019)

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maroko merupakan wilayah yang memiliki peradaban panjang yang terletak di Afrika
bagian utara wilayah ini pernah dikuasai oleh khartago,Romawi, bani Ummayah, dan Bani
Abbasiah. Setelah terpisah dari Bani Abbasiah wilayah Maroko menjadi wilayah yang
independen dan diperintah oleh seorang Sultan dengan sebutan Sherif. Wilayah Maroko yang
strategi yaitu sebagai wilayah penghubung benua Afrika dan Eropa, membuat bangsa barat
saling bersaing untuk memperebutkan Maroko.
Sejak tahun 1912 setelah diadakannya perjanjian Fez, yang ditanda-tangani oleh
Sultan Maroko dan pemerintah Perancis, Maroko menjadi wilayah protektorat(bagian
kekuasaan) Perancis, Sultan Maroko masih tetap menjadi kepala negara walaupun hanya
sebatas lambang/simbolis saja dan pemerintahan Maroko dipegang oleh residen Jendral
Perancis serta bertindak atas nama pemerintah Perancis.
Perlawanan Maroko dalam melawan penjajah tidak akan terlepas dari tokoh yang
bernama Muhammad bin Abdul Karim Khitabi. Proses perjuangan kemerdekaan Maroko atas
Perancis berawal kita terjadinya perang Dunia II yang melanda Eropa. jatuhnya kekuasaan
Perancis oleh Jerman, pendaratan tentara Inggris-Amerika di Maroko dan pertemuan Sultan
dengan presiden Franklin Roosevelt, disambut gembira oleh kaum nasionalis dan mereka
mulai menghentikan pertentangan-pertentangan yang bersifat pribadi.

9
DAFTAR PUSTAKA
Darsiti Soeratman. 1969. Sejarah Afrika Zaman Imperialisme Modern, Jilid I.
Yogyakarta: Penerbit Vita.
Darsiti Soeratman. 2019. SEJARAH AFRIKA. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Er, Mevliyar, Researcher Social, and Science Studies. 2020. The Palgrave
Encyclopedia of Imperialism and Anti-Imperialism. London.

10

Anda mungkin juga menyukai