Penafsirannya
Oleh:
A. PENDAHULUAN.
Al-Quran diturunkan ditengah kemurnian bahasa arab,dimasa interaksi
bangsa arab dengan bangsa lain masih bisa dikatakan minim jika dibandingkan
dengan abad setelahnya. Kemurnian tersebut menjaga bangsa arab dari kesalahan
dalam berbahasa, dan bahasa arab bagi mereka adalah salah satu barometer
kemuliaan seseorang, mereka sangat menghormati para sastrawan dan pujangga,
sehingga puisi-puisi yang dapat dipertahankan di festival puisi yang dilaksanakan
setiap musim haji, ditempelkan di dinding ka’bah sebagai bentuk penghargaan.
Di awal islam bangsa Quraisy menuduh Nabi Muhamad SAW dengan
berbagai tuduhan, bahkan dari mereka menganggap bahwa syariat yang dibawa
oleh beliau adalah ramalan-ramalan dukun dan lain sebagainya, olehnkaren itu
Allah SWT menurunkan al-Quran dengan bahasa arab sebagai bentuk mukjizat
akan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW, letak kemukjizatan al-Quran
dengan bahasa Arab ini adalah sebagai tentangan bagi bangsa Arab, yaitu bahasa
al-Quran yang disusun dengan bahas mereka kini dihidangkan oleh al-Quran
dengan susunan yang melebihi susunan sastrawan-sastrawan Arab terkemuka di
masa itu, sehingga dalam diri mereka timbullah keyakinan bahwa al-Quran bukan
susunan sajak-sajak manusia, melainkan dalam diri mereka meyakini bahwa
susunan kata ini tidak dapat dikatakan sebagai susunan manusia, dengan itu
mereka tidak dapat memungkiri lagi bahwa kalimat-kalimat yang menjelaskan
Risalah ini adalah murni wahyu, tidak ada campur tangan siapapun.
Pemahaman mereka terhadap makna dan susunan bahasa al-Quran adalah
pemahaman yang didasarkan atas kemurnian mereka dalam berbahas, tanpa
menggunakan kaedah-kaedah Apapun, namun setelah agama islam mulai tersebar
kedaerah-daerah luar Jazirah Arab, pergesekan antara bangsa Arab dengan bangsa
lain mulai terjadi, sehingga bahasa kemurnian bahasa mereka pun mulai
terancam, dan tepatnya di akhir abad pertama dan awal abad kedua hijriyah
kaidah-kaidah bahasa mulai dirintis dengan berpedoman terhadap kebiasaan
bangsa arab menggunakan kata atau jumlah, terlebih oleh orang Non Arab yang
ingin memperdalami al-Quran dan Hadits, kaidah-kaidah pun menjadi tangga
awal mereka memahami al-Quran dan Hadith sebagai sumber Syariah islamiah.
Pembahasan-pembahasan kaedah bahasa Arab mulai tidak dapat dipisahkan
dari kajian-kajian islam, sebab sumber-sumber agama islam tidak dapat difahami
kecuali dengan bahasa Arab, sehingga bisa dikatakan tidak ada pembahasan
kajian-kajian islam yang terlepas dari pembahasan bahasa Arab, baik dalam ilmu
Ushul Fiqh, Fiqh, Ulum al-Hadth ataupun Ulum al-Quran.
dalam Ulum Quran dan Kajian tafsir, pembahasan tentang Kajian bahasa
arab menjadi pengantar ilmu tersebut, dan kajian-kajian kaedah al-Quran menjadi
dasar atas pembahasan-pembahasan tafsir sendiri, oleh karena itu dalam Kajian
tafsir pembahasan al-Amru, Al-Nahyu, Al-Muthlaq, Al-Muqayyadh adalah
pembahasan utama dan menjadi pengantar Ilmu ini.
dalam makalah ini pembahasan Al-Amru wa Al-Nahyu adalah salah satu
pembahasan kaedah bahasa Arab, oleh karena rujukan yang digunakan selain
rujukan ilmu tafsir juga merujuk terhadap referensi Ushul Fiqh dan kaedah
bahasa seperti Balaghah dan lain sebagainya.
B. PEMBAHASAN.
1. Definisi Dan Perdebatan Ulama;
Kalimat أمر secara etimologi adalah perintah, suruhan atau tuntutan.
Sedangkan menurut terminologi adalah perintah atau tuntutan mengerjakan
sesuatu tanpa memendang derajat dan kedudukan yang memerintah atau yang
menerima perintah.1
Kalimat نهىsecara etimologi adalah cegahan atau larangan, dan secara
terminologi adalah perintah atau larangan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa
memendang derajat dan kedudukan yang memerintah atau yang menerima
perintah.2
Sebagian ulama Ushul fiqh mengatakan bahwa Al-Amru dan al- Nahyu
adalah tuntutan dari yang lebih tinggi, sedangkan Abu al-Husain al-Bashri
mensyaratkan harus ada unsur anggapan dari yang memerintah bahwa dirinya
lebih tinggi, meskipun pada kenyataanya yang menerima perintah lebih tinggi
derajatnya dari yang memerintah.3
Salah satu dalil bahwa al-Amru tidak memandang derajat yang memberi
perinah adalah perkataan Firaun kepada mentri-mentrinya:
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. [Al Isra":32]
2. Untuk mendidik seperti sabda rasulullah kepada Umar Bin abi salamah,
ketika ia masih kecil, dan tangannya berputar-putar sekitar hidangan:
6
Hituo, Al-Wajiz fi Ushul Tasyri’ Al-Islami.159
Bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah
makanan yang ada di hadapanmu (terdekat denganmu) (H.R. Bukhari
Muslim)
3. Untuk memperbolehkan
5. Untuk menghormati
َ َُصبِ ُرو ْا َس َوٓا ٌء َعلَ ۡي ُكمۡۖ ِإنَّ َما تُ ۡج َز ۡو َن َما ُكنتُمۡ تَ ۡع َمل
ون ۡ ٱصبِ ُر ٓو ْا َأ ۡو اَل ت
ۡ َٱصلَ ۡوهَا ف
ۡ ﴿
]16:﴾ [ الـطور١٦
16. Masukklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka
baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan
terhadap apa yang telah kamu kerjakan. [At Tur:16]
))؛،يبول
ُ س َّن أح ُدكم ذَ َكره بيمينه وهو
َّ ((ال يَ َم:قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم
َ ُوا اَل ت َۡعتَ ِذ ُرو ْا ۡٱليَ ۡو ۖ َم ِإنَّ َما تُ ۡجـ َز ۡو َن َمــا ُكنتُمۡ تَ ۡع َملُـ
﴾٧ ـون َ ﴿ ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ
ْ ين َكفَر
]7:[الـتحريم
7. Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur
pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut
apa yang kamu kerjakan. [At Tahrim:7]
7
Hituo; Muhammad Ibnu Ahmad, Al-badru al-Thali’. Hal:149-150
Sedangkan perintah yang menuntut untuk diulang adalah perintah
melakukan shalat, perintah mengulang shalat setiap masuk waktu shalat
diambil dari hadits tentang waktu shalat, bukan dari perintah melakukan
shalat.
Berbeda dengan Al-Nahyu yang Nash larangannya menunujukan
terhadap pengulangan meninggalkan pekerjaan yang dilarang.
3) Kaidah dan penafsiran ketiga.
( )متفق عليه.من نسي صالة فليصلها إذا ذكرها ال كفارة هلا إال ذلك
Barang siapa yang meninggalkan shalat akibat lupa atau tertidur,
maka hendaknya menunaikannya ketika dia ingat. Karena tidak ada
tebusannya kecuali itu. (H.R. Bukhari Muslim)
Perbedaan antara penafsiran Al-Amru dan al-Nahyu di atas
disebabkan oleh tuntutan mewujudkannya al-amru yang terwujud
meskipun tanpa disegerakan, berbeda dengan al-Nahyu yang tidak dapat
terwujud kecuali dengan segera meninggalkannya.8
4) Kaidah Ke Empat>
8
Hituo, Al-Wajiz fi Ushul Tasyri’ Al-Islami. H:157
داللة النهي على فساد المنهي عنه
9
Muhammad Ibnu Ahmad, Al-badru al-Thali’, 385.
10
Muhammad Ibnu Ahmad, 325; Hituo, Al-Wajiz fi Ushul Tasyri’ Al-Islami, 155–56.
dianggap tidak sah, maka apabila dikerjakan dianggap tidak sah,
seperti transaksi yang mengandung unsur riba.
d) Apabila larangan tertuju kepada factor eksternal yang dapat terpisah
dari transaksi (tidak melekat), maka tidak menunjukkan terhahadap
fasad, seperti melakukan jual beli ketika adzan jumat, larangan
tersebut tidak ditujukan terhadap transaksi itu sendiri, melainkan
larangan tersebut disebabkan kawatir terlewatnya shalat jumat.
ۡ َصلَ ٰو ِة ِمن يَ ۡو ِم ۡٱل ُج ُم َعـ ِة ف
ٱسـ َع ۡو ْا ِإلَ ٰى ِذ ۡكـ ِر َّ ي لِلَ ين َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َذا نُو ِد َ ﴿ ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ
]9:﴾ [ الـجـمـعـة٩ ون َ ر لَّ ُكمۡ ِإن ُكنتُمۡ تَ ۡعلَ ُمٞ ُوا ۡٱلبَ ۡي ۚ َع ٰ َذلِ ُكمۡ َخ ۡي
ْ ٱهَّلل ِ َو َذر
9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui. [Al Jumu'ah:9]
5) Kaedah Ke Lima
12
Abu Umar Al-Maliki Ustman Ibn Al-Hajib, Mukhtashar al-Muntaha, Muhammad Hasan Ismail (Bairut,
Libanon, 2004), 71; Ali Ibn Al- Hasan Ibn Abdul Kafi, Al-Ibhaj FI Syarh Al-Minhaj, 27/2.
dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui. [Al Jumu'ah:9]
C. PENUTUP
Ali Ibn Al- Hasan Ibn Abdul Kafi, Taqiyuddin Abu Al-Hasan Al-Subky. Al-
Ibhaj FI Syarh Al-Minhaj. Bairut, Libanon: Dar Al-Kutub Al-ilmiyah, 1995.